• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mangrambu langi sebagai Ritual Rekonsiliasi. bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang. Oleh. Ermaya Trianingsi TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mangrambu langi sebagai Ritual Rekonsiliasi. bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang. Oleh. Ermaya Trianingsi TUGAS AKHIR"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Mangrambu langi’ sebagai Ritual Rekonsiliasi

bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang

Oleh

Ermaya Trianingsi

712015032

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program studi Teologi, Fakultas Teologi

Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar

Sarjana Sains Teologi

(S.Si. Teol)

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Ucapan Terimakasih

Penulisan tugas akhir ini adalah salah satu syarat kelulusan yang harus dipenuhi oleh seluruh mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga untuk itu saya menulis sebuah tugas akhir dengan judul

Mangrambu langi’ Sebagai Ritual Rekonsiliasi Bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang guna memenuhi sebagian dari syarat kelulusan tersebut. Dalam penulisan tugas akhir ini saya menerima banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu dikesempatan yang baik ini saya ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membatu saya.

Saya mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yesus karena atas rahmat dan kasih-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan segala baik tanpa Tuhan saya tidak akan mampu melewati segala kesulitan selama proses perkuliahan bahkan proses penulisan Tugas Akhir ini, saya mengimani dan mengalami kasih Tuhan yang luar biasa melalui kehadiran orang-orang disekitar saya yang selalu menolong dan mendukung saya.

Saya mengucapkan terimakasih kepada warga Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang di Toraja Utara yang telah membantu saya selama proses penelitian. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada tokoh adat kampung Sarang-Sarang yang telah membantu dan memberikan informasi kepada saya selama proses penelitian.

Saya mengucapkan terimakasih kepada kedua pembimbing saya yaitu, bapak Pdt.Dr. Rama Tulus Pilakoannu selaku pembimbing satu dan bapak Pdt.Izak Lattu,Ph.D selaku pembimbing dua yang telah membimbing dan mengarahkan saya selama penulisan tugas akhir ini sehingga rampung dengan segala baik. Ketiga, saya mengucapkan terimakasih kepada kedua reviewer yang telah mereview tugas akhir saya, meskipun saya tidak mengetahui siapa mereka tetapi saya tetap berterimakasih

(7)

vii

karena saya memperoleh nilai yang baik. Keempat, saya mengucapkan terimakasih kepada pihak Fakultas Teologi berseta Dekan, staf dan segenap dosen-dosen saya yang tercinta dan saya banggakan. Saya berterimakasih karena membantu saya selama berproses di kampus sehingga saya boleh lulus dengan baik.

Saya berterimakasih kepada rekan-rekan saya angakatan 2015, saya sangat senang dan bangga bisa berjumpa dengan kalian semua, saya banyak belajar dari kalian. Saya sangat berterimakasih atas segala bantuan dan perhatian teman-teman angkatan 2015 meskipun kita akan berpisah tetapi suatu saat pasti kita akan bertemu kembali. Harapan saya semoga semua proses yang telah kita lalui bisa mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih baik. Bravo 15. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Psikopatmily, saya senang dan bangga bisa menjadi bagian dari kalian. Kalian adalah saudara sekaligus teman di tanah rantau. Saya berterimakasih atas semua dukungan dan kasih sayang kalian, saya tidak bisa membalas segala kebaikan kalian tetapi satu yang pasti doaku senantiasa menyertai kalian. Aku cinta kalian Vanni, Ineztha, Windira, Akselo, Erika, Killa, Sintha, Resa, Prins, Yosua dan anak baru Angel Dima. Sampai ketemu ketika kita sudah jadi pendeta yahh, tak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada anak-anak kost Kemiri Hot. Vanni, Windi, Febby, Kak Cici, Kak Yuyu, Kak Olip, Nanda, Nova, Dalla, Angel dan Ai‟. Terimakasih sudah menjadi bagian hidup saya sampai ketemu yah disaaat kalian sudah punya suami.

Saya mengucapkan terimakasih kepada Ambarawa Squad, Akselo, Oktaviyan, Cindy, Kak Diane, Killa dan Dea Wattimena. Satu kalimat untuk kalian, „kalian luar biasa‟. Terimakasih sudah menjadi teman saya selama ber PPL di Ambarawa, semoga kita semua sukses yahh. Rasa terimakasih yang sama juga saya berikan kepada GIPB Ambarawa yang telah menjadi tempat saya belajar selama dua tahun semoga menjadi gereja yang terus maju dalam segala aspek. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Jemaat Imanuel Padang Sappa beserta seluruh anggota jemaat dan majelis gereja yang telah menyayangi dan menerima saya selama empat bulan dalam rangka ppl 10. Saya berterimakasih atas semua bantuan dan dukungannya. Saya

(8)

viii

mengucapkan terimakasih kepada bapak Pdt. Joni Tumaang, bunda Nansy Lande‟ adek Meisond, adek Jona,dan adek Tristan yang sudah mendukung dan mendoakan saya selama berada di Padang Sappa bahkan sampai saat ini.

Saya mengucapkan terimakasih kepada Luwu Club yang beranggotakan Ineztha, Wido dan Windy. Terimakasih sudah membantu dan mendukung saya, Luwu Club bukan kaleng-kaleng. Sampai jumpa di medan pelayanan yang lain.

Saya mengucapkan terimakasih kepada papa, mama, kakak dan adik yang telah membantu dan mendukung saya baik itu melalui materi maupun kasih sayang sehingga saya bisa menyelesaikan pendidikan dengan baik. Tak lupa juga saya mengucapkan terimakasih kepada semua om, tante, sepupu dan seluruh keluarga besar saya atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan.

Terakhir saya mengucapkan terimakasih kepada pacar saya Fandy Pilef Tindi, M.Th yang baik hati karena telah menyayangi, mendukung dan membatu saya selama proses kuliah. Semoga kita berjodoh yah.

Salatiga, 21 Agustus 2019

(9)

1

Mangrambu langi’ sebagai Ritual Rekonsiliasi

bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang

Ermaya Trianingsi

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai rekonsiliasi yang terkandung dalam ritual mangrambu Langi’ serta bagaimana nilai rekonsiliasi pada ritual mangrambu Langi’ bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang. Mangrambu langi’ adalah salah satu ritual yang hidup dan tumbuh di Toraja dan berdampingan dengan Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang, ritual ini dilakukandengan cara membakar hewan babi sampai habis ketika ada sesorang yang melakukan pelanggaran. Menurut kepercayaan warga setempat jika terjadi pelanggaran maka akan mendatangkan bencana alam dan merusak relasi antar sesama bahkan dengan Sang Ilahi untuk itu perlu diadakan ritual mangrambu langi’ sebagai cara untuk memulihkan kembali kehidupan menjadi baik seperti sedia kala. Penelitian ini menggunakan teori ritual dan rekonsiliasi guna memahami nilai mangrambu langi’ sebagai ritual rekonsiliasi bagi kehidupan warga Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dengan narasumber yaitu warga Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang beserta tokoh adat. Melalui penelitian ini keberadaan mangrambu langi’ tidak hanya dilihat sebagai tradisi atau ritual belaka tetapi melalui pelaksanaannya mengandung sebuah nilai rekonsiliasi yang memulihkan hubungan dengan Tuhan, alam dan sesama. Kata kunci: Mangrambu langi’, ritual, nilai, rekonsiliasi, Toraja

Pendahuluan

Tana Toraja adalah kota kecil yang terletak sejauh 328 km dari Makassar selaku ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dan memakan waktu kurang lebih delapan jam perjalanan jalur darat. Di Toraja masih terdapat banyak budaya kuno yang tetap eksis dan bertahan di tengah derasnya moderenisasi.1 Kata Toraja berasal dari bahasa Bugis To “orang” dan Riaja “dari atas” jadi bisa dikatakan artinya yaitu “orang yang

berasal dari atas” hal ini di dukung oleh lokasi Tana Toraja yang berada di

1 Rossa Indah Kurnia, Crossroad: Tentang Road Trip, Toraja, dan Pilihan Hati, (Bandung PT: Mizan Pustaka, 2014),164.

(10)

2

pegunungan .2 Tana Toraja sebagai salah satu kelompok suku yang berbeda dengan yang lainnya, suku Toraja memiliki budaya yang menjadikannya unik di tengah-tengah kemajemukan suku-suku.3

Masyarakat Toraja mengenal kepercayaan yang dikenal dengan istilah aluk todolo. Secara sederhana aluk todolo dapat diartikan sebagai ajaran, ritus atau larangan atau pemali, aluk tidak hanya sekedar keyakinan semata melainkan ada ajaran, upacara dan larangan yang bisa menjaga kehidupan penganutnya. 4 Keberadaan aluk todolo pada saat ini sudah sangat jarang ditemukan bahka nyaris tidak ada lagi karena mayoritas orang Toraja telah menganut agama Kristen dan agama yang lain. Pada jamannya aluk todolo mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan orang Toraja karena mempengaruhi pola pikir, tingkah laku, hubungan dengan sesama, alam sekitar bahkan dengan Sang Ilahi, sehingga tidak dapat dipungkiri kekuatannya yang akan tetap ada walaupun waktu telah bergerak maju.5 Meskipun saat ini mayoritas masyarakat Toraja banyak yang memeluk agama Protestan atau Katolik tetapi tradisi-tradisi leluhur dan upacara ritual masih terus dipraktikkan.6

Keunikan yang dimiliki oleh Toraja rupanya menjadikan Toraja sebagai tempat yang sangat menarik sehingga banyak orang yang ingin berkujung bahkan banyak peneliti yang telah meneliti soal kehidupan masyarakat Toraja. Salah satu aspek yang menarik untuk diteliti adalah keberadaan ritual dalam masyarakat Toraja, ritual sebagai salah satu bagian penting bagi orang Toraja yang telah diteliti oleh

2 Terannce W Bilge,Tana Toraja :A Social History Of an Indonesia, (Singapore ; Singapore

University Press,2005), 6.

3

Robi Panggarra, Upacara Rambu Solo’ di Tana Toraja :Memahami Bentuk Kerukunan di

Tengah Situasi Konflik, (IKAPI, 2015), 02.

4 Frans Palebangan, Aluk, Adat dan Adat Istiadat Toraja, Tana Toraja; (Toraja ; PT Sulo,

2007), 79.

5

Y.A.Sarira, Rambu solo’ dan Persepsi Orang Kristen Tentang Rambu Solo’ (Toraja;Pusbang Gereja Toraja,1996), 05.

6Rambu.Solo.Tradisi.Pemakaman.Unik.di.Tana.Toraja.Artikel ini telah tayang di Kompas.com

dengan judul "Rambu Solo, Tradisi Pemakaman Unik di Tana Toraja",

(11)

3

banyak orang namun sayangnya penelitian-penelitian tersebut belum melihat ritual yang berhubungan dengan rekonsiliasi karena itu penelitian ini ingin berfokus pada ritual yang berkaitan dengan rekonsiliasi yaitu ritual mangrambu langi’.

Bagi masyarakat Toraja rekonsiliasi adalah sesuatu yang amat penting karena menjaga kelangsungan hidup orang Toraja dan rekonsiliasi itu tercermin dalam ritual

Mangrambu langi. Mangrambu langi’ adalah salah satu budaya orang Toraja yang merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat Toraja terdahulu yaitu aluk todolo

dan masih dilakukan sampai saat ini. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu “mengasap langit‟‟, ia dikatakan mengasap langit karena pada waktu pelaksanaanya terdapat hewan babi yang dibakar habis sehingga asapnya membumbung ke atas langit. 7Mangrambu langi’ dilakukan ketika ada pelanggaran tertentu. Namun di daerah Sarang-Sarang dilakukan ketika ada perbuatan asusila terhadap darah daging atau keturunannya sendiri atau incest misalnya hubungan terlarang antara seorang ayah dengan anak perempuannya atau ibu dengan anaknya.

Mangrambu langi’ yang diwariskan oleh aluk todolo ini rupanya dilakukan juga oleh warga Sarang-Sarang yang sebagian besar adalah warga Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang. Ritual tersebut menjadi bagian dari tradisi budaya mereka yang memuat nilai rekonsiliasi. Rekonsiliasi adalah kesadaran untuk memperbaiki atau memperbaharui keadaan yang buruk kembali menjadi baik seperti semula. Upaya untuk memperbaiki keadaan tersebut dikenal dengan istilah rekonsiliasi. Secara alami rekonsiliasi lahir dari kesadaran akan dampak dari konflik serta kebutuhan untuk menguatkan kembali budaya, adat, dan identitas diri. Paul Lederach dan Kevin Avruch bependapat bahwa budaya lokal memiliki peran penting dalam proses pendamaian. Paul Lederach mengemukakan bahwa sumber terbesar untuk mempertahankan perdamaian dalam jangka waktu yang panjang selalu berakar dan berasal dari budaya setempat. Fakta bahwa rekonsiliasi dan perdamaian adalah hal yang utama dan tidak dapat berasal dari luar melainkan dari dalam. Keberadaan

7

(12)

4

budaya dilihat sebagai sumber daya untuk tranformasi konflik dan perdamaian. Peran budaya dalam proses rekonsiliasi diwujudkan dalam bentuk keadilan traditional berupa hukum adat yang berisi keyakinan terhadap peran roh, sihir dan leluhurnya.8

Rekonsiliasi berbicara seputar bagaimana orang hidup dan mewujudkan perdamaian yang positif dimana kebenaran dan keadilan menjadi bagian penting. Dalam Laporan Komisi Rekonsiliasi di Timor Leste menyebutkan bahwa Rekonsiliasi adalah proses pengakuan kesalahan masa lalu yang memuat penyesalan sekaligus pemberian maaf sebagai hasil dari proses pencapaian keadilan dalam masyarakat.9 Proses rekonsisliasi biasanya membutuhkan waktu yang lama bahkan melibatkan ritual tertentu. Proses rekonsiliasi melibatkan beberapa elemen seperti simbol, tindakan simbolis baik itu agama lokal dan nasional. Menurut Victor Turner ritual dan simbol menjadi komponen penting dalam proses rekonsiliasi karena tidak hanya mengungkapkan nilai sosial melainkan memuat tranformasi untuk perubahan sikap dan perilaku manusia. 10

Berdasarkan paparan di atas maka penulis berminat untuk mencari tau lebih jauh lagi bagaimana nilai rekonsiliasi dalam ritual Mangrambu Langi’ bagi komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-sarang. Adapun pertanyaan penting yang menjadi fokus penelitian ini adalah pertama, apa nilai rekonsiliasi yang terkandung dalam ritual Mangrambu Langi’. Kedua yaitu, bagaimana nilai rekonsiliasi pada ritual Mangrambu Langi’ bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang.

Berdasarkan pertanyaan yang menjadi fokus penelitian di atas maka tujuan yang ingin dicapai yaitu menjelaskan nilai rekonsiliasi dalam ritual Mangrambu

8

Brigit Blaucher, The Cultural Dimension Of Peace; Decentralization and Reconciliation In Indonesia, (Frankfurt: Goethe-University Frankfurt,2015), 15.

9 Komisi Laporan penerimaan, kebenaran, dan rekonsiliasi Timor Leste, Chega (Kepustakaan

Populer Gramedia: Jakarta, 2010), 18.

10

(13)

5

Langi’ dan menjelaskan nilai rekonsiliasi pada ritual Mangrambu Langi’ bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang.

Penelitian yang dilakukan akan menggunakan penelitian kualitatif. Metode ini juga sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik karena dilakukan pada kondisi dan latar yang alamiah.11 Subjek dari penelitian ini pemangku adat setempat,

ambe’ tondok, majelis dan warga jemaat Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang.

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi melalui tanya jawab lisan antar satu orang atau lebih.12 Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam yang akan diberlakukan untuk pemangku adat dan majelis gereja serta warga jemaat dari Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang. Selain wawancara peneliti akan mengunakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah pengkajian terhadap beberapa sumber pustaka (yang umumnya terdapat di perpustakaan seperti buku-buku, jurnal serta bahan tertulis lainnya) yang terkait dengan topik penelitian. 13 Dengan tulisan ini peneliti berharap memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang nilai rekonsiliasi dalam ritual Mangrambu langi’ bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang.

Adapun sistematika yang akan digunakan oleh penulis dalam proses penelitian ini adalah sebagai berikut, terdiri dari pendahuluan. Kemudian dilajutkan dengan pembahasan mengenai riual dan rekonsiliasi. Selanjutnya yaitu pembahasan tentang nilai rekonsiliasi yang terkandung dalam Mangrambu Langi’. Kemudian

Mangrambu Langi’ sebagai ritual untuk rekonsiliasi bagi Komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang.

11 Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatifi; Skripsi dan Tesis,

(Yogyakarta:Suaka Media,2015), 8-10.

12 Husaini Usman,Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta:Bumi

Aksara,2008), 129.

13 Patrisius Istiarto Djiwandono,Meneliti itu Tidak Sulit:Metodologi Penelitian Sosial dan

(14)

6 Ritual dan Rekonsiliasi

Ritual adalah serangkaian tindakan simbolik serta menjadi bagian dari budaya tertentu dalam sebuah masyarakat. Selain itu ritual dapat dipahami sebagai suatu tindakan tradisional yang bermakna dan dilakukan secara berulang dari waktu ke waktu. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ritual mampu menghubungkan aktivitas saat ini dengan peristiwa pada masa lalu melalui tindakan berulang. Margaret Mead menyebutkan bahwa ritual memiliki kapasitas sebagai serangkaian tindakan simbolis yang melibatkan tindakan fisik yang kemudian ditafsirkan untuk melihat makna apa yang terkandung di balik ritual tersebut. Ritual tidak membahas peristiwa-peristiwa manusia secara langsung tetapi berkomunikasi melalui simbol, mitos dan metafora.14 Selain berhubungan dengan simbol ritual pada dirinya berkaitan dengan hal-hal yang berbau mistis dalam sebuah masyarakat. Persoalan mengenai hal-hal mistis dalam masyarakat bukanlah sesuatu yang asing lagi dimana dalam kehidupan masyarakat kesukuan terdapat panguyuban mistis yang memiliki kepercayaan bahwa pelanggaran dan perbuatan yang tidak baik akan membawa malapetaka dalam lingkungan mereka untuk itu perlu dilakukan ritual untuk untuk memulihkan kembali keadaan seperti dahulu kala.15

Dalam masyarakat ritual adalah sesuatu yang penting karena mampu menghubungkan peristiwa masa lalu dan masa kini serta membantu proses sosialisasi bagi anggota baru dalam suatu masyarakat, di dalamnya memuat aturan, nilai-nilai dan struktur dalam masyarakat. Melalui ritual generasi selanjutnya akan belajar tentang nilai-nilai dalam masyarakat. Dengan demikian ritual juga menegaskan kembali setiap nilai yang diajarkan oleh orang dewasa pada masa lampau. Dengan ritual ini orang dalam satu masyarakat mampu mengerti sebuah aturan dan nilai dalam lingkungannya.16 Ada beberapa tipe ritual salah satunya yaitu ritual yang

14 Lisa Schirc, Ritual and symbol in peacebuilding, (USA;Kumarian Press,2005), 16-17. 15 Dhavamony, Fenomenologi, 176.

16

(15)

7

berhubungan dengan kehidupan keagamaan atau religious yang melibatkan kultus para leluhur.17 Keberadaan ritual sebagai sarana untuk berhubungan dengan yang ilahi menandakan bahwa ritual adalah komponen penting dalam kehidupan manusia contohnya ritual-ritual yang dilakukan dalam agama Hindu melalui pemujaan, ketika mereka menyembah alam sekaligus melihat kekuatan sang Ilahi. 18 Ada juga ritual yang dilakukan oleh suku primtif yang berhubungan dengan pertanian dengan tujuan untuk memperoleh kebaikan.19 Turner berpendapat bahwa tanpa ritual kehidupan keagamaan akan mati, karena melalui ritual pengenalan akan kehidupan keagamaan, nilai, kepercayaan dan kehidupan budaya dapat terjalin. Hal yang sama juga datang dari Bell yang berpendapat bahwa ritual adalah tindakan sosial yang lebih merangkul aktivitas keagamaan. 20

Tindakan keagamaan dapat dinampakkan dalam ritual, dapat dikatakan bahwa ritual merupakan agama dalam tindakan. Pelaksanaan sebuah ritual tidak terlepas dari kultus leluhur dan peran sang Ilahi. Banyak orang yang melaksanakan ritual karena ini menjalin relasi dengan yang Ilahi itu dengan tujuan untuk memperoleh hal yang baik. 21 Ketika sebuah ritual diadakan maka setiap ritual itu akan langsung berhubungan dengan Tuhan atau Sang Ilahi yang adalah pemberi dan pengatur kehidupan. Victor Turner menyebutkan bahwa ritus-ritus yang ada dalam sebuah masyarakat adalah pengambaran mereka tentang keyakinan religious yang mereka miliki. Menurutnya ritus-ritus memiliki beberapa fungsi yaitu

1. Melalui sebuah ritus konflik dapat diselesaikan

2. Melalui ritus pertikaian dalam masyarakat dapat diminimalisir dan sekaligus membangun rasa solidaritas dalam masyarakat.

3. Ritus menyatukan dua pendapat yang berbeda.

17

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta:PT Kanisius,1999), 175.

18 Dhavamony.Fenomenologi..172. 19 Dhavamony.Fenomenologi..,168. 20 Lisa Schirc, Ritual and symbol , 19-20. 21

(16)

8

4. Melalui ritus masyarakat akan memperoleh kekuatan untuk hidup lebih baik dari sebelumnya. 22

Setelah melihat beberapa fungsi ritual diatas sangat terlihat bahwa kehadiran ritual atau ritus adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan masyarakat karena ia mengandung sebuah nilai yang bisa membantu keberlangsungan hidup masyarakat menjadi lebih baik dan terus baik. Namun seiring berjalannya waktu kehidupan dalam suatu masyarakat tidak selamanya baik dan tidak menutup kemungkinan bahwa terjadi pergeseran dari nilai. Persoalan mengenai pergeseran nilai atau identitas diri ini bisa mendatangkan konflik dari konflik tersebut lahirlah kesadaran untuk memperbaiki atau memperbaharui keadaan yang buruk kembali menjadi baik seperti semula. Upaya untuk memperbaiki keadaan tersebut dikenal dengan istilah rekonsiliasi. 23

Peran ritual dalam proses rekonsiliasi berkaitan dengan keagamaan yang diperlihatkan dalam upacara (ritual), dapat pula dikatakan bahwa ritual merupakan agama dalam tindakan. Penghadiran pengalaman kebudayan dalam bentuk kultus adalah pokok bagi kehidupan kelompok keagamaan yang bersangkutan . itu adalah tindakan simbolis.24 Simbol adalah sebuah tanda yang mengartikan sesuatu, sebuah makna atau nilai dapat dijelaskan oleh sebuah simbol, misalnya sepasang merpati melambangkan kesetiaan. Dalam kebudayaan manusia simbol digunakan untuk mengungkapkan makan tertentu, struktur sosial atau mewakili aspek budaya tertentu. simbol bisa menjadi sarana untuk menggambarkan bagaimana konteks kehidupan suatu masyarakat. 25 Dalam pelaksanaan ritual sendiri simbol adalah komponen yang sangat penting karena simbol menjadi sarana untuk mengungkapkan nilai-nilai religious yang kita miliki. Selain itu simbol adalah perpanjangan dari penampakan

22 Y. W. Wartajaya Winangun, Mayarakat Bebas Struktur, Liminitas dan Komunitas Menurut

Victor Turner, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 67.

23Brigit Blaucher, The Cultural Dimension Of Peace: Decentralization and Reconciliation In

Indonesia.(Frankfurt:Goethe-University Frankfurt),2015), 1.

24 Dhavamony,Fenomenologi .. 167. 25

(17)

9

yang ilahi. Penggunaaan simbol sebagai alat untuk mencapai yang ilahi dilakukan dalam sebagian besar pelaksanaan ritual, misalnya ritual suku-suku primitif yang menggunakan topeng untuk mengidentikkan diri mereka dengan yang ilahi. Susanne Langer berpendapat bahwa ritual merupakan ungkapan yang lebih bersifat logis daripada hanya bersifat psikologis. Jadi dapat dikatakan bahwa ritual selalu memperlihatkan simbol yang diobjekkan. Melalui simbol yang diobjekkan itu makna dalam sebuah ritual akan diperoleh. Selain penyampaian suatu makna pelaksanaan ritual memiliki tujuan lain yaitu untuk memperoleh keselamatan dan pembaruan kembali. 26 Keselamatan dan pembaharuan kembali itu adalah bagian dari rekonsiliasi. Menurut Victor Turner ritual dan simbol menjadi komponen penting dalam proses rekonsiliasi karena tidak hanya mengungkapkan nilai sosial melainkan memuat tranformasi untuk perubahan sikap dan perilaku manusia. 27

Reskonsiliasi (KBBI) adalah perbuatan memulihkan hubungan persahabatan ke keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan.28 Sedangkan jika diambil dari akar kata latin concilium, rekonsiliasi secara sederhana dapat dipahami sebagai sebagai sebuah proses pertemuan antar pihak yang bermasalah untuk membahas pandangan dan pendapat yang berbeda untuk mencapai kesepakatan bersama.29 Dari defenisi sederhana ini terlihat bahwa rekonsiliasi adalah sesuatu yang dibutuhkan dan dikerjakan oleh setiap lapisan masyarakat ketika mereka hidup dalam sebuah komunitas karena ketika terjadi konflik atau kesenjangan dalam sebuah kelompok maka pasti ada usaha untuk memperbaiki keadaan yang buruk menjadi lebih baik.

Dalam bukunya yang berjudul Ritual and Symbol In Peacebuilding, Lisa Schirch mengemukakan bahwa rekonsiliasi atau perdamaian dapat dicapai melalui pelaksanaan ritual yang sekaligus menjadi pendekatan kultural dalam mengusahakan

26

Dhavamony.Fenomenologi.. 173-175.

27 Blaucher, The Cultural Dimension, 33.

28https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/rekonsiliasi diakses pada tanggal 05 Februari 2019 29 Geiko Muller, Pengampunan yang membebaskan; Pengampunan dan rekonsiliasi dalam

(18)

10

perdamaian.30 Ritual juga merupakan salah satu unsur dari budaya atau culture dalam sebuah masayarakat.31 Hal ini juga di dukung oleh pendapat Paul Lederach dan Kevin Avruch bahwa budaya lokal memiliki peran penting dalam proses pendamaian. Paul Lederach mengemukakan bahwa sumber terbesar untuk mempertahankan perdamaian dalam jangka waktu yang panjang selalu berakar dan berasal dari budaya setempat. Fakta bahwa rekonsiliasi dan perdamaian adalah hal yang utama dan tidak dapat berasal dari luar melainkan dari dalam. Keberadaan budaya dilihat sebagai sumber daya untuk tranformasi konflik dan perdamaian. Peran budaya dalam proses rekonsiliasi diwujudkan dalam bentuk keadilan traditional berupa hukum adat yang berisi keyakinan terhadap peran roh, sihir dan leluhurnya.32 Rekonsiliasi berbicara seputar bagaimana orang hidup dan mewujudkan perdamaian yang positif dimana kebenaran dan keadilan menjadi bagian penting. Dalam Laporan Komisi Rekonsiliasi di Timor Leste menyebutkan bahwa rekonsiliasi adalah proses pengakuan kesalahan masa lalu yang memuat penyesalan sekaligus pemberian maaf sebagai hasil dari proses pencapaian keadilan dalam masyarakat. 33 Proses rekonsiliasi biasanya membutuhkan waktu yang lama bahkan melibatkan ritual tertentu. Proses rekonsiliasi melibatkan beberapa elemen seperti simbol, tindakan simbolis baik itu agama lokal dan nasional. Menurut Victor Turner ritual dan simbol menjadi komponen penting dalam proses rekonsiliasi karena tidak hanya mengungkapkan nilai sosial melainkan memuat tranformasi untuk perubahan sikap dan perilaku manusia. 34

Rekonsiliasi berkaitan dengan proses untuk memperbaiki situasi yang tidak baik dan kacau, rekonsiliasi senantiasa mengutamakan penyembuhan dan pembaharuan.35 Dengan adanya rekonsiliasi maka situasi yang buruk atau konflik dapat diselesaikan dengan baik sehingga segala pihak yang terlibat di dalamnya akan

30 Schirc, Ritual. And symbol.. 01 31

Liliweri, Pengantar.. … 15.

32Blaucher, The Cultural Dimension, 15.

33 Laporan komisi penerimaan, kebenaran, dan rekonsiliasi Timor Leste..18. 34Blaucher, The Cultural Dimension, 33.

35

(19)

11

mengalami pembaharuan dan penyembuhan dari luka pasca konflik atau keadaan yang kacau. Secara alami rekonsiliasi lahir dari kesadaran akan dampak dari konflik serta kebutuhan untuk menguatkan kembali budaya, adat, dan identitas diri. Penguatan kembali ini dilakukan karena adanya pergeseran atau pergantian dari nilai dalam kebudayaan tersebut.36

Pada dasarnya rekonsiliasi berkaitan dengan proses perdamaian dimana kedamaian adalah suatu cita-cita dan harapan setiap orang, namun realitas kehidupan tidak selamanya mengantarkan setiap orang kepada kedamaian hidup karena tidak dapat dipungkiri dalam setiap perjalanan kehidupan seseorang akan ada titik dimana ia tidak menemukan kedamaian dan kedamaian itu rusak akibat satu konflik atau keadaan yang kacau, ketika keadaan yang kacau itu tiba maka secara alami kesadaran dalam diri seseorang akan perlunya suatu perbaikan kembali atau rekonsiliasi maka rekonsiliasi itu akan diusahakan untuk dilakukan dan kemudian dicapai agar kehidupan yang damai itu kembali diperoleh dan dinikmati.

Rekonsiliasi selalu berkaitan dengan kesadaran, ia lebih dari sekedar negosisasi biasa, istilah rekonsialiasi mengacu pada perubahan yang mendasar dalam kesadaran.37 Kesadaran itu yang akan mengantarkan kita untuk mengusahakan dan mewujudkan rekonsiliasi untuk memperoleh pembaharuan dan memperbaiki keadaan yang tidak baik. Melalui rekonsiliasi kita bisa mengatasi kesulitan dan beban masa lalu yang dibentuk oleh kenangan akan kekerasan, pengkhianatan dan penindasan menuju penyembuhan ingatan dan pengampunan.38 Tidak hanya menyembuhkan atau mengampuni melalui rekonsiliasi juga mengakibatkan terjadinya perubahan dalam masyarakat tentunya perubahan itu positif dan transformatif yang kemudian mengantarkan masyarakat pada kehidupan yang lebih baik lagi.

36Blaucher, The Cultural Dimension..01.

37 Muller, Pengampunan yang membebaskan.. 14.

38 Robert. J.Shreiter, Rekonsiliasai membangun tatanan masyarakat baru, (ENDE;Penerbit

(20)

12

Mangrambu Langi’ dan Kekristenan di Toraja

Mangrambu langi’ adalah salah satu budaya orang Toraja yang merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat Toraja terdahulu yaitu aluk todolo dan masih dilakukan sampai saat ini salah satunya di daerah Sarang-Sarang Sa‟dan Ulusalu. Meskipun Kekristenan telah lama menyapa daerah tersebut tetapi mereka tetap menaruh kepercayaan pada warisan masa lalu dan tetap mereka lakukan dengan keyakinan bahwa apa yang telah mereka lakukan adalah suatu keharusan. Selain itu Gereja Toraja yang notabene hidup di tengah-tengah keragaman budaya dan tradisi memberikan dukungan serta paham Gereja Toraja yang beraggapan bahwa Injil harus di transformasikan ke dalam adat sehingga tidaklah menjadi asing jika budaya berjalan bersama dengan Kekristenan.39

Mangrambu langi’ Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu “mengasap langit‟‟, ia dikatakan mengasap langit karena pada waktu pelaksanaanya terdapat hewan babi yang dibakar habis sehingga asapnya membumbung ke atas langit.

40

Ritual ini berkaitan dengan prosesi seseorang dalam kampung untuk mengaku dan menebus dosanya. Ritual ini tidak dilakukan dengan sembarangan ada ketentuan khusus yang harus diperhatikan yaitu jenis pelanggaran atau kesalahan yang telah dilakukan khusus untuk daerah Sarang-Sarang, seseorang yang dikatakan Mangrambu langi’ ketika ia melakukan perbuatan asusila terhadap darah daging atau keturunannya sendiri atau incest, misalnya hubungan terlarang antara seorang ayah dengan anak perempuannya atau ibu dengan anaknya. Jika seseorang dalam kampung telah melakukan hal demikian maka ia harus melaksanakan ritual Mangrambu langi’. 41

Dalam ritual tersebut yang bersangkutan harus menyiapkan beberapa ekor babi untuk disembelih dan dibakar habis di semak-semak yang terletak di belakang rumah menggunakan parang atau pisau biasa. Ada hewan babi yang harus dibakar

39 Wawancara dengan Markus Busa Isi (MG Getor Elim Sarang-Sarang), 05 Maret 2019. 40 Wawancara dengan Kornelius Isa (tokoh adat kampung ) ,05 Maret 2019.

41 Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P,

(21)

13

habis sebagai simbol utuk membakar semua keburukan dan kesalahan yang telah dilakukan oleh seseorang kemudian ada juga babi yang dibakar di rumah si pelaku kemudian dimasak dan dimakan bersama setelah selesai melakukan prosesi pembakaran babi sampai habi tersebut. 42

Seluruh prosesi dari Mangrambu langi’ ini ditentukan dan dihadiri oleh tua-tua adat, ambe’ tondok, pemerintah dalam hal ini RT/RW, majelis Gereja dan warga dalam kampung tersebut. Jika para tua-tua adat dan ambe’ tondok telah menetapkan berapa jumlah babi yang akan disembelih maka harus dilaksanakan sesegera mungkin. Ritual ini bisa dilakukan di pagi hari, siang atau sore hari, tidak ada waktu khusus untuk pelaksanaanya yang harus diperhatikan adalah si pelaku menyiapkan semua hewan yang telah ditentukan.43 Setelah pelaku selesai Mangrambu langi’ maka ia dinyatakan bersih dari kesalahan yang telah ia lakukan sekaligus memulihkan kembali hubungan dengan Tuhan, alam yang meliputi manusia, hewan dan tumbuhan, bahkan relasi dengan sesama warga kampung. 44

Tingkatan dan aturan dalam Mangrambu langi’

Pada dasarnya Mangrambu langi’ memilki beberapa tingkatan dalam proses pelaksanaanya tingkatan ini telah ada sejak jaman dulu ketika orang Toraja masih menganut Aluk Todolo. Pertama yaitu, pada jaman dahulu pihak perempuan diperintahkan untuk membakar ayam karena pihak perempuan tidak dapat membeli babi sehingga pihak laki-laki yang harus menyiapkan babi. Kedua yaitu Mangrambu langi’ yang menggunakan babi yang jumlahnya satu ekor ini diperntukkan untuk kasus hubungan terlarang antar keluarga. Ketiga yaitu Surasan Tallang, ini berlaku untuk seseorang yang melakukan pelanggaran incest, ia harus menyiapkan tiga atau empat ekor babi dimana yang satu ekor harus dibakar habis dan dilakukan di tempat yang jauh dari rumah karena dianggap sebagai sesuatu yang buruk dan sisanya akan

42 Wawancara dengan Kornelius Isa, Markus Busa Isi, 05 Maret 2019. 43 Wawancara dengan Kornelius Isa, 05 Maret 2019.

44

(22)

14

disembelih di rumah untuk dimakan bersama sebagai ucapan syukur atas selesainya ritual tersebut. Kemudian ada juga yang menggunakan hewan ayam jika hubungan terlarang itu terjadi antara orang lain dengan orang lain 45 Pernyataan yang agak berbeda datang dari beberapa narasumber yang menyebutkan bahwa Mangrambu langi’ dengan tingkatan Surasan Talllang itu hanya untuk satu kasus saja yaitu incest

sedangkan untuk kasus lain memang menyembelih hewan babi namun tidak dikatakan sebagai Mangrambu langi. 46

Selain tingkatan dalam proses ritual Mangrambu langi beberapa ada aturan yang harus diperhatikan. Antara lain yaitu

1. Hewan babi yang dibakar habis itu harus dibakar di belakang rumah, di semak-semak yang jauh dari rumah ini aturan yang harus dilaksanakan karena babi yang dibakar itu dianggap sebagai hal buruk atau pelanggaran yang telah dilakukan oleh si pelaku untuk itu harus dijauhkan dari lokasi rumah. Ketika babi itu akan dibakar di semak-semak tidak perlu dihadiri oleh banyak orang47 2. Orang yang menyembelih hewan babi tersebut adalah si pelaku pelanggaran

dengan menggunakan parang atau pisau pada umumnya dan kemudian membakar babi itu sampai habis dan kemudian ditinggalkan tanpa melihat lagi apa yang terjadi dengan babi itu.

3. Babi yang telah dibakar habis atau yang disembelih di rumah si pelaku tidak boleh dimakan oleh si pelaku dan juga keluarganya, karena dianggap mereka akan memakan kembali kesalahan yang telah mereka lakukan.48

4. Jika sudah ditentukan oleh ambe’ tondok maka si pelaku harus menaati semua ketentuan tersebut dan segera menyiapkan babi yang telah ditentukan jumlahnya.

45 Wawancara dengan Nek Rianti ( tokoh adat ), 04 Maret 2019. 46 Wawancara dengan Kornelius isa dan Markus Pagiling. 47 Wawancara dengan Nek Rianti,04 Maret 2019.

48

(23)

15

5. Prosesi Mangrambu langi’ harus menggunakan hewan babi karena itu adalah aturan yang telah ada sejak dahulu dan akan terus diberlakukan . 49

Kepercayaan Masyarakat setempat berkaitan dengan Mangrambu langi’

Kampung Sarang-Sarang Sa‟dan Ulusalu adalah sebuah daerah yang seluruh wilayahnya dikelilingi oleh gunung dan tebing-tebing disamping itu ada banyak sekali lahan yang digunakan oleh warga setempat untuk menanam berbagai jenis tanaman. Untuk itu mereka sangat memelihara dan menghargai tanah tempat mereka merenda hidup dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga walau hanya seadanya saja. Untuk itu jika sesuatu yang buruk terjadi pada tanah mereka maka bisa dibayangkan betapa rugi dan berapa banyak kesedihan yang harus mereka tanggung. Akhirnya pada tahun 2017 yang lalu telah terjadi bencana tanah longsor yang amat besar yang menimbulkan kerugian materi yang tidak sedikit, awalnya warga sekitar berpikir bahwa itu bencana alam yang biasa terjadi, tetapi setelah bencana yang sama terjadi lagi mereka mulai berpikir dan bertanya-tanya sebenarnya apa yang telah terjadi di kampung mereka.50

Warga kampung Sarang-Sarang memliki kepercayaan bahwa ketika terjadi bencana dalam kampung seperti tanah longsor yang menimbulkan kerugian yang amat besar karena menghancurkan rumah, kebun, menyeret hewan kerbau penduduk bahkan sampai mengahancurkan patane (kuburan orang Toraja). Selain tanah longsor dan bencana alam lainnya serangan babi hutan yang masuk ke dalam kebun penduduk meskipun diusir tetapi babi hutan terus berdatangan serta ketika penduduk menanam tetapi tidak diberi hasil karena tanaman mereka tidak berisi atau habis dimakan oleh babi hutan. Semua kejadian tidak mengenakkan ini diyakini sebagai akibat dari tindakan yang tidak baik dari salah seorang warga kampung. Mereka percaya bahwa ketika ada bencana berarti ada diantara mereka yang telah melakukan kesalahan fatal sehingga membuat bencana terus berdatangan. Selain bencana alam, tanaman tidak

49 Wawancara dengan Kornelius Isa

50 Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P,

(24)

16

berisi dan serangan babi hutan, masyarakat Sarang-Sarang juga percaya bahwa ketika terjadi kerapuhan manusia dalam hal ini terjadi kasus kematian yang begitu banyak dalam kurun waktu yang tidak lama atau seseorang sakit dan tidak pernah sembuh maka seseorang telah melakukan kesalahan sehingga hal-hal buruk terus datang dan menimpa kehidupan mereka.51

Setelah melihat semua bencana yang terjadi dan telah dilakukan pertemuan atau

ma’ kombongan dan ditemukan pelanggaran yang amat fatal yaitu incest maka hukum atau penyelesainnya adalah dengan cara melakukan ritual Mangrambu langi’ dimana dalam ritual ini hewan babi akan disembelih dan dibakar habis , dengan ritual ini masyarakat Sarang-Sarang percaya bahwa semua akan kembali baik seperti sedia kala, melaui ritual ini pula kita bisa berkomunikasi dengan yang Ilahi.52 Dalam pelaksanaan ritual tersebut memuat penyesalan yang amat mendalam dari pelaku, selain itu sekaligus memberikan efek jera betapa tidak bisa dikatakan bahwa pelanggaran yang ia lakukan amat memalukan sehingga ia harus Mangrambu langi’ dan bagi siapapun yang melaksanakan ritual tersebut artinya dia telah melakukan hal yang amat memalukan sehingga ia akan dikucilkan dan diperlakukan dengan tidak baik dalam kampungnya sendiri. Ini memberikan efek jera bagi si pelaku53.

Ketika seseorang melakukan ritual Mangrambu langi’ berarti ia telah melakukan kesalahan yang amat fatal sehingga mendatangkan musibah dan keburukan dalam kampung. Keburukan itu pun dikaitkan dengan daging babi yang dimasak pada hari pelaksanaan Mangrambu langi’, pada waktu itu orang-orang yang memakan daging tersebut merasakan bahwa dagingnya sangat tidak enak berbeda dengan daging babi pada umumnya. Mereka percaya bahwa karena itu berasal dari keburukan maka dari itu rasa dagingnya tidak enak dan berbeda dari daging babi pada umumya.54

51 Wawancara dengan Nek Rianti, 04 Maret 2019.

52 Wawancara dengan Kornelius Isa dan Markus Pagiling ,04-05 Maret 2019. 53 Wawancara dengan Markus Pagiling ,05 Maret 2019.

54

(25)

17

Tujuan pelaksanaan Mangrambu langi’

Berdasarkan kepercayaan masyarakat dalam kampung Sarang-Sarang bahwa ketika seseorang dalam suatu kampung kedapatan melakukan suatu pelanggaran salah satunya yaitu incest atau hubungan sedarah maka ia diwajibkan untuk menjalani hukum adat yakni melakukan ritual Mangrambu langi’ yang bertujuan untuk memperbaiki kembali hubungan yang telah rusak akibat perbuatan yang amat memalukan betapa tidak karena masyarakat Toraja adalah orang-orang yang amat menjunjung tinggi nilai rara buku atau darah dan tulang, sehingga ketika ia dirusak oleh sebuah perbuatan yang tidak baik dalam hal ini hubungan terlarang maka semua itu akan merusak tali persaudaraan dan mendatangkan konflik serta perselisihan bahkan sampai membuat alam marah.

Melalui kehadirannya Mangrambu langi’ menjadi sarana untuk memulihkan kembali hubungan dengan beberapa elemen yang penting dalam kehidupan masyakat Toraja, adapun elemen tersebut yaitu, pertama Tuhan atau Dewata (aluk Todolo), melalui mangrambu langi’ seseorang akan menyatakan penyesalan dan pertobatannya kepada Tuhan sehingga dengan ritual tersebut hubungan yang rusak itu akan pulih, ketika asap yang berasal dari pembakaran hewan babi membumbung ke atas langit maka itu menjadi sarana berkomunikasi dengan sang Ilahi dan ada darah babi yang menetes atau biasa disebut dipa’to’doi rara bai. 55 Kedua yaitu alam yang menjadi tempat berpijak tallu lolona yang terdiri dari lolo tau, lolo tananan dan lolo patuan.

Tallu lolona adalah tiga berkat utama dalam pandangan masyarakat Toraja yang meliputi manusia lolo tau, hewan lolo patuan dan tumbuhan lolo tananan semua elemen ini hidup dan menjadi bagian dari .56 Ketiga, selain tallu lolona ritual tersebut diyakini bisa memperbaiki kembali kuli’na padang atau bumi tempat kita berpijak sehingga alam yang tadinya marah bisa kembali tenang dan tanah kembali

55 Wawancara dengan Markus pagiling, Markus busa isi dan Kornelius . 56

(26)

18

memberikan hasil yang baik bagi masyarakat ketika menanam.57 Melaui ritual

Mangrambu langi’ seseorang dapat membersihkan dirinya dari pelanggaran yang telah ia lakukan, membuat kehidupan di dalam kampung menjadi tenang serta mendapatkan damai sejahtera seperti sedia kala.58 Selain itu pelaksanaan ritual tersebut memuat penyesalan yang amat mendalam dan komitmen untuk tidak melakukan kesalahan lagi sekaligus memberikan efek jera betapa tidak bisa dikatakan bahwa pelanggaran yang ia lakukan amat memalukan sehingga ia harus mangrambu langi’ dan bagi siapapun yang melaksanakan ritual tersebut artinya dia telah melakukan hal yang amat memalukan sehingga ia akan dikucilkan dan diperlakukan dengan tidak baik dalam kampungnya sendiri.59 Jika ritual Mangrambu langi telah selesai dilakukan maka kesalahan atau pelanggaran dari orang tersebut telah dianggap bersih dan diterima kembali di dalam kampung, konflik yang awalnya merusak semua hubungan dengan semua elemen yang ada berubah menjadi perdamaian dan pembaharuan kembali dengan semua elemen yang ada, tidak hanya itu hubungan antar sesama juga dipulihkan terlebih lagi hubungan dengan Tuhan atau Sang Ilahi. 60 Tata Cara Pelaksanaan Mangrambu langi’

Proses pelaksanaan Mangrambu langi’ itu diawali dengan pertemuan para tua-tua adat, ambe’ tondok dan warga kampung dalam satu tempat, pertemuan itu disebut ma’ kombongan. Pertemuan ini dilakukan karena keadaan kampung yang tidak kondusif lagi dimana banyak terjadi bencana alam seperti longsor, kemudian serangan babi hutan, tanaman tidak memberikan buahnya atau kerapuhan manusia yang menyebabkan kematian yang tidak biasa. Kejadian tersebut mengantar orang-orang dalam kampung untuk bertemu dan mencari tahu kira-kira apa yang sedang terjadi. Menurut kepercayaan dan keyakinan masayakarat tersebut jika ada bencana

57

Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P, Debora A, Ludia P dan Debora R, 04-08 Maret 2019.

58 Wawancara dengan Markus Pagiling dan Kornelius Isa, 04-05 Maret 2019. 59 Wawancara dengan Markus Pagiling ,05 Maret 2019.

60

(27)

19

dan kejadian yang tidak baik dalam kampung maka ada seseorang dalam kampung yang telah melakukan kesalahan untuk itu perlu dicari tau melalui pertemuan ma’

kombongan.61Pertemuan tersebut dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok pria dan kelompok wanita meskipun dibagi kelompok laki-laki dan perempuan tetap berada di halaman yang sama namun beda tempat, pemisahan ini dilakukan agar kaum laki-laki dan perempuan bisa memeriksa diri dan mencari tahu apa yang terjadi diantara sesama mereka. Pertemuan ini dilakukan dengan tenang dan tanpa kekerasan serta ketika pertemuan itu dilakukan orang yang hadir akan saling berbisik dan mencari tau kira-kira apa yang sedang terjadi atau adakah diantara mereka yang telah melakukan suatu kesalahan sehingga menyebabkan semua bencana alam yang terjadi di kampung mereka atau adakah diantara mereka yang melihat salah satu warga kampung yang telah melakukan kesalah, jika ada maka semua akan terungkap ketika pertemuan itu dilakukan.62 Jika dalam pertemuan tersebut tidak didapati orang yang melakukan kesalahan maka tua-tua adat dan ambe’ tondok akan menyembelih hewan ayam atau babi dan kemudian berdoa dengan harapan bahwa semua elemen yang ada akan kemali tenang dan kehidupan akan kembali seperti sedia kala.63

Setelah mereka selesai memeriksa dan mereka menemukan seseorang yang telah melakukan kesalahan atau pelanggaran maka kelompok yang telah menemukan itu kemudian memberitahu tua-tua adat beserta ambe’ tondok bahwa mereka telah menemukan apa yang mereka cari. Kemudian pada ambe’ tondok dan tua-tua adat menemui yang bersangkutan kemudian duduk bersama untuk membicarakan semua yang telah ditemukan dalam pertemuan atau ma’ kombongan, dalam pertemuan tersebut akan dihadirkan pelaku dan korban atau saksi jika ada saksi, setelah mereka bertemu dan duduk bersama dimulailah pembicaran dan penetuan jalan keluar bagi semua. Jika sudah ada pertemuan seperti ini maka si pelaku akan menyatakan diri

61

Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P, Debora A, Ludia P dan Debora R ,04-08 Maret 2019

62 Wawancara dengan Setiani P, Debora Padang, Debora Ampang dan Ludia Padang , 04-08

Maret 2019

63

(28)

20

bersalah dan mengaku semua dosanya serta berjanji akan patuh terhadap semua hukuman dan sanksi adat yang harus dia jalani akibat dari perbuatannya sendiri. Setelah ia mengaku maka disinilah peran ambe’ tondok dan tua-tua adat untuk menentukan kira-kira konsekuensi dan hukuman seperti apa yang pantas dia terima sesuai dengan kesalahan yang telah ia lakukan.

Berkaca dari kasus pada tahun 2017 yang terjadi di Sarang-Sarang, si pelaku mengaku bahwa ia telah melakukan kesalahan dengan cara melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya sendiri atau incest, berangkat dari pelanggaran itu maka hukum yang harus ia terima yaitu ia harus Mangrambu Langi’ dengan tingkatan

Surasan Tallang yaitu ia harus menyiapkan tiga atau empat atau tiga ekor babi dimana seekor babi harus di bakar habis dan sisanya akan disembelih dan dimakan bersama. Setelah selesai menetapkan jumlah babi yang harus disiapkan maka akan ditentukan hari pelaksanaanya. Tidak ada hari khusus untuk pelaksaannya,dapat dilakukan pagi, siang atau sore hari yang terpenting adalah ketika sudah diputuskan oleh tua-tua adat atau ambe’ tondok maka harus segera dilaksanakan.

Setelah semua telah disiapkan oleh yang bersangkutan maka pelaksanaan ritual mangrambu langi’ dimana satu ekor babi harus disembelih dan dibakar sampai habis di rerumputan atau semak-semak yang berada di belakang rumah atau jauh dari rumah si pelaku karena hal itu berkaitan dengan keburukan maka harus dijauhkan dari rumah. Setelah si pelaku selesai menyembelih dan membakar itu maka ia kembali ke rumah dan melajutkan rangkaian acara selanjutnya yaitu penyembelihan babi selanjutnya dan kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama. Setelah semua itu selesai maka tahap selanjutnya yaitu memanggil salah seorang Majelis Gereja untuk berdoa untuk mengucap syukur atas selesainya prosesi Mangrambu langi’. Dengan diadakannya Mangrambu langi’ diharapkan semua elemen yang ada menjadi pulih kembali dan kehidupan akan lebih baik lagi.64

64 Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P,

(29)

21

Mangrambu langi’ dalam pandangan Komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaaat Elim Sarang-Sarang

Bagi komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang sendiri

Mangrambu langi’ adalah bagian dari kepercayaan masyarakat Toraja terdahulu yaitu

aluk todolo, kepercayaan dan tradisi itu telah hidup dan menjadi bagian dari diri mereka meskipun mereka telah menganut agama Kristen dan harus dipatuhi sebagai aturan. Keberadaan mangrambu langi’ adalah suatu adat atau budaya yang harus di dukung pelaksanaanya karena ritual tersebut memberikan manfaat bagi mereka, manfaat itu tercermin ketika terjadi satu masalah dan melalui ritual itu segala elemen kehidupan yang awalnya rusak karena suatu kesalahan akan kembali pulih seperti sedia kala. Elemen tersebut segala elemen kehidupan yang awalnya rusak karena suatu kesalahan akan kembali pulih seperti sedia kala. Elemen tersebut yaitu tallu lolona yang meliputi manusia, hewan dan tumbuhan serta memperbaiki hubungan dengan Tuhan dan sesama. 65

Dukungan yang diberikan oleh komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang mereka tampilkan dengan cara terlibat dan tidak menolak atau menarik diri ketika ritual tersebut dilaksanakan. Salah satu bentuk dukungan mereka adalah turut serta ketika ada pertemuan atau ma’ kombongan, selain itu beberapa tua-tua adat yang terlibat di dalamnya adalah komunitas Kristen Gereja Toraja Jem. Elim Sarang-Sarang yang turut melibatkan diri mereka untuk mencari solusi dan terlibat langsung dalam proses-proses Mangrambu langi’ mulai dari pertemuan pertama sampai kepada pelaksaaaan ritualnya66. Dukungan serta keterlibatan yang mereka lakukan menunjukkan bahwa ritual ini memilki nilai tersendiri bagi mereka terkhusus ketika terjadi sebuah bencana dan kejadian yang tidak menyenangkan maka dengan hadirnya mangrambu langi’ maka mereka bisa terbebas dari situasi yang tidak

65 Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P ,

04-05 Maret 2019.

66 Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P ,

(30)

22

mengenakkan tersebut serta memperoleh kedamaian. Dengan mengadakan ritual itu maka semua elemen yang rusak itu akan kembali pulih atau dengan kata lain telah terjadi rekonsiliasi atau pemulihan kembali segala elemen yang telah rusak akibat kesalahan selain itu hubungan antar sesama yang sempat rusak akibat konflik akan pulih kembali seperti sedia kala.67

Pelaksanaan ritual Mangrambu langi’ ini mendapat dukungan yang besar dari komunitas tersebut betapa tidak karena melalui ritual tersebut kehidupan mereka akan kembali seperti semula, ketika mereka menanam maka akan membuahkan hasil, tanaman mereka akan aman dari serangan babi hutan, kehidupan mereka sebagai manusia akan aman dan terhindar dari sakit penyakit yang membuat kematian tidak wajar, kampung mereka akan aman dari serangan bencana alam, hubungan dengan sesama akan menjadi lebih baik sehingga kehidupan mereka bisa berjalan dengan baik, betapa tidak jika semua elemen yang ada di alam tempat mereka tinggal itu rusak maka mereka tidak bisa menyambung hidup dan akan mengalami penderitaan karena alam tempat mereka hidup adalah sumber berkat bagi kehidupan mereka yang notabene adalah petani dan peternak. 68 Berkaca dengan pelaksanaan ritual

mangrambu langi’ yang dilaksanakan pada tahun 2017 bahwa setelah dilaksanakan maka bisa diakatakan bahwa alam telah tenang kembali dan tanah telah memberikan buahnya kembali.69 Dengan adanya Mangrambu langi’ mereka menaruh harapan yang besar bahwa selepas melakuan ritual itu semua elemen yang ada menjadi tenang kembali dan kehidupan menjadi lebih baik lagi dan penuh damai sejahtera.70

Selain itu keberadaan Mangrambu langi’ bagi komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang diyakini menjadi media perjumpaan dengan Sang

67 Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P

,04-05 Maret 2019.

68

Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P , 04-05 Maret 2019.

69 Wawancara dengan Debora Rampa, 05 Maret 2019.

70 Wawancara dengan nek Rianti, Kornelius Isa, Markus B.I, Markus P, Setiani P, Yohani P

(31)

23

Ilahi itu disimbolkan dengan asap yang membumbung ke langit sebagai alat untuk berkomunikasi dengan Sang Ilahi serta pelaksanaan doa bersama ketika ritual tersebut dilakukan.71 Mangrambu langi’ juga memuat penyesalan dan pengakuan dosa sekaligus efek jera bagi si pelaku sehingga ritual tersebut perlu untuk di dukung dan diberi ruang sehingga kehidupan yang damai dan aman bisa dirasakan lagi. 72

Nilai Rekonsiliasi yang terkandung dalam ritual Mangrambu langi’

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Lisa Schirch bahwa ritual adalah salah satu media untuk mencapai perdamaian 73 dan perdamaian itu memuat nilai rekonsiliasi. Bagi masyarakat Toraja sendiri ritual adalah bagian dari refleksi diri mereka 74. Selain sebagai refleksi diri ritual adalah sarana untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat dan nilai-nilai itu akan dilihat dalam konsep

Mangrambu langi’ dilihat sebagai sebuah ritual yang melahirkan rekonsiliasi dan perdamaian. Untuk itu penulis mencoba menampilkan beberapa nilai yang berkaitan dengan rekonsilisiasi adapun nilai tersebut terdiri dari. Pertama yaitu nilai spiritual. 75 Nilai yang berfokus pada keutuhan diri dan perasaan seseorang akan kebaikan ini adalah hal yang melekat pada diri setiap orang akan tetapi dalam perjalanannya bukan tidak mungkin nilai ini akan mengalami pergeseran akibat suatu kesalahan atau pelanggaran sehingga mengkibatkan suatu konflik atau bencana yang tidak terduga

71 Wawancara dengan Markus Busa Isi. 72 Wawancara dengan Markus Pagiling.

73

Schirc, Ritual And symbol.. 01.

74 Toby Volkman,Feast of Honor: Ritual and change in the Toraja Highlands. (Urbana

University; Illinois press, 1985), 08.

75 Nilai spiritual adalah nilai yang tidak bisa dipisahahkan dari kehidupan seseorang karena ia

menyangkut keutuhan diri atau perasaan serta emosi dalam diri seseorang yang berhubungan dengan kebaikan yang tidak hanya dimiliki tetapi ia bertumbuh dan berkembang tidak hanya karena kehendak diri sendiri melainkan ada peran Tuhan yang menghendaki manusia untuk bertumbuh menuju pada kesempurnaan hidup di dalam Tuhan sebagai Imago Dei. Pertumbuhan itu juga berkaitan dengan relasi bersama dengan alam atau lingkungan tempat ia hidup dimana Tuhan memberikan tempat istimewa bagi manusia sebagai pengayom dan pemelihara alam semesta yang bertugas untuk melindungi alam serta mengelola lingkungan tidak hanya untuk kesejahteraan sendiri tetapi demi kesejahteraan generasi yang akan datang. Lihat Hubertus Leteng ,Pertumbuhan Spiritual jalan Pencerahan hidup. (Jakarta ; Penerbit Obor,2012) 3-8.

(32)

24

sehingga kebaikan dan kebajikan itu hilang. Ketika masalah terjadi maka manusia pada dirinya akan melahirkan kesadaran yang alami untuk memperbaiki keadaan kembali baik agar kebaikan dan kebajikan itu diperoleh kembali. Kesadaran untuk memperbaiki keadaan yang buruk ini dikenal dengan istilah rekonsiliasi.76

Kesadaran diwujudkan dalam bentuk penyesalan dan introspeksi diri sebagai bagian dari nilai spiritual seseorang yang jika dilihat dalam konsep mangrambu langi’ dimana pelaksanaan ritual tersebut memuat penyesalan yang amat mendalam dari pelaku dan ia sadar bahwa pelanggaran yang ia lakukan amat memalukan sehingga ia harus mangrambu langi’ dan setelah itu menaruh komitmen dalam diri untuk tidak melakukan kesalahan yang kedua kali sekaligus memberikan efek jera bagi si pelaku.77 Penyesalan yang amat mendalam ini adalah bagian dari ekspresi perasaan atau emosi diri seseorang, penyesalan ini dapat dianggap sebagai bagian dari nilai spiritual seseorang yang sedang berusaha untuk mencapai kembali kebaikan dan kebajikan yang telah rusak sekaligus melahirkan sebuah rekonsiliasi dimana kesadaran dan pemulihan yang tejadi dalam diri seseorang yang sedang berupaya untuk memperbaiki dirinya, selain itu ada sebuah sikap transformatif untuk perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih baik lagi.

Selain memuat nilai spiritual yang berfokus pada perasaan atau emosi manusia, nilai spiritual juga berhubungan dengan relasi serta interaksi dengan alam tempat ia berada.78 Dalam bingkai spiritual yang berbicara soal kebaikan yang ada dalam setiap manusia dan jika terjadi satu pergeseran atau pelanggaran akibat tindakan amoral maka akan mendapat suatu sangsi dari berbagai pihak termasuk hukuman dari alam

76 Blaucher, The Cultural Dimension.. 01. 77

Lih,tujuan pelaksanaan mangrambu langi’ , 19.

78 Pertumbuhan dan perkembangan spiritual manusia juga berhubungan dengan lingkungan

tempat ia tinggal dan senantiasa menjalin relasi dengan alam sekitarnya. Apabila pertumbuhan spiritual seseorang tidak baik maka akan berdampak kepada rusaknya alam. Lihat Hubertus Leteng ,Pertumbuhan Spiritual jalan Pencerahan hidup. (Jakarta : Penerbit Obor,2012), 6.

(33)

25

yang disebut animism-spiritualisme.79 Dalam kacamata mangrambu langi’ hal tersebut dilihat melalui pemahaman dan kepercayaan masyarakat Sarang-Sarang sejak dulu bahwa jika terjadi bencana alam maka bencana itu disebabkan oleh kesalahan seseorang yang membuat alam marah dan mendatangkan bencana yang merugikan banyak orang untuk itu, jalan yang harus ditempuh yaitu melakukan ritual

mangrambu langi’80

Dengan tujuan untuk memulihkan kuli’na padang sebagai alam dan tempat berpijak tiga berkat utama bagi orang Toraja yaitu lolo tau, lolo tananan dan lolo patuan. Pemulihan dan rekonsiliasi dengan alam ini menjadi salah satu tujuan dari ritual mangrambu langi karena dengan adanya ritual itu dipercaya dapat menenangkan dan memulihkan alam.81 Ketika alam telah pulih maka kehidupan baik secara pribadi maupun kelompok akan kembali baik seperti sedia kala. Konsep ritual sendiri melihat bahwa ada ritual yang dilakukan untuk mencapai kebaikan dari alam seperti yang dilakukan oleh suku-suku primtif yang melakukan ritual yang berhubungan dengan pertanian guna memperoleh kebaikan alam. 82

Selanjutnya yaitu, nilai spiritual yang berhubungan dengan relasi manusia dengan Sang Ilahi atau kehidupan religius seseorang.83 Hubungan dengan Sang Ilahi itu ditampilkan dengan berbagai cara salah satunya melalui sebuah ritual, Pelaksanaan sebuah ritual tidak terlepas dari kultus leluhur dan peran sang Ilahi. Jika dilihat dari kacamata Mangrambu langi’ yang pada dirinya menjadi media untuk berhubungan dengan Sang Ilahi yang disebut sebagai Dewata dalam kepercayaan

Aluk Todolo dimana komunikasi itu terjadi ketika asap dari prosesi pembakaran hewan babi membumbung ke atas langit. Dalam prosesi ini terjadi perjumpaan si

79 Animism-spiritualisme adalah paham masyarakat primitif dimana mereka meyakini bahwa

alam memiliki kekuatan dan kuasa sehingga ketika situasi yang buruk datang maka itu disebabkan oleh kesalahan. Lihat Sitompul A.A, Manusia dan Budaya, (Jakarta : BPK Gunung Mulia,1991), 46.

80 Lihat Kepercayaan Masyarakat setempat berkaitan dengan mangrambu langi’, 16-17. 81 Lihat, tujuan pelaksanaan mangrambu langi‟ ,18-19.

82

Dhavamony.Fenomenologi, 168.

83 Spiritual yang ada dalam diri seseorang bukan saja kenyataan alami melainkan panggilan

Tuhan serta spriritual tidak hanya relasi dengan diri tetapi relasi dengan Tuhan yang bisa dijumpai dengan berbagai pengalaman hidup seseorang bersama Tuhan. Lihat Hubertus Leteng ,Pertumbuhan Spiritual jalan Pencerahan hidup. (Jakarta : Penerbit Obor,2012), 3.

(34)

26

pelaku dengan Sang Ilahi yang digambarkan melalui asap yang menjadi simbol hubungan dengan Sang Ilahi.84 Kemudian jika dikaitkan dengan rekonsiliasi maka melalui ritual mangrambu langi’ rekonsiliasi dengan Sang Ilahi juga telah terjalin karena dalam ritual tersebut si pelaku akan mengaku dosanya kepada Tuhan dan menyatakan penyesalan yang mendalam sehingga melalui penyesalan maka ia sedang membangun pedamaian dengan Sang Ilahi.85

Selanjutnya yaitu, nilai sosial86 jika dilihat dalam konsep mangrambu langi’ adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat karena nilai itu hidup dan bertumbuh dalam kehidupan masyarakat serta mengatur relasi antar satu orang dengan orang yang lain. Dalam konsep mangrambu langi’ secara khusus nilai sosial diperlihatkan melalui kegiatan ma’kombongan atau pertemuan yang dilakukan ketika ada masalah yang terjadi dalam kampung, dalam pertemuan ini semua yang hadir akan duduk bersama untuk mencari solusi tanpa ada kekerasan, dalam pertemuan dihadiri oleh warga kampung yang bersatu untuk mencari solusi bersama.87 Melalui pelaksanaan ma’ kombongan melahirkan sebuah rekonsiliasi karena di dalamnya ada pertemuan dan perjumpaan untuk menyelesaikan sebuah konflik dan memulihkan hubungan menjadi baik seperti sedia kala. Ma’ kombongan

adalah salah satu cara untuk memperbaiki hubungan sosial yang telah rusak akibat konflik yang kemudian dinampakkan dinampakkan dengan pulihnya hubungan sosial antar sesama serta terpeliharanya solidaritas dalam masyarakat serta kembali menguatnya nilai budaya yang dianut. Ketika hubungan telah pulih kembali maka salah satu fungsi ritual yang dikemukakan oleh Turner akan terpenuhi dimana pertikaian dimimalisir dan membangun solidaritas dalam masyarakat.88 Jika awalnya

84 Lihat tujuan mangrambu langi’ , 18.

85 Lihat tujuan pelaksanaan mangrambu langi’, 18. 86

Nilai Sosial adalah sebuah pedoman yang ditanamkan dalam lingkungan seseorang guna memandu seorang untuk berinteraksi dan berelasi dengan orang lain. Lihat Tri Widiarto Dasar-Dasar Sosiologi, ( Salatiga;FKIP UKSW,2000), 31.

87 Lihat tata cara pelaksanaan mangrambu langi’ 19-21. 88

(35)

27

si pelaku dikucilkan dan dibenci dengan adanya mangrambu langi’ maka ia diterima kembali dalam masyarakat dan dapat mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan dalam lingkungan tersebut.89

Nilai budaya90, jika dilihat dalam konsep mangrambu langi’ diperlihatkan dengan posisi Mangrambu langi’ yang adalah warisan budaya dari kepercayaan aluk todolo yang mengambil tempat yang khusus dan masih dilakukan sampai saat ini oleh masyarakat Toraja meskipun Kekristenan sudah ada sejak lama.91 Ia hadir sebagai sarana untuk memperbaiki dan memulihkan hubungan dengan Tuhan, alam dan sesama. Pada bagian ritual dan rekonsiliasi dikemukanan bahwa budaya atau tradisi bisa menjadi sumber atau media rekonsiliasi atau perdamaian seperti yang dikemukakan oleh Paul Lederac bahwa budaya lokal juga mengambil bagian dalam proses perdamaian. 92 Ia berakar dan tumbuh bersama perkembangan masyarakatnya dan menjadi bagian penting bagi masyarakat tersebut. Jika dilihat dalam konsep

Mangrambu langi’ hadir sebagai satu budaya dalam kehidupan masyarakat Toraja yang dilakukan secara berulang dan turun-temurun serta tidak sekedar budaya atau ritual biasa melainkan memiliki sesuatu yang lebih yaitu menjadi media atau pintu rekonsiliasi bagi warga Sarang-Sarang. Keberadaan mangrambu langi’ memperlihatkan bahwa sebuah pembaharuan, pemulihan atau rekonsiliasi dapat dicapai melalui kearifan lokal atau budaya yang ada dalam masyarakat tertentu. Nilai Mangrambu langi’ Sebagai Ritual Rekonsiliasi bagi Komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang

Bagi komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang ritual

Mangrambu langi’ adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka

89 Lihat tujuan pelaksanaan mangrambu langi’, 18-19.

90 Nilai Budaya adalah adalah suatu nilai yang memperlihatkan ciri khas suatu kelompok

masyarakat yang membedakannya dengan masyarakat yang lain kemudian nilai itu ditampilkan dalam kebiasaan yang diwarisi secara turun-temurun. Lihat Alo Liliweri, Pengantar Study Kebudayaan, (Bandung: Nusa Media, 2014), 65.

91 Lihat mangrambu langi’ dan Kekristenan di Toraja, 12-13. 92

(36)

28

betapa tidak ritual ini hidup dan tumbuh di tengah-tengah kehidupan mereka. Komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang memandang

Mangrambu sebagai suatu budaya atau tradisi yang diwarisi turun temurun yang harus dilakukan dan dipatuhi oleh semua orang yang ada dalam wilayah Sarang-Sarang. Pemahaman komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang terhadap ritual ini adalah sebagai sarana untuk memperoleh kembali kebaikan alam, relasi antara sesama dan Sang Ilahi setelah terjadi bencana atau konflik dalam wilayah mereka sehingga mereka memberikan dukungan bagi pelaksanaan ritual tersebut. Pemahaman mereka terhadap mangrambu langi’ kemudian diperhadapkan dengan posisi dan kedudukan mereka sebagai sutau komunitas Kristen yang harus hidup berdampingan dengan adat istiadat yang notabene diwariskan dari kepercayaan otang Toraja terdahulu yaitu aluk todolo. 93 Meskipun Kekristenan telah lama hidup dalam diri mereka tetapi keberadaan ritual mangrambu langi’ memiliki tempat yang khusus bagi mereka betapa pada dirinya mangrambu langi’ memiliki nilai-nilai luhur yaitu nilai rekonsiliasi yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, berikut nilai rekonsiliasi pada ritual mangrambu langi’ bagi Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang.

Pertama yaitu nilai spiritual yang berkaitan dengan keadaan diri dan diperlihatkan melalui dengan introspeksi diri dan penyesalan. Dalam pemahaman komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaat Elim Sarang-Sarang bahwa seseorang melakukan ritual mangrambu langi’ maka ia sedang dalam usaha untuk memperbaiki diri yang telah rusak akibat satu kesalahan sehingga bagi mereka ketika pelaksanaan ritual ini harus diberi dukungan karena salah satu bentuk penyesalan dan introspeksi diri bahkan diidentikkan sebagai bentuk pengakuan dosa dari diri si pelaku melalui pelaksanaan ritual.94 Jemaat Elim Sarang-Sarang melihat mangrambu langi’ sebagai salah satu media untuk bagi seseorang untuk menyatakan penyesalan diri serta komitmen untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi. Secara sederhana Selain

93 Lihat Mangrambu langi‟ dalam pandangan Komunitas Kristen Gereja Toraja Jemaaat Elim

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Instruksi kerja alat yang memuat cara penggunaan alat dengan benar dibuat agar masa pakainya menjadi lebih lama. Instruksi kerja memuat informasi tentang

Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) adalah faktor yang menunjukkan pengaruh berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan terhadap kecepatan, kemudahan bermanufer,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media garis bilangan timbul untuk meningkatkan kemampuan mengurang dan menjumlahkan bilangan bulat pada siswa tunanetra

Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) pola keterlambatan siswa SMA Negeri 1 Gresik, (2) faktor penyebab keterlambatan siswa di SMA Negeri 1 Gresik, (3) penanganan

Untuk itu dengan sedikit kreativitas, saya mencoba mengembangkan produk semacam ini di sekitar Demak, mengingat ketersediaan bahan baku yaitu buah kersen di daerah Demak itu

XBRL membolehkan informasi keuangan untuk disajikan dalam cara yang lebih interaktif dan pengguna bersahabat dengan ‘men-tag-kan’ item data individu sehingga mereka dapat