• Tidak ada hasil yang ditemukan

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 2 RUMAH SUSUN DAN POLA HIDUP MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 2 RUMAH SUSUN DAN POLA HIDUP MASYARAKAT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

RUMAH SUSUN DAN POLA HIDUP MASYARAKAT

2.1 Pengertian Rumah Susun

Untuk lebih memahami pengertian tentang rumah susun maka kita harus terlebih dahulu memahami definisi rumah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rumah adalah bangunan tempat tinggal5. Sedangkan menurut Webster Dictionary, rumah dapat didefinisikan sebagai6 :

• Sebuah struktur yang dimaksudkan sebagaitempat tinggal manusia

• Sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal seorang atau lebih yang memiliki fungsi yang sangat berbeda

• Sebuah bangunan berisi tempat tinggal satu atau lebih keluarga

Sedangkan menurut American Encyclopedia, rumah adalah tempat tinggal privat dari habitat manusia, biasanya sebuah keluarga7. Menurut Burns & Grebler

fungsi rumah yang paling dasar adalah sebagai perlindungan fisik dari pengganggu8. Menurut definisi dari PBB, rumah merupakan pusat dari lingkungan penghuni rumah itu. Rumah berperan sebagai fokus dari kegiatan ekonomi, simbol dari pencapaian dan penerima sosial dan investasi untuk masa depan9. Prof. Ir. Johan Silas menyebutkan bahwa konsep sebuah rumah yang layak adalah apabila ada keterpaduan yang serasi antara 10:

• perkembangan rumah dan penghuninya, artinya rumah bukan hasil akhir yang tetap tetapi proses yang berkembang.

• rumah dengan lingkungan (alam) sekitarnya, artinya lingkungan rumah dan lingkungan sekitarnya terjaga selalu baik.

• perkembangan rumah dan perkembangan kota, artinya kota yang dituntut makin global dan urbanized memberi manfaat positif bagi kemajuan warga kota di rumah masing-masing.

5

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988, h. 757 6

Webster Third’s Dictionary, 1971 7

The American People Encyclopedia Vol. 10, 1963 8

Burns, L dan Grebler, L, The Housing Nation Analysis and Policy in a Comprehensive Framework, 1977, h. 10

9

UN, Policy Housing Guidelines for Development Countries Report no ST/EA/50, 1976, h. 11 10

(2)

• perkembangan antar kelompok warga dengan standar layak sesuai keadaan dan tuntutan masing-masing kelompok, artinya tiap kelompok warga punya kesempatan sama untuk berkembang sesuai dengan tuntutan yang ditetapkan sendiri.

• standar fisik dan dukungan untuk maju bagi penghuni, artinya standar fisik rumah tidak sepenting dan menentukan seperti peningkatan produktivitas yang diberikannya terhadap mobilitas penghuni / pemiliknya. Yang penting dari rumah bukan what it is, melainkan what it does terhadap kehidupan dan penghidupan penghuni / pemiliknya.

Apabila kita melihat semua pengertian di atas maka dapat diambil sebuah kesimpulan tentang pengertian rumah yaitu sebuah tempat tinggal manusia yang melindunginya dari gangguan dan keberadaannya akan terus tumbuh sesuai dengan penghuninya.

Ada berbagai pengertian tentang rumah susun – berdasarkan berbagai sumber – yaitu :

• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah rumah atau bangunan bertingkat terbagi atas beberapa tempat tinggal (masing-masing untuk satu keluarga; flat)11.

• Menurut Webster ‘s ,Third Dictionary adalah suatu bangunan yang berisi sejumlah unit-unit hunian yang terpisah dan biasanya memiliki sarana penunjang (seperti pemanas dan lift) yang digunakan bersama-sama12.

• Menurut Time Saver Standard for Building Types adalah beberapa unit hunian keluarga yang berbeda dengan rumah satu keluarga tunggal13.

• Menurut New International Dictionary of The Language USA adalah suatu ruang atau kumpulan ruang yang digunakan sebagai unit rumah tinggal yang sifatnya dapat digunakan untuk milik pribadi atau dapat disewakan14.

• Menurut Direktorat PU Ciptakarya dalam buku Sistem Pengelola Rumah Bertingkat Sekelompok adalah unit-unit tempat tinggal yang disusun secara

11

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988, h. 757 12

Webster Third’s Dictionary, 1971 13

Time Saver Standard for Building Types, 14

(3)

vertikal yang sedemikian rupa sehingga keseluruhan seperti suatu blok utuh dan berdiri pada sebidang tanah15.

Pengertian rumah susun di atas memiliki perbedaan tetapi masih terdapat persamaan yang apabila kita urutkan berdasarkan dari yang dimiliki oleh semua pengertian sampai yang hanya dimiliki oleh sebagian pengertian adalah :

• Rumah susun terdiri dari beberapa unit hunian.

• Unit-unit tersebut kemudian disatukan dalam sebuah bangunan tunggal. • Bangunan tunggal tersebut berupa bangunan bertingkat atau bersifat vertikal. Persamaan dalam pengertian di atas setidaknya mampu membantu kita sebagai awalan untuk lebih jauh memahami tentang pengertian rumah susun. Akan tetapi, perbedaan yang terdapat dalam pengertian di atas membuat kita bingung tentang pengertian rumah susun. Oleh karena itu, kita harus mengambil pengertian yang ada dalam peraturan perundangan. Hal ini dilakukan karena pengertian dalam peraturan perundangan merupakan sesuatu yang tidak bisa dibantah dan memiliki kekuatan hukum.

Menurut Undang-Undang No. 16 Th 1985, rumah susun adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama.

Pengertian inilah yang nantinya akan dipakai selama proses perancangan. Dalam Undang-Undang No. 16 Th 1985 terdapat beberapa pengertian yang mampu membantu kita agar lebih memahami definisi rumah susun menurut undang-undang tersebut, yaitu16:

• Lingkungan adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya, yang secara keseluruhan merupakan kesatuan tempat permukiman.

• Satuan Rumah Susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana

15

Direktorat PU Ciptakarya, Sistem Pengelola Rumah Bertingkat Sekelompok, Fakultas Sosial UI, 1979

16

(4)

penghubung ke jalan umum. Memiliki tipe tertentu misalnya T-21, T-27, T-36, dan lain-lain.

• Bagian Bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun, misalnya tangga, lift, atap, pipa, dan pondasi.

• Benda Bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara terpisah untuk pemakaian bersama misalnya tempat parkir, termpat bermain, jalan, saluran air hujan.

• Tanah Bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara terpisah, di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.

Untuk menambah pemahaman akan rumah susun maka kita akan melihat juga pembagian rumah susun menurut Ir. Siswono Yudohusodo dan Ir. Soearli Salam – dibagi berdasarkan pengguna, fasilitas yang dimiliki dan sistem pembeliannya – yaitu :

1. Rumah Susun Mewah

• Biasa dikenal dengan sebutan apartemen

• Ditujukan khusus untuk orang asing yang bekerja di Indonesia atau untuk masyarakat kalangan atas.

• Memiliki fasilitas berupa :

- Fasilitas utama : berupa hunian

- Fasilitas penunjang, terutama untuk keperluan sosial, hiburan/rekreasi, olah raga dan fasilitas lain dengan tingkat pelayanan yang memuaskan/mewah. • Umumnya diberlakukan sistem sewa / beli US$ 5000 - US$ 10.000 per bulan. 2. Rumah Susun Menengah

• Lebih dikenal dengan nama flat, biasanya ditujukan untuk konsumsi pengusaha/masyarakat berpenghasilan cukup tinggi

• Fasilitasnya hampir sama dengan rumah susun mewah, namun dengan pelayanan dan kenyamanan yang lebih rendah.

• Sistem yang digunakan sewa / beli dengan kisaran harga US$ 1500 – US$ 5000 perbulan.

(5)

• Rumah susun Murah adalah rumah susun yang dibangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Pada umumnya rumah susun dibangun dengan subsidi dari pemerintah dan bersifat sosial (Undang Undang No 16 th 1985, tentang Rumah Susun)

• Fasilitas terbatas

• Sistem yang digunakan sistem sewa /beli

Menurut Time Saver Standards for Residential Development maka terdapat beberapa pembagian rumah susun di antaranya17 :

1. Berdasarkan jumlah lantai terbagi atas : • Low rise

Bila tinggi bangunan kurang dari 4 lantai. • Medium rise

Bila tinggi lantai bangunan kurang antara 5 - 8 lantai. • High rise

Bila tinggi lantai bangunan lebih dari 8 lantai. 2. Berdasarkan sistem kepemilikan terbagi atas : • Sistem sewa (Rented project)

Hak yang dimiliki seseorang atau kelompok untuk menggunakan fasilitas hunian dalam jangka waktu tertentu dengan membayar harga sewa berkala. Jenisnya terbagi atas :

− Sewa biasa − Sewa beli − Sewa kontrak − Sistem kooperatif

Sistem kepemilikan rumah susun yang penyelenggaraan pengelolaan dilakukan oleh suatu koperasi dan status kepemilikan unit didapat dengan mendaftar menjadi anggota koperasi

• Sistem kondomonium

Sistem kepemilikan bersama yang terdiri atas bagian-bagian yang merupakan satuan yang dapat digunakan terpisah.

17

Joseph de Chiara, Time Saver Standards for Residential Development, Mc. Graw- Hill New York

(6)

3. Berdasarkan pencapaian vertikal terbagi atas : • Walked up

Menggunakan tangga • Elevated

Menggunakan lift, biasanya untuk rumah susun lebih dari 4 lantai 4. Berdasarkan akses sirkulasi horisontal terbagi atas :

Exterior Corridor

Kelebihan : penghawaan dan pencahayaan baik Kekurangan : sirkulasi dan pemakaian lahan boros.

Interior Corridor

Kelebihan : Sirkulasi dan pemakaian lahan efisien Kekurangan : Penghawaan dan pencahayaan kurang

Multiple Exterior Access

Kelebihan : Privasi, cahaya dan penghawaan baik Kekurangan : akses bertetangga menjadi lebih jauh.

Gambar 2.1 Pola sirkulasi exterior corridor.

(Sumber : Time Saver Standards for Residential)

Gambar 2.2 Pola sirkulasi interior corridor.

(Sumber : Time Saver Standards for Residential)

Gambar 2.3 Pola sirkulasi multiple exterior access.

(7)

Multiple Interior Access

Kelebihan : privasi lebih terjamin

Kekurangan : cahaya dan penghawaan tidak alami.

2.2 Perilaku Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

2.2.1 Latar Belakang Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Masyarakat golongan berpenghasilan rendah di kota biasanya tinggal di daerah

slum dan squatter. Slum merupakan kawasan permukiman kumuh di atas tanah yang legal sedangkan squatter merupakan kawasan permukiman kumuh di atas tanah yang ilegal. Mereka umumnya merupakan warga pendatang yang memiliki keterampilan terbatas dan berpendidikan rendah sehingga tidak akan mampu bersaing dengan warga kota lainnya dalam pekerjaan formal. Oleh karena itu, banyak dari mereka bertahan hidup dengan beralih pada sektor informal seperti pedagang kaki lima.

Permukiman yang dibentuk pun biasanya berupa kampung yang menjadi gaya hidup mereka sebelum masuk ke kota. Kampung-kampung ini bertahan karena alasan-alasan fungsional seperti lokasi yang strategis atau rendahnya biaya perumahan. Namun sebab sesungguhnya terdapat pada kesadaran teritorial para penghuninya18. Dalam pemahaman kampung menjadi sebuah dunia mikro sedangkan kota menjadi dunia makro. Untuk lebih memahaminya maka dapat disebut bahwa kampung merupakan sebuah kota dalam kota. Hal ini berprinsip bahwa masyarakat yang ideal dan teratur akan terbentuk apabila setiap orang (dalam tingkatan lebih tinggi rumah, kampung dan lain-lain) mengenal tempat dan tugasnya masing-masing sehingga secara keseluruhan akan membentuk kesatuan yang harmonis19. Tanpa batasan teritorial, tidak ada ruang sosial; tanpa ruang sosial, tidak ada kolektivitas20.

2.2.2 Pola Hidup Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Kota

Biasanya masyarakat golongan ini hidup secara out door living. Untuk mengisi waktu luang, biasanya mencari hiburan yang tidak membutuhkan biaya seperti

18

Santoso, Jo, Menyiasati Kota Tanpa Warga. 2006, h. 156. 19

Magnis-Suseno, Frans, Javanische Weisheit and Ethik : Studien Zu Einer Oestliche Moral, 1981

20

(8)

mengobrol dengan tetangga dekat. Selain sebagai hiburan, kegiatan ini juga mempererat ikatan masyarakatnya sehingga apabila mereka menjadi mudah apabila membutuhkan bantuan dan pertolongan. Pola hidup seperti ini disebut sebagai pola hidup komunal. Perasaan ikatan sosial pada pola hidup ini tentu saja mengisyaratkan kebutuhan akan ruang horizontal daripada vertikal21.

Pola hidup komunal menuntut adanya teritorialitas yang berkaitan dengan kebutuhan seseorang untuk ingin menunjukan identitas diri atau mempertahankan diri. Ada 5 ciri teritori yaitu :

• Memuat daerah ruang (spatial)

• Dimiliki atau dikendalikan oleh individu atau kelompok • Memenuhi kebutuhan atau dorongan tertentu

• Ditandai secara konkrit atau simbolis

• Dipertahankan oleh pemiliknya bila ada yang melanggarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi teritorialitas adalah :

• Faktor personal

Jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap sikap teritorialitas • Situasi

Tatanan fisik, sosial budaya • Faktor budaya

Kelompok dengan latar belakang budaya berbeda akan mengekspresikan sikap teritorial yang berbeda.

Contoh pengaturan teritori yang mudah adalah :

• Adanya pengolahan tekstur bahan bangunan permukaan, anak tangga, penempatan lampu atau barier sesungguhnya seperti adanya dinding.

• Penggunaan bentuk yang berbeda misalnya bentuk rumah toko dan rumah biasa yang berbeda dalam sebuah perumahan.

• Pendirian sebuah gerbang seperti yang terdapat di kampung kota.

Teritorialitas secara komunal yang terjadi pada pola hidup masyarakat berpenghasilan rendah tentu saja mengayomi aspek defensible space

(lingkungan yang lebih aman dari tindakan kejahatan). Namun tentu saja keamanan ini tidak meliputi keamanan dari bahaya kebakaran karena umumnya

(9)

perubahan hunian yang dilakukan oleh penghuni untuk membuat lingkungan yang mempunyai defensible space – baik di rumah susun maupun di kampung – cenderung menyalahi aturan bangunan.

2.2.3 Rumah Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Rumah masyarakat berpenghasilan rendah tidak seperti di Barat yang biasanya menjadi rujukan rancangan rumah susun di Indonesia. Dalam bukunya Home (1986), Witold Rybcynski mengatakan bahwa kenyamanan merupakan aspek penting dalam rancangan sebuah rumah di Barat. Namun hal itu tidak berlaku di golongan masyarakat berpenghasilan rendah sehingga mereka tidak membutuhkan diferensiasi fungsi ruang secara ketat22. Hal ini terbukti pada perubahan konfigurasi ruang (letak, luas dan fungsi) sesuai kebutuhan penghuninya yang terjadi di rumah susun Klender, Jakarta. Perubahan ini terjadi karena umumnya mereka ingin tempat yang lebih nyaman dalam berkegiatan23. Selain itu, perubahan ini pun terjadi karena mereka merupakan golongan berpenghasilan rendah yang akan terus mengalami perubahan terutama dari segi penghasilan menjadi golongan berpenghasilan menengah atau bahkan tinggi. Konsep tumbuh pun tampak pada bangunan rumah mereka karena sejalan dengan meningkatnya penghasilan maka mereka pun mengubah secara bertahap rumah yang ditinggalinya misalnya dengan menambah ruang, menambah balkon atau melapis dinding rumahnya dengan ubin. Berdasarkan hasil penelitian Ratna Lisairawati maka perubahan yang umumnya dilakukan adalah di ruang dapur dan ruang keluarga.

Kebutuhan dasar yang dimiliki manusia menurut hierarki yang disusun oleh Abraham Maslow yaitu :

• Kebutuhan sandang dan papan • Kebutuhan akan rasa aman

• Kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang • Kebutuhan akan pembuktian diri

22

Hariyono, Paulus, Sosiologi Kota Untuk Arsitek, h. 210. 23

Lisairawati, Ratna, Perubahan-perubahan Ruang di Dalam Penghunian Rumah Susun Klender Jakarta, 2001.

(10)

Pekerjaan Penduduk PNS, 30% Karyawan swasta, 24% Pensiunan, 14% Tdk Bekerja, 6% Wiraswasta / pedagang, 26%

Kebutuhan-kebutuhan ini juga terdapat dalam masyarakat berpenghasilan rendah tetapi muncul dalam wujud yang berbeda misalnya dengan mengubah teras menjadi ruang usaha atau mengubah tata letak dapur.

2.3 Deskripsi Masyarakat RW 6 Kelurahan Lebak Siliwangi. 2.3.1 Kondisi Ekonomi

Penduduk di RW 6 Kelurahan Lebak Siliwangi rata-rata merupakan golongan menengah ke bawah dengan mata pencaharian terbesar adalah pegawai negeri sipil.

2.3.2 Tingkat Pendidikan

Penduduk RW 6 yang merupakan penduduk pribumi (bukan pendatang) paling banyak memiliki pendidikan terakhir adalah SMA.

(11)

Tingkat Pendidikan

Tidak Berpendidikan 6% SD 2% SMP 14% SMA 52% Diploma 10% Sarjana 16% 2.3.3 Kondisi Sosial

Penduduk di RW 6 rata-rata dulunya merupakan perantauan yang datang ke Bandung untuk mengadu nasib. Mereka datang kebanyakan karena diajak oleh saudaranya yang sudah lebih dulu tinggal di Bandung misalnya di RW 6 ini. Rata-rata mereka sudah tinggal lebih dari 5 tahun di tempat ini24. Selain itu, pengambilan data sampel responden yang diperoleh di lapangan maka didapat jumlah anggota keluarga dan jumlah keluarga dalam 1 rumah yaitu25 :

24

Hasil wawancara dengan penduduk. 25

Usadi, Dani, Thesis Sistem Penyediaan Air Bersih Masyarakat Kota Bandung Kasus Lebak Siliwangi dan Cipaganti, Program Magister Program Pascasarjana Arsitektur ITB, 2005.

(12)

Luas Rumah Sekarang

20 - 30 m² 54% 31 - 40 m² 0% 41 - 50 m² 8% 51 - 100 m² 28% >100 m² 10%

Banyak Anggota Keluarga Persentase

O5

18 %

5<xO10

82 %

Jenis Keluarga Persentase

Keluarga Inti 18 %

Extended family 82 %

Tabel 2.3 Data persentase jumlah anggota keluarga dan jumlah keluarga dalam 1 rumah.

Sedangkan saat ini lahan rumah yang mereka tempati berdasarkan survei yang sudah dilakukan adalah26 :

Pola perilaku warga di RW 6 Kelurahan Lebak Siliwangi : • Interaksi di RSG (Ruang Serba Guna)

− Beribadah bersama

− Mengikuti perayaan keagamaan

26

Usadi, Dani, Thesis Sistem Penyediaan Air Bersih Masyarakat Kota Bandung Kasus Lebak

(13)

− Pengajian ibu-ibu

− Dipakai kegiatan Taman Pendidikan Al Quran (TPA)

• Interaksi di warung - Melakukan jual beli - Mengobrol

Foto 2.1 Interaksi warga di RSG atau balai pertemuan

(Sumber : dokumen pribadi)

Foto 2.2 Pengamatan kegiatan warga di warung

(14)

• Interaksi di lapangan olah raga - Berolahraga

- Bermain

- Menonton pertandingan - Menonton pertunjukan - Buka puasa bersama - Posyandu

• Interaksi di pinggir sungai - Duduk-duduk

- Memancing bersama-sama - Mengobrol

Foto 2.3 Kegiatan penduduk RW 6 di lapangan olah raga

(15)

• Interaksi di depan rumah - Duduk-duduk - Bermain - Pos ronda - Mengobrol - Membaca

- Menyiapkan masakan (mengupas, memotong bahan masakan, dll)

Kebiasaan yang selalu dilakukan :

- menjemur pakaian di railing balkon, pagar rumah atau digantung di teritisan atap.

Foto 2.4 Kegiatan warga RW 6 di pinggir sungai.

(Sumber : dokumen pribadi)

Foto 2.5 Pola hidup warga di depan unit huniannya

(16)

- memarkir motor di jalan gang.

- menyimpan gerobak di pinggir jalan atau ruangan antar bangunan yang bukan merupakan jalan.

- bila membuka usaha maka memasang tanda berupa papan atau spanduk di depan huniannya.

- bila ingin membeli sesuatu dari pedagang keliling yang melewati depan rumahnya, mereka akan langsung memberhentikannya sehingga terkadang membuat jalan yang dipakai jadi sempit karena pedagang tersebut berhenti dan melakukan transaksi jual beli.

- ruang udara antar bangunan yang sempit terkadang difungsikan sebagai tambahan ruang hunian misalnya dengan membuat balkon di atasnya. Selain itu terkadang ditutup dengan sebuah terpal agar ruangan di bawahnya lebih bisa berfungsi misalnya sebagai ruang mengobrol.

- membuat kandang burung atau binatang peliharaan lainnya di depan rumahnya.

- menyimpan bahan bangunan yang masih bisa digunakan dan alat-alat yang hanya waktu tertentu saja digunakan di pinggir-pinggir sepanjang jalan gang, pinggir lapangan dan ruang-ruang lainnya yang memungkinkan dijadikan sebagai tempat penyimpanan.

- menanam tanaman di dalam pot di depan rumah yang nantinya bisa diletakkan saja atau digantung.

2.3.4 Persepsi Warga RW 6 Tentang Penataan Permukiman

Berdasarkan laporan hasil survei mahasiswa Planologi dalam mata kuliah PL-270 tahun 2002, diperoleh data tentang aspirasi masyarakat Kelurahan Lebak Siliwangi tentang penataan permukiman terutama pembangunan rumah susun seperti yang terlihat di bagan di bawah ini27.

27

(17)

Yang Harus Dilakukan Persentase Tetap seperti sekarang 19,6 % Perbaikan kualitas permukiman 66,7 % Pembangunan rumah susun 4,3 % Pembangunan kembali 7,6 %

Lain-lain 2,2 %

Total 100 %

Tabel 2.5 Hasil survei aspirasi penduduk RW 6 tentang pembangunan rumah susun.

Kemudian dari hasil survei diketahui bahwa sebagian besar masyarakat (77,2 %) tidak bersedia tinggal di rumah susun sedangkan sisanya tidak keberatan untuk tinggal di rumah susun. Alasan yang paling utama dari responden keberatan untuk tinggal di rumah susun adalah karena tidak nyaman tinggal di rumah susun. Mereka merasa tinggal di rumah susun membuat mereka terbatasi, kebebasan mereka akan berkurang28.

Dari data hasil responden diketahui pula bahwa apabila lingkungan permukiman tersebut dijadikan kawasan multifungsi maka fungsi perdagangan yang paling tepat mendampingi kawasan permukiman29.

28

Peserta Mata Kuliah PL-270 (2002). Persepsi dan Aspirasi Terhadap Penataan Kembali Kawasan Tamansari-Ganesa, h. 93.

29

Gambar

Tabel 2.1 Data pekerjaan penduduk RW 6 pada umumnya.
Tabel 2.2 Data tingkat pendidikan terakhir penduduk RW 6.
Tabel 2.3 Data persentase jumlah anggota keluarga dan jumlah keluarga dalam 1  rumah.
Foto 2.2 Pengamatan kegiatan warga di warung  (Sumber : dokumen pribadi)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan dengan petani dikelompok tani semuanya telah menerapkan 12 Paket teknologi yang disampaikan oleh penyuluh pertanian meskipun belum sepenuhnya 100

Saya Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Panjang Stek Dan Pemberian Berbagai Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Stek Tanaman Buah Naga

Model Advance Organizer dalam hal ini merupakan model yang dapat membantu siswa dalam memandang suatu materi pembelajaran ke arah yang lebih luas, selain itu

Bapak H Mohammad Subekti, BE, MSc selaku Ketua Jurusan Teknik Informatika dan dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan ide, saran, kritikan, dorongan dan banyak meluangkan

Pemajanan zat agensia teratogenik yang bersifat kolagenase misalnya enzim bromelin dari buah nanas (Ananas comosus) juga berakibat pada terjadinya degradasi kolagen

Oleh karena itu diperlukannya penanganan yang dilihat dari partisipasi masyarakat dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri

Pada konsentrasi ekstrak rosela 2 %, penilaian panelis untuk uji mutu hedonik rasa adalah 4,78 yang menunjukan bahwa rasa dari minuman jeli rosela tersebut hampir

Pada penelitian ini, perkembangan tekstur kristalografi dipelajari pada baja lembaran bebas interstisi setelah baja bebas interstisi mengalami proses pencanaian panas,