• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Publik- Working Paper

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Kebijakan Publik- Working Paper"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Implementasi  

Kebijakan Publik 

   

Konsep studi implementasi kebijakan publik dimulai pertama kali pada tahun 1973 yang  dilakukan  oleh  jeffrey  L.  Pressman  dan  Aaron  Wildavsky  dalam  bukunya  yang  berjudul  “Implementaion: How Great Expectations in Washington Are Dashed in Oakland”. Dalam buku  tersebut  Pressman  dan  Wildavsky  menjelaskan  mengenai  bagaimana  suatu  kebijakan  publik,  yang  ditetapkan  oleh  Pemerintah  Amerika  yang  didukung  oleh  Kongres,  untuk  mengurangi  tingkat  pengangguran  diimplementasikan  di  Kota  Oakland.  Secara  umum  dalam  generasi  pertama  ini  mengemukaan  mengenai:  (1)  mengelola  pergeseran  fokus  dari  sebuah  proposal  menjadi  suatu  aturan  dan  bagaimana  aturan  menjadi  program;  (2)  menggambarkan  kompleksitas  dan  dinamika  sifat  dari  implementasi;  (3)  menekankan  pada  pentingnya  suatu  subsistem  kebijakan  dan  kesulitan  suatu  subsistem  dalam  menghasilkan  koordinasi  dan  pengendalian;  (4)  mengidentifikasi  sejumlah  faktor‐faktor  yang  seolah‐olah  menjadi  pemicu  hasil  sebuah  program  yang  biasanya  kekurangan  ekspektasi;  dan  (5)  mendiagnosa  beberapa  patologi yang secara periodik mempengaruhi aktor yang melaksanakan implementasi. 

Perkembangan  berikutnya  merupakan  generasi  kedua  dalam  studi  implementasi,  pada  tahun 1975  Daniel Mazmanian dan Paul Saatier menulis buku yang berjudul “Implementation  and Public Policy”, Donald S. Van Meter dan Carls E. Van Horn menulis buku yang berjudul  ”The  Policy  Implementation  Process:  A  Conceptual  Framework  in  Administration  and  Society”  dan  “Merilee S. Grindle menulis buku yang berjudul “Politics and Policy Implementation in The Third 

(2)

World”. Secara umum dalam generasi kedua ini mengemukaan mengenai: (1) bentuk kebijakan  dan kontennya; (2) organisasi dan sumber dayanya; (3) pelaku termasuk didalamnya mengenai  telenta‐talenta, motivasi‐motivasi, kecenderungan‐kecenderungan, dan hubungan/ relasi antar  personal termasuk pola komunikasinya. 

Generasi ketiga dalam studi implementasi muncul pada tahun 1990 yang doimotori oleh  Malcolm  L.  Goggin,  Ann  O’M  Bowman,  James  Lester  dan  lautence  J  O’toole  dengan  bukunya  yang  berjudul  “Implementation  Theory  and  Practice  –  Toward  a  third  Generation”.Dalam  generasi  ketiga  terebut  lebih  ditekankan  pada  pendekatan  scientific  yang  mengintegrasikan  pertimbangan‐pertimbangan utama dengan variabel‐variabel penelitian top‐down dan bottom‐ up.  

Berikut  ini  adalah  uraian  singkat  mengenai  apa  dan  bagaimana  studi  implementasi  sesuai dengan perkembangan teori studi impelentasinya:  

 

Generasi Pertama 

Generasi  pertama  yang  dipelopori  oleh  Pressman  dan  Wildavsky  (1973),  dimana  hasil  studinya  menekankan  pada  perubahan  fokus  dari  bagaimana  suatu  proposal  menjadi  sebuah  aturan,  dan  bagaimana  suatu  aturan  menjadi  sebuah  program,  dan  menjelaskan  mengenai  kompleksitas,  kesulitan,  dan  tingkat  kejadian  kesalahan  yang  muncul  dalam  proses  implementasi.  Dalam  penelitiannya,  Pressman  dan  Wildavsky  menggunakan  asumsi  bahwa  proses  kebijakan  dilakukan  secara  top‐down  dan  bersifat  linier  yang  dilakukan  oleh  pejabat  pemerintah.  Model  ini  mengasumsikan  bahwa  implementasi  harus  merupakan  proses  yang 

(3)

sedikit mungkin adanya deviasi. Model ini mensarankan bahwa pembuat kebijakan merupakan  satu‐satunya  aktor  penting  sehingga  aktor‐aktor  di  tingkat  organisasi  hanya  bertugas  untuk  melaksanakan proses implementasi dengan benar.  

Pemikiran  utama  dari  Pressman  dan  Wildavsky  bahwa  studi  implementasi  tidak  dapat  memisahkan  antara  mendesain  kebijakan  dengan  implementasinya,  karena  jika  tindakan  itu  dilakukan  merupakan  tindakan  yang  fatal.  Implementasi  merupakan  kemampuan  mencapai  konsekuensi‐konsekuensi  yang  diprediksi  setelah  kondisi‐kondisi  awal  dapat  dipenuhi,  akan  tetapi  implementasi  bukan  dimaksudkan  untuk  menciptakan  kondisi‐kondisi  awal  tersebut.  Legislasi  harus  memiliki  komitmen  dalam  memberikan  persetujuan  dan  pendanaan  sebelum  pelaksanaan  implementasi  untuk  mengamankan  hasil  (outcomes)  yang  telah  diprediksi.  Kelemahan  dalam  implementasi  tidak  dapat  diartikan  sebagai  suatu  kegagalan  dalam  menjalankan  kebijakan  tetapi  merupakan  suatu  ketidakmampuan  untuk  mengikuti  apa  yang  telah  ditetapkan.  Oleh  karena  itu  implementasi  harus  dilihat  sebagai  suatu  proses  interaksi  antara  penyusunan  tujuan‐tujuan  (setting  of  goals)  dengan  tindakan‐tindakan  yang  dirancang  untuk  mencapai  tujuan‐tujuan  tersebut.  Dengan  kata  lain,  mempelajari  proses  implementasi  juga  harus  memahami  mengenai  proses  penyusunan  tujuan‐tujuan  atau  kebijakan  yang  akan  mengarahkan  suatu  implementasi,  dengan  menitikberatkan  perhatian  pada  posisi  struktural  mereka  yang  menetapkan  target  (para  pengambil  kebijakan)  dan  mereka  yang  harus  mengimplementasikannya (para birokrat).  

Studi  implementasi  berbeda  dengan  evaluasi  kebijakan  atau  sekarang  yang  dikenal  dengan  analisis  kebijakan.  Studi  implementasi  memberikan  pondasi  bagi  evaluasi  kebijakan,  dimana  studi  implementasi  didasarkan  kesadaran  yang  kuat  pada  sasaran‐sasaran  yang  telah 

(4)

ditetapkan  sebelumnya  dan  konsekuensi‐konsekuensi  kedepan  yang  memiliki  atau  tidak  memiliki  kesesuaian  dengan  harapan  sebenarnya,  sedangkan  evaluasi  menitikberatkan  pada  bagaimana  hasil  dari  implementasi  kebijakan  tersebut,  apakah  baik  atau  buruk  dengan  melakukan  observasi  pada  perbedaan  antara  konsekuensi  yang  diharapkan  dengan  yang  sebenarnya dicapai. 

Jika  ide  Pressman  dan  Wildavsky  kami  gambarkan  dalam  suatu  diagram,  maka  studi  implementasi adalah sebagai berikut:                                Desain  Kebijakan  Implementasi  Kebijakan  Kinerja  Kebijakan  Interaksi  • Definisi  permasalahan  kebijakan  • Latar belakang  Kepentingan  para perumus  kebijakan  • Konteks  kebijakan  • Komitmen  • Sasaran  kebijakan  Perumus  Kebijakan  Implementor  kebijakan  Capaian atas  hasil yang  diharapkan  • Kepemimpinan   • Komitmen  • Perencanaan   • Dukungan  Finansial   • Dukungan Staff  yang profesional  • Koordinasi  • Sinkronisasi  • Prosedur  • Ketepatan waktu   • Bebas pengaruh 

Studi Implementasi

(5)

Berdasarkan  diagram  diatas  terlihat  bahwa  studi  implementasi  dimulai  dari  para  perumus kebijakan yang terdiri dari Legislatif (DPR di tingkat pusat dan DPRD di tingkat daerah),  dan  eksekutif  (Presiden,  Menteri/  Ketua  LPND,  Kepala  Daerah,  dan  Kepala  Dinas/Badan/Kantor), yang akan menghasilkan desain kebijakan yang akan menjadi arahan bagi  implementor  kebijakan  (Departemen/  LPND,  Dinas/Badan/Kantor,  dan  lembaga  lain  yang  terlibat  dalam  implementasi)  untuk  mengimplementasikan  kebijakan  agar  konsekuensi  atau  hasil dari kebijakan dapat dicapai. 

Para  pengambil  kebijakan  dalam  mendesain  kebijakan  mempertimbangkan  hal‐hal  sebagai berikut: 

1) Definisi permasalahan kebijakan, yaitu kebutuhan, nilai atau kesempatan yang diinginkan  oleh  publik  yang  harus  dipenuhi  oleh  pemerintah.  Contohnya:  permasalahan  tingginya  tingkat pengangguran, tidak adanya lahan pekerjaan, kerusuhan, kemiskinan, dan lain‐lain;  2) Latar belakang kepentingan para perumus kebijakan,yaitu apa saja yang melatarbelakangi 

para aktor dalam merumuskan kebijakan. Contohnya: hubungan relasi, kepentingan politik  tertentu, situasi politik, waktu dan tempat; 

3) Konteks  Kebijakan,  yaitu  apa  yang  mendasari  penetapan  desain  kebijakan.  Contohnya:  memecahkan  masalah  kebijakan,  mendukung  kepentingan  politik  tertentu,  mendukung  kepentingan kelompok tertentu, dan kepatuhan; 

4) Komitmen,  yaitu  komitmen  akan  adanya  dukungan  politik  dan  dukungan  sumber  daya  finansial atas kebijakan yang ditetapkan. 

5) Sasaran kebijakan, yaitu apa dan siapa yang akan menjadi target dari kebijakan yang akan  ditetapkan. 

(6)

 

Implementor  kebijakan  agar  dapat  mengimplementasikan  kebijakan  dengan  baik  dipengaruhi oleh hal‐hal berikut: 

1) Kepemimpinan.  Organisasi  implementor  harus  memiliki  pemimpin  yang  dapat  mengarahkan seluruh aktivitas organisasi untuk mencapai hasil yang telah diprediksi  oleh  perumus  kebijakan.  Kepemimpinan  memiliki  peran  untuk  menentukan  hal‐hal  yang  harus  dilaksanakan  oleh  organisasi  agar  mampu  menterjemahkan  apa  yang  menjadi tujuan dari kebijakan. 

2) Komitmen.  Upaya‐upaya  yang  dilakukan  oleh  implementor  harus  didukung  oleh  komitmen yang kuat dari seluruh komponen organisasi mulai dari pimpinan sampai  dengan  staff,  karena  tanpa  adanya  komitmen, konsekuensi‐konsekuensi  yang  telah  diprediksi akan sulit untuk dapat dicapai.  

3) Perencanaan.  Setiap  kebijakan  atau  program  yang  telah  ditetapkan  oleh  para  perumus  kebijakan  harus  direncanakan  dengan  baik  oleh  implementor  sebelum  diimplementasikan.  Perencanaan  yang  baik  adalah  perencanaan  yang  mampu  menterjemahkan  tujuan  kebijakan  atau  program  ke  dalam  aktivitas‐aktivitas  yang  terarah sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga hasil yang diharapkan  (desired outcomes) dapat dicapai.  

4) Dukungan  finansial.  Setiap  kebijakan  akan  memiliki  konsekuensi  finansial,  oleh  karena  itu  implementasi  kebijakan  membutuhkan  dukungan  finansial  yang  mampu  menjaga keberlangsungan implementasi kebijakan tersebut. 

(7)

5) Dukungan staff yang profesional. Pihak yang secara langsung menjadi implementor  di  lapangan  untuk  menjalankan  aktivitas‐aktivitas  sesuai  dengan  perencanaan yang  telah  ditetapkan  adalah  staff,  oleh  karena  itu  agar  implementasi  dapat  berjalan  dengan  baik  dibutuhkan  adanya  dukungan  staff  yang  memiliki  kompetensi  dan  kapabilitas yang sesuai dengan yang dibutuhkan. 

6) Koordinasi.  Implementor  kebijakan  bukanlah  pihak  yang  berdiri  sendiri  tetapi  merupakan pihak‐pihak  yang  saling  memiliki keterkaitan  satu  dengan  yang  lainnya,  oleh  karena  itu  agar  implementasi  kebijakan  dapat  dijalankan  sesuai  dengan  tujuannya perlu adanya koordinasi diantara pihak‐pihak tersebut. 

7) Sinkronisasi.  Untuk  menghindarkan  persepsi  yang  berbeda  diantara  implementor,  perlu adanya sinkronisasi mengenai teknis implementasi kebijakan tersebut. 

8) Sistem  dan  prosedur.  Kejelasan  dan  keteraturan  langkah  penerapan  kebijakan  memerlukan adanya sistem dan prosedur yang baku yang dapat dijadikan pedoman  oleh seluruh pihak yang mengimplementasikan kebijakan tersebut. 

9) Ketepatan  waktu.  Proses  implementasi  merupakan  tahapan  yang  sequential  yang  saling  berkaitan  sehingga  jika  salah  satu  tahapan  implementasi  tidak  dilaksanakan  tepat  waktu  maka  tahapan‐tahapan  berikutnya  juga  akan  terpengaruh  oleh  keterlambatan tersebut. 

10) Bebas  pengaruh.  Intervensi  dalam  proses  implementasi  akan  berakibat  pada  ketidakkonsistenan implementor dalam mengimplementasikan kebijakan yang pada  akhirnya  tujuan  utama  dari  kebijakan  tidak  dapat  terpenuhi.  Oleh  karena  itu 

(8)

implementor harus bebas pengaruh pada saat pelaksanaan implementasi kebijakan  apabila kebijakan tersebut telah dapat ditetapkan dengan baik. 

 

Hal penting lainnya agar kebijakan dapat dipersepsikan dan diimplementasikan dengan  baik  oleh  implementor,  adalah  adanya  interaksi  antara  pihak  yang  merumuskan  kebijakan  dengan  pihak  yang  mengimplementasikan  kebijakan  tersebut.  Pihak  yang  merumuskan  kebijakan  membutuhkan  data  dan  informasi  yang  akurat  yang  akan  digunakan  untuk  mendesain  kebijakan,  akan  tetapi  mereka  tidak  memiliki  infrastruktur  yang  baik  untuk  mendapatkan  data  dan  informasi  tersebut.  Ketersediaan  data  dan  informasi  akan  dapat  dipenuhi  dengan  baik  oleh  implementor  karena  mereka  memiliki  infrastruktur  yang  memadai  untuk dapat mencari data, mengolahnya dan menjadikannya informasi yang berguna bagi para  perumus kebijakan. Di pihak lain, menterjemahkan suatu kebijakan menjadi program‐program  dan  aktivitas‐aktivitas  yang  spesifik  oleh  implementor  tidak  akan  efektif  jika  tidak  melakukan  interaksi berupa komunikasi dengan para perumus kebijakan. 

Metode  yang  dikembangkan  dalam  penelitian  adalah  metode  kualitatif‐deskriptif  dengan  menggunakan  teknik  pengumpulan  data  yang  lebih  didominasi  oleh  interview  dan  observasi. 

     

(9)

Generasi Kedua 

Generasi ini sudah menggunakan analytical frameworks untuk memberi arah penelitian  pada  fenomena  yang  kompleks  dari  implementasi  kebijakan.  Penekanan  yang  diutamakan  dalam generasi kedua adalah: 

1) Bentuk kebijakan dan kontennya   2) Organisasi dan sumber dayanya  

3) Pelaku  –  yang  berhubungan  dengan  talenta‐talentanya,  motivasi‐motivasinya,  kecenderungan‐kecenderungan,  dan  hubungan/  relasi  antar  personal  termasuk  pola  komunikasinya. 

Selain  itu  beberapa  hal  penting  lainnya  yang  dikembangkan  dalam  analytical  frameworksnya adalah: 

1) Pengakuan  bahwa  implementasi  mengalami  perbedaan  sesuai  dengan  perjalanan  waktu,  berbagai kebijakan yang berbeda, dan dari satu negara ke negara lainnya; 

2) Identifikasi siapa saja aktor yang dapat menjelaskan variasi‐variasi tersebut; 

3) Adanya pertentangan dari berbagai permasalahan sulit yang berkaitan dengan proses dari  penelitian sistematis empiris dalam sub disiplin ilmu tersebut. 

Untuk  melihat  perbedaan  antara  generasi  pertama  dengan  generasi  kedua,  kami  akan  mencoba  mengupas  teori  yang  dikemukakan  oleh  Merilee  S.  Grindle  dalam  bukunya  “Politics  and Policy Implementation in the Third World”. 

Grindle  mendefinisikan  implementasi  sebagai  suatu  upaya  untuk  menciptakan  hubungan  yang  memungkinkan  tujuan‐tujuan  kebijakan  publik  dapat  direalisasikan  sebagai  suatu hasil dari aktivitas‐aktivitas pemerintahan. Upaya‐upaya tersebut merupakan penciptaan 

(10)

sistem penghantaran kebijakan berupa alat‐alat khusus yang didesain dan dicapai dengan suatu  harapan untuk dapat mewujudkan hasil akhir sesuai dengan yang telah diperkirakan. Sehingga  kebijakan publik ‐ sebagai suatu pernyataan yang luas dari tujuan, sasaran dan perangkatnya ‐  diterjemahkan kedalam program aktivitas yang bertujuan untuk mencapai hasil akhir dari suatu  kebijakan. 

Implementasi  kebijakan  merupakan  suatu  fungsi  dari  implementasi  program  dan   berpengaruh  terhadap  pencapaian  outcome‐nya.  Oleh  karena  itu  studi  terhadap  proses  implementasi  kebijakan  hampir  selalu  menggunakan  metode  investigasi  dan  analisis  dari  aktivitas  program  yang  sesungguhnya  yang  telah  didesain  sebagai  suatu  alat  untuk  mencapai  tujuan kebijakan yang lebih luas. 

Perbedaan  yang  jelas  antara  kebijakan  dengan  program  dalam  prakteknya  sulit  untuk  dibedakan.  Terminologi  kebijakan  dan  program  selalu  digunakan  saling  bergantian.  Karena  implementasi  kebijakan  berkaitan  dengan  outcomes  dari  suatu  program,  maka  sulit  untuk  memisahkan hasil akhir kebijakan dari program utamanya. Implementasi kebijakan tergantung  dari  implementasi  program  yang  mengasumsikan  program  merupakan  fakta  yang  sebenarnya  yang merupakan alat untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. 

Implementasi  merupakan  proses  umum  dari  aktivitas  administrasi  yang  dapat  diinvestigasi  pada  tingkatan  program  yang  spesifik.  Keberhasilan  atau  kegagalan  suatu  implementasi  dapat  dievaluasi  berdasarkan  kapasitas  sesungguhnya  dalam  menghantarkan  program yang telah ditetapkan, sehingga keseluruhan implementasi kebijakan dapat dievaluasi  dengan cara mengukur pencapaian outcomes dari seluruh program terhadap tujuan kebijakan.  Proses implementasi secara umum dapat dimulai jika tujuan dan sasaran umum telah spesifik, 

(11)

aktivitas program telah didesain, dan dana telah dialokasikan untuk mencapai tujuan tersebut.  Oleh karena itu proses formulasi kebijakan dapat diabaikan oleh proses implementasi kebijakan  dan program yang telah dijalankan.  

Membedakan formulasi dan implementasi kebijakan dalam tataran praktek merupakan  hal yang cukup sulit, ketika terdapat feedback dari prosedur implementasi akan mengarahkan  pada  modifikasi  dalam  tujuan  dan  arah  dari  kebijakan;  atau  jika  ada  permintaan  untuk  memberikan  interpretasi  atau  interpretasi  ulang  atas  aturan  dan  pedoman  maka  akan  mengarahkan  pada  sekian  banyak  pertimbangan  bagi  pengambil  kebijakan  pada  saat  mengimplementasikan  kebijakan  tersebut.  Proses  implementasi  sangat  dipengaruhi  oleh  berbagai macam sasaran yang telah ditentukan secara spesifik dan dalam bentuk sesuai tujuan  yang  telah  ditetapkan.  Oleh  karena  itu,  formulasi  keputusan  akan  ‐  dibuat  atau  tidak  akan  dibuat – berkaitan dengan tipe kebijakan yang akan dicapai dan perubahan suatu program yang  akan  dilaksanakan  merupakan  faktor‐faktor  yang  integral  dalam  menentukan  seberapa  berhasilkah program tersebut akan dilaksanakan. 

Berikut  ini  adalah  diagram  Model  Implementasi  Kebijakan  yang  dikembangkan  oleh  Grindle:             

(12)

                       

 

Menurut Grindle kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang saling berbeda  lebih sulit diimplementasikan sehingga konten kebijakan merupakan salah satu faktor penting  yang  harus  diperhatikan  dalam  merumuskan  suatu  kebijakan,  dan  konteks  kebijakan  mempengaruhi proses implemantasinya. 

Yang dimaksud dengan konten adalah bahwa kebijakan yang akan diambil dipengaruhi  oleh: 

1) Kepentingan  yang  dipengaruhi,  bahwa  setiap  kebijakan  yang  akan  diambil  akan  mempertimbangkan  dampak  terhadap  aktivitas  politik  yang  di  stimulasi  oleh  proses 

 

Tujuan kebijakan  Tujuan yang ingin  dicapai  Program Aksi dan proyek  individu yg didesain dan  dibiayai  Melaksanakan Kebijakan dipengaruhi oleh:  (a) Isi Kebijakan  1. Kepentingan yg dipengaruhi  2. Tipe Manfaat  3. Derajat perubahan yang diharapkan  4. Letak pengambilan keputusan  5. Pelaksana program  6. Sumber daya yang dilibatkan    (b) Konteks Implementasi  1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi  aktor yang terlibat  2. Karakteristik lembaga dan penguasa  3. Kepatuhan dan daya tanggap  Program yang dijalankan  seperti yang  direncanakan ?  Mengukur keberhasilan  Hasil Kebijakan:  (a) Dampak pada  masyarakat,  individu dan  kelompok  (b) Perubahan dan  penerimaan oleh  masyarakat

(13)

2) Tipe  manfaat,  bahwa  program  yang  memberikan  manfaat  secara  kolektif  akan  mendapatkan dukungan dalam implementasinya dan sebaliknya.

 

3) Derajat perubahan yang diharapkan, bahwa program yang ditetapkan yang mengharapkan  akan  adanya  sedikit  perubahan  perilaku  di  masyarakat  akan  mudah  untuk  diimplementasikan,  tetapi  untuk  program  yang  mengharapkan  adanya  perubahan  yang  mendasar di masyarakat dalam jangka panjang akan sulit untuk diimplementasikan.

 

4) Letak pengambilan keputusan,  bahwa setiap keputusan akan mempertimbangkan dimana  keputusan  tersebut  akan  diambil,  misalnya  di  tingkat  Departemen  (pemerintahan  pusat)  atau  ditingkat  Dinas  (pemerintahan  daerah),  dan  akan  berdampak  pada  tingkat  implementasi dari kebijakan tersebut.

 

5) Pelaksana  program,  bahwa  keputusan  yang  dibuat  dalam  tahapan  formulasi  kebijakan  akan  mengindikasikan  siapa  yang  akan  ditugaskan  untuk  melaksanakan  berbagai  macam  program, dan keputusan itu juga akan mempengaruhi bagaimana kebijakan tersebut akan  dicapai.

 

6) Sumber daya yang dilibatkan, bahwa setiap keputusan yang diambil akan berakibat pada  pemenuhan  sumber  daya  yang  dibutuhkan  untuk  mengimplementasikan  program  yang  telah ditetapkan.

 

Yang  dimaksud  dengan  konteks  adalah  bahwa  pelaksanaan  implementasi  kebijakan  dipengaruhi oleh: 

1) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat, bahwa mereka yang akan  mengimplementasikan program mungkin akan mencakup partisipan tingkat pemerintahan  pusat  dan  pemerintahan  daerah,  baik  itu  kalangan  birokrat,  pengusaha  maupun 

(14)

masyarakat  umum.  Keseluruhan  aktor  tersebut  mungkin  secara  intensif  ataupun  tidak,  tergantung konten dari program dan strukturnya dimana kebijakan tersebut dilaksanakan.  Mereka  ikut  terlibat  dalam  implementasi  program,  dan  setiap  masing‐masing  aktor  memiliki  kepentingan  tertentu  terhadap  program  tersebut  dan  mereka  berusaha  mencapainya dengan membuat ketentuan‐ketentuan dalam prosedur alokasinya.

 

2) Karakteristik  lembaga  dan  penguasa,  bahwa  apa  yang  diimplementasikan  mungkin  merupakan hasil dari perhitungan politik dari kepentingan dan persaingan antar kelompok  untuk  mendapatkan  sumber  daya  yang  terbatas,  respon  dari  petugas  yang  mengimplementasikan,  dan  tindakan‐tindakan  elit  politik,  semuanya  berinteraksi  dalam  konteks  kelembagaan  masing‐masing.  Analisis  atas  implementasi  dari  program  yang  spesifik dalam interaksinya akan mempertimbangkan penilaian kapabilitas kekuasaan dari  para  aktor,  kepentingan‐kepentingannya,  dan  strategi  untuk  mencapainya,  serta  karakteristik dari penguasa. 

 

3) Ketaatan  dan  daya  tanggap,  bahwa  dalam  upayanya  untuk  mencapai  tujuan,  birokrat  berhadapan dengan dua masalah yang timbul dari interaksi antara lingkungan program dan  administrasi  program.  Yang  pertama,  birokrat  harus  berhadapan  dengan  masalah  yang  berkaitan  dengan  bagaimana  menjaga  ketaatan  agar  hasil  akhir  dari  kebijakan  dapat  dicapai  walaupun  mereka  harus  menangani  berbagai  interaksi  diantara  aktor  yang  berkepentingan  dalam  implementasi  kebijakan  tersebut.  Yang  kedua,  bagaimana  responsivitas dari birokrat terhadap keinginan‐keinginan dari mereka yang akan menerima  manfaat  dari  pelayanan  yang  diberikannya  agar  tujuan  kebijakan  dan  program  dapat  tercapai. Agar efektif, maka implementor harus memiliki keahlian dalam seni berpolitik dan 

(15)

harus  memahami  dengan  baik  lingkungan  dimana  mereka  akan  merealisasikan  kebijakan  publik dan program‐programnya.

 

Metode  yang  dikembangkan  dalam  penelitian  adalah  metode  kuantitatif  dengan  menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih didominasi oleh survey dan observasi.

 

(16)

Generasi Ketiga 

Dalam  generasi  ketiga  ini,  fokus  pertanyaan  ditekankan  pada  desain  kebijakan  dan  jejaring  kebijakan  serta  implikasinya  terhadap  bagaimana  keberhasilan  dari  implementasi  kebijakan  tersebut  merupakan  hal  terpenting  yang  akan  dievaluasi.  Atau  dengan  kata  lain  seberapa  baik  suatu  program  dan  kebijakan  itu  didesain  akan  mempengaruhi  tingkat  keberhasilan dari implementasinya dalam jejaring kebijakan tertentu. 

Dalam generasi ketiga ini telah mengembangkan suatu model proses implementasi yang  lebih scientific yang terintegrasi yang menjadi pertimbangan dan variabel‐variabel utama dalam  penelitian dengan  pendekatan top‐down dan bottom‐up menjadi single framework.  

Mengacu  pada  model  yang  dikembangkan  oleh  Malcolm  L.  Goggin  (1990)  yaitu  model  komunikasi dalam impelementasi kebijakan antar pemerintahan (The Communication Model of  Intergovernmental  Policy  Implementation),  bahwa  model  ini  lebih  melihat  pada  prilaku  dari  agen‐agen  pelaksana  implementasi  kebijakan.  Model  ini  menggunakan  teori  komunikasi  yang  menyediakan  alat  untuk  memahami  hubungan  dalam  implementasi  kebijakan  antar  pemerintahan.  Untuk  pemahaman  yang  lebih  baik  mengenai  dinamika  implementasi  antar  pemerintahan  dimana  prosesnya  yang  dilaksanakan  oleh  agen‐agen  pemerintah  pusat  yang  mempengaruhi pada pemerintah daerah, terdapat beberapa pertanyaan mendasar yaitu:  1) Kelembagaan  pusat  dan  daerah  yang  mana  yang  terlibat  dalam  penetapan  kebijakan 

tentang bagaimana pemerintah harus melaksanakan implementasi?  2) Apa pola yang berpengaruh terhadap kelembagaan dan individual? 

3) Apa kepentingan‐kepentingan dan motivasi‐motivasi dari administratur dan elit politik yang  menginterpretasi kebijakan pemerintah pusat? 

(17)

4) Apa insentif dan hambatan‐hambatan yang mengarahkan agen‐agen tersebut dalam upaya  untuk mengimplementasikan kebijakan? 

5) Bagaimana  sifat  dari  proses  pengambilan  keputusan  bersama  mempengaruhi  tindakan‐ tindakan  sesungguhnya  dari  pemerintah  dalam  hubungannya  dengan  implementasi  kebijakan  khususnya  mengenai  waktu  dan  apa  serta  bagaimana  memodifikasi  kebijakan  pada saat implementasi dilakukan? 

Diagram  “The  Communications  Models  of  Intergovermental  Policy  Implementation”  adalah sebagai berikut:                              Independent  Variables  Intervening  Variables  Dependent  Variables  Federal‐Level  Inducement and  constraints  Feedback  State and local  level inducement  and constraints  State  decisional  Outcomes  State  capacity  State  implementation  (Feedback) 

(18)

Secara  konseptual  proses  implementasi  selain  dilaksanakan  pada  level  pemerintah  daerah,  juga  menghasilkan  produk  (output  dan  outcomes)  merupakan  hasil  dari  pilihan  pada  level pemerintah daerah tersebut. Pilihan keputusan dari pemerintah daerah bukan merupakan  pilihan  yang  kosong  tanpa  makna.  Keputusan  kebijakan  pemerintah  daerah  tergantung  dari  pengaruh  eksternal  dan  internal  pemerintahan  (government).  Perilaku  implementasi  dari  pemerintah  daerah  merupakan  suatu  fungsi  dari  insentif‐insentif  dan  keterbatasan‐ keterbatasan  yang  disediakan  untuk  atau  merupakan  stimulus  yang  ada  pada  pemerintah  daerah dari pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah pusat dalam sistem pemerintahan  negaranya.  Insentif  (inducement)  merupakan  faktor‐faktor  –  kondisi  dan  aksi  –  yang  menstimulasi implementasi sedangkan keterbatasan adalah kebalikannya. 

Keputusan  nasional  yang  memicu  proses  implementasi  yang  dipengaruhi  oleh  bentuk  dan  konten,  untuk  berbagai  tingkatan,  pilihan  dan  perilaku  dari  agen‐agen  ditentukan  oleh  eksekusi yang diputuskan. 

Dengan  model  komunikasi,  variabel‐variabel  penelitian  yang  digunakan  adalah  sebagai  berikut:  Untuk Menilai Proses Implementasi  Dependent Variabel:   ‐ proses implementasi,   ‐ outputs, dan   ‐ outcomes.  Independent Variabel:  ‐ Federal level inducement and constraints 

(19)

o Menilai konten kebijakan  o Menilai kejelasan kebijakan  o Menilai konsistensi kebijakan  o Menilai bentuk kebijakan  o Menilai persepsi dari birokrat  ‐ State and local inducement and constraints  o Menilai kekuatan dukungan koalisi  o Menilai atribut‐atribut pegawai yang terpilih dan dipilih  o Menilai konten dan bentuk dari komunikasi  o Menilai atribut dari koresponden  Intervening Variabel:  ‐ Kapasitas organisasi  o Menilai unit organisasional  o Menilai Sumber daya keuangan  ‐ Kapasitas ekologi  o Menilai Kapasitas fiskal State  o Menilai Kapasitas Politik State  o Menilai Kapasitas Situasional State   

Metode  yang  dikembangkan  dalam  penelitian  adalah  metode  kuantitatif  dengan  menggunakan  teknik  pengumpulan  data  yang  lebih  didominasi  oleh  focus  group  discussion, 

(20)

interview dan suvey. Sedangkan analisis atas data menggunakan time series analysis, dynamic  modeling, network analysis, discriminant analysis dan content analysis. 

   

(21)

 

Daftar Pustaka 

Barrett,  Susan  M.  “Implementation  Studies:  Time  For  A  Revival?  Personal  Reflections  On  20  Years Of Implementation Studies”. Oxford. Blackwell Publishing Ltd. 2004. 

Cline,  Kurt  D.  “Defining  the  Implementation  Problem:  Organizational  Management  versus  Cooperation. “ Journal of Public Administration Research and Theory. 2000. 

Denhardt, Janet V, and Robert B Denhardt.  “The New Public Services‐ Serving, Not Steering”.  New York.M.E. Sharpe.Inc. 2003. 

Exworthy, Mark and Martin Powell. “Big Windows and Little Windows: Implementation in The  Congested State”. Oxford. Blackwell Publishing Ltd. 2004. 

Grindle,  Merilee  S.  ”Politics  and  Policy  Implementation  in  The  Third  World”.  Ney  Jersey:Princeton University Press. 1980. 

Lester, James P. and Malcolm L. Goggin. “Back To The Future: Rediscovery of Implementation  Studies”. Albuquerque. University of New Mexico. 1998 

Lynn,  Laurence  E;  Carolyn  Heinrich;  and  Carolyn  Hill.  “Studying  Governance  and  Public  Management:  Chalengges  and  Prospects”.  Journal  of  Public  Administration  Research  and Theory. 2000. 

Meter, Donald S. Van and Carl E. Van Horn. ”The Policy Implementation Process: A Conceptual  Framework in Administration and Society”. Beverly Hills: Sage Publication. 1975. 

Pressman,  Jeffrey  L  and  Aaron  Wildavsky.  “Implementation:  How  Great  Expectations  In  Washington Are Dashed In Oakland”. California.University of California Press. 1984.  Sabatier,  Paul  and  Daniel  Mazmanian.  “Top‐Down  and  Bottom‐Up  Approaches  to 

Gambar

Diagram  “The  Communications  Models  of  Intergovermental  Policy  Implementation” 

Referensi

Dokumen terkait

Hambatan dalam implementasi kebijakan (terutama dalam kasus perdagangan wanita ) juga datang dari budaya kerja para implementor baik laki-laki maupun wanita yang

Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang telah berjalan tetapi dalam implementasinya masih banyak orang yang kurang disiplin dengan

Perumusan Kebijakan: Perumusan Sasaran Permusan Kebijakan Implementasi Kebijakan Monitoring Kebijakan Evaluasi Kebijakan •Politik •Ekonomi •Administr asi •Teknologi •Sosial,

Dalam hal ini contoh dari kegagalan implementasi kebijakan yaitu kurikulum 2013 yang telah dilaksanakan oleh pemerintah, yang diimplementasikan pada pertengahan tahun 2013,

Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang telah berjalan tetapi dalam implementasinya masih banyak orang yang kurang disiplin dengan

Implementasi kebijakan publik adalah upaya penerjemahan kebijakan publik yang telah dirumuskan oleh pemerintah menjadi sebuah program atau kegiatan yang nyata,

Implementasi kebijakan Keterbukaan Informasi Publik sekurangkurangnya mempunyai tiga 3 manfaat, yaitu meliputi: Perubahan mindset pimpinan yang akan diikuti oleh mindset bawahan badan

Implementasi Kebijakan Pelayanan Pertanahan Indonesia Analisis Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Larasita di Kabupaten Bangkalan..