• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU MENYIMPANG DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS suyato

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERILAKU MENYIMPANG DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS suyato"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU M ENYIM PANG DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS Oleh: Suyat o

Jurusan PKnH FISE UNY Abst ract

Discourse of deviant behaviour becomes difficult because of it s complexit y and relat ivit y. It s complexit y st eams f rom t he fact s t hat t here ar e many concept s should be considered, namely medical concept s, legal aspect s, and m orals issues. It s relat ivit y comes from t he f act s t hat t here are many perspect ives, such as cross-cult ur al perspect ives, sub-cult ural variat ions, ecological cont ext , variat ion over t ime, and sit uat ional aspect s. Sociologist s have been made explanat ion on deviant behaviour but not yet com prehensive.

Sociological perspect ives on deviant behaviour can be cat egorized as st ruct ural f unct ional t heor y, symbolic int eract ion t heories, and conflict t heory as st ruct ur al funct ional t heory, symbolic int eract ion t heories, and conflict t heory. Each of t hem t ries t o explain maj or quest ion, basic assum pt ion, and causes of deviant by using it s ow n per spect ive. For example, cont rol t heor y has been emphasis t hat because t he lack of st rong t ied (legal or social) from ot hers, individuals t end t o conduct defiant ly. Sociologist s also have been t ried t o comprehend w ays in w hich people neut ralize t heir ow n behaviours.

Using economic per spect ive and cont rol t heory t o eliminat ed corrupt ion conduct ed by appar at us in dist rict development pr ogram as an example, t his art icle conclude t hat it is needed t o make a comprehensive perspect ive in solving deviant behaviour problems, such as corrupt ion. Kat a Kunci: perilaku menyimpang, perspekt if sosiologis

Pendahuluan

Pembicaraan t ent ang penegakan hukum sangat t erkait dengan perilaku menyimpang, baik yang dilakukan oleh orang aw am, pejabat public, maupun oleh aparat penegak hukum sendiri. Oleh karena it u, pemahaman yang kompr ehensif t ent ang perilaku menyi mpang akan sangat membant u upaya penegakan hokum, khususnya dalam usaha yang bersifat prevent if.

Yang m enjadi masalah, disamping masalah kompleksit as mengenai perilaku menyimpang dan lat ar belakangnya, ada nuansa r elat ivit as ket ika men ent ukan mana perilaku yang menyimpang, mana yang bukan. Kompleksit as masa;ah perilaku menyimpang misalnya m enyangkut medical concept s,legal concept s, dan moral issues (Schur, 1979:18-25). Sedangkan r elat ivit as perilaku menyimpang ant ara lain karena adanya kemungkinan t injauan dar i berbagai aspek at au per spekt if, sepert i cross-cult ural perspect ives, sub-cult ur al var iat ions, ecological cont ext ,variat ion over t ime, dan sit uat ional deviance (Schur, 1979: 74-96). Sem ent ara it u, Goode mengemukakan bahw a relat ivit as perilaku m enyim pang bisa disebabkan oleh fact or audience, act or, dan sit uat ional (Goode, 1984: 14-16).

(2)

Program Pembangunan Kecamat an di Indonesia yang dilakukan oleh Bank Dunia, t ermasuk ket erbat asannya.

Pengert ian Per ilaku M enyimpang

Secara mendasar, paling t idak ada tiga perspekt if unt uk menent ukan apakah perilaku menyimpang it u, yait u absolut ist , normat ive, dan react ive (Goode, 1984: 7). Perspekt if absolut ist berpendapat bahw a kualit as at au karakt erist ik perilaku menyimpang bersifat inst rinsik, t erlepas dari bagaimana ia dinilai. Dengan kat a lain, perilaku menyimpang dit ent ukan bukan dengan nor ma, kebiasaan, at au at uran-at uran sosial. Perspekt if normat ive berpendapat bahw a per ilaku menyimpang bisa didefinisikan sebagai set iap perilaku yang t idak ber hasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat at au kelompok t ert ent u dalam masyarakat (Cohen, 1992: 218). Dengan demikian, sebuah t indakan dikat akan menyimpang at au t idak, dit ent ukan oleh bat asan-bat asan norma masyarakat at au budaya. Perspekt if r eakt if ber pandangan bahw a perilaku m enyimpang dapat dit emukan dalam bagaimana secara akt ul perilaku itu dinilai. Unt uk dapat dikualif ikasikan sebagai sebuah perilaku menyimpang, sebuah t indakan harus mem enuhi syarat (1)diamat i at au paling t idak didengar, dan (2) m enyebabkan hukuman yang nyat a bagi pelakunya. Kunci ut amanya adalah concret e social disappr oval t ow ard specific act ion and act ors.

Perspekt if react ive memiliki beberapa kelemahan (Goode, 1984:9-10):

First : It ignore secret behaviour t hat w ould be react ed t o as devi ance, w here it know n t o t he comm unit y...

Second: It ignore secret behaviour t hat w ould be react ed t o as deviance, even w here t he act or know s t hat it w ould be condemned by t he communit y...

Third: It denies t he possibilit y t hat t here is any predict abilit y in t he react ive process... Fourt h: It ignores t he realit y of vict imizat ion.

Perilaku m enyimpang bisa dilakukan secara individual at au kelompok. Perilaku mengemis yang dilakukan seseorang m erupakan penyim pangan individual, t et api kalau tindakan mengemis it u dilakukan hamper oleh w arga sat u kampong, maka t indakan it u t er masuk t indakan menyimpang secara kelompok at au penyimpangan kelompok.

Perspekt if Sosiologis t ent ang Perilaku M enyimpang

(3)

alt ernat ive, maka perilaku it u bisa dikat akan sebagai perilaku m enyimpang. M ert on menyebut kan ada empat perilaku menyimpang, yait u inovasi (innovat ion), rit ualism (rit ualism), peneduhan hat i (ret reat ism), dan pember ont akan (rebellion).

Yang dimaksud inovasi adalah perilaku seseorang yang menerima at au mengakui t ujuan yang selaras dengan budaya at au diinginkan masyarakat . Seorang guru yang t idak puas dengan met ode ceramah kar ena dianggap t idak ef ekt if , m encari alt ernat ive lain dalam mengajar, misalnya menggunakan m et ode inquiry, ini t ermasuk inovasi. Demikian juga, seseorang yang m enolak cara-cara w ajar, misalnya bekerja keras dan hidup hemat unt uk bisa menjadi kaya dan memilih merampok at au m elakukan korupsi, maka dalam sosiologi, perilaku ini juga dikat egori kan sebagai sebuah inovasi, t et api dalam art i negat ive. M asyarakat yang memilih unt uk m enggunakan kekerasan at au main hakim sendiri karena beranggapan hukum sudah t idak efekt if lagi unt uk mencegah kejahat an, maka perilaku ini juga t ermasuk inovasi.

Rit ualisme t erjadi manakala seseorang m enerima cara-cara yang diperkenankan secara cult ural t et api m enolak at au m enggant i t ujuan sehingga berbeda dengan harapan semula dari masyarakat at au kelompok. Seorang mahasisw a yang m engikut i upacara at au senam kesegaran jasmani unt uk mendapat kan beasisw a, bukan karena unt uk m enanamkan disiplin dan demi kesehat an, m erupakan cont oh perilaku rit ualisme. Dalamk bidang hokum, seseorang yang mengendarai sepeda mot or dan m emakai helm bukan demi keselamat an t et api t akut mendapat kan ‘t ilang’, merupakan cont oh rit ualism. Demikain juga seseorang yang melakukan sebuah t indakan t et api t idak m enget ahui t ujuan yang sesungguhnya diharapkkan opleh masyarakat berkaiot an dengan t indakan it u, t ermasuk rit ualisme.

Pengasingan diri (ret reat ment ) t erjadi jika seseorang menolak at au t idak m engakui lagi baik cara maupun t ujuan yang diperkenankan secara budaya t anpa m enggant inya dengan yang baru. Pengasingan diri ini biasanya dilakukan oleh orang yang t ert indas t et api t idak m emiliki kekuat an yang cukup unt uk m elaw an at au m enent ang, sehingga mer eka lebih m emilih mengasingkan diri. Seorang polit isi yang t idak puas dengan kondisi perpolit ikan t anah air t et api t idak mampu unt uk melaw an arus unt uk melakukan perubahan dan lebih memilih unt uk t idak t erjun ke dunia polit ik lagi merupakan cont oh t indakan pengasingan diri.

Pemberont akan t erjadi manakala seseorang m enol ak baik cara maupun t ujuan yang diperkenankan secara budya dengan menggant ikannya dengan yang baru. Kudet a adalah cont oh perilaku pem beront akan, karena dilakukan at as dasar ket idakcocokan dengan, baik cara maupun t ujuan, yang secara umum diperkenankan oleh budaya.

Secara singkat , Brinkerhof f& Whit e (1988:128) m erangkum t iga t eori ut ama dalam sosiologi dalam menjelaskan masalah perilaku menyimpang, sebagaimana disajikan dalam t able berikut : RAGAM TEORI PERTANYAAN

UTAM A

ASUM SI DASAR PENYEBAB PERILAKU M ENYIPANG

SANGAT

BERGUNA UTK M ENJELASKAN PENYIM PANGAN DARI

Teori st ruct ural fungsional

M engapa orang melanggar at uran?

Perilaku menyimpang merupakan

Adanya dislokasi ant ara t ujuan dan sarana unt uk

(4)

karakt erist ik dari ket idaknormalan st rukt ur sosial

mencapainya dalam masyarakat .

mencapai t ujuan yang diharapkkan dengan cara-cara yang dianjurkan. Teori-t eori

Int eraksionisme Simbolik:

Teori asosiasi diferensial.

Teori Harga Diri (self-est eem t heor y)

Teori Pengaw asan (Cont rol Theory)

Teori Pelabelan (Labelling Theor y)

M engapa perilaku menyimpang lebih merupakan karakt erist ik suat u kelompok disbanding yang lain?

M engapa

beberap orang memilih

berperilaku menyimpang?

Apa yang

mencegah seseorang dari melanggar at uran?

Bagaimana t indakan dan or ang mendapat kan label menyimpang? Perilaku menyimpang dipelajari, sepert i perilaku sosial lainnya.

Perilaku menyimpang dilakukan jika

peran it u

meningkat kan harga diri (self-est eem)

pelakunya. Perilaku menyinpang adalah normal dan konformit as

yang harus

dijelaskan (mengapa t erjadi).

Penyimpangan adalah relat ive dan t er gant ung pada bagaimana

orang lain

member label t erhadap orang dan t indakan it u.

Nilai-nilai sub-budaya berbeda dalam

masyarakat yang kompleks,

beberapa sub-budaya

menjunjung t inggi nilai-nilai yang mendukung penyimpangan.

Ini semua

dipelajari melalui sosialisasi. Gagal unt uk menghar gai perilaku normal (w ajar) unt uk meningkat kan self-est eem.

Tidak ada ikat an

yang kuat

t er hadap orang lain dan nilai-nilai sert a akt ivit as masyarakat .

Orang-orang yang memiliki t indakan yang diberi label menyimpang dan

orang yang

menerima label it u menjadi biasa

Kelompok menyimpang (gangs), dan mer eka yang t er gabung dalam ket et anggaan dan sub-budaya menyimpang.

M er eka yang gagal dalam peran

konvensional.

Individu-individu yang kurang t erikat dalam keluarga,

ket et anggaan, dan masyarakat (khususnya anak

muda dari

keluarga gagal (broken home). Orang-orang yang t idak berdaya yang mendapat label

(5)

Teori Konflik (Conflict Theory)

Bagaimana akses yang t idak sam a t erhadap sumber

daya yang

t erbat as

mengarah pada perilaku

menyim pang?

Penyimpangan merupakan respon yang norm al t er hadap kompet isi dan konflik t er hadap sumber daya yang t erbat as

Ket idakmerat aan dan kompet isi

Semua kelas. Kelas baw ah didorong unt uk berperilaku menyim pang dalam r angka memenuhi kebut uhan dasar dan unt uk keluar dari frust r asi; kelas at as menggunakan perilaku menyim pang unt uk

mempert ahankan hak-hak

ist imew anya (privilege). Disamping penjelasan t ent ang perilaku m enyimpang, para sosiolog juga t elah berhasil memaparkan model ‘just ifikasi’ t ent ang perilaku menyimpang. Sykes& M at za, sebagaimana dikut ip Schaeff er 1989:325), menyat akan bhw a ada lima model just ifikasi perilaku menyimpang, yang mer eka sebut t echniques of neut ralisat ion. Kelima model net ralisasi it u adalah: denying responsibilit y, denying t he injury, blaming t he vict im, condemning t he aut horit ies, dan appealing t o higher principles or aut horit ies.

Cara per t ama adalahberupa penolakan t anggung jaw ab. Banyak orang beralasan bahw a karena t ekanan yang luar biasa, sepert i kemiskinan, t ernacam, kurang persiapan secara akademis, membuat mer eka ber perilaku menyimpang sepert i mencuri, mem bunuh, menyont ek dalam ujian. Dalam banyak kasus, seorang pelacur yang t erjaring saat razia, sering beralasan karena t ekanan ekonomi yang luar biasa ber at nya, menyebabkan mer eka t erjun ke dunia prost it usi.

Cara yang kedua, dengan alasan t idak adanya kor ban akibat perilaku menyimpang m ereka, maka m er eka bmenolak kalau perilaku mer eka di kat egorikan sebagai perilaku criminal at au menyimpang. Para r emaja yang m elakukan vandalisme at au mengecat pakaiannya saat merayakan kelulusannya, para mucikari membuka r umah bor dil, anak-anak muda mabuk-mabukan, dan sebagainya sering m enggunakan alasan t idak ada korban sebagai just ifikasi bahw a perilaku mereka bukan perilaku yang m enyimpang at au t indakan criminal.

Cara ket iga, yait u dengan cara m enyalahkan korban sebagai alasan pembenar perilaku menyimpang yang mer eka lakukan t erhadap korban. Ada pem er kosa dengan sant ainya m engat akan bahw a mer eka memperkosa seoram g gadis merasa t idak bversalah bahkan menyalahkan gadis yang diperkosanya karena berpakaian mini sehingga mengundang nafsu syahw at pem erkosa t ersebut .

(6)

sehingga si f ulan har us t ergusur dari pekerjaannya sebagai pedagang kaki lima dan t erpaksa mencur i, t idak t ersent uh oleh hukum” adalah salah sat u cara unt uk m enet ralisasi at as perilaku menyimpang.

Cara t erakhir, dengan mengait kan prinsip yang lebih t inggi juga sering kit a t emukan dalam banyak kasus penyimpangan. Banyak Pekerja Seks Komersial (PSK) yang berdalih unt uk membiayai pendidikan anaknya, pencuri kambing yang berdalih unt uk m embant u sahabat karibnya menikah, t aw uran ant arremaja at as nama solidarit as, merupakan beberapa cont oh cara net ralisasi dengan mengait kan prinsip at au t ujuan yang lebih t inggi (mulia).

Sebagai gnmbaran, bagaimana seseor ang bisa berdalih ket ika berperilaku menyimpang, perhat ikan kut ipan jaw aban seorang pelacur ket ika diw aw ancarai Bryan berikut ini:

We, girs see, like I guess you call t hem pervert s of some sort , you know , lit t le freaky people and if t hey didn’t have girls t o come t o like us, t hat are able t o handle t hem and m ake it a nice t hing, t here w ould be so many rapes and... nut t y people really...

I could say t hat a prost it ut e has held m ore marriages t oget her as part of t heir pr ofession t hat any divorce counsellor.

I don’t regret doing it because I feel I help people a lot of men t hat come over f or companionship, someone t o t alk t o... a lot of t hem have problems (Schur, 1979: 301). Aplikasi Teori Kont rol: Kasus Pengaw asan Program Pembangunan Kecamat an

Kont r ol sosial diart ikan sebagai ‘t he forces and pr ocesses t hat encour age conf ormit y, including self-cont rol, informal cont rol, and form al cont r ol’ (Brinkerhoff& Whit e,1989:118).Self-cont r ol t erjadi karena para individu m engint er nalisasikan nilai -nilai dan norma kelompok m er eka. Dukungan yang kuat t er hadap self-cont rol diberikan oleh cont rol sosial yang besif at inf ormal. Jika dukungan ini t idak cukup mencegah perilaku menyim pang, cont rol sosial yang bersifat formal akan bekerja. Dengan mendasarkan dir i pada t eori cont rol, Bank Dunia menggunakan t ujuh m ekanism e unt uk m engurangi peluang korupsi dalam proyek Pem bangunan Kecamat an. Secara singkat , ket ujuh mekanism e t ersebut dapat dikemukakan dalam t able berikut :

M ekanisme Elaborasi

Penyederhanaan dn cont rol masyarakat a. Dana dit ransfer secara langsung b. Tidak ada cont rol dari pemerint ah local c. Warga desa mengont rol anggaran d. Bent uk keuangan disederhanakan

sehingga masyarakat desa mudah memahaminya

Sosialisasi Warga desa belajar bagaimana proyek

diharapkan berjalan, apa hak mer eka, dan apa yang harus dilakuklan jika mer eka t idak puas.

Transparansi a. Semua informasi keuangan

dipublikasikan di desa-desa.

(7)

semua barang.

Diskresi t erbat as M inimal t iga t anda t angan dibut uhkan unt uk semua t ransaksi keuangan

M ekanisme akunt abilit as Per t emuan desa secara t erat ur dilakukan unt uk menghit ung dana. Pengucuran dana bisa dit unda bila diindikasikan t erjadi penyalahgunaan

M onit oring dan t indak lanjut a. Program menjamin pengaw asan proyek secara t erat ur, jalur pengaduan, dan t indak lanjut .

b. Pengaw asan mandiri dilakukan oleh masyarakat sipil dan w art aw an.

Dengan m encermat i mekanism e yang digunakan Bank Dunia unt uk mengurangi peluang melakukan korupsi t ersebut di at as, Nampak jelas bahw a t eori yang digunakan lebih menekankan pada t eori cont rol. Sesungguhnya, t eori cont r ol saja kurang memadai unt uk m embernt as korupsi. Perspekt if lain per lu dit ambahkan , misalnya nperspekt if sosiologi ekonomi , yang akan dijelaskan di bagian baw ah ini.

Sebuah Perspekt if Sosiologi ekonomi t ent ang Korupsi

Dalam kehidupan sehari-hari, dalam perspekt if sosiologi ekonomi, set iap orang diharuskan unt uk selalu mengambil sebuah keput usan at au pilihan. Sebuah pilihan at au keput usan akan dilakukan berdasarkan imbalan at au insent if. Dalam per spekt if prakt is, insent if it u bisa berupa hadiah at au imbalan keunt ungan , hukman at au ker ugian. Akibat nya, sebagaimana t eori ekonomi mengat akan, or ang akan m embandingkan ant ara cost and benefit s sebelum keput usan at au t indakan it u dilakukan. Jika ekunt ungan lebih besar dari kerugian maka seseorang akan cender ung melakukan, demikian juga sebaliknya.

Tindakan korupsi bisa dijelaskan dengan logika t er sebut . Sebelum m elakukan, orang membandingkan ant ara keunt ungan dan kerugiannya. Kit a lihat, misalnya para pelayan public di dalm birokt asi. Sebagimana diket ahui, par a pelayan public dalam bir okrasi t idak dapat hidup ‘ layak’ dengan penghasilan yang pas-pasan. Keunt ungan dengan melakukan korupsi menjadi jelas, yait u menambah penghasilan. Bagaimana dengan kerugian? Di luar perspekt if agama, karena t he rule of lawt idak efekt if , sehingga kerugian berupa dipenjara bisa dikesampingkan karena ket idakef ekt ifsn hukum, maka orang akan cenderung unt uk melakukan korupsi demi m enambah penghasilan mer eka.

(8)

Korupsi juga t erjadi pada pejabat level t inggi di lingkungan birokrasi, yang not abene sudah mendapat kan gaji yang r elat ive t inggi. Bagaimana kit a m enjelaskan korupsi yang bdilakukan pejabat level t inggi di lingkungan birokrasi ini? Srkali lagi, t eori sosiologi ekonomi bisa menjelaskannya. Teori sosiologi ekonomi menjelaskan bahw a orang mem iliki keinginan yang t ak t erbat as. Bila sat u keinginan sudah t erpenuhi maka akan muncul keinginan lain, yang bisa jadi lebih besar. Dengankat a lain, ia menginnginkan barang lebih banyak, uang lebih banyak, dan sebagainya. Jika mer eka memiliki peluang unt uk mendapat kan uang lebih banyak dengan resiko yang kecil, maka mer eka akan melakukannya. Ini adalah cara lain unt uk mengat akan bahw a gaji yang t inggi t idak akan menghalangi orang m elakukan korupsi, jika, sekali lagi, hukum t idak dit egakkan, sehingga ham per t idak ada ancaman kerugian bagi pelakunya.

Hal t ersebut menjelaskan m engapa begit u sulit unt uk m emberant as korupsi di Indonesia. Rendahnya gaji dan t idak adanya penegakan hukum yang ef ekt if adalah salah sat u penyebab korupsi meraja lela. Pelayan public rendahan m elakukan korupsi demi kelangsungan hidup, pejabat t inggi melakukan korupsi unt uk menumpuk kekayaan karena t akut miskin ket ika nant i sudah t idak berkuasa lagi. Di baw ah kondisi semacam it u, saling m elindungi menjadi ‘norma’ yang harus dit egakkan bersama. Hal ini juga menjelaskan bagaimana t idak ef ekt ifnya kot ak suara pengaduan yang bersifat anonym t erkait dengan korupsi. Tidak sat u pun orang yang akan m enindaklanjut i pengaduan it u, jika dengan m enindaklanjut i pengaduan berart i ‘bunuh diri bersama’.

Apa yang kemudian harus dilakukan? M eref or masi dan meningkat kan pelayanan pem erint ahan, t ermasuk per baikan kesejaht eraan pegaw ai adalah bagus t et api t idak cukup. Kebijakan pemberant asan korupsi seharusnya m engadopsi pendekat an rew ard and punishment . Dari sudut pandang prakt is, adalah t idak efekt if jika memperket at hukuman t anpa diikut i usaha peningkat an gaji at au pendapat an pegaw ai pelayan public, khususnya bagi mr eke yang berpenghasilan rendah. Level hukuman seyogyanya juga seiring dengan level pegaw ai it u. Pegaw ai negeri at au pejabat t ingkat t inggi harus menerima hukuman yang lebih t inggi jika t erbukt i korupsi, demikian juga kalau m elakukan ke3salahan dalam menjalankan t ugasnya.di sini, pendekat an religious bisa dit ambahkan, sebagaimana diusukan NU misalnya, yait u t idak perlu disholat kan unt uk jenazah korupt or. Hukuman at au r esiko korupsi harus m elebihi keunt ungan yang didapat dari korupsi jika menginginkan korupsi dapat berkurang. Singkat nya, pesan yang jelas t ent ang dampak korupsi perlu dit ekankan sehingga orang akan berpikir dua kali sebelum melakukan korupsi.

Kar ena korupsi sudah demikian par ahnya di negeri iini, usaha-usaha ant i korupsi yang efekt if harus diupayakan. Pem erint ah harus m emulainya dengan m engimplem ent asikan st rat egi pada w ilayah skala kecil, pada lingkup kecamat an, misalnya, sebelum bergerak ke lingkup yang lebih besar, kabupat en at au propinsi.Perlu diingat bahw a mem eberant as korupsi bukan merupakan pekerjaan yang akan selesai semalam. Ini merupakan sebuah usaha yang m enunt ut kesabaran, ket eguhan, dan dukungan dari semua pihak dan kompr ehensif.

(9)

Penut up

Dalam m enjelaskan fenom ena perilaku m enyimpang, para sosiolog cenderung menekankan pada penggunaan salah sat u perspekt if dan cenderung m engabaikan perspekt if lainnya.Dalam rangka unt uk emmper oloeh pemahaman yan memadai at au kompr ehensif dan dalam rangka t urut sert a berpart isipasi dalam proses pengambilan keput isan at au kebijakan yang ef ekt if t erkait dengan korupsi sebagai salah sat u bent uk perilaku menyim pang, para pakar maupun masyarakat aw am hendaknya berpandangan kompr ehensif. Penekanan pada salah sat u t eori dan cenderung mengabaikan t eori yang lain akan membuat kit a ber pandanagn sempit dan berakibat pada pengambilan keput usan yang bersifat parsial yang efekt ivit asnya diragukan. Teori-t eori sosiologi, baik klasik maupun kont empor er t elah berusaha memaparkan dengan cukup m emadai, meskipun t idak mungkin bersifat t unt as, m engingat begit u kompleksnya hakikat perilaku menyimpang, t er masuk korupsi ini.

Daft ar Pust aka

Bank Dunia, 2003, Com bat ing corrupt ion in Indonesia, enhanching account abilit y for development (report No. 27246-IND, November, 12, 2003.

Barlev, N., 2005, “ An Economic perspect ive of corrupt ion” , dimuat The Jakart a Post , Rabu, April, 6, 2005.

Brinkerhoff, D.B.,& Whit e, L.K., 1983, Essent ials of Sociology, New York: West Publishing Company. Cohen, B.j. 1992, sosiologi suat u pengant ar, Jakart a: Rineka Cipt a.

Goode, E., 1984, Deviant behaviour, second edn. New Jersey: Prent ice Hall.

Klit garard, R. 2002, Penunt un Pemberant asan Korupsi dalam Pemerint ah Daerah, Jakart a: Yayasan Obor Indonesia.

Langset h, P.,, St apenhurst , R., & Pope, R., 1997, “ The role of Nat ional int egrit y Syst em in Fight ing Corrupt ion” , EDI Warking Paper, New York: The economic development Inst it ut e of w orld Bank. Scheff er, r .t ., 1989, Sociology, New York: M c Graw -Hill, Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Catatan: Jumlah rupiah yang dipindah dari barang dalam proses ke barang jadi merupakan kos barang manufakturan untuk perioda bersangkuntan. Contoh Jurnal Penutupan Kos

[r]

[r]

Apabila Penyedia Jasa tidak dapat menghadiri sesuai waktu yang ditentukan di atas. dan tidak dapat membuktikan Keaslian Dokumen pada saat pembuktian

Tempat : Sekretariat Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Belitng. Demi kelancaran proses klarifikasi dan pembuktian kualifikasi,

(2) Pegawai Kantor pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan tunjangan khusus yang besarnya ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan kemampuan

Barisan aritmetika bertingkat adalah barisan bilangan yang tidak memiliki beda tetap, tetapi apabila beda itu dijadikan barisan bilangan, demikian seterusnya maka pada suatu saat

[r]