SKRIPSI
Oleh :
Choirun Nisa
NIM. C03212008
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
SKRIPSI Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Hukum
Oleh :
Choirun Nisa
NIM. C03212008
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
NIM : C03212008
Fakulta/Jurusan/Prodi : Syariah dan Hukum/Hukum Publik Islam/Hukum Pidana Islam
Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Penangkapan Ikan Dengan Potasium Cianida (Studi Putusan No. 433/Pid.sus/2015/PN Bwi) Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
Surabaya, 11 Juni 2016 Saya yang menyatakan,
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian library research untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida? Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida?
Data penelitian diperoleh melalui sumber-sumber data dari website Pengadilan Negeri Banyuwangi dan bentuk dokumen berupa buku-buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas. Setelah data-data tersebut terkumpul, kemudian dianalisis dengan cara deskriptif dan verifikatif, yaitu mendiskripsikan dan menganalisis dengan kesesuaian fakta mengenai putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida bahwa sebelum majelis hakim menjatuhkan pidana kepada para terdakwa, terlebih dahulu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi para terdakwa. Hal-hal-hal yang memberatkan: 1. Perbuatan para terdakwa dapat merusak ekosistem laut, 2. Perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian bagi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Sedangkan Hal-hal yang meringankan: 1. Para terdakwa mengaku terus terang atas perbuatannya, 2. Para terdakwa tulang punggung keluarga, 3. Para terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Majelis hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi menjadikan undang-undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan sebagai dasar dalam memberikan putusan. Majelis hakim menjatuhkan sanksi hukum kepada para terdakwa, dengan hukuman pidana penjara masing-masing selama 10 bulan dan pidana denda masing-masing sebesar Rp 5.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan menjalani kurungan masing-masing selama 2 bulan. Hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida merupakan termasuk dalam jari>mah ta’zi>r karena dalam jari>mah ta’zi>r tersebut telah terpenuhi unsur-unsurnya yang diserahkan sepenuhnya oleh keputusan hakim. Terdakwa diberi hukuman dengan tujuan agar para terdakwa menjadi jera melakukan perbuatan itu dan tidak menggulanginya lagi.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka kepada majelis hakim dalam
ix DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi dan Batasan masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Kajian Pustaka ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10
G. Definisi Operasional ... 11
H. Metode Penelitian ... 11
BAB II PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA
DALAM KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM ... 18
A. Potasium Cianida ... 18
1. Pengertian Potasium Cianida ... 18
2. Bahaya Potasium Cianida yang dikonsumsi Manusia… 19
3. Bahaya Potasium Cianida bagi Ikan ………. 23
B. Lingkungan dalam Perspektif Islam ... 24
1. Pemeliharaan Lingkungan dalam Islam ... 24
2. Fiqh Pelestarian Lingkungan ... 26
BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI TENTANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA . ... 39
A. Deskripsi Pengadilan Negeri Banyuwangi ... 39
B. Deskripsi Kasus Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida yang Dilakukan Oleh Para Nelayan Di Banyuwangi ... 40
C. Pertimbangan Hukum Hakim tentang Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida ... 64
xi
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM
CIANIDA ... 69
A. Analisis Putusan Hukum Hakim Tentang Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida dalam Putusan No. 433/pid.sus/2015/PN Banyuwangi ... 69
B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukum tentang Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida Dalam Putusan No. 433/pid.sus/2015/PN Banyuwangi … . 77 BAB V PENUTUP ... 83
A. Kesimpulan ... 83
B. Saran ... 84
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dimanapun ia berada sangat bergantung dan ditentukan
kehidupannya oleh lingkungan alam, akan tetapi ketergantungan manusia
tidak selalu bersifat satu arah, manusia harus menunggu apa yang diberikan
alam. Sebaliknya, manusia juga dapat memanipulasi alam dan memperoleh
hasil dari alam. Hasil perbuatan manusia memanipulasi alam bisa jadi
menjamin kelestarian alam, dan bisa pula menimbulkan dampak rusaknya
kelestarian alam itu sendiri, karena semakin besar kemampuan manusia
memanipulasi lingkungan hidupnya, maka semakin besar pula tanggung jawab
yang harus dipikulnya.1
Potasium Cianida merupakan zat padat bahan kimia yang digunakan
untuk menangkap ikan yang dapat merugikan atau membahayakan kelestarian
sumber daya ikan dan atau lingkungannya, bahan kimia jenis Natrium Cianida
(NacN) tersebut sebagai sarana untuk mendapatkan ikan yang dapat
membahayakan sumber daya ikan dan lingkungan yaitu rusaknya ekosistem
perairan, ikan-ikan, terumbu karang, sebagai tempat berkembang biaknya
akan mati/rusak serta lingkungan perairan tercemar. Dalam penangkapan ikan
yang dilakukan oleh para nelayan seharusnya dilakukan sesuai ketentuan yang
berlaku serta dapat melestarikan ataupun mengelola lingkungan perairan
lautan.
Akibat yang ditimbulkan dari penangkapan ikan dengan menggunakan
Potasium Cianida ataupun bahan kimia lainnya dapat berpengaruh juga
terhadap kesejahteraan dan perekonomian nasional bangsa yang akan semakin
menambah kerawanan sosial karena lahan mata pencaharian nelayan menjadi
hilang dan yang lebih menghawatirkan lagi daerah yang perairannya subur
menjadi kritis dan pemulihannya butuh waktu yang sangat lama dan biaya
yang mahal untuk mengembalikan perairan lautan menjadi seperti semula.
Kekayaan sumber daya ikan merupakan kekayaan alam yang termasuk dalam
ketentuan Pasal 33 UUD 1945, dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuan ini merupakan
landasan konstitusional dan sekaligus arah bagi pengaturan berbagai hal yang
berkaitan dengan sumber daya alam, khususnya perikanan.2
Lingkungan itu perlu diolah dan dimanfaatkan manusia sebaik-baiknya.
Maka, kita harus mencintai lingkungan, artinya memperlakukan bermacam
ragam benda, baik biotik (sumber alam yang dapat diperbaharui), maupun
abiotik (sumber alam yang tidak dapat diperbaharui), agar lingkungan hidup
itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya sesuai dengan kodratnya
masing, sehingga terwujud kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia
lahir dan batin.3
Dalam perbuatan para nelayan yang melakukan tindak pidana
penangkapan ikan dengan Potasium Cianida menurut ulama-ulama
Muta’akhiri<n menghimpunnya dalam bagian khusus yang dinamai F>>iqh
Jinayah, yang dikenal dengan istilah Hukum Pidana Islam.4 Dalam hukum
pidana Islam terdapat pembahasan mengenai jenis pelanggaran atau kejahatan
manusia dengan berbagai sasaran, termasuk juga terdapat tentang lingkungan
hidup. Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa sumber daya alam
dan lingkungan merupakan daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia.5
Pengertian jari>mah secara harfiah sama halnya dengan pengertian Jinayah.
Adapun pengertian jari>mah sebagai berikut:
ْيزْعت ْ ا دحب ا ْنع ه ج ٌ ّيعْ ش ٌ ارْوظْحم
Artinya: ‘‘Larangan-larangan syara’ (yang apabila dikerjakan) diancam
Allah dengan hukuman h{ad atau ta’zi>r’’.6
Dalam perbuatan yang dilakukan oleh para nelayan tersebut melanggar
aturan ataupun ketentuan-ketentuan yang berlaku menimbulkan dampak yang
dapat merugikan bagi lingkungan lautan dan para nelayan lainnya untuk mata
pencahariannya dalam mencari ikan yang disebabkan oleh penggunaan
nelayan dalam penangkapan ikan itu menggunakan bahan kimia (Potasium
3 Kaelany, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 197. 4 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 11. 5 Mujiono Abdillah, Fikih Lingkungan Panduan Spiritual Hidup Berwawasan Lingkungan, (Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2003), 11.
Cianida). Kemudian dalam Islam juga terdapat larangan yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan, karena seharusnya lingkungan itu dilestarikan dan
memelihara kekayaan alam itu dengan sebaik-baiknya.
Larangan-larangan tersebut berasal dari ketentuan syara’ sehingga
hanya ditujukan kepada orang yang berakal sehat karena memahami maksud
ketentuan tersebut dan sanggup menerimanya. 7 Jika kerusakan yang
dilakukan tidak sampai mengakibatkan bahaya besar, maka hukuman yang
bisa diterima cukup dengan dita’zi>r. Artinya pemerintah bisa memberikan
sanksi sesuai dengan kadar kejahatannya.8 Dalam perspektif Islam, salah satu
pendekatan yang digunakan adalah dengan membangun paradigma fiqh
lingkungan yaitu membangun suatu pemahaman yang komprehensif, utuh dan
terpadu terhadap ajaran Islam yang berbicara tentang pelestarian lingkungan
hidup.9
Substansi hukum lingkungan mencakup sejumlah ketentuan-ketentuan
hukum tentang dan berkaitan dengan upaya-upaya mencegah dan mengatasi
masalah-masalah lingkungan hidup.10 Bagian yang tidak ditentukan jenis
pelanggarannya atau juga jenis hukumannya, dalam terminologi fiqh disebut
dengan ta’zi>r. Suatu jenis jari>mah dan sanksi hukuman yang menjadi
wewenang ulil amri dalam pengaturannya.11 Hukuman bagi pelaku tindak
7 Ibid., 50.
8 Gufron, Rekonstruksi Paradigma Fikih Lingkungan, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), 9.
9 Ibid., 10.
pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida dalam hukum pidana
Islam termasuk dalam jari>mah ta’zi>r, karena dalam jari>mah ta’zi>r tersebut
telah terpenuhi unsur-unsurnya secara menyeluruh, bukan termasuk dalam
jari>mah h{udu>d ataupun jari>mah qisa>s di>yat> karena dalam kedua jari>mah
tersebut terdapat unsur yang tidak terpenuhi sehingga tidak termasuk jari>mah
h{udu>d ataupun jari>mah qisa>s di>yat>.
Tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida yang
dilakukan oleh para nelayan telah melanggar ketentuan pidana yang berlaku
untuk melakukan tindakan yang lebih lanjut dalam penangkapan ikan juga
telah diatur dalam ketentuan yang berlaku dengan upaya pelestarian
lingkungan baik menurut undang-undang yang berlaku maupun menurut Islam
yang bertujuan untuk mencegah perusakan lingkungan lautan terhadap hewan
maupun tumbuhan di laut.
Tindak pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida telah
dilakukan oleh beberapa orang seperti yang terjadi di kabupaten Banyuwangi
dalam pertimbangan hukum hakim bahwa majelis hakim, telah menyatakan
terdakwa I Aida Romandai, terdakwa II Nursewan, terdakwa III Nanang
Irwanto, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana turut serta melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan
kimia di wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan
Hukuman bagi Pelaku Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium
Cianida (Studi Putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi)’’.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan pada latar belakang masalah di atas,
maka penulis mengidentifikasikan beberapa masalah yang timbul sebagai
berikut:
1. Pengertian tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida.
2. Akibat yang ditimbulkan dari adanya tindak pidana penangkapan ikan
dengan Potasium Cianida.
3. Unsur-unsur yang terdapat pada tindak pidana penangkapan ikan dengan
Potasium Cianida.
4. Bentuk hukuman yang diberikan pada pelaku tindak pidana penangkapan
ikan dengan Potasium Cianida.
5. Pertimbangan hukum hakim dalam tindak pidana penangkapan ikan
dengan Potasium Cianida.
6. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap hukuman bagi pelaku
penangkapan ikan dengan Potasium Cianida dalam putusan No.
433/Pid.sus/2015/PN.Bwi.
Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup
1. Pertimbangan hukum hakim dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN
Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan
dengan Potasium Cianida.
2. Analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam putusan No.
433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana
penangkapan ikan dengan Potasium Cianida.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan No.
433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana
penangkapan ikan dengan Potasium Cianida?
2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi hukum dalam
putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku
tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium Cianida?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian yang
sudah pernah dilakukan, sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang dan
akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian
atau penelitian terdahulu.
Penelitian tentang tindak pidana penangkapan ikan memang cukup
mereferensikan suatu yang berbeda, baik mengenai objek maupun fokus
penelitian. Hal ini dapat dipahami dalam beberapa penelitian berikut ini:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nurul Putriyana Yusuf pada
tahun 2015 jurusan Hukum Pidana dengan judul ‘‘Tinjauan Kriminologi
terhadap Kejahatan Penangkapan Ikan secara Ilegal (illegal fishing) oleh
Nelayan (Studi Kasus di Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2011-2014)’’
dalam penelitian ini titik fokusnya adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing) dan untuk
mengetahui upaya yang dilakukan Polair Polres Kepulauan Selayar dalam
meminimalisir terjadinya penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing) di
Kabupaten Kepulauan Selayar.12
Kedua, penelitian yang berjudul ‘‘Analisis Hukum Islam terhadap
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 84 Pk/Pid/2005 tentang Pembuktian
Illegal Fishing’’ oleh Fifin Inbatun Hasanah yang dalam pembahasannya
penelitian tersebut dalam hal persoalan tentang pembuktian perkara illegal
fishing yang ada dalam putusan Mahkamah Agung No. 84 PK/Pid/2005.13
Ketiga, penelitian yang berjudul ‘‘Tinjauan Kriminologis terhadap
Penggunaan Bahan Peledak dalam Penangkapan Ikan (Studi Kasus di Provinsi
12Nurul Putriyana Yusuf, ‘‘Tinjauan Kriminologi Terhadap Kejahatan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (illegal fishing) Oleh Nelayan (Studi kasus di Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun
2011-2014)’’ (Skripsi--Universitas Hasanuddin, Makassar, 2015), vi.
13 Fifin Inbatun Hasanah, ‘‘Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 84
Sulawesi Selatan)’’ oleh Shaffly A Shadiq Kawu yang dalam pembahasannya
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana
penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di Provinsi Sulawesi
Selatan untuk mengetahui sejauh mana upaya DIT Polair Polda Sulawesi
Selatan dalam menanggulangi tindak pidana penggunaan bahan peledak dalam
penangkapan ikan di Provinsi Sulawesi Selatan.14
Dengan demikian, penelitian ini bukan merupakan pengulangan kata
dari penelitian sebelumnya dan menjadi alasan yang cukup kuat bagi penulis
bahwa ‘‘Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Hukuman bagi Pelaku
Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida (Studi Putusan
No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi)’’ mengkaji tentang hukum pidana Islam
terhadap hukuman serta penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana dalam
penangkapan ikan dengan Potasium Cianida yang perlu dianalisis lebih lanjut.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara garis besar penelitian
ini dilakukan dengan berbagai tujuan antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam putusan No.
433/Pid.Sus/2015/PN Bwi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana
penangkapan ikan dengan Potasium Cianida.
14 Shaffly A Shadiq Kawu, ‘‘Tinjauan Kriminologis Terhadap Penggunaan Bahan Peledak Dalam
2. Mengetahui sanksi hukum dalam putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Bwi
tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan
potasium cianida dalam perspektif tindak pidana Islam.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, penulis ingin mempertegas kegunaan
hasil penelitian yang ingin dicapai dalam skripsi ini sekurang-kurangnya
dalam dua aspek yaitu:
1. Aspek Teoritis (Keilmuan)
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pedoman serta pengetahuan yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya
yang berkaitan tentang hukum pidana Islam terhadap hukuman bagi pelaku
tindak pidana penangkapan ikan.
2. Aspek Praktis (Terapan)
Dari segi praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
acuan melakukan penelitian yang akan datang serta diharapkan dapat
menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara pidana
khususnya dalam menerapkan hukuman bagi pelaku tindak pidana
G. Definisi Operasional
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dalam memahami agar
menghindari kesalahpahaman mengartikan judul skripsi ini, maka diperlukan
untuk dijelaskan maksud beberapa istilah-istilah atau kata-kata di dalam judul
di atas:
1. Hukum Pidana Islam: hukum pidana Islam atau fiqh jinayah adalah
aturan-aturan/hukuman yang berkaitan dengan perbuatan/kejahatan yang
dilakukan oleh subyek (pelaku), maka dalam tindak pidana penangkapan
ikan menurut hukum pidana Islam merupakan termasuk dalam jari>mah
ta’zi>r.
2. Hukuman bagi Pelaku Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium
Cianida: Hukuman (sanksi) bagi pelaku penangkapan ikan harus dihukum
sesuai ketentuan yang berlaku hingga membuat pelaku jera melakukan
perbuatan tersebut. Hukuman dari putusan pertimbangan hakim telah
dikenai dengan hukuman penjara masing-masing selama 10 Bulan dan
pidana denda masing-masing sebesar Rp 5.000.000,00 dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan menjalani
kurungan masing-masing selama 2 bulan.
H. Metode Penelitian
Data dalam penelitian studi analisis putusan tentang penangkapan ikan
1. Data yang Dikumpulkan
Berdasarkan masalah yang dirumuskan, maka data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
a. Data tentang tindak pidana penangkapan ikan dengan Potasium
Cianida.
b. Data tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan
dengan Potasium Cianida dalam kajian fiqh jinayah (hukum pidana
Islam).
2. Sumber Data
Sumber data merupakan bagian dari skripsi yang akan menentukan
keotentikan skripsi, berkenaan dengan skripsi ini, sumber data yang
dihimpun antara lain:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer berupa putusan No.
433/Pid.sus/2015/PN.Bwi. Dimana data tersebut diperoleh dari
website direktori Pengadilan Banyuwangi.
b. Sumber Data Sekunder
Data yang digunakan peneliti dalam bentuk dokumen berupa
buku-buku literatur dan dokumen yang ada hubungannya dengan
masalah yang penulis bahas. Diantaranya:
1) Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, Jakarta: Ufuk Press,
2) Kaelany, Islam & aspek-aspek kemasyarakatan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2005.
3) Rahmat Hakim, Hukum pidana Islam (Fiqh Jinayah), Bandung:
Pustaka Setia, 2000.
4) Supriadi, Hukum Perikanan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
2011.
5) Gufron, Rekonstruksi Paradigma Fikih Lingkungan (Analisis
Problematika Ekologi di Indonesia dalam perspektif fiqh
al-bi’ah), Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012.
6) Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta:
Rajawali Pers, 2012.
7) Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana
Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
8) Mujiono Abdillah, Fikih Lingkungan Panduan Spiritual Hidup
Berwawasan Lingkungan, Yogyakarta: Akademi Manajemen
Perusahaan YKPN, 2003.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik dokumentasi,
yakni cara yang digunakan adalah dengan pengumpulan data, yaitu dari
dokumen putusan No. 433/Pid.Sus/2015/PN Banyuwangi yang dilengkapi
dengan penggalian bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan
bahasan hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan
buku-buku yang ditulis oleh para pakar atau ahli hukum, terutama dalam
bidang hukum pidana dan hukum pidana Islam.
4. Teknik Pengolahan Data
Semua data yang terkumpul kemudian diolah dengan cara sebagai
berikut:
a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah
diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan
makna, keselarasan dan kesesuaian antara data primer maupun data
sekunder,15 yang berkaitan dengan tindak pidana penangkapan ikan
dengan potasium cianida.
b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematikan data yang
diperoleh dalam kerangka uraian yang sudah direncanakan tentang
hukum Islam.
c. Analyzing, yaitu analisis dari data yang telah dideskripsikan terhadap
hukuman bagi pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan
potasium cianida dalam putusan No. 433/Pid.sus/2015/PN.Bwi.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Deskriptif analisis, yaitu dengan cara memaparkan mengenai
hukuman yang diputuskan dalam kasus penangkapan ikan dengan
potasium cianida oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi secara
keseluruhan, mulai dari deskripsi kasus, sampai dengan isi putusan.
b. Contentiosa, yaitu diawali dengan mengemukakan kajian dan
pendapat yang bersifat umum mengenai tindak pidana penangkapan
ikan dengan potasium cianida untuk dijadikan bahan analisis
terhadap data yang dikumpulkan sehingga dapat ditarik kesimpulan
yang bersifat khusus.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan masalah yang ada dalam penelitian ini
dan agar dapat dipahami permasalahannya secara sistematis, maka
pembahasannya disusun dalam setiap bab yang masing-masing bab
mengandung sub bab, sehingga menggambarkan keterkaitan yang sistematis,
untuk selanjutnya sistematika pembahasannya disusun sebagai berikut:
Bab I : Menjelaskan tentang gambaran apa bagaimana, dan untuk apa studi
ini disusun, oleh karena itu dalam bab pertama ini dipaparkan
tentang: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil
penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab II : Kerangka teoritis menguraikan penangkapan ikan dengan potasium
cianida dalam kajian hukum pidana Islam tentang potasium cianida
meliputi: pengertian potasium cianida, bahaya potasium cianida
yang dikonsumsi manusia, dan bahaya potasium cianida bagi ikan,
lingkungan dalam Islam, fiqh pelestarian lingkungan, dan hukuman
bagi pelaku perusak lingkungan dalam hukum pidana Islam yang
meliputi: pengertian hukuman, tujuan hukuman dan sekilas tentang
hukuman ta’zīr yang terdiri dari: pengertian ta’zīr, sanksi ta’zīr,
dan syarat-syarat penetapan ta’zi>r.
Bab III : Memuat gambaran singkat tentang deskripsi Pengadilan Negeri
Banyuwangi, deskripsi kasus tindak pidana penangkapan ikan
dengan potasium cianida, pertimbangan hukum hakim tentang
tindak pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida, amar
putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi No. 433/Pid.Sus/2015/PN
Banyuwangi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana
penangkapan ikan.
Bab IV : Tentang analisis hukum pidana Islam atas putusan hakim
Pengadilan Negeri Banyuwangi terhadap hukuman bagi pelaku
tindak pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida yang
meliputi: analisis pertimbangan hukum hakim tentang tindak
pidana penangkapan ikan dengan potasium cianida dalam putusan
No. 433/Pid.Sus/2015/PN Banyuwangi, dan analisis hukum pidana
Islam terhadap sanksi hukum tentang tindak pidana penangkapan
ikan dengan potasium cianida dalam Putusan No.
Bab V : Penutup yang berisi tentang kesimpulan dari pembahasan yang
telah diuraikan, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan
18
BAB II
PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA
DALAM KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM
A. Potasium Cianida
1. Pengertian Potasium Cianida
Potasium Cianida merupakan jenis bahan kimia yang digunakan oleh
para nelayan untuk penangkapan ikan yang berdampak kerusakan
ekosistem lautan. Potasium Cianida juga disebut dengan KCN yang
merupakan senyawa paling beracun.
Potasium adalah bahan kimia yang digunakan petani untuk
membasmi hama tanamannya. Bahan kimia berupa potasium tersebut
untuk menangkap ikan yaitu bahan kimia potasium yang berbentuk
padat. Cianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano
C≡N, dengan atom karbon terikat tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN
dapat ditemukan dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya
adalah padat atau cair. Beberapa seperti garam, beberapa kovalen.
Beberapa molekular, beberapa ionik, dan banyak juga polimerik. Senyawa
yang dapat melepas ion cianida CN sangat beracun. Cianida telah
dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.1
Bentuk-bentuk cianida bisa berupa:2
1. Inorganic cyanide: hidrogen sianida (HCN)
2. Cyanide salts (garam sianida): potasium sianida (KCN), sodium sianida
(NaCN), calcium sianida (Ca(CN)2)
3. Metal cyanide (logam sianida): potasium silver cianida (C2AgN2K),
gold(I) cianida (AuCN), mercury cianida (Hg(CN)2), zinc cyanide
(Zn(CN)2), lead cyanide (Pb(CN)2)
4. Metal cyanide salts: sodium cyanourite
5. Cyanogens halides: cyanogen klorida (CClN), cyanogen bromide
(CBrN)
6. Cyanogens: cyanogen (CN)2
7. Aliphatic nitriles: acetonitrile (C2H3N), acrylonitrile (C3H3N),
butyronitrile (C4H7N), propionitrile (C3H5N)
8. Cyanogens glycosides: amygdalin (C20H27NO11), linamarin
(C10H17NO6)
2. Bahaya Potasium Cianida yang Dikonsumsi Manusia
Cianida merupakan salah satu racun yang sangat mematikan, karena
zat ini mengacaukan sel dalam menerima oksigen di dalam tubuh. Racun
cianida ini dapat berbentuk gas seperti hidrogen cianida atau dalam bentuk
kristal seperti Potasium Cianida atau Sodium Cianida. Secara Ilmiah, racun
cianida dapat memasuki tubuh kita melalui sistem pernapasan (terutama
paru-paru), pencernaan sehingga didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.
Jika zat ini masuk ke dalam tubuh bisa menghambat kinerja sel dalam
tubuh, mengganggu penggunaan oksigen oleh sel dan dapat menyebabkan
kematian sel. Pada dosis tertentu, zat ini dapat menyebabkan kematian
dalam waktu 15 menit saja akibat kekurangan oksigen.3
Sodium Cianida ataupun Potasium Cianida, sama-sama mengandung
racun yang berbahaya bagi lingkungan maupun makhluk hidup termasuk
manusia. Kedua racun ini akan menyerang pembuluh darah jantung,
kemudian menutup aliran darah yang mengakibatkan korban kolaps hingga
akhirnya mati. Masa reaksinya sangat cepat, hanya berkisar 3-4 jam saja.
Sodium cianida yang merupakan turunan potasium cianida bahkan diklaim
lebih berbahaya dengan masa reaksi yang lebih cepat.4
Bahan kimia cianida berbahaya terhadap kesehatan manusia menjadi
semakin tinggi pula. Kondisi ini apabila dibiarkan terjadi terus menerus
tentu akan mengancam kelangsungan makhluk hidup didalamnya. Senyawa
yang dapat melepas ion cianida CN− ini sangat beracun. Cianida dapat
terbentuk secara alami maupun dengan buatan manusia, seperti HCN
(Hidrogen Cianida) dan KCN (Kalium Cianida).5
3Geniones, ‘‘sianida (cyanide)’’, http://www.sianida-cyanide.html. Diakses pada 16 April 2016. 4 Robertus Rimawan, ‘‘Bahaya Sianida bagi Manusia dan Lingkungan’’,
http://www.bahaya-sianida-bagi-manusia-dan-lingkungan.html, diakses pada 15 April 2016.
Cn dalam air minum akan mempengaruhi pH dari air. Semakin tinggi
pH air semakin rendah daya toksis dari cianida di dalam air.6 Keracunan
cianida sangat berbahaya sebab menghambat proses oksidasi dengan dosis
sekecil-kecilnya mengakibatkan gangguan otak, menyebabkan koma dan
konvulasi lalu meninggal. Dengan dosis 50-60 mg dapat mematikan
manusia.7
Potasium cianida merupakan bahan beracun yang bisa menyebabkan
kematian seperti yang dijelaskan di atas, apabila masuk ke dalam tubuh
dalam dosis berlebihan. Akibat racun cianida tergantung pada jumlah
paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun
ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling
terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil
mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan
muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar
menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat,
kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban
meninggal.8
6 Mangkoe sitepoe, Air untuk Kehidupan Pencemaran Air dan Usaha Pencegahannya, (Jakarta: PT Grasindo, 1997), 62.
7 Ibid., 63.
8 Agung abadai, ‘‘transport dan efek sianida terhadap tubuh’’, http://www.transport-dan-efek
Masuknya senyawa cianida ke tubuh jalur masuk cianida atau bahan
kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan. Metode
kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut:9
a) Melalui mulut karena tertelan (ingesti).
Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan
racun secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri
dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai
lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk kedalam
pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah
yang masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan
terjadi semakin parah.
b) Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi).
Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup
melalui mulut dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya
partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat melewati paru-paru.
Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan dan hidung
dan mungkin dapat tertelan.
c) Melalui kulit yang terkena cairan.
Orang yang bekerja dengan zat-zat kimia seperti pestisida dapat
teracuni jika zat kimia tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau
jika pakaian yang mereka pakai terkena pestisida.
3. Bahaya Potasium Cianida bagi Ikan
Dalam penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa
potasium ciri-cirinya adalah mata ikan rabun (kabur) dan kulit ikan
berwarna kusam (pucat). Pengaruh langsung terhadap ikan penggunaan
bahan kimia berupa potasium terhadap ekosistem laut menimbulkan
kerusakan pada ekosistem perairan dimana ikan-ikan, terumbu karang
sebagai tempat berkembang biaknya ikan dan biota lainya akan mati/rusak
serta lingkungan perairan tercemar.
Kerugian dari yang ditimbulkan dalam penangkapan ikan dengan
menggunakan bahan kimia berupa potasium yaitu kerugiannya sangat besar
sekali meskipun secara nominal belum dapat dihitung, namun secara fakta
yang ada dampaknya sudah kelihatan yaitu mengingat penggunaan bahan
kimia yang berupa potasium yang berakibat akan matinya ikan-ikan kecil
maupun besar termasuk telur-telurnya dan hancurnya terumbu karang.
Akibat bahan kimia berupa potasium cianida tersebut menimbulkan
pendapatan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan juga ikut
berkurang, sehingga berpengaruh juga terhadap kesejahteraan dan
perekonomian nasional bangsa yang semakin menambah kerawanan sosial
karena lahan mata pencaharian nelayan menjadi hilang dan yang lebih
menghawatirkan lagi daerah yang perairannya subur menjadi kritis dan
B. Lingkungan dalam Perspektif Islam
1. Pemeliharaan Lingkungan dalam Islam
Manusia yang beriman dituntut untuk memfungsikan imanya dengan
meyakini bahwa pemeliharaan (penyelamatan dan pelestarian) lingkungan
hidup adalah juga bagian dari iman itu sendiri. Itulah wujud nyata dari
statusnya sebagai khalifah di bumi mengemban amanat dan tanggungjawab
atas keselamatan lingkungan hidup. Lingkungan hidup harus terpelihara
dengan baik dan terlindungi dari pengrusakan yang berakibat mengancam
hidupnya sendiri.10
Prinsip dasar yang merupakan tujuan syari’at adalah berbuat
kebajikan dan menghindari kemungkaran yang terformulasikan dalam
Kulliat al-Khamsah (lima kemaslahatan dasar) yang menjadi tegaknya
kehidupan umat manusia terkait dengan konservasi lingkungan diuraikan
oleh Yusuf al-Qardhawi sebagai berikut:11
1. Menjaga lingkungan sama dengan Hifd al-din
Segala usaha pemeliharaan lingkungan sama dengan menjaga
agama, karena perbuatan dosa pencemaran lingkungan sama dengan
menodai subtansi keberagaman yang benar secara tidak langsung
meniadakan eksistensi manusia sebagai khalifah fil ardhi.
10 Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, (Jakarta Selatan: Ufuk Press, 2006), 162.
2. Menjaga lingkungan sama dengan Hifd al-Nafs
Menjaga lingkungan dan melestarikannya sama dengan menjaga
jiwa dalam artian perlindungan terhadap kehidupan psikis manusia dan
keselamatan mereka dalam rusaknya lingkungan merupakan perusak
terhadap prinsip-prinsip keseimbangannya yang mengakibatkan
timbulnya ancaman dan bahaya bagi kehidupan manusia.
3. Menjaga lingkungan sama dengan Hifd al-Nasl
Menjaga lingkungan termasuk dalam kerangka menjaga
keturunan, yaitu keberlangsungan hidup generasi manusia di bumi.
perbuatan yang menyimpang terkait dengan perlakuan terhadap
lingkungan hidup akan berakibat pada kesengsaraan generasi
berikutnya.
4. Menjaga lingkungan sama dengan Hifd al-Aql
Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal mengandung
pengertian bahwa beban taklif untuk menjaga lingkungan dikhithabkan
untuk manusia yang berakal, hanya orang yang tidak berakal saja yang
tidak terbebani untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Terkait
dalam persoalan tersebut Khalifah Umar Bin Khattab memberikan
wejangan: ‘‘Barang siapa yang melindungi lingkungan sama dengan
menjaga keseimbangan dalam berfikir, keseimbangan antara hari ini dan
hari esok, antara yang maslahat dan mafsadat, antara kenikmatan dan
5. Menjaga Lingkungan sama dengan Hifd al-Maal
Allah SWT telah menjadikan harta sebagai bekal dalam kehidupan
manusia di atas bumi, sebagaimana yang ada dalam al-Qur’an:
يتّلا مكلاوْمأ ءاهفسلا اوتْؤت ّ او اْوق ْمهل اولوقو ْمه وسْكاو اهيف ْمه وقزْراو امايق ْمكل ّّ لعج
افورْعم Artinya: ‘‘Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik’’. (Qs: An-Nisa>: 5)
2. Fiqh Pelestarian Lingkungan
Secara etimologis, kata pelestarian merupakan kata yang diserap dari
bahasa Jawa dari akar kata lestari yang berarti tetap selama-lamanya, kekal,
tidak berubah sebagai sediakala, melestarikan berarti menjadikan dan
membiarkan sesuatu tetap tak berubah. Kemudian, kata lestari diberi
imbuhan pe-an yang berarti membuat jadi atau menjadikan seperti pada
kata dasarnya. Oleh karena itu, pelestarian berarti membuat jadi atau
menjadikan sesuatu lestari, tetap selama-lamanya, kekal, dan tidak
berubah. Dengan ungkapan lain, pelestarian merupakan upaya
mengabdikan, memelihara dan melindungi sesuatu dari perubahan.12
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak
bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di
bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha
untuk menyelamatkan lingkungan hidup disekitar kita sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing.13
Apabila manusia mengurus dan mengelola alam lingkungan dan
berbagai kekayaan yang tersedia ini dengan sebaik-baiknya, seadil-adilnya
maka kebaikan itu akan dinikmati manusia secara awet dan lestari. Tetapi
sebaliknya, apabila pengurusan alam ini tidak baik, tidak adil, dan tidak
seimbang dalam melakukan alam lingkungannya, niscaya azab Allah dan
malapetaka akan datang kepada manusia.14
C. Hukuman Bagi Pelaku Perusak Lingkungan dalam Hukum Pidana Islam
1. Pengertian Hukuman
Hukuman dalam istilah Arab sering disebut ‘uqu>bah, yaitu bentuk
balasan bagi seseorang yang atas perbuatannya melanggar ketentuan syara’
yang ditetapkan Allah SWT dan Rasulullah Saw untuk kemaslahatan
manusia. Pemidanaan dimaksudkan untuk mendatangkan kemaslahatan
umat dan mencegah kedzaliman atau kemadharatan. Menurut Abdul Qadir
Audah, hukuman adalah suatu penderitaan yang dibebankan kepada
seseorang akibat perbuatannya melanggar aturan.15
Menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan S. Wojowasito,
hukuman berarti siksaan atau pembalasan kejahatan (kesalahan dosa).16
13 Gufron, Rekonstruksi Paradigma Fikih…, 82.
14 Kaelany, Islam dan aspek-aspek kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 207. 15 Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), 111-112.
Dalam ungkapan lain, hukuman merupakan penimpaan derita dan
kesengsaraan bagi pelaku kejahatan sebagai balasan dari apa yang telah
diperbuatnya kepada orang lain atau balasan yang diterima si pelaku akibat
pelanggaran perintah syara’.17
Berbagai kebajikan yang ditempuh oleh umat Islam dalam upaya
menyelamatkan manusia baik perseorang maupun masyarakat dari
kerusakan dan menyingkirkan hal-hal yang menimbulkan kejahatan Islam
berusaha mengamankan masyarakat dengan berbagai ketentuan, baik
berdasarkan Al-Quran, Hadis Nabi, maupun berbagai ketentuan dari ulil
amri> atau lembaga legislatif yang mempunyai wewenang menetapkan
hukuman bagi kasus-kasus ta’zi>r. Semua itu pada hakikatnya dalam upaya
menyelamatkan umat manusia dari ancaman kejahatan.18
Dasar-dasar penjatuhan hukuman adalah:19 khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan’’.
17 Ibid.
b) QS. An Nisa> ayat 135
Artinya: ‘‘Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan’’.
c) QS. An Nisa> ayat 58
ْنأ ساّنلا نْيب ْمتْمكح اذإو اهلْهأ ىلإ تانامأا اودؤت ْنأ ْمكرمْأي ّ ّّنإّ ّّنإ لْدعْلاب اومكْحتّ
اريصب اعيمس ناك ّّنإ هب ْمكظعي اّ معن ّ
Artinya: ‘‘Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat’’.
2. Tujuan Hukuman
Tujuan hukuman adalah pencegahan, maka besarnya hukuman harus
sedemikian rupa yang cukup mewujudkan tujuan tersebut, tidak boleh
kurang atau lebih dari batas yang diperlakukannya, dan dengan demikian
maka terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman.20 Dalam
syari’at Islam, dalam menjatuhkan hukuman juga bertujuan membentuk
masyarakat yang baik dan yang dikuasai oleh rasa saling menghormat dan
mencintai antara sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak
dan kewajibannya.21
Dalam aplikasinya, hukuman dapat dijabarkan menjadi beberapa
tujuan, sebagai berikut:22
1) Untuk memelihara masyarakat. Dalam hal ini pentingnya hukuman
bagi pelaku jari>mah sebagai upaya menyelamatkan masyarakat dari
perbuatannya.
2) Sebagai upaya pencegahan atau prevensi khusus bagi pelaku. Apabila
seseorang melakukan tindak pidana, dia akan menerima balasan yang
sesuai dengan perbuatannya.
3) Sebagai upaya pendidikan dan pengajaran (ta’dib dan tahdhib).
Hukuman bagi pelaku pada dasarnya juga sebagai upaya mendidiknya
agar menjadi orang baik dan anggota masyarakat yang baik pula.
4) Hukuman sebagai balasan atas perbuatan. Pelaku jari>mah akan
mendapat balasan atas perbuatan yang dilakukannya.
Dari aplikasi tujuan-tujuan hukum, tujuan akhirnya atau tujuan
pokoknya adalah menyadarkan semua anggota masyarakat untuk berbuat
baik dan menjauhi perbuatan jelek, mengetahui kewajiban dirinya, dan
menghargai hak orang lain sehingga apa yang diperbuatnya dikemudian
21 Ibid., 257.
hari berdasarkan kesadaran, tidak selalu dikaitkan dengan ancaman
hukuman.23
3. Pengertian Ta’zīr
Ta’zīr menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar) yang berarti
menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan,
membantu.24 Sebagian ulama mengartikan ta’zīr sebagai hukuman yang
berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang
tidak ditentukan Al-Qur’an dan Hadis. Ta’zīr berfungsi memberikan
pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak
mengulangi perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah
hukuman had atau kafarat.25
Ta’zīr juga berarti hukuman yang berupa membela pelajaran disebut
dengan ta’zīr karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si
terhukum untuk tidak kembali kepada jari>mah atau dengan kata lain
membuatnya jera.26 Jadi, dengan demikian jari>mah ta’zīr adalah suatu
jari>mah yang hukumannya diserahkan kepada hakim atau penguasa. Hakim
dalam hal ini diberi kewenangan untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku
jari>mah ta’zīr.27 Dari definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa
ta’zīr adalah suatu istilah untuk hukuman atas jari>mah-jari>mah yang
23 Ibid., 66.
24 Dzajuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), 164.
25 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam…, 141. 26 Dzajuli, Fiqh Jinayah..., 165.
hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Para fuqaha, jari>mah-jari>mah
yang hukumnya belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan dengan jari>mah
ta’zīr. Jadi, istilah ta’zīr bisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga
untuk jari>mah (tindak pidana).28
Perbuatan yang dikategorikan jari>mah, suatu perbuatan harus
memiliki beberapa persyaratan atau beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut
adalah sebagai berikut ini:29
1. Unsur formal atau rukun syar’i
Adalah adanya ketentuan syara atau nash yang menyatakan bahwa
perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang oleh hukum
dinyatakan sebagai sesuatu yang dapat dihukum atau adanya nash (ayat)
yang mengancam hukuman terhadap perbuatan yang dimaksud.
2. Unsur materiil atau rukun madi
Adalah adanya perilaku yang membentuk jari>mah, baik berupa
perbuatan ataupun tidak berbuat atau adanya perbuatan yang bersifat
melawan hukum.
3. Unsur moril atau rukun adaby
Unsur ini disebut juga al-mas’u>liyya>h al-Jinaiyyah atau
penanggungjawaban pidana. Maksudnya adalah pembuat jari>mah atau
pembuat tindak pidana atau delik haruslah orang yang dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Para ulama membagi jari>mah ta’zīr menjadi dua bagian, yaitu:30
1) Jari>mah yang berkaitan dengan hak Allah SWT
Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak Allah
SWT adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan umum.
Misalnya membuat kerusakan di bumi, perampokan, pencurian,
perzinaan, pemberontakan dan tidak taat kepada ulil amri.
2) Jari>mah yang berkaitan dengan hak perorangan
Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak hamba
adalah segala sesuatu yang mengancam kemaslahatan bagi seseorang
manusia, seperti tidak membayar utang dan penghinaan.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hapusnya hukuman
ta’zi>r itu diantaranya adalah:31
1. Meninggalnya si Pelaku
Meniggalnya si pelaku jari>mah ta’zi>r merupakan salah satu sebab
hapusnya sanksi ta’zi>r meskipun tidak menghapuskan seluruhnya. Hal
ini berlaku bila sanksi ta’zi>r yang harus dijalani adalah berupa sanksi
badan atau sanksi yang berkaitan dengan kebebasan, atau sanksi-sanksi
lain yang berkaitan dengan pribadinya, seperti hukuman buang dan
celaan karena yang akan dikenai hukuman yakni badan si pelaku
tersebut.
2. Pemaafan
Adapun al-Mawardi sebagaimana yang dikutip A. Djazuli berpendapat
sehubungan dengan pemaafan ini sebagai berikut: bila pemaafan hak
adami diberikan sebelum pengajuan gugatan kepada hakim, maka ulil
amri bisa memilih antara menjatuhkan sanksi ta’zi>r dan memaafkannya.
Bila pemaafan diberikan sesudah pengajuan gugatan kepada hakim oleh
korban, maka fuqaha berbeda pendapat tentang hapusnya hak ulil amri
untuk menjatuhkan hukuman yang berkaitan dengan hak masyarakat.
3. Taubat
Taubat bisa menghapuskan sanksi ta’zi>r apabila jari>mah yang dilakukan
oleh si pelaku itu adalah jari>mah yang berhubungan dengan hak Allah
SWT, taubat menunjukkan adanya penyesalan terhadap perbuatan
jari>mah yang telah dilakukan, menjauhkan diri darinya, dan ada niat dan
rencana yang kuat untuk tidak kembali melakukannya.
4. Kadaluarsa
Yang dimaksud dengan kadaluwarsa dalam fiqh jinayah adalah lewatnya
waktu tertentu setelah terjadinya kejahatan atau setelah dijatuhkannya
keputusan pengadilan tanpa dilaksanakan hukuman.
4. Sanksi Ta’zīr
Maksud utama sanksi ta’zīr adalah sebagai preventif dan represif
serta kuratif dan edukatif. Atas dasar ini ta’zīr tidak boleh membawa
kehancuran. Yang dimaksud dengan fungsi preferentif adalah bahwa sanksi
dikenai hukuman ta’zīr), sehingga orang lain tidak melakukan perbuatan
yang sama dengan perbuatan terhukum. Yang dimaksud dengan fungsi
represif adalah bahwa sanksi ta’zīr harus memberikan dampak positif bagi
si terhukum, sehingga ia tidak lagi melakukan perbuatan yang
menyebabkan dirinya dijatuhi hukuman ta’zīr.32
Oleh karena itu, sanksi ta’zīr itu, baik dalam fungsinya sebagai usaha
preventif maupun represif, harus sesuai denga keperluan, tidak lebih dan
tidak kurang dengan menerapkan prinsip keadilan. Yang dimaksud dengan
fungsi kuratif (islah) adalah bahwa sanksi ta’zīr itu harus mampu membawa
perbaikan sikap dan perilaku terhukum di kemudian hari. Yang dimaksud
dengan fungsi edukatif adalah bahwa sanksi ta’zīr harus mampu
menumbuhkan hasrat terhukum untuk mengubah pola hidupnya sehingga
ia akan menjauhi perbuatan maksiat bukan karena takut hukuman
melainkan semata-mata karena tidak senang terhadap kejahatan.33
Perbuatan maksiat adalah tindakan tidak melaksanakan kewajiban dan
mengerjakan keharaman.34 Maksud dilakukannya ta’zīr adalah agar si
pelaku ingin menghentikan kejahatannya dan hukum Allah SWT tidak
dilanggarnya.35
32 Ibid., 190-191.
33 Ibid.
34 Abdurrahman Al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, Syamsuddin Ramadlan, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), 241.
Sanksi ta’zīr itu macamnya beragam, diantaranya adalah:36
a) Sanksi ta’zīr yang mengenai badan. Hukuman yang terpenting dalam hal
ini adalah hukuman mati dan jilid.
b) Sanksi yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, sanksi yang
terpenting dalam hal ini adalah penjara dengan berbagai macamnya dan
pengasingan.
c) Sanksi ta’zīr yang berkaitan dengan harta. Dalam hal ini yang terpenting
diantaranya adalah denda, penyitaan/perampasan dan penghancuran
barang.
d) Sanksi-sanksi lainnya yang ditentukan oleh ulil amri> demi kemaslahatan
umum.
5. Syarat-syarat Penetapan Ta’zīr
Syara’ tidak menentukan macam-macam hukuman untuk setiap
jari>mah ta’zīr, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang
paling ringan sampai yang paling berat. Hakim diberi kebebasan untuk
memilih hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian, sanksi ta’zīr tidak
mempunyai batas tertentu. Ta’zīr berlaku atas semua orang yang
melakukan kejahatan. Syarat-syaratnya adalah:37
1) Berakal sehat
2) Tidak ada perbedaan (baik laki-laki maupun perempuan, dewasa
maupun anak-anak, atau kafir maupun muslim).
36 Dzajuli, Fiqh Jinayah..., 192.
Setiap orang yang melakukan kemungkaran atau menganggu pihak
lain dengan alasan yang tidak dibenarkan baik dengan perbuatan, ucapan,
atau isyarat. Perlu diberi sanksi ta’zīr agar tidak mengulangi
perbuatannya.38 Penetapan sanksi ta’zīr dilakukan melalui pengakuan,
bukti, serta pengetahuan hakim dan saksi. Kesaksian dari kaum perempuan
bersama kaum laki-laki dibolehkan, namun tidak diterima jika saksi dari
kaum perempuan saja.39
Menurut mazhab Hanafi penerapan sanksi ta’zīr itu diserahkan
kepada ulil amri termasuk batas minimal dan maksimalnya. Dalam hal ini
harus tetap dipertimbangkan hukumannya yang sesuai dengan jari>mah dan
perbuatannya. Jari>mah dalam kaitannya dengan penerapan sanksi ta’zīr
artinya bahwa sanksi itu harus disesuaikan dengan jari>mah yang dilakukan
oleh terhukum.40 Dikalangan mazhab Hanbali dan sebagian ulama
Syafi’iyah apabila si terhukum itu seorang residivis dan hukuman had tidak
memberikan daya represif baginya, maka ulil amri boleh menjatuhkan
kepadanya hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati agar
tidak membawa madharat kepada manusia.41
Pendapat-pendapat para ulama menunjukkan bahwa meskipun sanksi
ta’zīr itu diserahkan kepada hakim untuk menjatuhkan akan tetapi ia harus
mempertimbangkan banyak hal supaya sanksinya tidak melampaui batas
38 Ibid.
39 Ibid., 145.
dan kurang dari batas. Sehubungan dengan hal ini, maka ulil amri
menetapkan sanksi untuk setiap jari>mah, setidak-tidaknya batas tertinggi
suatu sanksi supaya menjadi pegangan para hakim dan lebih tepat sesuai
dengan tujuan hukum.42
BAB III
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI TENTANG
PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA
A. Deskripsi Pengadilan Negeri Banyuwangi
Banyuwangi adalah sebuah kecamatan di kabupaten Banyuwangi,
Provinsi Jawa Timur, Indonesia.1 Awalnya Pengadilan Negeri Banyuwangi
berkantor di jalan Jaksa Agung Suprapto No. 52 Banyuwangi hingga pada
tanggal 22 Desember 1981, kantor Pengadilan Negeri Banyuwangi berpindah
lokasi di jalan Adi Sucipto No. 26 Banyuwangi sampai dengan sekarang,
dengan luas tanah +4200 m2, yang diresmikan oleh Direktur Jenderal
Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman, Soeroto, SH.2
Pengadilan Negeri Banyuwangi merupakan Pengadilan Negeri kelas IB
yang berada dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi jawa Timur yang
diresmikan oleh ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. Dr.
Bagirmanan, SH, Mcl, pada tanggal 26 Mei 2004. Pada tanggal 27 Juli 2009
Pengadilan Negeri Banyuwangi diusulkan ke klas IA dan atas usulan tersebut
pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2009 Pengadilan Negeri Banyuwangi
ditinjau oleh Dirjen Badan Peradilan Umum, dalam kunjungan kerjanya
dalam rangka Peningkatan kelas IA Pengadilan Negeri Banyuwang.3
1Badan Perpustakaan dan kearsipan ‘’Banyuwangi’’ http://www.Banyuwangi-Banyuwangi.html, diakses pada 5 Juni 2016.
2 Pengadilan Negeri Banyuwangi, ‘’Sejarah Pengadilan Di Banyuwangi’’
Menurut Undang-undang Nomor 2 tahun 1998, bahwa pengadilan
Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama. Tempat kedudukan
pengadilan berada disetiap Kotamadya atau Kabupaten, maka secara
otomatis daerah hukum Pengadilan Negeri adalah meliputi wilayah
Kotamadya atau Kabupaten yang bersangkutan, dikecualikan dari ketentuan
ini adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebab, daerah hukumnya selain
wilayah Jakarta pusat misalnya tindak pidana yang dilakukan di luar negeri
dinyatakan dalam pasal 86 KUHAP, bahwa “apabila seorang melakukan
tindak pidana di luar negeri yang dapat diadili menurut hukum Republik
Indonesia, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang
mengadilinya’’.4
B. Deskripsi Kasus Tindak Pidana Penangkapan Ikan dengan Potasium Cianida
yang Dilakukan Oleh Para Nelayan Di Banyuwangi
Kasus tindak pidana penangkapan ikan dengan bahan kimia berupa
potasium cianida ini dilakukan oleh kerjasama para nelayan untuk
mendapatkan ikan yang dapat merusak lingkungan lautan. Perbuatan
tersebut merupakan suatu kesalahan yang melanggar hukum yang tidak
sesuai dengan ketentuan. Kasus tindak pidana penangkapan ikan ini terjadi
di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo kabupaten Banyuwangi,
untuk lebih detailnya akan dijelaskan kronologisnya.
4 Bambang Waluyo, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, (Jakarta: Sinar
Bahwa para terdakwa diajukan ke persidangan oleh penuntut umum
didakwa berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut:5
Bahwa mereka terdakwa I. Aida Ramandai, terdakwa II. Nursewan.
terdakwa III. Nanang Irwanto pada hari kamis tanggai 11 juni 2015 sekira
jam 12.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu yang termasuk dalam
bulan juni 2015, bertempat di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo
kabupaten Banyuwangi tepatnya pada posisi koordinat 08.46'30" LS
I14.45'20" BT atau setidak tidaknya pada suatu tempat yang masih dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Banyuwangi yang berhak memeriksa dan
mengadili perkaranya, secara bersama sama baik sebagai orang yang
melakukan perbuatan (Dader) atau sebagai orang yang turut serta melakukan
perbuatan (Mede Dader) dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan
RI, melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan
menggunakan bahan kimia, bahan biologis atau bahan peledak yang dapat
merugikan dan atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan atau
lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1), yang
dilakukan dengan cara-cara atau keadaan sebagai berikut:
Bahwa para terdakwa sebelum melakukan perbuatannya, terlebih
dahulu mereka bersepakat untuk mencari ikan di laut dengan menggunakan
bahan kimia jenis Natrium Cianida (NacN) sebagai sarana untuk
mendapatkan ikan, selanjutnya para terdakwa mulai menyusun rencana
untuk melakukan niatnya tersebut, setelah para terdakwa membagi
masing tugasnya pada hari kamis tanggal 11 Juni 2015 sekitar pukul 05.00
Wib. Sekira jam 11.00 Wib para terdakwa sampai pada perairan Tanjung
Batu kecamatan Tegaldelimo kabupaten Banyuwangi tepatnya pada posisi
koordinat 08.46’30" LS 114.45'20" BT kemudian para terdakwa
memasukkan butiran-butiran potasium yang masih berbentuk padat untuk
dimasukkan ke dalam botol bekas air aki dan diisi air laut kemudian
dikocok-kocok agar larut setelah itu terdakwa I mencari gerombolan ikan
yang berada di rongga-rongga karang lalu menyemprotkan cairan potasium
yang ada di dalam botol bekas air aki tersebut tidak lama kemudian banyak
ikan yang mabuk kemudian terdakwa II dan terdakwa III menangkap ikan
yang mabuk dengan menggunakan jaring kemudian dinaikkan ke atas kapal
dan dimasukkan ke dalam box ikan. Sekira jam 12.00 WIB pada saat para
terdakwa sedang menyelam untuk mengumpulkan ikan hasil tangkapan
dengan menggunakan potasium para terdakwa didatangi dan dilakukan
pemeriksaan oleh petugas Satuan Polisi Air Polres Banyuwangi. Kemudian
para terdakwa dibawa ke kantor Satuan Polisi Air Polres Banyuwangi.
1. Keterangan saksi
Bahwa untuk membuktikan dakwaannya penuntut umum telah
mengajukan 2 (dua) orang saksi dan 1 (satu) orang saksi Ahli di depan
persidangan yang dibawah sumpah sebagai berikut:6
1. Saksi Eko Hadi Saputro
1) Bahwa keterangan saksi dalam BAP Penyidikan telah benar
semua.
2) Bahwa saksi kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan
keluarga.
3) Bahwa saksi melakukan penangkapan terdakwa Aida Romandai
dkk pada hari kamis, tanggal 11 Juni 2015 sekitar jam 12.00 Wib
di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo kabupaten
Banyuwangi bersama Bripka Erman Wahyudi, SH.
4) Bahwa saksi melakukan penangkapan terhadap terdakwa Aida
Romandai dkk dilengkapi dengan surat perintah penangkapan dan
diperintahkan oleh kantor Sat Polair Polres Banyuwangi AKP
Basori Alwi, S.H.M.H.
5) Bahwa terdakwa Aida Romandai dkk tertangkap tangan telah
melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan
bahan kimia berupa potasium di perairan Tanjung Batu kecamatan
Tegaldelimo Banyuwangi.
6) Bahwa terdakwa Aida Romandai dkk telah melakukan kegiatan
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa
potasium di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo
Banyuwangi dengan menggunakan sarana perahu kayu dengan
7) Bahwa terdakwa Aida Romandai telah melakukan kegialan
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa
potasium bersama saudara Nursewan dan saudara Nanang Irwanto.
8) Bahwa saksi pada saat melakukan penangkapan terdakwa Aida
Romandai dkk dengan menggunakan sarana perahu.
9) Bahwa pada saat menangkap terdakwa Aida Romandai dkk saksi
menemukan 1 (satu) unit perahu kayu bernama lantaran hidup
bermesin swan 8 pk sebanyak 1 (satu) buah dan kubota 8 pk, 4
(empat) buah botol bekas air aki yang berisikan potasium cianida
cair, 2 (dua) buah tombak ikan, 3 (tiga) buah kacamata selam
warna putih, 1 (satu) lembar pas kecil a.n Aida Romandai. 1 (satu)
buah pisau, 1 (satu) buah serok ikan warna biru, 1 (satu) buah
karung warna putih berisikan jaring, 3 (tiga) buah tripung tempat
ikan berwarna putih, 1 (satu) buah box tempat ikan berwarna
kuning.1 (satu) butir potasium cianida padat didalam plastik
warna putih. 3 (tiga) ekor ikan putihan dan 1 (satu) ekor ikan
ketambak dengan jumlah berat sekitar 1 (satu) kg.
10) Bahwa setelah menangkap terdakwa Aida Romandai dkk tersebut
kemudian saksi membawa para terdakwa dan barang bukti ke
kantor Sat Pol Air Polres Banyuwangi untuk pemeriksaan lebih
lanjut.
2. Saksi Erman Wahyudi, S.H,
1) Bahwa keterangan saksi dalam BAP penyidikan telah benar
semua.
2) Bahwa saksi tidak kenal dengan para terdakwa tetapi tidak ada
hubungan keluarga.
3) Bahwa saksi melakukan penangkapan terdakwa atas nama Aida
Romandai dkk yang pada saat itu sedang melakukan kegiatan
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa
potasium bersama saksi Eko.
4) Bahwa saksi melakukan penangkapan terdakwa Aida Romandai
dkk pada hari kamis, tanggal 11 juni 2015 sekitar jam 12.00 Wib
di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo kabupaten
Banyuwangi.
5) Bahwa saksi melakukan penangkapan terhadap terdakwa Aida
Romandai dkk dilengkapi dengan surat perintah penangkapan dan
diperintahkan oleh kantor Sat Pol Air Polres Banyuwangi AKP
Basori Alwi. S.H. M.H.
6) Bahwa para terdakwa tertangkap tangan telah melakukan kegiatan
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa
potasium di perairan Tanjung Batu kecamatan Tegaldelimo
Banyuwangi dengan menggunakan sarana perahu kayu dengan