• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PLB 1105643 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PLB 1105643 Chapter1"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Anggie Naila Fauziah, 2015

PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL BARKAH GARUT)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran

yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,

terutama melalui indera pendengarannya. Batasan pengertian anak tunarungu

telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada dasarnya

mengandung pengertian yang sama. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi

anak tunarungu.

Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 2005, hlm. 93)

mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar

suara dikatakan tunarungu. Selain itu, Mufti Salim (dalam Sutjihati Somantri,

2005, hlm. 93) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang

mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan

oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran

sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.

Daniel F. Hallahan dan James H. Kauffman (dalam Somad. P &

Hernawati. T, 1995, hlm. 26) mengemukakan bahwa :

Hearing impairment. A generic term indicating a hearing disability that may range in severity from mild to profound it includes the subsets of deaf and hard of hearing. A deaf person in one whose hearing disability precludes succesful proccessing of linguistic information through audition, with or without a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable succesful processing of linguistic information through audition.

Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu

istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan

kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam

bagian tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan

kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui

pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar.

(2)

Anggie Naila Fauziah, 2015

PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL BARKAH GARUT)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan keberhasilan proses

informasi bahasa melalui pendengaran.

Kemampuan bahasa dan bicara merupakan salah satu keterampilan yang

harus dikuasai oleh setiap individu baik itu secara verbal maupun non verbal.

Bahasa adalah bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan disimbolkan agar

dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Hal yang mencakup bentuk bahasa

yaitu bahasa lisan, bahasa tulisan, isyarat tangan, ekspresi wajah, ungkapan musik

dan sebagainya.(Hurlock, 1980, hlm. 82). Bahasa merupakan salah satu media

yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Manusia tidak akan lepas dari

penggunaan bahasa dalam kehidupannya sehari – hari. Bahasa digunakan setiap

lini kehidupan untuk mempermudah proses berkomunikasi karena dalam

melakukan komunikasi ada hal yang harus diperhatikan yaitu mengerti apa yang

dimaksud oleh orang lain dan kemampuan mengkomunikasikan pikiran dan

perasaan diri sendiri kepada orang lain sehingga dapat dimengerti. Penggunaan

bahasa tidak mengenal usia, dari orangtua hingga anak kecil, harus menggunakan

bahasa untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikannya.

Anak pada umumnya dalam menguasai bahasa tidak begitu tampak usaha

karena mendengar secara otomatis mereka meniru apa yang dikatakan orang lain.

Berbeda halnya anak tunarungu yang mengalami hambatan perkembangan bahasa

dan bicara. Pada dasarnya perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya

tidak berbeda dengan perkembangan bahasa pada umumnya. Pada usia awal bayi

akan menangis apabila merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan sampai pada

tahap meraban anak tunarungu mengalaminya, karena tahap meraban merupakan

tahap yang alami.

Dampak kehilangan kemampuan mendengar yang paling utama adalah

terhambatnya perkembangan bicara dan bahasa untuk kepentingan komunikasi

baik ekspresif maupun reseptif, hal ini dialami pada anak-anak yang mengalami

kehilangan pendengaran sejak lahir pada saat mereka belum mengenal bahasa. Hal

ini akan berpengaruh serius terhadap pemerolehan dan perkembangan bahasa dan

bicaranya, sebab perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan

ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak

(3)

Anggie Naila Fauziah, 2015

PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL BARKAH GARUT)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses

peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Banyak upaya untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa anak tunarungu salah satunya dengan

menggunakan bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan bahasa yang paling efisien

karena kemungkinan terjadinya salah paham sangat kecil sekali.

Dalam keterampilan berbahasa, biasanya melalui suatu hubungan urutan

yang teratur. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu :

keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis (Tarigan, 1981, hlm.1).

Selanjutnya, setiap keterampilan itu berhubungan erat dengan proses – proses

berpikir yang mendasari bahasa. Adapun hubungan antar komponen, yaitu :

hubungan antara berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua

arah yang langsung serta merupakan komunikasi tatap muka atau face-to-face

communication (Brooks, 1964 : 134). Hubungan antara berbicara dan membaca,

beberapa proyek penelitian telah memperlihatkan adanya hubungan yang erat

antara perkembangan kecakapan berbahasa lisan dan kesiapan baca. Hubungan

antara ekspresi lisan dan ekspresi tulis wajar bila komunikasi lisan dan tulis erat

sekali berhubungan karena keduanya mempunyai banyak persamaan. Menyimak

dan membaca erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk

menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa

keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam

penggunaannya, keempat keterampilan tersebut sering sekali berhubungan satu

sama lain.

Berdasarkan pengalaman ketika peneliti melakukan observasi pada siswa

tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut, peneliti mengamati

komunikasi mereka pada saat berada di dalam dan luar kelas mayoritas dari siswa

masih menggunakan bahasa isyarat lokal (isyarat mereka sendiri), artikulasinya

belum jelas, masih sulit memahami pembicaraan orang lain dan perbendaharaan

kosakata masih kurang. Berbagai hambatan yang dialami oleh anak tunarungu

sebagai dampak ketunarunguan dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa

dan bicara adalah sulit memahami kata. Penguasaan anak tunarungu terhadap

kosakata sangat minim, sehingga mereka sulit untuk menuangkan pemikirannya

(4)

Anggie Naila Fauziah, 2015

PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL BARKAH GARUT)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

anak tunarungu dalam memahami kata secara abstrak, sehingga anak tunarungu

pada umumnya mengalami kesulitan dalam berbahasanya.

Pada saat peneliti mengadakan study banding dan observasi pada salah

satu sekolah luar biasa yang berada di Wonosobo, yaitu SLB Don Bosco peneliti

mendapat kesan yang mendalam bahwa siswa – siswa tunarungu yang mengalami

ketunarunguan sedang maupun berat memiliki kemampuan berkomunikasi yang

baik. Berkenaan dengan hal tersebut peneliti mendapat penjelasan lebih lanjut dari

pihak Yayasan Don Bosco tentang bagaimana siswa – siswa tunarungu dapat

berkomunikasi secara lisan yaitu bahwa di dalam mengembangkan kemampuan

bahasa dan komunikasi bagi siswa tunarungu sangat berkomitmen dalam

menggunakan Metode Maternal Reflektif atau metode penguasaan bahasa ibu

yang berporos pada kegiatan percakapan sebagai metode pengajaran bahasanya,

yang dilaksanakan secara berkelanjutan dari jenjang TKLB sampai SMPLB. Dari

sinilah peneliti merasa terinspirasi untuk mencoba menggunakan metode maternal

reflektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa siswa tunarungu.

Berdasarkan permasalahan inilah diperlukan suatu upaya untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa yaitu melalui metode maternal reflektif.

Dimana metode ini merupakan suatu metode pengajaran bahasa yang tumpuan

dan jantungnya ada pada proses percakapan selayaknya seorang ibu yang

bercakap dengan anaknya melalui metode tangkap dan peran ganda. Penulis

memiliki anggapan bahwa metode maternal reflektif merupakan salah satu metode

yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak

tunarungu.

Berdasarkan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa begitu pentingnya

peranan bahasa dalam menyimpan informasi. Untuk memotivasi anak

berbicara/berbahasa orang dilingkungannya dapat memberikan kesempatan yang

luas agar anak mau berbicara, anak harus selalu dirangsang untuk mau berekspresi

melalui ungkapan bahasa lisan. Sejalan dengan itu pula dilatihkan bagaimana

anak dapat membaca gerak bibir/alat bicara orang lain. Maka hal – hal tersebut

mendorong peneliti untuk melaksanakan penelitian tentang penerapan metode

maternal reflektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak tunarungu

(5)

Anggie Naila Fauziah, 2015

PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL BARKAH GARUT)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi

beberapa masalah yang terkait dengan penelitian, yaitu :

1. Anak tunarungu mengalami hambatan dalam kejelasan pengucapan kata-kata,

sehingga sulit untuk dimengerti oleh orang lain.

2. Kemampuan berbahasa anak tunarungu perkembangannya terhambat.

3. Media pembelajaran yang digunakan masih kurang efektif.

4. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran anak tunarungu adalah:

metode maternal reflektif, metode global berdiferensiasi, metode tangkap dan

peran ganda, metode analisis sintesis, metode suara ujaran, metode TVA atau

multisensori, dan sebagainya.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan memperhatikan berbagai aspek,

menyangkut keterbatasan kemampuan peneliti maka dalam penelitian ini perlu

dibatasi agar fokus dan dapat mencapai tujuan yang optimal sesuai dengan

harapan. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada masalah penerapan metode

maternal reflektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif maupun

reseptif anak tunarungu.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan metode

maternal reflektif efektif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif

maupun reseptif anak tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut?”

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kemampuan berbahasa ekspresif maupun reseptif anak

tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut sebelum

(6)

Anggie Naila Fauziah, 2015

PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM EMNINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK TUNARUNGU (STUDI EKSPERIMEN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS 3 SDLB DI SLB AL BARKAH GARUT)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Untuk mengetahui kemampuan berbahasa ekspresif maupun reseptif anak

tunarungu kelas 3 SDLB di SLB BC Al Barkah Garut sesudah

menggunakan Metode Maternal Reflektif.

c. Untuk mengetahui efektifitas metode maternal reflektif dalam

meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif maupun reseptif anak

tunarungu kelas 3 SDLB BC di SLB Al Barkah Garut.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan rujukan bagi pembelajaran berbahasa bagi siswa tunarungu dan

memberikan suatu informasi secara teoritis mengenai metode maternal

reflektif yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam meningkatkan

kemampuan berbahasa anak tunarungu.

b. Kegunaan Praktis

1. Bagi guru

a. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran untuk peningkatan

berbahasa verbal anak tunarungu.

b. Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang penggunaan Metode

Maternal Reflektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa

verbal anak tunarungu.

2. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan setelah diterapkannya metode

maternal reflektif ini, siswa lebih terbiasa menggunakan bahasa verbal

Referensi

Dokumen terkait

semata-mata pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa sekalipun secara formal berlaku resmi dalam kehidupan pemerintahan tetapi secara substansial UUD 1945 tidak lagi berfungsi

a) Kebijakan dividen yang diproksikan dengan variabel Dividend Payout Ratio (DPR) secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap nilai

Pada bagian Dasar Hukum disebutkan bahwa UU tersebut di antaranya mengacu kepada Pasal 27 jo 38 UUD Sementara 1950. Dalam satu kesatuan kedua pasal itu beserta penjelasan

Dengan demikian, gagasan kemerdekaan dalam Pembukaan UUD 1945 bukan hanya bermakna sebagai dekolonisasi formal berupa pemindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada

Adapun eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah eksperimen mengenai “metode field trip dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi pada peserta didik

19 KRAS Krakatau Steel (Persero) Tbk 20 LION Lion Metal Works Tbk 21 LMSH Lionmesh Prima Tbk 22 NIKL Pelat Timah Nusantara Tbk 23 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 24 TBMS Tembaga

Hubungan antara kepuasan kerja dan resiliensi dengan organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan kantor pusat pt.. Jurnal psikologi

Dan didapatkan hasil dengan skala likert adalah 133,25 dengan kategori cukup puas dan dengan regresi berganda dapat disimpulkan bahwa penggunaan kartu seluler oleh konsumen