• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA : STUDI PUTUSAN No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA : STUDI PUTUSAN No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

Choirun Nisa

NIM. C03212008

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(2)

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh :

Choirun Nisa

NIM. C03212008

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(3)

NIM : C03212008

Fakulta/Jurusan/Prodi : Syariah dan Hukum/Hukum Publik Islam/Hukum Pidana Islam

Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Penangkapan Ikan Dengan Potasium Cianida (Studi Putusan No. 433/Pid.sus/2015/PN Bwi) Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 11 Juni 2016 Saya yang menyatakan,

(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian library research untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida? Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida?

Data penelitian diperoleh melalui sumber-sumber data dari website Pengadilan Negeri Banyuwangi dan bentuk dokumen berupa buku-buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas. Setelah data-data tersebut terkumpul, kemudian dianalisis dengan cara deskriptif dan verifikatif, yaitu mendiskripsikan dan menganalisis dengan kesesuaian fakta mengenai putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida bahwa sebelum majelis hakim menjatuhkan pidana kepada para terdakwa, terlebih dahulu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi para terdakwa. Hal-hal-hal yang memberatkan: 1. Perbuatan para terdakwa dapat merusak ekosistem laut, 2. Perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian bagi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Sedangkan Hal-hal yang meringankan: 1. Para terdakwa mengaku terus terang atas perbuatannya, 2. Para terdakwa tulang punggung keluarga, 3. Para terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Majelis hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi menjadikan undang-undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan sebagai dasar dalam memberikan putusan. Majelis hakim menjatuhkan sanksi hukum kepada para terdakwa, dengan hukuman pidana penjara masing-masing selama 10 bulan dan pidana denda masing-masing sebesar Rp 5.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan menjalani kurungan masing-masing selama 2 bulan. Hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida merupakan termasuk dalam jari>mah ta’zi>r karena dalam jari>mah ta’zi>r tersebut telah terpenuhi unsur-unsurnya yang diserahkan sepenuhnya oleh keputusan hakim. Terdakwa diberi hukuman dengan tujuan agar para terdakwa menjadi jera melakukan perbuatan itu dan tidak menggulanginya lagi.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka kepada majelis hakim dalam

(8)

ix DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 11

H. Metode Penelitian ... 11

(9)

BAB II PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA

DALAM KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM ... 18

A. Potasium Cianida ... 18

1. Pengertian Potasium Cianida ... 18

2. Bahaya Potasium Cianida yang dikonsumsi Manusia… 19

3. Bahaya Potasium Cianida bagi Ikan ………. 23

B. Lingkungan dalam Perspektif Islam ... 24

1. Pemeliharaan Lingkungan dalam Islam ... 24

2. Fiqh Pelestarian Lingkungan ... 26

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI TENTANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA . ... 39

A. Deskripsi Pengadilan Negeri Banyuwangi ... 39

B. Deskripsi Kasus Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida yang Dilakukan Oleh Para Nelayan Di Banyuwangi ... 40

C. Pertimbangan Hukum Hakim tentang Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida ... 64

(10)

xi

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM

CIANIDA ... 69

A. Analisis Putusan Hukum Hakim Tentang Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida dalam Putusan No. 433/pid.sus/2015/PN Banyuwangi ... 69

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukum tentang Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida Dalam Putusan No. 433/pid.sus/2015/PN Banyuwangi … . 77 BAB V PENUTUP ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dimanapun ia berada sangat bergantung dan ditentukan

kehidupannya oleh lingkungan alam, akan tetapi ketergantungan manusia

tidak selalu bersifat satu arah, manusia harus menunggu apa yang diberikan

alam. Sebaliknya, manusia juga dapat memanipulasi alam dan memperoleh

hasil dari alam. Hasil perbuatan manusia memanipulasi alam bisa jadi

menjamin kelestarian alam, dan bisa pula menimbulkan dampak rusaknya

kelestarian alam itu sendiri, karena semakin besar kemampuan manusia

memanipulasi lingkungan hidupnya, maka semakin besar pula tanggung jawab

yang harus dipikulnya.1

Potasium Cianida merupakan zat padat bahan kimia yang digunakan

untuk menangkap ikan yang dapat merugikan atau membahayakan kelestarian

sumber daya ikan dan atau lingkungannya, bahan kimia jenis Natrium Cianida

(NacN) tersebut sebagai sarana untuk mendapatkan ikan yang dapat

membahayakan sumber daya ikan dan lingkungan yaitu rusaknya ekosistem

perairan, ikan-ikan, terumbu karang, sebagai tempat berkembang biaknya

akan mati/rusak serta lingkungan perairan tercemar. Dalam penangkapan ikan

yang dilakukan oleh para nelayan seharusnya dilakukan sesuai ketentuan yang

(12)

berlaku serta dapat melestarikan ataupun mengelola lingkungan perairan

lautan.

Akibat yang ditimbulkan dari penangkapan ikan dengan menggunakan

Potasium Cianida ataupun bahan kimia lainnya dapat berpengaruh juga

terhadap kesejahteraan dan perekonomian nasional bangsa yang akan semakin

menambah kerawanan sosial karena lahan mata pencaharian nelayan menjadi

hilang dan yang lebih menghawatirkan lagi daerah yang perairannya subur

menjadi kritis dan pemulihannya butuh waktu yang sangat lama dan biaya

yang mahal untuk mengembalikan perairan lautan menjadi seperti semula.

Kekayaan sumber daya ikan merupakan kekayaan alam yang termasuk dalam

ketentuan Pasal 33 UUD 1945, dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuan ini merupakan

landasan konstitusional dan sekaligus arah bagi pengaturan berbagai hal yang

berkaitan dengan sumber daya alam, khususnya perikanan.2

Lingkungan itu perlu diolah dan dimanfaatkan manusia sebaik-baiknya.

Maka, kita harus mencintai lingkungan, artinya memperlakukan bermacam

ragam benda, baik biotik (sumber alam yang dapat diperbaharui), maupun

abiotik (sumber alam yang tidak dapat diperbaharui), agar lingkungan hidup

itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya sesuai dengan kodratnya

(13)

masing, sehingga terwujud kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia

lahir dan batin.3

Dalam perbuatan para nelayan yang melakukan tindak pidana

penangkapan ikan dengan Potasium Cianida menurut ulama-ulama

Muta’akhiri<n menghimpunnya dalam bagian khusus yang dinamai F>>iqh

Jinayah, yang dikenal dengan istilah Hukum Pidana Islam.4 Dalam hukum

pidana Islam terdapat pembahasan mengenai jenis pelanggaran atau kejahatan

manusia dengan berbagai sasaran, termasuk juga terdapat tentang lingkungan

hidup. Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa sumber daya alam

dan lingkungan merupakan daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia.5

Pengertian jari>mah secara harfiah sama halnya dengan pengertian Jinayah.

Adapun pengertian jari>mah sebagai berikut:

ْيزْعت ْ ا دحب ا ْنع ه ج ٌ ّيعْ ش ٌ ارْوظْحم

Artinya: ‘‘Larangan-larangan syara’ (yang apabila dikerjakan) diancam

Allah dengan hukuman h{ad atau ta’zi>r’’.6

Dalam perbuatan yang dilakukan oleh para nelayan tersebut melanggar

aturan ataupun ketentuan-ketentuan yang berlaku menimbulkan dampak yang

dapat merugikan bagi lingkungan lautan dan para nelayan lainnya untuk mata

pencahariannya dalam mencari ikan yang disebabkan oleh penggunaan

nelayan dalam penangkapan ikan itu menggunakan bahan kimia (Potasium

3 Kaelany, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 197. 4 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 11. 5 Mujiono Abdillah, Fikih Lingkungan Panduan Spiritual Hidup Berwawasan Lingkungan, (Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2003), 11.

(14)

Cianida). Kemudian dalam Islam juga terdapat larangan yang mengakibatkan

kerusakan lingkungan, karena seharusnya lingkungan itu dilestarikan dan

memelihara kekayaan alam itu dengan sebaik-baiknya.

Larangan-larangan tersebut berasal dari ketentuan syara’ sehingga

hanya ditujukan kepada orang yang berakal sehat karena memahami maksud

ketentuan tersebut dan sanggup menerimanya. 7 Jika kerusakan yang

dilakukan tidak sampai mengakibatkan bahaya besar, maka hukuman yang

bisa diterima cukup dengan dita’zi>r. Artinya pemerintah bisa memberikan

sanksi sesuai dengan kadar kejahatannya.8 Dalam perspektif Islam, salah satu

pendekatan yang digunakan adalah dengan membangun paradigma fiqh

lingkungan yaitu membangun suatu pemahaman yang komprehensif, utuh dan

terpadu terhadap ajaran Islam yang berbicara tentang pelestarian lingkungan

hidup.9

Substansi hukum lingkungan mencakup sejumlah ketentuan-ketentuan

hukum tentang dan berkaitan dengan upaya-upaya mencegah dan mengatasi

masalah-masalah lingkungan hidup.10 Bagian yang tidak ditentukan jenis

pelanggarannya atau juga jenis hukumannya, dalam terminologi fiqh disebut

dengan ta’zi>r. Suatu jenis jari>mah dan sanksi hukuman yang menjadi

wewenang ulil amri dalam pengaturannya.11 Hukuman bagi pelaku tindak

7 Ibid., 50.

8 Gufron, Rekonstruksi Paradigma Fikih Lingkungan, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), 9.

9 Ibid., 10.

(15)

pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida dalam hukum pidana

Islam termasuk dalam jari>mah ta’zi>r, karena dalam jari>mah ta’zi>r tersebut

telah terpenuhi unsur-unsurnya secara menyeluruh, bukan termasuk dalam

jari>mah h{udu>d ataupun jari>mah qisa>s di>yat> karena dalam kedua jari>mah

tersebut terdapat unsur yang tidak terpenuhi sehingga tidak termasuk jari>mah

h{udu>d ataupun jari>mah qisa>s di>yat>.

Tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida yang

dilakukan oleh para nelayan telah melanggar ketentuan pidana yang berlaku

untuk melakukan tindakan yang lebih lanjut dalam penangkapan ikan juga

telah diatur dalam ketentuan yang berlaku dengan upaya pelestarian

lingkungan baik menurut undang-undang yang berlaku maupun menurut Islam

yang bertujuan untuk mencegah perusakan lingkungan lautan terhadap hewan

maupun tumbuhan di laut.

Tindak pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida telah

dilakukan oleh beberapa orang seperti yang terjadi di kabupaten Banyuwangi

dalam pertimbangan hukum hakim bahwa majelis hakim, telah menyatakan

terdakwa I Aida Romandai, terdakwa II Nursewan, terdakwa III Nanang

Irwanto, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana turut serta melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan

kimia di wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan

(16)

Hukuman bagi Pelaku Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium

Cianida (Studi Putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi)’’.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan yang telah diuraikan pada latar belakang masalah di atas,

maka penulis mengidentifikasikan beberapa masalah yang timbul sebagai

berikut:

1. Pengertian tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida.

2. Akibat yang ditimbulkan dari adanya tindak pidana penangkapan ikan

dengan Potasium Cianida.

3. Unsur-unsur yang terdapat pada tindak pidana penangkapan ikan dengan

Potasium Cianida.

4. Bentuk hukuman yang diberikan pada pelaku tindak pidana penangkapan

ikan dengan Potasium Cianida.

5. Pertimbangan hukum hakim dalam tindak pidana penangkapan ikan

dengan Potasium Cianida.

6. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap hukuman bagi pelaku

penangkapan ikan dengan Potasium Cianida dalam putusan No.

433/Pid.sus/2015/PN.Bwi.

Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup

(17)

1. Pertimbangan hukum hakim dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN

Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan

dengan Potasium Cianida.

2. Analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam putusan No.

433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana

penangkapan ikan dengan Potasium Cianida.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan No.

433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana

penangkapan ikan dengan Potasium Cianida?

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam

putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku

tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian yang

sudah pernah dilakukan, sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang dan

akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian

atau penelitian terdahulu.

Penelitian tentang tindak pidana penangkapan ikan memang cukup

(18)

mereferensikan suatu yang berbeda, baik mengenai objek maupun fokus

penelitian. Hal ini dapat dipahami dalam beberapa penelitian berikut ini:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nurul Putriyana Yusuf pada

tahun 2015 jurusan Hukum Pidana dengan judul ‘‘Tinjauan Kriminologi

terhadap Kejahatan Penangkapan Ikan secara Ilegal (illegal fishing) oleh

Nelayan (Studi Kasus di Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2011-2014)’’

dalam penelitian ini titik fokusnya adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing) dan untuk

mengetahui upaya yang dilakukan Polair Polres Kepulauan Selayar dalam

meminimalisir terjadinya penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing) di

Kabupaten Kepulauan Selayar.12

Kedua, penelitian yang berjudul ‘‘Analisis Hukum Islam terhadap

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 84 Pk/Pid/2005 tentang Pembuktian

Illegal Fishing’’ oleh Fifin Inbatun Hasanah yang dalam pembahasannya

penelitian tersebut dalam hal persoalan tentang pembuktian perkara illegal

fishing yang ada dalam putusan Mahkamah Agung No. 84 PK/Pid/2005.13

Ketiga, penelitian yang berjudul ‘‘Tinjauan Kriminologis terhadap

Penggunaan Bahan Peledak dalam Penangkapan Ikan (Studi Kasus di Provinsi

12Nurul Putriyana Yusuf, ‘‘Tinjauan Kriminologi Terhadap Kejahatan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (illegal fishing) Oleh Nelayan (Studi kasus di Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun

2011-2014)’’ (Skripsi--Universitas Hasanuddin, Makassar, 2015), vi.

13 Fifin Inbatun Hasanah, ‘‘Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 84

(19)

Sulawesi Selatan)’’ oleh Shaffly A Shadiq Kawu yang dalam pembahasannya

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana

penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di Provinsi Sulawesi

Selatan untuk mengetahui sejauh mana upaya DIT Polair Polda Sulawesi

Selatan dalam menanggulangi tindak pidana penggunaan bahan peledak dalam

penangkapan ikan di Provinsi Sulawesi Selatan.14

Dengan demikian, penelitian ini bukan merupakan pengulangan kata

dari penelitian sebelumnya dan menjadi alasan yang cukup kuat bagi penulis

bahwa ‘‘Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Hukuman bagi Pelaku

Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida (Studi Putusan

No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi)’’ mengkaji tentang hukum pidana Islam

terhadap hukuman serta penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana dalam

penangkapan ikan dengan Potasium Cianida yang perlu dianalisis lebih lanjut.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara garis besar penelitian

ini dilakukan dengan berbagai tujuan antara lain sebagai berikut:

1. Mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam putusan No.

433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana

penangkapan ikan dengan Potasium Cianida.

14 Shaffly A Shadiq Kawu, ‘‘Tinjauan Kriminologis Terhadap Penggunaan Bahan Peledak Dalam

(20)

2. Mengetahui sanksi hukum dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi

tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan

potasium cianida dalam perspektif tindak pidana Islam.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, penulis ingin mempertegas kegunaan

hasil penelitian yang ingin dicapai dalam skripsi ini sekurang-kurangnya

dalam dua aspek yaitu:

1. Aspek Teoritis (Keilmuan)

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pedoman serta pengetahuan yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya

yang berkaitan tentang hukum pidana Islam terhadap hukuman bagi pelaku

tindak pidana penangkapan ikan.

2. Aspek Praktis (Terapan)

Dari segi praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

acuan melakukan penelitian yang akan datang serta diharapkan dapat

menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara pidana

khususnya dalam menerapkan hukuman bagi pelaku tindak pidana

(21)

G. Definisi Operasional

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dalam memahami agar

menghindari kesalahpahaman mengartikan judul skripsi ini, maka diperlukan

untuk dijelaskan maksud beberapa istilah-istilah atau kata-kata di dalam judul

di atas:

1. Hukum Pidana Islam: hukum pidana Islam atau fiqh jinayah adalah

aturan-aturan/hukuman yang berkaitan dengan perbuatan/kejahatan yang

dilakukan oleh subyek (pelaku), maka dalam tindak pidana penangkapan

ikan menurut hukum pidana Islam merupakan termasuk dalam jari>mah

ta’zi>r.

2. Hukuman bagi Pelaku Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium

Cianida: Hukuman (sanksi) bagi pelaku penangkapan ikan harus dihukum

sesuai ketentuan yang berlaku hingga membuat pelaku jera melakukan

perbuatan tersebut. Hukuman dari putusan pertimbangan hakim telah

dikenai dengan hukuman penjara masing-masing selama 10 Bulan dan

pidana denda masing-masing sebesar Rp 5.000.000,00 dengan ketentuan

apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan menjalani

kurungan masing-masing selama 2 bulan.

H. Metode Penelitian

Data dalam penelitian studi analisis putusan tentang penangkapan ikan

(22)

1. Data yang Dikumpulkan

Berdasarkan masalah yang dirumuskan, maka data yang

dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:

a. Data tentang tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium

Cianida.

b. Data tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan

dengan Potasium Cianida dalam kajian fiqh jinayah (hukum pidana

Islam).

2. Sumber Data

Sumber data merupakan bagian dari skripsi yang akan menentukan

keotentikan skripsi, berkenaan dengan skripsi ini, sumber data yang

dihimpun antara lain:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer berupa putusan No.

433/Pid.sus/2015/PN.Bwi. Dimana data tersebut diperoleh dari

website direktori Pengadilan Banyuwangi.

b. Sumber Data Sekunder

Data yang digunakan peneliti dalam bentuk dokumen berupa

buku-buku literatur dan dokumen yang ada hubungannya dengan

masalah yang penulis bahas. Diantaranya:

1) Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, Jakarta: Ufuk Press,

(23)

2) Kaelany, Islam & aspek-aspek kemasyarakatan, Jakarta: Bumi

Aksara, 2005.

3) Rahmat Hakim, Hukum pidana Islam (Fiqh Jinayah), Bandung:

Pustaka Setia, 2000.

4) Supriadi, Hukum Perikanan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

2011.

5) Gufron, Rekonstruksi Paradigma Fikih Lingkungan (Analisis

Problematika Ekologi di Indonesia dalam perspektif fiqh

al-bi’ah), Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012.

6) Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta:

Rajawali Pers, 2012.

7) Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana

Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

8) Mujiono Abdillah, Fikih Lingkungan Panduan Spiritual Hidup

Berwawasan Lingkungan, Yogyakarta: Akademi Manajemen

Perusahaan YKPN, 2003.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik dokumentasi,

yakni cara yang digunakan adalah dengan pengumpulan data, yaitu dari

dokumen putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Banyuwangi yang dilengkapi

dengan penggalian bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan

bahasan hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan

(24)

buku-buku yang ditulis oleh para pakar atau ahli hukum, terutama dalam

bidang hukum pidana dan hukum pidana Islam.

4. Teknik Pengolahan Data

Semua data yang terkumpul kemudian diolah dengan cara sebagai

berikut:

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah

diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan

makna, keselarasan dan kesesuaian antara data primer maupun data

sekunder,15 yang berkaitan dengan tindak pidana penangkapan ikan

dengan potasium cianida.

b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematikan data yang

diperoleh dalam kerangka uraian yang sudah direncanakan tentang

hukum Islam.

c. Analyzing, yaitu analisis dari data yang telah dideskripsikan terhadap

hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan

potasium cianida dalam putusan No. 433/Pid.sus/2015/PN.Bwi.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Deskriptif analisis, yaitu dengan cara memaparkan mengenai

hukuman yang diputuskan dalam kasus penangkapan ikan dengan

potasium cianida oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi secara

keseluruhan, mulai dari deskripsi kasus, sampai dengan isi putusan.

(25)

b. Contentiosa, yaitu diawali dengan mengemukakan kajian dan

pendapat yang bersifat umum mengenai tindak pidana penangkapan

ikan dengan potasium cianida untuk dijadikan bahan analisis

terhadap data yang dikumpulkan sehingga dapat ditarik kesimpulan

yang bersifat khusus.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan masalah yang ada dalam penelitian ini

dan agar dapat dipahami permasalahannya secara sistematis, maka

pembahasannya disusun dalam setiap bab yang masing-masing bab

mengandung sub bab, sehingga menggambarkan keterkaitan yang sistematis,

untuk selanjutnya sistematika pembahasannya disusun sebagai berikut:

Bab I : Menjelaskan tentang gambaran apa bagaimana, dan untuk apa studi

ini disusun, oleh karena itu dalam bab pertama ini dipaparkan

tentang: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah,

rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil

penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab II : Kerangka teoritis menguraikan penangkapan ikan dengan potasium

cianida dalam kajian hukum pidana Islam tentang potasium cianida

meliputi: pengertian potasium cianida, bahaya potasium cianida

yang dikonsumsi manusia, dan bahaya potasium cianida bagi ikan,

(26)

lingkungan dalam Islam, fiqh pelestarian lingkungan, dan hukuman

bagi pelaku perusak lingkungan dalam hukum pidana Islam yang

meliputi: pengertian hukuman, tujuan hukuman dan sekilas tentang

hukuman ta’zīr yang terdiri dari: pengertian ta’zīr, sanksi ta’zīr,

dan syarat-syarat penetapan ta’zi>r.

Bab III : Memuat gambaran singkat tentang deskripsi Pengadilan Negeri

Banyuwangi, deskripsi kasus tindak pidana penangkapan ikan

dengan potasium cianida, pertimbangan hukum hakim tentang

tindak pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida, amar

putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi No. 433/Pid.Sus/2015/PN

Banyuwangi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana

penangkapan ikan.

Bab IV : Tentang analisis hukum pidana Islam atas putusan hakim

Pengadilan Negeri Banyuwangi terhadap hukuman bagi pelaku

tindak pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida yang

meliputi: analisis pertimbangan hukum hakim tentang tindak

pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida dalam putusan

No. 433/Pid.Sus/2015/PN Banyuwangi, dan analisis hukum pidana

Islam terhadap sanksi hukum tentang tindak pidana penangkapan

ikan dengan potasium cianida dalam Putusan No.

(27)

Bab V : Penutup yang berisi tentang kesimpulan dari pembahasan yang

telah diuraikan, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan

(28)

18

BAB II

PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA

DALAM KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM

A. Potasium Cianida

1. Pengertian Potasium Cianida

Potasium Cianida merupakan jenis bahan kimia yang digunakan oleh

para nelayan untuk penangkapan ikan yang berdampak kerusakan

ekosistem lautan. Potasium Cianida juga disebut dengan KCN yang

merupakan senyawa paling beracun.

Potasium adalah bahan kimia yang digunakan petani untuk

membasmi hama tanamannya. Bahan kimia berupa potasium tersebut

untuk menangkap ikan yaitu bahan kimia potasium yang berbentuk

padat. Cianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano

C≡N, dengan atom karbon terikat tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN

dapat ditemukan dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya

adalah padat atau cair. Beberapa seperti garam, beberapa kovalen.

Beberapa molekular, beberapa ionik, dan banyak juga polimerik. Senyawa

yang dapat melepas ion cianida CN sangat beracun. Cianida telah

(29)

dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.1

Bentuk-bentuk cianida bisa berupa:2

1. Inorganic cyanide: hidrogen sianida (HCN)

2. Cyanide salts (garam sianida): potasium sianida (KCN), sodium sianida

(NaCN), calcium sianida (Ca(CN)2)

3. Metal cyanide (logam sianida): potasium silver cianida (C2AgN2K),

gold(I) cianida (AuCN), mercury cianida (Hg(CN)2), zinc cyanide

(Zn(CN)2), lead cyanide (Pb(CN)2)

4. Metal cyanide salts: sodium cyanourite

5. Cyanogens halides: cyanogen klorida (CClN), cyanogen bromide

(CBrN)

6. Cyanogens: cyanogen (CN)2

7. Aliphatic nitriles: acetonitrile (C2H3N), acrylonitrile (C3H3N),

butyronitrile (C4H7N), propionitrile (C3H5N)

8. Cyanogens glycosides: amygdalin (C20H27NO11), linamarin

(C10H17NO6)

2. Bahaya Potasium Cianida yang Dikonsumsi Manusia

Cianida merupakan salah satu racun yang sangat mematikan, karena

zat ini mengacaukan sel dalam menerima oksigen di dalam tubuh. Racun

cianida ini dapat berbentuk gas seperti hidrogen cianida atau dalam bentuk

kristal seperti Potasium Cianida atau Sodium Cianida. Secara Ilmiah, racun

(30)

cianida dapat memasuki tubuh kita melalui sistem pernapasan (terutama

paru-paru), pencernaan sehingga didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.

Jika zat ini masuk ke dalam tubuh bisa menghambat kinerja sel dalam

tubuh, mengganggu penggunaan oksigen oleh sel dan dapat menyebabkan

kematian sel. Pada dosis tertentu, zat ini dapat menyebabkan kematian

dalam waktu 15 menit saja akibat kekurangan oksigen.3

Sodium Cianida ataupun Potasium Cianida, sama-sama mengandung

racun yang berbahaya bagi lingkungan maupun makhluk hidup termasuk

manusia. Kedua racun ini akan menyerang pembuluh darah jantung,

kemudian menutup aliran darah yang mengakibatkan korban kolaps hingga

akhirnya mati. Masa reaksinya sangat cepat, hanya berkisar 3-4 jam saja.

Sodium cianida yang merupakan turunan potasium cianida bahkan diklaim

lebih berbahaya dengan masa reaksi yang lebih cepat.4

Bahan kimia cianida berbahaya terhadap kesehatan manusia menjadi

semakin tinggi pula. Kondisi ini apabila dibiarkan terjadi terus menerus

tentu akan mengancam kelangsungan makhluk hidup didalamnya. Senyawa

yang dapat melepas ion cianida CN ini sangat beracun. Cianida dapat

terbentuk secara alami maupun dengan buatan manusia, seperti HCN

(Hidrogen Cianida) dan KCN (Kalium Cianida).5

3Geniones, ‘‘sianida (cyanide)’’, http://www.sianida-cyanide.html. Diakses pada 16 April 2016. 4 Robertus Rimawan, ‘‘Bahaya Sianida bagi Manusia dan Lingkungan’’,

http://www.bahaya-sianida-bagi-manusia-dan-lingkungan.html, diakses pada 15 April 2016.

(31)

Cn dalam air minum akan mempengaruhi pH dari air. Semakin tinggi

pH air semakin rendah daya toksis dari cianida di dalam air.6 Keracunan

cianida sangat berbahaya sebab menghambat proses oksidasi dengan dosis

sekecil-kecilnya mengakibatkan gangguan otak, menyebabkan koma dan

konvulasi lalu meninggal. Dengan dosis 50-60 mg dapat mematikan

manusia.7

Potasium cianida merupakan bahan beracun yang bisa menyebabkan

kematian seperti yang dijelaskan di atas, apabila masuk ke dalam tubuh

dalam dosis berlebihan. Akibat racun cianida tergantung pada jumlah

paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun

ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling

terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil

mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan

muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar

menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat,

kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban

meninggal.8

6 Mangkoe sitepoe, Air untuk Kehidupan Pencemaran Air dan Usaha Pencegahannya, (Jakarta: PT Grasindo, 1997), 62.

7 Ibid., 63.

8 Agung abadai, ‘‘transport dan efek sianida terhadap tubuh’’, http://www.transport-dan-efek

(32)

Masuknya senyawa cianida ke tubuh jalur masuk cianida atau bahan

kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan. Metode

kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut:9

a) Melalui mulut karena tertelan (ingesti).

Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan

racun secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri

dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai

lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk kedalam

pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah

yang masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan

terjadi semakin parah.

b) Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi).

Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup

melalui mulut dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya

partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat melewati paru-paru.

Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan dan hidung

dan mungkin dapat tertelan.

c) Melalui kulit yang terkena cairan.

Orang yang bekerja dengan zat-zat kimia seperti pestisida dapat

teracuni jika zat kimia tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau

jika pakaian yang mereka pakai terkena pestisida.

(33)

3. Bahaya Potasium Cianida bagi Ikan

Dalam penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa

potasium ciri-cirinya adalah mata ikan rabun (kabur) dan kulit ikan

berwarna kusam (pucat). Pengaruh langsung terhadap ikan penggunaan

bahan kimia berupa potasium terhadap ekosistem laut menimbulkan

kerusakan pada ekosistem perairan dimana ikan-ikan, terumbu karang

sebagai tempat berkembang biaknya ikan dan biota lainya akan mati/rusak

serta lingkungan perairan tercemar.

Kerugian dari yang ditimbulkan dalam penangkapan ikan dengan

menggunakan bahan kimia berupa potasium yaitu kerugiannya sangat besar

sekali meskipun secara nominal belum dapat dihitung, namun secara fakta

yang ada dampaknya sudah kelihatan yaitu mengingat penggunaan bahan

kimia yang berupa potasium yang berakibat akan matinya ikan-ikan kecil

maupun besar termasuk telur-telurnya dan hancurnya terumbu karang.

Akibat bahan kimia berupa potasium cianida tersebut menimbulkan

pendapatan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan juga ikut

berkurang, sehingga berpengaruh juga terhadap kesejahteraan dan

perekonomian nasional bangsa yang semakin menambah kerawanan sosial

karena lahan mata pencaharian nelayan menjadi hilang dan yang lebih

menghawatirkan lagi daerah yang perairannya subur menjadi kritis dan

(34)

B. Lingkungan dalam Perspektif Islam

1. Pemeliharaan Lingkungan dalam Islam

Manusia yang beriman dituntut untuk memfungsikan imanya dengan

meyakini bahwa pemeliharaan (penyelamatan dan pelestarian) lingkungan

hidup adalah juga bagian dari iman itu sendiri. Itulah wujud nyata dari

statusnya sebagai khalifah di bumi mengemban amanat dan tanggungjawab

atas keselamatan lingkungan hidup. Lingkungan hidup harus terpelihara

dengan baik dan terlindungi dari pengrusakan yang berakibat mengancam

hidupnya sendiri.10

Prinsip dasar yang merupakan tujuan syari’at adalah berbuat

kebajikan dan menghindari kemungkaran yang terformulasikan dalam

Kulliat al-Khamsah (lima kemaslahatan dasar) yang menjadi tegaknya

kehidupan umat manusia terkait dengan konservasi lingkungan diuraikan

oleh Yusuf al-Qardhawi sebagai berikut:11

1. Menjaga lingkungan sama dengan Hifd al-din

Segala usaha pemeliharaan lingkungan sama dengan menjaga

agama, karena perbuatan dosa pencemaran lingkungan sama dengan

menodai subtansi keberagaman yang benar secara tidak langsung

meniadakan eksistensi manusia sebagai khalifah fil ardhi.

10 Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, (Jakarta Selatan: Ufuk Press, 2006), 162.

(35)

2. Menjaga lingkungan sama dengan Hifd al-Nafs

Menjaga lingkungan dan melestarikannya sama dengan menjaga

jiwa dalam artian perlindungan terhadap kehidupan psikis manusia dan

keselamatan mereka dalam rusaknya lingkungan merupakan perusak

terhadap prinsip-prinsip keseimbangannya yang mengakibatkan

timbulnya ancaman dan bahaya bagi kehidupan manusia.

3. Menjaga lingkungan sama dengan Hifd al-Nasl

Menjaga lingkungan termasuk dalam kerangka menjaga

keturunan, yaitu keberlangsungan hidup generasi manusia di bumi.

perbuatan yang menyimpang terkait dengan perlakuan terhadap

lingkungan hidup akan berakibat pada kesengsaraan generasi

berikutnya.

4. Menjaga lingkungan sama dengan Hifd al-Aql

Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal mengandung

pengertian bahwa beban taklif untuk menjaga lingkungan dikhithabkan

untuk manusia yang berakal, hanya orang yang tidak berakal saja yang

tidak terbebani untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Terkait

dalam persoalan tersebut Khalifah Umar Bin Khattab memberikan

wejangan: ‘‘Barang siapa yang melindungi lingkungan sama dengan

menjaga keseimbangan dalam berfikir, keseimbangan antara hari ini dan

hari esok, antara yang maslahat dan mafsadat, antara kenikmatan dan

(36)

5. Menjaga Lingkungan sama dengan Hifd al-Maal

Allah SWT telah menjadikan harta sebagai bekal dalam kehidupan

manusia di atas bumi, sebagaimana yang ada dalam al-Qur’an:

يتّلا مكلاوْمأ ءاهفسلا اوتْؤت ّ او اْوق ْمهل اولوقو ْمه وسْكاو اهيف ْمه وقزْراو امايق ْمكل ّّ لعج

افورْعم Artinya: ‘‘Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik’’. (Qs: An-Nisa>: 5)

2. Fiqh Pelestarian Lingkungan

Secara etimologis, kata pelestarian merupakan kata yang diserap dari

bahasa Jawa dari akar kata lestari yang berarti tetap selama-lamanya, kekal,

tidak berubah sebagai sediakala, melestarikan berarti menjadikan dan

membiarkan sesuatu tetap tak berubah. Kemudian, kata lestari diberi

imbuhan pe-an yang berarti membuat jadi atau menjadikan seperti pada

kata dasarnya. Oleh karena itu, pelestarian berarti membuat jadi atau

menjadikan sesuatu lestari, tetap selama-lamanya, kekal, dan tidak

berubah. Dengan ungkapan lain, pelestarian merupakan upaya

mengabdikan, memelihara dan melindungi sesuatu dari perubahan.12

Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak

bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah

atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di

bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha

(37)

untuk menyelamatkan lingkungan hidup disekitar kita sesuai dengan

kapasitasnya masing-masing.13

Apabila manusia mengurus dan mengelola alam lingkungan dan

berbagai kekayaan yang tersedia ini dengan sebaik-baiknya, seadil-adilnya

maka kebaikan itu akan dinikmati manusia secara awet dan lestari. Tetapi

sebaliknya, apabila pengurusan alam ini tidak baik, tidak adil, dan tidak

seimbang dalam melakukan alam lingkungannya, niscaya azab Allah dan

malapetaka akan datang kepada manusia.14

C. Hukuman Bagi Pelaku Perusak Lingkungan dalam Hukum Pidana Islam

1. Pengertian Hukuman

Hukuman dalam istilah Arab sering disebut ‘uqu>bah, yaitu bentuk

balasan bagi seseorang yang atas perbuatannya melanggar ketentuan syara’

yang ditetapkan Allah SWT dan Rasulullah Saw untuk kemaslahatan

manusia. Pemidanaan dimaksudkan untuk mendatangkan kemaslahatan

umat dan mencegah kedzaliman atau kemadharatan. Menurut Abdul Qadir

Audah, hukuman adalah suatu penderitaan yang dibebankan kepada

seseorang akibat perbuatannya melanggar aturan.15

Menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan S. Wojowasito,

hukuman berarti siksaan atau pembalasan kejahatan (kesalahan dosa).16

13 Gufron, Rekonstruksi Paradigma Fikih…, 82.

14 Kaelany, Islam dan aspek-aspek kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 207. 15 Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), 111-112.

(38)

Dalam ungkapan lain, hukuman merupakan penimpaan derita dan

kesengsaraan bagi pelaku kejahatan sebagai balasan dari apa yang telah

diperbuatnya kepada orang lain atau balasan yang diterima si pelaku akibat

pelanggaran perintah syara’.17

Berbagai kebajikan yang ditempuh oleh umat Islam dalam upaya

menyelamatkan manusia baik perseorang maupun masyarakat dari

kerusakan dan menyingkirkan hal-hal yang menimbulkan kejahatan Islam

berusaha mengamankan masyarakat dengan berbagai ketentuan, baik

berdasarkan Al-Quran, Hadis Nabi, maupun berbagai ketentuan dari ulil

amri> atau lembaga legislatif yang mempunyai wewenang menetapkan

hukuman bagi kasus-kasus ta’zi>r. Semua itu pada hakikatnya dalam upaya

menyelamatkan umat manusia dari ancaman kejahatan.18

Dasar-dasar penjatuhan hukuman adalah:19 khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan’’.

17 Ibid.

(39)

b) QS. An Nisa> ayat 135

Artinya: ‘‘Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan’’.

c) QS. An Nisa> ayat 58

ْنأ ساّنلا نْيب ْمتْمكح اذإو اهلْهأ ىلإ تانامأا اودؤت ْنأ ْمكرمْأي ّ ّّنإّ ّّنإ لْدعْلاب اومكْحتّ

اريصب اعيمس ناك ّّنإ هب ْمكظعي اّ معن ّ

Artinya: ‘‘Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat’’.

2. Tujuan Hukuman

Tujuan hukuman adalah pencegahan, maka besarnya hukuman harus

sedemikian rupa yang cukup mewujudkan tujuan tersebut, tidak boleh

kurang atau lebih dari batas yang diperlakukannya, dan dengan demikian

maka terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman.20 Dalam

syari’at Islam, dalam menjatuhkan hukuman juga bertujuan membentuk

masyarakat yang baik dan yang dikuasai oleh rasa saling menghormat dan

(40)

mencintai antara sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak

dan kewajibannya.21

Dalam aplikasinya, hukuman dapat dijabarkan menjadi beberapa

tujuan, sebagai berikut:22

1) Untuk memelihara masyarakat. Dalam hal ini pentingnya hukuman

bagi pelaku jari>mah sebagai upaya menyelamatkan masyarakat dari

perbuatannya.

2) Sebagai upaya pencegahan atau prevensi khusus bagi pelaku. Apabila

seseorang melakukan tindak pidana, dia akan menerima balasan yang

sesuai dengan perbuatannya.

3) Sebagai upaya pendidikan dan pengajaran (ta’dib dan tahdhib).

Hukuman bagi pelaku pada dasarnya juga sebagai upaya mendidiknya

agar menjadi orang baik dan anggota masyarakat yang baik pula.

4) Hukuman sebagai balasan atas perbuatan. Pelaku jari>mah akan

mendapat balasan atas perbuatan yang dilakukannya.

Dari aplikasi tujuan-tujuan hukum, tujuan akhirnya atau tujuan

pokoknya adalah menyadarkan semua anggota masyarakat untuk berbuat

baik dan menjauhi perbuatan jelek, mengetahui kewajiban dirinya, dan

menghargai hak orang lain sehingga apa yang diperbuatnya dikemudian

21 Ibid., 257.

(41)

hari berdasarkan kesadaran, tidak selalu dikaitkan dengan ancaman

hukuman.23

3. Pengertian Ta’zīr

Ta’zīr menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar) yang berarti

menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan,

membantu.24 Sebagian ulama mengartikan ta’zīr sebagai hukuman yang

berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang

tidak ditentukan Al-Qur’an dan Hadis. Ta’zīr berfungsi memberikan

pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak

mengulangi perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah

hukuman had atau kafarat.25

Ta’zīr juga berarti hukuman yang berupa membela pelajaran disebut

dengan ta’zīr karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si

terhukum untuk tidak kembali kepada jari>mah atau dengan kata lain

membuatnya jera.26 Jadi, dengan demikian jari>mah ta’zīr adalah suatu

jari>mah yang hukumannya diserahkan kepada hakim atau penguasa. Hakim

dalam hal ini diberi kewenangan untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku

jari>mah ta’zīr.27 Dari definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa

ta’zīr adalah suatu istilah untuk hukuman atas jari>mah-jari>mah yang

23 Ibid., 66.

24 Dzajuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), 164.

25 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam…, 141. 26 Dzajuli, Fiqh Jinayah..., 165.

(42)

hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Para fuqaha, jari>mah-jari>mah

yang hukumnya belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan dengan jari>mah

ta’zīr. Jadi, istilah ta’zīr bisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga

untuk jari>mah (tindak pidana).28

Perbuatan yang dikategorikan jari>mah, suatu perbuatan harus

memiliki beberapa persyaratan atau beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut

adalah sebagai berikut ini:29

1. Unsur formal atau rukun syar’i

Adalah adanya ketentuan syara atau nash yang menyatakan bahwa

perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang oleh hukum

dinyatakan sebagai sesuatu yang dapat dihukum atau adanya nash (ayat)

yang mengancam hukuman terhadap perbuatan yang dimaksud.

2. Unsur materiil atau rukun madi

Adalah adanya perilaku yang membentuk jari>mah, baik berupa

perbuatan ataupun tidak berbuat atau adanya perbuatan yang bersifat

melawan hukum.

3. Unsur moril atau rukun adaby

Unsur ini disebut juga al-mas’u>liyya>h al-Jinaiyyah atau

penanggungjawaban pidana. Maksudnya adalah pembuat jari>mah atau

pembuat tindak pidana atau delik haruslah orang yang dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya.

(43)

Para ulama membagi jari>mah ta’zīr menjadi dua bagian, yaitu:30

1) Jari>mah yang berkaitan dengan hak Allah SWT

Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak Allah

SWT adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan umum.

Misalnya membuat kerusakan di bumi, perampokan, pencurian,

perzinaan, pemberontakan dan tidak taat kepada ulil amri.

2) Jari>mah yang berkaitan dengan hak perorangan

Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak hamba

adalah segala sesuatu yang mengancam kemaslahatan bagi seseorang

manusia, seperti tidak membayar utang dan penghinaan.

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hapusnya hukuman

ta’zi>r itu diantaranya adalah:31

1. Meninggalnya si Pelaku

Meniggalnya si pelaku jari>mah ta’zi>r merupakan salah satu sebab

hapusnya sanksi ta’zi>r meskipun tidak menghapuskan seluruhnya. Hal

ini berlaku bila sanksi ta’zi>r yang harus dijalani adalah berupa sanksi

badan atau sanksi yang berkaitan dengan kebebasan, atau sanksi-sanksi

lain yang berkaitan dengan pribadinya, seperti hukuman buang dan

celaan karena yang akan dikenai hukuman yakni badan si pelaku

tersebut.

(44)

2. Pemaafan

Adapun al-Mawardi sebagaimana yang dikutip A. Djazuli berpendapat

sehubungan dengan pemaafan ini sebagai berikut: bila pemaafan hak

adami diberikan sebelum pengajuan gugatan kepada hakim, maka ulil

amri bisa memilih antara menjatuhkan sanksi ta’zi>r dan memaafkannya.

Bila pemaafan diberikan sesudah pengajuan gugatan kepada hakim oleh

korban, maka fuqaha berbeda pendapat tentang hapusnya hak ulil amri

untuk menjatuhkan hukuman yang berkaitan dengan hak masyarakat.

3. Taubat

Taubat bisa menghapuskan sanksi ta’zi>r apabila jari>mah yang dilakukan

oleh si pelaku itu adalah jari>mah yang berhubungan dengan hak Allah

SWT, taubat menunjukkan adanya penyesalan terhadap perbuatan

jari>mah yang telah dilakukan, menjauhkan diri darinya, dan ada niat dan

rencana yang kuat untuk tidak kembali melakukannya.

4. Kadaluarsa

Yang dimaksud dengan kadaluwarsa dalam fiqh jinayah adalah lewatnya

waktu tertentu setelah terjadinya kejahatan atau setelah dijatuhkannya

keputusan pengadilan tanpa dilaksanakan hukuman.

4. Sanksi Ta’zīr

Maksud utama sanksi ta’zīr adalah sebagai preventif dan represif

serta kuratif dan edukatif. Atas dasar ini ta’zīr tidak boleh membawa

kehancuran. Yang dimaksud dengan fungsi preferentif adalah bahwa sanksi

(45)

dikenai hukuman ta’zīr), sehingga orang lain tidak melakukan perbuatan

yang sama dengan perbuatan terhukum. Yang dimaksud dengan fungsi

represif adalah bahwa sanksi ta’zīr harus memberikan dampak positif bagi

si terhukum, sehingga ia tidak lagi melakukan perbuatan yang

menyebabkan dirinya dijatuhi hukuman ta’zīr.32

Oleh karena itu, sanksi ta’zīr itu, baik dalam fungsinya sebagai usaha

preventif maupun represif, harus sesuai denga keperluan, tidak lebih dan

tidak kurang dengan menerapkan prinsip keadilan. Yang dimaksud dengan

fungsi kuratif (islah) adalah bahwa sanksi ta’zīr itu harus mampu membawa

perbaikan sikap dan perilaku terhukum di kemudian hari. Yang dimaksud

dengan fungsi edukatif adalah bahwa sanksi ta’zīr harus mampu

menumbuhkan hasrat terhukum untuk mengubah pola hidupnya sehingga

ia akan menjauhi perbuatan maksiat bukan karena takut hukuman

melainkan semata-mata karena tidak senang terhadap kejahatan.33

Perbuatan maksiat adalah tindakan tidak melaksanakan kewajiban dan

mengerjakan keharaman.34 Maksud dilakukannya ta’zīr adalah agar si

pelaku ingin menghentikan kejahatannya dan hukum Allah SWT tidak

dilanggarnya.35

32 Ibid., 190-191.

33 Ibid.

34 Abdurrahman Al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, Syamsuddin Ramadlan, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), 241.

(46)

Sanksi ta’zīr itu macamnya beragam, diantaranya adalah:36

a) Sanksi ta’zīr yang mengenai badan. Hukuman yang terpenting dalam hal

ini adalah hukuman mati dan jilid.

b) Sanksi yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, sanksi yang

terpenting dalam hal ini adalah penjara dengan berbagai macamnya dan

pengasingan.

c) Sanksi ta’zīr yang berkaitan dengan harta. Dalam hal ini yang terpenting

diantaranya adalah denda, penyitaan/perampasan dan penghancuran

barang.

d) Sanksi-sanksi lainnya yang ditentukan oleh ulil amri> demi kemaslahatan

umum.

5. Syarat-syarat Penetapan Ta’zīr

Syara’ tidak menentukan macam-macam hukuman untuk setiap

jari>mah ta’zīr, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang

paling ringan sampai yang paling berat. Hakim diberi kebebasan untuk

memilih hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian, sanksi ta’zīr tidak

mempunyai batas tertentu. Ta’zīr berlaku atas semua orang yang

melakukan kejahatan. Syarat-syaratnya adalah:37

1) Berakal sehat

2) Tidak ada perbedaan (baik laki-laki maupun perempuan, dewasa

maupun anak-anak, atau kafir maupun muslim).

36 Dzajuli, Fiqh Jinayah..., 192.

(47)

Setiap orang yang melakukan kemungkaran atau menganggu pihak

lain dengan alasan yang tidak dibenarkan baik dengan perbuatan, ucapan,

atau isyarat. Perlu diberi sanksi ta’zīr agar tidak mengulangi

perbuatannya.38 Penetapan sanksi ta’zīr dilakukan melalui pengakuan,

bukti, serta pengetahuan hakim dan saksi. Kesaksian dari kaum perempuan

bersama kaum laki-laki dibolehkan, namun tidak diterima jika saksi dari

kaum perempuan saja.39

Menurut mazhab Hanafi penerapan sanksi ta’zīr itu diserahkan

kepada ulil amri termasuk batas minimal dan maksimalnya. Dalam hal ini

harus tetap dipertimbangkan hukumannya yang sesuai dengan jari>mah dan

perbuatannya. Jari>mah dalam kaitannya dengan penerapan sanksi ta’zīr

artinya bahwa sanksi itu harus disesuaikan dengan jari>mah yang dilakukan

oleh terhukum.40 Dikalangan mazhab Hanbali dan sebagian ulama

Syafi’iyah apabila si terhukum itu seorang residivis dan hukuman had tidak

memberikan daya represif baginya, maka ulil amri boleh menjatuhkan

kepadanya hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati agar

tidak membawa madharat kepada manusia.41

Pendapat-pendapat para ulama menunjukkan bahwa meskipun sanksi

ta’zīr itu diserahkan kepada hakim untuk menjatuhkan akan tetapi ia harus

mempertimbangkan banyak hal supaya sanksinya tidak melampaui batas

38 Ibid.

39 Ibid., 145.

(48)

dan kurang dari batas. Sehubungan dengan hal ini, maka ulil amri

menetapkan sanksi untuk setiap jari>mah, setidak-tidaknya batas tertinggi

suatu sanksi supaya menjadi pegangan para hakim dan lebih tepat sesuai

dengan tujuan hukum.42

(49)

BAB III

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI TENTANG

PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA

A. Deskripsi Pengadilan Negeri Banyuwangi

Banyuwangi adalah sebuah kecamatan di kabupaten Banyuwangi,

Provinsi Jawa Timur, Indonesia.1 Awalnya Pengadilan Negeri Banyuwangi

berkantor di jalan Jaksa Agung Suprapto No. 52 Banyuwangi hingga pada

tanggal 22 Desember 1981, kantor Pengadilan Negeri Banyuwangi berpindah

lokasi di jalan Adi Sucipto No. 26 Banyuwangi sampai dengan sekarang,

dengan luas tanah +4200 m2, yang diresmikan oleh Direktur Jenderal

Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman, Soeroto, SH.2

Pengadilan Negeri Banyuwangi merupakan Pengadilan Negeri kelas IB

yang berada dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi jawa Timur yang

diresmikan oleh ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. Dr.

Bagirmanan, SH, Mcl, pada tanggal 26 Mei 2004. Pada tanggal 27 Juli 2009

Pengadilan Negeri Banyuwangi diusulkan ke klas IA dan atas usulan tersebut

pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2009 Pengadilan Negeri Banyuwangi

ditinjau oleh Dirjen Badan Peradilan Umum, dalam kunjungan kerjanya

dalam rangka Peningkatan kelas IA Pengadilan Negeri Banyuwang.3

1Badan Perpustakaan dan kearsipan ‘’Banyuwangi’’ http://www.Banyuwangi-Banyuwangi.html, diakses pada 5 Juni 2016.

2 Pengadilan Negeri Banyuwangi, ‘’Sejarah Pengadilan Di Banyuwangi’’

(50)

Menurut Undang-undang Nomor 2 tahun 1998, bahwa pengadilan

Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama. Tempat kedudukan

pengadilan berada disetiap Kotamadya atau Kabupaten, maka secara

otomatis daerah hukum Pengadilan Negeri adalah meliputi wilayah

Kotamadya atau Kabupaten yang bersangkutan, dikecualikan dari ketentuan

ini adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebab, daerah hukumnya selain

wilayah Jakarta pusat misalnya tindak pidana yang dilakukan di luar negeri

dinyatakan dalam pasal 86 KUHAP, bahwa “apabila seorang melakukan

tindak pidana di luar negeri yang dapat diadili menurut hukum Republik

Indonesia, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang

mengadilinya’’.4

B. Deskripsi Kasus Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida

yang Dilakukan Oleh Para Nelayan Di Banyuwangi

Kasus tindak pidana penangkapan ikan dengan bahan kimia berupa

potasium cianida ini dilakukan oleh kerjasama para nelayan untuk

mendapatkan ikan yang dapat merusak lingkungan lautan. Perbuatan

tersebut merupakan suatu kesalahan yang melanggar hukum yang tidak

sesuai dengan ketentuan. Kasus tindak pidana penangkapan ikan ini terjadi

di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo kabupaten Banyuwangi,

untuk lebih detailnya akan dijelaskan kronologisnya.

4 Bambang Waluyo, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, (Jakarta: Sinar

(51)

Bahwa para terdakwa diajukan ke persidangan oleh penuntut umum

didakwa berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut:5

Bahwa mereka terdakwa I. Aida Ramandai, terdakwa II. Nursewan.

terdakwa III. Nanang Irwanto pada hari kamis tanggai 11 juni 2015 sekira

jam 12.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu yang termasuk dalam

bulan juni 2015, bertempat di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo

kabupaten Banyuwangi tepatnya pada posisi koordinat 08.46'30" LS

I14.45'20" BT atau setidak tidaknya pada suatu tempat yang masih dalam

daerah hukum Pengadilan Negeri Banyuwangi yang berhak memeriksa dan

mengadili perkaranya, secara bersama sama baik sebagai orang yang

melakukan perbuatan (Dader) atau sebagai orang yang turut serta melakukan

perbuatan (Mede Dader) dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan

RI, melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan

menggunakan bahan kimia, bahan biologis atau bahan peledak yang dapat

merugikan dan atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan atau

lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1), yang

dilakukan dengan cara-cara atau keadaan sebagai berikut:

Bahwa para terdakwa sebelum melakukan perbuatannya, terlebih

dahulu mereka bersepakat untuk mencari ikan di laut dengan menggunakan

bahan kimia jenis Natrium Cianida (NacN) sebagai sarana untuk

mendapatkan ikan, selanjutnya para terdakwa mulai menyusun rencana

untuk melakukan niatnya tersebut, setelah para terdakwa membagi

(52)

masing tugasnya pada hari kamis tanggal 11 Juni 2015 sekitar pukul 05.00

Wib. Sekira jam 11.00 Wib para terdakwa sampai pada perairan Tanjung

Batu kecamatan Tegaldelimo kabupaten Banyuwangi tepatnya pada posisi

koordinat 08.46’30" LS 114.45'20" BT kemudian para terdakwa

memasukkan butiran-butiran potasium yang masih berbentuk padat untuk

dimasukkan ke dalam botol bekas air aki dan diisi air laut kemudian

dikocok-kocok agar larut setelah itu terdakwa I mencari gerombolan ikan

yang berada di rongga-rongga karang lalu menyemprotkan cairan potasium

yang ada di dalam botol bekas air aki tersebut tidak lama kemudian banyak

ikan yang mabuk kemudian terdakwa II dan terdakwa III menangkap ikan

yang mabuk dengan menggunakan jaring kemudian dinaikkan ke atas kapal

dan dimasukkan ke dalam box ikan. Sekira jam 12.00 WIB pada saat para

terdakwa sedang menyelam untuk mengumpulkan ikan hasil tangkapan

dengan menggunakan potasium para terdakwa didatangi dan dilakukan

pemeriksaan oleh petugas Satuan Polisi Air Polres Banyuwangi. Kemudian

para terdakwa dibawa ke kantor Satuan Polisi Air Polres Banyuwangi.

1. Keterangan saksi

Bahwa untuk membuktikan dakwaannya penuntut umum telah

mengajukan 2 (dua) orang saksi dan 1 (satu) orang saksi Ahli di depan

persidangan yang dibawah sumpah sebagai berikut:6

1. Saksi Eko Hadi Saputro

(53)

1) Bahwa keterangan saksi dalam BAP Penyidikan telah benar

semua.

2) Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan

keluarga.

3) Bahwa saksi melakukan penangkapan terdakwa Aida Romandai

dkk pada hari kamis, tanggal 11 Juni 2015 sekitar jam 12.00 Wib

di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo kabupaten

Banyuwangi bersama Bripka Erman Wahyudi, SH.

4) Bahwa saksi melakukan penangkapan terhadap terdakwa Aida

Romandai dkk dilengkapi dengan surat perintah penangkapan dan

diperintahkan oleh kantor Sat Polair Polres Banyuwangi AKP

Basori Alwi, S.H.M.H.

5) Bahwa terdakwa Aida Romandai dkk tertangkap tangan telah

melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan

bahan kimia berupa potasium di perairan Tanjung Batu kecamatan

Tegaldelimo Banyuwangi.

6) Bahwa terdakwa Aida Romandai dkk telah melakukan kegiatan

penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa

potasium di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo

Banyuwangi dengan menggunakan sarana perahu kayu dengan

(54)

7) Bahwa terdakwa Aida Romandai telah melakukan kegialan

penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa

potasium bersama saudara Nursewan dan saudara Nanang Irwanto.

8) Bahwa saksi pada saat melakukan penangkapan terdakwa Aida

Romandai dkk dengan menggunakan sarana perahu.

9) Bahwa pada saat menangkap terdakwa Aida Romandai dkk saksi

menemukan 1 (satu) unit perahu kayu bernama lantaran hidup

bermesin swan 8 pk sebanyak 1 (satu) buah dan kubota 8 pk, 4

(empat) buah botol bekas air aki yang berisikan potasium cianida

cair, 2 (dua) buah tombak ikan, 3 (tiga) buah kacamata selam

warna putih, 1 (satu) lembar pas kecil a.n Aida Romandai. 1 (satu)

buah pisau, 1 (satu) buah serok ikan warna biru, 1 (satu) buah

karung warna putih berisikan jaring, 3 (tiga) buah tripung tempat

ikan berwarna putih, 1 (satu) buah box tempat ikan berwarna

kuning.1 (satu) butir potasium cianida padat didalam plastik

warna putih. 3 (tiga) ekor ikan putihan dan 1 (satu) ekor ikan

ketambak dengan jumlah berat sekitar 1 (satu) kg.

10) Bahwa setelah menangkap terdakwa Aida Romandai dkk tersebut

kemudian saksi membawa para terdakwa dan barang bukti ke

kantor Sat Pol Air Polres Banyuwangi untuk pemeriksaan lebih

lanjut.

(55)

2. Saksi Erman Wahyudi, S.H,

1) Bahwa keterangan saksi dalam BAP penyidikan telah benar

semua.

2) Bahwa saksi tidak kenal dengan para terdakwa tetapi tidak ada

hubungan keluarga.

3) Bahwa saksi melakukan penangkapan terdakwa atas nama Aida

Romandai dkk yang pada saat itu sedang melakukan kegiatan

penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa

potasium bersama saksi Eko.

4) Bahwa saksi melakukan penangkapan terdakwa Aida Romandai

dkk pada hari kamis, tanggal 11 juni 2015 sekitar jam 12.00 Wib

di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo kabupaten

Banyuwangi.

5) Bahwa saksi melakukan penangkapan terhadap terdakwa Aida

Romandai dkk dilengkapi dengan surat perintah penangkapan dan

diperintahkan oleh kantor Sat Pol Air Polres Banyuwangi AKP

Basori Alwi. S.H. M.H.

6) Bahwa para terdakwa tertangkap tangan telah melakukan kegiatan

penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa

potasium di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo

Banyuwangi dengan menggunakan sarana perahu kayu dengan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan minyak atsiri kombinasi dari daun kemangi ( Ocimum basilicum L.) dan daun jeruk purut ( Citrus hystrix D.C) memiliki aktivitas antibakteri

Sistem pengawasan pasar merupakan sistem yang dibuat oleh bursa efek dengan tujuan agar sistem tersebut dapat memberikan optimalisasi keamanan transaksi dari praktek penipuan,

Penegakan hukum terhadap pidana di pasar modal yang dilakukan oleh badan otoritas di bidang pasar modal dan lembaga keuangan, Bapepam-LK sekarang ada pada Otoritas Jasa

Besarnya PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan,

kebutuhan petani yang sangat mendesak, karena dengan menjual produksi karet kepada pedagang pengumpul, petani akan menerima uang secara langsung, sedangkan apabila

Beberapa buku yang diterbitkannya: Gender in International Relations: Feminist Perspective on Achieving Global Security (1992); Gendering World Politics: Issues and

dan Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal tersebut (Disajikan dalam ribuan Rupiah, kecuali dinyatakan