• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBERIAN HARTA BENDA ORANG TUA SEMASA HIDUP KEPADA ANAK DALAM HUKUM WARIS ADAT BATAK KARO DI KECAMATAN BERASTAGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PEMBERIAN HARTA BENDA ORANG TUA SEMASA HIDUP KEPADA ANAK DALAM HUKUM WARIS ADAT BATAK KARO DI KECAMATAN BERASTAGI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PEMBERIAN HARTA BENDA ORANG TUA SEMASA HIDUP KEPADA ANAK DALAM HUKUM WARIS ADAT BATAK KARO DI

KECAMATAN BERASTAGI

A. Profil Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi dengan pusat pemerintahannya di Berastagi, merupakan salah satu dari 13 (tiga belas) Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.

Kecamatan Berastagi secara geografis terletak diantara 2°50’ Lintang Utara, 3°19’Lintang Selatan, dan 97° 55’ - 98°38’Bujur Timur.47

Secara administratif Kecamatan Berastagi berbatasan dengan wilayah-wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Deli Serdang 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kabanjahe 3. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Tigapanah 4. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Simpang Empat Pusat pemerintahan wilayah Kecamatan Berastagi terletak pada ketinggian 1400 M diatas permukan laut, dengan suhu berkisar antara 16° s/d 27° C dengan kelembapan udara rata-rata 28%. Musim hujan lebih panjang dibanding kemarau dengan perbandingan 9 : 3. Awal musim hujan bulan agustus, berakhir bulan Januari

47 Wara Sinuhaji, Aktivitas Ekonomi Enterpreneurship (masyarakat karo pasca revolusi),

(2)

dan musim hujan kedua dari bulan Maret – Mei setiap tahunnya dengan curah hujan pertahun antara 1000 s/d 4000 mm.48

Wilayah Kecamatan Berastagi luasnya 30,50 Km², dengan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan sebanyak 46.686 jiwa dengan kepadatan 1.530 jiwa yang mayoritas dihuni oleh suku Karo dan tersebar pada 10 Kelurahan/Desa yakni , sebagaimana terdapat dalam Tabel No.1 sebagai berikut :

Tabel No.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

NO DESA/KELURAHAN JENIS KELAMIN JUMLAH PENDUDUK LAKI-LAKI PEREMPUAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Guru Singa Raya Rumah Berastagi* Tambak Lau Mulgap II Gundaling II

Gundaling I*

Tambak Lau Mulgap I* Sempa Jaya* Lau Gumba* (Pemekaran Sempajaya ) Doulu 1918 2479 3282 1662 2905 4143 1458 2976 - 1080 2119 2835 3455 1820 3252 5017 1738 3445 - 1142 4037 5314 6737 3482 6157 9160 3196 6421 - 2182 JUMLAH 21.863 24.823 46.686 *Kelurahan/Desa Sampel

Sumber : Proyeksi Penduduk BPS Kabupaten Karo (2009)

(3)

Berdasarkan tabel diatas menggambarkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki yakni penduduk perempuan sebanyak 24.823 jiwa sedangkan penduduk laki-laki sebanyak 21.863 jiwa.

Penduduk di Kecamatan Berastagi, khususnya di desa/kelurahan sampel memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi. Hal ini dapat terlihat mulai dari yang tidak tamat SD, Tamat SD atau yang sederajat, tamat SMP atau yang sederajat, tamat SMA atau yang sederajat, tamat Akademi atau yang sederajat, dan yang tamat Perguruan Tinggi sebagaimana tergambar dalam tabel No.2 berikut ini :

Tabel No.2

Tingkat Pendidikan Responden

NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH %

1 Tidak Tamat SD 2 5,71

2 Tamat SD / Sederajat 7 20,00

3 Tamat SMP / Sederajat 7 20,00

4 Tamat SMA / Sederajat 8 22,85

5 Tamat Akademi 5 14,28

6 Tamat Perguruan Tinggi 6 17,14

TOTAL % 35 100

(4)

Dari tabel tersebut menggambarkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Berastagi, khususnya pada Kelurahan/Desa sampel yaitu Sempa jaya, Tambaklau Mulgap I, Rumah Berastagi, Gundaling I dan Lau Gumba lebih dominan dengan tingkat pendidikan tamat SMA atau yang sederajat.

Penduduk pada Kecamatan Berastagi sebagian besar berprofesi sebagai petani dikarenakan keadaan alam dan topografi di Kecamatan Berastagi sangat cocok untuk sektor pertanian yang dapat ditanami sayur mayur dan buah-buahan. Keadaan tanah di Kecamatan Berastagi sangat subur akibat zat belerang yang dihembuskan oleh angin dari gunung sibayak dan gunung sinabung sehingga tanahnya mengandung unsur tanah debu hitam,andosol, sebagai hasil letusan kedua gunung tersebut.49

Sektor pertanian menjadi potensi terbesar untuk mendukung perekonomian masyarakat di Kecamatan Berastagi. Dari sektor pertanian tersebut telah menghasilkan tanaman-tanaman hasil pertanian yang sangat subur khususnya berupa sayur-mayur, buah-buahan; dan bunga yang sebagian besar di suplai ke Sumatera Utara hingga ke pulau Batam, Pulau jawa bahkan telah diekspor ke Singapura, Malaysia, Brunei, Jepang, Philipina, Belanda dan negara asing lainnya.50

Sektor pertanian menjadi lapangan kerja yang paling utama bagi masyarakat Berastagi. Hal ini dapat dilihat dari areal perladangan/persawahan merupakan areal yang paling luas di Kecamatan Berastagi. Adapun areal perladangan

49 Ibid,hal.30

50 Martin L. Perangin-angin, Orang Karo Diantara Orang Batak, Jakarta : Pustaka Sora

(5)

tersebut banyak ditanami dengan tanaman buah-buahan seperti jeruk dan sayur-sayuran terutama kol, wortel, bawang prei, daun sop, dan lain-lain. Areal persawahan banyak digunakan untuk menanami padi dan sayur-sayuran air seperti selada air (kurmak), selada, daun sop dan sebagainya yang memerlukan pengairan yang cukup besar sehingga sangat cocok dibudidayakan di daerah persawahan.51

Areal pemukiman menjadi areal terluas kedua, hal ini terjadi mengingat Kecamatan Berastagi merupakan daerah yang telah banyak penduduknya karena banyaknya para perantau yang datang ke Berastagi. Sehingga dengan demikian areal pemukiman penduduk pun semakin bertambah jumlahnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk tersebut. Peralihan fungsi lahan pada akhirnya juga terjadi untuk menanggulangi masalah tersebut misalnya lahan yang sebelumnya digunakan sebagai lahan pertanian diubah menjadi areal pemukiman, lahan yang sebelumnya kosong atau bahkan masih berupa hutan semak belukar dibuka menjadi areal perladangan dan bahkan untuk daerah pemukiman bagi penduduk dan sebagainya. 52

Kecamatan Berastagi merupakan salah satu daerah penghasil tanaman pertanian terbesar di Tanah Karo sehingga untuk menunjang hal tersebut pemerintah setempat membuka pasar-pasar atau yang lebih dikenal dengan pajak baik pajak umum maupun pajak sayur sebagai tempat masyarakat baik petani maupun pedagang

51 Seselia Dormauli, Kehidupan Ekonomi, Budaya dan Sosial Kecamatan Berastagi, 12 Juli

2011, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16568/Chapter%20II.pdf , (14.30).

52 Seselia Dormauli, Kehidupan Ekonomi, Budaya dan Sosial Kecamatan Berastagi, 12 Juli

(6)

melaksanakan aktivitas ekonominya memperjual-belikan hasil pertanian tersebut. Pajak atau pasar ini umumnya tidak hanya digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Berastagi saja akan tetapi juga sering dikunjungi oleh masyarakat dari luar kecamatan tersebut atau bahkan dari luar kota seperti Medan, Kabanjahe, Sibolangit, Pancur Batu dan sebagainya dalam usaha membeli ataupun menjual barang-barang hasil pertanian dari dan ke daerah tersebut

Kecamatan Berastagi juga merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan daerah pariwisata yang besar maka lahan di Berastagi juga banyak diperuntukkan sebagai lahan pengembangan daerah pariwisata serta bangunan-bangunan umum yang mendukung kegiatan tersebut serta kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya. Sehingga pembangunan sarana-sarana umum sudah meningkat sehingga taraf kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kecamatan tersebut juga turut meningkat. Kecamatan Berastagi sebagai daerah pariwisata terbesar di Tanah Karo juga telah terkenal hingga ke daerah-daerah lainnya di Provinsi Sumatera Utara ini. Hal ini terjadi mengingat bahwa Berastagi merupakan daerah yang berhawa sejuk dengan potensi ataupun kekayaan alam yang sangat besar sehingga sangat menarik minat para wisatawan untuk mengunjunginya. 53

Hal ini tentunya turut menyumbangkan pendapatan yang besar bagi daerah tersebut. Untuk itu, pemerintah setempat berusaha menyeimbangkannya dengan menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang cukup dalam bidang

53 Seselia Dormauli, Kehidupan Ekonomi, Budaya dan Sosial Kecamatan Berastagi, 12 Juli

(7)

kepariwisataan tersebut, yakni dengan membangun hotel/losmen/penginapan, restoran/rumah makan, toko souvenir/cenderamata, dan keamanan serta kenyamanan di daerah tersebut khususnya di daerah yang menjadi objek atau Daerah Tujuan Wisata (DTW).54

B. Hukum Waris Adat Karo

Hukum Waris Adat adalah Hukum Adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan azas-azas Hukum Waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris, serta tata cara bagaimana harta warisan itu di alihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada ahli waris. Teer Haar menyatakan pendapatnya bahwa: “Hukum Waris Adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi”.55

Menurut Soepomo hukum waris adat :

……memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengalihkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goerderen) dari suatu generasi manusia (generatie) kepada keturunanya. Proses itu telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi akuut oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang sangat penting bagi proses itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengalihan harta benda dan harta bukan benda tersebut.56

54 Seselia Dormauli, Kehidupan Ekonomi, Budaya dan Sosial Kecamatan Berastagi, 12 Juli

2011, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16568/Chapter%20II.pdf , (14.30).

55 H. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 7 56 Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat, Jakarta: Pradya Paramita, 1987, hal.84

(8)

Pendapat diatas mengemukakan tiga hal yang penting dalam pengertian Hukum Waris Adat yaitu:

1) Proses pengoperan, penghibahan atau penerusan harta warisan; 2) Harta benda berbentuk materiil dan imateriil;

3) Dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Didalam kehidupan masyarakat Karo hukum waris adat disebut dengan

Peradaten Kerna Erta Tading-Tadingen (aturan hukum tentang harta warisan). Adapun hukum yang mengatur tatacara pembagian harta warisan adalah hukum adat asli yang telah menjadi kebiasaan yang diperlakukan dalam masyarakat apabila timbul masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan pengurusan dan pembagian harta warisan yang telah berulang kali dari generasi ke generasi selanjutnya.57

Menurut sistem hukum adat waris di Tanah Karo, pewaris adalah seorang yang meninggal dunia dengan meninggalkan sejumlah harta kekayaan, baik harta itu diperoleh selama dalam perkawinan maupun harta pusaka, karena di dalam hukum adat perkawinan suku Karo yang memakai marga itu berlaku keturunan patrilineal maka orang tua merupakan pewaris bagi anak-anaknya yang laki-laki dan hanya anak laki-laki yang merupakan ahli waris dari orang tuannya. Akan tetapi anak laki-laki tidak dapat membantah pemberian kepada anak perempuan, demikian juga sebaliknya. Hal tersebut didasarkan pada prinsip bahwa orang tua (pewaris) bebas menentukan untuk

57 Mahkamah Agung, Penelitian Hukum Adat Tentang Warisan Di Medan, Jakarta :

(9)

bagi harta benda kepada anak-anaknya berdasarkan kebijaksanaan orang tua yang tidak membedakan kasih sayangnya kepada anak-anaknya.

Adapun ahli waris atau para ahli waris dalam sistem hukum adat waris di Tanah Karo, terdiri atas:

a) Anak laki-laki

Yaitu semua anak laki-laki yang sah yang berhak mewarisi seluruh harta kekayaan. baik harta pencaharian maupun harta pusaka. Jumlah harta kekayaan pewaris dibagi sama di antara para ahli waris.

b) Anak angkat

Dalam masyarakat Karo, anak angkat merupakan ahli waris yang kedudukannya sama seperti halnya anak sah, namun anak angkat ini hanya menjadi ahli waris terhadap harta pencaharian/harta bersama orang tua angkatnya. Sedangkan untuk harta pusaka, anak angkat tidak berhak.

c) Ayah dan Ibu serta saudara-saudara sekandung si pewaris.

Apabila anak laki-laki yang sah maupun anak angkat tidak ada, maka yang menjadi ahli waris adalah ayah dan ibu serta saudara-saudara kandung si pewaris yang mewaris bersama-sama.

d) Keluarga terdekat dalam derajat yang tidak tertentu.

Apabila anak laki-laki yang sah, anak angkat, maupun saudara-saudara sekandung pewaris dan ayah-ibu pewaris tidak ada, maka yang tampil sebagai ahli waris adalah keluarga terdekat dalam derajat yang tidak tertentu.

(10)

e) Persekutuan adat

Apabila para ahli waris yang disebutkan di atas sama sekali tidak ada, maka harta warisan jatuh kepada persekutuan adat.58

Mengenai masalah anak perempuan yang tidak menerima harta warisan. Teridah Bangun mengatakan bahwa :

“mengenai masalah anak perempuan tidak dapat bagian dalam warisan dari kekayaan orang tuanya tidak dipersoalkan orang. Karena bersuami bahwa apabila dia kawin dengan seseorang yang lain marga induknya, maka dengan sendirinya ia pun akan mendapat warisan yang diterima suaminya sebagai pewaris harta orangtuanya.59

Bila diperhatikan lebih jauh, untuk disebut sebagai ahli waris memang anak perempuan belum bisa, namun dalam pelaksanaannya dapat kita lihat bahwa anak perempuan itu juga ada menerima harta peninggalan orang tuanya yaitu sebagai kenang-kenangan yang biasa disebut dengan hak pakai dari kalimbubu kepada anak beru. Selain itu ada kebiasaan dalam masyarakat Karo bahwa anak perempuan sebelum dan sesudah kawin akan diberikan barang-barang berharga seperti pakaian-pakaian, perhiasan dan lain-lain. Hal ini merupakan suatu kehormatan bahkan dianggap sebagai sesuatu keharusan.60

Semua pemberian ini memperlihatkan bahwa bapak atau anak laki-laki (kalimbubu) selalu siap mengulurkan tangan kepada anak perempuan dan keturunannya pada saat mereka menghadapi kesulitan atau memerlukan sesuatu.

58 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat dan BW,

Bandung : Refika Aditama,2005, hal.51

59 Teridah Bangun, Manusia Batak Karo, Jakarta, Inti Dayu Press, 1986, hal. 95

60 Frans Cory Melando Ginting, Perkembangan Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Adat

(11)

Sehingga tali persaudaraan diantara anak perempuan dan anak laki-laki tidak pernah terputus.

Pada umumnya anak perempuan yang sudah kawin selalu mendapat pemberian dari harta peninggalan orang tua berdasarkan kasih sayang (kekelengen)

berupa :

a. Jika pemberian kasih sayang (kekelengen) tadi berupa benda bergerak seperti perkakas/perabot rumah tangga, barang perhiasan berupa emas dan pakaian, maka pemberian barang-barang seperti ini menjadi hak milik anak perempuan tersebut.

b. Apabila pemberian kasih sayang (kekelengen) berupa tanah (sawah, kebun atau ladang) pemberian ini bersifat hak pakai dan formilnya hanya berlaku selama hidupnya penerima hak pakai. Oleh karena itu pada prinsipnya apabila anak perempuan yang mendapat hak pakai meninggal dunia, tanah hak pakai kembali kepada asal semula untuk menjadi pusaka yang akan dimiliki oleh saudara laki-lakinya sebagai ahli waris yang berhak atas harta pusaka.61

Hak pakai tadi formilnya berlaku seumur hidup anak perempuan penerima

kekelengen pada umumnya atau sering terjadi pihak ahli waris (saudara laki-laki) sebagai kalimbubu, jarang sekali meminta tanah hak pakai tersebut, jika yang bersangkutan meninggalkan keturunan. Apalagi jika anak itu tetap patuh dan hormat

61 Frans Cory Melando Ginting, Perkembangan Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Adat

(12)

kepada pihak Kalimbubu sesuai dengan aturan norma-norma kesopanan adat Batak Karo maka anak-anak yang ditinggalkan itu dapat terus menguasai tanah Kekelengen

dalam status hak pakai. Dengan demikian hak pakai tadi turun-temurun kepada anak-anak.

C. Pemberian Harta Benda Orang Tua Semasa Hidup Kepada Anak Menurut Hukum Adat Batak Karo

Mewariskan semasa hidup, yang berakibat pengalihan dengan seketika barang-barang dari harta benda orangtua kepada waris (dalam bahasa Jawa;

Marisake, Sulawesi; Pappasang).62

Menurut Datuk Usman terkait pemberian semasa hidup :

Pengalihan harta waris sesudah pewaris meninggal dunia merupakan proses yang universal dalam setiap hukum waris, tetapi pengalihan harta sebelum pewaris meninggal dunia dan merupakan proses dalam pembagian warisan setelah pewaris meninggal dunia, hal ini tidak biasa dalam hukum waris pada umumnya, namun hal tersebut dalam hukum adat merupakan penerapan dari salah satu asas atau prinsip pewarisan yaitu menurut hukum adat, harta peninggalan itu adalah meliputi semua harta benda yang pernah dimiliki oleh si peninggal harta semasa hidupnya. Jadi tidaklah hanya terbatas terhadap harta yang dimiliki pada saat sipeninggal harta mati.63

Maksud daripada pemberian semasa hidup ialah terutama untuk mewajibkan para waris untuk membagi-bagikan harta dengan cara layak menurut anggapan pewarisan dan juga untuk mencegah perselisihan.64

62 Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Opcit hal .91

63 Datuk Usman, Diktat Hukum Adat, Bina Saran Balai Penmas SU, Medan, 1988, hal.26

(13)

Pemberian semasa hidup merupakan suatu pemberian yang dilakukan oleh seseorang semasa hidupnya karena suatu tujuan. Pemberian dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau suami istri bersama atau sekeluarga rumah tangga. Pemberian dapat terjadi secara langsung antara pemberi dan penerima atau secara tidak langsung dengan perantara. Pemberian dapat terjadi dalam bentuk barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

Selama didalam ikatan perkawinan suami istri berkemungkinan mendapat pemberian harta benda dari orang tua mereka masing-masing untuk dipergunakan kedua suami istri dan anak-anaknya bersama-sama atau untuk menjadi milik pribadi istri sendiri atau suami sendiri ataupun untuk cucu tertentu atau secara bersama-sama. Pemberian itu bukan saja pemberian antara orangtua dengan anak kandungnya, tetapi juga mungkin dari mertua untuk menantu. Pemberian tersebut dapat berupa barang tetap atau barang bergerak atau hanya berupa hak pakai.

Di lingkungan masyarakat yang menganut sistem pewarisan kolektif atau kolektif mayorat pemberian orang tua adalah dalam rangka penerusan harta peningggalan yang tidak terbagi-bagi, namun bukan tidak mungkin ada pemberian orang tua kepada anaknya tertentu yang bersifat pribadi untuk menjadi milik perseorangan. Di tanah Batak pemberian orang tua tidak saja berlaku untuk anak sulung akan tetapi juga untuk anak bungsu. Di lingkungan masyarakat adat Daya Kendayan Kalimantan Barat kemungkinan pemberian orang tua kepada anak, akan lebih banyak diberikan kepada Anak Pangkalan yaitu anak yang menjamin

(14)

memelihara orang tua sampai wafatnya, tidak tertentu apakah anak sulung, anak tengah, atau anak bungsu.65

Di daerah Lampung ada adat kebiasaan dimana mertua memberi menantunya barang tetap atau barang bergerak. Misalnya ibu mertua memberi menantunya barang berupa pakaian wanita dan perhiasan wanita untuk menjadi milik atau hak pakai si menantu. Begitu pula dalam perkawinan Semanda Nunggu atau

Semanda Ngegabang adakalanya setelah adik isteri yang ditunggu-tunggu menjadi dewasa dan berumah tangga sendiri, maka sebagai tanda terima kasih mertua memberi menantu dan anaknya harta kekayaan berupa harta tetapatau harta bergerak untuk kehidupan suami istri bersama selanjutnya berpisah dari tempat kediaman mereka.66

Pemberian kepada anak setelah hidup Mencar dikalangan keluarga jawa baik sebelum maupun sesudah perkawinan selalu merupakan barang tambahan terhadap harta asal, hata bawaan istri atau harta bawaan suami. Di Banten dan juga di Aceh orang tua biasa memberikan rumah kepada anak wanita dan suami si wanita setelah perkawinan mengikuti tempat istri, Banteng Anut Ing Sapi kemungkinan ini dapat terjadi dalam bentuk perkawinan Tutburi dikalangan orang jawa. Dalam keadaan demikian maka harta pemberian seperti itu adalah milik isteri, walaupun selama ditunggu si suami ikut memperbaiki rumah itu.

65H.Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat,Opcit, hal.53 66 H.Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Lokcit

(15)

Demikian juga pada masyarakat adat Karo yang menganut system patrilineal dimana hanya anak laki-laki yang berhak mendapatkan harta. Akan tetapi anak laki-laki tidak dapat membantah pemberian kepada anak perempuan, demikian juga sebaliknya. Hal tersebut didasarkan pada prinsip bahwa orang tua (pewaris) bebas menentukan untuk membagi-bagi harta benda kepada anak-anaknya berdasarkan kebijaksanaan orang tua yang tidak membedakan kasih sayangnya kepada anak-anaknya.

Menurut sistem hukum waris adat Karo, proses pewarisan biasanya terjadi ketika si pewaris adat wafat, namun adakalanya sebelum pewaris wafat sudah dapat terjadi perbuatan penerusan atau pengalihan harta kekayaan serta penghibahan harta kekayaan pewaris kepada ahli waris . Hal ini dilakukan dengan cara penyerahan pemilikan atas benda sewaktu pewaris masih hidup.

Penyerahan pemilikan atas benda sewaktu pewaris masih hidup pada masyarakat Batak Karo dapat berupa :

a. Harta pusaka adalah harta yang pada pokoknya disebut dalam bahasa Karo

“Erta Tading Tadingen” yang berasal dari peninggalan nenek moyang secara turun-temurunatau harta asal di dalam perkawinan yang dibawa pihaksuami, ke dalam kehidupan keluarga menjadi harta warisan pusaka. Padaumumnya benda yang bergerak dapat berbentuk pakaian adat (Uis) atau perhiasan (Mas) berbentuk tanah (Taneh) rumah adat (Jabu).

b. Harta Pencaharian bersama adalah harta pencaharian bersama yang disebut dalam bahasa Karo “Erta Bekas Encari”, termasuk kekayaan yang diperoleh

(16)

suami-istri selama perkawinan. Harta pencaharian bersama ini dapat berupa benda-benda yang bergerak seperti kerbau lembu, kambing dan lain-lain, dan benda-benda yang tidak bergerak seperti rumah, tanah, sawah dan lain-lain. c. Harta Bawaan (Pemere Kalimbubu) adalah harta bawaan yang diperoleh istri

dari orangtuanya sebagai bekal kedalam ikatan perkawinan yang bebas dan berdiri sendiri. Harta bawaan yang berupa benda bergerak dapat berupa perhiasan emas (Mas), sedangkan benda tidak bergerak dapat berupa tanah (Taneh) maupun rumah (Jabu). Harta bawaan tersebut masuk menjadi harta perkawinan yang kemudian dapat diwariskan .67

Proses meneruskan dan mengalihkan barang-barang harta keluaga kepada anak-anak, kepada turunan keluaga itu, telah dimulai sejak orang tua masih hidup. Pengalihan harta tersebut dilakukan dengan pemberian harta kepada anak laki-laki dan anak perempuan baik berupa barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak .

Masyarakat Karo mengenal adanya konsep yang melukiskan anak laki-laki dengan sebutan matahari dan anak perempuan dengan sebutan bulan. Hal ini dapat dilihat pada setiap upacara perkawinan adat, oleh pihak Sangkep Sitelu yang berbicara memberikan nasehat dan doa restu selalu mengharapkan agar penganten

(17)

memperoleh anak dengan istilah matahari (anak laki-laki) dan bulan (anak perempuan). 68

Anak laki-laki mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam garis keturunan patrilineal khususnya bagi suku Karo karena merupakan penerus marga dalam suatu keluarga dan merupakan ahli waris utama ketika adanya pemberian harta menurut adat-istiadat Karo.69

Demikian juga anak perempuan,dimana peranan kaum perempuan Karo sejak dahulu sudah dapat terlihat didalam masyarakat baik dalam lapangan keagamaan, lapangan ekonomi, pertanian, perdagangan, serta dalam hal perundingan-perundingan adat, sering sekali suara seorang perempuan justru menentukan, atau paling tidak sangat mempengaruhi keputusan, baik dalam hal perkara perdata maupun dalam perkara pidana. Dengan demikian anak perempuan juga memiliki peran tersendiri sehingga ketika adanya pemberian harta oleh orangtua kepada anaknya, anak perempuan juga mendapat pemberian meskipun tidak sebanyak bagian anak laki-laki.70

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan bahwa pemberian semasa hidup diberikan kepada anak laki-laki dan anak perempuan, hal ini dapat terlihat pada Tabel No.3 berikut ini mengenai pemberian harta benda orang tua semasa hidup kepada anak yaitu sebagai berikut :

68 Sempa Sitepu, Sejarah Pijer Podi Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia, Medan : Adiyu,

1998, hal.21

69 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat dan BW, Opcit,

hal.51

(18)

Tabel No.3

Pemberian Harta Benda Orang Tua Semasa Hidup Kepada Anak

n = 35 NO DESA / KELURAHAN JUMLAH

RESPONDEN

PEMBERIAN HARTA SEMASA HIDUP KEPADA ANAK

LAKI-LAKI PEREMPUAN

1 Sempa jaya 7 4 3

2 Gundaling I 7 5 2

3 Rumah Berastagi 7 5 2

4 Tambak Lau Mulgap I 7 4 3

5 Lau Gumba 7 5 2

TOTAL % 100% 65,73% 34,27%

Sumber : Data Primer

Data yang ada pada tabel No.3 di atas menggambarkan bahwa 65,73% (enam puluh lima koma tujuh puluh tiga persen) responden telah melakukan pemberian harta semasa hidup baik kepada anak laki-laki demikian juga kepada anak perempuan sebanyak 34,27% (tiga puluh empat koma dua puluh tujuh persen).

Pada masyarakat Karo pemberian-pemberian (Pemere) yang dilakukan semasa hidup oleh orangtua kepada anaknya dapat dikelompokkan menjadi :

1. Barang Bergerak ; 2. Barang Tidak Bergerak ;

Pemberian-pemberian (Pemere) semasa hidup tersebut ada yang diperhitungkan dalam pembahagian harta warisan setelah si orang tua meninggal dan

(19)

ada juga yang merupakan pemberian biasa sehingga tidak perlu diperhitungkan lagi pada saat pembahagian harta warisan nantinya.

Pemberian (Pemere) harta benda kepada anak-anaknya baik anak laki-laki maupun anak perempuan semasa orang tua masih hidup dalam hukum adat Batak Karo lazimnya dapat berbentuk barang bergerak maupun tidak bergerak seperti yang tercantum dalam Tabel No.4 sebagai berikut:

Tabel No.4

Bentuk Pemberian Harta Orangtua Semasa Hidup Kepada Anak

n = 35

N O

DESA / KELURAHAN JUMLAH RESPONDEN

BENTUK PEMBERIAN SEMASA HIDUP BENDA BERGERAK BENDA TIDAK BERGERAK 1 Sempa jaya 7 1 6 2 Gundaling I 7 2 5 3 Rumah Berastagi 7 2 5

4 Tambak Lau Mulgap I 7 1 6

5 Lau Gumba 7 2 5

TOTAL % 100% 22,84% 77,16%

Sumber : Data Primer

Dari tabel di atas menggambarkan bentuk pemberian semasa hidup orang tua semasa hidup kepada anaknya yaitu bentuk pemberian harta semasa hidup yang berupa benda bergerak sebanyak 22,84% (dua puluh dua koma delapan puluh empat

(20)

persen), dan bentuk pemberian harta semasa hidup yang berupa benda tidak bergerak sebanyak 77,16% (tujuh puluh tujuh koma enam belas persen).

Ad.1 Pemberian Benda bergerak

Pemberian (Pemere) orangtua semasa hidup yang berupa barang bergerak biasanya berbentuk perabot rumah tangga (Perpenca), pakaian (Uis), uang (Penampat) dan perhiasan emas (Mas) yang diberikan kepada anak laki-laki maupun anak perempuan ketika akan menikah dan sebelum menikah.

Pemberian perabot rumah tangga (Perpenca) biasanya diberikan oleh mertua lelaki kepada anak baik laki-laki maupun perempuan ketika si anak telah menikah yang diibaratkan baru membangun rumah tangganya sehingga memerlukan perabot-perabot rumah tangga (Perpenca) dan merupakan suatu keinginan ( Sura-sura) dari orang tua untuk membantu anaknya atau sebagai suatu keinginan ( Sura-sura) si anak karena telah menikah dengan Impalnya71 dan merupakan suatu kewajiban orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan anaknya.72

Pemberian perhiasan emas (mas) dan pakaian (Uis) biasanya diberikan ketika si anak perempuan akan menikah, sehingga memerlukan Perhiasan emas (Mas) dan Pakaian (Uis) guna pelaksanaan pernikahannya. Perhiasan emas (Mas) dan

71 Perkawinan Impal adalah perkawinan antara seorang wanita, dimana ayah si wanita

bersaudara dengan ibu si pria

72 Wawancara dengan Kira Ginting, Kepala Desa Lau Gumba, Kecamatan Berastagi,

(21)

Pakaian (Uis) tersebut selanjutnya menjadi hak milik si perempuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pemberian uang pemere (Penampat) biasanya diberikan ketika si anak laki-laki maupun anak perempuan yang baru menikah sebagai modal untuk kehidupan si anak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 73

Sedangkan pemberian ternak hewan (Rubia) berupa kerbau, lembu, kambing merupakan suatu pemberian Tedik-tedik. Pemberian Tedik-tedik bermotifkan kasih sayang disebabkan salah seorang anak lebih pandai mencari perhatian orang tuanya, sehingga pemberian Tedik-tedik ini biasanya dilakukan secara diam-diam.74

Pemberian Tedik-tedik tidak diperhitungkan atau tidak perlu dikembalikan kedalam boedel pada waktu pembahagian harta warisan, sebab pemberian secara sembunyi-sembunyi itu menandakan orang tua kelak merelakan pemberian itu pada si anak, dan anak yang lain tidak perlu tahu, sehingga secara hukum tidak ada hak anak-anak yang lain menuntut pembagian atasnya.

Ad.2 Pemberian Benda Tidak Bergerak

Bentuk pemberian (Pemere) benda tidak bergerak biasanya berupa tanah atau ladang dari harta pusaka. Biasanya pemberian (Pemere) atas sebidang tanah diberikan kepada anak laki-laki yang sudah berumah tangga sebagai ladang untuk

73 Wawancara dengan Rusley Ginting, tokoh masyarakat di Kecamatan Berastagi, Kabupaten

Karo, Propinsi Sumatera Utara, Tanggal 30 Juni 2011

74 Wawancara dengan Rusley Ginting, tokoh masyarakat di Kecamatan Berastagi, Kabupaten

(22)

diusahainya sebagai tempat untuk mencari nafkah, pemberian (Pemere) inilah sebagai modal yang diberikan kepada si anak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tanah (Taneh) merupakan bentuk pemberian tanah yang didasarkan kepada banyaknya orangtua yang bermata pencaharian petani sehingga harta yang diberikan lebih dominan berbentuk tanah (Taneh) agar dapat diusahai oleh anaknya untuk kehidupan anaknya dimasa depan.

Hak seorang anak yang menerima tanah pemberian (Pemere) pada pokoknya adalah sebagai hak untuk dimiliki. Pada saat pemere diberikan telah beralih hak si ayah kepada si anak. Hak tersebut tidak diambil kembali dari si anak tersebut oleh si ayah maupun oleh ahli waris yang lain. Akan tetapi sifat Pemere itu masih terikat pada boedel harta warisan yang harus diperhitungkan nanti pada waktu pembahagian harta warisan di antara para ahli waris.

Selain tanah, Pemere yang dimaksud juga dapat berbentuk harta rumah (Barang Jabu) yang diberikan orang tua kepada anaknya. Rumah (Jabu) merupakan bentuk pemberian tanah didasarkan kepada banyaknya orangtua yang bermata pencaharian sebagai pengusaha dan disertai pemikiran yang modern sehingga harta yang diberikan lebih dominan berbentuk rumah (Jabu). Biasanya Barang Jabu

tersebut jatuh kepada anak laki-laki paling bungsu. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bila Barang Jabu diberikan kepada masing-masing anak baik laki-laki maupun anak perempuan.75

75 Wawancara dengan Sam Antonius Meliala, Tokoh Masyarakat di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara, Tanggal 30 Juni 2011

(23)

Dengan demikian Pemere yang berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak adalah tindakan pemberian orang tua semasa hidupnya, mendahului saat pembahagian warisan yang sebenarnya diantara para ahli waris, yang sifatnya masih terikat pada boedel warisan yang harus diperhitungkan sebagai penerima “Pemere”

tersebut saat pembahagian warisan.

Adapun pemberian (Pemere) orangtua semasa hidup kepada anak laki-laki dan anak perempuan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak mempunyai tujuan masing-masing seperti yang tercantum dalam Tabel No.5 yaitu sebagai berikut:

Tabel No.5

Tujuan Pemberian Harta Orangtua Semasa Hidup Kepada Anak n = 35

N

O DESA / KELURAHAN

JUMLAH RESPONDEN

TUJUAN PEMBERIAN HARTA SEMASA HIDUP

KASIH

SAYANG MODAL KAWIN UPAH

LAIN-LAIN

1 Sempa jaya 7 - 6 - 1

2 Gundaling I 7 3 2 - 2

3 Rumah Berastagi 7 2 3 1 1

4 Tambak Lau Mulgap I 7 2 4 1 -

5 Lau Gumba 7 4 3 - -

TOTAL % 100% 31,41% 51,41% 5,71% 11,4%

(24)

Dari tabel di atas menggambarkan tujuan pemberian semasa hidup kepada anak yaitu karena tujuan pemberian karena kasih sayang orang tua kepada anaknya sebanyak 31,41% (tiga puluh satu koma empat puluh persen), tujuan pemberian sebagai modal untuk anaknya kelak sebanyak 51,41% (lima puluh satu koma empat puluh satu persen), tujuan pemberian karena upah perkawinan (Perkawinan Impal) sebanyak 5,71% (lima koma tujuh puluh satu persen), dan tujuan pemberian karena alasan lain-lain ( agar harta tersebut tidak jatuh ke klan lain dan harta tersebut merupakan hak si anak) sebanyak 11,4% (sebelas koma empat persen).

Alasan pemberian harta benda karena Kasih Sayang (Kekelengen) oleh orang tua biasanya lebih diutamakan kepada anak perempuan karena dalam hukum waris adat batak Karo hanyalah anak laki-laki yang menjadi ahliwaris. Dengan demikian untuk menghindari anak perempuan tidak mendapatkan harta maka diberikanlah harta dengan alasan kasih sayang (Kekelengen). Sifat Kekelengen ini bukan semata-mata pengharapan, tetapi kesucian, keiklasan dan ketulusan.

Kekelengen ini tidak dapat dirampas, ia bebas dari noda, bebas dari kebencian dan kecemburuan atau keirian atau like and dislike. Kekelengen lepas dari rasa permusuhan, justru Kekelengen mampu mengatasi keangkaramurkaan, bila ditentang ia akan melahirkan penyesalan seumur hidup bagi orang yang menentangnya. Hal inilah latar belakangnya maka anak wanita tidak mendapat warisan, tetapi menerima kasih sayang.76

76 Pertampilan Brahmana Daliken Si Telu Dan Solusi Masalah Sosial Pada Masyatakat Karo, 12 Juli 2011, http://library.usu.ac.id/download/fs/bhsindonesia-pertampilan2.pdf , (15.30).

(25)

Alasan pemberian harta benda sebagai Modal (Penampat)77 dari orang tua biasanya berupa uang untuk diberikan kepada anak laki-laki dan anak perempuan untuk kehidupan mereka di masa datang setelah menikah.

Alasan pemberian sebagai upah perkawinan (Sereh) yaitu karena si anak laki-laki maupun anak perempuan telah menikah dengan Impalnya78, sehingga merupakan suatu keinginan (Sura-sura) si anak untuk meminta sesuatu dan merupakan suatu kewajiban orang tua untuk memenuhinya.79

Alasan pemberian harta agar harta tersebut tidak jatuh ke klan lain, maksudnya agar harta tersebut diberikan kepada anak yaitu hanya anak laki-laki, sebagai keturunan yang sah dan tidak diperkenankan anak perempuan menerimanya, karena apabila si anak perempuan telah menikah dengan orang lain maka anak perempuan tersebut akan mengikuti klan suaminya yang secara otomatis apabila harta tersebut diberikan kepada anak perempuan maka harta tersebut akan menjadi milik klan suaminya. Hal ini sesuai dengan system patrilineal yang hanya mengakui anak laki-laki sebagai ahli waris.80

Alasan pemberian harta benda karena merupakan hak si anak. Pada dasarnya orangtua akan memberikan harta kepada anaknya baik laki-laki maupun

77 Wawancara dengan Rusley Ginting, tokoh masyarakat di Kecamatan Berastagi, Kabupaten

Karo, Propinsi Sumatera Utara, Tanggal 30 Juni 2011

78 Perkawinan Impal adalah perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita, dimana

ayah si wanita bersaudara dengan ibu si pria

79 Wawancara dengan Kira Ginting, Kepala Desa Lau Gumba, Kecamatan Berastagi,

Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara, Tanggal 1 Juli 2011

80 Wawancara dengan Moro Purba, Kepala Desa Rumah Berastagi, Kecamatan Berastagi,

(26)

perempuan tetapi untuk memperoleh harta tersebut haruslah menjadi anak yang baik dan berbakti selama orang tua masih hidup. 81

Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka orangtua dapat memberikan harta benda semasa hidup kepada anak-anaknya baik kepada anak laki-laki maupun anak perempuan yang berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak.

81 Wawancara dengan Sinulingga, Kepala Lingkungan XII Tambaklau Mulgap I, Kecamatan

Gambar

Tabel No.1
Tabel No.2
Tabel No.3
Tabel No.4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jika terjadi angka yang sama (tie), pilihlah hari libur yang kebutuhan untuk hari yang berdekatannya terendah. Jika masih terdapat angka yang sama, secara

Persiapan materi Siti Maisaroh adalah menentukan tema, atau judul pembicaraan lalu mengumpulkan bahan-bahan, kemudian menulis materi ceramah urut sesuai dengan kerangka,

Bagaimana kita dapat membuktikan adanya peran kognitif dalam emosi sesorang? Setiap hari dalam kehidupan kita, munculnya emosi dan proses kognitif yang berkaitan dengannya adalah

Ketidakmampuan pihak reasuradur untuk memenuhi kewajiban pembayaran klaim ( schedule f) 0 4 Jumlah dana yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin

Penulisan Hukum dengan judul “PENYITAAN OBJEK FIDUSIA APABILA DEBITUR WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBT COLLECTOR DI PT MPM FINANCE DITINJAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM

Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,

Budi Tri Siswanto, M.Pd... Zainal

Pada Terminal BBM Semarang Group mesin pompa produk yang sering breakdown, yang dapat membuat kerugian waktu pengiriman bahan bakar ke SPBU di Jawa Tengah dan