• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi SPT

SPT atau Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT dibagi menjadi 2 macam, yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim, atau jangka waktu lain yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim. Sedangkan SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim, kecuali bila WP menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Dan Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.

B. Fungsi SPT

Menurut Hardi (2003) dalam buku “Pemeriksaan Pajak”, bahwa pada dasarnya fungsi SPT meliputi fungsi bagi Wajib Pajak itu sendiri, fungsi bagi Pengusaha Kena Pajak, dan fungsi bagi Pemotong dan Pemungut pajak. Fungsi SPT

(2)

bagi WP adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

1. pembayaran dan pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak. 3. harta dan kewajiban.

4. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak, yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. a. Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan

dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

1) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

2) pembayaran atas pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3) Sedangkan fungsi SPT bagi Pemotong atau Pemungut adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

(3)

C. Pengisian dan Penyampaian SPT

Dalam hal pengisian dan penyampaian SPT, setiap WP mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tempat WP terdaftar atau dikukuhkan (Pasal 3 ayat (1), UU No.16/2000). Dan bagi WP yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang lain selain Rupiah, wajib menyampaiakan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 3 ayat (2), UU No.16/2000). Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa setiap WP harus mengisi, menandatangani, dan menyampaikan Surat Pemberitahuan ke KPP tentang penghitungan dan pembayaran pajak terutang.

1. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa

SPT Masa terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu SPT Masa Pajak Penghasilan dan SPT Masa PPN. Berikut ini adalah tabel SPT Masa PPh dan SPT Masa PPN, dan kelengkapan dokumen yang harus ada:

(4)

Tabel 2.1

SPT Masa PPh dan SPT Masa PPN/PPnBM beserta Lampirannya

Jenis SPT Kelengkapan Dokumen

Yang Harus Ada SPT Masa PPh:

PPh Pasal 21/26 A. SPT Masa PPh Pasal 21, dengan lampiran:

1. Surat Setoran Pajak (SSP) 2. Daftar Bukti Pemotongan 3. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 B. Bukti Pemotongan PPh Pasal 26

PPh Pasal 22 SPT Masa PPh Pasal 22, dengan

lampiran:

Surat Setoran Pajak (SSP) yang sekaligus berlaku sebagai Bukti Pemungutan

PPh Pasal 23/26 SPT Masa PPh Pasal 23/26, dengan lampiran:

A. Surat Setoran Pajak (SSP) B. Daftar Bukti Pemotongan C. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 D. Bukti Pemotongan PPh Pasal 26

PPh Pasal 25

a. Untuk WP Baru (belum mengisi SPT Tahunan)

b. Untuk WP Lama (sudah mengisi SPT Tahunan)

Surat Setoran Pajak (SSP) bukti pembayaran

Surat Setoran Pajak (SSP) bukti pembayaran yang juga berlaku sebagai SPT Masa

SPT Masa PPN/PPnBM

1. SPT Masa PPN Formulir 1195, digunakan oleh PKP bukan Pedagang

SSP Bukti pembayaran/pelunasan Faktur Pajak Masukan

(5)

Eceran dan PKP Pedagang Eceran yang tidak menggunakan Nilai Lain sebagai dasar pengenaan pajak

2. SPT Masa PPN Formulir 1195 PE, digunakan oleh PKP Pedagang Eceran dan memilih menggunakan Nilai Lain sebagai dasar pengenaan pajak.

SSP Bukti pembayaran/pelunasan Faktur Pajak Masukan

Sumber : Perpajakan Indonesia, Waluyo & Wirawan B. Ilyas (2002) 2. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

SPT Tahunan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu SPT Tahunan untuk WP Orang Pribadi dan SPT Tahunan untuk WP Badan. Berikut ini adalah tabel SPT Tahunan, dan kelengkapan dokumen yang harus ada :

Tabel 2.2

SPT Tahunan beserta Lampirannya

Jenis SPT Kelengkapan Dokumen

Yang Harus Ada SPT Tahunan WP Perseorangan /

Orang Pribadi

SPT Tahunan beserta lampiran yang harus disertakan adalah sebagai berikut :

1. SPT Tahunan PPh WP

Perseorangan (Formulir 1770) 2. SPT Tahunan PPh Pasal 21

(Formulir 1721)

Dinyatakan lengkap apabila disampaikan ke KPP dilampiri dengan :

a. Daftar Neraca, dan Laporan Rugi/Laba bagi WP yang menggunakan pembukuan lengkap;

b. Ringkasan peredaran bruto bagi WP yang menggunakan Norma Perhitungan;

c. SSP bukti pembayaran setoran akhir PPh (PPh Pasal 29);

d. Permohonan menggunakan Norma Perhitungan tahun pajak berikutnya; e. Kelengkapan lain yang dipandang

(6)

perlu seperti:

1) Fotokopi bukti pemotongan / pemungutan PPh melalui pihak lain;

2) Fotokopi KTP dan atau Kartu Keluarga

3) Surat Kuasa Khusus bila SPT ditandatangani bukanb oleh WP sendiri;

4) Fotokopi Surat Kematian bila WP meninggal dunia sebelum akhir tahun pajak, dan penandatanganan SPT selanjutnya dilakukan oleh ahli warisnya.

SPT Tahunan WP Badan

SPT Tahunan WP Badan beserta lampiran yang harus disertakan adalah sebagai berikut :

1. SPT Tahunan PPh WP Badan (Formulir 1771)

2. SPT Tahuann PPh Pasal 21 (Formulir 1721)

Dinyatakan lengkap apabila disampaikan ke KPP dilampiri dengan :

a. Seluruh lampiran yang telah dibakukan (yaitu Formulir 1771-I s/d 1771-V) harus diisi walaupun nihil; b. Daftar Neraca dan Laporan

Rugi/Laba bagi WP yang menggunakan pembukuan lengkap; c. Penghitungan Angsuran PPh Pasal

25 tahun pajak berikutnya, jika WP mengisi Kotak pada angka 14 huruf b induk SPT (1771);

d. SSP Lembar ke-3 sebagai bukti pembayaran setoran akhir PPh (PPh Pasal 29);

e. Surat Kuasa Khusus dalam hal SPT ditandatangani oleh bukan pengurus; f. Daftar perhitungan penyusutan /

amortisasi.

(7)

Dalam pengisian SPT, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh WP adalah bahwa SPT harus diisi secara :

a. Benar, meliputi seluruh objek pajak yang dimiliki, benar dalam perhitungan maupun pengisian kolom pada setiap lampiran formulir surat pemberitahuan, benar dalam penerapan tarifpajak maupun pengkreditan pajak yang telah dibayar / dipungut / dipotong melalui pihaklain.

b. Jelas, tidak menimbulkan penafsiran lain bagi fiskus atau peneliti.

c. Lengkap, seluruh lampiran yang telah ditentukan maupun yang diperlukan harus dilampirkan, dan yang tidak boleh dilupakan kelengkapannya adalah penandatanganan Surat Pemberitahuan, sebab Surat Pemberitahuan yang sudah terlanjur disampaikan namun belum ditandatangani maka dianggap tidak lengkap lagi dan dianggap belum memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT).

D. Batas Waktu Penyampaian SPT

Batas waktu penyampaian SPT diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 sebagai berikut:

1. Untuk SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak 2. Untuk SPT Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas permohonan WP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan untuk paling lama 6 (enam) bulan. Permohonan penundaan penyampaian SPT diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai perhitungan sementara pajak terutang dalam 1

(8)

(satu) Tahun Pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. Apabila, Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditetapkan atau batas perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, diterbitkan Surat Teguran.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 948/KMK.04/1994, batas waktu penyampaian SPT Masa secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan SPT Tahunan pada Tabel.2.4.

Tabel 2.3

Batas Waktu Penyampaian SPT Masa

Jenis SPT Masa Batas Waktu Penyampaian SPT

Terakhir PPh Pasal 21

PPh Pasal 22-Bendaharawan PPh Pasal 22-Bea Cukai PPh Pasal 22-Badan Tertentu PPh Pasal 23/26

PPh Pasal 25 PPN/PPnBM-PKP

PPN/PPnBM-Bendaharawan PPnBM-Yang Dipungut Bea Cukai

Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

Empat belas (14) hari setelah Masa Pajak Tujuh (7) hari setelah pembayaran Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

Empat belas (14) hari setelah Masa Pajak Tujuh (7) hari setelah pembayaran

(9)

Tabel 2.4

Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Jenis Pajak Yang Menyampaikan SPT Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir SPT PPh Tahunan SPT PPh Pasal 21 Tahunan

Wajib Pajak yang punya NPWP

Pemotong PPh Pasal 21

Tanggal 31 bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak Tanggal 31 bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak

Sumber : Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan, Gunadi (2002)

E. Sanksi Berkaitan dengan SPT

Sanksi tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT adalah : 1. Jika SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu

sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) UU No.16/2000 atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (4) UU No.16/2000, dikenakan sanksi administrasi berupa denda untuk SPT Masa sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) dan untuk SPT Tahunan sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Pengenaan sanksi administrasi berupa denda ini tidak dilakukan terhadap WP tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Misalnya, WP non Efektif dan WP Orang Pribadi yang penghasilan netonya dibawah jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

(10)

2. Karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar (Pasal 38 UU No.16/2000).

3. Tidak menyampaikan atau menyampaikan dengan sengaja SPT tidak benar dipidana penjara maksimal 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar (Pasal 39 ayat (1) huruf b dan c UU No.16/2000. Ancaman Pidana akan dilipatkan dua, apabila seorang melakukan lagi tindakpidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 29 ayat 2).

F. Pembetulan SPT

Apabila SPT yang telah disampaikan terdapat kesalahan yang menyebabkan jumlah pajak yang dilaporkan kurang dari yang semestinya atau sebaliknya, maka WP dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan atas kemauan sendiri yang dilakukan secara tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dengan syarat :

1. Jika belum dilakukan tindakan pemeriksaan, yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya diberikan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat

(11)

penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT itu.

2. Jika sudah dilakukan pemeriksaan tetapi sebelum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan WP, maka terhadap ketidakbenaran perbuatan WP tersebut tidak akan dilakukan tindakan penyidikan, apabila WP dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan tersebut disertai dengan pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sesbesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar.

3. Jika jangka waktu pembetulan SPT sudah berakhir (lewat 2 tahun, dengan syarat Dirjen pajak belum menerbitkan Surat Ketetapan pajak (SKP), WP dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan, yang mengakibatkan: a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, atau

b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil, atau c. jumlah harta menjadi lebih besar, atau

d. jumlah modal menjadi lebih besar.

Maka pajak yang kurang dibayar karena akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50 % (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh WP sebelum laporan itu sendiri disampaikan.

(12)

4. Jika jangka waktu pembetulan SPT sudah berakhir (lewat 2 tahun), dengan syarat Dirjen pajak belum melakuakn tindakan pemeriksaan, WP dapat membetulkan SPT Tahunan PPh yang telah disampaikan, dalam hal WP menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding mengenai Surat Ketetapan Pajak tahun sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dari ketetapan pajak ayang diajukan banding, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding tersebut.

G. Istilah e-Filing

e-Filing atau penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik adalah suatu layanan yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar Wajib Pajak (WP) dapat menyampaikan SPT pajak beserta lampirannya dengan sistem on-line dan real time melalui sebuah perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider/ASP) yang telah ditunjuk oleh DJP dengan menggunakan jalur internet. Dengan cara e-Filing ini maka pelaporan pajak dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan aman. Setiap SPT pajak yang dikirimkan akan di-encrypted sehingga terjamin kerahasiaannya. Pihak-pihak yang tidak berkepentingan tidak akan dapat mengetahui isi dari SPT pajak tersebut. Sebagai gambaran, sebuah komputer paling canggih dalam komputasi saja memerlukan waktu 2 tahun untuk dapat memecahkan encryption tersebut.

e-Filing muncul pertama kali dalam lingkungan perpajakan Indonesia sekitar tahun 2002, tepatnya tanggal 13 Juni 2002 yang ditandai dengan terbitnya Keputusan

(13)

Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-315/PJ./2002 tentang Uji Coba Pelaksanaan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN Secara On-Line. Dari perihal keputusan itu terlihat bahwa saat itu e-Filingjelas-jelas masih dalam tahap trial and error. Masih perlu dites bagaimana keunggulan dan kelemahannya, guna diperoleh input untuk penyempurnaan. Pihak ‘beruntung’ yang pertama kali dapat melakukan e-Filing adalah PKP yang terdaftar dan melaporkan usahanya di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA I sampai dengan V), KPP Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB), dan KPP Badan dan Orang Asing (KPP Badora). PKP yang terdaftar di beberapa KPP itu diperintahkan untuk melaporka SPT Masa Pajak Juni 2002 yang dimasukkan bulan Juli 2002. Setelah itu sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-344/PJ./2002, kegiatan trial and error disusul oleh PKP yang terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Satu dan Dua (Large Taxpayer Officer/LTO). Sedangkan urutan ketiga sebagai tester ditempati PKP yang terdaftar di KPP Badan Usaha Milik Negara (KPP BUMN/D) yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 426/PJ./2002. Di tahun 2004, terbit Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-88/PJ./2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Surat Pemberitahuan Secara Elektronik. Keputusan tersebut menjelaskan bahwasanya Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik melalui perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Terakhir, Dirjen Pajak menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./2005 tentang Tata Cara

(14)

Penyampaian SPT secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).

Sebagaimana di jelaskan pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-88/PJ./2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Surat Pemberitahuan Secara Elektronik. Keputusan tersebut menjelaskan bahwasanya e-Filing merupakan salah satu bagian dari modernisasi administrasi perpajakan dengan maksud agar Wajib Pajak memperoleh kemudahan dalam memenuhi kewajibannya sehingga pemenuhan kewajiban perpajakan dapat lebih mudah dilaksanakan dan tujuan untuk menciptakan administrasi perpajakan yang lebih tertib dan transparan dapat tercapai. Dengan kemudahan untuk memenuhi kewajiban diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu perlu dukungan semua pihak dan sosialisasi secara intens serta terus-menerus agar peningkatan pelayanan kepada wajib pajak terus berjalan dan sekaligus tercapainya administrasi perpajakan modern.

I. Penerapan e-Filing

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, manusia semakin dimudahkan dalam memperoleh suatu informasi. Kebutuhan manusia akan informasi pada saat ini menjadi begitu mudah dengan hadirnya internet yang memungkinkan kita melakukan transfer informasi hanya dalam hitungan detik saja. Waktu dan ruang tidak lagi menjadi persoalan. Kemudahan ini memberikan keuntungan tersendiri bagi mereka yang jauh dari sumber informasi.

Istilah Teknologi Informasi (TI) atau Information Technology (IT) yang populer saat ini sebenarnya adalah bagian dari mata rantai panjang dari

(15)

perkembangan istilah dalam dunia Sistem Informasi (SI) atau Information System (IS). Istilah Teknologi Informasi lebih merujuk pada teknologi yang digunakan dalam menyampaikan maupun mengolah informasi, namun pada dasarnya masih merupakan bagian dari sebuah sistem informasi itu sendiri. Teknologi Informasi memang secara lebih mudah dipahami secara umum sebagai pengolahan informasi yang berbasis pada teknologi komputer yang saat ini sedang terus berkembang sehubungan perkembangan teknologi lain yang dapat dikoneksikan dengan komputer itu sendiri.

Ada banyak definisi dari Information Technology(IT). Salah satu definisi IT yang diambil dari “Information Technology Training Package ICA99” yang diterbitkan olehAustralian National Training Authority(ANTA), (2000) :

“The Information Technology Industry is defined as technology development and applicationof computers and communication-based technologies for processing, presenting and managing data and information. This includes computer hardware and component manufacturing ; computer software development and various computer related services ; together with communicationc equipment, component manufacturing and services”.

(Industri Teknologi Informasi didefinisikan sebagai pengembangan teknologi dan aplikasi dari komputer dan teknologi berbasis komunikasi untuk memproses, penyajian, mengelola data dan informasi. Termasuk didalamnya pembuatan hardware komputer dan komponen komputer; pengembangan software komputer dan berbagai jasa yang berhubungan dengan komputer; bersama-sama dengan perlengkapan komunikasi, pembuatan komponen dan jasa).

Oxford English Dictionary (OED2) edisi ke-2, mendefinisikan Teknologi Informasi (TI) sebagai hardware dan software, dan bisa termasuk didalamnya jaringan dan telekomunikasi yang biasanya dalam konteks bisnis atau usaha. Sering nama IT merupakan bagian dari kegiatan-kegiatan usaha yang memanfaatkan perangkat elektronik komputer. Jadi pada intinya istilah Teknologi Informasi (TI)

(16)

adalah teknologi yang memanfaatkan komputer sebagai perangkat utama untuk mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat.

Perkembangan teknologi internet memunculkan berbagai aplikasi baru termasuk di bidang perpajakan. Berbagai terobosan terkait dengan aplikasi teknologi informatika dalam kegiatan perpajakan dilakukan oleh Dirjen Pajak. Selama ini struktur organisasi Dirjen pajak didasarkan pada jenis pajak. Dengan struktur organisasi seperti ini pelaksanaan tugas dilapangan seringkali menimbulkan ketidak efisienan yang mengakibatkan pelayanan dan pengawasan tidak optimal. Selama 4 tahun terakhir, Dirjen pajak telah melakukan beberapa reformasi perpajakan dan modernisasi administrasi perpajakan yang mengacu pada cetak biru. Disamping pembentukan kantor dan penerapan sistem modern, modernisasi lebih lanjut ditandai dengan penerapan teknologi informasi terkini dalam pelayanan perpajakan (e-Filing).

Harus diakui profesionalisme pegawai Dirjen Pajak masih perlu banyak ditingkatkan. Hasil survei dari pihak ketiga yang telah banyak dilakukan menunjukkan Dirjen pajak mempunyai kelemahan pada sumber daya manusia (SDM), sosialisasi ketentuan dan distorsi pada pemeriksaan pajak. Kelemahan ini diperkuat dengan banyaknya surat-surat masuk yang memerlukan penugasan lebih lanjut. Salah satu yang menjadi penyebab kelemahan SDM adalah target penerimaan yang merupakan satu pressuretersendiri sehingga mendorong tenaga-tenaga terampil diarahkan ke hal-hal yang bersifat teknis. Akibatnya fungsi lain yang tidak kalah penting seperti penyuluhan, pemrosesan data, perencanaan pegawai dan penyusunan

(17)

konsep aturan mengalami banyak kekurangan baik dari sisi jumlah maupun kapasitas SDM nya.

Untuk menjawab dan menyikapi meningkatnya kebutuhan komunitas wajib pajak yang tersebar di seluruh Indonesia akan tingkat pelayanan yang harus semakin baik, membengkaknya biaya pemrosesan laporan pajak, dan keinginan untuk mengurangi beban proses administrasi laporan pajak menggunakan kertas, Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan sebuah Surat Keputusan No. 88 mengenai pelaporan SPT secara elektronik (e-Filing) pada bulan Mei 2004. Tujuan utama layanan pelaporan pajak secara e-Filingini adalah :

1. Membantu para Wajib Pajak untuk menyediakan fasilitas pelaporan SPT secara elektronik (via internet) kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak Orang Pribadi dapat melakukannya dari rumah atau tempatnya bekerja, sedangkan Wajib Pajak Badan dapat melakukannya dari lokasi kantor atau usahanya. Hal ini akan dapat membantu memangkas biaya dan waktu yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak untuk mempersiapkan, memproses dan melaporkan SPT ke Kantor Pajak secara benar dan tepat waktu.

2. Dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak ini berarti juga akan memberikan dukungan kepada Kantor Pajak dalam hal percepatan penerimaan laporan SPT dan perampingan kegiatan administrasi, pendataan (juga akurasi data), distribusi dan pengarsipan laporan SPT.

3. Saat ini tercatat hanya 3,5 juta Wajib Pajak di Indonesia, dengan cara pelaporan yang manual tidak mungkin akan dapat ditingkatkan pelayanan terhadap para WP

(18)

tersebut. Maka dengan e-Filing dimana sistem pelaporan menjadi mudah dan cepat, diharapkan jumlah Wajib Pajak dapat meningkat. Dengan e-Filing, ini dalam 3 tahun ke depan dapat ditingkatkan jumlah Wajib Pajak menjadi 10 juta dan pada ujungnya jumlah pemasukan negara dari pajak juga akan dapat ditingkatkan.

Melaporkan SPT tahunan dan masa merupakan salah satu kewajiban Wajib Pajak sebagaimana amanat undang-undang perpajakan. Undang-undang Nomor 6 tahun 1984 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 dalam pasal 3 (tiga) menyebutkan sebagai berikut : “Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan”. Penyampaian SPT melalui pelayanan e-Filingatau e-SPTdiatur dengan Keputusan Dirjen Pajak melalui KEP- 05/PJ./2005 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Secara Elektronik (e-Filing) melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).

Pada dasarnya prosedur penerapan e-Filing dapat dibagi menjadi 6 (enam) tahap. Berikut ini adalah gambaran sederhana mengenai jalannya proses penerapan e-Filingsecara umum.

(19)

2 1 6 5 4 3 Ilustrasi 2.5

Prosedur Penerapan e-Filing

Keterangan:

(1) Permohonan memperoleh e-FIN (2) Pendaftaran ke ASP

(3) Memperoleh sertifikat digital (4) Penyampaian SPT secara on-line (5) Penerimaan SPT oleh sistem di KPP (6) Pengiriman induk SPT ke KPP 1. Permohonan memperoleh e-FIN

Electronic Filing Identification Number (e-FIN) merupakan identitas bagi Wajib Pajak yang akan melaksanakan penyampaian e-SPT. Wajib Pajak yang berniat melaksanakan penyampaian SPT secara on-line ini, terlebih dahulu harus menyampaikan surat permohonan kepada DJP yaitu kepada Kepala KPP dimana Wajib Pajak tersebut terdaftar. Selain formulir permohonan tersebut, Wajib Pajak juga melampirkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Surat

WP

ASP

(20)

Keterangan Terdaftar (SKT) dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) jika Wajib Pajak adalah PKP.

2. Pendaftaran ke ASP

Setelah e-FIN diperoleh, Wajib Pajak dapat segera mendaftarkan diri ke salah satu ASP yang telah ditunjuk oleh DJP, yaitu :

1. www.mitrapajak.com. 2. www.laporpajak.com. 3. www.taxreport.co.id. 4. www.layananpajak.com. 5. www.onlinepajak.com. 6. www.setorpajak.com. 7. www.pajakmandiri.com. 8. www.spt.co.id.

3. Memperoleh sertifikat digital

Apabila Wajib Pajak sudah mendaftar ke ASP, maka langkah selanjutnya adalah memperoleh Digital Certificate dari DJP melalui website ASP yang bersangkutan. Sertifikat ini diberikan secara otomatis oleh sistem yang ada di KPP. Sertifikat ini umumnya hanya bisa digunakan untuk ASP yang bersangkutan.

4. Penyampaian SPT secara on-line

Setelah semua langkah di atas dipenuhi, Wajib Pajak dapat segera menyampaikan SPT nya secara on line. Wajib Pajak dapat mengakses situs ASP dengan menggunakan login, password, dan e-FIN yang telah dimiliki. Setelah itu Wajib Pajak melakukan upload data SPT-nya. Segera setelah proses upload selesai, sistem ASP akan mencatat log transaksi Wajib Pajak yang meliputi Nama, NPWP, Kode Sertifikat Digital, e-FIN, Tanggal Transaksi, dan Jam Transaksi. Setelah itu, sistem

(21)

ASP secara langsung akan berhubungan dengan sistem di KPP untuk meneruskan proses penyampaian SPT.

5. Penerimaan e-SPT oleh sistem di KPP

Jika sistem di yang ada di KPP telah menerima data elektronik SPT dan sistem itu menyatakan bahwa SPT telah diterima secara lengkap, maka sistem ini akan membubuhkan Bukti Penerimaan SPT elektronik di bagian bawah Induk SPT. Bukti penerimaan ini mengandung informasi mengenai :

1) NPWP

2) Tanggal Transaksi 3) Jam Transaksi

4) Nomor Transaksi Penyampaian SPT (NTPS), yaitu nomor transaksi dari Wajib Pajak kepada ASP

5) Nomor Transaksi Pengiriman ASP (NTPA), yaitu nomor transaksi dari ASP kepada Direktorat Jenderal Pajak dan

6) Nama ASP.

e-Filing yang disampaikan pada akhir batas waktu penyampaian SPT yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.

6. Pengiriman induk SPT ke KPP

Setelah bukti penerimaan SPT elektronik diterima, Wajib Pajak dapat segera melakukan pencetakan formulir induk SPT yang bagian bawahnya telah dibubuhi bukti penerimaan elektronik. Kemudian, Wajib Pajak menandatangani induk SPT dan mengirimkannya seperti biasa ke KPP. Print out SPT elektronik dan bukti penerimaan elektronik disampaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak batas terakhir pelaporan SPT dalam hal SPT disampaikan sebelum batas akhir penyampaian. Apabila SPT disampaikan setelah lewat batas akhir penyampaian,

(22)

maka batas waktu penyampaian print out SPT elektronik dan bukti penerimaan elektronik adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian SPT secara elektronik.

J. Peranan e-Filing bagi Pihak-Pihak yang Terlibat

Penggunaan e-Filing akan memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang terlibat di dalam proses itu sendiri yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaui Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Wajib Pajak, dan Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Manfaat yang dapat dirasakan antara lain :

1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) :

a. Penyimpanan dokumen dalam bentuk digital akan memudahkan pengelolaan database.

b. Petugas pajak tidak perlu lagi menginput data-data SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut telah diinput oleh Wajib Pajak pada saat menyampaikan SPT melalui e-Filing. Hal ini berarti mengurangi beban kerja petugas pajak.

c. Mengurangi persinggungan atau contact person antara Wajib Pajak dengan petugas pajak yang berpotensi menimbulkan KKN.

2. Bagi Wajib Pajak :

a. Kemudahan dalam pelayanan, karena Wajib Pajak dapat menyampaikan data SPT secara efektif, efisien dan akurat tanpa perlu datang mengantri ke KPP atau tanpa takut terlambat dalam menyampaikan SPT Tahunan karena data

(23)

SPT dapat disampaikan kapan saja dan di mana saja sepanjang ada akses jaringan internet.

b. Wajib Pajak tidak perlu mencetak lampiran SPT Masa PPN yang jumlahnya sangat banyak. Wajib Pajak cukup mencetak induk SPT untuk disampaikan ke KPP setelah melakukan e-Filing.

c. Implikasinya Wajib Pajak dapat menghemat waktu dan biaya.

3. Bagi Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi Software (ASP) adalah perusahaan tersebut akan memiliki prospek yang cerah mengingat trend teknologi saat ini yang mengedepankan outsourcing bagi perusahaan-perusahaan untuk mendukung proses bisnisnya. Karena penggunaan ASP dapat memberi kemudahan dan mengurangi biaya pembuatan program.

K. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak

Pengertian kata kepatuhan secara terminologi berarti kata sifat yang mengandung arti taat, patuh, berdisiplin, suka menurut kepada perintah/aturan dan sebagainya. Menurut International Tax Glossary (2004), kepatuhan pajak adalah “Degree to which a taxpayer complies (or fails to comply) with the tax rules of his country, for example by declaring income, filling a return, and paying the tax due in a timely manner” (Tingkat dimana para pembayar pajak mengikuti (atau tidak mengikuti) aturan-aturan perpajakan negaranya, misalnya melaporkan pendapatannya, mengisi pengembaliannya, dan membayar pajak tepat pada waktunya).

(24)

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-550/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-213/PJ/2003, telah ditentukan kriteria Wajib Pajak Patuh yaitu sebagai berikut :

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir.

2. Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut,

3. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya.

4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:

a. Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,

b. Tidak termasuk tunggakan pajak Sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir, dan

5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

6. Dalam hal laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

7. Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh, sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana disebut pada angka 2 (dua) huruf (a) sampai dengan huruf (e) di atas dan syarat lainnya sebagai berikut:

a. Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000; dan

b. Apabila dalam dua tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).

Referensi

Dokumen terkait

- Dengan menghapuskan fungsi Tabungan untuk bertransaksi pada strategi yang baru, berarti subsidi biaya-biaya transaksi dapat dihilangkan dan perseroan dapat meningkatkan suku

Apabila peningkatan aliran darah tidak dapat diakomodasi melalui vena basilaris dan sistem petrosus, peningkatan tekanan di dalam CS akan dikurangi melalui vena oftalmika

Selain itu dalam kegiatan ini akan dibandingkan hasil Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) dan Power Reflection Factor (PRF) dari rangkaian pemandu gelombang yang

E-filing sebagai suatu layanan penyampaian SPT secara elektronik baik untuk wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan secara online melalui website Direktorat Jendral Pajak

Pengertian e-SPT adalah data SPT wajib pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh wajib pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak,

Tujuan penelitian ialah untuk merancang konsep dan membuat sebuah film pendek animasi 3 dimensi yang bercerita tentang pengorbanan sosok seorang ayah, dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada member senam zumba di sanggar senam Nirmala, DF Fitness and Aerobic dan sanggar senam Noni Kusuma, dapat ditarik

1) Gambaran tentang anak. Pendidik di Reggio Emilia harus memiliki pandangan bahwa setiap anak memiliki kompetensi, kuat, dan penuh dengan ide sehingga harus mampu