• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada limbah cair minyak kelapa sawit di PT. Shafera Enviro Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengujian kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada limbah cair minyak kelapa sawit di PT. Shafera Enviro Laboratorium"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN KADAR COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) PADA LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT DI PT. SHAFERA

ENVIRO LABORATORIUM

LAPORAN TUGAS AKHIR

NURUL RAHMI SITEPU 192401063

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2022

(2)

PENGUJIAN KADAR COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) PADA LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT DI PT. SHAFERA

ENVIRO LABORATORIUM

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

NURUL RAHMI SITEPU 192401063

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2022

(3)

PERNYATAAN

PENGUJIAN KADAR COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) PADA LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT DI PT. SHAFERA ENVIRO

LABORATORIUM

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan bahwa laporan tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2022

Nurul Rahmi Sitepu 192401063

(4)

i

(5)

ii

PENGUJIAN KADAR COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) PADA LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT DI PT. SHAFERA ENVIRO

LABORATORIUM

ABSTRAK

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada pada limbah. Pengujian kadar Chemical Oxygen Demand (COD) pada sampel limbah cair kelapa sawit dilakukan di PT.

SHAFERA ENVIRO LABORATORIUM MEDAN. Untuk menentukan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) ini menggunakan metode Titrimetri. Dari hasil analisa pada pengujian kadar COD pada sampel limbah cair kelapa sawit dengan kode sampel II-12 sebesar 1523,2 mg/L; dan pada sampel dengan kode sampel II-13 kadar COD sebesar 228,4 mg/L. Dari hasil analisa kadar COD pada Sampel dengan kode II- 13 telah memenuhi standart baku mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri lingkungan hidup yaitu 350 mg/l sedangkan sampel dengan kode II-12 kadar COD nya melampai batas maksimal baku mutu.

Kata kunci : Chemical Oxygen Demand (COD), Limbah, Titrimetri, Limbah Cair Kelapa Sawit

(6)

iii

TESTING COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) ON LIQUID WASTE OF PALM OIL AT PT. SHAFERA ENVIRO LABORATORIUM

ABSTRACT

Chemical Oxygen Demand (COD) is the amount of oxygen needed to oxidize organic substances in the waste. Testing the levels of Chemical Oxygen Demand (COD) on samples of palm oil effluent was carried out at PT. SHAFERA ENVIRO LABORATORIUM. To determine the levels of Chemical Oxygen Demand (COD) uses the titrimetric method. Based on the results, COD level testing in oil palm waste in the sample with the code II-12 was 1523.2 mg/L, the sample with the code II-13 COD levels was 228.4 mg/L.From the results of the analysis of COD levels in the sample with code II-13, they met the quality standards set by the Minister of the environment, namely 350 mg/l, the samples with code II-12 exceeds the maximum quality standard of COD levels.

Keyword : Chemical Oxygen Demand (COD), Waste, Titrimetry, Palm Oil Waste

(7)

iv

PENGHARGAAN

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini sangat sederhana dan masih jauh lagi dari kesempurnaan, hal ini tidak lain karena ilmu yang diterima penulis masih sangat terbatas.

Tugas Akhir ini diajukan sebagai syarat kelulusan program Diploma III Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul yang dibuat dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah

“Pengujian kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada limbah cair minyak kelapa sawit di PT. Shafera Enviro Laboratorium”. Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini, penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima ksih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan, antara lain kepada:

1. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc Selaku Dekan Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam USU

2. Ibu Dr. Sovia Lenny, M.Si Selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.

3. Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc Selaku Ketua Program studi Diploma III Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.

4. Bapak Prof. Dr. Tonel Barus Selaku dosen pembimbing tugas akhir penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku pimpinan utama PT. Shafera Enviro Laboratorium yang telah menerima dan memberikan kesempatan untuk menjalankan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

6. Seluruh keluarga terutama mama saya yang selalu memberikan dukungan secara moril dan materil, doa, perhatian dan kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

(8)

v

7. Terkhusus kepada seseorang yang namanya disamarkan yang sudah menjadi penyemangat penulis sehingga bisa menguatkan penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini sampai selesai.

8. Abangda Adi Syawaldi Lubis S.Si, selaku Analis PT. Shafera Enviro Laboratorium yang telah membimbing penulis selama menjalankan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

9. Teman-teman Moon flower yang hiperaktif yaitu Alex si merasa tersakiti, Bagas si calon dangdut academy, Dika warga eropa yang gagal, Noknok si paling halu dan malas, Alif si paling heboh, Isma paling lelet berdandan, Selly yang suka keceplosan, Fahmi si hobbi makan, Aloi pecinta beda keyakinan, Azman si paling jahil, dan Dian cowok paling jabir.

10. Teman-teman seperjuangan Praktek Kerja Lapangan. Sonang, Isma, dan Aloi yang selalu kasih semangat dan membantu serta menguatkan penulis.

11. Rekan-rekan Mahasiswa/I D3 Kimia stambuk 2019 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan kebersamaan selama menyelesaikan studi di D3 Kimia.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi maupun penyajiannnya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak yang dapat menjadi masukkan bagi penulis untuk menambah kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga penulis karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2022

Nurul Rahmi Sitepu

(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN TUGAS AKHIR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

DAFTAR SINGKATAN x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air 3

2.1.1 Penggolongan Air 3

2.1.2 Indikator Pencemaran Air 3

2.1.3 Dampak Pencemaran Air 4

2.2 Limbah 5

2.2.1 Pengertian Limbah 5

2.2.2 Klasifikasi Limbah 5

2.2.3 Tujuan Pengolahan Limbah 5

2.2.4 Parameter Limbah 6

2.3 Limbah Cair Kelapa Sawit 6

2.3.1 Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit 6

2.3.2 Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit 7

2.4 COD (Chemical Oxygen Demand) 7

2.4.1 Kelebihan Analisa COD 8

2.4.2 Kekurangan Analisa COD 8

2.4.3 Hubungan antara BOD dan COD 8

2.5 Analisa Titrimetri 9

BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1 Tempat dan Waktu 10

3.2 Metode Percobaan Chemical Oxygen Demand (COD) 10

3.2.1 Bahan 10

3.2.2 Alat 10

3.2.3 Prosedur Kerja 11

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 13

4.1.2 Standarisasi Ferro Ammonium Sulfat (FAS) 13

(10)

vii

4.1.3 Pengujian COD (Chemical Oxygen Demand) 14

4.1 Pembahasan 14

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 16

5.2 Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 18

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit 6 3.1 Tabel contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam- 10

macam Digestion vessel

4.1 Tabel Hasil Pengujian Kadar COD (Chemical Oxygen 13 Demand) Pada Limbah Cair Kelapa Sawit

(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1 Alat analisis yang digunakan 14

2 Peraturan Mentri Lingkungan Hidup 15 Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014

Tentang Mutu Air Limbah

(13)

x

DAFTAR SINGKATAN

COD = Chemical Oxygen Demand FAS = Ferro Ammonium Sulfat mg = milligram

ml = milliliter L = liter

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomi. Limbah mempunyai konotasi menjijikan, kotor, bau, dan sumber penyakit. Limbah berdasarkan wujudnya dibagi menjadi tiga yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Limbah cair tiap hari dihasilkan oleh manusia, sehingga manusia tak dapat lari dari limbah. Limbah cair tidak hanya dihasilkan dari kegiatan-kegiatan skala besar seperti oleh industri, tetapi juga oleh kegiatan sehari-hari, seperti makan, minum dan mencuci (Sunarsih, 2018).

Air limbah pada dasarnya adalah pasokan air masyarakat setelah digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti kombinasi limbah cair atau air yang dibuang dari tempat tinggal, lembaga, serta perusahaan komersial dan industri. Mereka mungkin hadir sebagai air tanah, air permukaan, dan air hujan. Air limbah mnegandung banyak mikroorganisme patogen dan juga nutrisi yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman air. Air limbah dapat mengandung senyawa atau senyawa beracun yang berpotensi bersifat mutagenik dan karsinogenik (Yuliwati, 2020).

Limbah cair ini umumnya akan dikumpulkan terlebih dahulu kemudian akan mengalami proses pengolahan ataupun kadangkala langsung dibuang ke perairan atau lingkungan. Pembuangan limbah cair langsung ke lingkungan akan sangat membahayakan karena kemungkinan adanya bahan-bahan berbahaya dan beracun ataupun kandungan limbah yang ada tetapi tidak mampu dicerna oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan (Hidayat, 2016).

Limbah sawit yang dihasilkan pabrik pengolahan sawit yang cukup besar tersebut akan menjadi masalah besar yang dapat berupa ancaman terjadinya pencemaran lingkungan, apabila tidak dikelola dengan baik. Disamping itu, diperlukan juga biaya yang tidak sedikit dalam pengolahan limbah ini. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar limbah tersebut tidak menjadi beban, tetapi sebaliknya dapat memberi nilai tambah bagi usaha perkebunan atau usaha lainnya (Ngatirah, 2019).

(15)

2

1.2 Permasalahan

1. Berapa besar kadar COD yang terkandung dari beberapa sampel limbah cair kelapa sawit yang terdapat di PT. Shafera Enviro Laboratorium Medan?

2. Apakah kadar COD yang terkandung dari beberapa sampel limbah cair kelapa sawit yang terdapat di PT. Shafera Enviro Laboratorium Medan sudah memenuhi standart baku mutu?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar COD yang terkandung dari beberapa sampel limbah cair kelapa sawit yang terdapat di PT. Shafera Enviro Laboratorium Medan.

2. Untuk mengetahui standart baku pada limbah cair kelapa sawit yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian sebagai informasi bagi pembaca, agar mengetahui kadar COD (Chemical Oxygen Demand) yang terkandung dari beberapa sampel limbah cair kelapa sawit yang terdapat di PT. Shafera Enviro Laboratorium Medan. Apakah sudah memenuhi standart batu mutu atau tidak.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air bersih merupakan air yang dapat diminum serta digunakan pemakaian lainnya (misalnya mencuci tangan dan membersihkan instrumen medis) yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring. Sehingga aman untuk digunakan dan juga telah memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaaan minimal air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah/jernih, tidak berkabut (Idris, 20220).

2.1.1 Penggolongan Air

Peraturan Pemerintah No.20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya.

Adapun Penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut :

1. Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu

2. Golongan B : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum

3. Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan

4. Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.

2.1.2 Indikator Pencemaran Air

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi (Warlina, 2004):

a. Pengamataan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.

b. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH

(17)

4

c. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri paathogen.

Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan air adalah pH atau konsentasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD) (Muadifah, 2019).

2.1.1 Dampak Pencemaran Air

Pencemaran air akan mengakibatkan berbagai dampak negatif seperti yang akan disampaikan berikut (Harmayani & Konsukartha, 2007):

a. Kerusakan Ekosistem dan Organisme Air

Berbagai zat berbahaya yang mengkontaminasi air akan membuat kandungan oksigen di air menjadi berkurang drastis.

b. Munculnya Parasit Air

Ekosistem air yang rusak akan digantikan oleh tumbuhan air seperti ganggang atau lainnya yang bersifat parasit. Hal ini tentu akan kurang menguntungkan penduduk yang memanfaatkan lingkungan air tersebut untuk mencari ikan atau lainnya.

c. Berkurangnya Volume Air

Akibat ini disebabkan oleh limbah anaerob atau limbah padat contohnya sungai yang sering dijadikan tempat pembuangan sampah. Sampah yang menumpuk dan mengendap di dasar sungai akan membuat volume air yang bisa ditampung menjadi berkurang. Apabila membludak, hal ini bisa menyebabkan bencana seperti banjir, erosi, dan tanah longsor.

d. Kurangnya Pasokan Air Bersih

Apabila ada banyak tempat atau lokasi yang membutuhkan pasokan sumber air bersih, penyedia air bersih yang sedikit tentu akan mengalami kekurangan pasokan.

(Muadifah, 2019).

(18)

5

2.2 Limbah

2.2.1 Pengertian Limbah

Salah satu limbah utama yang dihasilkan oleh industri adalah air. Air limbah merupakan air buangan yang dihasilkan dari pemakaian air dari proses produksi dan berbagai aktivitas lain yang ditampung dalam danau buatan. Air limbah yang dihasilkan berpotensi memberikan dampak pencemaran lingkungan jika dalam proses produksi menggunakan bahan kimia yang berlebihan. Air limbah yang dihasilkan berpotensi memberikan dampak pencemaran lingkungan jika dalam proses produksi menggunakan bahan kimia yang berlebihan (Andika et al., 2020).

2.2.2 Klasifikasi Limbah

Berdasarkan wujudnya terbagi menjadi limbah padat dan limbah cair:

1. Limbah Padat

Limbah padat berasal dari kegiatan industri ataupun dari kegiatan domestik. Yang mana pada umumnya limbah yang dihasilkan masyarakat berupa limbah padat baik limbah yang dihasilkan rumah tangga, kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian, dan tempat-tempat umum. Beberapa contoh limbah padat, yaitu kertas, kayu, karet, kulit, steorofom, plastik, logam, dan kaca.

2. Limbah Cair

Limbah cair adalah sisa dari hasil suatu atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair berdasarkan sifatnya, yaitu sifat fisika dan sifat agregat, logam, anorganik nonmetalik, organikn agregat dan mikro organisme (Sunarsih, 2018).

2.2.3 Tujuan Pengolahan Limbah

Tujuan pengolahan limbah adalah mengidentifikasi limbah. Dimana tujuan identifikasi pengolahan limbah, yaitu:

a. Mengklarifikasi atau menggolongkan limbah tersebut, apakah termasuk limbah berbahaya atau tidak.

b. Mengetahui sifat limbah tersebut. Hal ini untuk menentukan metode terbaik penanganan, penyimpanan, pengolahan, pemanfaatan dan penimbunan.

(19)

6

c. Menilai atau menganalisis potensi terhadap lingkungan atau dampak terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya dar limbah tersebut.

2.2.4 Parameter Limbah

Ada beberapa parameter yang merupakan indikator-indikator terjadinya pencemaran yang ada pada daerah atau kawasan penelitian untuk mengetahui tingkat pencemarannya. Parameter yang merupakan indikator pencemaran dalah sebagai berikut:

1. Parameter Kimia, meliputi : CO2, pH, alkalinitas fosfor, logam-logam berat, Chemistry Oxygen Demand (COD), serta minyak dan lemak.

2. Parameter Biokimia, meliputi : Biochemistry Oxygen Demand (BOD) yaitu jumlah oksigen dalam air.

3. Parameter Fisik, meliputi : Temperatur, warma, rasa, bau, kekeruhan, TSS, TDS, serta radiaktivitas.

4. Parameter Biologi, meliputi : Ada atau tidaknya mikroorganisme, misalnya bakteri, virus, benthos dan plankton (Sunarsih, 2018).

2.3 Limbah Cair Kelapa Sawit

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang dikenal dengan istilah POME ( Palm Oil Mill Effluent ) mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi, sehingga LCPKS harus diolah atau dimanfaatkan untuk pupuk. Limbah cair pabrik kelapa sawit memiliki sejumlah kandungan hara yang dibutuhkan tanaman, yaitu N, P, K, Ca dan Mg yang berpotensi sebagai sumber hara untuk tanaman (Susilawati et al.,2015) 2.3.1 Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit

Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung unsur hara esensial yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pupuk melalui land application dalam rangka meningkatkan kualitas lahan pertanian. Selain itu, limbah cair juga masih mengandung bahan organik sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner).

Limbah cair pabrik kelapa sawit mempunyai beberapa manfaat seperti yang dinyatakan oleh Widhiastuti et al. (2006) yaitu: dapat dijadikan pupuk karena pemberian limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit pada lahan perkebunan kelapa

(20)

7

sawit dapat meningkatkan sifat fisik dan kimia tanah. Selain itu dapat meningkatkan biodiversitas tumbuhan penutup tanah dan menurunkan kehadiran gulma penting pada perkebunan kelapa sawit. Aplikasi limbah cair pada perkebunan kelapa sawit juga dapat meningkatkan biodiversitas makrofauna dan mesofauna tanah dan meningkatkan total bakteri tanah namun menurunkan bakteri Enterobacteriaceae yang merupakan kelompok bakteri penyebab penyakit (Rosmalinda et al., 2018).

2.3.2 Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit

Karakteristik limbah cair kelapa sawit menurut sumber atau asalnya dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit

Parameter mutu Rebusan Ekstraksi Klarifikasi Hidrosiklon

+ boiler Keseluruhan

pH 4-4,9 3,9-4,8 4,5 4,7-6,2 3,8-4,5

Suhu, oC 30-88 36-77 30,0 30-70 30-75

Minyak dan gemuk, ribu mg/L

1,1-6,1 6,8-8,5 7-8,5 0,8-1,6 0,2-8,6 Padatan total,

ribu mg/L 6,0-38,5 31-47,5 45,8-60 1,1-2,6 11,5-67,9 Padatan

tersuspensi, ribu mg/L

1,3-14,3 18,4-31 24,1-35 03,-2,0 4,1-60,4 BOD, ribu mg/L 5,5-27,0 16,8-30 20 1,1-2,0 10,3-47,5 COD, ribu mg/L 10,3-52,5 45-64 47,9-60 0,6-3,6 15,6-53,6 Total P, mg/L 42-320 230-330 1000 20-23 0-110

Total N, mg/L 60-590 450-720 md 20-26 80-1820

Sumber : Ngatirah, 2019

2.4 COD (Chemical Oxygen Demand)

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidasinya adalah K2Cr2O7 atau KMNO4. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui peroses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum. (Ramadani et al., 2021)

(21)

8

COD didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat anorganik dan organik. Dengan demikian nilai COD dapat menjadi parameter tingkat pencemaran air oleh zat anorganik. Nilai BOD yang berdekatan dengan nilai COD (nilai COD cenderung lebih tinggi dari nilai BOD) menunjukkan bahwa semakin sedikit bahan anorganik yang dapat dioksidasi dengan bahan kimia yang terdapat dalam limbah.

Pengukuran kekuatan limbah menggunakan parameter COD adalah cara yang berbeda dalam mengukur kebutuhan oksigen dalam air limbah. Dibandingkan dengan metode BOD, metode COD ini membutuhkan waktu pengujian yang lebih singkat.

(Ethica, 2020).

2.4.1 Kelebihan Analisa COD

Salah satu kelebihan analisa COD (Chemical Oxygen Demand) adalah Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium dikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium dikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. (Atima,2015)

2.4.2 Kekurangan Analisa COD

Kekurangan analisa COD (Chemical Oxygen Demand) yaitu senyawa komplek anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi. Sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik. (Atima, 2015)

2.4.3 Hubungan Antara BOD Dan COD

Menurut Tchobanoglous et al. (2003), hubungan antara BOD dan COD adalah bahwa BOD merupakan bagian dari COD. Nilai BOD ultimate selalu lebih kecil dari nilai COD. Hal ini terjadi karena beberapa alasan antara lain:

(22)

9

1. Banyak zat organik yang sulit untuk mengoksidasi biologis, seperti lignin hanya dapat dioksidasi secara kimiawi.

2. Zat Anorganik yang dioksidasi oleh dikromat meningkatkan sampel kandungan organik.

3. Zat organik tertentu dapat menjadi racun bagi mikroorganisme yang digunakan dalam tes BOD.

4. Nilai COD yang tinggi dapat terjadi karena adanya zat anorganik dengan dikromat yang dapat bereaksi.

Dari sudut pandangan operasional, salah satu keuntungan utama dari tes COD adalah bahwa hal itu dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 3 jam, dibanding dengan 5 hari atau lebih untuk tes BOD (Nurjanah et al., 2017).

2.5 Analisa Titrimetri

Analisa titrimetri adalah analisa kuantitatif dengan cara mengukur volume, sejumlah sampel yang akan dianalisa direaksikan dengan larutan standar yang konsentrasinya sudah diketahui. Titrasi merupakan metode analisa kimia yang cepat, akurat dan digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan analisa titrimetri merupakan satu bagian utama kimia analisis dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi-reaksi kimia.

aA + tT → Produk

dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagen T. Reagen T disebut titran, ditambahkan sedikit-demi sedikit, biasanya dalam buret. Larutan dalam buret bisa berupa larutan standar yang konsentrasinya diketahui dengan cara standarisasi ataupun larutan dari zat yang akan ditentukan konsentrasinya. Penambahan titran diteruskan sampai jumlah T yang secara kimia setara atau ekuivalen dengan A, maka keadaan tersebut dikatakan telah mencapai titik ekuivalen. Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan, digunakan suatu zat disebut indikator yang dapat menunjukkan terjadinya perubahan warna. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir titrasi. Idealnya adalah titik akhir titrasi sedekat mungkin dengan titik ekuivalen sehingga pemilihan indikator yang tepat merupakan salah satu aspek yang penting dalam analisis titrimetri untuk mengimpitkan kedua titik tersebut. (Indayatmi, 2020).

(23)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat

Percobaan dilakukan pada bulan Februari 2019 di PT. Shafera Enviro Laboratorium di Jalan Jamin Ginting No 37, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan.

3.2 Metode Percobaan Berdasarkan SNI 6989.73:2009 3.2.1 Bahan

a. Air aquadest bebas organik b. Ag2SO4(s)

c. H2SO4(p) 98%

d. K2Cr2O7(s)

e. HgSO4(s)

f. 1,10-phenanthrolin monohidrat(s)

g. FeSO4.7H2O(s)

h. Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O(s)

3.2.2 Alat

a. Digestion vessel

b. Pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating block);

c. Buret

d. Labu ukur 100 mL dan 1000 mL

e. Pipet volumetrik 5 mL; 10 mL dan 25 mL f. Pipet ukur 5 mL; 10 mL dan 25 mL g. Erlenmeyer

h. Gelas piala i. Magnetic stirrer

j. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg

(24)

9

3.2.3 Prosedur Kerja

1. Pembuatan larutan pereaksi asam sulfat

a. Larutkan 10,12 g serbuk atau kristal Ag2SO4 ke dalam 1000 ml H2SO4

pekat di dalam beaker glass.

b. Diaduk hingga larut.

2. Pembuatan larutan baku kalium dikromat (K2Cr2O7) 0.01667 M (0,1 N) (digestion solution)

a. Keringkan Kristal K2Cr2O7 pada suhu 150oC selama 2 jam dalam oven.

b. Larutkan 4,903 g K2Cr2O7 yang telah dikeringkan ke dalam 500 mL.

c. air aquadest bebas organik di dalam beaker glass.

d. Tambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan 33,3 g HgSO4.

e. Larutkan dan dinginkan pada suhu ruang.

f. Encerkan kedalam labu ukur sampai volume 1000 mL.

3. Pembuatan larutan indikator ferroin

a. Larutkan 1,485 g 1,10 – phenanthrolin monohidrat dan 695 mg FeSO4.7H2O dalam air aquadest bebas organik kedalam beaker glass.

b. Encerkan kedalam labu ukur sampai 100 mL.

4. Pembuatan Larutan baku Ferro Ammonium Sulfat (FAS) 0,05 M

a. Larutkan 19,6 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam 300 mL air aquadest bebas organic kedalam beaker glass.

b. Tambahkan 20 mL H2SO4 pekat c. Dinginkan

d. Encerkan dengan menggunakan labu ukur sampai volume 1000 mL.

5. Prosedur Percobaan

a. Pipet volume contoh uji dan tambahkan digestion solution dan tambahkan larutan pereaksi asam sulfat ke dalam tabung atau ampul, seperti yang dinyatakan dalam Tabel 3.3.1 berikut:

(25)

10

Tabel 3.1 Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam Digestion vessel

b. Tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen.

c. Letakkantabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150°C, lakukan digestion selama 2 jam.

d. Dinginkan perlahan-lahan contoh uji yang sudah direfluks sampai suhu ruang. Saat pendinginan sesekali tutup contoh uji dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas.

e. Pindahkan secara kuantitatif contoh uji dari tube atau ampul ke dalam Erlenmeyer untuk titrasi.

f. Tambahkan indikator ferroin 0,05 mL atau 1-2 tetes dan aduk dengan pengaduk magnetik sambil dititrasi dengan larutan baku FAS 0,05 m sampai terjadi perubahan warna yang jelas dari hijau-biru menjadi coklat-kemerahan, catat volume larutan FAS yang digunakan.

g. Lakukan langkah (1) sampai dengan (6) terhadap air bebas organik sebagai blanko. Catat volume larutan FAS yang digunakan.

Digestion vessel Contoh uji (mL)

Digestion Solution

(mL)

Larutan Pereaksi asam sulfat

(mL)

Total Volume

(mL) Tabung Kultur

16 x 100 mm 20 x 150 mm 25 x 150 mm

Standar Ampul:

10 mL

2,50 5,00 10,00

2,50

1,50 3,00 6,00

1,50

3,5 7,0 14,0

3,5

7,5 15,0 30,0

7,5

(26)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari pengujian kadar COD pada air limbah cair kelapa sawit di PT. Shafera Enviro Laboratorium Medan, maka diperoleh hasil data sebagai berikut:

4.1.2 Standarisasi Ferro Ammonium Sulfat (FAS) Diketahui : VK2Cr2O7 = 5 mL

NK2Cr2O7 = 0,1 N

VFAS standarisasi = 10,50 mL

VSampel = 2,50 mL

VPereaksi H2SO4 = 3,50 mL

N

FAS

=

𝑉 𝐾2𝐶𝑟2𝑂7

𝑉 𝐹𝐴𝑆

× N

K2Cr2O7

N

FAS

=

2 𝑚𝑙

4,2 𝑚𝑙

× 0,1 N N

FAS

= 0,0476 N

Pengujian COD (Chemical Oxygen Demand) Nilai COD sebagai mg/L O2 :

COD (mg/l O2) = (𝐴 − 𝐵) × 𝑀 × 8000 × 𝑓𝑝 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑢𝑗𝑖

Keterangan :

A : Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL)

B : Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk sampel uji, dinyatakan dalam mililiter (mL)

M : Molaritas larutan FAS fp : Faktor pengenceran

8000 : Berat miliequivalen oksigen × 1000 mL/L

(27)

12

4.1.3 Pengujian Kadar COD (Chemical Oxygen Demand)

Tabel 4.1 Hasil Pengujian kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada Limbah Cair Kelapa Sawit

No Kode Sampel Volume FAS (ml)

Rata-rata Volume

Faktor Pengenceran

Kadar COD

V1 V2 FAS (ml) (fp) (mg/l)

1 Blanko 2,75 2,75 2,75 - 0

2 II-12 2,55 2,55 2,55 50 kali 1.523,2

3 II-13 2,60 2,75 2,675 20 kali 228,4

a. Kode Sampel II-12

Kadar COD (mg O2/L) = (2,75 – 2,55)× 0,0476 × 8000 × 50

2,50

=

3.808

2,50

= 1.523,2 mg/L b. Kode Sampel II-13

Kadar COD (mg O2/L) = ( 2,75−2,675)× 0,0476 × 8000 × 20 2,50

= 571,2

2,50

= 228,4 mg/L 4.2 Pembahasan

Hasil analisa kadar Chemical Oxygen Demand (COD) pada sampel limbah cair kelapa sawit secara titrimetri diperoleh hasil yang bervariasi, yaitu pada sampel limbah cair kelapa sawit dengan kode sampel II-12 kadar COD sebesar 1.523,2 mg/L; pada kode sampel II-13 kadar COD sebesar 228,4 mg/L.

Berdasarkan Peraturan Mentri Lingkungan RI No 5 Tahun 2014 Tentang baku mutu air limbah, parameter limbah cair untuk industri kelapa sawit kadar COD pada limbah cair kelapa sawit maksimal sebesar 350 mg/L. Dengan demikian maka dapat dinyatakan bahwa sampel dengan kode sampel II-13 telah memenuhi syarat baku mutu yang telah ditentukan pemerintah, maka limbah cair kelapa sawit tersebut telah aman

(28)

13

untuk dibuang ke lingkungan atau ke badan air. Sedangkan pada sampel dengan kode sampel II-12 kadar COD tidak memenuhi syarat baku mutu yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sehingga sampel dengan kode sampel II-12 tidak aman dibuang ke lingkungan atau badan air.

Tingginya kadar COD pada air limbah menunjukkan air limbah tersebut mengandung zat-zat organik yang sulit terdegradasi maupun yang mudah terdegradasi yang tinggi. Kadar COD yang tinggi juga menunjukkan kadar oksigen terlarutnya dalam air limbah kecil. Oleh karena itu jika dibuang ke perairan akan membahayakan mikroorganisme aquatik. Semakin tinggi kadar COD maka semakin besar potensi bahaya yang dapat ditimbulkan limbah tersebut. Karena tingginya kadar COD pada limbah dapat merusak ekosistem pada perairan sekitar, menimbulkan bau busuk yang menyegat, serta dapat menghasilkan bakteri-bakteri pathogen yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat sekitar.

salah satu cara yang dilakukan untuk menurunkan kadar COD yang tinggi yaitu dengan Koagulasi. Koagulasi efektif menurunkan kadar COD pada air limbah.

Hal ini disebabkan polutan yang mudah terdegradasi maupun yang sulit terdegradasi dalam air limbah berkurang karena mengalami presipitasi. Pengendapan zat organik menyebabkan oksigen terlarut yang digunakan untuk mengoksidasi air limbah berkurang, sehingga nilai COD berkurang.

(29)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) pada limbah kelapa sawit diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Hasil pengujian kadar Chemical Oxygen Demand (COD) pada sampel kelapa sawit di PT. Shafera Enviro Laboratorium Medan diperoleh hasil yang bervariasi yaitu pada sampel limbah cair kelapa sawit dengan kode sampel II-12 kadar COD sebesar 1.523,2 mg/L; pada kode sampel II-13 kadar COD sebesar 228,4 mg/L.

2. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan RI No.5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Limbah Cair untuk industri minyak kelapa sawit kadar COD pada limbah cair kelapa sawit maksimal sebesar 350 mg/L. Dengan demikian maka dapat dinyatakan bahwa sampel dengan kode sampel II-12 tidak memenuhi syarat baku mutu yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Sedangkan pada sampel dengan kode sampel II-13 kadar COD telah memenuhi syarat baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

5.2 Saran

Sebaiknya pada analisa kadar COD Harus memiliki perbandingan dengan menggunakan metode lain. Dan serta dapat membuat perbandingan dengan menggunakan dua atau lebih sampel dengan jenis yang sama.

(30)

17

DAFTAR PUSTAKA

Andika, B., Wahyuningsih, P & Fajri, R.,2020. Penentuan Nilai BOD Dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air Dan Baku Mutu Air Limbah Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Jurnal Kimia Sains Dan Terapan.Vol 2 No 1. Halaman 14.

Arief LM. 2016. Pengolahan Limbah Industri. Cv Andi Offset. Yogyakarta

Atima W. 2015. BOD Dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air Dan Baku Mutu Air Limbah. Jurnal Biologi Science & Education. Vol 4 No 1. Halaman 86-87 Ethica SN. 2020. Bioremediasi Limbah Biomedik Cair. Deepublish Publisher.

Yogyakarta.

Hidayat N. 2016. Bioproses Limbah Cair. Cv Andi Offset. Yogyakarta.

Idris H. 2022. Hand Hygiene. Kencana. Yogyakarta.

Indayatmi. 2020. Analisis Titrimetri dan Gravimetri. Agpress. Yogyakarta

Muadifah A. 2019. Pengendalian Pencemaran Lingkungan. MNC Publishing. Malang.

Ngatirah. 2019. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit.

Instiper. Yogyakarta.

Nurjanah S. Zaman, B & Syakur, A.,2017. Penyisihan BOD Dan COD Limbah Cair Industri Karet Dengan Sistem Biofilter Aerob Dan Plasma Dielectric Barrier Dischare (DBD). Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 6 No 1 Halaman 4.

Rosmalinda dan Anto Susanto. 2018. Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Memperbaiki Sifat Kimia Tanah Gambut. Jurnal Teknologi Agro-Industri.Vol 5 No 2. Halaman 59 & 61.

Sunarsih LE. 2018. Penanggulangan Limbah. Deepublish Publisher. Yogyakarta.

Susilawati dan Supijatno. 2015. Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) di Perkebunan Kelapa Sawit Riau. Jurnal Agronomi dan Hortikultura. Vol 3 No 2. Halaman 204

Yuliwati E. 2020. Membran Untuk Reklamasi Air Limbah. ANDI. Yogyakarta.

(31)

14

Lampiran 1 Alat analisis yang digunakan

1. COD Reactor

2. Tabung COD

3. Statif Dan Klem

(32)

15

Lampiran 2 Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah

LAMPIRAN III

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAKU MUTU AIR LIMBAH

BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK SAWIT

Parameter Kadar Paling Tinggi (mg/L)

Beban Pencemaran Paling Tinggi (Kg/ton)

BOD 100 0,25

COD 350 0,88

TSS 250 0,63

Minyak dan Lemak 25 0,063

Nitrogen Total (sebagai N) 50 0,125

pH 6,0 - 9,0

Debit limbah paling tinggi 2.5 m2 per ton produk minyak sawit (CPO) Catatan :

1. Kadar paling tinggi untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per liter air limbah.

2. Beban pencemaran paling tinggi untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk minyak sawit (CPO).

3. Nitrogen Total = Nitrogen Organik + Amonia Total + NO3 + NO2

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

BALTHASAR KAMBUAYA

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai kandungan minyak awal (sebelum penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit) pada sampel limbah cair pabrik kelapa sawit sebesar

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan pada sampel limbah cair industri kelapa sawit dengan parameter COD maka diperoleh kadar COD pada limbah industri kelapa sawit sebesar

yang berjudul “ Keefektifan Ferri Chlorida (F eCl 3 ) Dalam Menurunkan Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair Industri Batik CV.. Brotoseno

Chemical Oxygen Demand (COD) dan Dissolved Oxygen (DO) pada Lima Kolam Pengolahan Limbah Cair (Studi di Industri Karet PTPN XII Kebun Kendeng Lembu Kabupaten

Dalam kajian tugas pustaka ini, dijelaskan tentang penurunan COD dalam limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS), limbah leachate , dan limbah industri susu melalui proses

Analisa kadar chemical oxygen demand (COD) pada air limbah rumah sakit dengan menggunakan metode titrimetri refluks tertutup. Telah dilakukan pemanasan sampel limbah rumah

Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan bakteri dari lumpur aktif untuk menurunkan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) limbah cair industri oleokimia di PT. Hasil isolasi

ini menandakan hasil yang terbaik adalah terdapat pada sampel limbah cair karet dengan koagulan asam sulfat Chemical Oxygen Demand COD COD atau chemical oxygen demand merupakan