• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Praktikum Fitokimia Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Praktikum Fitokimia Baru"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PRAKTIKUM

FITOKIMIA

DISUSUN OLEH :

Muhammad Ikhwan Lukmanudin, S.Far., Lc., MA.Kes., Apt

(2)

KATA PENGANTAR

Praktikum analisis fitokimia merupakan bagian dari paket materi kuliah fitokimia yang diberikan kepada mahasiswa agar mahasiswa mengetahui cara-cara analisis komponen kimia dalam tumbuhan, khususnya tumbuhan obat. Materi praktikum disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjang serta sekaligus memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang diberikan pada perkuliahan. Melalui praktikum yang terarah diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan merangsang inovasi baru dari mahasiswa dalam teknis praktis.

Buku panduan praktikum analisis fitokimia ini diupayakan dapat memberi gambaran mengenai tahapan analisis fitokimia yang biasa dilakukan oleh para peneliti bahan alam, dimulai dengan tahapan pengenalan metabolit sekunder dalam tanaman obat melalui penapisan fitokimia, metode ekstraksi untuk memisahkan sebagian besar komponen kimia, metode pemisahan metabolit sekunder dengan teknik kromatografi, serta metode pemurniannya, sehingga diperoleh komponen tunggal/isolat. Selain itu, juga dipelajari mengenai isolasi minyak atsiri dengan metode destilasi, enfleurasi, dan ekstraksi dari hasil pemerasan.

Teknik yang diberikan dalam buku panduan ini merupakan teknik dasar namun dapat diterapkan di laboratorium dan cukup terandalkan. Harapan kami semoga buku Panduan Praktikum Analisis Fitokimia ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses pembelajaran di Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, khususnya dalam mata kuliah Fitokimia.

Tangerang Selatan, September 2015 Penyusun

(3)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL I KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 PRAKTIKUM PERTAMA 3 PRAKTIKUM KEDUA 7 PRAKTIKUM KETIGA 16 PRAKTIKUM KEEMPAT 24 PRAKTIKUM KELIMA 26 PRAKTIKUM KEENAM 28 PRAKTIKUM KETUJUH 30 PRAKTIKUM KEDELAPAN 32 PRAKTIKUM KESEMBILAN 35 PRAKTIKUM KESEPULUH 43 PRAKTIKUM KESEBELAS 50 PRAKTIKUM KEDUABELAS 56 PRAKTIKUM KETIGABELAS 62 PRAKTIKUM KEEMPATBELAS 65

(4)

PRAKTIKUM PERTAMA

PENYIAPAN SAMPEL BAHAN ALAM

TUJUAN PRAKTIKUM

Setelah praktikum diharapkan mahasiswa dapat melakukan tahapan dalam mempersiapkan simplisia sebelum melakukan proses ekstraksi dari tumbuhan

TEORI DASAR

Tumbuhan telah digunakan semenjak zaman dahulu untuk mengobati berbagai penyakit. Pada awalnya tumbuhan digunakan dalam proses pengobatan dalam bentuk herbalnya, tetapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolobgi, saat ini tumbuhan berperan dalam menyediakan senyawa murni yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Proses pencarian senyawa obat dari tumbuhan adalah sebuah proses yang kompleks dan panjang serta melibatkan berbagai bidang ilmu pengetahuan antara lain limia, farmakologi, biokimia, botani, antropologi dan lain-lain.

Tumbuhan memberikan peranan yang penting dalam pengobatan penyakit, dapat berada dalam bentuk teh herbal, fitofarmaka dan senyawa murni yang diisolasi dari tumbuhan obat. Secara garis besar, tahapan dalam proses isolasi senyawa kimia dari tumbuhan adalah pertama persiapan sampel atau simplisia yang meliputi (pemilihan sampel, pengambilan dan identifikasi sampel serta sortasi basah, perajangan, pengeringan dan penghalusan), kedua skrining fitokimia, ketiga ekstraksi dan keempat isolasi senyawa murni.

(5)

Metode yang digunakan dalam pemilihan, pengumpulan dan identifikasi bahan tanaman secara langsung akan mempengaruhi reproduksibilitas dari suatu penelitian fitokimia. Kecerobohan pada tahap ini akan dapat mengurangi nilai ilmiah dari studi keseluruhan. secara umum, pemilihan sampel dapat dilakukan menggunakan beberapa pendekatan, antara lain

a. Pemilihan sampel secara random

b. Pendekatan fitokimia : pemilihan sampel berdasarkan kandungan kimianya

c. Pendekatan farmakologis : pemilihan sampel berdasarkan bioaktivitasnya

d. Pendekatan etnobotani : pemilihan sampel berdasarkan informasi penggunaan tradinational tumbuhan tertentu. Biasanya sumber informasi adalah seorang herbalis ataupun dari masyarakat yang biasa menggunakan tumbuhan obat

e. Pendekatan kemotaksonomi : pemilihan berdasarkan kesamaan taksonomi, misalnya dipilih berdasarkan famili tumbuhan tertentu f. Pemilihan sampel berdasarkan laporan atau jurnal ilmiah tentang

pengujian bioaktivitas suatu tumbuhan

Kadar aktif suatu senyawa dalam suatu tumbuhan berbeda-beda dan sangat bergantung pada bagian tanaman yang diambil, waktu pengambilan, umur tumbuhan dan lingkungan tempat tumbuh. Identifikasi sampel perlu dilakukan oleh ahlinya, serta sampel harus disimpan dengan nomor kode sampel di herbarium untuk memudahkan penelusuran kembali.

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan dengan cara pencucian sampel yang bertujuan untuk menghilangkan sampel dari tanah dan kotoran lainnya yang melekat

3. Perajangan

Beberapa sampel memerlukan perajangan terlebih dahulu sebelum dikeringkan, yang bertujuan untuk membantu proses pengeringan. Tanaman yang baru diambil, jangan langsung dirajang, tetapi dijemur

(6)

dalam keadaan utuh selama 1 hari, selanjutnya baru dirajang dengan menggunakan pisau atau alat pemotong lainnya sehingga membentuk irisan tipis atau sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

4. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Secara umum simplisia harus dikeringkan pada suhu dibawah 30oC, untuk mengundari

terurainya komponen kimia yang terdapat dalam tumbuhan akibat dari pengaruh suhu. Sampel harus dihindari dari sinar matahari langsung karena adanya potensi transformasi kimia akibat dari radiasi sinar UV. 5. Penghalusan

Jika sampel yang akan dihaluskan jumlahnya sedikit maka akan digunakan blender. Tetapi jika jumlah sampel banyak, maka dianjurkan untuk menghaluskan dengan menggunakan peralatan penghancur skala industri. ALAT : 1. Pisau 2. Gunting 3. Alas Pemotong 4. Blender 5. Kertas Koran BAHAN : Tumbuhan Obat PROSEDUR KERJA 1. Pemilihan sampel

(7)

Pilihlah sampel dari tumbuhan yang akan diisolasi kandungan kimianya dan tentukan pendekatan apa yang akan digunakan dalam pemilihan sampel tersebut

2. Pengambilan sampel

Lakukan pengambilan sampel, serta lakukan pencatatan terhadap a. Bagian tanaman yang diambil

b. Umur tanaman (jika memungkinkan) c. Waktu pengambilan

d. Lokasi pengambilan

e. Jumlah (gram) sampel segar yang diambil 3. Identifikasi

Lakukan identifikasi organoleptik tumbuhan atau sampel tersebut. Meliputi (bau, rasa, warna dan bentuk)

4. Perajangan

Untuk mempermudah dan membantu proses pengeringan, maka sampel yang telah disortasi basah dan dibiarkan selama 1 hari, selanjutnya dirajang dengan menggunakan pisau atau pemotong lainnya sehingga membentuk irisan tipis, jika sampel yang diambil adalah daun, maka proses perajangan tidak diperlukan.

5. Pengeringan

Sampel yang telah dirajang selanjutnya dikeringkan dan hindari terkena cahaya matahari langsung

6. Penghalusan

Sampel yang telah kering, kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Sampel yang telah halus selanjutnya ditimbang beratnya.

(8)

KEIMPULAN ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Paraf Asisten Praktikum Paraf Praktikan (Hari/Tanggal) (Hari/ Tanggal)

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia

2. Sarker, SD. Latif, Z. Gray. A.I. 2006. Natural Product Isolation. Humana Press, New Jersey.

(9)

PRAKTIKUM KEDUA

PENAPISAN FITOKIMIA SIMPLISIA TUMBUHAN OBAT

TUJUAN PRAKTIKUM

Melakukan pengujian penapisan fitokimia terhadap beberapa simplisia tumbuhan obat sehingga diketahui golongan metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia tersebut. Setelah melakukan praktikum

(10)

ini, mahasiswa mampu menganalisis kandungan metabolit sekunder suatu simplisia tumbuhan obat atas dasar hasil pengujian penapisan fitokimia.

TEORI DASAR

Tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yang digunakan baik untuk pencegahan ataupun pengobatan penyakit-penyakit tertentu, atas dasar pengggunaan secara empirik ataupun pengujian ilmiah. Pengujian khasiat suatu tanaman obat dilakukan melalui uji pra klinik hingga uji klinik.

Pengembangan obat tradisional di Indonesia semakin menunjukkan kemajuan yang mengarah kepada upaya memasuki jalur pelayanan kesehatan formal. Obat tradisional yang akan memasuki jalur pelayanan kesehatan formal dituntut mempunyai kualitas yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Evaluasi kualitas ini diperlukan untuk mendapatkan obat tradisional yang memenuhi persyaratan, memiliki khasiat, dan aman digunakan.

Khasiat atau aktivitas farmakologi yang menjadi tumpuan bagi penggunaan suatu tumbuhan sebagai tumbuhan obat ditentukan oleh kandungan senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan tersebut. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai arti penting dalam kaitan dengan khasiat atau aktivitasfarmakologi tumbuhan obat adalah senyawa metabolit sekunder kelompok alkaloid, tanin dan polifenolat, mono dan sesquiterpen, senyawa kuinon, glikosida jantung, flavonoid, triterpenoid dan steroid, serta saponin.

Uji fitokimia terhadap kandungan senyawa kimia metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian mengenai tumbuhan obat atau dalam hal penelusuran senyawa aktif baru yang berasal dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat-obat baru atau menjadi prototype senyawa obat-obat dengan aktivitas tertentu. Oleh karenanya, metode uji fitokimia harus merupakan uji sederhana tetapi terandalkan. Metode uji fitokimia yang banyak digunakan adalah metode reaksi warna dan pengendapan yang dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium. Metode evaluasi fitokimia meliputi penapisan fitokimia dan pencarian senyawa identitas melalui analisis kromatografi.

(11)

I. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang dalam struktur molekulnya terdapat atom Nitrogen (umumnya heterosiklik). Adanya pasangan elektron bebas pada atom Nitrogen ini menyebabkan alkaloid dapat membentuk kompleks yang tidak larut dengan logam-logam berat. Fenomena ini merupakan dasar bagi reaksi pengenalan adanya alkaloid dalam simplisia tumbuhan obat.

Alkaloid adalah kelompok atau golongan senyawa kimia metabolit sekunder asal tumbuhan atau hewan dengan struktur yang mempunyai atom Nitrogen (umumnya terikat dalam lingkar heterosiklik), bersifat basa, serta mempunyai aktivitas fisiologis tertentu. Berdasarkan biosintesisnya, alkaloid terbagi atas:

1. True alkaloid (alkaloid sesungguhnya), biosintesisnya berasal dari asam amino, bersifat basa, umumnya mempunyai atom Nitrogen dalam lingkar heterosiklik

2. Proto alkaloid, merupakan amina yang bersifat sederhana dengan atom Nitrogen yang tidak terdapat dalam lingkar heterosiklik. Contoh meskalin dan efedrin.

3. Pseudo alkaloid, biosintesisnya tidak berasal dari asam amino. Contohnya basa purin (antara lain kafein)

Umumnya alkaloid bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada atom Nitrogennya (Teori Asam-Basa Lewis). Dalam tumbuhan biasanya alkaloid terdapat dalam bentuk garam (tartrat, laktat, sitrat). Sifat kimia alkaloid ini merupakan dasar bagi cara isolasi maupun pengenalannya. Pengenalan alkaloid didasarkan pada kemampuannya membentuk senyawa kompleks tidak larut dengan pereaksi-pereaksi yang mengandung logam berat, misalnya pereaksi Mayer (mengandung kalium ioda dan raksa (II) klorida), pereaksi Dragendorff (mengandung Bismuth subnitrat dan raksa (II) klorida).

Alkaloid dengan pereaksi Mayer akan memberikan endapan putih, sedangkan pereaksi Dragendorff akan memberikan endapan jingga coklat. Walaupun reaksi pengenalan alkaloid dengan kedua pereaksi tersebut merupakan reaksi pengenalan umum tetapi beberapa senyawa non alkaloid dapat mengendap dengan pereaksi- pereaksi tersebut di atas, misalnya protein, kumarin, α-piron, hidroksi flavon serta tannin. Reaksi pengenalan palsu tersebut terkenal dengan sebutan reaksi positif palsu (false positive). Perlu menjadi perhatian, selain adanya reaksi positif

(12)

palsu, dengan metode ini senyawa alkaloid kuarterner dalam simplisia tidak dapat diubah menjadi alkaloid bentuk basa dan akan tetap tinggal dalam sel, sehingga tidak dapat dikenali dengan metode pengendapan oleh reaksi-reaksi tersebut di atas. Keadaan seperti itu disebut sebagai reaksi negatif palsu (false negative).

Metode : Simplisia dibasakan dengan ammonia encer, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan beberapa milliliter kloroform sambil terus digerus. Setelah disaring, filtrat dikocok dengan asam klorida 2 N. Lapisan asam dipisahkan kemudian dibagi menjadi tiga bagian dan diperlakukan sebagai berikut :

1. Bagian pertama digunakan sebagai blangko

2. Bagian kedua ditetesi dengan larutan pereaksi Mayer, kemudian diamati ada atau tidaknya endapan berwarna putih

3. Bagian ketiga ditetesi dengan larutan pereaksi Dragendorff, kemudian diamati ada atau tidaknya endapan jingga coklat

II. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memberikan berbagai warna pada tumbuhan. Flavonoid mempunyai struktur yang sangat bervariasi, namun pada umumnya mempunyai struktur dasar :

Gambar. Struktur dasar Flavonoid

Pengenalan flavonoid didasarkan pada reaksi reduksi gugusan karbonil pada lingkar d-lakton menjadi gugusan alkohol membentuk senyawa hidroksi yang berwarna-warna tergantung pada gugusan fungsional yang terikat pada lingkar A atau B. warna yang terjadi dapat ditarik oleh amil alkohol.

Metode : Senyawa dipanaskan dengan campuran logam Magnesium dan asam klorida 5N, kemudian disaring. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah yang dapat ditarik oleh amilalkohol. Untuk lebih memudahkan pengamatan sebaiknya digunakan percobaan blangko.

(13)

III. Tanin dan Polifenol

Tanin dan senyawa polifenolat alam mudah dikenali melalui pengenalan gugusan fenol yang dapat memberikan warna biru-hitam dengan pereaksi besi (III) klorida. Untuk membedakan tanin dengan polifenolat alam, digunakan sifat tanin yang dapat mengendapkan larutan gelatin 1%.

Metode : Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air di atas tangas air, kemudian disaring panas-panas. Sebagian kecil filtrat ditetesi larutan besi (III) klorida. Terbentuknya warna biru-hitam menunjukkan adanya tanin dan polifenol alam. Sebagian kecil filtrat diuji ulang dengan penambahan larutan gelatin 1%. Adanya endapan putih menunjukkan bahwa dalam simplisia terdapat tanin.

IV. Saponin

Saponin adalah senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan yang bersifat dapat membentuk busa, serta dapat menghemolisis sel darah merah. Struktur kimia umumnya merupakan glikosida, yang bila dihidrolisis akan menghasilkan bagian glikon (senyawa gula) dan aglikon (senyawa non gula). Struktur aglikon tannin umumnya merupakan struktur triterpenoid dan struktur steroid, hingga ditinjau dari strukturnya saponin dapat dipilah menjadi saponin-triterpenoid dan saponin-steroid. Reaksi pengenalan saponin didasarkan pada sifatnya yang mampu memberikan busa pada pengocokan dan persisten pada penambahan sedikit asam atau pada pendiaman.

Metode: Di atas tangas air, dalam tabung reaksi, simplisia dicampur dengan air dan dipanaskan beberapa saat, kemudian disaring. Setelah dingin filtrat dalam tabung reaksi dikocok kuat-kuat selama lebih kurang 30 detik. Pembentukan busa sekurang-kurangnya setinggi 1 cm dan persisten selama beberapa menit serta tidak hilang setelah penambahan 1 tetes asam klorida encer menunjukkan bahwa dalam simplisia terdapat saponin.

V. Monoterpenoid dan Sesquiterpenoid

Monoterpenoid dan sesquiterpenoid adalah senyawa-senyawa C10-C15 yang tersusun dari unit isoprene (C5H8). Senyawa monoterpenoid dan sesquiterpenoid ini merupakan komponen- komponen penyusun minyak atsiri. Reaksi pengenalan didasarkan pada kemampuannya membentuk warna-warna dengan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau pereaksi vanillin-sulfat.

(14)

Metode : Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada residu diteteskan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau pereaksi vanillin-sulfat dari pinggir cawan. Terbentuknya warna-warna menunjukkan adanya senyawa monoterpenoid dan sesquiterpenoid.

VI. Steroid dan Triterpenoid

Senyawa kelompok steroid dan triterpenoid adalah senyawa-senyawa kelompok metabolit sekunder yang mempunyai struktur dasar yang hampir sama.

Gambar. (a) Steroid, (b) Triterpenoid

Pengenalan senyawa triterpenoid dan steroid didasarkan kemampuannya membentuk warna dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Pereaksi Liebermann-Burchard dibuat dengan cara mencampurkan 20 bagian asam asetat anhidrat dengan 1 bagian asam sulfat pekat. Pereaksi ini harus digunakan dalam media bebas air.

Metode : Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering. Pada residu diteteskan pereaksi Liebermann-Burchard. Terbentuknya warna ungu menunjukkan bahwa dalam simplisia mengandung senyawa kelompok triterpenoid, sedangkan bila terbentuk warna biru-hijau menunjukkan adanya senyawa kelompok steroid.

VII. Senyawa Kuinon

Senyawa kuinon umumnya merupakan turunan p-benzokuinon.

(15)

Pengenalan senyawa ini didasarkan pada kemampuannya membentuk garam berwarna antara hidrokuinon dengan larutan alkali kuat (NaOH atau KOH).

Gambar. Reaksi hidrokuinon dengan larutan alkali kuat

Metode : Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air, kemudian disaring. Filtrat ditetesi dengan larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan adanya senyawa kelompok kuinon.

ALAT : 1. Mortir 2. Erlemeyer 250 mL 3. Pipet Tetes 4. Tabung Reaksi 5. Kapas 6. Erlemeyer 50 mL BAHAN : 1. Amonia 10% 2. Kloroform

(16)

3. HCL 4. Pereaksi Mayer 5. Pereaksi Dragendorff 6. Pereaksi FeCl3 1% 7. Larutan Gelatin 1% 8. Serbuk Mg 9. HCl 2N 10. Amil Alkohol 11. Larutan Vanilin 10% 12. H2SO4

13. Pereaksi Libermann Burchard 14. Larutan KOH 5% 15. Asam Klorida PROSEDUR KERJA N o Golongan Senyawa Prosedur Hasil (+/-) Paraf Asiste n

1 Alkoloid 1. 1 gram serbuk simplisia dibasakan dengan 10 mL amonia 10%, digerus menggunakan mortir.

2. Tambahkan 5 mL kloroform, gerus kuat.

(17)

3. Lapisan kloroform dipipet sambil disaring menggunakan pipet yang disumbat dengan kapas, masukkan ke dalam tabung reaksi.

4. Tambahkan kedalamnya HCl 2N (1:10 v/v). Kocok kuat hingga terbentuk 2 lapisan.

5. Lapisan asam dipipet,kemudian dibagi menjadi 3 bagian :

a. Filtrat 1 : ditambahkan pereaksi Mayer, terjadinya kekeruhan atau endapan putih menunjukkan adanya alkaloid. b. Filtrat 2 : ditambahkan pereaksi

Dragendorff, terjadinya endapan jingga coklat menunjukkan adanya alkaloid. c. Filtrat 3 : digunakan sebagai

blanko.

2 Polifenolat 1. 50 mg serbuk simplisia dalam tabung reaksi dididihkandalam 50 mL air selama 15 menit, kemudian didinginkan dan disaring (Filtrat A). 2. Kedalam filtrat ditambahkan

larutan pereaksi FeCl3 1%. Terbentuknya warna biruhitam menunjukkan adanya senyawa polifenola

3 Tanin 3. Kedalam Filtrat ditambahkan larutan gelatin 1%, terbentuknya endapan putih menunjukkan adanya tanin.

4 Flavonoid 1. 1 gram serbuk simplisia ditambahkan 50 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, lalu disaring.

2. Filtrat yang dihasilkan ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 5 mL HCl 2N.

(18)

3. Kemudian tambahkan amill alkohol, lalu dikocok kuatkuat dan dibiarkan hingga memisah. Terbentuknya warna kuning hingga merah yang dapat ditarik dengan amil alcohol menunjukkan adanya flavonoid.

5 Monoterpenoid dan

Sesquiterpenoid

1. 1 gram simplisia digerus dengan 5 mL eter, kemudian dipipet sambil disaring menggunakan pipet yang disumbat dengan kapas (Filtrat B). 2. Filtrat ditempatkan dalam cawan

penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga kering.

3. Ke dalam residu diteteskan larutan vanilin 10% dalam H2SO4 pekat

melalui pinggir cawan, terbentuknya warna warna menunjukkan adanya mono dan sesquiterpenoid

6 Steroid dan Triterpenoid

4. Filtrat B ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga kering.

5. Ke dalam residu diteteskan 2 hingga 3 tetes pereaksi Liebermann Burchard. Terbentuknya warna ungu menunjukkan adanya golongan triterpenoid, sedangkan terbentuknya warna biru hijau menunjukkan adanya golongan steroid.

7 Kuinon 6. Kedalam Filtrat ditambahkan larutan KOH 5% terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan adanya golongan kuinon

8 Saponin 7. Sejumlah 10 ml Filtrat A, dikocok vertikal dalam tabung reaksi selama 10 detik.

(19)

8. Terbentuknya busa yang persisten pada penambahan asam klorida atau pada pendiaman selama lebih kurang 10 menit, menunjukkan adanya golongan saponin.

KESIMPULAN

Dalam simplisia yang diperiksa, diperkirakan terdapat senyawa metabolit sekunder golongan: 1. ... 2. ... 3. ... 4. ... 5. ... 6. ...

Paraf Asisten Praktikum Paraf Praktikan (Hari/Tanggal) (Hari/ Tanggal)

(20)

DAFTAR PUSTAKA

1. Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.J. Pharm. Sci. 55(3): 243-26.

2. Harborne, J.B. 1984. Metode Fitokimia. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Sudiro.: Penerbit ITB. Bandung

3. Marini, C.P. 1981. Plant Screening By Chemical And Chromatography. Prosedure in the Field Condition. J. Chromatogr. 213:117-122

(21)

PRAKTIKUM KETIGA

EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER DARI SIMPLISIA TUMBUHAN OBAT

TUJUAN PRAKTIKUM

Melakukan penyarian metabolit sekunder dari simplisia tumbuhan obat dengan beberapa metode ekstraksi. Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat memahami dan mampu melakukan penyarian metabolit sekunder dari simplisia tumbuhan obat dengan cara sederhana namun terandalkan.

TEORI DASAR

Pada analisis fitokimia tumbuhan obat idealnya digunakan bahan baku segar yang dididihkan dengan alkohol selama beberapa menit segera setelah dikumpulkan. Hal ini dimaksudkan untuk menonaktifkan enzim, supaya tidak terjadi reaksi enzimatis selama percobaan dilakukan. Kadang-kadang tumbuhan yang akan diteliti tidak dapat diperoleh dengan segera dan bahkan mungkin kolektornya tinggal di daerah atau benua lain, sehingga bahan baku dikeringkan terlebih dahulu sebelum dilakukan ekstraksi. Pengeringan ini harus dilakukan dengan hati-hati dan dijaga jangan sampai terjadi perubahan kimia. Oleh karena itu, tumbuhan sesegera mungkin dikeringkan diudara terbuka tanpa menggunakan panas tinggi. Setelah kering, bahan bisa disimpan lama sebelum dilakukan ekstraksi.

Ekstraksi merupakan tahap awal pada jalur isolasi metabolit sekunder dari tumbuhan obat. Ekstraksi dapat dibagi menjadi beberapa golongan tergantung dari beberapa keadaan yang menyertainya. Ditinjau dari suhu, ekstraksi dibagi menjadi dua golongan, yaitu ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Ekstraksi dingin misalnya maserasi dan perkolasi. Ekstraksi dingin dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang mengandung senyawa yang bersifat termolabil. Metode ini memerlukan waktu yang relatif lebih lama bila dibandingkan dengan ekstraksi panas.

Ekstraksi panas misalnya dengan cara infus, dekok, refluks, dan menggunakan alat soxhlet. Ditinjau dari banyaknya ulangan proses, ekstraksi dibagi menjadi dua golongan pula, yaitu ekstraksi satu kali, misalnya maserasi dan ekstraksi berulang kali, misalnya dengan alat

(22)

soxhlet. Dalam hal ini efektivitas proses ekstraksi akan ditentukan oleh banyaknya pengulangan proses ekstraksi. Ekstraksi berulang akan lebih efektif dibanding dengan ekstraksi satu kali, sesuai dengan perumusan sebagai berikut :

W n

= Jumlah zat yang belum terekstraksi W

o

= Jumlah zat mula-mula K = Koefisien partisi zat V = Volume awal

S = Volume larutan pengekstraksi N = Jumlah pengulangan ekstraksi

Persamaan di atas umumnya digunakan untuk ekstraksi cair-cair, namun untuk ekstraksi padat-cair secara umum persamaan tersebut juga dapat diterapkan. Ditinjau dari penggunaan pelarut, metode ekstraksi terdiri atas metode yang menggunakan pelarut seperti maserasi, perkolasi, soxhlet, refluks, infus, dekok dan digesti dan metode ekstraksi tanpa pelarut misalnya destilasi uap yaitu pemisahan berdasarkan perbedaan titik uap. Terdapat beberapa metode ekstraksi lainnya misalnya ekstraksi dengan karbondioksida superkritik, ekstraksi ultrasonik dan ekstraksi energi listrik.

Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada jaringan tumbuhan, kadar air dan golongan senyawa yang akan diisolasi. Pada umumnya diperlukan mematikan jaringan tumbuhan terlebih dahulu dengan etanol mendidih supaya tidak terjadi oksidasi enzimatis atau hidrolisis. Etanol merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi tahap awal dan dapat digunakan untuk menghilangkan klorofil yang terdapat pada simplisia, misalnya daun yang berwarna hijau. Pada ekstraksi pertama klorofil akantertarik dan pada ekstraksi selanjutnya dengan etanol diharapkan simplisia telah bebas dari klorofil.

Berdasarkan pengertian bahwa ekstraksi adalah metode penarikan metabolit sekunder dari tumbuhan atau bagian tumbuhan dengan pelarut yang sesuai, maka dalam pemilihan pelarut pengekstraksi berlaku prinsip: polar loves polar, nonpolar loves nonpolar, artinya bila kita akan mengekstraksi senyawa polar, harus digunakan pelarut polar dan apabila

(23)

kita akan mengekstraksi senyawa nonpolar, maka harus digunakan pelarut nonpolar. Namun pada prakteknya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut dalam gradasi kepolaran, mulai dari nonpolar ke polar atau dari polar ke nonpolar. Contoh pelarut polar adalah air, metanol, etanol, pelarut semi polar adalah aseton, etil asetat, kloroform dan pelarut nonpolar adalah n-heksana, eter minyak tanah, toluen, benzene. Pelarut-pelarut nonpolar benzena, kloroform dan karbon tetraklorida sekarang jarang digunakan, karena sifatnya hepatotoksik atau karsinogenik.

Pelarut metanol merupakan pelarut yang baik daripada etanol tetapi kini dihindari karena memiliki sifat toksik akut dan kronik. Untuk memperoleh ekstrak total, pelarut yang digunakan dipilih yang dapat melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia tanaman obat. Campuran pelarut alkohol-air merupakan campuran yang baik untuk ekstraksi awal dan diperbolehkan menurut peraturan . Faktor utama untuk mempertimbangkan pemilihan cairan pernyari adalah selektivitas, kemudahan bekerja/proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan dan keamanan. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan penguap vakum putar pada tekanan rendah (rotavapor=rotary evaporator) hingga diperoleh ekstrak kental. Terhadap ekstrak kental dilakukan pemeriksaan kualitas ekstrak yang meliputi parameter kimia dan fisika seperti organoleptik, pola kromatogram (lapis tipis dan dinamolisis), kadar air, dan bobot jenis ekstrak.

PROSEDUR EKSTRAKSI

1. MASERASI

Bagian dasar maserator dilapisi dengan kapas sebagai penyaring. Kemudian dimasukkan sebanyak 250 gram serbuk simplisia ke dalam maserator. Tambahkan pelarut etanol 70% atau 95% secukupnya dan biarkan selama kira-kira 10 menit agar terjadi proses pembasahan simplisia, kemudian ditambahkan pelarut etanol sampai seluruh serbuk simplisia terendam. Didiamkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian. Ekstraksi diulangi sampai ekstrak cair yang diperoleh hampir tidak berwarna. Ukur volume ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotavapor pada suhu 30-40 oC sehingga diperoleh ekstrak kental.

2. EKSTRAKSI DENGAN ALAT SOXHLET

Tuangkan 250 mL pelarut etanol 95% ke dalam labu alas bulat atau sampai kurang lebih 1/2-2/3 bagian volume labu dan ditambahkan batu didih. Serbuk simplisia sebanyak 50 gram disiapkan dalam kertas saring

(24)

whatman dan dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet. Pasang alat soxhlet sesuai tempatnya dan tambahkan 50 mL pelarut dari bagian atas tabung soxhlet untuk pembasahan simplisia dan nyalakan heating mantle sampai suhu mencapai titik didih pelarut. Ekstraksi simplisia sampai tetesan pelarut hampir tidak berwarna. Kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotavapor sehingga menjadi ekstrak kental.

3. EKSTRAKSI DENGAN CARA REFLUKS

Sebanyak 50 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam labu alas bulat, tambahkan kedalamnya pelarut etanol 95% sebanyak 250 ml. Pasangkan kondensor dengan alat refluks dan nyalakan heating mantle sampai suhu titik didih pelarut. Ekstraksi dilakukan sampai tetesan pelarut hampir tidak berwarna. Kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotavapor sehingga menjadi ekstrak kental.

PEMERIKSAAN PARAMETER EKSTRAK :

Pemeriksaan parameter ekstrak perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas ekstrak dilihat dari sifat fisik dan kandungan kimianya. Parameter yang diperiksa adalah sebagai berikut :

1. Organoleptik Ekstrak

Pemeriksaan menggunakan panca indera untuk mendiskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa dari ekstrak yang diperoleh.

2. Rendemen Ekstrak

Rendemen dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :

Untuk menetapkan rendemen ekstrak, sejumlah tertentu ekstrak kental dalam cawan penguap ditimbang kemudian diuapkan di atas penangas air dengan temperatur 40-50˚C sampai bobot tetap. Tentukan berat ekstrak setelah penguapan dengan mengurangkan dengan bobot cawan kosong, kemudian hitung rendemen ekstrak (% b/b) sesuai dengan rumus di atas.

3. Bobot Jenis Ekstrak

Penetapan bobot jenis ekstrak dapat dilakukan sebagai berikut. Ditimbang piknometer dengan volume tertentu dalam keadaan kosong. Kemudian piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang ulang. Kerapatan air dapat ditetapkan. Kemudian piknometer dikosongkan dan

(25)

diisi penuh dengan ekstrak, lalu ditimbang. Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume tertentu, dapat ditetapkan kerapatan ekstrak. Bobot jenis ekstrak ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :

4. Kadar Air Ekstrak

Penetapan kadar air ekstrak dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya dengan titrasi langsung atau tidak langsung (pereaksi Karl-Fischer), destilasi atau gravimetri. Pada praktikum ini akan dilakukan penetapan kadar air dengan destilasi menggunakan destilasi toluene. Prosedur :

Ke dalam labu bersih dan kering dimasukkan sejumlah ekstrak kental yang telah ditimbang seksama kemudian tambahkan 200 ml toluene, hubungkan alat. Tuangkan toluene ke dalam labu penerima melalui alat pendingin. Panaskan labu hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, biarkan tabung penerima mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluene memisah sempurna, baca volume air. Hitung kadar air dalam % v/b

5. Pola Kromatogram Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan dengan fasa diam silika gel GF 254 dan fasa gerak/pengembang kombinasi pelarut dengan perbandingan yang cocok. Untuk memperoleh perbandingan pengembang yang optimal, dapat diperoleh dari literatur atau datadata penelitian atau mencoba dengan perbandingan pelarut polar, semipolar atau non polar yang umum.

Prosedur :

Pelat silika gel disiapkan dengan ukuran tertentu kemudian ekstrak cair ditutulkan pada garis awal dengan menggunakan pipa kapiler, biarkan beberapa saat hingga pelarutnya menguap. Pelat silika kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan pengembang. Proses kromatografi dihentikan sampai cairan pengembang sampai ke garis depan. Amati pola kromatogram dibawah lampu UV 254 dan 366 nm dan hitung Rf setiap bercak yang teramati. Penampak bercak dapat juga menggunakan asam sulfat 10% dalam metanol.

(26)

6. Pola Dinamolisis

Dinamolisis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. Kertas saring Whatman diameter 10 cm, titik pusatnya dilubangi, kemudian dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring. Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutupkan pada cawan petri yang berisi maserat/ekstrak cair. Biarkan terjadi proses difusi sirkular selama kurang lebih 10 menit. Pola dinamolisis diamati.

ALAT 1. Meserator 2. Retavapor 3. Labu Ukur 4. Tabung Soxhlet 5. Cawan Penguap 6. Cawan 7. Piknometer

8. Seperangkat Alat Destilasi 9. Pipa Kapiler

10. Lampu UV

11. Kertas Saring Whatman

BAHAN

1. Etanol 70% 2. Etanil 95%

3. Pereaksi Karl Fischer 4. Silika gel GF 254 5. Asam Sulfat 10% 6. Metanol HASIL PERCOBAAN : 1. Organoleptik Ekstrak Bentuk : ...

(27)

Warna : ... Bau : ... Rasa : ... 2. Rendemen Ekstrak

Volume ekstrak kental : ... mL Berat cawan kosong : ... g

Berat cawan + ekstrak : ... g

Berat cawan+ekstrak setelah penguapan : ... g Berat simplisia awal : ... g

Rendemen ekstrak : ... % b/b 3. Bobot Jenis Ekstrak

Berat piknometer kosong : ... g Berat piknometer + air : ... g Berat air : ... g Volume piknometer : ... ml

Kerapatan air : ... g/mL Berat piknometer + ekstrak : ... g Volume piknometer : ... mL Berat ekstrak : ... g Kerapatan ekstrak : ... g/mL Bobot jenis ekstrak : ... 4. Kadar Air Ekstrak

Berat ekstrak uji : ... g Volume air : ... mL Kadar air : ... % v/b 5. Pola Kromatogram Lapis Tipis

No.Berca k

Rf Pengamatan

(28)

Tampak nm nm 10% 6. Pola Dinamolisis Keterangan : Diameter 1 : ... cm ; warna ... Diameter 2 : ... cm ; warna ... Diameter 3 : ... cm ; warna ... Diameter 4 : ... cm ; warna ... Diameter 5 : ... cm ; warna ... KEIMPULAN ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Paraf Asisten Praktikum Paraf Praktikan (Hari/Tanggal) (Hari/ Tanggal)

(29)

1. Harborne, J.B. 1973. Phytochemical Methods , A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. Chapmann and Hall. London, 1-32.

2. Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Dirjen POM. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 9-17.

(30)

PRAKTIKUM KEEMPAT

SUSUT PENGERINGAN DARI EKSTRAK BAHAN ALAM

TUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa dapat melakukan penentuan parameter susut pengeringan dari ekstrak bahan alam

TEORI DASAR

Parameter susut pengeringan yaitu pengukuran sisa at setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat

konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal kasus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer / lingkungan terbuka. Adapun tujuan menentukan susut pengeringan untuk emmberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.

ALAT :

1. Cawan penguap bertutup 2. Kaca arloji

3. Spatel

4. Timbangan analitik

BAHAN :

1. Ekstrak masing-masing kelompok

PROSEDUR KERJA

1. Ekstrak ditimbang seksama sebanyak 2 gram (B) dan dimasukan ke dalam boto, timbang dangkal tertutup (cawan penguap tertutup) yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105 oC selama 30

menit dan telah ditara (Ao)

2. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol ditimbang dengan menggoyangkan botol, hingga menjadi lapisan setebal lebih kurang 5 mm – 10 mm. Jika ekstrak yang diuji merupakan ekstrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk. Lemudian dimasukan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya dan keringkan pada suhu 105oC hingga botol tetap (A

1).

3. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksilator hingga suhu kamar

(31)

4. Catat bobot tetap yang diperoleh untuk menghitung persentase susut pengeringannya.

5. Hitung persentase susut pengeringan dengan rumus berikut : % susut pengeringan = A1−B´ Ao x100

Keterangan :

A1 : Bobot cawan + ekstrak setelah pemanasan (gr) Ao : Bobot cawan kosong (gr)

B : Bobot sampel awal (gr)

KEIMPULAN ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Paraf Asisten Praktikum Paraf Praktikan (Hari/Tanggal) (Hari/ Tanggal)

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Edisi I. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Direktorat Pengawasan Obat Tradinasional. Jakarta 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika

(32)

PRAKTIKUM KELIMA

PENENTUAN BOBOT JENIS DENGAN METODA PIKNOMETER EKSTRAK BAHAN ALAM

TUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa mampu menentukan bobot jenis ekstrak bahan alam dengan metode piknometer

TEORI DASAR

Piknometer bobot jenis yaitu masa persatuan volume pada suhu kamar tertentu (25oC) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer

atau alat lainnya. Tujuannya yaitu memberikan batasan tentang besarnya massa persatuan volum yang merupakan perameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang. Bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi.

ALAT :

1. Piknometer

2. Timbangan Analitik

BAHAN :

1. Ekstrak masing-masing kelompok 2. Air

PROSEDUR KERJA

1. Poknometer yang bersih, kering dan telah dikalibrasi ditimbang terlebih dahulu (Wo)

(33)

2. Piknometer diisi dengan air yang baru di didihkan pada suhu 25oC

kemudian ditimbang (W1)

3. Ekstrak cair (5% dan 10%) diatur kurang lebih pada suhu 20oC lalu

dimasukkan ke dalam piknometer kosong, buang kelebihan ekstrak, atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25oC kemudian

ditimbang (W2).

4. Hitung bobot jenis ekstrak dengan rumus :

W2−WO W1−WO

Keterangan :

d : Bobot jenis

WO : Bobot Piknometer Kosong W1 : Bobot Piknometer + air W2 : Bobot Piknometer + ekstrak

KEIMPULAN ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Paraf Asisten Praktikum Paraf Praktikan (Hari/Tanggal) (Hari/ Tanggal)

(34)

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Edisi I. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Direktorat Pengawasan Obat Tradinasional. Jakarta 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika

Indonesia , Jilid IV.

PRAKTIKUM KEENAM

PENENTUAN KADAR AIR DENGAN METODE GRAVIMETRI DARI EKSTRAK BAHAN ALAM

TUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa dapat menentukan kadar air ekstrak bahan alam dengan metode gravimetrik

TEORI DASAR

Penentuan kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya adalah dengan cara titrasi, destilasi atau gravimetrik. Kadar air ditetepkan untuk menjaga kualitas ekstrak. Disamping untuk penentuan kadar air, dapat juga untuk menentukan jumlah zat lain yang mudah menguap pada ekstrak. Menurut literatur, kadar air dalam ekstrak tidak boleh lebih dari 10%. Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur dalam ekstrak.

(35)

ALAT :

1. Krus Porselen

2. Timbangan Analitik 3. Oven

BAHAN :

1. Ekstrak masing-masing kelompok

PROSEDUR KERJA

1. Masukan lebih kurang 1 g ekstrak dan timbang seksama dalam wadah yang telah ditara (krus porselen)

2. Keringkan pada suhu 105 oC selama 5 jam dan ditimbang

3. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. KEIMPULAN ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Paraf Asisten Praktikum Paraf Praktikan (Hari/Tanggal) (Hari/ Tanggal)

(36)

Depatemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000. Pengantar Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, edisi I, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradinasional, Jakarta.

PRAKTIKUM KETUJUH

PENENTUAN KADAR ABU EKSTRAK BAHAN ALAM

TUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa dapat menentukan kadar abuekstrak bahan alam

(37)

Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal. Penentuan kadar abu dilakukan terhadap kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam. Kadar abu ditetapkan sebagai kadar anorganik (mineral) dalam ekstrak sedangkan kadar abu tidak larut asam sebagai kadar anorganik yang tidak larut asam. Penentuan kadar abu menjadi penting dilakukan karena kadar abu dapat menunjukkan kelayakan suatu sampel untuk pengolahan berikutnya, bila kadar abu suatu sampel tinggi berarti masih banyak bagian lain dari sampel yang terikut pada tahap sortasi atau penghalusan. Selain itu kadar abu juga dapat digunakan sebagai parameter nilai gizi suatu sampel, bila kadar abu tidak larut asam suatu sampel cukup tinggi maka masih banyak terdapat pasir atau kotoran lain yang terikut. Berdasarkan buku monografi ekstrak tumbuhan obat (2004) kadar abu total tidak boleh lebih dari 16,6% dan untuk kadar abu tidak larut asam tidak boleh lebih dari 0,75.

ALAT : 1. Kurs Porselen 2. Oven 3. Desikator 4. Penjepit Kayu 5. Timbangan Analitik BAHAN :

1. Ekstrak bahan alam masing-masing kelompok

PROSEDUR KERJA

1. Penetapan kadar Abu

a. Timbang 2-3 g ekstrak dalam seksama ke dalam kurs yang sudah ditara, dipijarkan berlahan-lahan.

b. Kemudian suhu dinaikan secara bertahap hingga 600 ±25 oC

sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator, serta timbang berat abu.

c. Kadar abu dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal

2. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

a. Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 mL asam sulfat pekat selama 5 menit

(38)

b. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui kurs kaca masir atau kertas saring bebas abu

c. Cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, lalu timbang d. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap berat

sampel awal KEIMPULAN ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Paraf Asisten Praktikum Paraf Praktikan (Hari/Tanggal) (Hari/ Tanggal)

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2000), parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat, edisi I, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradinasional, Jakarta 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1980, Materia Medika

(39)

Referensi

Dokumen terkait

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. 10+720 membuat kemacetan dan menghambat perkembangan ekonomi antara Kendal dan Semarang. Sedangkan SF pada program Plaxis V.8.2

Selain letak Desa yang sedikit terpencil hal lain yang takkalah penting adalah pemahaman sebagian masyarakat akan pentingnya pendidikan masih sangat kurang,

Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 68 persen menunjukkan bahwa bahwa alat ini akan menguntungkan bagi perusahaan jika modal yang dimiliki digunakan untuk

Industri Perlengkapan dan Komponen Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih 29.a.. Industrik Kendaraan Bermotor Roda Dua dan Tiga, serta

merencanakan program dan rencana kerja serta rencana kegiatan di Seksi Sarana Prasarana Energi Dan Kelistrikan Wilayah II berdasarkan program kerja tahun sebelumnya

Setelah dilakukan uji statistik diperoleh hasil bahwa ada interaksi (P<0,05) antara bangsa dan umur sapi yang memberikan pengaruh terhadap perolehan dan kualitas

KDRT terhadap istri adalah segalah bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual, dan

Hasil studi kasus ini menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien ca paru dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dengan masalah nyeri akut berhubungan