i
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN
KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
TERHADAP PENERAPAN ANGGARAN
BERBASIS KINERJA BADAN LAYANAN UMUM
(Studi pada BLU Universitas Diponegoro Semarang)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Disusun Oleh :
KHAIRINA NUR IZZATY NIM. C2C607079
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
ii
Nama Penyusun : Khairina Nur Izzaty Nomor Induk Mahasiswa : C2C607079
Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Akuntansi
Judul Skripsi : PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN
DAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PENERAPAN
ANGGARAN BERBASIS KINERJA
BADAN LAYANAN UMUM (Studi pada BLU Universitas Diponegoro Semarang)
Dosen Pembimbing : Dr. H. Abdul Rohman, M.Si., Akt.
Semarang, 11 Februari 2011 Dosen Pembimbing
iii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Penyusun : Khairina Nur Izzaty Nomor Induk Mahasiswa : C2C607079
Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Akuntansi
Judul Skripsi : PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN
DAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PENERAPAN
ANGGARAN BERBASIS KINERJA
BADAN LAYANAN UMUM (Studi pada BLU Universitas Diponegoro Semarang)
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal
Tim Penguji:
1. Dr. H. Abdul Rohman, MSi, Akt (………..)
2. Wahyu Meiranto, SE, MSi, Akt (………..)
iv
bahwa skripsi dengan judul: “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Badan Layanan Umum” adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.
Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Semarang, 11 Februari 2011 Yang membuat pertanyaan,
v
ABSTRACT
This study aims to empirically examine the influence of leadership style and the quality of human resources (HR) regarding the implementation of performance-based budgeting. In this study, researchers examined the implementation of performance-based budgeting in the General Service Agency (BLU) Diponegoro University, Semarang by using independent variables of leadership style and the quality of human resources. This variable was selected because of leadership style and the quality of human resources are all factors that will determine the other factors in organizations such as commitment, enhanced administration, reward and punishment, and a strong desire to succeed.
The population in this study are personnel related to performance-based budgeting process on BLU Diponegoro University that consist of 152 employees. Sampling was done with the census method, so the number of samples also with 152 respondents. Primary data collection method used is the questionnaire method. The data analysis technique used in this study is the technique of multiple regression analysis.
Results of hypothesis testing in this study indicate that leadership style has positive and significant impact on the implementation of performance-based budgeting. Quality of human resources also has a positive and significant influence on the implementation of performance-based budgeting. Simultaneously, leadership style and the quality of human resources have a positive and significant influence on the implementation of performance-based budgeting public service agencies (BLU).
vi
anggaran berbasis kinerja. Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji penerapan anggaran berbasis kinerja pada Badan Layanan Umum (BLU) Universitas Diponegoro Semarang dengan menggunakan variabel bebas yaitu gaya kepemimpinan dan kualitas sumber daya manusia. Variabel ini dipilih karena gaya kepemimpinan dan kualitas sumber daya manusia merupakan faktor-faktor yang akan menentukan faktor lain dalam organisasi seperti komitmen, penyempurnaan administrasi, penghargaan dan hukuman, serta keinginan kuat untuk berhasil.
Populasi dalam penelitian ini adalah personel yang terkait dengan proses penganggaran berbasis kinerja pada BLU Universitas Diponegoro yang terdiri atas 152 pegawai. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus, sehingga jumlah sampel juga sebanyak 152 responden. Metode pengambilan data primer yang digunakan adalah metode kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi berganda.
Hasil dari pengujian hipotesis di dalam penelitian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja. Kualitas SDM juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja. Secara simultan, gaya kepemimpinan dan kualitas sumber daya manusia memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja badan layanan umum (BLU).
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan limpahan rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA BADAN LAYANAN UMUM (Studi di BLU Universitas Diponegoro Semarang)”. Penulisan skripsi ini sebagai salah syarat kelulusan program strata satu pada Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih, terutama kepada:
1. Prof. H. Mohamad Nasir, M.Si, Akt, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
2. Dr. H. Abdul Rohman, M.Si, Akt selaku dosen pembimbing selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan yang sangat berharga bagi penulis.
3. Drs. H. Sudarno, M.Si, Akt, Ph.D selaku dosen wali.
4. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.
viii
7. Kedua orang tua tercinta yang telah mencurahkan segala daya upaya, doa, kasih sayang, motivasi, dan ilmu yang telah memberi semangat yang tak pernah surut bagi penulis.
8. Kakak tersayang, Satya Aryandaru, yang telah banyak memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.
9. The Winamp: Andini Ika Setyorini, Merry C. Saranela, Nungky Nurmalita Sari, Nur Endah Wulandari, dan Putri Tirtasari, dan seluruh keluarga besarnya terima kasih atas dukungan, semangat, kebersamaan, keceriaan, dan persahabatan yang indah.
10.Rekan-Rekan seperjuangan Akuntansi A 2007: Wenty, Rizka, Fani, Icha I, Icha II, Mira, Netty, Enggar, Koyui, Anis, Fhita, Sandra, Ega, Arya, Dika, Teguh, dan kawan-kawan, Akuntansi B: Andiany, Ruzanna, Indy, Arisha, Siti, dan kawan-kawan.
11. Kakak-Kakak Oke: Mbaksist Iin Estyani, Masbro Budi Cahyono, Masbro Iwan Kurniawan, Mbaksist Lilis Suryani, Masbro C.Satya Wirawan, Mbaksist Riza Halida terimakasih atas motivasi, share info, pelajaran, dan pinjaman bukunya.
ix
13.Om dan Mbak rekan KKN Lamper Kidul, Om Sukron, Mbak Nana, Om Audy, Om Dana, Mbak Widhi, Mbak Aini, dan lain-lain.
14.Saudara-saudara tersayang, Pakdhe, Budhe, Bulik, Paklik, Dedek, Mbaik, Resa, Indra, dan semuanya, terimakasih.
15.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat berguna untuk penyempurnaan karya ini maupun sebagai bahan perbaikan bagi peneliti-peneliti selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, Februari 2011
x
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu' (Q.S Al-Baqarah: 45),
yaitu orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya (Q.S Al-Baqarah: 46).
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan (Q.S Al-Baqarah:
110)
Ketika doa cepat dikabulkan, Allah sayangkan kita. Ketika doa lambat dikabulkan, Allah sayangkan kita dengan hadiah ujian kesabaran. Ketika doa tidak
dikabulkan, Allah sayangkan kita hendak berikan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kita doa. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan
pahala mereka tanpa batas.
xi 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. 1.4 Sistematika Penulisan………
3.3 Teknik Pengumpulan Data………. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
xiv Gambar 2.1
Gambar 4.1 Gambar 4.2
Kerangka Pemikiran Teoritis……….. Hasil Uji Heteroskedastisitas……….. Hasil Uji Normalitas Data………..
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D Lampiran E Lampiran F Lampiran G Lampiran H Lampiran I Lampiran J Lampiran K
Surat Pengantar Penelitian Kuesioner untuk Responden Tabulasi Data
Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Responden Statistik Deskriptif
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Selama beberapa dasawarsa, anggaran negara Indonesia dibuat secara konvensional atau disebut pula metode tradisonal atau kinerja berbasis anggaran. Metode penganggaran tradisional mempunyai kelemahan yaitu tidak adanya muatan indikator (ukuran) kinerja dalam anggaran, untuk mencapai tujuan dan sasaran layanan publik. Metode ini, penetapan kinerjanya didasarkan pada ketersediaan anggaran. Kinerjalah yang diubah-ubah sesuai dengan jumlah anggaran tertentu. Artinya, anggaran bersifat tetap dan menjadi dasar dari penentuan target kinerja. Traditional budget didominasi oleh penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar terhadap anggaran baru. Hal ini seringkali bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat (Santoso, 2009).
2
pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan penganggaran yang demikian sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik (Dirjen Perbendaharaan, 2009).
Penerapan anggaran berdasarkan kinerja, merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses penyempurnaan manajemen keuangan (anggaran negara), yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik serta efektifitas dari pelaksanaan kebijakan dan program. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, yang berkaitan dengan kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaannya. Untuk mengatasi kelemahan dalam penganggaran dan pengelolaan keuangan, diperlukan penyempurnaan pada landasan konstitusional mengenai pengelolaan anggaran negara, perbaikan sistem penyusunan anggaran, pengelolaan yang transparan dan akuntabilitas hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia (Mubarak, 2007).
tahunan dimana akan terlihat keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan.
Namun demikian, ternyata dalam implementasinya, penganggaran berbasis kinerja juga mempunyai dampak terhadap organisasi itu sendiri. Adapun dampak penerapan metode pengganggaran berbasis kinerja seperti diungkapkan oleh Diptyana (2007) adalah:
1. Muncul kebutuhan penyimpanan data, baik itu berupa data kualitatif maupun kuantitatif, baik berupa finansial maupun non finansial, karena data akan diolah menjadi informasi, untuk menentukan indikator (ukuran), serta untuk mengevaluasi dan mengambil keputusan pengalokasian dana yang lebih objektif.
2. Muncul kebutuhan mengukur output dan input, serta kelayakan jenis indikator. 3. Biaya yang dikeluarkan lebih menekankan pada aktivitas yang dilakukan oleh si pengguna anggaran, bukan menekankan pada jumlah anggaran yang terpakai.
4. Dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu mengidentifikasi indikator dan mampu menganalisis biaya dan data.
Oleh karena itu, menurut Kawedar, dkk (2008), terdapat kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu:
4
3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu, orang).
4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas. 5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.
Dari kelima kondisi di atas, kepemimpinan dan sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan organisasi menerapkan anggaran berbasis kinerja. Kesuksesan suatu organisasi atau setiap kelompok dalam suatu organisasi sangat tergantung pada kualitas kepemimpinan. Pemimpin yang sukses senantiasa mengantisipasi perubahan dengan sekuat tenaga memanfaatkan semua kesempatan, memotivasi pengikut mereka untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, mengoreksi kinerja yang buruk dan mendorong organisasi ke arah sasaran-sasarannya (Bowo, 2008).
Selain itu, hal yang paling penting dalam menghadapi implementasi perubahan sistem penganggaran adalah permasalahan kesiapan SDM. SDM harus terus dibenahi sehingga selalu siap menghadapi perubahan khususnya dalam proses penganggaran dalam rangka peningkatan kinerja instansi pemerintah. Peningkatan kompentensi dibidang penganggaran juga dapat dilaksanakan secara terkoordinasi dalam satu atap sehingga efisien dan efektif (Mauritz, 2008). Jadi kepemimpinan dan SDM yang akan menentukan faktor-faktor lain seperti komitmen, penyempurnaan administrasi, reward and punishment, serta keinginan kuat untuk berhasil.
melalui manajemen sumber daya manusia yang efektif dan efisien. Agar SDM mempunyai etos kerja tinggi, terampil dan terlatih sebuah organisasi dapat melakukan pelatihan, pendidikan, dan bimbingan bagi SDM. Hanya saja untuk menghasilkan kinerja dan prestasi kerja yang tinggi seorang karyawan tidak hanya perlu memiliki keterampilan, tetapi juga harus memiliki keinginan dan kegairahan untuk berprestasi tinggi karena berkembang tidaknya suatu organisasi, sangat ditentukan oleh anggota atau personel dari organisasi itu sendiri.
Peranan seorang pemimpin penting untuk mencapai tujuan organisasi yang diinginkan termasuk organisasi BLU di Undip terutama berkaitan dengan peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan standar efisiensi anggaran yang telah ditetapkan. Kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Menurut Kerlinger dan Padhazur (2002) dalam Randhita (2009), faktor kepemimpinan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja pegawai karena kepemimpinan yang efektif memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang efektif dibutuhkan pemimpin untuk dapat meningkatkan kinerja semua pegawai dalam mencapai tujuan organisasi sebagai instansi pelayanan publik. Dengan demikian, gaya kepemimpinan dapat menjadi pedoman yang baik dalam peningkatan kinerja pegawai.
6
instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan umum berupa pendidikan. Seperti dinyatakan dalam situs resmi Universitas Diponegoro tanggal 26 September 2008, untuk mewujudkan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel, Universitas Diponegoro menjadi universitas pertama di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang mendeklarasikan diri sebagai instansi pemerintah yang menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum (PK-BLU).
Rektor Universitas Diponegoro pada saat pendeklarasian Undip sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di rektorat kampus Pleburan, Semarang, tanggal 25 September 2008, menyatakan bahwa penerapan BLU akan berdampak besar terhadap pengelolaan keuangan, misalnya dalam hal fleksibilitas pengelolaan keuangan. Dengan demikian, BLU Undip diharapkan dapat menjadi contoh bgai instansi-instansi lain dalam menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU untuk memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas pelayanan. Namun demikian, hal itu masih menuntut perubahan perilaku pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.
BLU diharapkan menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja).
Beberapa penelitian tentang gaya kepemimpinan, SDM serta Anggaran Berbasis Kinerja telah dilakukan oleh peneliti-peneliti. Penelitian dari Nor (2007) lebih menekankan pada aspek pentingnya partisipasi dalam penyusunan anggaran untuk meningkatkan kinerja manajaerial. Kemudian, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kombinasi kesesuaian antara partisipasi anggaran dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja manajerial bukan merupakan kesesuaian terbaik. Hal ini disebabkan oleh budaya bangsa Indonesia yang masih diwarnai dengan budaya feodalis sehingga memungkinkan adanya partisipasi semu.
Penelitian tentang pengaruh gaya kepemimpinan dan kualitas SDM terhadap kinerja dilakukan oleh Maria Renata Caldas de Jesus (2006). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif pada tingkat relatif rendah, antara gaya kepemimpinan dan kualitas SDM secara sendiri-sendiri terhadap kinerja. Namun, terdapat pengaruh positif yang relatif sedang, antara gaya kepemimpinan dan kualitas SDM secara bersama-sama terhadap kinerja.
8
pengaruh terhadap efektivitas penerapan anggaran berbasis kinerja, khususnya pada organisasi BLU. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PENERAPAN ANGGARAN
BERBASIS KINERJA BADAN LAYANAN UMUM (Studi di BLU
Universitas Diponegoro Semarang)”
1.2Rumusan Masalah
Universitas Diponegoro (Undip) merupakan salah satu instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan umum berupa pendidikan. Dengan diterapkannya Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) pada tubuh Undip, diharapkan dapat menjadi suatu langkah dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005, BLU diharapkan menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis hasil (kinerja). Penerapan anggaran berdasarkan kinerja, merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses penyempurnaan manajemen keuangan (anggaran negara), yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik serta efektifitas dari pelaksanaan kebijakan dan program (Mubarak, 2007).
mengoreksi kinerja yang buruk dan mendorong organisasi ke arah sasaran-sasarannya (Bowo, 2008). SDM harus terus dibenahi sehingga selalu siap menghadapi perubahan khususnya dalam proses penganggaran dalam rangka peningkatan kinerja instansi pemerintah. Peningkatan kompentensi dibidang penganggaran juga dapat dilaksanakan secara terkoordinasi dalam satu atap sehingga efisien dan efektif (Mauritz, 2008). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah, yaitu:
1. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja?
2. Apakah kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja?
1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Merujuk pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja.
2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap penerapan anggaran berbasis kinerja.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan akan memiliki kegunaan bagi aspek dan pihak terkait, yaitu:
10
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kajian akuntansi sektor publik mengenai faktor pemicu keberhasilan implementasi penganggaran berbasis kinerja pada BLU.
2. Bagi Undip sebagai BLU.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja karyawan berdasarkan penganggaran BLU yang dilaksanakan dengan berbasis kinerja.
3. Bagi penelitian yang akan datang.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian yang akan datang, terutama penelitian yang berkaitan dengan faktor pemicu keberhasilan penerapan anggaran berbasis kinerja pada BLU.
1.4 Sistematika Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi lima bagian. Bab I adalah pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah yang mengemukakan tentang fenomena penerapan anggaran berbasis kinerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, hasil penelitian sebelumnya, alasan pemilihan topik, serta alasan pemilihan lokasi penelitian. Selanjutnya, bagian ini juga menjelaskan mengenai perumusan masalah, tujuan serta kegunaan penelitian.
daya manusia terhadap kinerja organisasi, serta tentang pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas pengendalian. Berdasarkan teori dan permasalahan yang ada akan membentuk kerangka pemikiran dari penelitian ini.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori X dan Y
Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai sebagai Teori X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Setelah mengkaji cara para manajer menangani karyawan, McGregor (dalam Robbins, 1996) menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu, dan menurut asumsi-asumsi ini, manajer cenderung menularkan cara berperilakunya ke para bawahan.
Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang para manajer adalah sebagai berikut:
1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja, dan bila dimungkinkan akan mencoba menghindarinya.
2. Karena karyawan ridak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.
3. Karyawan akan menghindari tanggungjawab dan mencari pengarahan formal bila mungkin.
4. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.
1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama dengan istirahat atau bermain.
2. Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka memiliki komitmen pada sasaran.
3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan tanggung jawab.
4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisis manajemen.
Terkait dengan gaya kepemimpinan, teori X McGregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang otoriter dan dikendalikan secara ketat, dimana kebutuhan akan efisiensi dan pengendalian mengharuskan pendekatan manajerial tersebut untuk berurusan dengan bawahannya. Untuk memantau kinerja bawahan, para pemimpin ini menugaskan staf mereka untuk mengumpulkan informasi yang memungkinkan dilakukannya pengawasan secara tidak langsung. Filosofi untuk mendorong perilaku bawahan yang diinginkan adalah: gaji mereka dengan baik dan awasi mereka dengan ketat.
14
memungkinkan manajemen untuk mempertahankan tanggung jawab atas pengendalian biaya. Gaya kepemimpinan otoriter secara nyata memfasilitasi koordinasi dan pengendalian atas aktivitas, khususnya ketika tanggung jawab atas tugas tersebut tidak jelas. Tetapi, gaya kepemimpinan ini tidak mendorong partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan anggaran yang berlebihan, kegelisahan, dan rusaknya motivasi.
Dalam kaitannya dengan gaya kepemimpinan, teori Y mendorong tingkat keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan demokratis memungkinkan fleksibilitas dalam proses penyusunan anggaran dan memberikan peluang kepada karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah organisasi, mengekspresikan ide-ide mereka tentang bagaimana perusahaan sebaiknya beroperasi, dan memanfaatkan bakat mereka secara efektif. Dengan pendekatan partisipatif, dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan anggaran karena adanya komunikasi dan negosiasi bolak-balik antardepartemen. Tetapi, riset telah mengungkapkan bahwa orang mengidentifikasikan dirinya lebih dekat dengan anggaran dan melakukan usaha yang lebih besar guna mencapai tujuan yang dinyatakan ketika mereka berpartisipasi dalam menetapkan tujuan ini (Ikhsan dan Ishak,2005).
(synergistic effect). Maka pembinaan terhadap sumber daya manusia tidak pada penyelenggaraan latihan (training) saja, tetapi juga didukung dengan pengembangan atau pembinaan selanjutnya (development). (www.wartawarga.gunadarma.ac.id, 2010). Demikian pula dengan kualitas SDM dalam menerapkan metode anggaran berbasis kinerja dalam unit kerjanya, diperlukan pengembangan yang sesuai dengan motif bekerja personel terkait, apakah memiliki motif seperti yang dikemukakan teori X atau teori Y.
2.1.2 Konsep Anggaran
Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan lain yang mencakup jangka waktu satu tahun (Mulyadi, 1993) dalam Puspaningsih (2002). Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Sedangkan Anggaran menurut Supriyono (1999) dalam Oktavia (2009) merupakan suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif untuk menunjukkan bagaimana sumber-sumber akan diperoleh dan digunakan selama jangka waktu tertentu umumnya satu tahun.
16
manajer (pemimpin) dan para staf yang terkait di dalamnya. Fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah (Mardiasmo, 2002):
1. Anggaran sebagai alat perencanaan.
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan yang telah ditetapkan. Melalui perencanaan, seorang manajer atau pimpinan mengidentifikasikan hasil kerja yang diinginkan dan mengidentifikasi tindakan untuk mencapainya. Dalam kaitannya dengan fungsi perencanaan, anggaran merupakan tujuan/target yang ditetapkan untuk dicapai dalam periode tertentu. Dalam rangka pencapaian rencana jangka pendek (sebagai bagian dari perencanaan jangka panjang), maka manajemen perlu menyusun anggaran sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan (Puspaningsih, 2002).
2. Anggaran sebagai alat pengendalian.
Anggaran sebagai instrument pengendalian digunakan untuk menghindari adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. Proses pengendalian dapat diidentifikasikan menjadi 3 tipe yakni: preliminary control, concurrent control, dan feedback
control (Welsch (1988) dalam Puspaningsih (2002). Dalam kaitannya dengan
Pada tahap concurrent control pengendalian dilakukan dengan cara observasi terhadap orang-orang yang terkait dan laporan untuk menjamin bahwa sasaran sudah tepat dan kebijakan serta prosedur telah dilaksanakan dengan baik selama kegiatan berlangsung. Dalam kaitannya dengan anggaran, pada tahap ini dibandingkan antara realisasi dengan anggarannya. Juga disiapkan laporan tentang realisasi, anggaran dan selisih anggaran. Dari selisih yang ada kemudian dicari penyebab terjadinya selisih tersebut. Berikutnya dikembangkan beberapa alternatif tindakan koreksinya serta dipilih alternatif yang terbaik. Selanjutnya hasil dari tahap ini digunakan pada tahap feedback
control untuk menyusun pengendalian kegiatan yang akan datang
(Puspaningsih, 2002).
3. Anggaran sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi.
Setiap unit kerja pemerintahan terkait dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antarunit kerja dalam lingkungan eksekutif. Anggaran harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.
4. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja.
18
dengan anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja (Mardiasmo, 2002).
5. Anggaran sebagai Alat Motivasi.
Anggaran dapat digunakan sebagai alat umtuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau
demanding but achievable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya
jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi, namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai (Mardiasmo, 2002).
Agar dapat memenuhi fungsi-fungsi tersebut, seluruh pemimpin dan para stafnya terutama yang terkait dalam penyusunan anggaran harus memiliki kualifikasi yang memadai dan memiliki pengetahuan, keterampilan serta pola pikir yang mendukung penerapan anggaran yang sesuai dengan target kinerja yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan salah satu tujuan penyusunan anggaran adalah untuk mengkomunikasikan harapan manajemen kepada pihak-pihak terkait sehingga anggaran dimengerti, didukung dan dilaksanakan. Salah satu langkahnya adalah negosisiasi pihak-pihak yang terkait mengenai angka anggaran.
secara komprehensif untuk disahkan oleh pimpinan institusi. Anggaran untuk selanjutnya diimplementasikan dan berfungsi sebagai blueprint berbagai tindakan yang akan dilaksanakan selama satu tahun anggaran. Dalam tahap implementasi ini, manajer bertanggungjawab untuk mengkomunikasikan anggaran yang telah disahkan tersebut kepada manajer tingkat menengah dan bawah. Hal ini dimaksudkan agar manajer menengah dan bawah tahu dan bersedia dengan penuh kesadaran untuk mencapai standar yang sudah ditetapkan dalam anggaran. Dalam tahap implementasi ini, juga diperlukan kerjasama dan koordinasi agar anggaran dapat diimplementasikan dengan baik (Puspaningsih, 2002).
2.1.3 Anggaran Berbasis Kinerja
BPKP (2005), menyatakan bahwa penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah.
20
dicapai, dituangkan dalam program, diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan.
Dalam pedoman penyusunan anggaran berbasis kinerja, BPKP (2005), menyatakan bahwa program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan, serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan yang merupakan rencana operasional dari rencana strategis dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja.
Anggaran berbasis kinerja pada dasarnya merupakan sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Adapun kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik. (Mariana (2005) dalam Susilo (2007).
PBK dapat dikatakan merupakan hal baru karena pusat perhatian diarahkan pada outcome dan mencoba untuk menghubungkan alokasi sumber daya secara eksplisit dengan outcome yang ingin dicapai (Hatry (1999) dalam Asmoko (2006). Definisi PBK yang diungkapkan oleh Smith (1999) dalam Asmoko (2006) adalah bahwa anggaran kinerja menghubungkan pengeluaran dengan hasil.
2.1.4 Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
Dalam menerapkan Anggaran Berbasis Kinerja, terdapat prinsip-prinsip yang dapat dijadikan pedoman (BPKP, 2005), yaitu:
1) Transparansi dan akuntabilitas anggaran
Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.
2) Disiplin anggaran
22
kata lain, bahwa penggunaan setiap pos anggaran harus sesuai dengan kegiatan/proyek yang diusulkan.
3) Keadilan anggaran
Perguruan tinggi wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok sivitas akademika dan karyawan tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan, karena pendapatan perguruan tinggi pada hakikatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat secara keseluruhan.
4) Efisiensi dan efektivitas anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan stakeholders.
5) Disusun dengan pendekatan kinerja
Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait.
melalui proses perencanaan strategis yang mempertimbangkan isu kritis yang dihadapi lembaga, kapabilitas lembaga, dan masukan dari stakeholder.
Terdapat beberapa karakteristik penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja. Hatry dalam Asmoko (2006) menjelaskan beberapa karakteristik kunci dalam PBK diantaranya:
1. Pengeluaran anggaran didasarkan pada outcome yang ingin dicapai, dimana outcome merupakan dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat. Misalnya, untuk organisasi seperti Universitas Diponegoro, outcome yang ingin dicapai adalah meningkatnya peran serta Undip dalam pembangunan masyarakat khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Maka, atas dasar outcome itulah pengeluaran anggaran dilaksanakan.
2. Adanya hubungan antara masukan (input) dengan keluaran (output) dan
outcome yang diinginkan.
Input atau masukan merupakan sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas. Output atau keluaran merupakan hasil atau nilai tambah yang dicapai oleh kebijakan, program dan aktivitas. Sementara outcome merupakan dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu. Konsep value for money dalam kerangka anggaran berbasis kinerja dapat tercapai apabila organisasi telah menggunakan biaya input paling kecil untuk mencapai output yang optimum serta memperoleh outcome yang berkualitas. (Mardiasmo, 2002)
24
Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending well). Dalam konsep anggaran berbasis kinerja, pemerintah harus bertindak berdasarkan fokus pada biaya (cost minded) dan harus efisien. (Mardiasmo, 2002)
4. Adanya penyusunan target kinerja dalam anggaran.
Tujuan ditetapkannya target kinerja dalam anggaran adalah untuk memudahkan pengukuran kinerja atas output yang dicapai. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk dapat membantu memperbaiki kinerja pemerintah, dimana ukuran kinerja dimaksudkan untuk membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. (Mardiasmo:2002)
Penentuan indiaktor kinerja harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut (BPKP,2005):
Berarti unik, menggambarkan objek atau subjek tertentu, tidak berdwimakna atau diinterpretasikan lain. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Agar betul-betul menggambarkan program yang akan dilaksanakan, penentuan indikator kinerja perlu mempertimbangkan komponen berikut:
1. Biaya pelayanan (cost of service) yang biasanya diukur dalam bentuk biaya unit.
2. Penggunaan (utilization) dimana indikator untuk komponen ini pada dasarnya mempertimbangkan antara jumlah pelayanan yang ditawarkan dengan permintaan publik.
3. Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards), merupakan komponen yang paling sulit diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subjektif.
4. Cakupan pelayanan (coverage) perlu dipertimbangkan apabila terdapat kebijakan atau peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
5. Kepuasan (satisfication) biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung. Pembuatan indikator kinerja tersebut memerlukan kerja sama antarunit kerja.
b. Dapat diukur.
26
nonfinansial. Pengukuran laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Informasi nonfinasial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif yang banyak dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah balanced scorecard. Pengukuran dengan metode Balanced scorecard melibatkan empat aspek, yaitu perspektif financial, prespektif kepuasan pelanggan, perspektif proses internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
c. Relevan.
d. Tidak bias.
Tidak memberikan kesan atau arti yang menyesatkan. Indikator kinerja yang ditetapkan harus dapat membantu memperjelas tujuan organisasi serta dapat menunjukkan standar kinerja dan efektivitas pencapaian program organisasi.
2.1.5 Gaya Kepemimpinan
Wahjosumidjo (1984) dalam Randhita (2009) menyatakan kepemimpinan adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan situasi. Definisi kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. (Robbins,1996:39). Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat (Thoha (1993) dalam Randhita (2009).
28
kesejahteraan anggota, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, orientasi tugas dan orientasi hubungan merupakan dimensi pokok dalam kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang baik adalah gaya kepemimpinan yang tinggi orientasi tugas dan tinggi orientasi hubungan manusia (Carver dan Sergiovani dalam Alwi (2010). 2.1.6 Konsep Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (human resources) adalah the people who are ready,
willing and able to contribute to organizational goals (Werther dan Davis, 1996
dalam Ndraha, 1997)). Nogi (dalam de Jesus, 2006) berpendapat bahwa kualitas SDM adalah unsur yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan organisasi terhadap kebutuhan publik. Oleh karena itu, terdapat dua elemen mendasar yang berkaitan dengan pengembangan SDM yaitu tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki karyawan/pekerja. Sedangkan Notoadmodjo dalam de Jesus (2006) menyatakan bahwa kualitas SDM menyangkut dua aspek, yaitu aspek kualitas fisik dan aspek kualitas nonfisik, yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan-keterampilan lain.
Sumber daya manusia (SDM) berkualitas tinggi adalah SDM yang mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif, tetapi juga nilai kompetitif-generatif-inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti intelligence, creativity, dan
imagination; tidak lagi semata-mata menggunakan energy kasar seperti bahan
mentah, lahan, air, tenaga otot, dan sebagainya. (Ndraha,1997:12).
berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi. Pengendalian organisasi dapat berupa aturan dan prosedur birokrasi atau melalui sistem pengendalian dan manajemen informasi yang dirancang secara formal. Dalam suatu organisasi setiap orang memiliki tujuan personal (individual goal). Untuk menyikapi hal tersebut perlu adanya suatu jembatan yang mampu mengantarkan organisasi mencapai tujuannya, yaitu tercapainya keselarasan antara individual goal dengan organization goal. Dalam hal ini, sistem pengendalian manajemen hendaknya dapat menjadi jembatan dalam mewujudkan adanya goal congruence, yaitu keselarasan antara tujuan organisasi dengan tujuan personal (Mardiasmo, 2002:50).
Perubahan pendekatan penganggaran dari pendekatan tradisional menuju anggaran berbasis kinerja memerlukan suatu kesiapan dari seluruh organisasi dengan melakukan perencanaan strategik. Perencanaan strategik dapat digunakan untuk membantu mengantisipasi dan memberikan arahan perubahan. Dalam pelaksanannya, setiap personel atau SDM yang terkait di dalamnya harus memperoleh kejelasan wewenang dan tanggungjawab serta memperoleh pendelegasian wewenang dan tugas. Selain itu, harus didukung dengan adanya regulasi keuangan, pengendalian personel, dan manajemen kompensasi yang jelas dan fair.
30
dengan perubahan perilaku dan sikap anggota organisasi untuk melaksanakan program-program secara efektif dan efisien. Program-program yang sudah dirancang secara baik dapat gagal bila personel di lapangan bertindak tidak sesuai dengan arah dan strategi (Mardiasmo, 2002:57).
Kunci menuju keunggulan kompetitif suatu organisasi, pada dasarnya bersandar pada penggunaan optimal sumber daya manusianya dan pemeliharaan kerjasama antara pengguna jasa dan orang yang diperkerjakan dalam usaha mencapai tujuan-tujuan organisasi (Singh,1997) dalam Alwi (2001:37). Tidak mudah menjadikan SDM sebagai sumber keunggulan kompetitif organisasi karena hal itu berkaitan dengan bukan saja faktor kemampuan dan keahlian melainkan berkaitan pula dengan faktor-faktor personal lainnya seperti, nilai yang dianut, persepsi, sikap, personality, dan kemauan individu untuk maju. SDM dikatakan memiliki keunggulan kompetitif jika memiliki kemampuan dan keahlian yang khas dan memiliki kepribadian yang sesuai dengan organizational personality di mana mereka bekerja. (Alwi, 2001:38).
2.2 Penelitian Terdahulu
moderating yaitu desentralisasi dan gaya kepemimpinan yang berfungsi sebagai variabel yang mempengaruhi hubungan antara dua variabel.
Hasil penelitian ini menemukan bukti bahwa partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja manajerial. Selain itu, ditemukan bukti bahwa kombinasi kesesuaian antara partisipasi anggaran dengan desentralisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja manajerial bukanlah merupakan kesesuaian terbaik. Hal ini disebabkan karena sentralisasi yang dilakukan oleh manajemen puncak menunjukkan bahwa mereka belum mengijinkan manajemen level bawah untuk membuat kebijakan secara independen. Selain itu, kombinasi antara partisipasi anggaran dengan gaya kepemimpinan bukan merupakan kesesuaian terbaik antara lain karena faktor budaya bangsa Indonesia yang masih diwarnai dengan budaya feodalis sehingga memungkinkan partisipasi yang diperankan sebenarnya merupakan partisipasi semu. Partisipasi semu bisa terjadi apabila manajemen tingkat atas memegang kendali total atas proses penyusunan anggaran dan mencari dukungan bawahannya.
32
dalam menyusun anggaran dalam PBK, maka PBK juga dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai efektivitas dalam pengendalian kinerja.
Penelitian tentang pengaruh gaya kepemimpinan dan kualitas SDM terhadap kinerja dilakukan oleh Maria Renata Caldas de Jesus (2006). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif pada tingkat relatif rendah, antara gaya kepemimpinan dan kualitas SDM secara sendiri-sendiri terhadap kinerja. Namun, terdapat pengaruh positif yang relatif sedang, antara gaya kepemimpinan dan kualitas SDM secara bersama-sama terhadap kinerja.
Praningrum (2002) melakukan penelitian mengenai SDM dimana variabel bebasnya adalah perencanaan karir, penilaian prestasi kerja, akses informasi teknis, serta dukungan sosial politik. Sementara variabel terikatnya adalah komitmen pimpinan pada kualitas. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa hubungan praktik manajemen sumber daya manusia terhadap komitmen pimpinan pada kualitas tidak kuat.
Biatna Tampubolon (2007) melakukan penelitian dengan memilih gaya kepemimpinan dan etos kerja sebagai variabel bebas dan kinerja pegawai sebagai variabel terikat. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa faktor gaya kepemimpinan memberikan kontribusi relatif besar dan sangat signifikan terhadap kinerja pegawai. Selain itu, faktor etos kerja memberi kontribusi relatif kecil namun masih signifikan terhadap kinerja pegawai.
Tabel 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu
Variabel Peneliti Objek
34
kota Bengkulu. pada kualitas tidak kuat.
kepemimpinan dan SDM. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya karena penelitian ini memilih variabel anggaran berbasis kinerja yang merupakan bentuk evolusi dari anggaran tradisional yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian-penelitian sebelumnya.
2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam menunjang efektivitas penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, terdapat faktor-faktor pemicunya yaitu diantaranya kepemimpinan dan Sumber Daya Manusia. Keberhasilan dalam mengelola suatu organisasi tidak lepas dari faktor kepemimpinan dan sikap bawahan dalam melaksanakan tugas mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan kondusif yang memberikan kesempatan luas pada setiap elemen organisasi dalam menyelenggarakan pengembangan kapasitas merupakan sebuah modal dasar dalam menentukan efektivitas kapasitas kelembagaan menuju realisasi tujuan organisasi yang diinginkan yaitu terciptanya kinerja yang sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. SDM yang memiliki kualifikasi yang memadai memegang peranan penting agar tercapai value for money dalam pelaksanaan anggaran. Secara diagramatis, kerangka pemikiran teoritis dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis Gaya Kepemimpinan
(X1) H 1
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (Y)
36
2.4 Pengembangan Hipotesis
Hipotesis adalah kesimpulan sementara atau proposisi tentatif tentang hubungan dari beberapa variabel yang dapat dipergunakan sebagai tuntunan sementara dalam penelitian untuk menguji kebenarannya.
2.4.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Penerapan Anggaran Berbasis
Kinerja
Perubahan orientasi penganggaran dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja membutuhkan sistematika perubahan yang menyeluruh dari komponen organisasi terutama peran pemimpin dalam mengelola perubahan tersebut agar penerapan penganggaran berbasis kinertja dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan pada akhirnya dapat berjalan ekonomis, efisien, dan efektif dalam pengelolaan keuangan BLU.
Nor (2007) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa keberhasilan dalam mengelola suatu organisasi tidak lepas dari faktor kepemimpinan dan sikap bawahan dalam melaksanakan tugas mencapai tujuan organisasi. Menurut Decoster dan Fertakis (1968) dalam Nor (2007) kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha dalam mencapai tujuan organisasi. Brownell (1983) dalam Nor (2007) menguji pengaruh gaya kepemimpinan dalam konteks sistem penganggaran dan menemukan bahwa interaksi antara structure dan
consideration memiliki efek yang signifikan terhadap kinerja.
antara gaya kepemimpinan dengan partisipasi anggaran. Sedangkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Nor sendiri menyatakan bahwa kombinasi kesesuaian antara partisipasi anggaran dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja manajerial bukan merupakan kesesuaian terbaik. Hal ini disebabkan oleh budaya bangsa Indonesia yang masih diwarnai dengan budaya feodalis sehingga memungkinkan adanya partisipasi semu. Partisipasi semu bisa terjadi apabila manajemen tingkat atas memegang kendali total atas proses penyusunan anggaran dan mencari dukungan bawahannya.
Secara teoritis, kepemimpinan (leadership) merupakan hal yang sangat penting dalam manajerial, karena kepemimpinan yang baik maka proses manajemen akan berjalan dengan baik dan pegawai akan bergairah dalam melakukan tugasnya (Hasibuan (1996) dalam Tampubolon (2007). Faktor kepemimpinan memainkan peranan yang sangat penting dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan kinerja, baik pada tingkat kelompok maupun dalam tingkat organisasi. Dikatakan demikian karena kinerja tidak hanya menyoroti pada sudut tenaga pelaksana yang pada umumnya bersifat teknis akan tetapi juga di kelompok kerja dan manajerial (Atmodjo (2003) dalam Tampubolon (2007).
38
H1: “Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap penerapan anggaran
berbasis kinerja.”
2.4.2 Pengaruh Kualitas SDM terhadap Penerapan Anggaran Berbasis
Kinerja
SDM merupakan komponen penting dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran karena SDM selalu terkait mulai dari penetapan sasaran hingga evaluasi. SDM memiliki fungsi penting dalam penentuan indikator kinerja yang merupakan bagian dari penetapan sasaran anggaran dimana mekanismenya memerlukan hal-hal berikut seperti diungkapkan oleh Mardiasmo (2002):
1. Sistem perencanaan dan pengendalian.
Sistem perencanaan dan pengendalian meliputi proses, prosedur, dan struktur yang memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando yang jelas yang didasarkan pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi, kewenangan serta tanggungjawab.
2. Spesifikasi teknis dan standardisasi.
Kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi diukur dengan menggunakan spesifikasi teknis secara detail untuk memberikan jaminan bahwa spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standar penilaian.
3. Kompetensi teknis dan profesionalisme.
4. Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar.
Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan dan hukuman (reward and punishment) yang bersifat finansial, sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang menjamin terpenuhinya value for
money. Ukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk memberikan penghargaan
dan hukuman (alat pembinaan). 5. Mekanisme Sumber Daya Manusia.
Pemerintah dalam hal ini pemimpin perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk memotivasi stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi.
Kualitas SDM untuk ikut serta dalam pencapaian tujuan organisasi ditentukan oleh faktor pendidikan dan pengalaman kerja. Pendidikan merupakan proses pengembangan pemahaman mengenai pengetahuan, yang meliputi, juga pengembangan kemampuan mental mengenai pemecahan masalah. Perilaku di dalam pengambilan keputusan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tujuan perusahaan, arena pendidikan juga memberikan arah mengenai sikap atau perilaku seseorang di dalam perusahaan. Sedangkan pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin terampil dia melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Puspaningsih, 2002).
40
kompetensi akan mendorong karyawan untuk mendapatkan dan menerapkan skill dan knowledge sesuai kebutuhan pekerjaan, karena hal ini merupakan instrument bagi pencapaian targetnya. Untuk itu system pengembangan SDM di organisasi haruslah berdasarkan kompetensi. Sistemnya harus terintegrasi mulai dari rekrutmen, penempatan orang, performance appraisal, system kompensasi dan pengembangan karir. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: “Kualitas SDM berpengaruh positif terhadap penerapan anggaran
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
3.1.1 Definisi Konseptual
Definisi konseptual diperlukan untuk memberikan alur pikir dalam penelitian. Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.1.1.1 Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang menjadi perhatian utama peneliti (Sekaran, 2006). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penerapan anggaran berbasis kinerja.
Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut (BPKP, 2005).
3.1.1.2 Variabel Bebas
42
a. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat (Thoha (1993) dalam Randhita (2009).
b. Sumber Daya Manusia adalah orang-orang yang siap, mempunyai keinginan, dan mampu untuk berkontribusi dalam tujuan organisasi. (Werther dan Davis (1996,596) dalam Ndraha (1997:9).
3.1.2. Definisi Operasional
Untuk mengarahkan pengumpulan, pengolahan dan analisis data yang bersifat kuantitatif, dalam penelitian dirumuskan sejumlah definisi operasional berikut.
3.1.2.1Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
Penerapan anggaran berbasis kinerja yaitu efektivitas organisasi dalam menyusun anggarannya agar sesuai dengan hasil atau kinerja yang diharapkan. Variabel ini diukur dengan skala Likert 5 poin yang terdiri atas 20 item pertanyaan. Adapun indikator yang digunakan dalam pengukuran variabel ini berdasarkan prinsip-prinsip penganggaran yang tertuang dalam pedoman penyusunan anggaran berbasis kinerja menurut BPKP (2005).
3.1.2.2Gaya Kepemimpinan
aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerjasama dan orang-orang di luar kelompok atau organisasi (Tampubolon,2008).
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala Likert 5 poin yang terdiri atas 20 item pertanyaan. Instrument yang digunakan untuk mengukur variabel ini berdasarkan beberapa ciri-ciri yang dinyatakan oleh Alwi (2010), yang terdiri dari 10 pernyataan positif gaya kepemimpinan berorientasi tugas (structure) dan 10 pernyataan negatif gaya kepemimpinan berorientasi hubungan (consideration).
3.1.2.3 Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan penerapan anggaran berbasis kinerja. Variabel ini membuktikan apakah SDM yang terkait dalam penyusunan dan penerapan anggaran berbasis kinerja telah dilakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Variabel ini diukur dengan skala Likert 5 poin yang terdiri atas 34 pertanyaan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel ini berdasarkan indikator pengembangan kualitas SDM yang dikemukakan oleh Soeprapto (2005).
3.2 Populasi dan Sampel
44
penelitian ini adalah pegawai BLU Undip yang terkait dengan penerapan anggaran berbasis kinerja sejumlah 152 orang, yaitu terdiri dari kepala bagian Tata Usaha (TU) dan kepala subbagian keuangan di lingkup fakultas dan pusat, staf administrasi bagian keuangan fakultas dan program pascasarjana, kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan kepala subbagian umum, kepala TU dan kepala subbagian umum lembaga, serta kepala bagian akuntansi dan kepala bagian keuangan Biro Administrasi Umum dan Keuangan serta para kepala subbagiannya. Sementara Pembantu Dekan II tidak dijadikan sampel karena termasuk dalam unsur pimpinan yang dinilai, karena penilaian variabel gaya kepemimpinan, responden diminta untuk menilai pemimpin dalam unit kerjanya masing-masing, sehingga pemimpin tidak dapat menilai dirinya sendiri. Sampel yang diambil dalam penelitian ini memiliki kapasitas yang memadai sebagai pihak yang memiliki peran secara langsung dalam pelaksanaan atau operasional penerapan anggaran, sehingga telah memadai sebagai dasar untuk pengambilan kesimpulan dalam penelitian ini.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.4Skala Pengukuran
Untuk keperluan penelitian ini, peneliti akan mengajukan kuesioner dimana responden diminta untuk menjawab sesuai dengan pendapat mereka. Untuk variabel gaya kepemimpinan, pertanyaan yang diajukan terdiri atas 20 item, variabel kualitas SDM jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 34 item, dan variabel penerapan anggaran berbasis kinerja, jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 20 item dengan skala Likert lima poin untuk setiap item pertanyaan. Untuk memudahkan dalam menganalisis data, digunakan teknik memanipulasi data ordinal menjadi data interval dengan bantuan Skala Likert yaitu memberikan penilaian yang berjenjang, seperti yang berikut ini:
a. Angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) b. Angka 2 = Tidak Setuju (TS)
c. Angka 3 = Tidak Pasti (TP) d. Angka 4 = Setuju (S)
e. Angka 5 = Sangat Setuju (SS)
3.5Uji Kualitas Data
3.5.1 Uji Validitas
46
3.5.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah suatu alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel atau konstruk. Pengujian reliabilitas dilakukan menggunakan bantuan program SPSS, dengan cara menghitung item to
total correlation masing-masing indikator dan koefisien cronbach’s alpha dari
masing-masing indikator. Aturan umum yang dipakai Cronbach’s Alpha ≥ 0,60 sudah mencerminkan yang reliable (Ghozali, 2006).
3.6 Metode Analisis Data
Analisis data adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memproses dan menganalisa data yang telah terkumpul. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis Kuantitatif dimana merupakan suatu bentuk analisis yang diperuntukkan bagi data yang besar yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yang berwujud angka-angka. Metode analisis dalam bagian ini metode menganalisis data ada 3 tahapan yaitu, Statistik Deskriptif, Uji Asumsi Klasik, dan Uji Regresi Berganda.
3.6.1 Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif digunakan untuk memberi gambaran mengenai responden penelitian dan deskripsi mengenai variabel penelitian.
3.6.2 Uji Asumsi Klasik
1. Tidak terjadi multikolinieritas antarvariabel independen.
2. Tidak terjadi heteroskedastisitas atau varian variabel pengganggu yang konstan (homokedastisitas).
3. Memiliki distribusi normal.
Sementara itu, uji autokorelasi tidak perlu dilakukan karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data crossection (silang waktu), bukan merupakan data yang berasal dari beberapa periode yang berurutan (time series). Sehingga masalah autokorelasi relative jarang terjadi pada data crossection karena gangguan pada observasi yang berbeda berasal dari individu atau kelompok yang berbeda. (Ghozali, 2006).
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut:
3.6.2.1Uji Multikolinieritas.
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variable bebas.
3.6.2.2Uji Heteroskedastisitas
48
menimbulkan akibat varians koefisien regresi menjadi minimum dan confidence
interval melebar sehingga hasil uji signifikasi statistik tidak valid lagi (Ghozali,
2006:125).
3.6.2.3Uji Normalitas
Uji ini untuk menguji apakah dalam model regresi variable terikat dan variabel bebas memiliki distribusi data normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
3.6.3 Uji Regresi Berganda
Sesuai dengan rumusan Masalah, Tujuan Masalah, Hipotesis dari Penelitian metode regresi berganda antara variabel dependen dalam hal ini adalah variabel Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan 2 variabel independen yaitu gaya kepemimpinan dan kualitas SDM.
Hubungan antar Variabel:
(3.1)
Dimana:
Y = Variabel Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
a = Konstanta
b₁, b₂ = Koefisien regresi
X₁ = Variabel Gaya Kepemimpinan