• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Remaja

1. Pengertian remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata lain adolecere (kata belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istiliah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik. Pengertian remaja berdasarkan usia adalah antara 13-18 tahun. Masa ini dibagi menjadi usia 13-16 tahun sebagai masa remaja awal dan usia 16-18 tahun disebut sebagai masa remaja akhir (Hurlock dalam Sarwono, 2011)..

Tarwoto (2010) memberikan definisi tentang remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dan masa ini sering disebut sebagai masa pubertas. Pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi. Masa remaja juga diistilahkan dengan masa adolesens dimana istilah ini lebih menekankan pada perubahan psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas (Soetjiningsih, 2008).

2. Perkembangan Remaja

Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan remaja meliputi perkembangan fisik, sosial, emosi, moral dan kepribadian (Monks dan Haditomo, 2007).

a. Perkembangan fisik remaja

Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak laki-laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih lambat daripada anak perempuan. Hal ini menyebabkan pada saat matang anak laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak

(2)

laki-laki melebihi kekuatan anak perempuan. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar daripada anak yang matang lebih awal. Perubahan fisik remaja disebabkan oleh perubahan hormonal. Hormon dihasilkan oleh kelenjar endorkrin yang dikontrol oleh susunan saraf pusat, khususnya di hipotalamus. Berbagai jenis hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan adalah hormon pertumbuhan, hormon gonadotropik, estrogen serta testosteron (Tarwoto, 2010).

Perubahan-perubahan fisik pada remaja yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi makin panjang dan tinggi), mulai berfungsi alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2011).

Perkembangan fisik remaja maish jauh dari sempurna pada masa puber (masa dimana terjadi kematangan organ seks) berakhir, dan juga belum sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja. Perkembangan fisik masa remaja ini mengalami penurunan dalam laju pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan internal seperti sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem endokrin dan jaringan tubuh lebih menonjol daripada perkembangan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh, organ seks dan ciri-ciri seks sekunder (Nurihsan dan Agustin, 2011).

b. Perkembangan sosial

Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah (Monks, dkk. 2007).

(3)

sosial dalam upaya mendapatkan kepercayaan dari lingkungan, sedangkan di lain pihak remaka mulai memikirkan kehidupan secara mandiri serta terlepas dari pengawasan dari orang tua dan sekolah. Remaja juga harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan interpersonal yang awalnya belum pernah ada, juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja dalam mencapai hubungan pola sosialisasi dewasa, harus membuat banyak penyesuaian baru (Tarwoto, 2010).

Upaya untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Hal yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai-nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Monks, dkk. 2007).

c. Perkembangan emosi

Masa remaja ini biasa juga dinyatakan sebagai periode “badai dan tekanan”, yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya perubahan emosi ini dikarenakan adanya tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Pada masa ini remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, atau dengan suara keras mengritik orang-orang yang menyebabkan amarah (Irwanto, dkk, 2007).

Faktor yang menyebabkan tingginya emosi pada remaja karena adanya tekanan sosal, menghadapi kondisi dan lingkungan yang baru, dan kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan dan lingkungan baru tersebut. Remaja mengalami masa badai tersebut dengan ketidakstabilan emosi dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan

(4)

harapan sosial yang baru (Nurihsan dan Agustin, 2011). d. Perkembangan moral

Pada perkembangan moral ini remaja telah dapat mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak Pada tahap ini remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Perkembangan moral pada remaja ini sebagai akibat dari adaptasi diri terhadap lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Melalui kehidupan kelompok dalam lingkungannya ini remaja dapat mengekspresikan perasaan, pikiran, memainkan peran dan mendapat pengakuan keberadaannya (Suliswati, 2005).

e. Perkembangan kepribadian

Pada masa remaja, anak laki-laki dan anak perempuan sudah menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan oleh karenanya terdorong untuk memperbaiki kepribadian mereka. Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian “ideal”. Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang tidak berhasil ingin mengubah kepribadian mereka (Monks, dkk. 2007).

B.Penyalahgunaan Alkohol 1. Pengertian minuman keras

Minuman keras atau minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan

(5)

minuman keras dibatasi ke sejumlah kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu (Darmawan, 2010).

Minuman beralkohol adalah minuman yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi atau fermentasi yang dilanjutkan dengan penyulingan sesuai keperluan, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan alkohol atau dengan cara pengenceran minuman beralkohol, sehingga produk akhirnya berbentuk cairan yang mengandung etanol (Kepres No 3 tahun 1997). 2. Epidemiologi Minuman Keras

Pada saat ini terdapat kecenderungan penurunan angka pecandu alkohol di negara-negara maju namun angka pecandu alkohol ini justru meningkat pada negara-negara berkembang. World Health

Organization (WHO) memperkirakan saat ini jumlah pecandu alkohol

diseluruh dunia mencapai 64 juta orang, dengan angka ketergantungan yang beragam di setiap negara. Di Amerika misalnya, terdapat lebih dari 15 juta orang yang mengalami ketergantungan alkohol dengan 25% diantaranya adalah pecandu dari kalangan wanita.

Kelompok usia tertinggi pengguna alkohol di negara Amerika adalah 20 - 30 tahun, sementara kelompok usia terendah pengguna alkohol adalah di atas 60 tahun, dan rata-rata mereka mulai mengkonsumsi alkohol semenjak usia 15 tahun. Sementara di Canada tercatat sekitar 1 juta orang mengalami kecanduan alkohol, jumlah pecandu pria dua kali lipat dari wanita dengan kelompok umur pengguna alkohol tertinggi adalah 20 - 25 tahun. Angka mengejutkan didapatkan di Russia di mana terdapat data yang menunjukkan bahwa 40% pria dan 17% wanita di negara ini adalah alkoholik (Encarta Encyclopedia, 2006).

3. Faktor Determinan Penyalahgunaan Alkohol

(6)

(sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan) yang mana peranannya sangat kompleks dan saling terkait satu sama lainnya (Sarwono, 2011). a. Sosial

Penggunaan alkohol sering kali didasari oleh motif-motif sosial seperti meningkatkan prestige ataupun adanya pengaruh pergaulan dan perubahan gaya hidup. Selain itu faktor sosial lain seperti sistem norma dan nilai (keluarga dan masyarakat) juga menjadi kunci dalam permasalahan penyalahgunaan alkohol (Sarwono, 2011).

b. Ekonomi

Masalah penyalahgunaan alkohol bisa ditinjau dari sudut ekonomi. Tentu saja meningkatnya jumlah pengguna alkohol di Indonesia juga dapat diasosiasikan dengan faktor keterjangkauan harga minuman keras (import atau lokal) dengan daya beli atau kekuatan ekonomi masyarakat. Dan secara makro, industri minuman keras baik itu ditingkat produksi, distribusi, dan periklanan ternyata mampu menyumbang porsi yang cukup besar bagi pendapatan negara (tax, revenue dan excise).

c. Budaya

Melalui sudut pandang budaya dan kepercayaan masalah alkohol juga menjadi sangat kompleks. Di Indonesia banyak dijumpai produk lokal minuman keras yang merupakan warisan tradisional (arak, tuak, badeg) dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dengan alasan tradisi. Sementara bila tradisi budaya tersebut dikaitkan dengan sisi agama dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah kaum muslim yang notabene melarang konsumsi alkohol, hal ini tentu saja menjadi sangat bertolak belakang. d. Lingkungan

Peranan negara dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari penyalahgunaan alkohol menjadi sangat vital. Bentuk peraturan dan regulasi tentang minuman keras, serta pelaksanaan yang tegas

(7)

menjadi kunci utama penanganan masalah alkohol ini. Selain itu yang tidak kalah penting adalah peranan provider kesehatan dalam mempromosikan kesehatan terkait masalah alkohol baik itu sosialisasi di tingkat masyarakat maupun advokasi pada tingkatan

decision maker (Sarwono, 2011).

Lingkungan ini sangat terkait dengan kelompok sebaya. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarlin (2008) yang meneliti tentang perilaku konformitas pada remaja yang berada di lingkungan peminum alkohol menemukan bahwa remaja yang berada di lingkungan peminum ini memiliki gambaran konformitas compliance karena pernah melakukan sesuatu walaupun itu bertentangan dengan hati nurani dan tidak dapat menolak ajakan sesuatu dari temannya dengan tujuan agar bisa diterima oleh teman-temannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas pada remaja yang berada di lingkungan peminum antara lain keterpaduan karena memiliki ikatan yang kuat terhadap kelompoknya, merasa bahwa kelompoknya merupakan hal yang penting dalam hidupnya dan sangat besar pengaruhnya. Teman sebaya. Kelompok teman sebaya adalah sekumpulan individu yang memiliki tingkatan usia yang relatif sama, yang memiliki aturan yang berbeda dengan atura pada masyarakat. Persepsi terhadap kelompok teman sebaya merupakan pemberian arti atas kelompok teman sebayanya yang terdiri dari sekumpulan individu dengan tingkatan usia yang relatif sama, yang memiliki aturan yang berbeda dengan individu dengan masyarakat, dan proses tersebut dipengaruhi factor dari dalam dan luar individu, sehingga remaja menyadari apa yang dirasakan atas teman sebayanya tersebut (Santrock, 2003).

Pengaruh kuat teman sebaya atau sesama remaja merupakan hal penting yang tidak dapat diremehkan dalam masa-masa remaja. Diantara pada remaja terdapat jalinan yang kuat. Pada kelompok

(8)

teman sebaya ini untuk pertama kalinya remaja menerapkan prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerja sama. Keberadaan teman sebaya sangat mempengaruhi tingkah laku, minat bahkan sikap dan pikiran remaja (Mapiere, 2004).

Pertentangan nilai dan norma yang sering terjadi antara nilai dan norma kelompok pada sati pihak dengan nilai dan norma keluarga pada lain pihak, seringkali timbul dalam masa remaja. Penyesuaian diri menjadi hal utama yang dihadapi oleh remaja. Remaja berusaha untuk tidak melanggar aturan keluarga, sementara pihak lain juga merasa takut dikucilkan oleh teman-teman sekelompoknya. Hal yang sering terjadi adalah remaja akhirnya mengorbankan aturan yang ada dalam keluarga (Mapiere, 2004).

Penyesuaian diri remaja dalam kelompok teman sebaya umumnya terjadi dalam kelompok besar yang heterogen, misalnya berkaitan dengan minat, sikap dan sifat, usia dan jenis kelamin yang berbeda. Penyesuaian diri remaja dalam kelompok besar semacam ini dengan lebih banyak mengabaikan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompok. Hal ini dilakukan untuk menghindari rasa keterkucilan dari kelompok (Mapiere, 2004).

Santrock (2003) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan alkohol:

a. Faktor internal individu

1) Faktor kepribadian anak, antara lain adanya gangguan kepribadian, kurang rasa percaya diri atau rendah diri adanya kepahitan, gangguan emosi dan kehendak dan cara berfikir yang keliru.

2) Pengaruh usia, remaja anak masih kurang pengalaman, kurang pengertian dan penalaran. Mudah terpengaruh oleh lingkungan dan hal-hal yang baru dialami.

(9)

pengertian yang dimiliki dan anak mendapatkan informasi yang keliru namun tidak disadari, maka anak akan terjerumus kedalam kekeliruan sehingga membahayakan diri sendiri.

4) Religiusitas yang rendah, kurangnya kontrol diri dan etika moral yang terkandung dalam ajaran agama.

5) Ego yang tidak realistis, yang tidak mengenal diri sendiri dengan baik, tidak ada keyakinan akan dirinya, tidak tahu dimana tempatnya biasanya akan mudah terombang-ambing oleh keadaan dan mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan.

Faktor internal ini termasuk didalamnya adalah kontrol diri. Penelitian yang dilakukan oleh Indraprasti (2008) yang meneliti tentang hubungan antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki.

Kontrol diri adalah kemampuan individu untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa kearah konsekuensi positif. Kontrol diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan oleh individu selama proses-proses dalam kehodupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan sekitar. Kontrol diri juga dapat diartikan sebagai kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya (Gufron dan Risnawita, 2010).

b. Faktor eksternal individu atau faktor lingkungan 1) Faktor keluarga

Keluarga yang tidak harmonis dan suasana keluarga yang tidak baik, tidak ada perhatian cinta dan kasih sayang, tidak

(10)

ada ketenangan membuat anak tidak nyaman di rumah dan akibatnya anak mencari kesenangan di luar rumah atau di lingkungan sekitarnya.

Faktor keluarga ini berhubungan dengan pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada anak yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negative maupun positif (Drey, 2006). Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Gunarsa, 2009).

Terdapat tiga macam jenis pola asuh orang tua yang berhubungan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam perilaku sosial remaja antara lain (Gunarsa, 2009):

a) Pola asuh autoritarian atau pola asuh otoriter

Adalah gaya pola asuh orang tua yang membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang bersifat otoriter membuat batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja dan hanya melakukan sedikit komunikasi verbal. Pengasuhan otoriter ini berkaitan dengan perilaku sosial

(11)

remaja yang cakap. Remaja dengan orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter biasanya seringkali merasa cemas akan perbandingan sosial, tidak mampu memulai sesuatu kegiatan, dan memiliki kemampuan komunikasi yang rendah. Kelebihan dari penerapan pola asuh ini sekilas anak akan nampak patuh dan menurut dengan orangtua (Sukarmin, 2009).

b) Pola asuh otoritatif (demokratis)

Dimana pola asuh tersebut mendorong untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan- tindakan mereka. Komunikasi verbal timbal balik bisa berlangsung secara dengan bebas, dan orang tua bersikap hangat dan bersifat membesarkan hati remaja. Pengasuhan dengan sistem demokratis berkaitan dengan perilaku sosial remaja yang kompeten. Remaja dengan pola asuh ini akan mmempunyai kesadaran diri dan tanggung jawab sosial yang cukup tinggi (Sukarmin, 2009).

c) Pola asuh permisif

Pola pengasuhan permisif ini membuat orang tua sangat menunjukkan dukungan emosional kepada anak mereka tetapi kurang menerapkan kontrol pada anak. Orang tua mengizinkan anak remajanya untuk melakukan apa saya yang mereka mau, bahkan nampak bahwa remaja lebih berkuasa daripada orang tua dalam pengambilan berbagai keputusan. Hal ini menyebabkan anak remaja tidak memiliki kontrol diri yang baik, menjadi egois, memaksakan kehendak mereka sendiri tanpa memperdulikan perasaan orang lain (Gunarsa, 2009).

(12)

2) Lingkungan tempat tinggal

Lingkungan hidup sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak. Di daerah hitam atau lampu merah, anak akan menganggap kejahatan atau perbuatan asusila adalah hal yang wajar. Terlebih lagi kalau sampai anak berkelompok dengan orang-orang yang nakal, pasti anak akan menjadi nakal pula.

Penelitian yang dilakukan oleh Cipto dan Kuncoro (2008) yang meneliti tentang harga diri dan konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum minuman beralkohol pada remaja menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara harga diri dan konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum minuman beralkohol pada remaja.

3) Keadaan di sekolah

Sekolah adalah tempat para sebaya remaja bertemu dan bergaul dengan leluasa. Banyak anak menjadi nakal akibat di sekolah tidak dapat membina hubungan dengan anak yang baik, akan tetapi malahan akrab atau mendapatkan teman yang nakal sehingga anak menjadi nakal bersamanya.

4) Pendidikan

Selain ilmu pengetahuan anak juga perlu mendapatkan pendidikan moral dan kepribadian, yang dasarnya di peroleh dari keluarga dan di sekolah. Tidak pandai membawa diri, dan awal dari sikap tidak bersahabat atau anti sosial.

(13)

4. Klasifikasi Penyalahgunaan alkohol

Penyalahgunaan alkohol dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori utama menurut respon serta motif individu terhadap pemakaian alkohol itu sendiri (Gunarsa, 2009).

a) Penggunaan alkohol yang bersifat eksperimental. Kondisi penggunaan alkohol pada tahap awal yang disebabkan rasa ingin tahu dari seseorang (remaja). Sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya, remaja selalu ingin mencari pengalaman baru atau sering juga dikatakan taraf coba-coba, termasuk juga mencoba menggunakan alkohol.

b) Penggunaan alkohol yang bersifat rekreasional. Penggunaan alkohol pada waktu berkumpul bersama-sama teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam minggu, ulang tahun atau acara pesta lainnya. Penggunaan ini mempunyai tujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya (Ra’uf, M. 2002).

c) Penggunaan alkohol yang bersifat situasional. Seseorang mengkonsumsi alkohol dengan tujuan tertentu secara individual, hal itu sebagai pemenuhan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri dari masalah, konflik, stress dan frustasi.

d) Penggunaan alkohol yang bersifat penyalahgunaan. Penggunaan alkohol yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan. Sudah terjadi penyimpangan perilaku, mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, seperti di lingkungan pendidikan atau pekerjaan. e) Penggunaan alkohol yang bersifat ketergantungan. Penggunaan

alkohol yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (alkohol). Suatu kondisi dimana indidvidu yang biasa menggunakan zat adiktif (alkohol) secara rutin pada dosis tertentu akan menurunkan jumlah zat yang

(14)

digunakan atau berhenti memakai, sehingga akan menimbulkan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan.

Berdasarkan respon individu terhadap penyalahgunaan alkohol seperti tersebut diatas, dampak yang diakibatkan oleh individu yang sudah berada pada fase penyalahgunaan dan ketergantungan adalah paling berat. Individu yang sudah berada pada fase penyalahgunaan dan ketergantungan akan dapat berperilaku anti sosial. Perilaku agresif, emosional, acuh, dan apatis terhadap permasalahan dan kondisi sosisalnya adalah sifat-sifat yang sering muncul pada orang dengan penyalahgunaan dan ketergantungan terhadap alkohol.

Pada fase eksperimental, rekreasional dan situasional, dampak yang muncul biasanya diakibatkan oleh perilaku kelompok remaja pemakai alkohol pada tahap ini. Kebut-kebutan di jalan, pesta pora, aktivitas seksual, perkelahian, dan tawuran adalah perilaku yang sering ditunjukkan oleh kelompok remaja pemakai alkohol pada tahap awal ini.

5. Dampak Minuman Beralkohol

Dampak negatif penggunaan alkohol dikategorikan menjadi 3, yaitu dampak fisik, dampak neurologi dan psikologi, juga dampak sosial (Woteki, 1992 dalamDarmawan, 2010).

a) Dampak Fisik

Beberapa penyakit yang diyakini berasosiasi dengan kebiasaan minum alkohol antara lain serosis hati, kanker, penyakit jantung dan syaraf. Sebagian besar kasus serosis hati (liver

cirrhosis) dialami oleh peminum berat yang kronis. Sebuah studi

memperkirakan bahwa konsumsi 210 gram alkohol atau setara dengan minum sepertiga botol minuman keras (liquor) setiap hari selama 25 tahun akan mengakibatkan serosis hati (Darmawan, 2010).

Berkaitan dengan kanker terdapat bukti yang konsisten bahwa alkohol meningkatkan resiko kanker di beberapa bagian tubuh tertentu, termasuk: mulut, kerongkongan, tenggorokan,

(15)

larynx dan hati. Alkohol memicu terjadinya kanker melalui berbagai mekanisme. Salah satunya alkohol mengkatifkan ensim-ensim tertentu yang mampu memproduksi senyawa penyebab kanker. Alkohol dapat pula merusak DNA (Deoksiribo Nucleic Acid), sehingga sel akan berlipatganda (multiplying) secara tak terkendali (Tarwoto, et al., 2010).

Peminum minuman keras cenderung memiliki tekanan darah yang relatif lebih tinggi dibandingkan non peminum (abstainer), demikian pula mereka lebih berisiko mengalami stroke dan serangan jantung. Peminum kronis dapat pula mengalami berbagai gangguan syaraf mulai dari dementia (gangguan kecerdasan), bingung, kesulitan berjalan dan kehilangan memori. Diduga konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menimbulkan defisiensi thiamin, yaitu komponen vitamin B komplek berbentuk kristal yang esensial bagi berfungsinya sistem syaraf.

b) Dampak Psikoneurologis

Pengaruh addictive, imsonia, depresi, gangguan kejiwaaan, serta dapat merusak jaringan otak secara permanen sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar, dan gangguan neurosis lainnya (Sarwono, 2011).

c) Dampak Sosial

Dampak sosial yang berpengaruh bagi orang lain, di mana perasaan pengguna alkohol sangat labil, mudah tersinggung, perhatian terhadap lingkungan menjadi terganggu. Kondisi ini menekan pusat pengendalian diri sehingga pengguna menjadi agresif, bila tidak terkontrol akan menimbulkan tindakan yang melanggar norma bahkan memicu tindakan kriminal serta meningkatkan resiko kecelakaan (Sarwono, 2011).

(16)

C.Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka teori

Penyalahgunaan alkohol Perkembangan remaja (Sarwono, 2011):

1. Fisik

a. Pertumbuhan tubuh

b. Berfungsinya alat-alat reproduksi c. Tumbuhnya tanda-tanda seksual

sekunder 2. Sosial

a. Interaksi sosial

b. Kepercayaan dari lingkungan 3. Emosi

a. Tekanan sosial

b. Kondisi lingkungan yang baru c. Kurangnya persiapan diri 4. Moral

a. Adaptasi diri

b. Mengekspresikan perasaan,

pikiran, memainkan peran dan pengakuan

5. Kepribadian

a. Menyadari sifat baik dan buruk b. Menilai sifat-sifat teman

Faktor yang mempengaruhi

penyalahgunaan alkhol (Santrock, 2003): 1. Faktor internal

a. Kepribadian (kontrol diri b. Usia

c. Keyakinan yang keliru d. Religiusitas yang rendah e. Ego yang tidak realistis 2. Faktor eksternal

a. Keluarga (pola orang tua) b. Lingkungan (teman sebaya) c. Keadaan di sekolah d. Pendidikan (pengetahuan) Klasifikasi penyalahgunaan alkohol (Gunarsa, 2009) 1. Eksperimental 2. Rekreasional 3. Situasional 4. Penyalahgunaan 5. Ketergantungan

(17)

D.Kerangka konsep

Gambar 2.2 Kerangka konsep

E.Variabel penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan, teman sebaya dan kontrol diri

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyalahgunaan alkohol.

F.Hipotesis

1. Ada perbedaan pola asuh orang tua terhadap penyalahgunaan alkohol pada remaja di Desa Cangkring Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan.

2. Ada perbedaan faktor teman sebaya terhadap penyalahgunaan alkohol pada remaja di Desa Cangkring Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan.

3. Ada perbedaan faktor kontrol diri remaja terhadap penyalahgunaan alkohol pada remaja di Desa Cangkring Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan

Pola asuh orang tua

Teman sebaya Kontrol diri Penyalahgunaan alkohol Tidak Penyalahgunaan alkohol Penyalahgunaan alkohol Tidak Penyalahgunaan alkohol Penyalahgunaan alkohol Tidak Penyalahgunaan alkohol

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka teori
Gambar 2.2 Kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

(patuh) dan heterodoxy (menolak), yang menghasilkan doxa (kebenaran komunal yang tidak perlu dipertanyakan lagi) 8. Sepak bola sebagai olah raga terpopuler di Indonesia

Perlindungan hukum bagi wajib pajak tidak hanya melalui upaya-upaya hukum melalui peradilan tetapi juga upaya-upaya administratif di luar peradilan. Upaya

Berdasarkan uji statistik (ANAVA) menunjukkan bahwa nilai eritrosit ikan nila yang diberi perlakuan dengan probiotik Bacillus yang diisolasi dari saluran pencernaan

Pemberian abuketel pada tanaman kacang hijau berpengaruh terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong, berat basah dan kering 100 biji pertumbuhan dan

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang nyata antara spesies kerabat manggis yang digunakan dengan model sambung terhadap semua peubah yang diamati,

Kinerja Individu pengguna Core Banking System di Bank BPD Bali. Hal ini berarti semakin tinggi faktor kemanfaatan Core Banking System maka menghasilkan kinerja individu yang

Berikut kesimpulan secara khusus keterampilan mengajar guru ekonomi di SMA Islamiyah Pontianak: (1) Keterampilan bertanya, meliputi keterampilan bertanya dasar; (2) Keterampilan

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut penulis melakukan penelaahan karya-karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti dengan judul Pengaruh