• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) Dengan Reaksi Transesterifikasi Menggunakan Katalis Heterogen Zeolit Alam yang Dimodifikasi Dengan K2C03

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) Dengan Reaksi Transesterifikasi Menggunakan Katalis Heterogen Zeolit Alam yang Dimodifikasi Dengan K2C03"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIODIESEL

Biodiesel merupakan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) rantai panjang dan sekelompok gugus alkil sebagai akseptor asil yang diperoleh melalui proses transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewani [19, 20]. Biodiesel dapat digunakan sebagai campuran dengan solar minyak bumi sehingga dapat memberikan penurunan tingkat emisi gas rumah kaca di bumi [21]. Produksi biodiesel yang dikembangkan saat ini umumnya dibuat dari 4 kelompok utama adalah [6].

1. Minyak tumbuhan : minyak biji matahari, rapeseed, dedak padi, kedelai, kelapa, jagung, kelapa sawit, zaitun, berbagai jenis biji-bijian, kacang tanah. Selain itu minyak jarak, karanja atau pongamia, jojoba, biji kapuk, biji jeruk, biji karet dan lain-lain.

2. Lemak hewan : tallow, yellow grease, lemak ayam dan produk samping dari minyak ikan dan lain-lain.

3. Minyak goreng bekas.

4. Alga

Karakteristik fisik dan kimia biodiesel yang sangat mirip dengan bahan bakar diesel konvensional memungkinkan penggunaannya baik sendiri (biodiesel murni, B100) atau dicampur dengan diesel berbasis minyak bumi (rasio umum digunakan: 5-20%, B5-B20) dimana rasio ini hanya memerlukan sedikit penyesuaian teknis atau bahkan tidak memerlukan modifikasi [22]. Biodiesel telah muncul sebagai biofuel generasi pertama yang muncul sebagai pelopor pelaksanaan B5, B10, B20 dan bahan bakar B100 berdasarkan spesifikasi di daerah Eropa, Amerika Utara dan bagian lain di dunia [23].

(2)

serta oksida nitrogen dalam kondisi tertentu. Sifat fisik biodiesel mirip dengan diesel, memiliki titik nyala yang relatif tinggi sebesar 150 ºC yang membuatnya lebih stabil dan lebih aman untuk transportasi, serta memberikan sifat pelumas, yang dapat mengurangi keausan mesin dan memperpanjang umur mesin. Oleh sebab itu, bahan bakar biodiesel dapat diharapkan sebagai alternatif pengganti bahan bakar berbasis minyak bumi dan energi berkelanjutan yang baik karena berasal dari tanaman yang terus tumbuh [21, 24, 25, 26].

Menurut Gondra (2010), biodiesel memiliki keungggulan dari bahan bakar minyak lainnya, tetapi pada penggunaannya biodiesel juga memiliki beberapa kerugian. Kerugian dari penggunaan biodiesel ini adalah ketersediaan bahan baku pertanian yang dibatasi karena kebutuhannya digunakan sebagai bahan baku penghasil makanan, memiliki kandungan oksigen yang tinggi dimana apabila dibakar, menghasilkan tingkat lebih tinggi NOx daripada yang dihasilkan oleh diesel mineral, biodiesel adalah senyawa higroskopis yang dapat menyerap air dengan mudah dan biaya pengadaan bahan bakar biodiesel ini cukup mahal [26]. Persyaratan kualitas biodieseldapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09, EN 14214/03, dan Pr EN 14214/09

No. Parameter Satuan ASTM D

6751/09 EN14214/03 Pr EN14214/09

1. Kandungan ester % w/w - 96,5 96,5

2. Densitas kg/m3 - 860-900 860-900

3. Viskositas kinematik mm2/s 1,9-6,0 3,5-5,0 3,5-5,0

4. Titik nyala °C 130

93 (gelas tertutup)

120 101

5. Kandungan sulfur mg/kg 15 10 10

6. Residu karbon % w/w 0,05 0,30

-7. Angka Setana 47 51 51

8. Kadar abu

tersulfatasi % w/w 0,02 0,02 0,02

9. Air dan sedimen % w/w 0,05 -

-10. Kandungan air mg/kg - 500 500

11. Total kontaminasi mg/kg - 24 24

12. Korosi pada jalur

tembaga No.3 Kelas 1 Kelas 1

13. Stabilitas oksidasi H 3 6 8

(3)

Tabel 2.1 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09, EN 14214/03, dan Pr EN 14214/09 (Lanjutan)

No. Parameter Satuan ASTM D

6751/09 EN14214/03 Pr EN14214/09

15. Nilai Iodin g iodin/100 g - 120 120

16. Linolenat metil ester % w/w - 12,0 12,0

17. Metil ester ganda tak

jenuh % w/w - 1 1

18. Kandungan metanol % w/w 0,20 0,20 0,20

19. Kandungan

monogliserida % w/w - 0,80 0,80

20. Kandungan

digliserida % w/w - 0,20 0,20

(ASTM D 6751, 2009; EN 14214, 2003 dan Pr EN 14214, 2009)

2.2 BAHAN BAKU

2.2.1 Minyak Dedak Padi

Produksi biodiesel yang dikembangkan saat ini umumnya dibuat dari minyak tumbuhan (minyak kedelai, canola oil, rapeseed oil, crude palm oil, rice bran oil), lemak hewani (beef talow,lard, lemak ayam, lemak babi) dan bahkan dari minyak goreng bekas [27]. Bahan baku yang digunakan untuk produksi biodiesel bervariasi sesuai dengan wilayah geografis tergantung pada kondisi budidaya dan ketersediaannya. Indonesia sebagai salah satu produsen padi terbesar di dunia dengan urutan ketiga setelah China dan India, yang juga berkontribusi pada kebutuhan padi dunia.

Berdasarkan jumlah produksi padi Indonesia pada tahun 2015 sebesar 74.991.788 ton [13] dan diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 1,65% pada tahun 2016 [14]. Padi sebagai tanaman pangan ini dapat pula dimanfaatkan salah satu bagiannya sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Hal ini disebabkan karena padi terdiri dari beberapa komposisi yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

(4)

Salah satu dari bagian padi yang terlihat pada Gambar 2.1 adalah bekatul atau rice bran. Bekatul atau rice bran merupakan hasil samping proses penggilingan padi yang berasal dari lapisan terluar beras yaitu bagian antara butir beras dan kulit padi. Serta memiliki kandungan minyak sekitar 10-26% dari massanya [15].

Minyak dedak padi (rice bran oil) dapat didefinisikan sebagai minyak alami yang dihasilkan dari bekatul yang berada disamping sekam (kulit) padi. Oleh karena bekatul dan sekam padi sulit untuk dipisahkan, maka campuran keduanya yang diekstrak menjadi minyak [12]. Perbedaan komposisi minyak dedak padi yang dihasilkan ini tergantung pada varietas padi, proses penggilingan, metode ekstraksi, kondisi, dan lama penyimpanan dedak padi. Kadar FFA dari Rice Bran Oil (RBO) adalah sebesar 6-70% tergantung dengan kualitas dedak padinya [16].

(5)

Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia dari RBO [28]

Viskositas Kinematik pada 40oC (cSt) 43,52

Viskositas Kinematik pada 100oC (cSt) 9,21

Titik nyala (°C) 316/337

Titik tuang (°C) 13/01

Berdasarkan uraian diatas yang menunjukkan bahwa RBO memiliki potensi besar digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Hal ini disebabkan karena ketersediaan dedak padi yang tinggi di Indonesia dan harga bahan baku yang murah. Biodiesel memiliki kandungan oksigen lebih tinggi dari bahan bakar fosil seperti solar. Hal tersebut menunjukkan pengaruh besar terhadap pengurangan senyawa polutan, seperti senyawa-senyawa karbon, emisi partikulat, mono oksida, poliaromatik, sulfur, hidrokarbon, asap, dan kebisingan yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Terlepas dari keuntungannya pada lingkungan, aspek ekonomi produksi biodiesel menjadi penghalang bagi pembangunan karena adanya fakta bahwa sebagian besar biodiesel dihasilkan dari minyak nabati yang berharga mahal.

Penggunaan minyak dedak padi diharapkan mampu mengurangi biaya produksi biodiesel seperti halnya minyak nabati lainnya, lemak hewan, daur ulang atau limbah minyak dan produk sampingan dari pemakaian minyak bekas. Pengembangan sumber alternatif lain dari minyak terbarukan adalah kepentingan, tidak hanya untuk lebih meningkatkan kelayakan ekonomi biodiesel, tetapi juga untuk meningkatkan pasokan dan keberlanjutan produksi bahan bakar ini.

2.2.2 Metanol

(6)

Tujuan penggunaan pelarut organik untuk transesterifikasi yaitu untuk memastikan campuran reaksi bersifat homogen, mengurangi viskositas campuran reaksi sehingga meningkatkan laju difusi, mengurangi masalah perpindahan massa di sekitar katalis enzim [30]. Untuk meningkatkan stabilisasi katalis enzim sehingga memungkinkan untuk digunakan berulang kali [31]. Sifat-sifat fisika dan kimia metanol dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Metanol [32]

No. Sifat Fisika Sifat Kimia

1. Wujud berupa cairan tidak

berwarna Berat molekul: 32 g/mol

2. Merupakan produk yang stabil Titik didih: 64,5 °C (148,1 °F) 3. Larut dalam air, metanol, dan

dietil eter Titik leleh: -97,8 °C (144 °F) 4. Bereaksi tinggi dengan agen

pengoksida Specific gravity: 0,796 pada 20 °C 5. Tidak korosif pada kaca pH: 7 (netral)

6. Beracun Tekanan uap: 97,68 mmHg pada

20 °C 7. Berbahaya apabila terkena kulit

tangan, mata Densitas uap: 1,11

8. Mudah terbakar Nilai ambang bau: 160 ppm

2.2.3 Zeolit

Katalis digunakan untuk meningkatkan kecepatan reaksi dan nilai yield. Klasifikasi katalis dapat berupa alkali, asam dan enzim [33]. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisasi baik dengan katalis homogen maupun heterogen [34]. Dalam metode homogen konvensional, pemulihan katalis setelah reaksi secara teknis sulit. Jumlah air limbah yang dihasilkan untuk memisahkan katalis dan membersihkan produk sangat besar. Oleh karena itu, katalis heterogen digunakan untuk sintesis biodiesel. Katalis ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan katalis homogen. Sifat noncorrosive, ramah lingkungan dan masalah pembuangan yang ditimbulkan lebih sedikit. Katalis heterogen juga lebih mudah untuk dipisahkan dari produk cair, dapat digunakan kembali dan dapat dirancang untuk memberikan aktivitas yang lebih tinggi, selektivitas dan tahan lama katalis [26].

(7)

kristal aluminasilikat dengan struktur 3 dimensi. Sifat fisika dan kimianya yang penting, maka bahan ini telah diaplikasikan sebagai absorben, resin penukar ion dan katalis dengan aktivitas tinggi [35]. Rumus molekul dari zeolit secara umum adalah Mx/n{(AlO2)x(SiO2)y}.pH2O, dimana M adalah jumlah kation n yang dapat

dipertukarkan, x adalah jumlah alumunium, y adalah jumlah silika, sedangkan p adalah jumkah kristal air [36].

Struktur kristal zeolit berdasarkan pada jaringan 3 dimensi yang terdiri dari (SiO4)-4 dan (AlO4)-5 yang tetrahedral serta terhubung melalui atom oksigen (O).

Susunan bentuk senyawa pada sisi negatif ini diseimbangkan dengan kehadiran kation, seperti Na+, K+, dan Ca2+ yang dimodifikasi kedalam zeolitnya [37].

Kenampakan unsur utama penyusun zeolit alam dan struktur molekul zeolit alam yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan 4.2 berikut.

a b

Gambar 2.2 Bentuk dari SiO4dan AlO4yang tetrahedral. (a) Penyusun utama

zeolit (b) struktur kimia zeolit [38]

Gambar 2.3 Kerangka Struktur Molekul Zeolit Secara Umum [39]

(8)

mempunyai saluran, rongga, kation, dan pori tertentu. Disetiap daerah gunung berapi memiliki jenis zeolit yang berbeda karena kandungan mineral yang berbeda pula, sehingga zeolit alam memiliki 40 jenis diantaranya klinoptilotit, mordernit, filipsit, kabasit, dan erionit. Sedangkan zeolit sintetik memiliki 14 jenis yang biasanya dengan cara hidrotermal yang tergantung dengan pemanfaatannya. Contoh dari zeolit sintetik yaitu zeolit ZSM, zeolit NaY, dan lain-lain [40, 41]. Oleh sebab itu, zeolit alam sangat berpotensi di Indonesia mengingat bahwa banyaknya daerah gunung berapi sehingga banyak pula potensi zeolit alam yang dapat dimanfaatkan sebagai katalis biodiesel.

Sebelum digunakan zeolit perlu diaktivasikan guna mempertinggi daya kerjanya, memperluas permukaannya dengan membentuk pori, serta menghilangkan pengotor. Ada beberapa dua cara, dengan fisika dan kimia. Dengan cara fisika dapat dilakukan dengan pemanasan, sedangkan kimia dapat dilakukan dengan penukar ion atau impregnasi dengan senyawa asam atau basa. Impregnasi yaitu cara yang paling mudah dilakukan dengan penambahan beberapa ion dalam porinya [40, 41]. Zeolit dapat ditambahkan atau divariasikan dengan beberapa kation seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+dan lain-lain. Selain itu, penambahan

kation guna menyeimbangkan zeolit karena jumlah elektron dari alumunium lebih sedikit dari silika sehingga menyebabkan ketidakseimbangan zeolit. Zeolit dapat digunakan sebagai katalis heterogen dalam pembuatan biodiesel [42].

(9)

Gambar 2.4 Ilustrasi Proses Modifikasi Zeolit Alam dengan Kation [44] Zeolit alam juga telah digunakan oleh Kusuma dkk (2013). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa zeolit alam Indonesia yang digunakan adalah jenis kristal mordenit. Kemudian dimodifikasi dengan cara impregnasi KOH memiliki aktivitas katalitik yang baik untuk digunakan sebagai katalis reaksi transesterifikasi [7].

Selain itu juga pada penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dkk (2013), Noiroj dkk (2009), dan Soetaredjo dkk (2011) [7, 45, 46] bahwa KOH sebagai sumber logam K yang ditambahkan ke dalam struktur zeolit saat dikalsinasi, akan terkonversi menjadi K2O. K2O ini memiliki aktivitas yang tinggi sebagai katalis

untuk reaksi transesterifikasi, sehingga pembentukkan senyawa ini pada permukaan zeolit menjadi sisi aktif untuk proses transesterifikasi. Hal ini dibuktikan dengan yield biodiesel tinggi yang dihasilkan [7]. Adapun reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis KOH/zeolit alam yang membentuk K2O menjadi biodiesel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.

M+(Kation) berupa K+,

(10)

Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida dan KOH/zeolit alam sebagai Katalis Basa Kuat [7]

Untuk melihat bagaimana pengaruh penggantian larutan modifikasi yang digunakan dalam impregnasi katalis, maka digunakan senyawa K2CO3 sebagai

sumber kation berupa K+, yang juga memiliki kinerja yang sama seperti senyawa KOH sebagai larutan impregnasi. Selain itu pula katalis K2CO3 ini juga telah

(11)

2.3 TRANSESTERFIKASI

Metode yang paling umum dari produksi biodiesel adalah transesterifikasi atau alkoholisis minyak trigliserida dengan alkohol dengan adanya katalis yang menghasilkan ester monoalkil dan gliserol [11]. Transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida yang terkandung dalam minyak dan penerima gugus asil. Penerima gugus asil dapat berupa asam karboksilat (asidolisis), alkohol (alkoholisis) atau ester lain (interesterifikasi) [48].

Reaksi alkoholisis disebut juga sebagai reaksi transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kimia dari minyak atau lemak dengan alkohol dengan bantuan katalis asam atau basa yang akan membentuk ester dan gliserol. Reaksi ini merupakan reaksi reversibel yang berurutan dimana trigliserida dikonversi menjadi digliserida, digliserida kemudian dikonversi menjadi monogliserida dan diikuti konversi monogliserida menjadi gliserol. Dari masing-masing tahapan tersebut terbentuk ester dan tiga molekul ester dibentuk dari satu molekul trigliserida [10]. Reaksi transesterifikasi ini dapat dituliskan pada Gambar 2.6 dan 2.7

Gambar 2.6 Reaksi Transesterifikasi Secara Umum dari Minyak Nabati [4]

Trigliserida Alkohol Fatty Acid Alkyl Gliserol

(12)

gram/60

Gambar 2.7 Tahapan Reaksi Transesterifikasi [4]

Secara stoikiometri jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk 1 mol trigliserida adalah 3 mol alkohol sehingga diperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Produk samping dari reaksi pembentukan biodiesel ini adalah gliserol. Proses pembentukan biodiesel ini mengurangi viskositas dari produk akhir. Transesterifikasi sangat luas digunakan untuk mengurangi viskositas minyak tanaman. Alkohol yang biasa digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metanol akan tetapi etanol juga dapat digunakan namun mempunyai harga yang lebih mahal [49].

Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang dihasilkan dari proses transesterifikasi, sehingga dapat mengubah viskositas tinggi dari minyak nabati ataupun hewani menjadi rendah seperti viskositas bahan bakar fosil. Biodiesel yang dihasilkan larut dengan diesel mineral dalam proporsi apapun. Titik nyala dan cetane number biodiesel meningkat. Hasil biodiesel dalam proses Tahap 1

Trigliserida Alkohol Digliserida

Digliserida Alkohol Monogliserida Tahap 2

Tahap 3

(13)

transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa parameter proses yang meliputi: Kandungan kelembaban dan asam lemak bebas (FFA), waktu reaksi, reaksi suhu, katalis dan rasio molar alkohol dan minyak menjadi faktor utama yang mempengaruhi transesterifikasi [50].

2.3.1 Suhu

Suhu reaksi adalah faktor penting yang akan mempengaruhi hasil biodiesel. Sebagai contoh, reaksi dengan suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan laju reaksi dan memperpendek waktu reaksi karena pengurangan viskositas minyak. Namun, peningkatan suhu reaksi luar secara optimal menyebabkan penurunan yield biodiesel, karena suhu reaksi yang lebih tinggi mempercepat saponifikasi trigliserida dan menyebabkan metanol mudah menguap. Biasanya suhu reaksi transesterifikasi harus di bawah titik didih alkohol untuk mencegah penguapan alkohol [50]. Kisaran optimal suhu reaksi dapat bervariasi dari 50 °C hingga 60 °C tergantung pada minyak atau lemak yang digunakan. Akan tetapi banyak penelitian juga yang menggunakan temperatur reaksi yang mendekati titik didih alkohol yang digunakan untuk memperoleh konversi yang lebih cepat [51]. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Fan dkk (2012) yang memperoleh temperatur reaksi optimalnya adalah 65 °C dalam pembuatan biodiesel dari minyak kedelai. Katalis heterogen modifikasinya berupa KF/CaO-MgO dengan yield biodiesel tertinggi yang dihasilkan sebesar 97,98% [46].

2.3.2 Waktu Reaksi

(14)

2.3.3 Rasio Molar Metanol : Minyak

Parameter lain yang mempengaruhi yield biodiesel adalah rasio molar alkohol untuk trigliserida. Dalam stoikiometri reaksi transesterifikasi, rasio mol antara alkohol dan minyak adalah sebesar 3:1 dengan menghasilkan 3 mol asam lemak metil/etil ester dan 1 mol gliserol. Rasio mol ini dapat bervariasi dengan tujuan untuk menggeser reaksi ke arah kanan sehingga meningkatkan produk berupa biodiesel. Jenis alkohol yang paling sering digunakan adalah metanol karena memiliki harga murah dan secara fisik maupun kimiawi dapat menguntungkan perolehan yield biodiesel yang dihasilkan [50]. Penggunaan katalis heterogen dan homogen dalam pembuatan biodiesel sangatlah berbeda. Pada proses dengan menggunakan katalis heterogen, laju reaksi yang dihasilkan adalah reaksi lambat apabila dibandingkan dengan proses pada katalis homogen. Untuk alasan ini, kondisi reaksi dari katalis heterogen dapat ditingkatkan dengan menambah temperatur reaksi (100-250 °C), jumlah katalis (3-10% dari massa minyak) dan rasio molar metanol dan minyak (10:1-25:1) [52]. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Noiroj, dkk (2009) yang memperoleh rasio molar metanol:minyak terbaik sebesar 15:1. Katalis heterogen yang digunakan berupa KOH/NaY.Yieldbiodiesel tertinggi yang dihasilkan adalah 91,70% [8].

2.3.4 Jenis dan Jumlah Katalis

(15)

Hasil dari asam lemak alkil ester umumnya meningkat dengan bertambahnya jumlah katalis. Hal ini disebabkan ketersediaan situs yang lebih aktif dengan penambahan lebih besar jumlah katalis dalam reaksi transesterifikasi [50]. Pada penelitian yang dilakukan oleh Noiroj dkk (2009) yang memperoleh jumlah konsentrasi katalis terbaik sebesar 6% massa minyak dalam pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit. Katalis heterogen yang digunakan berupa KOH/NaY denganyieldbiodiesel tertingginya adalah 91,70% [8].

2.3.5 Intensitas Pencampuran

Minyak dan alkohol tidak dapat larut, sehingga reaksi hanya dapat terjadi di antara permukaan cairan dan reaksi transesterifikasi berlangsung cukup lambat. Jadi, proses pencampuran sangat penting untuk dilakukan, pencampuran antara dua jenis bahan baku diperlukan untuk melakukan kontak antara dua bahan. Intensitas pencampuran dapat bervariasi tergantung pada kebutuhan reaksi. Secara umum, intensitas pencampuran harus ditingkatkan untuk memastikan pencampuran berlangsung dengan baik. Kecepatan agitasi memainkan peran penting dalam pembentukan dari produk akhir (mono alkil ester atau biodiesel), karena agitasi campuran minyak dan katalis dapat meningkatkan reaksi. Akan tetapi, kecepatan pengadukan yang lebih rendah dapat mengakibatkan pembentukan produk yang lebih kecil. Sebaliknya kecepatan pengadukan yang lebih tinggi dapat meningkatkan pembentukan sabun [50]. Pada penelitian ini digunakan kecepatan pencampuran sebesar 500 rpm seperti yang dilakukan oleh Kusuma dkk (2013) yang menghasilkanyieldyang tinggi sebesar 95,09% [7].

2.3.6 Free Fatty Acid(FFA) dan Kadar Air

(16)

Gambar

Tabel 2.1 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09, EN 14214/03,dan Pr EN 14214/09
Tabel 2.1 Standar Biodiesel Berdasarkan ASTM D 6751/09, EN 14214/03, dan PrEN 14214/09 (Lanjutan)
Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia dari RBO [28]
Tabel 2.3 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Metanol [32]
+6

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembuatan biodiesel yang dilakukan Kusumaningsih, dkk., 2006 pada Tabel 4.4 melakukan reaksi transesterifikasi minyak jarak dengan katalis homogen KOH dan mendapatkan

Seluruh mahasiswa Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara baik junior maupun senior yang telah banyak memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

[r]

dibandingkan dengan katalis homogen basa, katalis heterogen basa memiliki banyak keuntungan diantaranya mudah dipisahkan, konsumsi energi dan air yang lebih sedikit, serta

E Borges dan L Diaz, Recent Development on Heterogeneous Caralysts for Biodiesel Production by Oil Esterification and Transesterification Reactions : A review

Gambar E.25 Foto Penyaringan Katalis dengan Pompa Vakum. Gambar E.26 Foto Pemisahan Hasil Transesterifikasi dengan

Menurut Said 2010 hasil terbaik variasi rasio molar minyak : metanol dengan perbandingan 1:2, 1:4, dan 1:6, diperoleh pada rasio molar 1:6; Noiroj ,dkk 2009 dengan menggunakan

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui karakteristik katalis Cr/zeolit alam sehingga dapat diaplikasikan pada reaksi perengkahan minyak jelantah menjadi bahan