MAKALAH
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.M DENGAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
DI RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU) RSUD Dr. M. SOEWANDHIE SURABAYA
Nama Kelompok 2 :
AMILIA PRATIWI GALUH ARUM SARI SYARIF HIDAYATULLAH ENY SULFIYAH
PROGRAM STUDY PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA
KATA PENGANTAR Assalammualaikum Wr Wb
Segala puji hanya bagi Allah Tuhan Semesta Alam, yang amat jelas bukti kebenaranNya, Maha Tinggi KemulianNya dan Maha Agung KedudukanNya yang telah melimpahkan rahmat dan KaruniaNya kepada kita semua sehingga Makalah yang berjudul “ LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PADA Ny.M DENGAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU) RSUD Dr. M. SOEWANDHIE SURABAYA” ini dapat selesai dengan baik.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Makalah ini. Sedikit yang dapat kami sampaikan, diantara mereka adalah sebagai berikut :
1. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan baik moril maupun materiil yang dapat menjadikan suatu pendorong semangat bagi kami dalam menyelesaikan Makalah ini.
2. Dosen Prodi S1 Keperawatan Ners, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan Rs.islam Surabaya, khususnya Dosen Mata Kuliah keperawatan GADAR .
3. Teman – teman Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan Rs.Islam Surabaya yang telah memberikan support dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik mengenai isi dalam pembahasan maupun dari segi sistematika penulisannya. Untuk itu kami selalu mengharapkan suatu kritik dan saran yang dapat menjadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki makalah ini.
Surabaya, 12 Desember 2012 Penyusu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian yang utama. Banyak pasien yang mangalami kematian akibat penyakit jantung. Penanganan yang salah dan kurang cepat serta cermat adalah salah satu penyebab kematian. Infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama bagi laki-laki dan perempuan di USA. Diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita infark miokard setiap tahunnya dan lebih dari 600 orang meninggal akibat penyakit ini. Masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang rendah membuat mereka salah untuk pengambilan keputusan penangan utama. Sehingga menyebabkan keterlambatan untuk ditangani. Hal ini yang sering menyebabkan kematian. Berbagai penelitian standar terapi trombolitik secara besar-besaran telah dipublikasikan untuk infark miokard akut (IMA) dengan harapan memperoleh hasil optimal dalam reperfusi koroner maupun stabilisasi koroner setelah iskemia.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan IMA ? b. Apa saja Klasifikasi IMA?
c. Apa etiologi dari IMA ?
d. Jelaskan patofisiologi dari IMA ? e. Jekaskan manifestasi klinis dari IMA? f. Apa komplikasi dari IMA ?
g. Apa saja Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada IMA?
C. Tujuan
Untuk mengetahui : a. Pengertian IMA b. Klasifikasi IMA c. Etiologi dari IMA d. Patofisiologi dari IMA e. Manifestasi klinis dari IMA f. Komplikasi dari IMA
g. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada IMA
h. Penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada klien dengan IMA
D. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan IMA sehingga menunjang pengetahuan dalam praktik keprofesian (Ners) khususnya dalam gerbong Keperawatan Gawat Darurat
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Menurut Brunner & Sudarth, 2002 infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
Sedangkan pengertian menurut Suyono, 1999 infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Biasanya didasari oleh adanya aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plaqus aterosklerosis yang tidak stabill (Soeparman, 1996:1098).
Infark miokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner atau besar atau pada cabang-cabangnya (Barbara C. Long, 1996:568).
Myocardial infark (MI, sumbatan koroner, thrombosis koroner atau serangan jantung) merupakan sumbatan total pada arteri koronaria. Sumbatan ini mungkin kecil dan focal atau besar dan difus. Pembuluh yang sering terkena adalah koronaris kiri, percabangan anterior kiri dan arteri circumflex. Pembuluh yang tersumbat mungkin hanya satu, dua, atau tiga pembuluh (Depkes, 1993:138).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Tiga kriteria untuk menegakkan diagnosis IMA adalah adanya nyeri dada khas infark, elevasi segmen ST pada EKG, dan kenaikan enzim creatine kinase (CK), dan creatine kinase myocardial band (CKMB).
1. Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler terdiri dari 3 bagian yang saling mempengaruhi yaitu jantung, pembuluh darah, dan darah (Depkes, 1993 : 3)
Jantung
Adalah organ yang mensirkulasi darah teroksigenasi ke paru-paru untuk pertukaran gas (Depkes, 1993:3). Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantaa kedua paru-paru. Jantung terdiri dari 3 lapisan : lapisan terluas disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam yaitu lapisan
endotel disebut endokardium. Ruangan jantung bagian atas yaitu atrium dan ventrikel. Secara fungsional darah dibagi menjadi alat menjadi alat pompa kanan dan pompa kiri yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru dan peredaran darah bersih ke sistemik. Terpisahnya ruangan dalam jantung mencegah percampuran antara daerah yang menerima darah yang tidak teroksigenali dari vena kava superior, inferior, dan sistem koroner. Darah ini melalui katup mitrat ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta untuk sirkulasi koroner dan sistemik (Sjafoellah, 1996:1069).
Miokardium menerima darah ketika diashole dari arteri kosong. Arteri koronaria kiri bercabang menjadi arteri descendino anterior dan arteri circumflex. Arteri koronaria kanan memberi darah antara lain ke SA node ventrikel kanan, permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena-vena koronaria mengembalikan darah ke sinus kemudia bersikulasi langsung ke dalam paru-paru (Depkes, 1993:3).
Pembuluh darah
Pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh bagian dan alat tubuh disebut arteri pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari ventrikel kiri disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastis dan terdiri 3 lapisan yaitu : lapisan terluar dinding arteri disebut tunika externa. Keadaan tidak elastis disebut arteri osklerosis, sedangkan bagian dalam dari arteri adalah tunika interna atau intima. Pembersihan plaqul yang terjadi pada dinding arteri bagian dalam disebut athero sclerosis. Hal ini mengakibatkan aliran darah arteri terganggu dan dapat mengakibatkan proses iskemia (Depkes, 1993:6).
Darah
Darah merupakan media transportasi oksigen, karbondioksida dan metabolit. Jadi darah merupakan pengatur keseimbangan asam basa, pengatur hormon dan pengontrol suhu. Dalam darah terdapat eritrosit, leukosit dan trombosit, meskipun 55 % elemen dalam darah adalah plasma. Hemoglobin yang ada dalam eritrosit membawa oksigenasi sel-sel. Peran eritrosit dalam mengangkut hemoglobin adalah penting. Oleh karena itu perlu keseimbangan antara pembentukan dan pemecahan eritrosit untuk menjamin pengantaran oksigen secara adekuat (Depkes, 1993:7).
2. Fisiologi Sirkulasi Koroner
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang sirkumfleks). Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh arteri koroner kiri (cabang sirkumfleks). Dengan demikian, obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark inferior disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan.
B. Klasifikasi IMA
Ada dua jenis infark miokardial yang saling berkaitan dengan morfologi, patogenisis, dan penampakan klinis yang cukup berbeda. (Dasar Patologi Penyakit, 1999 : 319)
1. Infark Transmural
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed.
2. Infark Subendokardial
Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah yang secara normal mengalami penurunan perfusi.
C. Etiologi
Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor menurut Kasuari(2002) : Faktor pembuluh darah :
Aterosklerosis Spasme Arteritis Faktor sirkulasi : Hipotensi Stenosos aurta Insufisiensi Faktor darah : Anemia Hipoksemia
polisitemia
Curah jantung yang meningkat :
Aktifitas berlebihan
Emosi
Hypertiroidisme
Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
Kerusakan miocard
Hypertropimiocard
Hypertensi diastolic Faktor predisposisi
Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah : o Usia lebih dari 40 tahun
o Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
o Hereditas
o Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam. Faktor resiko yang dapat diubah :
o Mayor : Hiperlipidemia Hipertensi Merokok Diabetes Obesitas
Diet tinggi lemak jenuh, kalori o Minor:
Inaktifitas fisik
Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif). Stress psikologis berlebihan.
D. Patifisiologi IMA
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku.
Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat,
sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
PATHWAY IMA
Timbunan kolesterol lipid di intima arteri besar
Penonjolan lumen pembuluh darah
Gangguan penyerapan nutrisi sel-sel endotel lapisan dinding pembuluh darah
Sel endotel nekrotik menjadi jaringan parut
Penyempitan lumen darah
Pembekuan darah
Penyumbatan aliran darah
Penuruna suplai darah tidak adekuat
Iskemik miokard
Kontraktilitas MK:Resti penurunan curah jantung(B2) infak miokard jantung menurun
CO dan supalai O2ke tekanan MK: nyeri tekanan diastole Saturasi O2 GI track hidrostatis akut (B3) ventrikel kanan
Hipotensi kakikardi dipsnea mortilitas akumulasi cairan yg odema paru Orthostatik usus abnormal dijaringan
Perifer
Kelemahan MK: Gg. MK: Gg. pola Napas nutrisi
(B1) kurang dr Odem MK: Gg.pertukaran
Kebutuhan(B5) gas (B1)
MK: Resti Gg perfusi jaringan MK: Intoleransi
Aktivitas (B6) Syok kardiogenik MK: Kelebihan Vol.cairan(B4) Kematian
E. Manifestasi klinis dari IMA
Nyeri dada seperti diremas-remas atau tertekan.
Nyeri dapat menjalar ke langan (umumnya ke kiri), bauhu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin.
Bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
Krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru.
Takikardi
Sesak napas
Kulit yang pucat
Pingsan
Hipotensi
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG: Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis, menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
2. Laboratorium
Enzim Jantung: CKMB, LDH,
Elektrolit: Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi
Sel darah putih: Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
Kecepatan sedimentasi: Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
GDA: Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
Kolesterol atau Trigliserida serum: Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
3. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
o Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia misal lokasi atau luasnya IMA
o Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
Pencitraan darah jantung (MUGA): Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
Angiografi koroner: Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
Digital subtraksion angiografi (PSA) Nuklear Magnetic Resonance (NMR): Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
Tes stress olah raga: Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
G. Komplikas IMA 1. Gagal ginjal kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untukmengosongkan diri, maka besar curah sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel kanan. 2. Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu :
Penurunan perfusi koroner
Peningkatan kongesti paru-paru 3. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompentensi katub mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi tergantung dari derajat gangguan pada otot papilari bersangkutan.
4. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura dinding septum sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum mendapatkan aliran darah ganda yaitu dari arteri yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus interventrikularis, maka rupture septum menunjukkan adanya penyakit arteri koronaria yang cukup berat yang mengenai lebih dari satu arteri. Rupture membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Karena tekanan jantung kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah akan mengalami pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang lebih kecil tekanannya. Darah yang dapat dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
5. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak alastis tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung.
6. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus. Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk
trombus adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan embolisme pada paru-paru.
7. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan, kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara kedua lapisan.
8. Aritmia
Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
H. Penatalaksanaan
1) Pengobatan iskemia dan infark Nitrogliserin
Terutama untuk dilatasi arteria dan vena perifer dengan memperlancar distribusi aliran darah koroner menuju daerah yang mengalami iskemia meliputi; vasodilatasi pembuluh darah kolateralis. Dilatasi vena akan meningkatkan kapasitas penambahan darah oleh vena diperifer, akibatnya aliran balik vena ke jantung menurun sehingga memperkecil volume dan ukuran ventrikel. Dengan demikian vasodilatasi perifer akan mengurangi beban awal akibatnya kebutuhan oksigen pun akan berkurang.
Propranol (inderal)
Suatu penghambat beta adrenergik, menghambat perkembangan iskemia dengan menghambat secara selektif pengaruh susunan saraf simpatis terhadap jantung. Pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta. Rangsangan beta meningkatkan kecepatan denyut dan daya kotraksi jantung . Proprenol menghambat pengaruh-pengarug ini, dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.
Digitalis
Digitalis dapat meredakan angina yang menyertai gagal jantung dengan meningkatkan daya kontraksi dan akibatnya akan meningkatnya curah sekuncup. Dengan meningkatnya pengosongan ventrikel, maka ukuran ventrikel berkurang. Meskipun kebutuhan akan oksigen meningkat akibat meningkatnya daya kontraksi, hasil akhir dari pengaruh digitalis terhadap gagal jantung adalah menurunkan kebutuhan miokardium akan oksigen.
Diuretika
Mengurangi volume darah dan aliran balik vena ke jantung, dan dengan demikian mengurangi ukuran dan volume ventrikel. Obat vasodilator dan antihipertensi dapat mengurangi tekanan dan resistensi arteria terhadap ejeksi ventrikel, akibatnya beban akhir menurun/berkurang. Sedativ dan antidepresan juga dapat mengurangi angina yang ditimbulkan oleh stres atau depressi.
2). Pengobatan untuk mencegah komplikasi
Deteksi dini dan pencegahan sangat penting pada penderita infark. Dua kategori komplikasi yang perlu diantisipasi yaitu; ketidakstabilan listrik atau aritmia dan gangguan mekanis jantung atau kegagalan pompa. Segera dilakukan pemantauan elektrokardiografi.
Prinsip-prisip penanganan aritmia :
o Mengurangi takikardi dengan perangsangan parasimpatis. Diperlukan abat-abat anti aritmia. antara lain ; isoproterenal (isuprel)
o Escopa beats, akibat kegagalan nodus sinus, obat-obat yang diperlukan untuk mempercepat pulihnya pacu jantung normal, yaitu nodus sinus, seperti : lidokain(xylocaine) dan prokainamid.
o Terapi dari blok jantung ditujukan untuk memulihkan atau merangsang hantaran normal. Diperlukan obat-obat yang mempercepat hantaran dan denyut jantung, antara lain : atropin, atau isoproterenal (isuprel) atau dengan pacu listrik (pace maker).
I. Prognosis
Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam bulan setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang ditingkatkan dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini penting bahwa semua pasien yang menderita serangan jantung secara teratur dan terus malakukan terapi jangka panjang dengan obat-obatan seperti:
1. ASPIRIN 2. clopidrogel
3. statin (cholesterol lowering) drugs
4. beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan melindungi otot jantung)
5. ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah) Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika penampilan karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani serangan jantung adalah untuk mencegah mereka.
Asuhan keperawatan pada klien dengan IMA
1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dalam proses keperawatan dalam mengumpulkan data yang akurat dan sistematis membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan tubuh pasien, mengidentifikasi kesehatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan (lismidar, 1993)
Pengumpulan data 1) Anamnesa
Nama, alamat, umur >40tahun, jenis kelamin pada laki-laki lebih tinggi dari pada wanita, pekerjaan, agama, suku, bangsa ras pada kulit hitam , status penderita, tanggal dan jam masuk di Rumah Sakit, diagnosa medis, No. register, serta tempat tanggal lahir.
2) Keluhan utama
Nyeri dada seperti diremas-remas atau tertekan 3) Riwayat kesehatan sekarang
Adanya keluhan sesak nafas, batuk, anureksia, mual muntah, nyeri hebat selama 30 menit, dan mejalar menjalar ke lengan (umumnya ke kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium.
4) Riwayat kesehatan yang lalu
Adanya riwayat penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, DM dan lain-lain.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti DM, Hipertensi atau lainnya yang berhubungan dengan penyakit pasien.
6) Riwayat psikososial
Perasaan terpisah dengan keluarga dan kebiasaan pasien sebelum masuk rumah sakit. 7) Pola-Pola fungsi kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Bagaimana persepsi klien tentang kesehatan, berapa kali sehari bila mandi, dan pada klien infark miokard akut didapatkan klien suka mengkonsumsi makanan yang berkolesterol, apakah klien merokok, berapa batang rokok yang dihisap setiap hari dan apakah klien mengkonsumsi minuman keras
Berapa kali klien makan dalam sehari, komposisi apa saja dan minum berapa gelas sehari, pada klien infark miokard akut didapatkan mual dan mutah)
(3) Pola Aktivitas
Klien dapat mengalami gangguan aktivitas akibat dari nyeri yang sangat hebat. (4) Pola Eliminasi
Berapa kali klien buang air besar dan buang air kecil sehari, bagaimna konsistensinya serta apakah ada kesulitan.
(5) Pola Tidur dan Istirah
Adanya nyeri dada hebat disertai mual, muntah, sesak sehingga klien mengalami ganguan tidur.
(6) Pola Sensori dan Kognitif
Klien mengerti atau tidak akan penyakitnya . (7) Pola Persepsi Diri
Klien mengalami cemas, kelemahan, kelelahan, putus asa serta terjadi gangguan konsep diri.
(8) Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan dan peran serta mengalami hambatan dalam menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari (9) Pola repruduksi dan seksual
Klien mempunyai anak berapa serta berapa kali klien melakukan hubungan seksual dalam seminggu.
(10) Pola penanggulangan stres
Apakah ada katidak efektifan mengatasi masalah. (11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kepercayaan atau agama yang dianut klien serta ketaatan dalam menjalankan ibadah.
8) Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Inspeksi: sesak nafas +, retraksi intercostae +, pernafasan cuping hidung +, terpasang alat bantu nafas, RR > 20 x/menit
Auskultasi: terdapat suara tambahan, ronchi +, wheezing +, crackles +,
B2 (Blood)
Palpasi: vena jugular amplitudonya meningkat, CRT > 2 detik, nadi biasanya takikardi
Auskultasi: sistolik murmur, suara jantung S3 dan S4 galop.
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya masih baik
B4 (Bladder)
Biasanya urin output menurun, warna kuning pekat, terpasang cateter, frekuensi berkemih turun, dan terjadi edema perifer
B5 (Bowel)
Biasanya terjadi konstipasi, nafsu makan menurun, bising usus menurun, perut biasanya kembung, palpasi di hati lembek.
B6 ( Bone)
Penurunan ADL, bed rest total, kelemahan otot, nyeri positif.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,irama jantung
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah jantung 4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal
5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat 8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan
9. Sindrome perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik 10. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
3. Intervensi keperawatan N
o
DIAGNOSA
KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
1. Pantau atau catat
karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan respon hemodinamik (meringis, menangis, gelisah,
berkeringat, mencengkeram dada, napas cepat,
TD/frekwensi jantung berubah).
2. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi, intensitas (0-10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar), dan penyebarannya.
3. Observasi ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga. 4. Anjurkan pasien untuk
melaporkan nyeri dengan Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman 5. Bantu melakukan teknik
relaksasi, mis,, napas dalam/perlahan, perilaku
1. Kebanyakan px dengan IM akut tampak sakit. Pernapasan mungkin meningkat senagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas, sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
2. Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh px. Bantu px untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain.
3. Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,.
4. Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran
nyeri/memerlukan peningkatan dosis obat.
5. Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan
distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi. 6. Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai indikasi.
7. Berikan obat sesuai indikasi, contoh: Antiangina, seperti nitrogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur). 1. 2. kemampuan koping
6. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.
7. Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek fasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia. 2. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,irama jantung 1. Catat terjadinya S3, S4
2. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri.
3. Pantau data laboratorium : contoh enzim jantung, GDA, elektrolit.
4. Berikan obat antidisritmia
1. Hipotensi ortostatik(postural) mungkin berhubungan dengan komplikasi infark, contoh GJK. 2. Frekuaensi dan irama jantung
berespon terhadap obat dan aktivitas sesuai dengan terjadinya komplikasi/disritmia yang
mempengaruhi fungsi jantung atau meningkatkan kerusakan iskemik.
3. Enzim memantau
perbaikan/perluasan infark. Adanya hipoksia menunjukkan kebutuhan tambahan oksigen. Keseimbangan elektrolit, mis,, hipokalemia/hiperkalemia sangat besar berpengaruh pada irama jantung/kontraktilitas.
sesuai indikasi
5. Observasi ulang seri EKG.
simptomatis kecuali untuk PVC, dimana sering mengancam secara profilaksis.
5. Memberikan informasi sehubungan dengan
kemajuan/perbaikan infark, status fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit dan efek teraphi obat. 3. Resiko tinggi
perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah jantung
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu, contoh: cemas, bingung, latergi, pingsan
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit
dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
3. Observasi tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema. 4. Dorong latihan kaki
aktif/pasif, hindari latihan isometrik.
5. Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan.
6. Observasi fungsi gastroentestinal, catat
1. Perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam-basa, hipoksia, atau emboli sistemik. 2. vasokontriksi sistemik
diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3. Indikator trombosis vena dalam
4. Menurunkan stasis vena. Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebitis.
5. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernapasan. Namun, dispnea
tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboliparu 6. Penurunan aliran darah ke
anoreksia, penurunan/tak ada bising usus,
mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi. 7. Pantau pemasukan dan
catat perubahan haluaran urine. Catat berat jenis sesuai indikasi.
8. Pantau data laboratorium contoh, GDA, BUN, kreatinin, elektrolit. 10. Beri obat sesuai indikasi,
contoh:
Heparin/natrium warfarin (cou madin)
disfungsi gastroentestinal, contoh kehilangan peristaltik.
7. Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat
mengakibatkan penurunan
volume sirkulasi yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ.
8. Indikator perfusi/fungsi organ.
10. Kolaborasi obat :
· Dosis rendah heparin diberikan secara profilaksis pada pasien resiko tinggi (contoh, fibrilasi atrial, kegemukan, aneurisma ventrikel, atau riwayat tromboflebitis) dapat untuk menurunkan resiko
tromboflebitis atau pembentukan trombus mural. 5 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal 1. Evaluasi frekuensi pernapasan dan
kedalaman. Catat upaya pernapasan, contoh adanya dispnea, penggunaan otot bantu napas, pelebaran nasal. 2. Auskultasi bunyinapas.
1. Respons pasien bervariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut. Penekanan pernapasan dapat terjadi dari penggunaan analgesik berlebihan.
Catat area yang
menurun/tak ada bunyi napas dan adanya bunyi tambahan, contoh, krekels atau ronki.
3. Observasi penyimpangan dada. Selidiki penurunan ekspansi atau
ketidaksimetrisan gerakan dada.
4. Lihat kulit dan membran mukosa untuk adanya sianosis.
5. Tinggikan kepala tempat tidur, letakan pada posisi duduk tinggi atausemi Fowler
6. Tekankan menahan dada dengan bantal selama napas dalam/batuk.
7. Kolaborasi
7. Berikan tambahan oksigen dengan kanula atau masker, sesuai indikasi.
dasar paru selama periode waktu setelah pembedahan sehubungan dengan terjadinya atelektasis. Krekels atau ronki dapat
menunjukkan akumulasi cairan. 3. Cairan pada area pleural
mencegah ekspansi lengkap (biasanya satu sisi) dan
memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi
4. Sianosis bibir, kuku daun telinga atau keabu-abuan umum
menunjukkan kondisi hipoksia sehubungan dengan gagal jantung atau komplikasi paru.
5. Merangsang fungsi
pernapasan/ekspansi paru. Efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru.
6. Menurunkan pada tegangan insisi, meningkatkan ekspansi paru maksimal
7. Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya pada adanya penurunan/gangguan ventilasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M Umur : 56 tahun Jenis kelamin : Perempuan Suku : Madura Agama : Islam Pendidikan :SD No rekam medic : 2695xx
Alamat : Sawah pulo wetan Surabaya
Tanggal MRS ICU : 4 Desember 2012 Jam : 21.00 Tanggal Pengkajian : 5 Desember 2012 Jam :07.00 Dx Medis : IMA Anferior + AV Blok grede II + DM
B. RIWAYAT KEPERAWATAN 1. Keluhan utama
Pasien tidak sadar dengan GCS 111 2. Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 03/12/2012 jam 04.00 pasien pergi ke pasar tiba-tiba jatuh dan pingsan , lalu dibawa ke IRD RSUD DR.M.Soewandhie dan MRS di ruang JPS dengan diagnosa IMA inferior + AV Blok grede II + DM. Karena kondisinya menurun tanggal 04/12/2012 pukul 20.00 pasien di pindahkan ke ICU. Pada jam 23.00 pasien mulai gelisah tidak bisa tidur, tidak mau dipasang kateter dan O2 masker dilepas.
Tanggal 05/12/2012 jam 03.00 dini hari pasien tidak sadar dengan GCS 111, SPO2<85%, Perfusi DLP, distress nafas,
Pukul 07.00 pasien kondisi memburuk dengan GCS 111 SPO2<85%, Perfusi DLP, distress nafas, terpasang masker ketat tersambung dengan ventilator.
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat DM 4. Riwayat kesehatan keluarga
C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Breathing (B1)
- Bentuk dada simetris - Bunyi nafas ireguler - Ronchi +/+
- Pasien terpasang masker ketat terpasang ventilator S(CMV) 100 %, VT= 500, FiO2 = 100, FreQ= 14, PEEP= 12
- RR= 42 x / mnt - SPO2 = <85 2. Blood (B2)
-Suara jantung tambahan S3 - nadi ireguler
- CRT = >2 detik - akral DLP
- Td= 77/51, N= 70 x/mnt, RR= 41x/mnt - nadi perifer lemah.
3. Brain (B3)
- pupil isokor diameter 2mm - GCS = 1x1 (coma)
- Pasien tampak pucat 4. Bladder (B4)
- terpasang DC tanggal 5/12/2012 jam 03.00 - Produksi urine: jam 09.00 sebanyak 110 cc jam 12.00 sebanyak 20 cc jam 15.00 sebanyak 0 cc jam 18.00 sebanyak 0 cc jam 21.00 sebanyak 0 cc - warna urin jernih , bau khas
Balance = cairan masuk-cairan keluar = 1050 cc – 340cc
5.Bowel (B5) - distensi (+)
- NGT (+) , keluar cairan kemerahan sebanyak 10 cc - Bising usus 8 x/ menit
- tidak teraba massa - Asites (-)
6. Bone (B6)
- kemampuan sendi terbatas - Oedema tungkai ( - ) - parese (-)
- hemiparese (-)
- infuse asering 7 TPM tangan kiri
- Dopamin Pump Tangan kiri 10 meq/kgBB/mnt
C. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hasil pemeriksaan laboratorium
Nama Hasil Nilai normal
GDA HB Hematokrit leukosit LED Eosinophil Basophil Neutrhopil Lymphocit monocyte Thrombosit SGOT SGPT Albumin CKMB Na K 135 11,1 33,6 12.480 15 0,8 0,62 67,9 21,6 9,5 228.000 357 65 3,5 171 142 4,0 L:13,2-17,3gr/dl P: 11,7-15,5 gr/dl L : 40-52% P: 35-47% L : 3.800-10.600/cmm P: 3.600-11.000/cmm 0-4 % 0-1% 46-73% 25-40% 4-10% 150.000-500.000 cm 14-59 Mmol/L 9-72 Mmol/L 7-25 U/L 136-145 meq/L 3,7-5,1 meq/L
BGA
Nama Hasil Nilai normal
Baro Temp A/F P50 R Fio2 PO2 PCO2 Ph Thb So2 NA K CL iCA BE CHCO3 So2 (c) AaDo2 756,3 mmHG 37,7 c adult 26,7 mmHg 0,840 0,998 40,1 mmHg(-) 57,3 mmHg(+) 7,127 (-) 12,5 g/dl 53,2% (-) 141,1 mmoL 4,32 mmol 110,2 mmol 38,8% -11,0 mmol/L 18,5 mmol 53,9% 602,2 mmHg 26,7 mmHg 0.990 0.210 80.0-100.0 35.0-45.0 7.350-7.450 11.5-17.4 75.0-99.0
Kesimpulan :asidosis metabolik alkalosis respiratorik 2. hasil foto thorax
ETT dengan ujung setinggi Vth 3 COR besar dan bentuk normal Pulmo infiltrate di kedua paru
Sinus costa phrenicus kanan/kiri tajam tulang-tulang dinding thorax dan soft tisu normal
Kesimpulan :pneumoni
3. EKG
Atrial fibrillation, ventrivular premature complex, ST dan T abnormal, consider recens , inferior miocard or pericardial demage, ST depression , kesimpulan abnormal EKG
4. Therapy
- Inf Ringer Asetat 500 cc/24jam ( 7 TPM) - Inj Omeprazol : 1x40 mg
- Inj Ceftizoxime 3x 1gr - Inj Lovenox 2x0,6 cc (SC) - Inj Antrain 3x1 k/p suhu > 38 C Oral : - Atorvastatin 2 mg 0-0-1 (PC) - Alprazolam 0,5 mg 0-0-1 (PC) - ASA 100 mg 1-0-0 (PC) - CPG : 75 mg 1-0-0 (PC) Pump :
- Dopamin pump 3 Meq/kgBB/mnt - Furosemid 1 mg/jam (stop)
ANALISA DATA Nama px : Ny. M
Umur : 56 tahun
NO Data (DS/DO) Masalah Etiologi
1 Ds : -
Do: bunyi nafas ireguler, ronchi +/+ , terpasang masker ketat tersambung ventilator 5 (CMV), 100 % VT : 500. FiO2 : 100, FreQ : 14, PEEP : 12 , RR : 42 x /mnt, SPO2 : 85, foto thorak : pneumoni
Gg. pola nafas Iskemik miocard
Kontraktilitas jantung menurun
CO2 dan saturasi O2 menurun
Dispneu
2 Ds : -
Do : perfusi DLP, nadi perifer lemah, suara jantung S3, CRT >2 detik, TD : 77/51 mmhg, N : 70X/mnt, RR : 42 x/mnt , pasien coma , GCS 111, produksi urin Produksi urine: jam 09.00 sebanyak 110 cc jam 12.00 sebanyak 20 cc jam 15.00 sebanyak 0 cc jam 18.00 sebanyak 0 cc jam 21.00 sebanyak 0 cc Gangguan perfusi jaringan Iskemik miocard Kontraktilitas jantung menurun
CO2 dan saturasi O2 menurun
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
1 Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan dispnea di tandai dengan : bunyi nafas ireguler, ronchi +/+ , terpasang masker ketat tersambung
ventilator 5 (CMV), 100 % VT : 500. FiO2 : 100, FreQ : 14, PEEP : 12 , RR : 42 x /mnt, SPO2 : 85, foto thorak : pneumoni
2 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah ditandai dengan :
perfusi DLP, nadi perifer lemah, suara jantung S3, CRT >2 detik, TD : 77/51 mmhg, N : 70X/mnt, RR : 42 x/mnt , pasien coma , GCS 111 Produksi urine: jam 09.00 sebanyak 110 cc jam 12.00 sebanyak 20 cc jam 15.00 sebanyak 0 cc jam 18.00 sebanyak 0 cc jam 21.00 sebanyak 0 cc
RENCANA TINDAKAN
No. Dx
Tujuan dan Kriteria hasil Rencana tindakan dan rasional
1. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pernafasan dapat teratur
kriteria hasil : bunyi nafas regular , ventilator (-) , SpO2 100 % ,RR < 20 x /mnt, tidak ada sianosis, area paru bersih
1. Evaluasi frekuemsi pernapasan dan kedalaman contohnya dispnea, penggunaan otot bantu napas dan pelebaran nasal r/ respon pasien berfariasi, kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena karena nyeri 2. Auskultasi bunyi napas catat
bunyi napas tambahan
r/Bunyi napas sering menurun pada dasar paru selama periode waktu
3. Tinggikan kepala dengan posisi semi fowler
r/merrangsang ekspansi paru 4. Dorong pemasukan cairan
maksimal dalam perbaikan jantung
r/hidrasi adekuat membantu mengencerkan sekret
5. Beri obat analgesik sebelum pengobatan pernapasan sesuai indikasi
r/ berguna untuk menurunkan katidaknyamanan
6. Berikan tambahan oksigen r/ reekspasi paru dengan pelepasan akumulasi darah
2. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam perfusi jaringan baik
kriteria hasil : TTV dalam batas normal , CRT < 2 detik , Balance cairan normal , perfusi HKM, tidak ada suara nafas tambahan
1. Lihat pucat, sianosis, kulit dingin atau lembab
r/vasokontriksi iskemik
diakibatkan oleh penurunan curah jantung
2. Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan
r/pompa jantung gagal dapat memunculkan distres napas 3. Kaji fungsi gastrointestinal catat
bising ususm, mual muntah, distensi abdomen
r/ penurunan airan darah dapat mengakibatkan disfungsi gastrointestinal
4. Pantau pemasukan dan catat perubahan haluarn urin r/penurunan pemasukan dapat mengakibatkan penurunan sirkulasi
5. Beri obat sesuai indikasi
r/ heparin dosis rendah mungkin diberikan secaara prokfilasis pada pasien resiko tinggi
TINDAKAN KEPERAWATAN NO TINDAKAN KEPERAWATAN Dx 1 dan Dx 2 5/12/2012 Jm. 07.00 mengobservasi TTV r/ TD : 70/51, N : 70, RR : 42 x/mnt jm. 07.10 memberikan therapy O2 r/ pasien mendapatkan O2 masker ketat
jm. 07.30 mengkolaborasikan pemberian obat diuretic
r/ awalnya pasien mendapatkan furosemid , tapi dikarenakan tensi <100 furosemid stop
jm. 08.00 memberikan posisi syok r/ kaki lbh tinggi dari jantung
jm 08.00 kolaborasi pemberian obat adrenalin r/ dopamine pump 2 meq/ kg BB/mnt
jm 08.20 memonitoring EKG r/ sinus takikardi HR : 40 X/mnt
jm. 09.00 memonitoring tanda tanda sianosis r/ nadi perifer lemah CRT> 2 detik
jm 09.00 memantau balance cairan r/ 60 – 110 = - 50 cc
jm 09.30 dilakukan pemasangan ETT
r/ ventilator 5 (CMV), 100 % VT : 500. FiO2 : 100, FreQ : 14, PEEP : 12 , RR : 42 x /mnt, SPO2 : 85
jm 10.00 injeksi miloz 3mg, SA 2 ampul, morfin 2 mg jm 12.00 balance cairan
r/ 110 – 20 = + 90 cc jm 13.00 observasi TTV r/ Td: 90/50 N: 80 jm 21.00 observasi TTV
r/ Td:70/50 N:40 pasien cardict arest dilakukan RJPO dan pemberian obat adrenalin
CATATAN PERKEMBANGAN
No CATATAN PERKEMBANGAN
Dx 1 14.00
S= -
O = bunyi nafas ireguler , ronchi +/+, terpasang masker ketat tersambung dengan ventilator S(CMV) 100 % , VT =500 , fiO2= 100 %, FreQ= 14 PEEP= 12, RR= 42x /mnt , SPO2 = 85 , Foto thorax= pneumoni A = masalah belum teratasi
P = intervensi di lanjutkan
Dx 2 14.00
S= -
O= perfusi DLP, nadi periver lemah, Td; 70/51 , n: 70x/mnt , RR= 42x/mnt, pasien coma, GCS = 111 cairan masuk = 930 cc, cairan keluar = 1010 cc , CRT : >2detik , suara jantung S3
A= maslah belum teratasi P= intervensi dilanjutkan
EVALUASI
No EVALUASI
Dx1 22.00
S= -
O = bunyi nafas ireguler , ronchi +/+, terpasang masker ketat, tersambung dengan ventilator S(CMV) 100 % , VT =500 , fiO2= 100 %, FreQ= 14 PEEP= 12, RR= 42x /mnt , SPO2 = 85 , Foto thorax= pneumoni,
Balance cairan : cairan masuk - cairan keluar =1050-340 =+710 cc A = masalah belum teratasi
P = intervensi dihentikan pasien meninggal
Dx 2 22.00
S= -
O= perfusi DLP, nadi periver lemah, Td; 70/51 , n: 70x/mnt , RR= 42x/mnt, pasien coma, GCS = 111, CRT : >2detik , suara jantung tambahan S3 Balance cairan : cairan masuk - cairan keluar =1050-340 =+710 cc A= maslah belum teratasi