• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ayat jihad dalam al Qur’an: telaah penafsiran ayat-ayat jihad menurut penafsiran ulama radikal dan moderat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ayat jihad dalam al Qur’an: telaah penafsiran ayat-ayat jihad menurut penafsiran ulama radikal dan moderat."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

AYAT

JIHA<D

DALAM AL-

QUR’AN

(Telaah Penafsiran Ayat-Ayat

Jiha>d Menurut

PenafsiranUlama

Radikal dan Moderat)

Skripsi:

DisusununtukMemenuhiTugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu

(S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat.

Oleh:

MUHAMMAD AFIF E73213134

PRODI ILMU AL-

QUR’AN DAN TAFSI

R

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITASISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)

AYAT

JIHA<D

DALAM AL-

QUR’AN

(Telaah Penafsiran Ayat-Ayat

Jiha>d Menurut

PenafsiranUlama

Radikal dan Moderat)

Skripsi:

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1)

Ilmu (Jurusan/program study)

Oleh:

MUHAMMAD AFIF E73213134

PRODI ILMU AL-

QUR’AN DAN

TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Nama : Muhammad Afif

Nim : E73213134

Judul : Ayat jiha<d dalam al-Qur’an (Telaah penafsiran ayat-ayat jiha>d menurut penafsiran ulama radikal dan moderat).

Jihad merupakan istilah yang sangat mulia dalam Islam. Tidak tanggung-tanggung, Allah akan menganugerahi surga yang bisa dimasuki tanpa hisab bagi orang yang shahid dalam rangka berjihad di jalan Allah. Namun sayang, istilah jihad ini sering kali dimonopoli dan dipahami secara tekstual oleh sekelompok tertentu. Dari sinilah peristiwa-peristiwa kekerasan sering terjadi di dunia dengan mengatasnamakan sebagai jihad dalam Islam demi tegaknya agama Allah. Jihad adalah melakukan segala usaha dan berupaya sekuat tenaga serta menanggung segala kesulitan dalam memerangi musuh dan menahan agresinya. Jihad juga memiliki arti mencurahkan segenap upaya di jalan Allah untuk melawan keburukan dan kebatilan. Dimulai dengan jihad terhadap keburukan yang ada di dalam diri dalam bentuk hawa nafsu dan godaan setan, dilanjutkan dengan melawan keburukan di sekitar masyarakat dan berakhir dengan melawan keburukan di manapun sesuai kemampuan. Jihad juga melibatkan aktifitas hati berupa niat dan keteguhan, aktifitas lisan berupa dakwah dan penjelasan, aktifitas intelektual berupa pemikiran dan ide serta aktifitas tubuh berupa perang dan lain sebagainya. Pada dasarnya ada persamaan persepsi mengenai pemaknaan jihad menurut kedua kelompok, baik moderat maupun radikal. Pada dasarnya, baik faham Moderat maupun faham Radikal mengakui adanya penshariatan jihad

difa>’i. Bahkan hampir seluruh umat Islam meyakini dishariatkannya jihad difa>’i

ini. Namun faham Moderat lebih menekankan jihad difa>’i, sedangkan faham Radikal tampaknya lebih cenderung ke jihad t}ala>bi. Penelitian ini ditulis untuk mengkaji tentang penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham Radikal, penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham Moderat dan implementasi penafsiran ayat-ayat Jihad menurut kedua faham di atas dalam kehidupan masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) dengan pendekatan normative-kualitatif. Sedang tipe penelitiannya bersifat deskriptik-analitik, yakni penelitian yang memaparkan sejumlah data untuk kemudian dianalisis sedemikian rupa secara ilmiah guna mendapatkan kesimpulan yang valid dan dapat dipertanggung-jawabkan.

(8)

DAFTAR ISI

COVER... i

SAMPUL DALAM... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PERNYATAAN KEASLIAN... iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

ABSTRAK... xi

DAFTAR ISI... xii

PEDOMAN TRANSLITERASI... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 8

C. Rumusan Masalah... 8

(9)

E. Kegunaan Penelitian... 9

F. Telaah Pustaka... 10

G. Metodologi Penelitian... 11

1. Jenis Penelitian………... 11

2. Sumber Data………... 12

3. Teknik Analisa Data... 13

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG MAKNA JIHAD A. Definisi jihad…………... 15

B. Macam-macam jihad... 18

C. Pandangan ulama tentang jihad... 22

D. Penafsiran ayat-ayat jihad... 27

BAB III : TELAAH PENAFSIRAN AYAT JIHAD A. Penafsiran ayat jihad menurut faham radikal... 34

B. Penafsiran ayat jihad menurut faham moderat... 48

C. Implementasi penafsiran ayat-ayat jihad... 68

BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan... 73

B. Saran-Saran... 75

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jihad merupakan istilah yang sangat mulia dalam ajaran Islam. Tidak

tanggung-tanggung, Allah telah menjanjikan surga yang bisa dimasuki tanpa

hisab bagi orang yang meninggal shahid dalam rangka berjihad di jalan Allah.

Namun sayang, istilah jihad ini sering kali dimonopoli dan dipahami secara

tekstual oleh sekelompok tertentu. Dari sinilah peristiwa-peristiwa kekerasan

sering terjadi di dunia dengan mengatasnamakan sebagai jihad dalam Islam demi

tegaknya agama Allah.

Sebagai akibatnya muncullah citra buruk terhadap Islam, dilabeli sebagai

penebar teror hingga dibatasinya gerakan dakwah oleh pemerintah. Mereka para

pelaku kekerasan sering kali mengaitkan tindakan tersebut atas dasar landasan

agama Islam, yaitu jihad.

Teks ayat-ayat suci Alquran yang membicarakan tentang tema jihad,

penegakan hukum shariat maupun isu khilafah memang menjadi tema besar

kelompok fundamental ini. Slogan kembali kepada Alquran dan Sunnah,

pelabelan “Kafir” terhadap orang-orang yang tidak sepaham dan teriakan “Allahu

Akbar” selalu menggema di setiap gerakan, aksi, maupun demo yang digelar.

Beberapa ayat yang berbicara tentang jihad sering disampaikan melalui khutbah,

(11)

2

disebarkan pula buletin di masjid-masjid dan kampus, serta penyebaran paham

keagamaan, ujaran kebencian dan isu politik melalui media massa, baik cetak

maupun online. Beberapa ayat tentang tema jihad dan peperangan itu seperti

firman Allah swt dalam Qs. al-Baqarah: 190-191.







“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,

(tetapi) janganlah kamu melampaui batas.”











“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah

mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekkah); dan fitnah itu lebih

besar dari bahayanya pembunuhan.”

Inilah ayat yang pertama turun tentang perang, menurut al-Rabi’dan Anas

ra1 ayat ini, yang berasal dari periode Madinah, juga merupakan ayat perang

pertama yang akan dijumpai bila membuka kitab suci Alquran dari muka.

Teks ayat tersebut jelas sekali merupakan perintah Allah swt untuk

memerangi orang-orang kafir yang dengan sengaja melakukan tindakan

pengusiran dan memerangi terhadap orang-orang mukmin. Menurut Quraish

Shihab, ayat 190 surat al-Baqarahini berbicara tentang waktu, kapan diizinkannya

peperangan dimulai oleh kaum Muslimin. Ia dapat dimulai saat ada musuh yang

menyerang.2

1

(12)

3

Namun tidak semua sarjana tafsir meyakini bahwa ayat tersebut sebagai

ayat yang pertama. Rashi>d Rid}a dalam tafsi>r al-Mana>r menyatakan: Sebuah

riwayat dari Abu> Bakr al-Siddiq ramenyatakan bahwa ayat yang mula-mula turun

tentang perang adalah Qs. al-Hajj: 39-40.3





“Diizinkan (berperang) bagi mereka (kaum Muslimin) yang diperangi,

karena mereka teraniaya.”







“Mereka yang diusir dari kampung halaman sendiri tanpa alasan yang

benar, kecuali karena mereka berkata: Tuhan kami (hanyalah) Allah.”

Banyaknya tafsir yang menjelaskan tentang ayat-ayat perang seperti di

atas adalah sebagai respon kaum muslimin dan reaksi mereka terhadap tindakan

semena-mena yang dilakukan oleh kaum kafir. Semua sejarawan sepakat, dalam

kehidupan rasulullah saw di Mekah, perang dilarang. Hal itu dicerminkan oleh

banyak ayat Alquran pada masa itu, yang tidak sekalipun berbicara tentang perang

melainkan justru pendekatan yang lunak. Seperti firman Allah swt dalam Qs.

Fus}s}ila>t: 34.







3
(13)

4

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan

cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada

permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”

Pokok masalah dalam ayat-ayat perang seperti di atas yang menjadi

landasan berpikir ekstrim kaum fundamentalis –selain karena pemahaman

tekstual- tampaknya juga dipengaruhi oleh tulisan beberapa mufasir. Sebutlah

tafsir klasik karya Zamakhshari. Ia mengikuti sebuah pendapat dari Ibn Zaid yang

menyatakan bahwa ayat perang dalam surat al-Baqarah:190 di atas terhitung

sebagai ayat yang mansu>kh, dihapuskan hukumnya dengan ayat lain Qs.

al-Taubah: 36.





“Dan perangilah para mushrik keseluruhan sebagaimana mereka

memerangi kamu keseluruhan.”

Zamakhshari, karena teori na>sikh-mansu>kh ini mengemukakan beberapa

pendapat, diantaranya adalah peperangan yang dilakukan oleh rasulullah saw

adalah peperangan terhadap semua orang kafir:

“Karena mereka semuanya melawan umat muslimin dan bermaksud

memerangi. Jadi mereka berada dalam hukum perang, baik mereka berperang

maupun tidak.”4

Selain karena kontroversi na>sikh-mansu>kh dan perbedaan pandangan

antara mufasir mengenai pemberlakuan perang melawan kaum kafir, ayat perang

dalam Qs. al-Baqarah: 190 di atas menyinggung kata fitnah. Kata ini memiliki

4Zamakhshari, Al-Kasha>f, jilid I

(14)

5

beberapa pengertian yang tidak satupun menyangkut arti “tuduhan palsu” seperti

yang sering dipahami, yang bahasa Arabnya adalah buhta>nan (Qs. [4]: 20, 112,

156; Qs. [24]: 16, dan Qs. [60]: 12). Asal kata fitnah bermakna tindakan

mendekatkan emas kepada api untuk mendapatkan kemurniannya.5 Kemudian

berkembang menjadi semua yang merupakan sarana pengujian. Karena itu fitnah

biasanya dimaknai sebagai cobaan, ujian, atau bencana apapun (termasuk

kecamuk batin) yang hakikatnya adalah ujian. Dalam ayat ini fitnah punya

beberapa penafsiran. Pertama shirik, seperti pendapat Qata>dah, al-Rabi’ dan

al-D{aha>k. Sedangkan Ibn Zaid mengartikan fitnah sebagai bencana kekafiran.6

Penggunaan makna-makna tersebut memicu pemahaman yang ekstrim

bahwa memerangi orang-orang kafir merupakan perintah dari Allah swt untuk

menghindarkan kemushrikan dan kekufuran yang sejatinya kedua hal tersebut

lebih besar bahayanya. Belum lagi kata “fitnah” itu disebut kembali dalam ayat

berikutnya (Qs. 2: 193) yang memerintahkan umat muslimin untuk melakukan

peperangan sampai tidak ada fitnah lagi dan ketaatan hanya semata-mata untuk

Allah swt.

Pandangan para mufasir tentang penafsiran ayat-ayat perang seperti di atas

tentu tidak berlebihan jika melihat konteks di masa mereka hidup dan dimana

mereka tinggal. Namun yang sering menjadi problem masyarakat muslim adalah

memahami penafsiran mereka tanpa mengesampingkan konteks yang meliputi

pola pemikiran mereka yang tentunya juga sangat dipengaruhi oleh kultur, sosial

budaya dan iklim politik. Karena kesulitan ini, sehingga memahami ayat Alquran

5Al-Alu>si, Tafsi>r Ru>h al-Maa>ni, (Kairo: Da>r al-Hadi>th

, 2005), 160. 6

(15)

6

maupun tafsir lebih cenderung kepada pemahaman tekstual ayat dan redaksional

tafsir semata. Maka tidak heran jika Islam yang sejatinya diproklamasikan sebagai

agama rahmatan li al-„a>lami>n malah justru menghadirkan wajah yang

menakutkan dari para pemeluknya. Islam yang hakikatnya bermakna damai,

tentram, aman, berserah diri dan sebagainya, namun sebagian pemeluknya justru

menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa ayat-ayat yang mengajarkan

perdamaian dan toleransi pada umumnya turun sebelum nabi Muhammad saw

hijrah atau masuk dalam periode makiyah. Sementara ayat perang (yang biasa

disebut ayat qita>l atau ayat saif) turun pada fase setelah hijrah atau madaniyah.

Adanya kesan kontradiktif antara ayat damai dan ayat perang ini pada umumnya

oleh para ulama klasik diselesaikan dengan metode na>sikh-mansu>kh, dimana ayat

damai dinyatakan sebagai ayat yang hukumnya telah di-mansu>kh oleh ayat

perang.

Terdapat perbedaan penafsiran dalam memaknai ayat jihad menurut faham

radikal dan moderat sebagaimana berikut:

Definisi Jihad menurut faham radikal adalah: “Mencurahkan segenap

kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah Azza wa Jalla dan menolak

semua yang dibenci Allah.” Faham radikal memandang jihad dapat diaplikasikan

melalui tangan, hati, dakwah, hujjah, lisan, ide dan aturan serta aktivitas positif

yang mencakup segala bentuk usaha lahir dan batin yang bisa dikategorikan

(16)

7

upaya membersihkan kotoran-kotoran duniawi adalah memberantas kekafiran,

karena kekafiran merupakan induk dari kejahatan.

Sedangkan jihad dalam pandangan faham moderat tidak hanya bermakna

peperangan. Jihad menurutnya bisa bermakna “kesungguhan” dan

“menyampaikan hujjah.” Sebuah konsep yang mencakup semua aspek kehidupan.

Kontekstualisasi dari konsep jihad ini bisa diwujudkan dalam beragam aktivitas

sosial yang terkait dengan problematika masyarakat dewasa ini. Seperti problem

kemiskinan, persoalan kesehatan, masalah pendidikan, kesenjangan sosial dan

lain-lain.

Berdasarkan perbedaan pandangan diantara ulama mengenai penafsiran

ayat-ayat jihad sebagaimana di atas, penulis merasa perlu untuk mengkaji

penafsiran ayat-ayat terkait jihad dari perspektif faham radikal dan moderat.

Adapun yang dimaksud penafsiran faham radikal dan moderat disini adalah

pemikiran ulama dan intelektual yang biasa dijadikan rujukan oleh kelompok

radikal yang fundamental dan kelompok moderat yang teleran. Dari persoalan

perbedaan penafsiran tersebut, akan dibahas secara detil dalam penelitian ini.

(17)

8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi

masalah dalam penelitian ini sebagaimana berikut:

1. Makna jihad dalam Alquran.

2. Kandungan beberapa ayat jihad dalam Alquran.

3. Penafsiran ayat jihad dalam pandangan ulama.

4. Perbedaan pendapat mengenai na>sikh dan mansu>kh dalam ayat jihad.

5. Implementasi jihad terhadap kehidupan sosial.

6. Hubungan antara jihad, terorisme dan radikalisme.

C. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang

akan di bahas, sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham radikal?

2. Bagaimana penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham moderat?

3. Bagaimana implementasi penafsiran ayat-ayat jihad menurut kedua faham di

(18)

9

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham radikal.

2. Untuk mengkaji penafsiran ayat-ayat jihad menurut faham moderat.

3. Untuk mengetahui secara mendalam implementasi penafsiran ayat-ayat jihad

menurut kedua faham di atas dalam kehidupan sosial.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritik, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih

pemikiran bagi pengembangan ilmu Ushuluddin pada umumnya dan Ilmu

Alquran dan Tafsir pada khususnya serta menjadi rujukan penelitian

berikutnya.

2. Secara praktis, Penelitian ini diharapkan mendorong penelitian-penelitian lain

tentang disiplin ilmu yang digali dari kedua sumber hukum Islam yakni

Alquran dan hadis.

(19)

10

F. Telaah Pustaka

Sudah ada beberapa tulisan yang berbicara tentang jihad, baik berupa

buku, artikel maupun penelitian (jurnal, skripsi dan tesis). Adapun tulisan-tulisan

tersebut diantaranya adalah, sebagai berikut:

1. Studi tentang jihad dalam Alquran menurut al-Maraghi dan ibn Katsir,

Harnoto, Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas

tentang jihad menurut penafsiran ulama, yaitu: al-Maraghi dan ibn Katsir.

2. Konsep jihad fisik dalam Alquran: Suatu kajian tafsir tematik; M.

Burhanudin Hidayatullah, Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Penelitian ini membahas tentang konsep jihad secara fisik menurut teks

suci Alquran.

3. Pandangan Hamka tentang konsep jihad dalam tafsir al-Azhar, Slamet

Pramono, Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas

tentang konsep jihad menurut pandangan Hamka dalam tafsir al-Azhar.

4. Relevansi pemikiran tafsir jihad M. Quraish Shihab dalam tafsir

al-Misbah, Moh Cholil, Skripsi, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini

membahas tentang relevansi penafsiran ayat jihad menurut pemikiran

Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah.

5. Teologi perdamaian dalam tafsir jihad; Wasid, IAIN Sunan Ampel

Surabaya. Penelitian ini membahas tentang penafsiran ayat jihad dari sudut

(20)

11

6. Tafsir jihad: Menyingkap tabir fenomena terorisme global, Zulfi Mubaraq,

IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang penafsiran

ayat jihad dari fenomena terorisme secara global.

7. Jihad dalam Alquran: Suatu kajian dengan pendekatan tafsir maudhui,

Abu Bakar, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas

tentang makna jihad dalam Alquran dari pendekatan tafsir maudhui.

8. Konsep jihad menurut M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah dan

kaitannya dengan materi pendidikan agama Islam, Mambaul Ngadhimah,

IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini membahas tentang konsep

jihad menurut penafsiran M. Qurasih Shihab dan kaitannya dengan materi

pendidikan agama Islam.

Secara umum, tulisan-tulisan tersebut lebih banyak membahas tentang

jihad dari tinjauan pemikiran tokoh dan karya tafsir tertentu, belum sama sekali

menyentuh problematika ayat-ayat jihad menurut penafsiran kelompok radikal

dan moderat.Celah kosong inilah yang penulis manfaatkan untuk mengisinya.

G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam upaya memperoleh gambaran yang jelas, rinci serta analisis dan

sistematis atas permasalahan ini, penelitian ini memakai jenis penelitian

kepustakaan (library research). Library research, yaitu penelitian yang

dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku,

(21)

12

2. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan berupa literatur yang terdiri dari hasil

karya tulis kepustakaan, penelitian dan berbagai macam jenis dokumen yang

biasanya terangkum dalam buku, jurnal, penelitian, tesis, dan karya-karya tulis

lainnya.

a. Sumber Data Primer

Karena topik pembahasan pada penelitian ini adalah konsep jihad dalam

pandangan faham radikal dan moderat, maka yang menjadi sumber data primer

penulis dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir dan kitab yang membahas

tentang jihad menurut pandangan kedua faham tersebut, seperti:

1. Al-T{abari, Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l Alqura>n.

2. Bisri Musthafa, Tafsi>r al-Ibri>z.

3. Sayyid Qut}b, Tafsi>r fi Z{ila>l Alqura>n.

4. Ibnu Taimiyyah, Al-Siya>sah al-Shar’iyyah fi Is}la>h} al-Ra>’i wa al-Ra>’iyyah.

b. Sumber Data Sekunder

Adapun yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah

kitab-kitab dan buku-buku ataupun tulisan-tulisan orang lain yang memiliki keterkaitan

dengan pembahasan yang akan dikaji oleh penulis. Di antaranya adalah:

1. Al-Alu>si, Tafsi>r Ru>h al-Ma‘a>ni.

2. Rashi>d Rid}a>, Muh}ammad,Tafsi>r al-Mana>r.

3. Zamakhshari, Al-Kasha>f.

(22)

13

5. Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyah,Mukhtas}arZa>d al-Ma‘a>d.

6. Abdul Waha>b al-Sha’ra>ni, Kita>b al-Mi>za>n.

7. Fauza>n bin S{a>lih al-Fauza>n, I‘a>nah al-Mustafi>d Bi Sharh} Kitab al-Tauh}i>d.

8. H}asan al-Banna, Risa>lah al-Jihad.

9. Kitab-kitab klasik dan kontemporer serta sumber data lain yang berkaitan

dengan pembahasan yang akan dikaji.

3. Teknik Analisa Data

Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research) dengan

pendekatan normative-kualitatif. Sedang tipe penelitiannya bersifat

deskriptik-analitik, yakni penelitian yang memaparkan sejumlah data untuk kemudian

dianalisis sedemikian rupa secara ilmiah guna mendapatkan kesimpulan yang

valid dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Data yang diambil dari studi kepustakaan disusun secara sistematis

kemudian diseleksi untuk diklasifikasi menurut kualitas kebenarannya dengan

menganalisis secara normatif guna menemukan jawaban permasalahan penelitian.

Dari data yang diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif dengan

menggunakan beberapa metode, yaitu metode deskriptif-analitis, eksplanatori,

induktif dan deduktif. Berikut akan kami jabarkan penjelasan metodenya:

a. Deskriptif-analitis, metode ini digunakan untuk menggambarkan sifat suatu

keadaan yang sedang atau telah berjalan pada saat penulis mengumpulkan atau

(23)

14

mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan secara

konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik.7

b. Eksplanatori, metode penelitian ini bertugas menerangkan tentang

kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya suatu teori atau peristiwa,8 lebih jelasnya

peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta. Dari data tersebut

peneliti menjelaskan hubungan kausal (sebab-akibat) antara variabel-variabel

melalui pengujian hipotesa (dugaan sementara).

c. Induktif, yaitu sebuah proses analisa yang bertitik tolak dari pola pikir yang

khusus, untuk kemudian diambil konklusi yang bersifat umum. Metode ini

digunakan untuk menganalisis suatu informasi, sistemisasi, serta generalisasi

empiris dari pengkajian tentang konsep jihad menurut faham radikal dan moderat

menuju penerapannya.

d. Deduktif, yaitu pola pikir yang menggunakan proses analisa yang berpangkal

dari visi dan misi suatu pemikiran yang bersifat umum, untuk diaplikasikan dalam

penentuan permasalahan yang berbentuk detail atau khusus. Metode ini digunakan

untuk menarik suatu kesimpulan yang masih bersifat umum ke dalam suatu

kesimpulan yang mengarah pada penafsiran faham radikal dan moderat tentang

konsep jihad yang bersifat khusus.

7

Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, cet. Ke-2, (Malang: Bayumedia, 2006), 310.

8

(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MAKNA JIHAD

Penelitian ini akan mengawali pembahasan dengan definisi jihad. Baik

secara etimologi maupun terminologi. Terlebih karena sebagian orang seringkali

menyamakan antara jihad dengan qita>l. Padahal secara bahasa dan shariat jihad

dan qita>l maknanya berbeda. Qita>l adalah bentuk mas}dar dengan wazn

(timbangan) fi‘a>ldari qa>tala-yuqa>tilu-qita>lan-muqa>talan dan bentuk mushta>q dari

kata qatala-yaqtulu-qatlanyang berarti menghilangkan jiwa orang lain.

A. Definisi Jihad

Jihad dalam konteks bahasa Arab, makna harfiahnya adalah “usaha”,

“upaya sungguh-sungguh”, atau “perjuangan”.1

Kata jihad itu sendiri berasal dari

bahasa Arab al-Jiha>d. Kata ini berakar pada kata al-Juhd atau al-Jahd. Jihad

merupakan isim mas}dardari kata kerja ja>hada-yuja>hiduyang berarti mencurahkan

segala kemampuan untuk bekerja dalam menegakkan kebenaran yang diyakini

berasal dari Tuhan.

Dalam kamus Lisa>n al-‘Arab disebutkan al-Jahd: al-Mashaqqah

(kesulitan). Sedangkan al-Juhd: al-T{a>qahyang berarti kemampuan dan kekuatan.2

Senada dengan keterangan di atas, secara etimologis, terma jihadberasal dari arti

1

Bernard Lewis, The Political Language of Islam, alih bahasa: Ihsan Ali-Fauzi, Bahasa Politik Islam. (Jakarta: PT. Gramedia, 1994), 104.

2Muhammad Ibn Makram Ibn Manz}ur, Lisa>n al-Ara>b.

(25)

16

kata juhdatau jahdyang mengandung arti dalam bahasa Arabmashaqqatdan ta‘b

(kesulitan dan kelelahan). 3 Dengan demikian, upaya jihadpada umumnya, kalau

tidak semuanya, dalam pelaksanaannya mengandung resiko kesulitan dan

kelelahan.

Menurut al-Laith sebagaimana dikutip oleh M. Guntur Romli dan A.

Fawaid Sjadzili, al-Juhddan al-Jahd memiliki satu arti yaitu segala sesuatu yang

diusahakan seseorang dari penderitaan dan kesulitan (ma> ja>hada al-Insa>n min

marad}in wa amrin sha>qin).4 Sementara al-Azhari, Ibn al-Kathir dan al-Farra

menyebut makna lain dari jihad yaitu al-Gha>yah (tujuan) dan al-Jidd

(kesungguh-sungguhan).

Dalam Mu‘jam alfa>z} Alquran, jihad artinya mengerahkan segala tenaga

untuk mengalahkan.5 Keterangan tentang jihad di dalam Alquran berarti

mencurahkan kemampuan untuk menyebarkan dan membela dakwah Islam.

Dengan demikian, bisa diartikan bahwa sebenarnya jihad memiliki arti

kesungguhan (al-Jidd) dalam mengerahkan kemampuan dan kekuatan (badhl

al-Wus‘i wa al-T{a>qah) untuk mencapai tujuan (bulu>gh al-Gha>yah) dalam kondisi

menderita dan sulit (min marad}in wa amrin sha>qin).

3

Harifuddin Cawidu, Konsep Kufur dalam Alquran: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik. (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 216.

4

Selengkapnya dalam Moh. Guntur Romli dan A. Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad. (Jakarta: LSIP, 2004), 3.

5

(26)

17

Dalam al-Munjid, jihad adalah bentuk isim mas}dardari fi‘il jahada, artinya

mencurahkan kemampuan.6 Ibnu Manz}ur dalam Lisa>n al-„Arab menulis, jihad

ialah memerangi musuh, mencurahkan segala kemampuan dan tenaga, berupa

kata-kata, perbuatan, atau segala sesuatu yang dimampui.7 Sedang menurut

Quraish Shihab kata jihad diambil dari kata jahd, yang berarti letih atau sukar.

Karena jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan. Jihad juga bisa bermakna

juhd, yang berarti kemampuan. Jihad memang menuntut kemampuan dan harus

sebesar kemampuan. Pengertian ini nampak dalam Qs. al-Taubah: 79.





















(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kemampuannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu,

dan untuk mereka azab yang pedih. (Qs. al-Taubah: 79).8

Dari kata yang sama, masih mengutip Quraish Shihab, tersusun ucapan

jahida bi al-rajulyang artinya “seseorang sedang mengalami ujian”. Terlihat

bahwa kata ini mengandung makna ujian dan cobaan, hal yang wajar jihad

memang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitasseseorang. Makna kebahasaan

tersebut terlihat dalam ayat:

6

Abu Louis Ma’lu>f, al-Munjid Fi Lughah Wal A’lam, Da>r al-Masyriq. (Beiru>t, 1986), 106, dikutip oleh Muhammad Chirzin dalam Jihad Dalam Perspektif Alquran. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), 11.

7Abu Manz}ur, Lisa>n Arab al-Muhit}, juz I, Dar lisan Arab, tt, h.521. Dikutip oleh Chirzin dalam

Jihad Dalam Perspektif Alquran, 12. 8

(27)

18









“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum

nyata bagi Allah orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata

orang-orang yang sabar”. (Qs. Ali Imran:142).9

Sedang secara terminologi, para ulama fiqh pada umumnya

mendefinisikan jihad sebagai perang. Sayyid Sa>biq, misalnya, dalam bukunya

Fiqh Sunah mendefinisikan jihad sebagai melakukan segala usaha dan berupaya

sekuat tenaga serta menanggung segala kesulitan dalam memerangi musuh dan

menahan agresinya.10 Kata jihad dalam Alquran terulang 41 kali dengan beragam

bentuknya.11

Dalam hukum Islam, jihad mempunyai makna yang sangat luas, yakni

segala bentuk usaha maksimal untuk penerapan ajaran Islam dan pemberantasan

kejahatan serta kezaliman, baik terhadap diri sendiri maupun dalam lingkup

masyarakat. Ulama fiqh biasanya membagi jihad menjadi tiga bentuk yaitu;

Pertama, jihad memerangi musuh nyata (orang-orang Kafir). Kedua, jihad

melawan setan. Ketiga, jihad melawan diri sendiri.

B. Macam-Macam Jihad

Menurut al-Ra>ghib al-Isfiha>ni dalam Mufrada>t Alfaz} Alquran, jihad terdiri

atas; jihad melawan musuh yang nyata, jihad melawan setan, dan jihad melawan

9 Ibid., 10

Sayyid Sa>biq, Fiqh Sunah, jilid 4. (Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006), 1. 11

(28)

19

hawa nafsu. Tiga macam jihad ini terdapat dalam Alquran surat Hajj: 38,

al-Taubah:41, dan al-Anfa>l: 72.12

Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, seorang ulama terkemuka klasik, Ia membagi

jihad secara global menjadi empat tingkatan: Jihad terhadap diri sendiri, Jihad

melawan godaan setan, Jihad memerangi orang-orang kafir, dan jihad terhadap

orang-orang munafik. Kemudian keempat tingkatan jihad ini dipecah lagi menjadi

13 tingkatan.

Jihad terhadap diri sendiri terbagi menjadi empat. Pertama, berjihad

terhadap diri sendiri untuk mempelajari kebaikan, petunjuk dan agama yang

benar. Kedua, berjihad terhadap diri sendiri untuk mengamalkan ilmu yang sudah

didapat. Ketiga, berjihad terhadap diri sendiri untuk mendakwahkan dan

mengajarkan ilmu kepada orang lain. Keempat, berjihad terhadap diri sendiri

dengan kesabaran ketika mengalami kesulitan dan siksaan ketika berdakwah.

Jihad melawan setan ada dua tingkatan. Pertama, berjihad dengan

membuang segala kebimbangan dan keraguan dalam keimanan. Kedua, berjihad

melawan setan dengan menahan keinginan berbuat kerusakan dan memenuhi

shahwat yang dibisikkan setan.

Sedang jihad memerangi orang-orang kafir dan munafik terbagi menjadi

empat tingkatan. Pertama berjihad dengan hati. Kedua, berjihad dengan lisan.

Ketiga, berjihad dengan harta. Keempat, berjihad dengan jiwa.

Kemudian jihad melawan kezaliman dan kefasikan terbagi menjadi tiga

tingkatan. Pertama, berjihad dengan kekuatan jika memiliki kemampuan untuk

(29)

20

melakukannya. Jika tidak mampu maka berjihad dengan lisannya. Jika masih

tidak mampu maka berjihad dengan hati.13 Tingkatan dan macam-macam jihad

yang dikemukakan oleh Ibnu Qayyim tersebut memiliki argumentasi dan dalil dari

Alquran dan sunah.

Berkenaan dengan jihad melawan hawa nafsu Allah berfirman:













Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh

Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Qs.

Yusuf: 53).











Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang

mengotorinya. (Qs. Al-Syam: 7-10).

Dalil yang berkenaan jihad melawan setan adalah:







“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia

musuh(mu), Karena Sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya

supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Qs. Fa>t}ir: 6).

13Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Mukhtas}ar Za>dul Maa>d. Ringkasan Muh}ammad bin Abd al-Waha>b

(30)

21









“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam

keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. Al-Baqarah: 208).

Dalil yang berkenaan dengan jihad melawan orang kafir dan munafik

adalah firman Allah:









“Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang

munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah

jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (Qs.

Al-Taubah: 73).

Sedangkan jihad terhadap kezaliman dan kemungkaran berdasarkan firman

Allah:













Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, Kemudian kamu tidak akan diberi

(31)

22

C. Pandangan ulama tentang jihad

Mengutip pendapat Yu>suf Qard}a>wi, jihad adalah mencurahkan

kemampuan untuk menghalau musuh. Adapun musuh yang dimaksud yaitu musuh

yang tampak, godaan setan dan hawa nafsu. Sedangkan qita>l yaitu berperang

menggunakan senjata untuk menghadapi musuh. Kedua istilah (jihad dan qita>l) ini

harus dipisahkan untuk menghindari kesalahpahaman. Qita>l merupakan bagian

terakhir dari jihad, jika peperangan tersebut tidak di jalan Allah, maka perang

tersebut bukan dinamakan jihad. Sementara menurut Ibnu Taimiyah, jihad adalah

mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah dan

menolak semua yang dibenci Allah.14

Kata jihad berasal dari bahasa „Ara>b al-Jiha>d. 15 Dalam Kamus Lisa>n

al-‘Ara>b disebutkan bahwa menurut satu pendapat, kata ini berakar pada kata jahd

yang berarti al-mashaqqah (letih/sukar). Kata jihad kemudian lebih banyak

digunakan dalam arti peperangan (al-Qita>l) untuk menolong agama dan membela

kehormatan umat. Padahal dalam Alquran dan sunnah, kata jihad memiliki banyak

makna dan lebih luas daripada sekedar peperangan. Ada jihad hawa nafsu, jihad

dakwah, jihad penjelasan, dan jihad sabar.

Dengan demikian tidak membatasi jihad hanya dalam bentuk peperangan

terhadap orang-orang kafir. Karena pada dasarnya aktifitas hati berupa niat dan

14Ibnu Taimiyyah, Majmu>’ Fata>wa>, jilid X, 192-193. Dikutip oleh Yazi>d bin Abd al-Qa>dir Jawa>z dalam Kedudukan Jihad Dalam Syariat Islam. (Bogor: Pustaka al-Taqwa, 2007), 17.

15Muh}ammad Ibn Makram Ibn Manz}u>r, Lisa>n al ‘Ara>b. (Beiru>t: Da>r al-Fikr

(32)

23

keteguhan, maupun aktifitas lisan berupa dakwah dan penjelasan, aktifitas akal

berupa ide kreatif dan pemikiran, serta aktifitas tubuh berupa perang dan yang

lainnya, adalah bagian dari jihad.

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa jihad bukan hanya bermakna

perang yaitu kata jihad yang disebutkan dalam Qs. al-Ankabu>t [29]: 69.









“Orang-orang yang berjihad di jalan kami, pasti akan Kami tunjukkan

pada mereka jalan-jalan Kami”

Firman-Nya, “yang berjihad di jalan kami”, yang dimaksud jihad di sini

adalah semua macam dan jenis jihad, baik berjihad melawan musuh yang lahiriah

(nyata) maupun yang batin (tidak nampak).16 Begitu universalnya makna jihad ini,

Quraish Shihab berpendapat, bahwa tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak

disertai jihad dan dengan demikian seorang mukmin pastilah seorang muja>hid,17

yaitu orang yang berjihad di jalan Allah untuk meninggikan kalimatnya.

Adapun menurut pendapat Jumhur Ulama, bahwa hukum jihad adalah fard}

kifa>yah. Jihad seperti ini disebut juga dengan jiha>d t}ala>b ataujiha>d huju>m, artinya

umat Islam dalam hal ini sebagai pihak yang memulai penyerangan ke

tempat-tempat musuh. Dalam pelaksanaan jihad seperti di atas ada ketentuan-ketentuan

yang harus dipatuhi seperti:

1. Target penyerangan. Orang-orang kafir yang diserang adalah kafir h}arbi, atau

orang kafir yang memerangi umat Islam. Karena di dalam Islam orang-orang kafir

terbagi menjadi empat golongan:

16Al-Baid}a>wi, Anwa>r al-Tanzi>l wa Asra>r al-Ta’wi>l, jilid I, 324. 17

(33)

24

a) Kafir mu‘a>had, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara

mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu tertentu.

Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh sepanjang mereka menjalankan

kesepakatan. Hal ini dilukiskan dalam Al-Qur’a>n, [9]: 4 sebagaimana berikut:



















Kecuali orang-orang mushriki>n yang kamu mengadakan perjanjian (dengan

mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai

orang-orang yang bertaqwa.18

b) Kafir musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari

kaum muslimi>n atau sebagian kaum muslimi>n, seperti utusan-utusan negara,

duta-duta dan ka>filah dagang. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang masih

dalam jaminan keamanan, sebagaimana ditegaskan Al-Qur’a>n, [9]: 6 berikut:













Dan jika seseorang dari orang-orang mushriki>n itu meminta perlindungan

kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka

kaum yang tidak mengetahui.19

c) Kafir dhimmi, yaitu orang kafir yang membayar jizyah (upeti) yang dipungut

tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin.

Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh selama ia masih menaati peraturan-peraturan

yang dikenakan kepada mereka. Hal ini disinggung Al-Qur’a>n, [9]: 29 sebagai

berikut:

18

Alquran dan Terjemah, 9: 4. 19Ibid.,

(34)

25





















Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka

membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan sha>giru>n (hina,

rendah, patuh).20

d) Kafir h}arbi, yaitu orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimi>n. Jenis

kafir ini merupakan kelompok yang dapat diperangi umat Islam.

2. Penyerangan ditentukan beberapa hal, antara lain adalah: 1) penyerangan

dipimpin oleh seorang kepala negara; 2) memiliki kekuatan yang memadai untuk

mengadakan penyerangan; 3) memiliki wilayah kekuasaan/negara.21

3. Peserta yang turut ambil bagian adalah seorang yang memiliki izin dari orang

tuanya bila ia masih memiliki orang tua.

4. Adab dan aturan dalam melancarkan penyerangan, yaitu negeri kafir yang telah

menjadi target penyerangan tersebut tidak boleh diserang sebelum menolak ajakan

kepada Islam dan menolak menyerahkan jizyah (upeti).22

Adapun mengenai teori na>sikh dan mansu>kh dalam ayat jihad, tampaknya

Qard}awi tidak sepenuhnya menyetujui adanya klaim na>sikh dalam Alquran.

Bahkan ia menyatakan: “Kami cukup mengatakan bahwa ayat yang menjadi

sandaran orang-orang yang mengatakan adanya na>skh bukanlah dila>lah qat}‘i

20 Ibid.,

21Shaykh al-Isla>m bin Muh}ammad Ibra>him, Tahri>r al-Ahka>m Fi> Tadbi>r Ahl al-Isla>m. (Qatar: Dar al-Thaqafah, 1988),170.

(35)

26

berdasarkan perkataan mereka sendiri. Akibatnya Qard}a>wi tidak sependapat

dengan pihak yang mengklaim bahwa ayat damai sudah di-na>skhdengan ayat saif

(pedang) atau ayat perang. Beliau menulis:

Jika Anda menyebutkan firman Allah swt: „Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang

sesat‟ (Qs. al-Baqarah [2]: 256), mereka akanberkata kepada anda: „Ayat ini telah

dihapus oleh ayat pedang.’ Jika anda menyebutkan firman Allah swt: „Dan

perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah

kamu melampaui batas‟ (Qs. al-Baqarah [2]: 190), mereka akan berkata kepada

anda: „Ayat ini telah dihapus oleh ayat pedang.’ Jika anda juga menyebut ayat:

„Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang

baik‟ (Qs. al-Nahl [16]: 125), mereka pun akan berkata kepada anda: „Ayat ini

telah dihapus oleh ayatpedang’.

Di kalangan umat Islam, ada dua pendapat mengenai status hukum dasar

hubungan antara Muslim dengan non Muslim, sebagaimana dikemukakan oleh

penyusun Fiqh al-‘Aqaliyya>t, „Ali bin Nayif al-Shuhu>d menulis:

Di mata Shaykh Yu>suf, dengan memperhatikan uraiannya pada Bab 15 dari

bukunya, Fiqih Jiha>d, kiranya tampak kalau beliau condong kepada pendapat yang menyatakan hukum asal dari hubungan Muslim dan non Muslim adalah damai.

Atau dengan bahasa lain, beliau lebih mendukung kepada model jihad difa>’i

walaupun tidak menutup atau menolak sama sekali kemungkinanjihad t}ala>bi.

Ketika memberikan komentar terhadap fenomena penyeru jihad t}ala>bi,

Qard}a>wi menulis:

Namun sungguh disayangkan, bahwa yang tersebar di kalangan masyarakat adalah Islam yang menyuruh memerangi orang yang berbeda dengan mereka, baik

dari kalangan paganis atau mushrik, Ahli Kita>b (Yahu>di dan Nas}ra>ni), Atheis, atau

orang yang tidak memikirkan agama secara positif dan negatif, tanpa memperhitungkan apakah mereka masuk dalam kalangan yang berdamai atau yang

berperang. Lalu mereka harus diperangi hingga masuk Islam atau membayar jizyah

meski mereka tergolong lemah.23

23

(36)

27

D. Penafsiran ayat-ayat jihad

Jihad adalah pengerahan usaha dan kemampuan di jalan Allah dengan

nyawa, harta, pikiran, lisan, pasukan dan lain sebagainya. Ibn Qayyim al-Jauziyah

mengatakan bahwa jika dilihat dari pelaksanaannya, jihad dapat dibagi menjadi

tiga bentuk yaitu jiha>d mut}laq, jiha>d h}ujjah dan jiha>d ‘a>m.24Jihad mut}laq adalah

perang melawan musuh di medan pertempuran. Jihad ini mempunyai persyaratan

tertentu, di antaranya; perang tersebut harus bersifat defensif (Qs. [2]: 190);









“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,

(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. Al-Baqarah:190).25

Selanjutnya hujjah untuk menghilangkan fitnah (Qs. [2]: 193).



















Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),

maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.

(Al-Baqarah:193).26

Hujjah untuk menciptakan perdamaian (Qs. [8]: 61).



24

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1993), 316.

25

Alquran dan Terjemah, 23. 26

(37)

28

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah

kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha

Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Anfal: 61).27

Dan hujjah mewujudkan kebajikan dan keadilan (Qs. [60]: 8).

















Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang

Referensi

Dokumen terkait

Pada beberapa decade, FDA, peneliti pada bidang biokompatibilitas, badan pemerintahan internasional lainnya, dan standar organisasi menganut pada pola stepwise yang

Jurusan Kesehatan Lingkungan pada bulan Oktober sampai dengan November 2017, bertujuan untuk mengetahui efektivitas kombinasi limbah batu bara dan

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kulit jengkol dapat dimanfaatkan sebagai alternatif obat herbal dengan terlebih dahulu dilakukan uji fenolik untuk

Pengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan pada satu kawasan merupakan upaya dalam mensinergiskan berbagai kepentingan sebagaimana makna dari suatu kawasan merupakan

Pada 3 indikator di atas, kita bisa melihat bahwa harga yang di tawarkan sesuai kualitas memiliki skor terkecil atau sekitar 270, ini dikarenakan jumlah barang yang

Berdasarkan penelitian ini, maka penulis akan mampu menerapkan dan membuat struktur rigging yang tepat untuk karakter dalam animasi “Hunter & Dragon”.Hasil rigging dari penelitian

[r]