• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI JAMUR PADA IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) DI PASAR MODERN SURABAYA S K R I P S I PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI JAMUR PADA IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) DI PASAR MODERN SURABAYA S K R I P S I PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI JAMUR PADA IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) DI PASAR MODERN SURABAYA

S K R I P S I

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

Oleh :

MERVIN SENDYANATA ANDREAS SURABAYA – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2016

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

N a m a : Mervin Sendyanata Andreas N I M : 141011013

Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 07 Januari 1992

Alamat : Pacar Kembang Vc/35, Kec. Tambak Sari, Surabaya Telp./HP : 08175013977

Judul Skripsi : Identifikasi dan Prevalensi Jamur Pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) di Pasar Modern Surabaya Pembimbing : 1. Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes

2. Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir., M.Agr.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Pribadi. Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta saya bersedia :

1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi;

3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 14 April 2016 Yang membuat pernyataan,

(3)

SKRIPSI

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI JAMUR PADA IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) DI PASAR MODERN SURABAYA

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Progam Studi Budidaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :

MERVI N SENDYANATA ANDREAS NIM 141011013

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir., M.Agr.

(4)
(5)

RINGKASAN

MERVIN SENDYANATA ANDREAS. Identifikasi dan Prevalensi Jamur Pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Di Pasar Modern Surabaya. Dosen Pembimbing Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes. dan Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir., M.Agr.

Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang cukup populer di Indonesia. Secara komersial ikan gurami termasuk ikan air tawar yang memiliki nilai jual tinggi dan permintaan yang meningkat. Gaya hidup masyarakat yang sudah mulai bergeser seiring peningkatan kecerdasan masyarakatnya mendorong munculnya pasar modern. Pasar modern menyediakan berbagai kebutuhan seperti ikan segar. Protein ikan memiliki keunggulan dibandingkan dengan sumber protein lainnya yaitu kelengkapan komposisi asam amino, mudah dicerna tubuh, dan adanya kandungan omega 3 yang mampu mencukupi kebutuhan hidup. Penjualan ikan segar di pasar modern di Surabaya bisa mencapai 80% setiap tahunnya. Perlu penanganan yang lebih cermat terhadap tingginya transaksi ikan segar dalam pasar modern termasuk ada tidaknya penyakit pada ikan segar seperti jamur. Jamur pada ikan berbahaya sebab menghasilkan mikotoksin sebagai hasil metabolitnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis jamur dan prevalensi yang menginfeksi pada ikan gurami di pasar modern Surabaya.

Metode penelitian ini menggunakan metode Survey. Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis jamur dan prevalensi yang menginfeksi ikan gurami di pasar modern Surabaya. Sedangkan sebagai parameter penunjang dalam penelitian ini yaitu nilai kualitas air yang meliputi pH, Temperatur, Oksigen terlarut yag diukur selama kegiatan pengambilan sampel.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 10 sampel yang diambil dari 5 lokasi, 7 ekor menunjukan ikan positif terinfeksi jamur. Jamur tersebut adalah Trichoderma, Rhizopus oryzae, Saprolegnea , Aspergillus flavus, dan Fusarium. Nilai prevalensi jamur yang menginfeksi ikan gurami adalah 70%. Perlu dilakukan penelitian terhadap seluruh pasar modern untuk meningkatkan pengolahan ikan bagi pasar modern yang belum mencapai sandart pengolahan.

(6)

SUMMARY

MERVIN SENDYANATA ANDREAS. Identification And the Prevalence of Fungal Gouramy (Osphronemus gouramy) in Modern Market Surabaya. Academic Advisor Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes. and Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir., M.Agr.

Gouramy (Osphronemus gouramy) is the one type of fish consumption that are quite popular in Indonesia. Gouramy fish commercially include freshwater fish that has a high value and demand increases. Communities lifestyle that had already begun to shiftover the increased intelligence of its people encourage the emergence of a modern market. Modern market provides a wide range of needs such as fresh fish. Fish proteins have advantages compared to other protein souces. completeness of composition, easly disgestible amino acids the body, and the presence of omega 3 content that is able to fullfill the needs of life. Sales of fresh fish in modern markets in Surabaya could reach 80% annually. Required more careful handling against high transaction fresh fish in modern market including whether there is disease in fresh fish like fugus. Fugus in fish is dangerous because the produce mycotoxin as a result of metabolites.

This research aims to learn about identification and the prevalence of fungal infecting gouramy at modern market Surabaya.

This reasearch that used is Survey method. The main parameters are observed in this study is a type of fungus and the prevalence of infected gouramy fish in the modern market. While as support parameters in this study the values of water quality which include pH, temperature, dissolved oxygen as measured over the sampling activities.

Results of the study showed that of the 10 samples taken from 5 locations, 7 fish showed positive fish infacted by the fungus. The fungus are Trichoderma, Rhizopus oryzae, Saprolegnea, Aspergillus flavus, and Fusarium. The value of the prevalence of fungus which infects fish gouramy is 70%. It is to do the research on the entire modern market to improve processing of fish for the modern market that has not yet reached processing standart.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahnya kasih karunia sehingga skripsi tentang Identifikasi dan Prevalensi Jamur Pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Di Pasar Modern Surabaya dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga Surabaya.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini banyak melibatkan orang-orang yang berjasa bagi penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat serta hormat serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes. dan, Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir., M.Agr. selaku dosen pembimbing serta dosen penguji yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis sejak penyusunan usulan hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, Drh., DEA, Didik Handijatno, M.S., Drh, Sudarno, Ir., M.Kes, sekalu dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Segenap sivitas akademika Fakultas perikanan dan Kelautan Universias Airlangga yang telah mendukung penulis.

4. Seluruh rekan-rekan angkatan 2010 (Piranha) yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

5. Teman-teman seperjuangan Dyah Sunaring Fitri, Hamzah, Dian, Aprillia. Terima kasih untuk bantuan semangatnya dalam pengerjaan laporan skripsi. 6. Seluruh staff pengajar dan staff kependidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Univeritas Airlangga atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan. 7. Kedua orangtua saya serta keluarga besar tercinta yang telah memberikan dukungan dan semangat serta motivasi untuk menjadi orang yang lebih berguna dan bermanfaat.

(8)

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi yang kiranya tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya sampaikan banyak terima kasih atas kesediaannya membantu. Semoga mendapatkan balasan kebaikan seperti yang sudah diberikan kepada saya.

Surabaya, 5 Febuari 2016

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Morfologi Gurami ... 5

Gambar 2.2 Koloni dan Morfologi Aspergillus flavus ... 8

Gambar 2.3 Koloni dan Morfologi Aspergillus niger ... 9

Gambar 2.4 Koloni dan Morfologi Aspergillus candidus ... 10

Gambar 2.5 Koloni dan Morfologi Penicillium glabrum ... 11

Gambar 2.6 Koloni dan Morfologi Saprolegnia ... 12

Gambar 2.7 Koloni dan Morfologi Rhizopus oryzae ... 13

Gambar 2.8 Koloni dan Morfologi Curvularia lunata ... 15

Gambar 2.9 Koloni dan Morfologi Fusarium ... 16

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ... 20

Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian ... 27

Gambar 5.1 Koloni Fusarium ... 29

Gambar 5.2 Morfologi Fusarium ... 30

Gambar 5.3 Koloni Aspergillus flafus ... 30

Gambar 5.4 Morfologi Aspergillus flafus ... 31

Gambar 5.5 Koloni Trichoderma harzianum ... 31

Gambar 5.6 Morfologi Trichoderma harzianum ... 32

Gambar 5.7 Koloni Rhizopus oryzae ... 32

Gambar 5.8 Morfologi Rhizopus oryzae ... 33

Gambar 5.9 Koloni Saprolegnia ... 33

Gambar 5.10 Morfologi Saprolegnia ... 34

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Data Hasil Identifikasi Jamur pada organ Ikan Gurami ... 28

Tabel 5.2 Data Hasil Identifikasi Jamur pada Ikan Gurami ... 34

Tabel 5.3 Data Prevalensi Jamur Ikan Gurami ... 35

Tabel 5.4 Kualitas air ... 36

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... iv

SUMMARY ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR ISI...……… x I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.2 Tujuan ... 4 1.3 Manfaat ... 4 II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Gurami ... 5

2.2 Habitat dan Penyebaran ... 6

2.3 Produksi Ikan Gurami ... 7

2.4 Jamur pada Ikan Gurami………. ` 7

2.4.1 Aspergillus flavus………. 8 2.4.2 Aspergillus niger………. . 9 2.4.3 Aspergillus candidus………. ... 10 2.4.4 Penicillium glabrum ………. ... 11 2.4.5 Saprolegnia………. ... 12 2.4.6 Rhizopus oryzae ………. ... 13 2.4.7 Curvularia lunata ………. ... 14 2.4.8 Fusarium ………. ... 16

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur …. ... 17

2.5.1 Kelembapan………. ... 17

2.5.2 Suhu………. ... 17

2.5.3 pH………. ... 17

2.6 Pasar Modern …. ... 17 x

(12)

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ... 18

3.1 Kerangka Konseptual ... 18

IV METODOLOGI PENELITIAN ... 21

4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 21

4.2 Materi Penelitian ... 21 4.2.1 Alat penelitian ... 21 4.2.2 Bahan penelitian ... 21 4.3 Metode Penelitian ... 22 4.3.1 Rancangan penelitian ... 22 4.3.2 Pengambilan Sampel ... 23 4.3.2.1 Sterilisasi peralatan ... 23 4.3.2.2 Pembuatan media ... 23

4.3.2.3 Lactophenol Cotton Blue ... 24

4.3.2.4 Isolasi jamur pada ikan gurami ... 24

4.3.2.5 Pemeriksaan sampel dan identifikasi jamur ... 25

4.3.3 Parameter penelitian ... 26

4.3.3.1 Parameter utama ... 26

4.3.3.2 Parameter penunjang ... 26

4.3.4 Analisis data ... 26

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1 Hasil Penelitian ... 28

5.1.1 Isolasi jamur ... 28

5.1.2 Identifikasi jamur ... 29

5.1.3 Prevalensi jamur ... 35

5.1.4 Kualitas air ... 35

5.1.5 Berat dan panjang total ikan gurami ... 36

5.2 Pembahasan ... 37

VI KESIMPULAN DAN SARAN... 44

6.1 Kesimpulan ... 44

6.2 Saran. ... 44

Daftar pustaka ... 45

(13)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang termasuk dalam 10 jenis ikan yang menjadi target peningkatan produksi perikanan budidaya sebanyak 353% pada tahun 2009-2014 yang dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (Basuki dkk, 2014). Ikan gurami (O.gouramy) sebagai komoditas ikan air tawar diminati segala kalangan masyarakat dan permintaan pasarnya pun relatif stabil (SNI, 2009).

Data Dirjen Budidaya menunjukkan bahwa produksi ikan gurami mulai tahun 2010 hingga 2013 menunjukkan kinerja yang positif dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 15,74% namun tidak mencapai target (KKP, 2013). Hasil produksi ikan gurami yang kurang memuaskan tersebut disebabkan oleh kondisi perairan yang tidak baik sehingga memicu timbulnya penyakit (Santoso, 2009). Salah satu kendala budidaya ikan gurami (O. gouramy) adalah serangan hama dan penyakit, baik pada tingkat pembenihan maupun pada pembesarannya (Ghofur dkk., 2014).

Khairyah (2012) menyebutkan bahwa salah satu penyakit yang menyerang ikan gurami siap konsumsi adalah jamur. Kasus penyakit jamur pada ikan di Indonesia pada umumnya belum dianggap serius karena munculnya lebih banyak disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang baik, kekurangan nutrisi atau akibat agen penginfeksi primer lain seperti parasit, bakteri dan virus. Penyakit yang disebabkan oleh jamur bersifat infeksi sekunder karena jamur tidak dapat

(14)

menyerang ikan yang dalam keadaan sehat, melainkan menyerang ikan yang sudah terluka atau lemah (Suwarsito, dan Mustafidah. 2011).

Gejala klinis infeksi jamur adalah adanya benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal ikan seperti perubahan warna sirip dan tubuh ikan menjadi merah. Jamur tersebut dengan cepat menular kepada ikan lain yang berada dalam satu kolam sehingga potensi kerugian yang ditimbulkan cukup besar (Sulhi, 2007). Hasil penelitian Khairyah (2012) menemukan beberapa macam jamur pada ikan gurami, yaitu Penicillium glabrum, Rhizopus oryzae, Aspergillus flavus, A. niger, A. candidus, Saprolegnia, Fusarium dan Curvularia lunata.

Gaya hidup masyarakat yang sudah mulai bergeser seiring peningkatan kecerdasan masyarakatnya mendorong munculnya pasar modern. Pasar modern menyediakan berbagai kebutuhan seperti ikan segar. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi untuk meraih laba setinggi-tingginya. Data SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional) menunjukkan bahwa sumbangan protein ikan terhadap konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia mencapai 57% (Malika, dkk., 2012). Ini terjadi seiring dengan kecenderungan pergeseran konsumen dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dari red meat kepada white meat. Protein ikan memiliki keunggulan dibandingkan dengan sumber protein lainnya yaitu kelengkapan komposisi asam amino, mudah dicerna tubuh, dan adanya kandungan omega 3 yang mampu mencukupi kebutuhan hidup (KKP, 2013).

Malika, dkk., (2012) menyebutkan tingkat penjualan ikan segar di pasar modern di Surabaya bisa mencapai 80% setiap tahunnya. Dibutuhkan penanganan yang lebih cermat terhadap tingginya transaksi ikan segar dalam pasar modern

(15)

termasuk ada tidaknya penyakit pada ikan segar seperti jamur. Jamur pada ikan berbahaya sebab menghasilkan mikotoksin sebagai hasil metabolitnya. Hasil penelitian Guevara (2011) menyatakan mikotoksin pada Aspergillus sp. yaitu aflatoksin berbahaya bagi hewan dan manusia. Aflatoksin dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan penyakit akut dan kematian, sedangkan konsentrasi rendah dalam jangka panjang dapat menyebabkan nekrosis pada sel hati dan ginjal (Safika, 2008). Pada tahun 2004 dilaporkan terjadinya wabah aflatoksikosis akut yang luas di antara penduduk Kenya provinsi bagian timur dan menyebabkan kematian sekitar 400 kasus. India bagian barat pada tahun 1974 pernah mengalami wabah aflatoksikosis akut. Wabah ini menyerang 397 orang dan menyebabkan 106 kematian (Yeni, 2006). Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu diketahui jenis jamur yang menyerang ikan gurami di pasar modern di wilayah Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Jenis jamur apa saja yang terdapat pada ikan gurami (O. gouramy) di pasar modern Surabaya?

2. Berapa prevalensi jamur yang terdapat pada ikan gurami di pasar modern Surabaya?

(16)

1.3 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu mengetahui jenis jamur dan prevalensi jamur yang terdapat pada ikan gurami (O. gouramy) di pasar modern Surabaya.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu memberikan informasi kepada pengelola pasar modern untuk meningkatkan penanganan ikan segar agar mutu ikan tetap baik.

(17)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Gurami

Sannin (1968) mengklasifikasikan ikan gurami sebagai berikut: Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Labyrinthici Subordo : Anabantoidei Familia : Anabantidae Genus : Osphronemus

Spesies : Osphronemus gouramy

Gambar 2.1 Morfologi Gurami Sumber: Santoso (2009)

Menurut Santoso (2009) ikan gurami (O. gouramy) memiliki bentuk kepala tumpul, berdahi agak menonjol, panjang sirip punggung dapat mencapai pangkal ekor, dan sirip ekor berbentuk busur. Basuki dkk. (2014) menambahkan benih ikan gurami (O .gouramy) ukuran 4-6 cm memiliki bentuk kepala runcing ke depan, berdahi normal, dan rata. Sirip dada ikan gurami (O. gouramy) terdapat bintik hitam. Warna tubuh dan punggung benih ikan gurami umumnya berwarna biru kehitaman dengan bagian perut putih. Menjelang dewasa warna tubuh dan

(18)

punggung berubah menjadi kecoklatan dan warna perutnya berubah menjadi kekuningan.

Nuryati dkk (2009) menyatakan ikan gurami (O. gouramy) berkembangbiak setiap musim kering dan matang kelamin pada umur 2 tahun keatas untuk jantan sedangkan umur empat tahun keatas untuk betina. Malika dkk. (2012) menambahkan induk betina gurami mampu menghasilkan telur antara 500-5000 butir. Diperkuat juga oleh Rasmawan (2010) bahwa induk gurami yang sehat dan terjamin makanannya dapat dipijahkan dua kali setahun berturut-turut selama lima tahun.

Menurut Nuryati dkk (2009) pakan utama untuk ikan gurami adalah daun– daunan. Daun-daunan yang dapat diberikan pada ikan gurami adalah daun talas, daun singkong, daun genjer, daun kangkung, daun ubi jalar, daun ketimun dan daun dadap. Dengan ditemukannya pakan pelet yang dapat diatur kadar gizinya, pembudidaya ikan gurami beralih ke pelet sebagai pakan utama ikan gurami (Santoso, 2009).

2.2 Habitat dan Penyebaran

Ikan gurami tumbuh dan berkembang pada perairan tropis dan subtropis. Pada habitat aslinya gurami dapat hidup di sungai dan rawa air tawar yang berada pada ketinggian antara 800 m dari permukaan laut. Suhu optimal untuk hidup gurami berkisar 24-28 oC dengan derajat keasaman (pH) berkisar 6,5-8 (Agustono

dkk., 1993). Ikan gurami juga bisa dipelihara pada wadah terbatas seperti kolam tanah, kolam tembok, kolam plastik dan keramba dengan luas 200-500 m2 dengan

(19)

Penyebaran ikan gurami di Indonesia terutama berada di pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatra. Saat ini telah terbentuk kawasan pengembangan budidaya ikan gurami di beberapa daerah, seperti di Jawa Barat (Bogor, Tasikmalaya, Ciamis, dan Garut), Jawa Tengah (Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, dan Purbalingga), DI Yogyakarta (Kulonprogo, Bantul, dan Sleman), Jawa Timur (Tulung Agung, Blitar, dan Lumajang), Sumatra Barat dan Riau (Tanjung dkk.,2011).

2.3 Produksi Ikan Gurami

Produksi ikan gurami mengalami peningkatan setiap tahunnya sekitar 35 %. Produksi gurami antara tahun 2010 hingga 2013 menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 15,74% (KKP, 2013). Berdasarkan laporan tahunan Dirjen Budidaya Perikanan tahun 2013 menyebutkan perbandingan total produksi ikan gurami nasional terhadap total produksi ikan gurami dunia, menunjukkan bahwa pada tahun 2011 Indonesia menempati posisi teratas yang mendominasi produk gurami dunia dengan memberikan share sekitar (95,6% terhadap total produksi ikan gurami dunia), disusul Thailand dengan share sebesar (4,06%).

2.4 Jamur pada Ikan Gurami

Salah satu jenis mikroorganisme yang dapat merusak daging ikan adalah jamur (Fahreza, 2012). Jamur merupakan patogen yang relatif lemah yang akan menyerang jika host dalam keadaan stres atau berkurangnya pertahanan tubuh (Suprapto, 2013). Hasil penelitian Khairyah (2012) menyebutkan terdapat berbagai jamur yang menyerang ikan gurami yaitu: Aspergillus flavus, A. niger, A. candidus, Penicillium glabrum, Saprolegnea, Rhizopus oryzae, Culvularia dan Fusarium.

(20)

2.4.1 Aspergillus flavus

Thom (1918) in Summerbell (1996) mengklasifikasikan Aspergillus flavus sebagai berikut: Filum : Heterokonta Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Famili : Trichocomaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus flavus

Gambar 2.2 Koloni Aspergillus flavus (A); Morfologi Aspergillus flavus (B) Sumber: Safika, (2008)

Ciri mikroskopis A. flavus memiliki konidofor yang panjang mencapai 400-800 µm, vesikel dan konidia yang berbentuk bulat dengan diameter 25-45 µm (Gambar 2.2). Konidia A. flavus berdinding tipis dan berbentuk bola. Koloni A. flavus berwarna kuning kehijauan (Khairyah, 2012). A. flavus adalah produsen utama dari karsinogenik aflatoksin (Rodrigues et al., 2009). Makanan yang terkontaminasi aflatoksin, sulit untuk dihilangkan karena sifatnya yang tahan panas (titik cair 268-269 oC). Pemanasan sampai 150 oC hanya mengurangi konsentrasi

aflatoksin 33-75%. Pada proses pengolahan, seperti penyangraian, penggorengan, dan fermentasi hanya dapat mengurangi kandungan aflatoksin 73–87% (Safika, 2008). A. flavus dapat menyebabkan manusia mengalami aspergillosis klinis (Thakur et al., 2015).

(21)

2.4.2 Aspergillus niger

Van Tieghem (1867) in Summerbell (1996) mengklasifikasikan Aspergillus niger sebagai berikut:

Filum : Heterokonta Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Famili : Trichocomaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus niger

Gambar 2.3 Koloni Aspergillus niger (A), Morfologi Aspergillus niger (B) Sumber: Safika, (2008)

Sastrahidayat (2011) menyatakan Aspergillus termasuk dalam divisi Ascomycetes karena strukturnya yang berbentuk kantong dan berisi spora. Aspergillus niger tergolong ordo Eurotiales karena memiliki bentuk konidia yang lebih mencolok dari pada askusnya.

Koloni A. niger yang sudah lama memiliki warna hitam coklat tua (Gambar 2.3). Ciri mikroskopis dari A. niger memiliki konidiofor halus yang tegak ke atas. Konidia A. niger berantai yang menyebar menutupi permukaan vesikel hingga membentuk bulat sempurna kasar berwarna hitam. Aspergillus niger dapat tumbuh

(22)

pada suhu 30 °C dengan pH 5 (Afriyeni dkk., 2013). Aspergillus nigerberbahaya karena menyebabkan aspergillosis (Gautam and Bhadauria, 2012).

2.4.3 Aspergillus candidus

Winters (1884) in Summerbell (1996) mengklasifikasikan Aspergillus candidus sebagai berikut:

Filum : Heterokonta Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Famili : Trichocomaceae Genus : Aspergillus

Spesies : Aspergillus candidus

Gambar 2.4 Koloni Aspergillus candidus (A), Morfologi Aspergillus candidus (B) Sumber: Safika, (2008)

Aspergillus candidus memiliki ciri makroskopis berupa koloni halus seperti kapas berwarna putih kekuningan dan koloni tumbuh dengan lambat (Gambar 2.4). Ciri mikroskopis dari A. candidus berupa konidiofor halus dan kecil. Konidia A. candidus kecil, berbentuk bulat telur. Tidak dapat tumbuh pada suhu lebih dari 37 °C dan suhu optimum untuk tumbuh adalah 25 °C (Tanjung dkk., 2011).

(23)

A. candidus dapat ditemukan diseluruh dunia, dapat tumbuh pula pada makanan yang disimpan, tanah, buah-buahan kering, kotoran, ikan kering, dan udara dalam ruangan. A. candidus sering dapat menyebabkan infeksi pada manusia (Varga et al., 2007).

2.4.4 Penicillium glabrum

Link (1809) in Summerbell (1996) mengklasifikasikan Penicillium. glabrum sebagai berikut:

Filum : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Famili : Trichocomaceae Genus : Penicillium

Spesies : Penicillium glabrum

Gambar 2.5 Koloni dan Morfologi Penillicium glabrum Sumber: Frisvad and Samson (2004)

Sasrahidayat (2011) menyatakan Penicillium sp. merupakan jenis jamur yang paling banyak dikenal karena biasa digunakan untuk menghasilkan antibiotik. Khairyah (2012) menyatakan bahwa P. glabrum memiliki koloni berwarna hijau tua keabuan (Gambar 2.5). P. glabrum memiliki hifa bersepta dan membentuk badan spora yang disebut konidium. Konidium ini memiliki tangkai yang disebut

(24)

konidofor. Konidofor P. glabrum membentuk rantai panjang yang disebut phialid mencapai 10-12 baris. Spora yang dihasilkan oleh phialid disebut konidia. Konidia berbentuk bulat atau semi bulat yang membentuk rantai panjang dengan diameter 3-3,5 µm. P. glabrum dapat tumbuh pada rentan suhu yang lebar yaitu suhu minimal 6 oC, suhu tertinggi 33 oC, namun suhu optimal adalah 25 oC. P. glabrum

menghasilkan mikotoksin yang berbahaya bagi manusia (Sastrahidayat, 2011).

2.4.5 Saprolegnea

Klasifikasi Saprolegnia menurut Mayer (2005) adalah sebagai berikut: Filum : Heterokonta Kelas : Oomycotea Ordo : Saprolegniales Famili : Saprolegniaceae Genus : Saprolegnia Spesies : Saprolegnia sp. 2cm

Gambar 2.6 Koloni Saprolegnea sp. (A) ; Morfologi Saprolegnea sp. (B) Sumber : Barnet and Hunter (1998)

Koloni dari Saprolegnia sp. memiliki warna putih (Gambar 2.6). Secara mikroskopis miselium Saprolegnea berserabut dan kista berbentuk bulat (Abolude et al., 2013). Genus Saprolegnia sp. mempunyai cabang tidak bersepta dan mempunyai hifa bercabang dan bisa hidup dalam kisaran suhu yang lebar yaitu 3-33 oC (Mayer, 2005).

(25)

Saprolegnia menyerang jaringan epidermal, umumnya dimulai pada kepala atau sirip lalu menyebar di atas permukaan tubuh. Spora sering menembus ke dalam tubuh ikan ketika permukaan kulit atau insang luka secara mekanis atau oleh infeksi parasit atau bakteri dan ketika daya tahan tubuh ikan sedang lemah (Ramaiah, 2006).

2.4.6 Rhizopus oryzae

Ehrenberg (1820) in Summerbell (1996) mengklasifikasikan Rhizopus oryzae sebagai berikut:

Divisi : Zygomycota Kelas : Zygomycetes Ordo : Mucorales Famili : Mucoraceae Genus : Rhizopus

Spesies : Rhizopus oryzae

Gambar 2.7 Koloni Rhizopus oryzae (A) ; Morfologi Rhizopus oryzae (B) Sumber: Dewi dan Aziz (2011)

Genus Rhizopus memiliki ciri khas hifa yang tidak bersekat dan memiliki struktur seperti akar yang disebut rhizoid (Listiandiani, 2011). Rhizopus oryzae memiliki ciri makroskopis yaitu koloni hitam lebat seperti kapas (Gambar 2.7). Ciri

(26)

mikroskopis R. oryzae yaitu, memiliki bentuk seperti benang, hifa yang tidak bersepta, stolon yang halus dan berwarna coklat. Panjang hifa dari R. oryzae mencapai 18 µm sampai 1,5 µm (Khairyah, 2012).

R. oryzae dapat bertumbuh baik pada 25 °C. Pada awal pertumbuhannya hifa tampak berwarna putih keabu-abuan, 3 hari kemudian tampak spora yang matang berwarna hitam kecoklatan. R. oryzae memiliki ciri khas rhizoid yang berkembang dengan baik (Liou et al., 2007). Khairyah (2012) menyatakan bahwa R. oryzae merupakan jamur yang tidak menghasilkan senyawa toksin dan keberadaannya tidak menghambat pertumbuhan ikan, bahkan sistem imun ikan yang terinfeksi tidak terganggu.

2.4.7 Curvularia lunata.

Menurut Grigorakis (1809) in Summerbell (1929) Curvularia lunata diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Ascomycota Kelas : Euascomycetes Ordo : Pleosporales Famili : Pleosporaceae Genus : Curvularia Spesies : Curvularia lunata

Gambar 2.8 Koloni Curvularia lunata (A), Morfologi Curvularia lunata (B) Sumber: Refai and Yasid (2014)

(27)

Gandjar dkk. (2006) menyebutkan bahwa Curvularia lunata tergolong filum Ascomycota karena konidianya dihasilkan dari dalam kantung serta tergolong kelas Euascomycetes karena memiliki ciri berfilamen, dan memliki lubang septum. Koloni C. lunata memiliki bentuk seperti kapas. Pada awal pertumbuhannya warna koloni tampak abu-abu coklat, koloni yang sudah lama akan tampak berwarna coklat kehitaman (Gambar 2.9). Hifa dari C. lunata berwarna coklat, konidiofor coklat, menghasilkan septa bercabang. Konidia lurus, multisepta dengan susunan melintang. Sel inti lebih gelap dan lebih besar dibandingkan dengan septa awal dan akhir, sehingga bila konidium dilihat keseluruhan akan terlihat sedikit melengkung. Jamur Curvularia dapat tumbuh dengan baik pada suhu 25 °C. Curvularia diketahui dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan (Refai and Yasid, 2014). Infeksi dari C. lunata dapat menyebabkan infeksi kulit (Qureshi et al., 2006).

2.4.8 Fusarium

Link (1809) in Summerbell (1996) mengklasifikasikan Fusarium berikut: Divisi : Amastigomycota Kelas : Deuteromycetes Ordo : Melanconiales Famili : Melanconiaceae Genus : Fusarium Spesies : Fusarium sp.

Gambar 2.9 Koloni Fusarium (A), Morfologi Fusarium sp. (B) Sumber : Fausi dkk., (2009)

(28)

Ngittu (2014) menyatakan koloni Fusarium berwarna putih hingga kekuningan, dengan tepi bergerigi, dan permukaan rata (Gambar 2.8). Afriyeni dkk. (2013) menambahkan bahwa spesies Fusarium menghasilkan makrokonidia dan mikrokonidia dari phialid ramping. Makrokonidia hialin membentuk sabit dengan tiga sekat. Mikrokonidia satu sampai dua sel, hialin, bulat telur, lurus atau melengkung. Warna talus bervariasi dari putih menjadi kuning, kecoklatan, merah muda, ungu muda kemerahan. Fusarium tumbuh dengan baik pada suhu 37 0C

(Fausi dkk., 2009).

Sebaran jamur Fusarium sangat luas dengan beragam organ target (Ngitu, 2014). Beberapa spesies Fusarium dapat menjadi patogen pada manusia dan hewan karena menghasilkan mikotoksin (Moretti, 2009).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

2.5.1 Kelembapan

Kelembapan tanah diartikan sebagai aktifitas air di dalam tanah (water activity). Kelembaban berperan untuk menumbuhkan hifa jamur sehingga dapat menyebar ke atas permukaan yang kering atau muncul di atas permukaan substrat. Variasi suhu yang rendah dan kelembaban yang relatif tinggi sangat berkaitan dengan curah hujan tinggi (Carlile and Watkinson, 1995).

2.5.2 Suhu

Jamur memiliki rentang suhu yang berbeda dalam pertumbuhannya. Kisaran suhu maksimum pertumbuhan jamur adalah 30-40⁰C sedangkan suhu optimum pertumbuhan adalah 20-30⁰C.

(29)

2.5.3 pH (Power of Hydrogen)

Konsentrasi pH pada subsrat bisa mempengaruhi pertumbuhan meskipun tidak langsung tetapi berpengaruh terhadap ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan atau beraksi langsung pada permukaan sel. Hal ini memungkinkan nutrisi yang diperlukan jamur untuk tumbuh dengan baik cukup tersedia. Jamur tumbuh dengan baik pada pH yang asam sampai netral (Carlile and Watkinson, 1995).

2.6 Pasar Modern

Pasar merupakan suatu tempat terjadinya kegiatan perdagangan yaitu kegiatan jual beli barang dan/atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan. Pasar sendiri merupakan area tertentu terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horisontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan (Perda, 2010).

Bentuk pasar modern dapat berupa sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang eceran yang berbentuk Minimarket dengan luas kurang dari 400m2, Department Store dengan luas lebih dari 400m2, Supermarket dengan luas

sampai dengan 500m2, Hypermarket dengan luas lebih dari 500m2 (Perda, 2014).

Secara umum pengertian pasar adalah kegiatan penjual dan pembeli yang melayani transaksi jual-beli. Penggolongan pasar tradisional dan pasar modern baru terjadi akhir-akhir ini ketika mulai banyak terdapat pasar swalayan. Pasar modern adalah pasar yang penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga (Chotimah, 2010).

(30)

III KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Hama dan penyakit pada budidaya ikan gurami (Osphronemous gouramy) menjadi masalah serius di kalangan petambak (Santoso, 2009). Hama dan penyakit terhadap ikan dapat disebabkan oleh organisme lain. Salah satu jenis mikroorganisme yang dapat merusak daging ikan adalah jamur (Fahreza, 2012). Gejala klinis ikan yang terserang jamur adalah munculnya benang-benang halus seperti kapas pada bagian tubuh inang/ikan (Santoso, 2009). Jamur pada ikan merupakan patogen yang relatif lemah karena hanya menyerang inang dalam keadaan stres atau melemahnya antibodi (Suprapto, 2013).

Jamur pada ikan akan merusak jaringan kulit sehingga menurunkan daya jual terhadap konsumen. Jamur pada ikan juga berbahaya karena menghasilkan mikotoksin. Sebagai contoh, Aspergillus sp. menghasilkan mikotoksin yang disebut aflatoksin. Aflatoksin diketahui banyak ditemukan dan berbahaya bagi manusia (Abrunhosa et al., 2001). Hasil penelitian Khairyah (2012) menyebutkan terdapat berbagai jamur yang menyerang ikan gurami yaitu: Aspergillus flavus, A. niger, A. candidus, Penicillium glabrum, Saprolegnea, Rhizopus oryzae, Culvularia dan Fusarium.

Suwarsito, dan Mustafidah. (2011) menyatakan transaksi ikan gurami (O. gouramy) segar di wilayah Surabaya mengalami peningkatan setiap tahun baik pasar tradisional maupun pasar modern. Perkembangan pasar modern yang semakin pesat juga diikuti peningkatan transaksi ikan gurami segar. Konsumen yang mengonsumsi asam animo dari protein ikan gurami perlu diimbangi dengan kecerdasan konsumen memilih ikan sehat. Sulhi (2007) menyatakan ikan gurami

(31)

(O. gouramy) sehat dapat dilihat secara visual melalui warna kulit, gerakan tubuh dan ada tidaknya parasit/jamur pada sisik ikan.

Tidak semua konsumen mengetahui perbedaan antara ikan gurami (O. gouramy) sehat dan sakit sehingga pihak pengelola juga perlu memiliki kemampuan dalam manajemen kesehatan ikan (Nuryati dkk., 2009). Pengetahuan tersebut diperlukan untuk meminimalisir penyebaran penyakit seperti jamur pada ikan gurami segar. Oleh karena itu, perlu diketahui jenis dan prevalensi jamur yang menyerang ikan gurami yang digunakan sebagai data acuan untuk memilih dan mengolah ikan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.

Keterangan

: Aspek yang diteliti : Aspek yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Ikan Gurami Pasar Modern Pasar Tradisional Distribusi Masalah Lingkungan Kontaminasi

Parasit Bakteri Jamur Virus

1.Kualitas air (pH, suhu, dan oksigen terlarut)

(32)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Pengambilan sampel ikan gurami (O. gouramy) pada penelitian ini telah dilakukan di pasar modern kota Surabaya dan identifikasi jamur akan dilakukan di Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Surabaya I. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2015.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Alat penelitian

Peralatan yang digunakan untuk mengambil sampel yaitu timba, jaring dan aerator. Peralatan yang digunakan untuk proses identifikasi jamur yaitu Laminary flow, refrigerator, sectio kit, nampan, cover glass, object glass, mikroskop, bunsen, jarum ose, dan cawan petri

4.2.2 Bahan penelitian

Bahan yang diperlukan untuk proses identifikasi jamur adalah ikan gurami sebanyak 10 ekor dengan panjang 30-35 cm, berat 500-750 g, dan berumur 15-17 bulan yang diperoleh dari 5 pasar modern di Surabaya. Amos (1985) menyatakan bahwa jumlah sampel yang diambil bila populasi 50–100 ekor adalah 2 ekor sampel. Media isolasi jamur adalah agar Sabouraud Dextrose Agar (SDA), Penicillin, Lactophenol cotton blue, dan akuades steril.

(33)

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Rancangan penelitian

Penelitian ini akan dilakukan menggunakan metode survei melalui pengambilan data di lokasi secara langsung. Lokasi pengambilan sampel ikan ditentukan dengan cara sengaja atau dengan metode purposive sampling (Khairyah, 2012). Wilayah pengambilan sampel dilakukan pada lima wilayah surabaya yang sudah tetapkan, yaitu wilayah ‘A’ sebagai Surabaya Tengah, wilayah ‘B’ sebagai Surabaya Utara, Wilayah ‘C’ sebagai Surabaya Timur, wilayah ‘D’ sebagai Surabaya Selatan, dan wilayah ‘E’ sebagai Surabaya Barat.

Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) terhadap pasar modern yang terdapat di masing-masing wilayah Surabaya. Sampel dari wilayah Surabaya Tengah diambil dari Carrefour Kapasan diberi kode ‘Th’. Sampel dari wilayah Surabaya Utara diambil dari Giant Rajawali diberi kode ‘Ua’. Sampel dari wilayah Surabaya Timur diambil dari Superindo Mulyosari diberi kode ‘Tr’. Sampel dari wilayah Surabaya Selatan diambil dari Giant Ahmad Yani diberi kode ‘Sn’. Sampel dari wilayah Surabaya Barat diambil dari Hypermarket Pakuwon diberi kode ‘Bt’. Masing-masing pasar modern diambil dua ekor ikan gurami sebagai sampel yang akan diperiksa. Amos (1985) menyatakan bahwa jumlah sampel yang diambil bila populasi 50–100 ekor adalah 2 ekor sampel. Sehingga total sampel ikan yang akan diperiksa adalah 10 ekor ikan gurami. Setiap ikan akan diperiksa sisik, sirip dan insangnya. Fadaeifard et. al. (2011) menyatakan bahwa jamur biasa terdapat pada permukaan tubuh, sirip dan insang.

(34)

4.3.2 Pengambilan Sampel 4.3.2.1 Prosedur penelitian

Sterilisasi merupakan cara yang digunakan untuk membebaskan peralatan dari semua jenis mikroba yang dapat menghambat potensi isolasi dan identifikasi. Peralatan yang dilakukan proses sterilisasi adalah Laminary flow, refrigerator, sectio kit, nampan, cover glass, object glass, mikroskop, bunsen, jarum ose, dan cawan petri. Tahap awal dari proses ini adalah dengan melakukan pencucian peralatan. Setelah cawan petri, pipet tetes di cuci, langkah selanjutnya adalah pengeringan.

Tujuan dilakukan tahap pengeringan adalah untuk menghilangkan kadar air. Tahap selanjutnya membungkus peralatan tersebut dengan kertas agar air tidak dapat masuk melalui celah disisi kertas. Cawan petri yang telah dibungkus dapat langsung dimasukkan kedalam autoclave dengan suhu 121°C dan tekanan satu atm selama 15 menit. Apabila proses sterilisasi telah selesai selanjutnya disimpan dalam lemari. Autoclave digunakan untuk mensterilisasi peralatan yang berukuran kecil seperti object glass, cawan petri.

4.3.2.2 Pembuatan Media

Media untuk isolasi dan identifikasi jamur yaitu Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Komposisi media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) adalah adalah pepton 10 g, glukosa 40 g, agar 14 g, dan akuades 1000 ml. Cara pembuatan media SDA dimulai dengan menimbang bahan baku kemudian dihomogenkan di dalam erlenmeyer dan dipanaskan sampai mendidih serta berwarna kuning transparan dengan menggunakan hot plate stirer. Erlenmeyer yang telah dipanaskan ditutup dengan alumunium foil secara rapat. Lalu bahan di autoclave selama 15 menit pada

(35)

suhu 121°C, kemudian bahan dibiarkan hingga suhu menjadi 25-30°C lalu ditambahkan Penicillin 0,1 g dan dituangkan ke dalam petri disk sebanyak 20 ml/petri. Bahan didiamkan sampai membeku, lalu disimpan dalam lemari es (Balai Karantina Ikan, 2013).

4.3.2.3 Lactophenol Cotton Blue

Komposisi Lactophenol Cotton Blue terdiri dari konsentrat phenol 20 ml, lactic acid 20 ml, glycerol 40 ml, cotton blue (Aniline blue) 0,05 gram, distilled water 20 ml. Cara pembuatan dimulai dengan melarutkan konsentrat phenol dalam lactic acid dan diaduk sampai homogen. Kemudian dicampurkan glycerol lalu dimasukkan cotton blue kemudian diaduk sampai homogen.

4.3.2.4 Isolasi jamur pada ikan gurami

Jamur yang terdapat pada ikan gurami bila dilihat secara makroskopis terdapat benda seperti kapas yang terdapat pada bagian sirip maupun kulit ikan (Saparinto, 2008). Jamur tersebut diisolasi menggunakan jarum ose kemudian ditanam pada media SDA. Media tersebut diinkubasi pada suhu 25 oC selama 2-7

hari dan selanjutnya diidentifikasi di laboratorium (Gandjar dkk., 2006).

Sampel yang ditumbuhkan pada media SDA merupakan campuran dari berbagai macam isolat jamur dan tidak jarang terkontaminasi bakteri sehingga perlu dimurnikan. Proses pemurnian dimulai dengan mengambil satu jenis koloni menggunakan ose pada media SDA lama yang memiliki tekstur sejenis, kemudian diisolasi pada media SDA baru dan diinkubasi pada suhu 25 oC selama 2-7 hari

(36)

4.3.2.5 Pemeriksaan sampel dan identifikasi jamur

Jamur yang sudah dimurnikan siap untuk dilakukan identifikasi. Teknik identifikasi yang digunakan untuk mengamati isolat jamur adalah metode slide culture. Dimulai dengan menempatkan besi bengkok berbentuk U pada cawan Petri. Object glass dapat diletakkan diatas besi. Beri blok agar berukuran 1x1 cm di atas object glass lalu ditutup cover glass. Untuk menjaga kelembaban, ditambahkan sedikit air pada cawan petri. Tutup cawan petri dan simpan untuk diinkubasi dengan suhu 25 oC selama 3-7 hari. Untuk mengamati bagian jamur, mengambil object

glass bersih lalu ditambahkan lactophenol cotton blue satu tetes dan ditutup dengan cover glass yang telah ditumbuhi jamur, selanjutnya dapat langsung diamati pada mikroskop elektron (Summerbell, 1996).

Identifikasi jamur dengan teknik identifikasi konvensional meliputi dua tahap yaitu pengamatan jamur secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis meliputi bentuk koloni dan warna koloni sedangkan pengamatan secara mikroskopis meliputi bentuk hifa, bentuk spora, letak spora dan identifikasi dilakukan menurut prosedur identifikasi Summerbell (1996). Jamur yang telah diidentifikasi kemudian dapat ditentukan prosentase prevalensinya.

(37)

4.3.3 Parameter penelitian 4.3.3.1 Parameter utama

Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis jamur dan prevalensi jamur. Prevalensi jamur dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Prevalensi = N x 100% n Keterangan:

N : Jumlah sampel ikan (inang) yang terinfeksi jamur (ekor) n : Jumlah sampel ikan (inang) yang diamati (ekor)

4.3.3.1 Parameter penunjang

Parameter penunjang yang akan diamati diantaranya DO, pH, dan suhu. 4.3.4 Analisis data

Hasil dari perhitungan prevalensi jamur yang ditemukan pada ikan gurami dari pasar modern Surabaya dianalisis menggunakan metode deskriptif. Data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk gambar dan tabel.

(38)

Gambar 4.1 Diagram alir penelitian Sterilisasi alat

Pengambilan sirip, sisik, dan insang untuk

diinkubasi

Isolasi jamur pada media Saboroud Dextrose Agar (SDA)

Inkubasi sampel jamur 2-7 hari

Pewarnaan sampel jamur dengan Lactophenol cotton blue Identifikasi dibawah mikroskop Menghitung prevalensi jamur Analisa data Kesimpulan

(39)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Isolasi Jamur

Data isolasi jamur ikan gurami (Osphronemous gouramy) Tabel 5.1. Tabel 5.1 Data Hasil Identifikasi Jamur pada organ Ikan Gurami (O.gouramy)

No Lokasi Sampel Sisik Sirip Insang

1 A Th 1 - + - Th 2 - + - 2 B Ua 1 - - - Ua 2 - + - 3 C Tr 1 + - - Tr 2 - - - 4 D Sn 1 + - - Sn 2 - + - 5 E Bt 1 - + - Bt 2 - - -

Jamur dari ikan gurami (O. gouramy) dari pasar modern diisolasi dari organ sisik, sirip, dan insang ikan. Masing-masing organ tersebut diisolasi dan didapati bahwa ikan gurami lokasi A dengan kode isolat Th 1 tumbuh jamur pada organ sirip sama halnya dengan kode isolat Th 2 tumbuh jamur pada organ sirip. Sampel ikan pada lokasi B dengan kode isolat Ua 1 tidak ditemukan adanya infestasi jamur (negatif) sedangkan kode isolat Ua 2 jamur tumbuh pada organ sirip. Sampel ikan gurami lokasi C dengan kode isolat Tr 1 diketahui jamur tumbuh pada organ sisik, sedangkan kode isolat Tr 2 tidak ditemukan adanya infestasi jamur (negatif). Pengambilan sampel ikan gurami di lokasi D dengan kode isolat Sn 1 diketahui tumbuh jamur pada organ sisik sedangkan kode isolat Sn 2 ditemukan jamur tumbuh pada organ sirip. Pada pengambilan sampel lokasi E dengan kode isolat Bt

(40)

1 diperoleh jamur tumbuh pada bagian sirip sedangkan kode isolat Bt 2 tidak ditemukan adanya infeksi jamur (negatif).

5.1.2 Identifikasi Jamur

Berdasarkan hasil identifikasi jamur pada ikan gurami (O. gouramy) di pasar modern Surabaya diketahui bahwa sampel ikan gurami lokasi A dengan kode isolat Th1 ditumbuhi jamur dengan ciri coloni berwarna putih kekuningan dan permukaan rata. Sedang ciri mikroskopisnya terdapat makrokonidia berbentuk melengkung dan didalamnya terdapat 3 sel. Ciri-ciri tersebut sama seperti ciri yang dimiliki oleh jamur Fusarium seperti yang dinyatakan Ngitu (2014) menyatakan koloni Fusarium berwarna putih hingga kekuningan, dengan tepi bergerigi, dan permukaan rata (Gambar 5.1). Afriyeni dkk. (2013) menambahkan bahwa Fusarium menghasilkan makrokonidia dan mikrokonidia dari phialid. Makrokonidia hialin berbentuk sabit dengan tiga sekat. Mikrokonidia satu sampai dua sel, hialin, bulat telur. (Gambar 5.2)

Gambar 5.1 Koloni Fusarium

Sumber: Fausi dkk. (2009) (a), Dokumentasi Pribadi (b)

(41)

Gambar 5.2 Morfologi Fusarium

Sumber: Fausi dkk. (2009) (a), Dokumentasi Pribadi (b)

Sampel dari wilayah A dengan kode isolat Th 2, wilayah B dengan kode isolat Ua 2, dan sampel wilayah D dengan kode Sn 2 memiliki ciri yang serupa yaitu; koloninya berwarna hijau kekuningan dan ciri mikroskopisnya memiliki konidofor panjang, dengan visikel bulat pada ujungnya dan terdapat rantai spora yang menyebar menutupi permukaan visikel. (Gambar 5.3) Khairyah (2012) menuliskan ciri Aspergillus flavus yaitu koloninya berwarna kuning kehijauan dan Ciri mikroskopis A. flavus memiliki konidofor panjang mencapai 400-800 µm, vesikel dan konidia berbentuk bulat dengan diameter 25-45 µm. (Gambar 5.4).

Gambar 5.3 Koloni Aspergillus flavus Sumber: Safika, (2008) (a), Dokumentasi Pribadi (b) A

A B

(42)

Gambar 5.4 Morfologi Aspergillus flavus Sumber: Safika, (2008) (a), Dokumentasi Pribadi (b)

Sampel ikan gurami lokasi C dengan kode isolat Tr 1 memiliki ciri koloni biru kehijauan dengan bulu putih diatasnya. Ciri mikroskopisnya memiliki konidofor bercabang, phialid soliter atau berkelompok, dan konidia bulat. (Gambar 5.5) Ciri tersebut sama dengan ciri jamur Trichoderma harzianum yang dinyatakan oleh Summerbell (1996) bahwa koloni Trichoderma harzianum memiliki warna biru kehijauan dengan bulu warna putih dan pertumbuhannya sangat cepat. Penampilan mikroskopis T. harzianum memiliki hifa septate dan hialin. Konidofornya hialin dan bercabang. Phialid T. harzianum hialin, soliter atau berkelompok, dan lekat pada konidofor. Konidia melekat pada phialid berbentuk bulat, berdinding halus, dan berwarna hijau. (Gambar 5.6)

Gambar 5.5 Koloni Trichoderma harzianum Sumber: Rahman dkk. (2009) (a), Dokumentasi Pribadi (b)

A B

(43)

Gambar 5.6 Morfologi Trichoderma harzianum Sumber: Rahman dkk. (2009) (a), Dokumentasi Pribadi (b)

Pengambilan sampel ikan gurami di lokasi D dengan kode isolat Sn 1 terdapat jamur dengan ciri koloni berbentuk kapas berwarna putih rata tumbuh tipis dipermukaan media. Penampakan mikroskopisnya terdapat rhizoid panjang, konidofor panjang dengan sporagiofor bulat diujungnya. Konidia berbentuk bulat di dalam sporangiofor. (Gambar 5.7) Menurut Listiandiani (2011) ciri tersebut sama dengan ciri yang dimiliki oleh Rhizopus oryzae dengan ciri koloni seperti kapas berwarna putih khas rhizoid. R. oryzae berbentuk seperti benang, hifa yang tidak bersepta, stolon yang halus dan berwarna coklat. Panjang hifa dari R. oryzae mencapai 18 µm sampai 1,5 µm (Khairyah, 2012). (Gambar 5.8).

Gambar 5.7 Koloni Rhizopus oryzae

Sumber: Dewi dan Aziz (2011) (a), Dokumentasi Pribadi (b)

A B

(44)

Gambar 5.8 Morfologi Rhizopus oryzae

Sumber: Dewi dan Aziz (2011) (a), Dokumentasi Pribadi (b)

Pada pengambilan sampel lokasi E dengan kode isolat Bt 1 ditumbuhi jamur dengan ciri koloni berbentuk kapas berwarna putih tumbuh memenuhi cawan petri. Ciri mikroskopis memiliki miselium berserabut, cabang tidak bersepta, dan hifa bercabang. (Gambar 5.9) Menurut Mayer (2005) ciri tersebut sama dengan ciri yang dimiliki Saprolegnia yang memiliki koloni berwana putih seperti benang kapas, ciri mikroskopis genus Saprolegnia sp. mempunyai cabang tidak bersepta dan mempunyai hifa bercabang dan bisa hidup dalam kisaran suhu yang lebar yaitu 3-33 oC (Mayer, 2005). (Gambar 5.10)

2 cm

Gambar 5.9 Koloni Saprolegnia

Sumber: Barnet and Hunter (1998) (a), Dokumentasi Pribadi (b)

A B

(45)

Gambar 5.10 Morfologi Saprolegnia

Sumber: Barnet and Hunter (1998) (a), Dokumentasi Pribadi (b)

Sampel dari wilayah B dengan kode isolat Ua 1, Sampel dari wilayah C dengan kode isolat Tr 2, dan sampel dari wilayah E dengan kode isolat Bt 2 tidak ditemukan adanya infeksi jamur (negatif).

Data lengkap hasil identifikasi jamur ikan gurami (O. gouramy) seperti Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Data Hasil Identifikasi Jamur pada Ikan Gurami (O. gouramy)

No Lokasi Kode Isolat Spesies Jamur

1 A Th 1 Fusarium Th 2 Aspergillus flavus 2 B Ua 1 - Ua 2 Aspergillus flavus 3 C Tr 1 Trichoderma Tr 2 - 4 D Sn 1 Rhizopus oryzae Sn 2 Aspergillus flavus 5 E Bt 1 Saprolegnea Bt 2 -

(46)

5.1.3 Prevalensi Jamur

Berdasarkan hasil perhitungan prevalensi jamur yang teridentifikasi pada sampel ikan gurami (O. gouramy) di pasar modern Surabaya semua wilayah diketahui bahwa dari total sampel 10 ekor sampel prevalensi ikan terinfeksi jamur adalah 70%. Prevalensi jamur pada lokasi A diketahui 100 %, lokasi B diketahui 50 %, lokasi C diketahui 50 %, lokasi D diketahui 100 % dan lokasi E diketahui 50 %. Data lengkap perhitungan prevalensi jamur pada ikan gurami (O .gouramy) di pasar modern Surabaya seperti Tabel 3.

Tabel 3. Data Prevalensi Jamur Ikan Gurami (Osphronemous gouramy)

Lokasi Jumlah sampel (ekor) Jumlah ikan yang terinfeksi (ekor) Prevalensi (%)

+ - A 2 2 0 100 B 2 1 1 50 C 2 1 1 50 D 2 2 0 100 E 2 1 1 50 Jumlah 10 7 3 70 5.1.4 Kualitas Air

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air di masing-masing lokasi pengambilan sampel ikan gurami (O. gouramy) dari 5 lokasi bahwa suhu 26°C, Dissolved Oxygen (DO) 4 ppm, pH 7. Data lengkap hasil pengukuran kualitas air seperti Tabel 5.4.

(47)

Tabel 5.4 Hasil Kualitas Air

No Parameter Lokasi A Lokasi B Lokasi C Lokasi D Lokasi E

1 Suhu (oC) 26 26 26 26 26

2 DO (mg/l) 4 4 4 4 4

3 pH 7 7 7 7 7

5.1.5 Berat dan Panjang Total Ikan Gurami (Osphronemous gouramy) Berdasarkan hasil pengukuran berat dan panjang tubuh ikan gurami (O. gouramy) diketahui bahwa lokasi A dengan kode sampel Tengah 1 berat sampel ikan 749 g dan panjang total 34 cm sedangkan kode sampel Tengah 2 berat sampel ikan 670 g dan panjang total 31,5 cm. Pada lokasi B dengan kode sampel Utara 1 berat sampel ikan adalah 495 g dan panjang total 28,5 cm sedangkan kode sampel Utara 2 berat sampel ikan adalah 489 g dan panjang total 28 cm. Berat sampel ikan dengan kode sampel Timur 1 pada lokasi C adalah 550 g dan panjang total adalah 28,5 cm sedangkan berat sampel ikan dengan kode sampel Timur 2 adalah 500 g dan panjang total 28,5 cm. Berat sampel ikan di lokasi D dengan kode sampel Selatan 1 adalah 490 g dan panjang total 28,5 cm sedangkan berat sampel ikan dengan kode sampel Selatan 2 adalah 619 g dan panjang total adalah 30 cm. Berat sampel ikan di lokasi E dengan kode sampel Barat 1 adalah 650 g dan panjang total 31, 5 cm sedangkan berat sampel ikan dengan kode sampel Barat 2 adalah 770 g dan panjang total adalah 32 cm (Tabel 5.5).

(48)

Tabel 5.5 Panjang dan Berat Ikan Gurami

No Lokasi Kode Sampel Berat (gr) Panjang (cm) 1 A Tengah 1 Tengah 2 749 670 31,5 34 2 B Utara 1 Utara 2 495 489 28,5 28 3 C Timur 1 Timur 2 550 500 28,5 28,5 4 D Selatan 1 Selatan 2 490 619 28,5 30 5 E Barat 1 Barat 2 650 770 31,5 32 5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lima lokasi pasar modern di Surabaya diketahui bahwa jamur ditemukan pada sisik dan sirip (tabel 5.1). Tidak ditemukan jamur satupun pada organ insang ikan. Seperti yang katakan Ramaiah (2006) bahwa jamur dapat tumbuh pada sisik dan sirip ikan. Dari seluruh jamur yang tumbuh tersebut teridentifikasi lima jenis jamur yaitu Fusarium, Aspergillus flavus, Trichoderma, Rhizopus oryzae, dan Saprolegnea. Jamur Fusarium yang teridentifikasi dari isolat lokasi A (Tabel 5.2) merupakan salah satu jamur yang memiliki sebaran habitat paling luas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ngitu (2014) bahwa sebaran jamur Fusarium sangat luas dengan beragam organ target.

Moretti (2009) menambahkan beberapa spesies Fusarium dapat menjadi patogen pada manusia dan hewan karena menghasilkan mikotoksin. Spesies jamur Fusarium yang menghasilkan mikotoksin jenis zearaleno antara lain F. graminarum yang memiliki aktivitas ekstrogenik yang menyebabkan kegagalan reproduksi, diare dan penurunan produksi. F. sporotrichiodes dan F. graminearum mampu menghasilkan mikotoksin jenis trikotesena yang mengakibatkan nekrosis

(49)

kulit, gangguan pencernaan, koagulasi dan gangguan imunologik (Widiastuti, 2006).

Pada lokasi pegambilan sampel ikan B, C, dan D (Tabel 5.1) diketahui bahwa dari ikan gurami yang diisolasi teridentifikasi jamur Aspergillus flavus. Jamur A. flavus merupakan salah satu spesies jamur utama yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Widiastuti (2006) menyatakan aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur A. flavus terdiri dari B1 dan B2, aflatoksin B1 (AFB1) tergolong jenis yang paling toksik dan bersifat karsinogenik, hepotoksik dan mutagenik. Keracunan akut oleh aflatoksin B1 di hati ikan dapat menyebabkan kegagalan metabolisme karbohidrat, lemak dan sintesa protein sehingga terjadi penurunan fungsi hati karena ada pembekuan eritrosit dan penurunan sintesis protein serum. Sementara keracunan kronik akan menyebabkan imunosupresif yang diakibatkan penurunan aktivitas vitamin K dan penurunan aktivitas fagositik pada makrofag.

Pada lokasi C (Tabel 5.1) diketahui bahwa sampel ikan gurami (O. gouramy) yang diisolasi teridentifikasi jamur Trichoderma yang diduga tidak termasuk jamur patogen pada ikan gurami (O. gouramy). Jamur Trichoderma dianggap sebagai jamur yang tidak patogen. Namun Trichoderma pernah ditemukankan pada rongga paru, dan hati dari pasien yang pernah melakukan transplantasi hati (Rahman et al., 2009).

Koloni Trichoderma harzianum memiliki warna biru kehijauan dengan bulu warna putih dan pertumbuhannya sangat cepat. Penampilan mikroskopis dari T. harzianum memiliki hifa septate dan hialin. Konidofornya hialin dan bercabang. Phialid T. harzianum hialin, soliter atau berkelompok, dan lekat pada konidofor.

(50)

Konidia melekat pada phialid berbentuk bulat, berdinding halus, berwarna hijau (Summerbell, 1996).

Pada lokasi D (Tabel 5.2) diketahui bahwa dari sampel ikan gurami (O. gouramy) yang diisolasi teridentifikasi jamur Rhizopus oryzae diduga tidak termasuk jamur patogen pada ikan gurami (O. gouramy). (Bu Wang et al., 2011). Khairyah (2012) menyatakan bahwa R. oryzae merupakan jamur yang tidak menghasilkan senyawa toksin dan keberadaannya tidak menghambat pertumbuhan ikan, bahkan sistem imun ikan yang terinfeksi tidak terganggu.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada lokasi E bahwa dari sampel ikan gurami (O. gouramy) yang diisolasi teridentifikasi jamur Saprolegnea. Jamur Saprolegnea diketahui tidak hanya menyerang ikan gurami (O. gouramy) tetapi juga spesies ikan air tawar lainnya seperti ikan nila (Oreochromis niloticus) (Kurniawan dkk., 2015). Infestasi jamur Saprolegnea dimulai dari adanya luka pada tubuh ikan dan perubahan drastis lingkungan sehingga menyebabkan ikan mengalami stress dan terjadi penurunan sistem imun (Bruno and Wood, 1994).

Gejala klinis ikan gurami (O. gouramy) yang terserang jamur Saprolegnea terlihat bergerak lambat dan berenang tidak teratur serta pada bagian tubuh terdapat hifa berwarna putih. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Sembiring (2012) bahwa pergerakan ikan juga cenderung melemah dan hanya bergerak lambat di bagian pinggir akuarium serta tidak seimbang. Ikan gurami (O. gouramy) yang terdapat Saprolegnea juga terlihat mengalami penurunan nafsu makan, memisahkan diri dari ikan yang lain, berenang secara pasif, keseimbangannya terganggu dan mengalami kerusakan pada kulit dan sirip (Fadaeifard et al., 2011).

(51)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa prevalensi dari lima lokasi pengambilan sampel ikan gurami (O. gouramy) bervariasi (Tabel 5.3). Di lokasi A nilai prevalensi sampel ikan gurami yang terinfeksi jamur adalah 100 %. Di lokasi B nilai prevalensinya adalah 50 %, di lokasi C nilai prevalensinya adalah 50 %, di lokasi D nilai prevalensinya adalah 100 % sedangkan di lokasi E nilai prevalensinya adalah 100%.

Dari kelima jenis jamur yang ditemukan pada lima lokasi hampir semuanya berbahaya bila dikonsumsi manusia. Namun semua jenis jamur yang ditemukan memberikan dampak yang negatif bagi pasar. Semua jenis jamur yang ditemukan tumbuh menyerupai kapas pada tubuh ikan. Khairyah (2012) menyatakan bahwa jamur Rhizopus memiliki penampakan makroskopis menyerupai kapas. Jamur– jamur tersebut telah merusak penampilan ikan sehingga mengurangi harga jual ikan.

Dari lima lokasi pengambilan sampel ikan gurami diketahui bahwa rata-rata nilai prevalensi sampel ikan terinfeksi jamur adalah 70%. Menurut kategori infeksi berdasarkan Williams and Williams (1996), prevalensi ikan gurami yang diteliti termasuk kategori usually (89-70%). Hal ini diduga terjadi akibat tingkat kebersihan air (warna air keruh dan berbau) dan populasi berlebihan di setiap lokasi pengambilan sampel yang kurang baik sebagai habitat hidup ikan gurami. Hal ini didukung oleh pernyataan Quiniuo et al. (1998) bahwa serangan jamur bersifat oportunis karena hanya menyerang ikan ketika mengalami stress atau penurunan sistem imun akibat perubahan kondisi lingkungan. Bruno and Wood (1994) menambahkan bahwa infeksi jamur pada ikan gurami juga disebabkan oleh efek

(52)

sekunder dari infestasi bakteri, virus, dan parasit, penanganan pasca panen serta populasi ikan yang padat di akuarium.

Hasil kualitas air yang telah diperoleh selama penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari lima lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air (suhu, pH dan DO) yang ada masih tergolong memenuhi syarat hidup ikan gurami (O. gouramy). Hal ini sesuai dengan panduan Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011) bahwa syarat hidup ikan gurami (O.gouramy) membutuhkan suhu 25-28°C, keasaman air (pH) 6,5 – 8 dan kelarutan oksigen lebih dari 4 mg/l.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa berat dan panjang total sampel ikan gurami (O. gouramy) di lima lokasi bervariasi dan sesuai dengan aturan standar berat ikan konsumsi yang dianjurkan oleh pemerintah (Tabel 5.5). Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI, 2006) bahwa berat standar ikan gurami (O. gouramy) konsumsi adalah 500 – 750 g. Untuk panjang total standar sampel ikan gurami (O. gouramy) yang ada di lima lokasi penelitian juga sesuai dengan anjuran pemerintah. Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI, 2006) bahwa panjang total standar ikan gurami (O. gouramy) konsumsi adalah 28-40 cm.

Diketahui bahwa seluruh sampel ikan, baik yang berukuran kecil maupun yang berukuran besar, berpotensi ditumbuhi jamur. Malika (2012) menyatakan bahwa jamur menyerang ikan gurami sejak telur hingga dewasa.

(53)

VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas bisa disimpulkan bahwa :

1. Hasil identifikasi jamur pada sampel ikan gurami (Osphronemous gouramy) di pasar modern Surabaya diketahui terdapat lima spesies jamur yaitu Fusarium, Aspergillus flavus, Rhizopus oryzae, Trichoderma dan Saprolegnea.

2. Nilai prevelansi rata-rata dari lima lokasi pasar modern Surabaya adalah 70%.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di masing-masing wilayah Surabaya pada setiap pasar modern yang ada untuk mengetahui tingkat infestasi jamur pada ikan gurami (Osphronemous gouramy) segar.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Abolude, D. S., O. O. Opanunmi, and O. A. Davies. 2013. Fresh Water Fungi Associated With Eggs and Broodstock of African Catfish in Fish Hatcery Farms, Zaria, Kaduna State, Nigeria. Journal. Department of Fisheries and Aquatic Environment. Rivers States University. 2 (7) : 131- 135.

Abrunhosa, L., R. M. Paterson, Z. Kozakiewicz, N. Lima, and A. Venancio. 2001. Mycotoxin Production from Fungi Isolated from Grapes. Letters in Microbiology. 3 (2) : 240- 242.

Afriyeni Y., N. Nazir, Periadnadi, dan Jumjunidang. 2013. Jenis-jenis Jamur pada Pembusukan Buah Kakao (Theobroma cacao, L.) di Sumatra Barat. Journal. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. 2 (2) : 124-129.

Agustono, M. Arief, H. Setyono, Suwarno, dan S. Hidanah. 1993. Pengaruh Penambahan Kemzyme Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Gurami. Universitas Airlangga. Surabaya. Hal 1-8.

Amos, G. 1985. Procedures for The Detection and Identification of Certain Fish Pathogens. The Journal of Business 59 (4) : 251-278.

Basuki, F. M. W. Fitriadi., dan R. A. Nugraha. 2014. Pengaruh Pemberian Recombinat Growth Hormone (rGh) Melalui Metode Oral dengan Interval Waktu Yang Berbeda Terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Larva Ikan Gurame var Bastard (Osphronemus gourami Lac 1801). Journal of Aquaculture Management and Technology 3 (2) : 77-85.

Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Surabaya II. 2013. Laporan Lab Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Surabaya II. Tanjung Perak. Surabaya.

Barnet, H. L. and B. B. Hunter. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth Edition. The American Phytopathological Society St. Paul, Minnesota. p 94.

Bruno, D. W., and B. P. Wood. 1994. Saprolegnia and other Oomycetes. In Fish Diseases and Disorders, Volume 3, Viral, Bacterial and Fungal Infections. Edited by P.T.K Woo and D. W. Bruno. Cabi Publishing. Wallingford. Oxon. United Kingdom. Page 599-659.

(55)

Bu Wang, S., R. Yu Li and Jin Yu. 2011. Identificatiyon and Susceptibility of Rhizomucor spp. Isolated from Patients with Cutaneus zygomicosis in China. Journal of Medical Mycology 49 : 799-805.

Dewi, R. S., dan S. Aziz. 2011. Isolasi Rhizopus oligosporus Pada Beberapa Inokulum Tempe di Kabupaten Banyumas. Jurnal molekul 6 (2) : 93-104. Fadaeifard, F., Raissy, M., Bahrami, H., Rahimi, E and A. Najafipoor. 2011.

Freshwater Fungi Isolated from Eggs and Broodstocks with an Emphasis on Saprolegnia in Rainbow trout Farms in West Iran. Journal of Microbiology Research 4 (22) : 3647-3651.

Fahreza, T., 2012. Kerusakan Bahan Pangan Oleh Mikroorganisme. Licture. Universitas Brawijaya. Hal 53.

Fausi M. T., Murdan, dan I. Muthahanas. 2009. Potensi Jamur Fusarium sp. Sebagai Agen Pengendali Hayati Gulma Eceng Gondok (Eichhornia crassipes). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Muthahanas.

Food and Agriculture Organization (FAO). 2000. Renet from Rhizomucor species. Page 1.

Frisvad J. C., and R. A. Samson. 2004. Polyhasic Taxonomy of Penicillium subgenus Penicillium A Guide to Identification of Foof and Air-Borne Terverticillate Penicillia and Their Mycotoxin. Mocrobial Biocentrum. Technical University of Denmark. 49:1-174.

Gandjar, I., W. Sjamsiridzal, dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor. Jakarta. Hal 75-76.

Gautam A. K., and R. Bhadauria. 2012. Characterization of Aspergillus Species Associated With Commercially Stored Triphala Powder. Department of Botan. Abhilashi institute of Sciences. 11 (104) : 1-10.

Ghofur, M. M. Sugihartono dan R. Thomas. 2014. Efektifitas Pemberian Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap Penetasan Telur Ikan Gurami (Osphronemous gourami). Jurnal. Akuakultur 14 (1) : 37-44.

Guevara, R. G. 2011. Aflatoxin-Biochemistry and Molecular Biology. Intech. Croatia. Hal 221-234

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Laporan Tahunan Direktorat Produksi Tahun 2013. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Hal 23.

Gambar

Gambar 2.1 Morfologi Gurami  Sumber: Santoso (2009)
Gambar 2.2 Koloni Aspergillus flavus (A); Morfologi Aspergillus flavus (B)   Sumber: Safika, (2008)
Gambar 2.3 Koloni Aspergillus niger (A), Morfologi Aspergillus niger (B)  Sumber: Safika, (2008)
Gambar 2.4 Koloni Aspergillus candidus (A), Morfologi Aspergillus candidus (B) Sumber: Safika, (2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedua-dua kaedah ini digunakan untuk analisis teks bagi dokumen untuk mengenal pasti konsep penting dan hubungan antara konsep tersebut yang dapat mewakili kandungan semantik

erdasarkan pengujian yang telah dilakukan melalui uji reaksi khusus rhodamin , didapatkan hasil bahwa perubahan warna akhir sampel dibagian bawah permukaan sampel

Pada tahap ini, dilakukan pengujian terhadap aplikasi dengan bantuan saran dalam perancangan sistem transakasi keuangan penjualan barang berbasis client server

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali (KPwBI) merupakan institusi yang bertugas menjalankan kebijakan dari Bank Indonesia Pusat di daerahnya. Salah satunya

Berdasarkan inventarisasi permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan, beberapa usulan kegiatan yang masuk serta kegiatan yang masih belum dapat

Berdasarkan Penelitian sebelumnya oleh Gerry Segal, Dan Borgia, Jerry Schoenfeld (2005) dalam Aditya Dion Mahesa(2012) yang menguatkan bahwa faktor-faktor yang

Penelitian yang dilakukan Gelb dan Zarowin (2002) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat informasi yang diungkapkan oleh perusahaan, maka dapat meningkatkan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan akhlak pada siswa di sekolah SMP Samakkee Islam Wittaya sudah mendidik dengan baik, tetapi secara