• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impression Management Verbal Dan Non Verbal Pekerja Seks Komersial Di Kelurahan Talise

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Impression Management Verbal Dan Non Verbal Pekerja Seks Komersial Di Kelurahan Talise"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

sebenarnya adalah penciptaan kata-kata baru.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks

Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

DeVito, A. Joseph 2007. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Book.

Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,

Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Hardjana, Agus. M. 2003. Komunikasi Inrapersonal dan Komunikasi

Interpersonal.Yogyakarta: Kanisius.

Kartono, Kartini. 1989, Psikolog Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Bandung: CV. Mandar Maju.

Komala,Lukita.2009. Ilmu Komunikasi Perspektif, Proses,

dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran

Lampe, Ilyas. 2011. Komunikasi organisasi: Teori dan Aplikasi, Palu: Mars Publiser

Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya

Moekijat. 1993. Teori Komunikasi. Bandung: Mandar Maju

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Rohim, Syaiful, 2009. Teori Komunikasi, Perspektif, Ragam dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta

Sendjaja, S Djuarsa: 1993. Materi Pokok dan Teori Komunikasi. Jakarta Universitas terbuka

__________________, 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Siahaan, MS. Jokie.2009. Perilaku

Menyimpang Pendekatan Sosiologi. PT. Malta Printindo:

Jakarta

Widjaja, H.A.W, 2000. Ilmu Komunikasi, Pengantar Studi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

B. Buku Metodelogi

Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Yusuf Muri, 2014. Metode penelitian kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan: Jakarta: PT. Fajar Inter PermataMandiri. C. Sumber Lainnya

Wahyuni,Sri.2011.Skripsi.

Hambatan Komunikasi Interpersonal Waria dalam

Pergaulan sehari-hari di Kelurahan Talise Palu. Palu: Universitas Tadulako.

Impression Management Verbal Dan Non Verbal Pekerja Seks Komersial Di Kelurahan Talise

Mohamad Rizal

Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta Km. 9 Kota Palu Sulawesi Tengah,

E-mail: mohamadrizal210@gmail.com ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses impression management verbal dan non verbal pekerja seks komersial di Kelurahan Talise yang di tinjau dari panggung belakang, tengah dan depan, dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan tempat penelitian di tondo kiri kelurahan talise, serta informan dalam penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang pekerja seks komersial serta teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan informan dan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada 3 (tiga) tahap impression management verbal dan non verbal pekerja seks komersial antara lain adalah panggung belakang, panggung tengah dan panggung depan. Kata kunci : Impression Management, Verbal Dan Non Verbal, Pekerja Seks Komersial

Submisi : 20 Desember 2017 Pendahuluan

Perkembangan zaman dewasa ini, telah merubah standarisasi kehidupan manusia. Kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi menyebabkan kesulitan beradaptasi dan menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik, baik yang terbuka dan eksternal sifatnya, maupun yang tersembunyi dan internal dalam batin sendiri, sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum atau berbuat semaunya sendiri demi kepentingan pribadi.

Salah satu bentuk penyimpangan norma (penyakit masyarakat) yang dianggap sebagai masalah sosial adalah prostitusi, yang mempunyai sejarah yang panjang (sejak adanya kehidupan manusia telah diatur oleh norma-norma perkawinan) dan tidak ada habis-habisnya yang terdapat di semua negara di dunia.

Pekerja seks komersial (selanjutnya disingkat PSK) adalah salah satu bagian dari dunia pelacuran yang didalamnya termasuk gigolo,

waria, dan mucikari. Secara tidak langsung keberadaan pekerja seks komersial telah menjadi katub penyelamat bagi kehidupan ekonomi keluarganya. Namun demikian, peran penting ini tak pernah dilihat secara bijak oleh masyarakat. Masyarakat cenderung melihat hanya dari satu sisi yang cenderung subjektif, menghakimi dan memandang sebelah mata para pekerja seks komersial. Fenomena PSK sangat menarik untuk dikaji, dikarenakan fenomena ini dari dulu hingga sekarang masih berlangsung. Fenomena PSK yang bertentangan dengan nilai agama tidak terlepas dari latar belakang sulitnya mencari pekerjaan dengan pendidikan yang rendah, keterampilan yang tidak memadai dari seseorang.

Pekerja seks komersial (selanjutnya disingkat PSK) adalah salah satu bagian dari dunia pelacuran yang didalamnya termasuk gigolo, waria, dan mucikari. Secara tidak langsung keberadaan pekerja seks komersial telah menjadi katub penyelamat bagi kehidupan ekonomi

(2)

keluarganya. Namun demikian, peran penting ini tak pernah dilihat secara bijak oleh masyarakat. Masyarakat cenderung melihat hanya dari satu sisi yang cenderung subjektif, menghakimi dan memandang sebelah mata para pekerja seks komersial. Fenomena PSK sangat menarik untuk dikaji, dikarenakan fenomena ini dari dulu hingga sekarang masih berlangsung. Fenomena PSK yang bertentangan dengan nilai agama tidak terlepas dari latar belakang sulitnya mencari pekerjaan dengan pendidikan yang rendah, keterampilan yang tidak memadai dari seseorang.

Setiap umat manusia mempunyai kebutuhan hidup primer maupun sekunder, uang merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, begitu juga dengan PSK, mereka menyadari bahwa tidak semua lingkungan mampu untuk menerima kehadirannya, maka ia melakukan pemeranan karakter-karakter tertentu. Ada suatu pengelolaan kesan yang ia ciptakan baik itu verbal maupun non verbal untuk memberikan pemahaman kepada lingkungan tertentu, sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Sehingga berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti impression management verbal dan non verbal pekerja seks komersial kelurahan talise kecamatan mantikulore.

Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa

memegang peranan penting. (Hardjana, 2003: 22).

Ada beberapa unsur penting dalam komunikasi verbal. (dalam Hardjana, 2003: 24), yaitu:

Bahasa Pada dasarnya adalah suatu sistem lambang yang memungkinkan orang berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku berasal dari interaksi dan hubungan antara warganya satu sama lain.

Kata merupakan inti lambang terkecil dalam bahasa. Kata melambangkan atau mewakili sesuatu hal, entah orang, barang, kejadian, atau keadaan. Jadi, kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri. Makna kata tidak ada pada pikiran orang. Tidak ada hubungan langsung antara kata dan hal yang berhubungan langsung hanyalah kata dan pikiran orang.

Komunikasi Nonverbal

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Ketika memersepsi, seseorang tidak melihat hanya dari bahasa verbalnya; bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing, dan sebagainya), namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Pentingnya pesan nonverbal ini misalnya dilukiskan frase, “Bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimana ia mengatakannya” .(Mulyana, 2005: 308).

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Nyatanya, komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada

(3)

keluarganya. Namun demikian, peran penting ini tak pernah dilihat secara bijak oleh masyarakat. Masyarakat cenderung melihat hanya dari satu sisi yang cenderung subjektif, menghakimi dan memandang sebelah mata para pekerja seks komersial. Fenomena PSK sangat menarik untuk dikaji, dikarenakan fenomena ini dari dulu hingga sekarang masih berlangsung. Fenomena PSK yang bertentangan dengan nilai agama tidak terlepas dari latar belakang sulitnya mencari pekerjaan dengan pendidikan yang rendah, keterampilan yang tidak memadai dari seseorang.

Setiap umat manusia mempunyai kebutuhan hidup primer maupun sekunder, uang merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, begitu juga dengan PSK, mereka menyadari bahwa tidak semua lingkungan mampu untuk menerima kehadirannya, maka ia melakukan pemeranan karakter-karakter tertentu. Ada suatu pengelolaan kesan yang ia ciptakan baik itu verbal maupun non verbal untuk memberikan pemahaman kepada lingkungan tertentu, sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Sehingga berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti impression management verbal dan non verbal pekerja seks komersial kelurahan talise kecamatan mantikulore.

Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa

memegang peranan penting. (Hardjana, 2003: 22).

Ada beberapa unsur penting dalam komunikasi verbal. (dalam Hardjana, 2003: 24), yaitu:

Bahasa Pada dasarnya adalah suatu sistem lambang yang memungkinkan orang berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku berasal dari interaksi dan hubungan antara warganya satu sama lain.

Kata merupakan inti lambang terkecil dalam bahasa. Kata melambangkan atau mewakili sesuatu hal, entah orang, barang, kejadian, atau keadaan. Jadi, kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri. Makna kata tidak ada pada pikiran orang. Tidak ada hubungan langsung antara kata dan hal yang berhubungan langsung hanyalah kata dan pikiran orang.

Komunikasi Nonverbal

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Ketika memersepsi, seseorang tidak melihat hanya dari bahasa verbalnya; bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing, dan sebagainya), namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Pentingnya pesan nonverbal ini misalnya dilukiskan frase, “Bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimana ia mengatakannya” .(Mulyana, 2005: 308).

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Nyatanya, komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada

komuniasi verbal. Ketika berkomunikasi, hampir secara otomatis

komunikasi nonverbal ikut terpakai karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan .(Hardjana, 2003: 26).

Menurut (Mulyana, 2005: 309) mengelompokkan komunikasi non verbal secara umum, terdiri dari:

Kinesics merupakan komunikasi yang dilakukan melalui pergerakan tubuh, terdiri dari ekspresi muka, gesture (gerak, isyarat, sikap), gerakan tubuh dan postur, serta gerak mata atau kontak mata. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik.

Paralanguage menunjukkan pada bahasa itu sendiri. Vokal dapat membedakan emosi yang dirasakan oleh seseorang. Misalnya, ketika seseorang sedang marah ia berbicara dengan volume yang kuat. Untuk beberapa orang bahkan ketika ia menunjukkan ketidaksukaannya terhadap orang lain, ia memilih

menanggapi pembicaraan yang sedang dilakukan hanya dengan suara, misalnya hanya mengucapkan “hmm”.

Proxemics adalah ilmu yang mempelajari tentang jarak hubungan dalam interaksi sosial. Proxemics atau bahasa ruang, yaitu jarak yang Anda gunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi Anda berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban Anda dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau

tidak suka dan perhatian Anda terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan simbol sosial.

Sentuhan merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, dapat menimbulkan reaksi positif dan negatif tergantung dari individu yang terlibat dalam proses komunikasinya dan

lingkungan disekeliling berlangsungnya interaksi tersebut.

Sentuhan penting dilakukan pada situasi emosional, sentuhan dapat menunjukkan makna “saya peduli”. Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.

Cultural artifact seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri.

Bau tubuh seseorang juga akan mempengaruhi penilaian ataupun

keberlangsungan komunikasi antarpribadi. Ketika seorang individu

ingin menemui kekasihnya tentu penampilan bukan satu-satunya hal yang diperhatikan, minyak wangi juga akan dipakainya untuk menambah kesan dan nilai pada kerapiannya.

Chronemics adalah studi dan interpretasi atas waktu sebagai pesan. Bagaimana kita memersepsi dan memperlakukan waktu secara simbolik dapat menunjukkan sebagian dari jati diri kita, siapa diri kita dan bagaiman kesadaran kita akan lingkungan kita.

Ruang dan waktu adalah bagian dari lingkungan kita yang juga dapat diberikan makna. John Cage dalam Mulyana (2005: 373) mengatakan, tidak ada sesuatu yang disebut ruang atau waktu yang kosong. Selalu ada sesuatu untuk dilihat, sesuatu untuk didengar. Penulis dan filosof Amerika. (Henry David Thoreau dalam Mulyana, 2005: 374) menuliskan “Dalam hubungan manusia, tragedi dimulai bukan ketika

(4)

ada kesalah pahaman mengenai makna kata-kata, namun ketika diam tidak dipahami”.

Kita sering menggunakan warna untuk menunjukkan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan. Ada hubungan antara warna yang digunakan seseorang dengan kondisi fisiologis dan psikologisnya, misalnya frekuensi kedipan mata seseorang akan bertambah ketika dihadapkan pada cahaya merah dan berkurang ketika dihadapkan pada cahaya biru. Hal ini menunjukkan kekonsistenan pada perasaan naluriah manusia akan warna biru yang lebih menyejukkan dan warna merah lebih bersifat aktif. Devito dalam Mulyana (2005: 379).

Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan manusia. Aspek ini merupakan penjelasan lebih jauh dari pakaian dan penampilan. Benda-benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan dalam interaksi manusia sering mengandung makna-makna tertentu. Hal menarik dari komunikasi nonverbal ialah studi Albert Mehrabia yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7% berasal dari bahasa verbal, 38% dari vocal suara, dan 55% dari ekspresi muka. Ia juga menambahkan bahwa jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan seseorang dengan perbuatannya, orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat nonverbal

Kajian Dramaturgi

Paloma dalam Goffman, (2003: 233) menyatakan bahwa selama kegiatan rutin seseorang akan mengetengahkan sosok dirinya yang ideal (sebagaimana yang dituntut oleh status sosialnya): “seseorang prilaku cenderung menyembunyikan atau mengenyampingkan kegiatan, fakta-fakta dan motif-motif yang tidak sesuai dengan citra dirinya dan

produk-produknya yang ideal. Dramaturgi memperlakukan “self” sebagai produk yang di tentukan oleh situasi sosial. Selama pertunjuakan berlangsung tugas utama aktor ini ialah mengendalikan kesan yang di sajiakannya selama pertunjukan.

Panggung Pertunjukan

Melalui perspektif dramaturgi, kehidupan ini ibarat teater, perilaku manusia dalam sebuah interaksi sosial mirip dengan sebuah pertunjukan di atas panggung dengan menampilkan berbagai peran yang dimainkan oleh sang aktor.

Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region). Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton, sedangkan wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan (Mulyana, 2008:114)

Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (front stage) dan di belakang panggung (back stage) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan

(5)

ada kesalah pahaman mengenai makna kata-kata, namun ketika diam tidak dipahami”.

Kita sering menggunakan warna untuk menunjukkan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan. Ada hubungan antara warna yang digunakan seseorang dengan kondisi fisiologis dan psikologisnya, misalnya frekuensi kedipan mata seseorang akan bertambah ketika dihadapkan pada cahaya merah dan berkurang ketika dihadapkan pada cahaya biru. Hal ini menunjukkan kekonsistenan pada perasaan naluriah manusia akan warna biru yang lebih menyejukkan dan warna merah lebih bersifat aktif. Devito dalam Mulyana (2005: 379).

Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan kecerdasan manusia. Aspek ini merupakan penjelasan lebih jauh dari pakaian dan penampilan. Benda-benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan dalam interaksi manusia sering mengandung makna-makna tertentu. Hal menarik dari komunikasi nonverbal ialah studi Albert Mehrabia yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7% berasal dari bahasa verbal, 38% dari vocal suara, dan 55% dari ekspresi muka. Ia juga menambahkan bahwa jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan seseorang dengan perbuatannya, orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat nonverbal

Kajian Dramaturgi

Paloma dalam Goffman, (2003: 233) menyatakan bahwa selama kegiatan rutin seseorang akan mengetengahkan sosok dirinya yang ideal (sebagaimana yang dituntut oleh status sosialnya): “seseorang prilaku cenderung menyembunyikan atau mengenyampingkan kegiatan, fakta-fakta dan motif-motif yang tidak sesuai dengan citra dirinya dan

produk-produknya yang ideal. Dramaturgi memperlakukan “self” sebagai produk yang di tentukan oleh situasi sosial. Selama pertunjuakan berlangsung tugas utama aktor ini ialah mengendalikan kesan yang di sajiakannya selama pertunjukan.

Panggung Pertunjukan

Melalui perspektif dramaturgi, kehidupan ini ibarat teater, perilaku manusia dalam sebuah interaksi sosial mirip dengan sebuah pertunjukan di atas panggung dengan menampilkan berbagai peran yang dimainkan oleh sang aktor.

Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region). Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton, sedangkan wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan (Mulyana, 2008:114)

Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (front stage) dan di belakang panggung (back stage) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan

plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan.

Lebih jelas akan dibahas tiga panggung pertunjukan dalam studi dramaturgi (Mulyana, 2008:114) :

1. Front Stage (Panggung Depan) Merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan (appearance) atas penampilan dan gaya (manner). Di panggung inilah aktor akan membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima penonton Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan mereka. Melalui aspek front stage, back stage, dan aspek middle stage yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian yang mengkaji tentang presentasi diri yang dikemukakan oleh Goffman, peneliti dapat menganalisa presentasi diri dari PSK dalam perspektif dramaturgi. 2. Middle Stage (Panggung Tengah)

Middle Stage merupakan sebuah panggung lain di luar panggung resmi saat sang aktor mengkomunikasikan pesan-pesannya, yakni panggung depan (front stage) saat mereka beraksi di depan khalayak tetapi juga di luar panggung belakang (back stage) saat mereka mempersiapkan segala atribut atau perlengkapan untuk ditampilkan di panggung depan. (Mulyana, 2008: 58). Di panggung inilah segala persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di atas panggung, untuk menutupi identitas aslinya. Panggung ini disebut juga panggung pribadi, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Panggung ini juga yang menjadi tempat bagi aktor untuk mempersiapkan segala sesuatu atribut pendukung pertunjukannya. Baik itu tata rias, peran, pakaian, sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah, isi pesan, cara bertutur dan gaya bahasa.

3. Back Stage (Panggung Belakang) Panggung belakang merupakan wilayah yang berbatasan dengan panggung depan, tetapi tersembunyi dari pandangan khalayak. Ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan, dan oleh karena itu khalayak biasanya tidak diizinkan memasuki panggung belakang, kecuali dalam keaadaan darurat. Di panggung inilah individu akan tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya. (Mulyana, 2008:115)

Presentasi Diri dan Pengelolaan Kesan (impression management)

Presentasi diri dapat diartikan sebagai cara individu dalam menampilkan dirinya sendiri dan aktifitasnya kepada orang lain, cara ia memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadapnya, dan segala hal yang memungkinkan atau tidak mungkin ia lakukan untuk menopang pertunjukannya di hadapan orang lain. (Mulyana, 2008:107).

Bertolak pada gagasan diri menurut Cooley yang menyatakan bahwa diri terdiri dari tiga komponen yakni yang pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampil bagi orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana penilaian mereka atas penampilan kita. Ketiga, kita mengembangkan sejenis perasaan diri, seperti kebanggaan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut. Berdasarkan gagasan tersebut Goffman mencoba mengembangkan dan mengartikan bahwa diri adalah suatu hasil kerja sama (collaborative manufacture) yang harus diproduksi baru dalam peristiwa interaksi sosial.

Presentasi diri ini Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan kesan” (impressiont management), yaitu

(6)

teknik-teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi-situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. (Mulyana, 2008:112). Lebih jauh pengelolaan kesan ini merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung identitas yang ditampilkan secara menyeluruh.

Metode Penelitian

Tipe Penelitian yang digunakan pada penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yakni penelitian yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Penelitian deskriptif tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rahmat, 2001:24).

Dasar penelitian ini adalah analisis sumber atau studi komunikator. Dimana riset komunikasi ini merupakan studi mengenai komunikator sebagai individu maupun institusi. (Kriyantono, 2010:12).

Peneliti menganalisis data yang diperoleh dari komunikor melalui metode pengempulan data yang telah ditetapkan dan akan memberikan deskripsi terkait masalah yang diteliti.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Talise Kecamatan Mantikulore Sulawesi Tengah yang biasa dikenal sebagai tondo kiri. Penelitian ini dilakukan pada pekerja seks komersial (PSK) yang bertujuan untuk lebih mengetahui tentang impression managemen verbal dan nonverbal pekerja seks komersial di Kelurahan Talise Kecamatan Mantikulore.

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita pekerja seks di tondo kiri. Berdasarkan jumlah yang di berikan KPAD PALU menginformasikan jumlah WPS yang bekerja di tondo kiri tercatat pada tahun 2015 adalah 211 orang. Melihat keterbatasan peneliti serta pendekatan penelitian yang digunakan, maka subjek yang digunakan tidak keseluruhan pekerja seks komersial, tetapi menentukan subjek penelitian berdasarkan beberapa kriteria. Kriteria yang digunakan sebagai berikut:

Kriteria untuk informan dalam penelitian ini adalah WPS di tondo kiri yang berusia antara 26 tahun sampai 36 tahun dan sudah bekerja antara 5 sampai 10 tahun. Peneliti memilih informan dari berbagai usia dengan tujuan agar data yang di dapatkan dapat menyeluruh yang dapat menjangkau berbagai usia.

Teknik atau metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kualitatif, yaitu digunakan apabila data-data yang terkumpul dalam penelitian adalah data kualitatif berupa kalimat-kalimat atau narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun observasi (Kriyantono, 2010:196). Metode ini dilakukan, agar dapat mempermudah peneliti dalam memaparkan sejumlah hasil wawancara dengan kepala dinas tenaga kerja dan transmigrasi daerah provinsi sulawesi tengah.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan analisa data (Usman dan Akbar, 2003:66), sebagai berikut :

1. Pengumpulan data, baik data hasil observasi (pengamatan) maupun data dari hasil wawancara mendalam.

2. Reduksi data yakni memilih hal hal pokok dari data yang telah terkumpul yang sesuai dengan masalah penelitian ini. Reduksi data

(7)

teknik-teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi-situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. (Mulyana, 2008:112). Lebih jauh pengelolaan kesan ini merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung identitas yang ditampilkan secara menyeluruh.

Metode Penelitian

Tipe Penelitian yang digunakan pada penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yakni penelitian yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Penelitian deskriptif tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rahmat, 2001:24).

Dasar penelitian ini adalah analisis sumber atau studi komunikator. Dimana riset komunikasi ini merupakan studi mengenai komunikator sebagai individu maupun institusi. (Kriyantono, 2010:12).

Peneliti menganalisis data yang diperoleh dari komunikor melalui metode pengempulan data yang telah ditetapkan dan akan memberikan deskripsi terkait masalah yang diteliti.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Talise Kecamatan Mantikulore Sulawesi Tengah yang biasa dikenal sebagai tondo kiri. Penelitian ini dilakukan pada pekerja seks komersial (PSK) yang bertujuan untuk lebih mengetahui tentang impression managemen verbal dan nonverbal pekerja seks komersial di Kelurahan Talise Kecamatan Mantikulore.

Subjek dalam penelitian ini adalah wanita pekerja seks di tondo kiri. Berdasarkan jumlah yang di berikan KPAD PALU menginformasikan jumlah WPS yang bekerja di tondo kiri tercatat pada tahun 2015 adalah 211 orang. Melihat keterbatasan peneliti serta pendekatan penelitian yang digunakan, maka subjek yang digunakan tidak keseluruhan pekerja seks komersial, tetapi menentukan subjek penelitian berdasarkan beberapa kriteria. Kriteria yang digunakan sebagai berikut:

Kriteria untuk informan dalam penelitian ini adalah WPS di tondo kiri yang berusia antara 26 tahun sampai 36 tahun dan sudah bekerja antara 5 sampai 10 tahun. Peneliti memilih informan dari berbagai usia dengan tujuan agar data yang di dapatkan dapat menyeluruh yang dapat menjangkau berbagai usia.

Teknik atau metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kualitatif, yaitu digunakan apabila data-data yang terkumpul dalam penelitian adalah data kualitatif berupa kalimat-kalimat atau narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun observasi (Kriyantono, 2010:196). Metode ini dilakukan, agar dapat mempermudah peneliti dalam memaparkan sejumlah hasil wawancara dengan kepala dinas tenaga kerja dan transmigrasi daerah provinsi sulawesi tengah.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan analisa data (Usman dan Akbar, 2003:66), sebagai berikut :

1. Pengumpulan data, baik data hasil observasi (pengamatan) maupun data dari hasil wawancara mendalam.

2. Reduksi data yakni memilih hal hal pokok dari data yang telah terkumpul yang sesuai dengan masalah penelitian ini. Reduksi data

berlangsung secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung.

3. Display data yakni menyajikan data dalam bentuk narasi, matrik, network, chart, grafik, tabel, gambar, dan sebagainya.

4. Pengambilan keputusan dan verifikasi. Hasil kesimpulan dan verifikasi ini akan diarahkan pada pemaparan saran dan rekomendasi Pembahasan

Impression management dapat diartikan sebagai cara individu dalam menampilkan dirinya sendiri dan aktifitasnya kepada orang lain, cara ia memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadapnya, dan segala hal yang memungkinkan atau tidak mungkin ia lakukan untuk menopang pertunjukannya di hadapan orang lain. Dalam komunikasi pesan yang disampikan dapat melalui verbal maupun non verbal, begitu juga dengan impression management yang bisa di sampaikan secara verbal maupun non verbal. Karena itu teori yang paling cocok yaitu menggunakan teori verbal dan non verbal.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas menunjukan bahwa bahasa yang digunakan pekerja seks komersial saat berada di panggung belakang atau di kehidupan sehari-harinya sangatlah menyesuaikan dengan lingkungannya untuk dapat berbaur dengan masyarakat sekitar dan menutupi jati dirinya mereka harus bisa berbahasa dengan baik, untuk dapat memberikan kesan sopan dan baik di depan masyarakat. Seperti yang dikatakan pekerja seks komersial, saat tidak bekerja mereka (PSK) berkomunikasi biasa saja seperti mereka yang apa adanya dan tidak di buat-buat atau dirubah sedikitpun, kesan yang mereka sampaikan belumlah ada karena saat berada di panggung belakang tidak ada penonton atau orang yang ingin diperlihatkan

prilaku tertentu untuk tujuan tertentu, tidak ada bahasa saat di panggung tengah karena tidak ada proses komunikasi di panggung ini karena pekerja seks komersial hanya bersiap untuk bekerja.

Berbeda dengan saat berada di panggung depan dimana panggung tersebut sudah ada penonton yang ingin di tampilkan kesan-kesan tertentu, dimana pekerja seks komersial melakukan pengelolaan kesan yang dia harapkan dengan merubah gaya bahasa mereka (PSK) untuk memupuk kesan-kesan yang baik dimata pelanggan. Saat itu mereka akan berusaha untuk memainkan perannya dengan sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku mereka. Seperti mengatakan terimah kasih jika di beri bantuan, meminta tolong jika butuh bantuan dan meminta maaf jika ada yang salah, dengan mengguanakan bahasa yang sopan dengan harapan dan tujuan mereka dapat tercapai, seperti hal ini dilakukan agar pelanggan mau menerima dan mengingat mereka (PSK) sebagai penyedia jasa yang baik, sehingga mereka (PSK) dapat berkesan dimata pelanggan dan kedepannya pelanggan tersebut mau menggunakan jasanya lagi.

Pengelolaan kesan yang mereka lakukan jauh dari diri mereka yang biasanya, yang awalnya mereka berbicara dengan bahasa yang seadanya, tidak di buat-buat dan mereka tidak terlalu memerhatikan bahasa mereka dengan lebih berbicara dengan ceplas ceplos saat berada di panggung belakang, seperti menggunakan bahasa daerah di selingi bahasa nasional (Indonesia) dalam berbicara dan akan ada perubahan bahasa saat berada di panggung depan untuk dapat mengelola kesan yang lebih sopan dan halus untuk menunjukan kesan bahwa mereka adalah wanita yang lemah lembut di mata pelanggannya.

(8)

Seseorang dapat menilai orang lain melalui perkataan mereka, hal ini pasti sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang jika orang lain menilai sesorang dengar buruk melalaui perkataannya jika mereka berkata kotor atau kasar. Pekerja seks komersial harus bisa menjaga citra mereka saat berada di panggung belakang yaitu di depan

masyarakat karena pandangan

masyarakat terhadap pekerja seks komersial adalah sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak bermartabat. Pekerja seks komersial menyadari hal itu seperti yang di ungkapkan oleh informan, bahwa mereka mengelola kesan mereka (PSK) melalui perkataan yang sopan dan tidak mengucapkan kata-kata kotor saat berkomunikasi dengan masyarakat sekitar dalam melakukan aktifitas harian atau demi memenuhi kebutuhan harian mereka (PSK).

Sementara di panggung tengah tidak ada pengelolaan kesan secara verbal dalam hal kata, karena panggung tersebut hanya untuk bersiap ke panggung depan, saat berada di panggung depan, sangatlah penting menjaga tutur kata yang baik dan tidak berbicara atau berkata kasar dan kotor di depan pelanggan maupun orang lain, agar pelanggan tersebut dapat menilai mereka (PSK) dengan baik dan dapat memperlakukan mereka dengan apa yang dia harapkan, pekerja seks komersial melakukan pengelolaan kesan di panggung depan dengan kata yang manja, merayu dan menggoda, itu dilakukan dengan harapan agar mereka dapat digunakan jasanya lagi oleh pelanggan yang sama nantinya.

Pekerja seks komersial menampilkan kesan yang mereka sudah rencanakan dengan perkataan yang sudah di atur saat berada di panggung depan, dengan perkataan yang cenderung merayu dan menggoda, sangatlah berbeda dengan caranya berkata-kata saat berada di panggung

belakang yang mereka lebih berusaha agar terlihat sopan di mata masyarakat.

Bahasa tubuh yang dilakukan oleh pekerja seks komersial melalui ekspresi wajah sudah mereka terapkan di panggung belakang, di dalam keseharian mereka (PSK), wajah ibarat cermin dari pikiran dan perasaan. Ketika mereka hanya sebatas berkomunikasi dengan masyarakat sekitar dan bukan kepada pelanggan mereka hanya tersenyum jika sedang berinteraksi dengan masyarakat sekitar dan membungkuk jika meminta permisi dan bersikap seperti orang lain seperti sewajarnya, tidak ada tindakan khusus atau usaha untuk menggoda, itu mereka lakukan agar mereka terlihat normal dan tidak mencolok di mata masyarakat.

Saat akan bekerja pekerja seks komersial haruslah tampil cantik di depan pelanggan, ini di persiapkan di panggung tengah segala persiapan dan upaya baik dari kosmetiknya dan perawatan diri yang mereka lakukan untuk dapat menampilkan apa yang mereka inginkan dengan merias wajah mereka sedimikian rupa agar tampil cantik, seperti yang telah mereka (PSK) ungkapkan kepada peneliti saat mereka berada di panggung tengah, karena raut wajah yang akan di tampilkan di panggung depan sangatlah berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya pengelolaan kesan yang akan mereka perankan nanti saat berada di panggung depan.

Pengaruh raut wajah yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara emosional atau bereaksi terhadap suatu pesan, wajah setiap orang selalu menyatakan hati dan perasaannya. Kepercayaan diri seorang pekerja seks komersial saat berada di panggung depan dapat juga dilihat dari ekspresi wajahnya melalui tatapan matanya, penerapan yang mereka (PSK) lakukan saat berada di panggung depan sudahlah seperti apa yang sudah dijelaskan diatas, ekspresi wajah yang ceria

(9)

Seseorang dapat menilai orang lain melalui perkataan mereka, hal ini pasti sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang jika orang lain menilai sesorang dengar buruk melalaui perkataannya jika mereka berkata kotor atau kasar. Pekerja seks komersial harus bisa menjaga citra mereka saat berada di panggung belakang yaitu di depan

masyarakat karena pandangan

masyarakat terhadap pekerja seks komersial adalah sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak bermartabat. Pekerja seks komersial menyadari hal itu seperti yang di ungkapkan oleh informan, bahwa mereka mengelola kesan mereka (PSK) melalui perkataan yang sopan dan tidak mengucapkan kata-kata kotor saat berkomunikasi dengan masyarakat sekitar dalam melakukan aktifitas harian atau demi memenuhi kebutuhan harian mereka (PSK).

Sementara di panggung tengah tidak ada pengelolaan kesan secara verbal dalam hal kata, karena panggung tersebut hanya untuk bersiap ke panggung depan, saat berada di panggung depan, sangatlah penting menjaga tutur kata yang baik dan tidak berbicara atau berkata kasar dan kotor di depan pelanggan maupun orang lain, agar pelanggan tersebut dapat menilai mereka (PSK) dengan baik dan dapat memperlakukan mereka dengan apa yang dia harapkan, pekerja seks komersial melakukan pengelolaan kesan di panggung depan dengan kata yang manja, merayu dan menggoda, itu dilakukan dengan harapan agar mereka dapat digunakan jasanya lagi oleh pelanggan yang sama nantinya.

Pekerja seks komersial menampilkan kesan yang mereka sudah rencanakan dengan perkataan yang sudah di atur saat berada di panggung depan, dengan perkataan yang cenderung merayu dan menggoda, sangatlah berbeda dengan caranya berkata-kata saat berada di panggung

belakang yang mereka lebih berusaha agar terlihat sopan di mata masyarakat.

Bahasa tubuh yang dilakukan oleh pekerja seks komersial melalui ekspresi wajah sudah mereka terapkan di panggung belakang, di dalam keseharian mereka (PSK), wajah ibarat cermin dari pikiran dan perasaan. Ketika mereka hanya sebatas berkomunikasi dengan masyarakat sekitar dan bukan kepada pelanggan mereka hanya tersenyum jika sedang berinteraksi dengan masyarakat sekitar dan membungkuk jika meminta permisi dan bersikap seperti orang lain seperti sewajarnya, tidak ada tindakan khusus atau usaha untuk menggoda, itu mereka lakukan agar mereka terlihat normal dan tidak mencolok di mata masyarakat.

Saat akan bekerja pekerja seks komersial haruslah tampil cantik di depan pelanggan, ini di persiapkan di panggung tengah segala persiapan dan upaya baik dari kosmetiknya dan perawatan diri yang mereka lakukan untuk dapat menampilkan apa yang mereka inginkan dengan merias wajah mereka sedimikian rupa agar tampil cantik, seperti yang telah mereka (PSK) ungkapkan kepada peneliti saat mereka berada di panggung tengah, karena raut wajah yang akan di tampilkan di panggung depan sangatlah berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya pengelolaan kesan yang akan mereka perankan nanti saat berada di panggung depan.

Pengaruh raut wajah yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara emosional atau bereaksi terhadap suatu pesan, wajah setiap orang selalu menyatakan hati dan perasaannya. Kepercayaan diri seorang pekerja seks komersial saat berada di panggung depan dapat juga dilihat dari ekspresi wajahnya melalui tatapan matanya, penerapan yang mereka (PSK) lakukan saat berada di panggung depan sudahlah seperti apa yang sudah dijelaskan diatas, ekspresi wajah yang ceria

dengan mencoba memberikan senyuman manis, kedipan mata untuk menggoda pelanggan dan dengan ciuman jauh serta lambaian tangan untuk dapat melancarkan strategi-strategi yang mereka rencanakan dari panggung tengah, harapan mereka (PSK) agar menjadi sosok yang pantas untuk di sewa oleh pelanggannya.

Bertolak belakang dengan diri mereka yang saat berada di panggung belakang yang hanya berusaha terlihat ramah dan tidak memakai riasan wajah, yang di bandingkan dengan saat bersiap di panggung tengah dan sudah berada di panggung depan yang sudah harus mereka menampilkan mimik wajah yang sudah mereka kelola baik dari riasan maupun senyuman dan tindakan menggoda atau lambaian tangan.

Intonasi dapat menunjukan emosi seseorang apa itu marah atau sedang bahagia, volume vokal merupakan keras atau lembutnya nada. Mengingat ada orang yang mepunyai suara yang besar atau nyaring yang bisa terdengar pada jarak jauh, lainya secara normal bersuara lembut. Namun demikian, tampa memerhatikan volume suara mereka yang normal, orang mempunyai suara yang berbeda bergantung pada situasi dan topik pembicaraan seperti suara akan menjadi keras apabila sedang bertengkar atau marah, seperti yang sudah di ungkapkan oleh pekerja seks komersial bahwa saat berada di panggung belakang mereka (PSK) tidaklah memerhatikan volume suaranya dan cenderung berbicara secara ceplas ceplos atau tampa di sengaja baik dirumah atau saat berada di lingkungan masyarakat sekitar.

Pada panggung tengah tidak ada proses non verbal dalam hal intonasi karena di panggung tengah hanya ada proses persiapan saja untuk memasuki pnggung depan, sementara di panggung depan pekerja seks komersial akan menampilkan kesan yang lemah lembut dan manja, setiap suara manusia

mempunyai nada yang berbeda, vokal dapat membedakan emosi yang dirasakan oleh seseorang begitu juga dengan suara pekerja seks komersial, mereka menyadari suara yang lembutlah yang mereka (PSK) butuhkan pada saat bekerja, ini diharapkan agar pelanggan yang mendengar dapat menerima citra bahwa mereka (PSK) adalah seorang wanita yang penyayang dan lemah lembut yang dapat membuat pelanggan merasa nyaman untuk berbicara dalam proses transaksi.

Ketika berada di panggung depan pekerja seks komersial berubah jauh dari diri mereka yang sebenarnya, saat berada di panggung belakang yang tadinya suara mereka yang nadanya keras dan tidak teratur saat berbicara dengan masyarakat sekitar, berubah menjadi lemah lembut dan manja jika sudah berada di panggung depan atau saat sudah berinteraksi dengan pelanggan mereka demi tujuan yang ingin mereka dapatkan.

Komunikasi yang dilakukan pekerja seks komersial yang berkaitan dengan jarak dan ruang wilayah dalam penyampaian pesan-pesan tertentu dalam pengelolaan kesan tertentu, dapat dilihat dari tindakan pekerja seks komersial dalam kehidupannya di panggung belakang, hal ini di tunjukan dengan mereka mencoba menjaga jarak saat berkomunikasi atau duduk bersama dengan orang lain, itu mereka lakukan untuk dapat membuat lawan bicara atau orang yang dekat bersama mereka (PSK) dapat merasa nyaman, dan upaya itu untuk menghindari prasangka buruk terhadap diri mereka (PSK) saat berada di panggung belakang di kehidupannya sehari-hari dalam lingkungan masyarakat.

Jarak akrab dalam panggung tengah belumlah ada karena tidak ada orang yang ingin ditampilkan kesan-kesan tertentu, di panggung ini hanyalah untuk bersiap-siap ke pangung depan, pada panggung depan pekerja

(10)

seks komersial sangatlah berbeda dengan saat berada di panggung belakang, di Indonesia jarak akrab bukan 50 cm tetapi bisa lebih dekat lagi bahkan dalam berbicara dengan kawan akrab atau sahabat kental yang sejenis bisa sambil memegang tangan atau bahunya, tidak terpungkiri lagi bahwa kontak fisik dalam dunia pelacuran adalah hal yang utama dan mutlak, sehingga pekerja seks komersial menyadari bahwa jarak sangat berpengaruh dalam transaksi mereka (PSK), jarak berkomunikasi sangatlah dekat yang dianggap tepat untuk pembicaraan antara dia (PSK) dan pelanggan seperti yang sudah dikatakan pekerja seks komersial bahwa mereka haruslah berdekatan dengan pelanggan seperti duduk saling berpeganggan tangan dan merangkul satu sama lain, demi menjalankan karakter yang ingin mereka perankan dan samapaikan kepada pelanggan atau komunikan untuk dapat memberikan kesan bahwa mereka orang yang mudah bergaul dan layak untuk di sewa jasanya.

Perubahan yang sangat jelas terlihat dari panggung belakang yang dilakukan pekerja seks komersial, untuk lebih menjaga jarak saat sedang berkomunikasi dengan masyarakat dan saat sudah berada di panggung depan jarak saat berkomunikasi sudahlah sangat dekat dengan pelanggannya, demi memberikan kesan bahwa mereka wanita yang tidak pemalu.

Dalam proses interaksi pekerja seks komersial di panggung depan saat sedang bertransaksi sangatlah mereka (PSK) perhatikan, sentuhan penting dilakukan pada situasi emosional, sentuhan dapat menunjukkan makna “saya peduli” pekerja seks komersial harus membuat pelanggan senyaman mungkin dengan jasa yang dia berikan. Seperti yang sudah diungkapkan oleh informan bahwa mereka mencoba memegang tangan dan merangkul pelanggan, ini upaya untuk dapat

menjalankan peran mereka untuk menampilkan kesan bahwa mereka adalah wanita penyayang dan bergairah, sehingga dapat memberikan pemahaman kepelanggan bahwa mereka adalah pekerja seks komersial yang mempunyai jasa yang baik.

Sedikit ada perbedaan pada saat transaksi apa bila pelanggan tersebut adalah pelanggan lama atau orang yang baru ditemui, ini seperti yang di ungkapkan oleh salah satu informan, dalam mengelola kesan non verbal mereka (PSK) melalui cara menyentuh untuk dapat memberikan pesan bergairah dalam komunikasi non verbal yang ia berikan. Perlakuanya cukup terlihat dengan tampa ada rasa canggung saat bertemu dengan pelanggan tetap dan masih ada rasa malu-malu jika itu pelanggan baru.

Penampilan fisik pekerja seks komersial cukup diperhatikan saat berada di panggung belakang hal itu berdasarkan jawaban mereka (PSK) bahwa saat berada di panggung belakang, pakaian yang digunakan sangatlah diperhatiakan, untuk menjaga penampilan yang sopan dan sewajarnya digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, budaya di Kota Palu sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan agama, sehingga jika masyarakat Kota Palu mendengar kata pekerja seks komersial menurut mereka pekerja seks komersial adalah hal yang negatif, hal ini yang di hindari dari seorang pekerja seks komersial, pakaian yang sedikit tertutup dan mudah di gunakan adalah pilihan mereka agar dapat memberikan kesan bahwa mereka adalah warga yang baik dan dapat menutupi jati diri mereka yang sebenarnya berprofesi sebagai pekerja seks komersial.

Pemilihan pakaian dan perawatan diri dapat membawakan citra tertentu, penting untuk menentukan pesan-pesan apa yang ingin disampaikan, kemudian berdandan dan merawat diri sesuai

(11)

seks komersial sangatlah berbeda dengan saat berada di panggung belakang, di Indonesia jarak akrab bukan 50 cm tetapi bisa lebih dekat lagi bahkan dalam berbicara dengan kawan akrab atau sahabat kental yang sejenis bisa sambil memegang tangan atau bahunya, tidak terpungkiri lagi bahwa kontak fisik dalam dunia pelacuran adalah hal yang utama dan mutlak, sehingga pekerja seks komersial menyadari bahwa jarak sangat berpengaruh dalam transaksi mereka (PSK), jarak berkomunikasi sangatlah dekat yang dianggap tepat untuk pembicaraan antara dia (PSK) dan pelanggan seperti yang sudah dikatakan pekerja seks komersial bahwa mereka haruslah berdekatan dengan pelanggan seperti duduk saling berpeganggan tangan dan merangkul satu sama lain, demi menjalankan karakter yang ingin mereka perankan dan samapaikan kepada pelanggan atau komunikan untuk dapat memberikan kesan bahwa mereka orang yang mudah bergaul dan layak untuk di sewa jasanya.

Perubahan yang sangat jelas terlihat dari panggung belakang yang dilakukan pekerja seks komersial, untuk lebih menjaga jarak saat sedang berkomunikasi dengan masyarakat dan saat sudah berada di panggung depan jarak saat berkomunikasi sudahlah sangat dekat dengan pelanggannya, demi memberikan kesan bahwa mereka wanita yang tidak pemalu.

Dalam proses interaksi pekerja seks komersial di panggung depan saat sedang bertransaksi sangatlah mereka (PSK) perhatikan, sentuhan penting dilakukan pada situasi emosional, sentuhan dapat menunjukkan makna “saya peduli” pekerja seks komersial harus membuat pelanggan senyaman mungkin dengan jasa yang dia berikan. Seperti yang sudah diungkapkan oleh informan bahwa mereka mencoba memegang tangan dan merangkul pelanggan, ini upaya untuk dapat

menjalankan peran mereka untuk menampilkan kesan bahwa mereka adalah wanita penyayang dan bergairah, sehingga dapat memberikan pemahaman kepelanggan bahwa mereka adalah pekerja seks komersial yang mempunyai jasa yang baik.

Sedikit ada perbedaan pada saat transaksi apa bila pelanggan tersebut adalah pelanggan lama atau orang yang baru ditemui, ini seperti yang di ungkapkan oleh salah satu informan, dalam mengelola kesan non verbal mereka (PSK) melalui cara menyentuh untuk dapat memberikan pesan bergairah dalam komunikasi non verbal yang ia berikan. Perlakuanya cukup terlihat dengan tampa ada rasa canggung saat bertemu dengan pelanggan tetap dan masih ada rasa malu-malu jika itu pelanggan baru.

Penampilan fisik pekerja seks komersial cukup diperhatikan saat berada di panggung belakang hal itu berdasarkan jawaban mereka (PSK) bahwa saat berada di panggung belakang, pakaian yang digunakan sangatlah diperhatiakan, untuk menjaga penampilan yang sopan dan sewajarnya digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, budaya di Kota Palu sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan agama, sehingga jika masyarakat Kota Palu mendengar kata pekerja seks komersial menurut mereka pekerja seks komersial adalah hal yang negatif, hal ini yang di hindari dari seorang pekerja seks komersial, pakaian yang sedikit tertutup dan mudah di gunakan adalah pilihan mereka agar dapat memberikan kesan bahwa mereka adalah warga yang baik dan dapat menutupi jati diri mereka yang sebenarnya berprofesi sebagai pekerja seks komersial.

Pemilihan pakaian dan perawatan diri dapat membawakan citra tertentu, penting untuk menentukan pesan-pesan apa yang ingin disampaikan, kemudian berdandan dan merawat diri sesuai

dengan pesan-pesan itu, seperti persiapan yang dilakukan pekerja seks komersial saat berada di panggung tengah yang mengutamakan kesan seksi dengan pakaian yang mini, ketat dan terbuka untuk menarik perhatian pelanggan saat akan berada di panggung depan nantinya.

Dari mempersiapan pakaian yang seksi demi menampilkan bentuk tubuh mereka (PSK) sudah direncanakan semenjak berada di panggung tangah. Ukuran dan bentuk tubuh sesorang memancarkan pesan-pesan yang kuat di depan pelanggan bahwa mereka pantas untuk di sewa jasanya. penampilan fisik seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Pemeranan karakter yang mereka gunakan saat berada di panggung depan bermaksut untuk memberikan kesan kepada pelanggan bahwa mereka adalah wanita yang seksi dan merawat diri, ini di harapkan agar sang pelanggan menilai mereka dengan sesusai yang mereka inginkan sejak berada di panggung tengah. Hal ini tidak lain untuk dapat membuat mereka (PSK) mendapat penghasilan yang lebih banyak dengan mengelola kesan sebaik mungkin agar terlihat seperti apa yang diinginkan pelanggan.

Perubahan gaya berpakaian sangatlah jelas terlihat dari panggung belakang yang sebenarnya diri mereka lebih suka mengenakan pakaian yang sedikit tertutup dan gampang digunakan, berubah jadi lebih terbuka dan ketat saat berada di panggung depan, demi tuntutan pekerjaan mereka yang sebagai pekerja seks komersial.

Bau badan pekerja seks komersial saat berada di panggung belakang tidaklah mereka perhatikan, tidak ada usaha yang mereka lakukan untuk tampil wangi saat berada di dekat

masyarakat atau sedang di rumah, tidak heran bau keringatlah yang akan tercium saat mereka selesai beraktivitas saat berada di paggung belakang. Bau tubuh seseorang juga akan mempengaruhi penilaian ataupun

keberlangsungan komunikasi antarpribadi. pekerja seks komersial

menyadarai kalau tubuh mereka bau mereka tidaklah akan mau di sewa jasanya oleh pelanggan, maka dari itu saat mereka berada di panggung tengah mereka cukup memperhatikan diri mereka dengan mempersiapakan wangi-wangian sebelum akan bekerja, mandi yang bersih menggunakan sabun dan sampo yang wangi, itu juga dilakukan pekerja seks komersial agar mereka tidak terlihat jorok di depan pelanggan mereka, hal itu mereka lakukan karena mereka menyadari bahwa pelanggan tidak akan memakai jasa mereka apabila mereka bau dan kotor di depan pelanggan.

Harapan merka (PSK) saat berdekatan atau perpelukan dengan pelanggan saat bertransaksi atau tawar-menawar di panggung depan, dapat menimbulkan kasan bahwa mereka wanita yang merawat diri dan bersih, sehingga pelanggan akan mau menggunakan jasa mereka. Berbeda dengan mereka yang tidaklah terlalu memperhatikan bau badan mereka saat berada di panggung belakang.

Kesimpulan

Pengelolaan kesan (impression management) verbal dan non verbal pekerja seks komersial dapat di simpulkan bahwa, mereka (PSK) melakukan pengelolaan kesan dengan komunikasi verbal dalam hal bahasa yang baik dan sopan saat berada di panggung belakang, dan juga melakukan hal yang sama saat berada di panggung depan, dengan kata-kata yang sopan dan tidak menggunakan kata-kata yang kotor, baik di panggung belakang maupun di panggung depan, dan di tambahkan dengan kata-kata rayuan dan

(12)

godaan saat mereka bekerja, tidak ada pengelolaan kesan secara verbal yang dapat di lakukan di panggung tengah karena panggung tersebut hanya untuk panggung persiapan.

Pekerja seks komersial melakukan komunikasi non verbal dengan memperlihatkan bahasa tubuh mereka saat berada di panggung belakang dengan lebih memberikan senyuman untuk menampilkan kesan ramah sementara di panggung tengah mereka mempersiapkan riasan wajah untuk menampilkan kesan ceria dan menggoda saat berada di panggung depan nantinya, intonasi yang mereka tampilkan dalam panggung belakang adalah nada suara yang memang tidak dirubah dari jati dirinya dan akan sangat berbeda saat berada di panggung depan di mana mereka akan membuat suara mereka jauh lebih lembut dan manja, pekerja seks komersial akan lebih menjaga jarak mereka saat berkomunikasi di panggung belakang dan akan sangat dekat dengan pelanggan saat berkomunikasi di panggung depan, dengan sentuhan pekerja seks komersial mencoba memberikan kesan nyaman dan mencoba merangsang pelanggan saat berada di panggung depan, dan penampilan fisik yang mereka (PSK) tampilkan saat di panggung belakang dengan mengenakan pakaian yang sedikit tertutup demi memberikan kesan sopan, dan mereka akan persiapkan pakaian yang seksi saat berada di panggung tengah demi untuk menunjang peran mereka saat berada di panggung depan, sementara bau badan mereka saat berada di panggung belakang tidaklah mereka perhatiakan di banding dengan persiapan mereka di panggung tengah yang merawat diri dengan mandi dan menggunkan parfum yang wangi demi membuat pelanggan tertarik saat di panggung depan, itu demi memberikan kesan bahwa mereka

wanita yang pantas untuk di sewa jasanya.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Life. Jakarta:Erlangga.

Hardjana, Agus. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal.

Yogyakarta: Kanisius. Kartono, Kartini. 1999. Patologi Sosial

(jilid 1). PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda karya. --- 2008. Metodologi

Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Poloma , Margaret M. 2003. Sosiologi Kontemporer. Bandung: Remaja Rosda karya.

Rakhmat, jalaluddin. 1986. Teori-teori Komunikasi, Bandung, Ramadja Karya, CV.

---. 2003. Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosda Karya.

Kriyantono, Rachmat, 2010. Teknik Praktis : Riset komunikasi. Jakarta : kencana Prenada media group.

Usman. Husaini. Dan Setiady Akbar Purnomo. 2003. Metodologi penelitian sosial. Jakarta : Bumi Aksara

B. SUMBER LAIN

Roem, Elva Ronaning, 2014, Pengelolaan kesan oleh pekerja seks komersial, http://id.portalgaruda.org/?ref= browse&mod=viewarticle&arti cle=291451 di akses pada tanggal 13 September 2016, pukul 05:49 wita

Referensi

Dokumen terkait

sekitar 80 % dari semua kebutuhan dan masalah kesehatan dapat diatasi dirumah, maka kebutuhan untuk mendidik masyarakat mengenai cara merawat diri mereka sendiri

(e) Pengukuran dan penandaan diameter dan panjang bibit (f) Bibit R.mucronata pada naungan 25% (g) Bibit R.mucronata pada intensitas 0% (h) Pemanenan bibit (i) Akar bibit

Hal ini mengakibatkan tidak adanya standar yang jelas tentang proses audit internal yang dilakukan oleh tim auditor (dari pihak yayasan), maupun standar pelaporan audit. d) Dalam

Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian atas usulan penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk menerapkan PK-BLUD kepada Menteri Keuangan2. Melaksanakan tugas-tugas

Permasalahan yang terjadi adalah masih ditemukan sekolah yang kurang mengembangkan kreativitas dan hanya berfokus pada baca, tulis dan hitung sedangkan kreativitas

IPO (Initial Public Offering) atau sering pula disebut Go Public adalah kegiatan penawaran saham atau Efek lainnya yang dilakukan oleh Emiten (perusahaan yang akan go public) untuk

Pemaparan radiasi gamma pada mencit dengan variasi 5 waktu menunjukkan bahwa semakin lama paparan radiasi gamma yang diberikan, maka semakin banyak radikal bebas yang

unit simpan pinjam Koperasi Syariah dalam metode pencatatan akuntansinya standar yang digunakan menggunakan PSAK dari IAI, yaitu PSAK No3. Dengan demikian, secara