• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 4 Nomor 1, Februari 2021 e-issn ; p-issn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 4 Nomor 1, Februari 2021 e-issn ; p-issn"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SPIRITUALITAS BERHUBUNGAN DENGAN KESEPIAN PADA LANJUT USIA Sri Setyowati1*, Parmadi Sigit2, Rizki Ihsani Maulidiyah1

1

Program Studi Keperawatan; STIKES Surya Global Yogyakarta, Jalan Ringroad Selatan Blado, Jl. Monumen Perjuangan, Balong Lor, Potorono, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55194, Indonesia

2

Program Studi Kesehatan Masyarakat. STIKES Surya Global Yogyakarta, Jalan Ringroad Selatan Blado, Jl. Monumen Perjuangan, Balong Lor, Potorono, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55194,

Indonesia

*setyoku.sg@gmail.com ABSTRAK

Kesepian merupakan suatu keadaan tidak menyenangkan yang ditunjukkan dengan kesendirian akibat ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan yang terjadi. Kesepian menjadi masalah yang sering terjadi pada lansia karena adanya masalah pada salah satu atau lebih baik pada aspek biologi, psikologi, social atau spiritual. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan spiritual dengan kesepian pada lansia. Penelitian non-eksperimen ini menggunakan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan total sampling sebanyak 50 responden lansia di Posyandu Lansia Melati, Dusun Karet, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada Mei 2020. Spiritual dan kesepian pada lansia merupakan variabel dalam penelitian ini. Instrumen kuesioner University California of Loneliness Angeles dan Daily Spiritual Experience Scale digunakan untuk mengukur variabel. Instrumen dinyatakan validitas dan reliabel. Uji analisa menggunakan uji korelasi kendall-tau. Hasil dari penelitian ini ditunjukkan mayoritas lansia dengan tingkat spiritualitas dalam kategori kurang dengan tingkat kesepian yang dirasakan lansia dengan kategori tinggi. Hasil uji statistik menggunakan kendal- tau diperoleh nilai p-value 0,002 < 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara spiritualitas dan kesepian pada lansia di Posyandu Lansia Melati Dusun Karet Desa Karet Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Yogyakarta.

Kata kunci: kesepian; lansia; spiritual

SPIRITUAL IS RELATED TO LONELINESS IN ELDERLY ABSTRACT

Loneliness is an unpleasant situation indicated by loneliness due to the mismatch between expectations and reality. Loneliness is a problem that often occurs in the elderly because of problems in one or better aspects of biology, psychology, social or spiritual. The purpose of this study was to determine the existence of a spiritual relationship with loneliness in the elderly. This non-experimental study used a cross sectional approach. Sampling using a total sampling of 50 elderly respondents at the Melati Elderly Posyandu, Karet Hamlet, Pleret District, Bantul Regency, Yogyakarta in May 2020. Spirituality and loneliness in the elderly are variables in this study. The University California of Loneliness Angeles questionnaire instrument and the Daily Spiritual Experience Scale were used to measure the variables. The instrument was declared validity and reliable. The analysis test used the Kendall-tau correlation test. The results of this study indicated that the majority of the elderly with a spiritual level in the low category with the level of loneliness felt by the elderly in the high category. The results of statistical tests using control-tau obtained p-value 0.002 <0.05. The conclusion of this study is that there is a significant relationship between spirituality and loneliness in the elderly at the Melati Posyandu for the Elderly in Karet Village, Karet Village, Pleret District, Bantul Regency, Yogyakarta.

Keywords: elderly, loneliness, spirituality

Volume 4 Nomor 1, Februari 2021

e-ISSN 2621-2978; p-ISSN 2685-9394

https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj

(2)

PENDAHULUAN

Kesepian merupakan suatu keadaan tidak menyenangkan dan tidak diinginkan oleh seseorang yang ditunjukkan dengan perasaan kehampaan dan kesendirian (Rahma, 2019). Perasaan kesepian dapat terjadi karena terjadi ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan seseorang (Marpaung & Sherly, 2017). Munculnya perasaan kesepian yang terjadi pada lanjut usia menunjukkan adanya suatu masalah keadaan mental dan emosional. Lanjut usia dengan kesepian akan memiliki rasa keterasingan dan munculnya hubungan yang kurang bermakna dengan orang lain yang disebabkan adanya ketidakpuasan saat berhubungan sosial (Nuryani, 2018). Lansia termasuk dalam kelompok rentan atau populasi yang berisiko (Kiik, Sahar, & Permatasari, 2018). Kelompok rentan merupakan sekumpulan orang dengan masalah kesehatan, yang kemungkinan akan berkembang menjadi masalah yang lebih buruk karena adanya faktor risiko yang ada dan memengaruhinya (Ningsih & Setyowati, 2020). Kondisi lanjut usia dapat berubah dan mengalami penurunan atau kemunduran. Perubahan yang terjadi dapat berupa kemunduran fungsi biologis maupun psikis. Kemunduran ini dapat mempengaruhi mobilitas sehingga terjadi keterbatasan melakukan kontak sosial. Kondisi ini dapat menyebabkan rasa kesepian (loneliness) (Matillah, Susumaningrum, & A, 2018). Seseorang memiliki cara yang berbeda untuk menanggapi perasaan kesepian yang terjadi pada dirinya. Perasaan kesepian dapat diterima secara normal namun menurut orang lain kesepian juga dapat menjadi masalah yang mendalam.

Penyebab kesepian dapat terjadi karena (1) being unattached atau dikarenakan seseorang ini tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner seksual, berpisah dengan pasangannya, (2)

alienation atau adanya perasaan yang berbeda seperti tidak dapat dimengerti, tidak ada yang

membutuhkan dan ditunjukkan dengan tidak memilikinya teman dekat (3) being alone

merupakan perasaan kesepian karena tidak adanya penyambutan saat pulang ke rumah (4)

forced isolation merupakan perasaan kesepian muncul karena akibat diisolasi di dalam rumah,

dirawat di rumah sakit sehingga tidak bisa keluar bebas, dan terakhir (5) dislocation, kesepian ini akibat seseorang merantau untuk bekerja atau bersekolah (Basuki, 2015). Kesepian merupakan masalah yang paling umum terjadi pada seseorang yang sudah lanjut usia (Amalia, 2013).

Kesepian terjadi akibat adanya ketidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kesepian dapat digolongkan menjadi beberapa tingkat kesepian. Kesepian dapat terjadi dengan rentang tinggi atau rendah. Rentang kesepian ini dapat dinilai secara subyektif oleh seseorang. Kesepian menjadi masalah yang sering terjadi pada lansia karena adanya masalah pada salah satu atau lebih baik pada aspek biologi, psikologi, social atau spiritual (Afrizal, 2018). Faktor spiritual dapat menjadi penyebab munculnya perasaan kesepian pada lanjut usia (Herliawati, Maryatun, & Herawati, 2014). Spiritualitas dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat mempengaruhi beberapa dimensi dalam kehidupan. Spiritualitas dikatakan sebagai dimensi eksistensial karena berfokus pada tujuan dan arti sebuah kehidupan. Spiritualitas disebut sebagai dimensi agama karena berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan (Matillah et al., 2018). Spiritualitas pada lansia rentan untuk mengalami perubahan dikarenakan beberapa penyebab yang terjadi akibat penurunan fungsi tubuh dalam diri lansia. Penyebab yang dapat mengakibatkan lansia mengalami perubahan perilaku spiritual yaitu menurunnya kesehatan lansia dan kurangnya dukungan pada lansia (Kholifah, 2016). Menurunnya kesehatan lansia dapat menyebabkan lansia tidak dapat beraktifitas baik seperti sebelumnya dan membuat lansia mengalami pembatasan dalam pergerakan maupun berpindah tempat. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku spiritual lansia yang sebelumnya dapat melakukan kegiatan ibadah kemudian menjadi terhalangi. Adanya masalah pada lansia yang ada makan lansia

(3)

Terdapat 50 lansia yang berpartisipasi aktif mengikuti kegiatan keagamaan, seperti sholat berjamaah dan ceramah agama. Hasil wawancara dengan ibu kader posyandu lansia menyatakan bahwa adanya pandemic covid-19 ini berdampak pada aktivitas lansia baik aktivitas kegiatan posyandu lansia maupun aktivitas keagamaan yang ada. Terdapat 8 dari 10 lansia menyatakan merasa sedih dan sepi jika tidak ada kegiatan untuk mengisi kegiatan yang mendukung kualitas hidupnya baik dari segi kesehatan maupun spiritualnya. Empat lansia menyatakan jenuh karena terbatasnya aktivitas dilingkungan rumah. Berdasarkan latar belakang yang ada terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi kesepian pada lansia salah satunya spiritualitas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang “adanya hubungan spiritual dengan kesepian pada lansia”.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian yang non-eksperimen dengan menggunakan rancangan

cross sectional. Populasi dalam kegiatan ini merupakan semua lansia yang tergabung dalam

Posyandu Lansia Melati, Dusun Karet, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Pengambilan sampel menggunakan total sampling, sehingga sebanyak 50 responden lanjut usia ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei 2020. Spiritual dan kesepian pada lanjut usia merupakan variabel dalam penelitian ini. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner University California of Loneliness Angeles dan Daily Spiritual Experience

Scale (DSES). Hasil pengukuran tingkat kesepian dikategorikan dalam rentang rendah dengan

nilai 20-49, rentang sedang dengan nilai 50-59, dan rentang tinggi dengan nilai 60-80. Instrument pengukuran spiritualitas menggunakan Daily Spiritual Experience Scale (DSES)

dengan15 item pernyataan. Hasil pengukuran tingkat spiritualitas dikategorikan dalam rentang baik dengan prosentase 76-100%, rentang cukup dengan prosentase 56-75 %, dan rentang kurang dengan prosentase ≤ 56%.

Kuesioner variabel kesepian University California of Loneliness Angeles telah baku dan memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi yaitu 0,98. Kuesioner spiritualitas Daily

Spiritual Experience Scale (DSES) telah valid dan reliabel dengan r hitung berkisar antara

0,519-0,913, dimana r hitung lebih besar dari r tabel (r tabel=0,423), dengan demikian uji validitas penelitian ini dinyatakan valid. Hasil uji reliabilitas kuesioner spiritualitas Daily

Spiritual Experience Scale (DSES) dengan rumus Alpha Cronbach dengan nilai 0,768 maka

kesimpulannya bahwa instrument tersebut reliabel dan dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data sesungguhnya. Uji analisa korelasi kendall-Tau digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini telah dilakukan uji etik di komite etik penelitian kesehatan STIKES Surya Global Yogyakarta dengan nomor No.1.11/KEPK/SSG/VIII/2020.

HASIL

Tabel 1 menunjukkan responden dengan rentang 60-65 tahun yang berjumlah 22 responden merupakan jumlah yang terbanyak. Dilihat dari jenis kelamin mayoritas responden adalah perempuan sebanyak 40 responden. Berdasarkan hasil dalam tabel menunjukkan karakteristik pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh responden didapatkan hasil responden tidak sekolah yaitu sebanyak 36 responden, yang merupakan responden terbanyak. Dilihat dari karakteristik agama, seluruh responden (50 orang) beragama Islam.

(4)

Tabel 1.

Tabel Karakteristik Responden (n=50)

Karakteristik Responden f % Usia (tahun) 60-65 22 44 66-70 21 42 72-74 7 14 Jenis Kelamin Laki-Laki 10 20 Perempuan 40 80 Pendidikan Terakhir Tidak sekolah 36 72 SD 12 24 SMP 0 0 SMA 0 0 Akademi/Sarjana 2 4 Agama Islam 50 100 Kristen 0 0 Katolik 0 0 Hindu 0 0 Budha 0 0 Tabel 2.

Distribusi Spiritualitas Lansia (n =50)

Spiritualitas f % Kurang Cukup Baik 39 8 3 78 16 6

Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas responden masuk dalam kategori dengan spiritualitas yang kurang yaitu sebanyak 39 responden (78 %).

Tabel 3.

Distribusi Kesepian Lansia (n=50)

Kesepian f % Rendah Sedang Tinggi 10 18 22 20 36 44 Tabel 4.

Analisis Tabulasi Silang Tingkat Spiritualitas dan Tingkat Kesepian Lanjut Usia (n=50) Spiritualitas Kesepian Total

Rendah Sedang Tinggi

f % f % f % f % Kurang 7 14,00 10 20,00 22 44,00 39 78,00 Cukup 0 0,00 8 16,00 0 0,00 8 16,00 Baik 3 6,00 0 0,00 0 0,00 3 6,00

(5)

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 10 responden (20 %) termasuk dalam kesepian tingkat rendah, sebanyak 18 responden (18%) termasuk dalam kesepian sedang, dan 22 responden (44 %) termasuk dalam kesepian tinggi. Melihat hasi yang ada menunjukkan tingkat kesepian lanjut usia sebagian besar masuk dalam kategori kesepian tinggi.

Tabel 5.

Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia (n=50)

Variabel Nilai Koefisien P-Value Tingkat Spiritualitas -

0,400 0,002 Tingkat Kesepian

Tabel 5 menunjukkan hasil uji statistik menggunakan Kendall tau diperoleh nilai P = 0,002 yang berarti < 0,05 yang berarti bahwa Ha diterima yang artinya terdapat hubungan antara tingkat spiritualitas dan tingkat kesepian Lanjut Usia di Posyandu Lansia Melati Dusun Karet Desa Karet Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Yogyakarta. Setelah menentukan hasil hipotesis menggunakan uji statistic Kendall tau, selanjutnya yaitu menganalisis correlation

coefficient yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan. Koefisien korelasi dalam

penelitian ini yaitu sebesar -0,400 yang menunjukkan bahwa kekuatan hubungan dalam penelitian ini dalam kategori hubungan cukup (Sarwono,2015) dan bernilai negatif yang berarti bahwa hubungan antara spiritualitas dengan kesepian merupakan hubungan tidak searah, dimana semakin baik spiritualitas maka semakin rendah tingkat kesepian, demikian pula sebaliknya semakin buruk spiritualitas maka semakin tinggi tingkat kesepiannya.

PEMBAHASAN

Spiritualitas pada lanjut usia

Berdasarkan tabel 2 tentang tingkat spiritualitas pada lanjut usia di Posyandu Lansia Melati Karet Karet Pleret Bantul Yogyakarta dengan jumlah responden 50 orang, menunjukkan bahwa mayoritas atau 39 responden (78 %) masuk dalam kategori tingkat spiritualitas yang kurang. Penelitian dilakukan ditengah pandemi yang mengakibatkan semua kegiatan dimasyarakat sementara ditiadakan termasuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang sifatnya menimbulkan kerumunan, seperti pengajian atau kajian-kajian keagamaan dan sholat berjamaah. Sehingga hal ini berakibat pada kurangnya dukungan pada lansia dalam menjalankan ibadahnya dan berkumpul dengan sesamanya.

Spiritualitas merupakan sikap yang dimiliki oleh seseorang untuk menghadapi dan memecahkan masalah dalam kehidupannya, sehingga dapat menunjukkan kehidupan yang lebih baik dan bermakna (Nida, 2013). Spiritualitas dapat digunakan sebagai pedoman penilaian pada tindakan pada kehidupan seseorang menjadi lebih baik dan bermakna dari orang lain (Yantiek, 2014). Spiritualitas yang baik di pengaruhi oleh adanya sarana tempat ibadah serta adanya kajian rohani (Sari, 2015). Selain itu spiritualitas dapat ditambah dan ditingkatkan dengan cara mengikuti kegiatan pembinaan untuk kepentingan bersama (Taslima, 2016).

Spiritualitas yang dimiliki seseorang menunjukkan kualitas dasar yang dimiliki seseorang begitu juga pada lanjut usia. Dengan kualitas spiritualitas yang baik lanjut usia diharapkan mereka dapat mengatasi kehilangan yang mungkin terjadi dalam hidupnya dengan pengharapan yang lebih baik. Terdapat tahap perkembangan manusia yang mempengaruhi status spiritual seseorang. Pada kelompok usia pertengahan maupun lanjut usia akan lebih memiliki banyak waktu untuk menjalankan aktivitas keagamaan sehingga dapat berusaha untuk memahami sebuah nilai keagamaan yang diyakininya (Afnesta, Sabrian, &

(6)

Novayelinda, 2015). Aspek spiritual telah menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Aspek spiritual pasti dimiliki oleh setiap orang. Aspek spititual pada masing-masing orang berbeda untuk tingkat pengalamannya sehingga akan berbeda pula dalam penilaian dan proses meyakininya (Jalaluddin, 2015).

Seorang lansia memiliki kemampuan untuk merumuskan arti dan tujuan keberadaanya di dunia yang sementara ini, mampu membina integritas personal serta mampu mengembangkan hubungan antara manusia yang positif. Lansia yang memiliki kemampuan tersebut maka lansia dapat terbuka dan bertukar pikiran dengan lansia yang lain mengenai pengalaman hidup atau permasalahan yang dihadapi (Yusuf, Nihayati, Iswari, & Okviasanti, 2016). Hasil analisis berdasarkan tabel 1 menyatakan hasil responden dengan proporsi jenis kelamin perempuan 40 orang (80 %) dan laki-laki 10 orang (20 %). Hal ini dapat terjadi dikarenakan responden perempuan lebih banyak dijumpai daripada responden laki-laki, sehingga kesempatan responden perempuan untuk dilakukan penelitian lebih banyak dibandingkan responden laki-laki. Dari hasil observasi peneliti, lansia laki-laki jarang ditemui karena sedang bekerja.

Berdasarkan survey Kemenkes RI (2017), kondisi lansia di Indonesia menunjukkan bahwa populasi lansia perempuan lebih banyak daripada lansia dengan jenis kelamin laki-laki. Jenis kelamin dapat menjadi salah satu faktor yang membedakan dan mempengaruhi masalah psikologi pada lanjut usia sehingga akan berdampak pada bentuk cara adaptasi yang dipilih dalam kehidupannya (Setyawati & Hartini, 2018). Seluruh responden beragama Islam. Usia lanjut yang lebih memperhatikan aspek spiritualitas menunjukkan adanya tingkat yang tinggi juga dalam memotivasi kehidupan, merasakan kepuasan dalam menjalankan hidup, memiliki harga diri yang baik dan optimis mencapai tujuan hidup. Kebutuhan spiritual yang merupakan bentuk kebutuhan keagamaan sangat memberikan peran dalam meningkatkan ketenangan batin, sehingga dapat menjadi obat masalah psikologi kesepian yang dialami (Ummah, 2016). Lanjut usia dengan tingkat spiritualitas yang tinggi akan memiliki kemampuan dan bekal dalam menjalani akhir kehidupan. Sehingga akan merasa hidup dalam ketenangan sampai kematian menjemputnya. Sebaliknya, lansia dengan spiritualitas yang tergolong rendah maka dapat menyebabkan keputusasaan dan kesedihan dalam menjalani kehidupan. Rasa yang tenang dalam menjalani kehidupan dan pikiran positif yang berasal dari spiritualitas tinggi dapat meningkatkan status kesehatan lansia (Naftali, Ranimpi, & Anwar, 2017). Lanjut usia yang memiliki pemahaman spiritual akan merasakan hubungan yang baik dengan orang lain, sehingga lanjut usia tersebut dapat memiliki kualitas hidup yang baik juga (Hidayati, 2018). Berdasarkan paparan dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa spiritualitas yang telah didapatkan peneliti mayoritas kurang. Beberapa faktor terbukti mempengaruhi spiritualitas pada lansia diantaranya adalah adanya krisis dan perubahan dimana pada saat pandemi covid-19 lansia harus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi sehingga lansia mengalami penderitaan. Selain itu adalah faktor terlepas dari ikatan spiritualitas dimana lansia menjadi merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi serta dukungan sosialnya. Kegiatan yang merupakan kebiasaan dilingkungan juga telah berubah dimasa pandemi covid-19, diantaranya tidak dapat menghadiri kegiatan-kegiatan resmi, tidak bisanya mengikuti kegiatan keagamaan, tidak dapat berkumpul dengan keluarga dan teman dekat. Padahal kegiatan tersebut dapat menjadi dukungan yang sangat dibutuhkan lanjut usia dalam meningkatkan kuliatas hidupnya yaitu kualitas spiritual dan menghindari kesepian.

(7)

Kesepian pada lanjut usia

Berdasarkan tabel 3 tentang kesepian pada lanjut usia di Posyandu Lansia Melati Dusun Karet Karet Pleret Bantul Yogyakarta dengan jumlah responden 50 orang menunjukkan menunjukkan mayoritas atau 22 responden (44 %) termasuk dalam kesepian kategori tinggi. Pada interpretasi dari kuesioner UCLA yaitu semakin rendah skor menunjukkan semakin rendah tingkat kesepiannya. Kesepian merupakan keadaan psikologis seseorang terhadap keadaan yang sedang dihadapi dan ditanggapi secara berbeda oleh setiap individu, dimana seseorang yang merasa kesepian selalu merasa tidak diperhatikan oleh orang – orang disekitarnya serta cenderung menyendiri dan tidak pernah puas dengan apa yang telah diberikan oleh sekitarnya (Astuti, 2019). Meskipun telah diberikan perhatian penuh oleh anak-anaknya akan tetapi selalu merasa kurang mendapat perhatian dan selalu merasa kesepian terlebih lagi jika pasangannya sudah meninggal. Saat itulah lansia merasa tidak ada lagi yang dapat mengerti tentang nya serta tidak ada tempat untuk membagi permasalahannya meskipun masih memiliki anak. Beberapa ciri-ciri orang yang kesepian seperti terlihat murung, sering melamun, dan merasa tidak ada orang yang mengertinya (Perissinotto, Stijacic Cenzer, & Covinsky, 2012).

Kesepian adalah suatu hal yang pribadi dan berbeda cara penanggapannya (Hawkley & Cacioppo, 2013). Kesepian terjadi saat klien mengalami keterpisahan dari orang lain dan mengalami gangguan sosial. Kesepian menimbulkan perasaan tidak berdaya, mengakibatkan kurang percaya diri, sehingga menjadi ketergantungan, dan memunculkan perasaan diterlantarkan. Jika seseorang merasakan kesepian maka akan cenderung menilai bahwa dirinya adalah individu yang tidak berharga, tidak diperdulikan dan tidak ada yang mencintai. Perasaan kesepian akan semakin terasa jika sebelumnya lanjut usia merupakan orang yang aktif dalam berbagai kegiatan dan berhubungan dengan banyak orang. Kesepian muncul akibat adanya ketididaksesuaian harapan.

Kesepian pada lanjut usia dapat dialami terjadi karena perpisahan dengan pasangan, adanya kemunduran fisik serta adanya keterbatasan berhubungan dengan social atau lingkungan. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya dukungan untuk meningkatkan kualitas hidupnya (Yanguas, Henandis, & Santabalbina, 2018). Kesepian pada lanjut usia dapat memberikan dampak pada masalah emosional, kemampuan melakukan dan memiliki mekanisme koping dalam mengatasi masalahnya. Terdapat tahap perkembangan manusia yang mempengaruhi status tingkat kesepian seseorang. Semakin lanjut usia seseorang maka semakin beresiko meningkatnya kesepian yang dirasakan seseorang dan kemungkinan akan semakin meningkatkan perasaan yang tidak puas dengan keadaannya (Singh & Misra, 2009).

Lanjut usia yang mengalami penurunan fungsi biologis maupun psikis dapat mempengaruhi aktivitas atau mobilitas. Hal ini yang menyebabkan terbatasnya kontak social dan menimbulkan rasa kesepian (loneliness) (Yanguas et al., 2018). Ketika dimasa muda seorang lanjut usia aktif dalam berbagai kegiatan, ternyata setelah memasuki usia lanjut terjadi berbagai penurunan dan kemampuannya yang terbatas maka lansia akan lebih merasa bosan dibanding lansia yang tidak melakukan kegiatan apapun. Ketika lansia yang mengalami masalah psikologis maka dia akan merasa kesepian jika tidak bisa mengeloal koping nya dengan baik. Hasil analisis berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah perempuan. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kesepian dan tingkat kesepian dimana jenis kelamin perempuan cenderung merasa lebih kesepian daripada laki - laki karena perempuan lebih sensitive akan semua hal terutama perasaan dan psikologis (Fischer, Kret, & Broekens, 2018).

(8)

Hubungan Spiritualitas dan Kesepian Lanjut Usia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 50 lanjut usia di Posyandu Lansia Melati Karet Pleret Bantul Yogyakarta, menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara spiritualitas dengan kesepian. Nilai koefisien hubungan antara spiritualitas dengan kesepian sebesar -0,400 dan nilai signifikansi sebesar 0,002. Hasil ini diartikan bahwa semakin kurang spiritualitasnya maka kesepian semakin tinggi. Spiritual dapat menjadi sumber koping bagi lansia ketika seseorang mengalami sedih, kesepian dan kehilangan. Lanjut usia yang mencapai usia 70 tahun, termasuk pada level merasakan penyesalan dan ingin melakukan pertobatan dan menginginkan penebusan dosa. Tindakan pertobatan diharapkan dapat mengurangi kecemasan yang muncul (Afnesta et al., 2015). Tindakan pertobatan untuk mendapatkan pengampunan ini akan memberikan pandangan baru bagi lansia terhadap kehidupan yang berhubungan dengan orang lain dan penerimaan yang positif terhadap kematian (Asih, Yuniarsih, & Hasanah, 2020).

Lanjut usia yang bahagia dan sehat hanya dapat dicapai apabila lansia tersebut merasa sehat secara fisik ,mental, spiritual dan sosial, merasa dibutuhkan, merasa dicintai, mempunyai harga diri serta dapat berpartisipasi dalam kehidupan (Afnesta et al., 2015). Dengan terpenuhinya kebutuhan spiritual yang maka harapannya seseorang memiliki kehidupan yang berkualitas. Seseorang semakin tumbuh dan semakin dewasa maka pengalaman dan pengetahuan spiritual tersebut semakin berkembang karena spiritual berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari seorang individu (Gultom, Bidjuni, & Kallo, 2016).

Tingkat spiritualitas yang sangat baik kemungkinan didasarkan oleh bertambahnya umur lansia mengakibatkan perubahan dalam cara hidup seperti semakin sadar akan kematian, merasa kesepian, terjadi perubahan ekonomi, mengalami penyakit kronis, kekuatan fisik semakin lemah, terjadi perubahan mental, ketrampilan, psikomotor berkurang, terjadi perubahan psikososial yaitu pensiun, kehilangan sumber pendapatan, kehilangan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari, ditinggalkan oleh pasangan dan teman sehingga akan meningkatkan spiritualitas yang mendukung lansia untuk mentaati ajaran agama sehingga mendorong untuk meningkatkan kualitas hidup yang baik seperti melakukan hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang kurang lemak dan garam, melakukan olahraga ringan, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan serta menjaga hubungan yang harmonis dalam keluarga.

Dilihat dari karakteristik agama, sebanyak 50 responden beragama Islam. Berdasarkan tabel 4 menunjukkan mayoritas responden termasuk dalam tingkat spiritualitas yang rendah dengan mayoritas tingkat kesepian yang tinggi. Seorang lanjut usia yang lebih dekat dengan agama akan menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal memotivasi kehidupannya, akan merasa puas menjalankan hidup, meningkatnya harga diri dan optimis menjalankan kehidupan. Kebutuhan spiritual sangat berperan memberikan ketenangan batin, sehingga dapat digunakan sebagai alternative penyembuhan masalah yang ada. Ketika seseorang meyakini suatu agama maka akan dapat mejadikan agamanya sebagai suatu pedoman yang telah diajarkan tuhannya, agama apapun sangatlah penting bagi pemeluknya karena dengan adanya agama seseorang dapat mengetahui tujuan hidupnya. Ketika tidak memiliki agama ataupun jauh dari ajaran agama yang di anutnya maka perasaannya terasa sepi karena tidak ada yang ia ingin tuju. Terutama dalam agama islam ketika seseorang menganut agama islam maka semua permasalahan hidupnya sudah memiliki petunjuk untuk jalan keluarnya, karena agama islam merupakan agama yang konfleks serta menyeluruh. Apabila kita mengikuti ajaran yang telah di ajarkan oleh Rasulullah SAW maka insyaalloh hidup kita akan damai dengan dua petunjuk

(9)

yang ditinggalkan yaitu Al-Qur’an dan Assunnah. Semua perkara dan penyakit sudah ada obatnya dalam Al-Qur’an.

Lansia yang memiliki tingkat spiritualitas dalam kategori yang tinggi maka akan merasa lebih tenang dan siap dalam menjalani akhir kehidupan hingga ajal menjemputnya. Berbeda dengan lanjut usia yang memiliki spiritualitas dalam kategori rendah maka dapat menyebabkan keputusasaan dan kesedihan dalam kehidupannya (Sari, 2015). Perasaan tenang dan pikiran yang positif yang berasal dari spiritualitas tinggi dapat meningkatkan status kesehatan serta mengurangi rasa kesepian yang dirasakan oleh lansia. Hal ini sejalan dengan Karni, (2018) bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama menunjukan tingkatan kepuasaan hidup, harga diri, dan optimisme yang tinggi. Praktisi religius dan perasaan religius berhubungan dengan

sense of well being , terutama pada wanita dan individu berusia diatas 75 tahun (Fitriani,

2016). Penghayatan keagamaan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kesehatan baik fisik maupun mental lansia. Karena kesehatan secara holistik meliputi sehat biopsikososial dan spiritual.

SIMPULAN

Tingkat spiritualitas pada lanjut usia di Posyandu Lansia Melati Karet Karet Pleret Bantul Yogyakarta dengan jumlah responden 50 orang, mayoritas menunjukkan tingkat spiritualitas pada kategori kurang dengan mayoritas lansia masuk dalam kategori tingkat kesepian yang tinggi. Hasil uji statistik menggunakan Kendall tau diperoleh nilai p-value 0,002 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara spiritualitas dan kesepian pada lanjut usia di Posyandu Lansia Melati Dusun Karet Desa Karet Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Afnesta, M. Y., Sabrian, F., & Novayelinda, R. (2015). Hubungan Status Spiritual dengan Kualitas Hidup pada Lansia. JOM, 2(2), 1266–1274.

Afrizal, A. (2018). Permasalahan Yang Dialami Lansia Dalam Menyesuaikan Diri Terhadap Penguasaan Tugas-Tugas Perkembangannya. Islamic Counseling: Jurnal Bimbingan

Konseling Islam, 2(2), 91. https://doi.org/10.29240/jbk.v2i2.462

Amalia, A. D. (2013). Kesepian Dan Isolasi Sosial Yang Dialami Lanjut Usia : Tinjauan Dari Perspektif Sosiologis. Jurnal Informasi, 18(02), 203–210.

Asih, P., Yuniarsih, S. M., & Hasanah, N. (2020). Hubungan Kesehatan Spiritual Lansia Dengan Persiapan Menghadapi Kematian. In Seminar Nasional Keperawatan “Pemenuhan Kebutuhan Dasar dalam Perawatan Paliatif pada Era Normal Baru”

Tahun 2020.

Astuti, D. (2019). Hubungan Kesepian Dengan Pychological Well-Being Pada Lansia di

Kelurahan Sananwetan Kota Blitar. Universitas Airlangga.

Basuki, W. (2015). Depresi pada lansia penghuni panti sosial tresna. Psikoborneo, 3(2), 122– 136. Retrieved from http://e-journals.unmul.ac.id/index.php

Fischer, A. H., Kret, M. E., & Broekens, J. (2018). Gender differences in emotion perception and self-reported emotional intelligence: A test of the emotion sensitivity hypothesis.

PloS One, 13(1), e0190712. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0190712

(10)

Al-Adyan, 11(1), 57–80.

Gultom, P., Bidjuni, H., & Kallo, V. (2016). Hubungan Aktivitas Spiritual Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di BAlai Penyatuan Lanjut Usia Senja Cerah Kota Manado.

E-Journal Keperawatan, 4.

Hawkley, L. C., & Cacioppo, J. T. (2013). Loneliness Matters: A Theoretical and Empirical Review of Consequences and Mechanisms. NIH Public Access, 96(3–4), 221–230. https://doi.org/10.1017/S0308210500025361

Herliawati, H., Maryatun, S., & Herawati, D. (2014). Pengaruh Pendekatan Spiritual Terhadap Tingkat Kesepian Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Warga Tama Kelurahan Timbangan Kecamatan Indralaya Utara. Jurnal Keperawatan

Sriwijaya, 1(1), 21–27.

Hidayati, N. (2018). Kesejahteraan Spiritual Pada Lansia Persatuan Wredhatama Republik

Indonesia. E-Journal UMS. Prodi Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Retrieved from https://www.jstage.jst.go.jp/article/amr/1/5/1_010501/_article/-char/ja/%0Ahttp://www.ghbook.ir/index.php?name=گن هر ف و ه ناس ر یاه ن یو ن&option=com_dbook&task=readonline&book_id=13650&page=73&chkhashk=E D9C9491B4&Itemid=218&lang=fa&tmpl=component%0Ahttp://dx.

Jalaluddin. (2015). Tingkat Usia dan Perkembangan Spiritualitas serta Faktor yang Melatarbelakanginya di Majelis Tamasya Rohani Riyadhul Jannah Palembang. Intizar,

21(2), 165–183. https://doi.org/10.19109/intizar.v21i2.305

Karni, A. (2018). Subjective Well-Being Pada Lansia. Syi’ar, 18(2), 84–102.

Kemenkes RI. (2017). Analisis Lansia di Indonesia. Pusat Data Dan Informasi Kementerian

Kesehatan RI, 1–2. Retrieved from

www.depkes.go.id/download.php?file=download/.../infodatin lansia 2016.pdf%0A Kholifah, S. N. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Keperawatan Gerontik. (A.

Sosiawan, Ed.), Pusdik SDM Kesehatan (Pertama, Vol. 53). Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan. Retrieved from http://publications.lib.chalmers.se/records/fulltext/245180/245180.pdf%0Ahttps://hdl.ha ndle.net/20.500.12380/245180%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.jsames.2011.03.003%0A https://doi.org/10.1016/j.gr.2017.08.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.precamres.2014 .12

Kiik, S. M., Sahar, J., & Permatasari, H. (2018). Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia (Lansia) Di Kota Depok Dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal Keperawatan

Indonesia, 21(2), 109–116. https://doi.org/10.7454/jki.v21i2.584

Marpaung, W., & Sherly. (2017). Affiliation Need Viewed From Loneliness on Students Living at Dormitory of University of Sari Mutiara Indonesia Indonesia Meda. Jurnal

Psychomutiara, 1(1), 51–58.

Matillah, U. B., Susumaningrum, L. A., & A, M. Z. (2018). Hubungan Spiritualitas dengan Kesepian pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha ( PSTW ) ( Correlation between Spirituality and Loneliness in Elderly in the UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha ( PSTW ) ). E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 6(3), 443.

(11)

Naftali, A. R., Ranimpi, Y. Y., & Anwar, M. A. (2017). Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian. Buletin Psikologi, 25(2), 124–135. https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.28992

Nida, F. laili K. (2013). Peran Kecerdasan Spiritual dalam Pencapaian Kebermaknaan Hidup.

Konseling Religi: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 4(1), 185–200. Retrieved from

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=401101&val=6785&title=PERAN KECERDASAN SPIRITUAL DALAM PENCAPAIAN KEBERMAKNAAN HIDUP Ningsih, R. W., & Setyowati, S. (2020). Hubungan Tingkat Kesepian dengan Kualitas Hidup

pada Lansia di Posyandu Lansia Dusun Karet Yogyakarta. Jurnal Keperawatan, 12, 1– 27.

Nuryani, A. (2018). Kesepian Lansia Berstatus Janda (Studi Kasus Terhadap Dua Orang Lansia Janda di Panti Pelayanan Sosial Lanjut Usia “Sudagaran” Kabupaten Banyumas) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto untuk

Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gel. IAIN.

Perissinotto, C. M., Stijacic Cenzer, I., & Covinsky, K. E. (2012). Loneliness in older persons: A predictor of functional decline and death. Archives of Internal Medicine,

172(14), 1078–1083. https://doi.org/10.1001/archinternmed.2012.1993

Rahma, I. (2019). Pengaruh Harga Diri Dan Social Connectedness Terhadap Kesepian Pada

Remaja Yang Melakukan Self-Harm. Universitas Negeri Jakarta. Universitas Negeri

Jakarta.

Sari, E. D. G. (2015). Hubungan Antara Tingkat Spiritualitas Dengan Kesiapan Lanjut Usia

Dalam Menghadapi Kematian Di Desa Pucangan Kecamatan Kartasura. Hubungan

Antara Peningkatan Angka Persalinan Seksio Caesar Dengan Program Jampersal Di

Rsud Moewardi Surakarta.

Setyawati, V. A. V., & Hartini, E. (2018). Buku Ajar Dasar Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat. (E. Fatria, Ed.) (Pertama). Deepublish.

Singh, A., & Misra, N. (2009). Loneliness, depression and sociability in old age. Industrial

Psychiatry Journal, 18(1), 51–55. https://doi.org/10.4103/0972-6748.57861

Taslima, S. U. (2016). Peningkatan Religiusitas Pada Lanjut Usia (Studi pada Lansia di

Komplek Eks. Kowilhan II Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta).

E-Journal UIN.

Ummah, A. C. (2016). Hubungan Kebutuhan Spiritual Dengan Kualitas Hidup Pada Lansia

Di Panti Wredha Kota Semarang. E-Journal UNDIP. Universitas Diponegoro,

Semarang. Retrieved from

https://www.infodesign.org.br/infodesign/article/view/355%0Ahttp://www.abergo.org.b r/revista/index.php/ae/article/view/731%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista/index.php/ ae/article/view/269%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/106 Yanguas, J., Henandis, S. P., & Santabalbina, F. J. T. (2018). The complexity of loneliness.

Acta Biomedica, 89(2), 302–314. https://doi.org/10.23750/abm.v89i2.7404

Yantiek, E. (2014). Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual dan Perilaku Prososial Remaja.

(12)

https://doi.org/10.30996/persona.v3i01.366

Yusuf, A., Nihayati, H. E., Iswari, M. F., & Okviasanti, F. (2016). Kebutuhan spiritual :

Konsep dan Aplikasi Dalam Asuhan Keperwatan. Ners Unair Repository (1st ed.).

Gambar

Tabel Karakteristik Responden (n=50)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Angket bahwa upaya guru dalam pengembangan sikap dan perilaku siswa di MTs Padang Sappa Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, dapat diketahui akan pentingnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Dasar Desain dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dalam

Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pengetahuan Warga binaan di Lapas Wirogunan mengenai skizofrenia, untuk

Tujuan dilakukan kegiatan pengabdian ini adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan telinga kepada lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Mandalika Mataram sehingga

Berdasarkan Angket bahwa upaya guru dalam pengembangan sikap dan perilaku siswa di MTs Padang Sappa Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, dapat diketahui akan pentingnya

tidak tertulis berupa kebiasaan-kebiasaan di sekolah, yang dapat menimbulkan gangguan dan berdampak sosial dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Karena itu, guna

Berbagai penelitian telah menunjukkan dampak luas dan mendalam dari pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental, seperti gejala yang berhubungan dengan stres, depresi,

Dengan kondisi ODHA yang mengalami permasalahan baik secara fisik maupun psikologis yang berujung pada pentingnya resiliensi dalam manajemen diri untuk bangkit