• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN BEDAH DI RSI SOEMANI SEMARANG | . | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 178 598 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN BEDAH DI RSI SOEMANI SEMARANG | . | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 178 598 1 PB"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Judi

Program Studi D III RMIK STIKES HAKLI Semarang

judi@yahoo.com

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the implementation of informed consent in surgical patient in RSI. Roemani Semarang. The type of this research is descriptive. Subjects in this study were doctors in the surgical

poly. The object of this research is the implementation of informed consent on approval and rejection of medical action. The data were collected by interview and observation using interview guidance study instrument and

observation guideline. Data analysis was done by descriptive analysis. The result of the medical action approval

process indicates that there is only one witness where two witnesses should be involved in the implementation of the medical action process, namely the absence of a nurse witness during the informed consent process. The conclusion of the research is that the informed consent approval process has not been appropriate because of the lack of witnesses in the implementation of informed consent and has not been included about the signature

of the nurse as a witness to the SOP.

Keywords: Implementation of Informed Consent, surgical patient.

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penerapan informed consent pada pasien bedah di RSI Roemani. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Subyek dalam penelitian ini adalah dokter yang ada di poli bedah. Obyek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan informed consent pada persetujuan dan penolakan tindakan medis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi dengan menggunakan instrumen penelitian pedoman wawancara dan pedoman observasi. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian meunjukkan proses persetujuan tindakan medis pada kasusu bedah belum sesuai Standar Operasional Prosedur. Proses persetujuan tindakan medis pasien bedah minor maupun mayor dilakukan di klinik bedah. Saksi hanya terdiri 1 orang saja dimana yang seharusnya terdapat 2 orang saksi. Jenis informasi yang diberikan kepada pasien yaitu : diagnosis, dasar diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan, tata cara, tujuan, resiko, komplikasi, prognosis, serta alternatif dan resiko. Simpulan dari penelitian adalah proses persetujuan informed consent belum sesuai dengan Standar Operasional Prosedur

Kata Kunci: informed consent, pasien bedah

PENDAHULUAN

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MenKes/Per/III/2008 rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien. Semua proses pelayanan yang diberikan dokter dan tenaga kesehatan lainnya kepada pasien harus mendapat persetujuan dari pihak pasien. Dalam hal ini informed consent mempunyai peranan yang sangat penting. Informed consent merupakan bukti persetujuan yang diberikan oleh

pasien atau keluarga pasien atas dasar informasi dan penjelasan dari dokter kepada pasien mengenai penyakit pasien dan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien tersebut dalam rangka penyembuhan. (Guwandi, 2004)

(2)

itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “Pelaksanaan Informed Consent Pada Pasien Bedah di RSI Roemani”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di poli bedah RSI Roemani. Sedangkan untuk waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih 2 bulan yaitu dimulai dari bulan Maret sampai April 2017. Subyek dalam penelitian ini adalah dokter yang ada di poli bedah. Obyek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan informed consent pada persetujuan dan penolakan tindakan medis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi dengan menggunakan instrumen penelitian pedoman wawancara dan pedoman observasi. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif.

HASIL

Kebijakan atau prosedur informed consent.

RSI Roemani Semarang sudah memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO) No dokumen 016/01/19 No. Revisi 0 tentang Prosedur Tetap Persetujuan Tindakan Kedokteran. Standar Prosedur Operasional (SPO) tersebut telah menjelaskan tentang prosedur informed consent yang bertujuan sebagai acuan bagi petugas medis dan paramedis dalam melaksanakan ketentuan tentang informed consent serta sebagai acuan langkah-langkah dalam pemberian informed consent. Isi prosedur tersebut dimulai dari sebelum dilakukan tindakan di poli bedah harus diberikan informasi dan edukasi oleh DPJP (dokter penanggung jawab pasien) bedah kepada pasien hingga pasien memahami apa yang disampaikan. Apabila pasien telah memahami prosedur dan semua informasi yang diberikan maka pasien dapat menyetujui dan dilakukan tindakan. Sedangkan apabila pasien memberikan penolakan maka tidak akan dilakukan tindakan dan pasien harus menyetujui segala konsekuensi jika terjadi hal-hal negatif yang timbul terhadap pasien.

Jenis informasi yang diterima pasien pada saat pelaksanaan informed consent.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap dokter pada poli bedah di RSI Roemani Semarang diketahui bahwa selama proses pelaksanaan informed consent

pasien diberikan informasi yang cukup oleh dokter mengenai apa saja yang harus diketahui oleh pasien guna melaksanaan tindakan medik. Dimana informasi yang diberikan kepada pasien disampaikan oleh dokter secara lisan dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien dan keluarganya, sehingga pasien akan memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis sesuai dengan informasi yang sudah dipahami mengenai keuntungan dan kerugian apabila dilakukan tindakan medik tersebut.

Adapun jenis informasi yang diberikan kepada pasien yaitu : diagnosis, dasar diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan, tata cara, tujuan, resiko, komplikasi, prognosis, serta alternatif dan resiko.

Pihak yang berhak memberikan persetujuan dalam informed consent.

RSI Roemani telah memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO) No Dokumen 016.01.15 No. Revisi 0 tentang Pemberi Informasi dan Penerima Persetujuan yang diberikan kepada keluarga pasien yang diberi hak untuk memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis apabila pasien dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis.

Adapun pihak yang berhak menyatakan persetujuan adalah sebagai berikut:

a) Pasien yang kompeten yaitu pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah / pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan mental dan tidak mengalami penyakit mental.

b) Keluarga terdekat pasien yaitu suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung dan saudara-saudara kandung atau pengampunya.

Pihak yang berhak memberikan penolakan dalam informed consent.

(3)

mendapatkan informasi dari dokter, pasien berhak memberikan persetujuan atau penolakan terhadap apa yang telah disampaikan. Apabila pasien memberikan penolakan maka tindakan medis tidak dilakukan kepada pasien. Adapun pihak yang berhak menyatakan penolakan adalah sebagai berikut: a) Pasien yang kompeten yaitu pasien dewasa

atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah / pernah menikah,

tidak terganggu kesadaran isiknya, mampu

berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan mental dan tidak mengalami penyakit mental.

b) Keluarga terdekat pasien yaitu suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung dan saudara-saudara kandung atau pengampunya.

Proses persetujuan pasien terhadap tindakan medik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter di poli/klinik bedah diketahui bahwa proses pemberian informed consent mayor dan minor yang ada di poli bedah tidak ada perbedaan. Yang mana pasien dengan bedah mayor maupun minor mengikuti proses pelaksanaan informed consent yang sama. Dan berdasarkan hasil observasi di RSI Roemani Semarangdiketahui bahwa pada proses persetujuan tindakan medik yaitu dimulai dengan pasien datang periksa ke poli bedah dan mendapatkan pelayanan, setelah melakukan

pemeriksaan isik dan mendapatkan pelayanan maka

pasien akan mengetahui apakah perlu mendapatkan tindakan medik lebih lanjut atau tidak. Apabila

dari pemeriksaan isik belum cukup maka dapat

dilakukan dengan pemeriksaan penunjang lain misalnya laboratorium, CT–SCAN, USG, dan lainnya. Selanjutnya jika pasien telah diketahui harus mendapat tindakan medik maka pasien akan diberikan penjelasan mengenai informed consent untuk dapat memberikan persetujuan atau penolakan terhadap tindakan medik. Pasien diberi penjelasan mengenai jenis informasi yaitu antara lain : diagnosis, dasar diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan, tata cara, tujuan, resiko, komplikasi, prognosis, alternatif dan resiko. Pasien juga diberi penjelasan tentang siapa yang berhak menandatangani persetujuan informed consent. Selama dokter memberikan penjelasan, pasien didampingi oleh 1 saksi dari pihak keluarga. Penjelasan yang diberikan kepada pasien secara lisan dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami

karena sebagai dasar pasien dalam memberikan persetujuan. Pasien yang menerima informasi diberi kesempatan untuk bertanya kepada dokter apabila penejelasan yang diberikan belum dipahami. Setelah pasien memahami penjelasan yang diberikan oleh dokter maka pasien berhak memberikan persetujuan dan menandatangani terhadap rencana tindakan medis yang akan dilakukan.

Proses penolakan pasien terhadap tindakan medik.

Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa di RSI Roemani Semarangdalam proses penolakan pasien terhadap tindakan medik sama prosesnya dengan proses persetujuan pasien terhadap tindakan medik. Diberikan penjelasan oleh dokter yang bertanggung jawab mengenai suatu tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dengan bahasa yang mudah dipahami. Setelah pasien memahami apa yang telah dijelaskan oleh dokter yang bertanggung jawab maka pasien berhak memberikan penolakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter di RSI Roemani Semarangbelum menjumpai adanya pasien yang memberikan penolakan tindakan medis dikarenakan memang pentingnya suatu tindakan tersebut maka pasien harus memberikan suatu persertujuan terhadap tindakan medis.

PEMBAHASAN

Kebijakan atau prosedur informed consent.

Berdasarkan hasil penelitian di RSI Roemani Semarang sudah memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO) No dokumen 016/01/19 No. Revisi 0 tentang Prosedur Tetap Persetujuan Tindakan Kedokteran. Standar Prosedur Operasional (SPO) tersebut telah menjelaskan tentang prosedur informed consent yang bertujuan agar menjadi acuan bagi petugas medis dan paramedis dalam melaksanakan ketentuan tentang informed consent serta sebagai acuan langkah-langkah dalam pemberian informed consent.

(4)

dapat dilakukan setelah pasien mendapat informasi yang cukup tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resiko yang ditimbulkan. Dan menurut Standar Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) HPK.6 dalam Elemen Penilaian 3 yaitu pasien memberikan informed consent sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang mana dimaksud yaitu pasien dapat memberikan informed consent sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.

Jenis informasi yang diterima pasien pada

saat pelaksanaan informed consent.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pasien diberikan informasi yang cukup oleh dokter dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien dan keluarganya, sehingga pasien akan memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medik sesuai dengan informasi yang sudah dipahami mengenai keuntungan dan kerugian apabila dilakukan tindakan medik tersebut. Adapun jenis informasi yang diberikan kepada pasien yaitu : diagnosis, dasar diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan, tata cara, tujuan, resiko, komplikasi, prognosis, serta alternatif dan resiko. Dimana informasi yang diberikan kepada pasien disampaikan oleh dokter secara lisan. Hal ini sudah sesuai dengan Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 yang mana penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya harus mencakup antara lain :

a) Diagnosis dan tata cara tindakan medis. b) Tujuan tindakan medis yang dilakukan. c) Alternatif tindakan lain dan resikonya. d) Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi. e) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Hal ini juga sudah sesuai menurut Standar Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) HPK.6.1 dalam Elemen Penilaian 1 yaitu memuat tentang pasien diberikan penjelasan tentang kondisi mereka dan rencana pengobatannya dari elemen: kondisi pasien, usulan pengobatan, nama individu yang memberikan pengobatan, kemungkinan manfaat dan kekurangannya, kemungkinan alternatif, kemungkinan keberhasilan, kemungkinan timbulnya masalah selama masa pemulihan, kemungkinan hasil yang terjadi apabila tidak diobati. Dimana setiap penjelasan tersebut berpengaruh terhadap apa yang akan dilakukan kepada pasien dan digunakan sebagai dasar pasien untuk menentukan persetujuan tindakan medik.

Pihak yang berhak memberikan persetujuan dalam informed consent.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa RSI Roemani telah memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO) No Dokumen 016.01.14 No. Revisi 0 tentang Pemberi Informasi dan Penerima Persetujuan yang diberikan kepada keluarga pasien yang diberi hak untuk memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis apabila pasien dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka sudah sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) No Dokumen 016.01.14 No. Revisi 0 tentang Pemberi Informasi dan Penerima Persetujuan yang mana pihak yang berhak menyatakan persetujuan antara lain : Pasien yang kompeten, yaitu pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran

isiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak

mengalami kemunduran perkembangan mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan. Bagi pasien di bawah umur/ pasien yang mengalami gangguan mental/ pasien dalam keadaan tidak sadar maka persetujuan dapat diberikan oleh wali yaitu keluarga terdekat pasien, yaitu suami atau isteri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung dan saudara-saudara kandung.

Pihak yang berhak memberikan penolakan ter-hadap informed consent.

Berdasarkan hasil penelitian di RSI Roemani Semarangdiketahui bahwa pihak yang memberikan penolakan terhadap informed consent sama dengan pihak yang memberikan persetujuan terhadap informed consent. Hal ini sudah sesuai dengan hasil penelitian Devy Novitasari (2015) adapun pihak yang berhak memberikan penolakan antara lain :

a. Bagi pasien di bawah 21 tahun atau mengalami gangguan mental maka penolakan diberikan oleh wali/ orang tua.

b. Bagi pasien bagi pasien dewasa yang telah menikah/ tidak dalam keadaan gangguan mental maka penolakan tindakan medis diberikan oleh suami/istri, ayah/ibu, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung.

(5)

Proses persetujuan terhadap informed consent.

Tindakan medis yang akan dilakukan kepada pasien maka terlebih dahulu diberikan informasi dan penjelasan dari dokter penanggung jawab. Dokter memberikan penjelasan kepada pasien tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami karena sebagai dasar pasien dalam memberikan persetujuan. Pasien yang menerima informasi diberi kesempatan untuk bertanya kepada dokter apabila penejelasan yang diberikan belum dipahami. Setelah pasien memahami penjelasan yang diberikan oleh dokter maka pasien berhak memberikan persetujuan terhadap rencana tindakan medis yang akan dilakukan. Menurut hasil observasi di poli bedah RSI Roemani Semaranghanya terdapat 1 orang saksi dari pihak keluarga dikarenakan perawat yang seharusnya menjadi saksi masih sibuk memberikan pelayanan tensi darah serta medikasi kepada pasien lain yang sedang berobat sehingga perawat tidak membubuhkan tanda tangan pada informed consent. Tanda tangan pada salah satu saksi dapat mempengaruhi dalam pelaksanaan informed consent apabila terjadinya akibat yang negatif dan tidak terduga, yaitu bahwa dalam tindakan medis ada kemungkinan (resiko) yang dapat terjadi yang mungkin tidak sesuai harapan pasien, ketidaktahuan pasien terhadap resiko yang dihadapinya dapat mengakibatkan diajukannya tuntutan oleh pasien tersebut. Sedangkan adanya saksi yang cukup bertujuan untuk melindungi pasien secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan maupun tindakan medis yang bertentangan dan tanpa sepengetahuan pasien, serta memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tidak terduga dan bersifat negatif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat diketahui bahwa belum sesuai dengan Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 yang mana dalam pelaksanaan persetujuan informed consent harus diketahui oleh 2 orang saksi yaitu perawat bertindak sebagai salah satu saksi, dan satu orang saksi dari pihak pasien.

Menurut Guwandi (2003) bahwa dengan adanya saksi yang cukup dapat melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan, dan dapat memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif.

Proses penolakan terhadap informed consent.

Berdasarkan hasil penelitian di RSI Roemani Semarang apabila pasien memberikan penolakan tindakan medis maka harus disetujui oleh dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, karena apabila terjadi penolakan sedangkan pasien tersebut harus mendapatkan tindakan maka hal tersebut dapat menjadikan dokter yang bertanggung jawab menjadi salah dalam menjalankan tugasnya. Hal ini sudah sesuai dengan Permenkes Nomor 290/Menkes/ Per/III/2008 yang mana segala sesuatu yang telah diputuskan oleh pasien adalah hak pasien tersebut dan tidak adanya paksaan dalam memberikan keputusan.

SIMPULAN

1. Kebijakan atau prosedur informed consent di RSI Roemani Semarang telah memenuhi standar yaitu telah menjelaskan tentang prosedur informed consent yang bertujuan agar menjadi acuan bagi petugas medis dan paramedik dalam melaksanakan ketentuan tentang informed consent serta sebagai acuan langkah-langkah dalam pemberian informed consent.

2. Jenis informasi yang diterima pasien pada saat pelaksanaan informed consent sudah mencakup antara lain : diagnosis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan lain dan resikonya, resiko dan komplikasi, serta prognosis terhadap tindakan. 3. Pihak yang berhak memberikan persetujuan

dalam informed consent sudah sesuai yaitu dimana pihak yang memberikan persetujuan adalah orang yang kompeten (dia yang memahami informasi, menahannya dan mempercayainya dan mampu membuat keputusan).

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.

Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Hal:13-14

Guwandi J. 2003. Informed Consent dan Informed Refusal. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guwandi J. 2004. Informed Consent. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hanafiah Jusuf M & Amir Amri. 2009. Etika

Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: ECG. Hal:74-75

Kementerian Kesehatan RI. 2008. Permenkes RI No.

269/MENKES/PER/III/2008. Rekam Medis Menteri Kesehatan Indonesia. Jakarta. Hal:2

Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Sekar, A. 2014. Pelaksanaan Pemberian Informed

Consent Dan Kelengkapan Informasi di RSU Jati Husada Karanganyar. [Karya Tulis Ilmiah. Karanganyar : STIKes Mitra Husada Karanganyar]

Standar Akreditasi Rumah Sakit. 2012. Komisi

Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Y.A Triana Ohoiwutun. 2007. Bunga Rampai

Referensi

Dokumen terkait

Maka Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2015 menyampaikan pengumuman Pemenang pada paket tersebut

Ksoas rraplngrn ilrlA ctdut poalti.f; ntou msrtlf trru pcrlu {lmbll ktra. gcttla rraaababan dtrrlanlanl kaaa4-baaane berleinr

• Teori-teori komunikasi interpesonal banyak dipengaruhi konsepsi psikologi humanistis yang menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional

Sumber pembiayaan lain yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan usaha agribisnis antara lain adalah : kredit Taskin, Modal, Ventura, Pemanfaatan Laba

The Minangkabau ethnic group, also known as Minang ( Urang Minang in Minangkabau language), is indigenous to the Minangkabau Highlands of West.. Sumatra,

“Kesenjangan pembiayaan dan ekses ekonomi sebagai penyebab utama. rendahnya perkembangan infrastruktur di

Penyelenggaraan tata pemerintahan berbasis e-governance menuntut adanya sistem perencanaa dan inovasi di seluruh level pemerintahan, sehingga hadirnya media sosial

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada mata pelajaran Matematika di kelas IX-D SMPN 3 Cibarusah Kabupaten Bekasi, telah menunjukkan bahwa dengan menggunakan model