• Tidak ada hasil yang ditemukan

“MAKNA SETAN DALAM AL-QUR’AN” ANALISIS METODE DAN PENDEKATAN M. QURAISH SHIHAB DALAM MENAFSIRKAN AYAT-AYAT SETAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "“MAKNA SETAN DALAM AL-QUR’AN” ANALISIS METODE DAN PENDEKATAN M. QURAISH SHIHAB DALAM MENAFSIRKAN AYAT-AYAT SETAN."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

i

“MAKNA SETAN DALAM AL-QUR’AN”

ANALISIS METODE DAN PENDEKATAN M. QURAISH

SHIHAB DALAM MENAFSIRKAN AYAT-AYAT SETAN

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

UMMUL KHOIRIYAH NIM: E83212116

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)

“MAKNA SETAN DALAM AL-QUR’AN”

ANALISIS METODE DAN PENDEKATAN M. QURAISH

SHIHAB DALAM MENAFSIRKAN AYAT-AYAT SETAN

Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

UMMUL KHOIRIYAH NIM: E83212116

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul, Analisis Metode dan Pendekatan M. Quraish Shihab dalam Menafsirkan Ayat-Ayat Setan. Adapun penelitian ini fokus pada, (1) Bagaimana konsep pemaknaan/penafsiran M. Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat setan? Serta metode dan pendekatan apa yang digunakan M. Quraish Shihab dalam pemaknaan setan sehingga memiliki memiliki pemaknaan/penafsiran yang unik dibandingkan mufasir yang lain?

Untuk menjawab permasalah di atas penulis menggunakan kualitatif untuk mengkaji metode dan pemikiran M. Quraish Shihab tentang makna kata setan dalam menafsirkan ayta-ayat setan. adapun jenis penelitian ini menggunakan studi kepustakaan atau library reasech dengan menelaah literatur terkait dengan topic.

Analisis data yang digunakan adalah deskriptif dan content analisis. Yaitu menggambarkan dan menguraikan secara menyeluruh mengenai objek yang diteliti.Sedangkan analisis isi adalah metodologi dengan memanfaatkan sejumlah perangkat untuk menarik kesimpulan dari sebuah dokumen atau bahan pustaka. Secara teknis, penelitian ini akan menggambarkan dan menguraikan secara menyeluruh mengenai sisi kehidupan, latar belakang, dan dasar pemikiran Quraish Shihab tentang setan. Kemudian dalam penelitian ini akan dilakukan penarikan kesimpulan terhadap pemikiran Quraish Shihab tentang setan melalui informasi dan data yang dikumpulkan yang terkait dengan permasalahan. Untuk itu, penelitian ini menggunakan pola pikir deduktif-induktif.

(7)

x

DAFTAR ISI

Sampul Dalam ... i

Abstrak ... ii

Persetujuan Pembimbing Skripsi ... iii

Pengesahan Tim Penguji Skripsi ... iv

Pernyataan Keaslian ... v

Motto ... vi

Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi... x

Pedoman Transliterasi ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian... 7

F. Kajian Pustaka ... 8

G. Metode Penelitian ... 10

1. Jenis dan Pendekatan ... 10

2. Sumber Data ... 10

3. Teknik Pengumpulan Data ... 11

4. Teknik Analisis Data ... 11

(8)

BAB II BIOGRAFI SINGKAT M. QURAISH SHIHAB……….13

A. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan M. Quraish Shihab…….13

1. Jabatan dan Capaian Prestasi………...15

2. Karya Ilmiah M. Quraish Shihab……….17

3. Faktor-Faktor yang Memotivasi M. Quraish Shihab Cenderung Pada Corak Tafsir Adabi ijtima’i……….21 a. Keahlian dan Penguasaan Bahasa Arab……….21

b. Kondisi Sosial Masyarakat yang Melingkupi………23

BAB III METODOLOGI TAFSIR………...24

1. Tafsir Berdasarkan Sumbernya………24

2. Tafsir Berdasarkan Cara Penjelasannya………...25

3. Tafsir Berdasarkan Sasaran dan Tertib Ayat………...25

4. Berdasarkan Cara Penjelasannya………...30

5. Berdasarkan Coraknya………...31

BAB IV PENAFSIRAN M. QURAISH SHIHAB ATAS AYAT-AYAT SETAN

A.

Konsep Setan Dalam al-Qur’an Menurut M. Quraish Shihab…………...37

B.

Metode dan Pendekatan M. Quraish Shihab Dalam Menafsirkan ayat-ayat Setan………...61

BAB V PENUTUP……….…65

A. Kesimpulan………..65

B. Saran………66

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam al-Qur’a>n surat al-Baqarah ayat 168:









































Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.1

Dari kutipan ayat al-Qur’a>n di atas, dinyatakan bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia, sehingga harus dijauhi dan dilarang mengikutinya dalam bentuk apapun. Akan tetapi selama ini, walaupun sering mendengar kata-kata tentang setan dan sejenisnya, belum pernah melihat dan mengetahui secara jelas wujud nyata eksistensi makhluk bernama setan.Namun demikian, dampak dari perbuatannya sangat dapat dirasakan oleh seluruh manusia, walaupun sebagian tidak menyadari musibah yang menimpa lingkungan sekitar juga merupakan dampak dari perbuatan setan.

1

(10)

2

Kemudian dalam sebuah hadis dinyatakan:

َأ َِِأ ُنْبا َِِرَ بْخَأ َلاَق ٍباَهِش ِنْبا ِنَع ٍلْيَقُع ْنَع ُثْيَللا َِِثَدَح َلاَق ٍْرَكُب ُنْب ََََْ َِِثَدَح

ََْوَم ٍسَن

َةَرْ يَرُ اَبَأ َعََِ ُهَنَأ ُهَثَدَح ُاَبَأ َنَأ َنِيِمْيَ تلا

-نع ها ىضر

ه

ِهَللا ُلوُسَر َلاَق ُلوُقَ ي

هيلع ها ىلص

ملسو

«

ِتَلِسْلُسَو ، َمَنَهَج ُباَوْ بَأ ْتَقِلُغَو ، ِءاَمَسلا ُباَوْ بَأ ْتَحِتُ ف َناَضَمَر ُرْهَش َلَخَد اَذِإ

ُنِطاَيَشلا

2

Telah menceritakan kepadaku Yah}ya> bin Bukayr, dia berkata telah menceritakan kepadaku al-Laith dari ‘uqail dari Ibn Shiha>b dia berkata telah mengabarkan kepadaku Ibn Abi> Ana>s mantan budak al-Taymi>n bahwa bapaknya bercerita kepadanya bahwa dia mendengan Abu> Hurayrah berkata Rasulullah Saw. bersabda: “Ketika Ramadhan datang maka dibukalah pintu-pintu langit, dan ditutuplah pintu-pintu neraka dan setan-setan dibelenggu.

Selanjutnya, pada kutipan hadis di atas juga dinyatakan bahwa pada bulan Ramadan tiba, maka -pintu surga akan dibuka, pintu-pintu neraka akan ditutup, dan setan-setan akan dirantai atau dibelenggu. Akan tetapi apabila melihat fenomena alam sekitar atau realita yang terjadi di lingkungan masyarakat sekitar kita, masih banyak tindak kejahatan yang terjadi. Hal tersebut tentunya membuat resah masyarakat sekitar yang sedang menjalankan ritual ibadah puasa, dzikir, dan ritual lainnya yang semuanya dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sebagai upaya mendapatkan rahmat dan rid}a Allah SWT, yang mana Ramadhan merupakan bulan yang istimewa yang didalamnya mayoritas masyarakat muslim berlomba-lomba melakukan amal baik. Dengan demikian, yang menjadi pertanyaan terpenting adalah, kalau memang pada bulan Ramadhan setan-setan dibelenggu, sehingga neraka

2Muh}ammad bin Isma>‘i>l bin Ibra>hi>m al-Mughi>rah al-Bukha>ri>,S{ah}i>h} al-Bukha>ri, Vol. 7 (Beirut: Da>r

(11)

3

ditutup, mengapa masih banyak kejahatan dan kemunkaran merajalela? Selanjutnya, akan dipaparkan beberapa pendapat para mufassir terkait pemaknaan setan, adalah sebagai berikut:

Sayyid Qut}b dalam karya tafsirnya Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n ketika membahas

hakikat iblis atau setan yang menggoda Adam disurga, berpendapat bahwa setan adalah sesuatu yang gaib bagi manusia untuk mengetahui hakikatnya.3 Tetapi dengan jelas beliau mengatakan bahwa setan adalah khaliqah al-sharr watak jelek. Watak jelek itu adalah musuh manusia yang akan terus menggoda dan akan terus berusaha menggagalkan manusia dalam melaksanakan tugasnya sebagai utusan Allah dibumi. 4

Peperangan abadi manusia adalah peperangan melawan setan yang ada dalam hatinya, yaitu peperangan antara kebaikan dan keburukan, yang pada akhirnya kebaikan yang akan memenangkannya selama manusia tidak mengikuti kehendak-kehendak setan dan hatinya berada tidak jauh dari Tuhannya. 5Setan adalah yang selalu berusaha membisikkan fitnah/keraguan dalam hati manusia. Jalan-jalan setan adalah jalan yang menyalahi atau berlawanan dengan jalan-jalan Allah. Dalam kehidupan ini ada dua jalan, jalan Allah dan jalan setan.6

3

Sayyid Qut}b, Tafsi>r Fi> Zhila>l al-Qur’a>n Vol. I (Jakarta: Rabbani Press, 2012), 59.

4

Ibid., 58. 5

Qut}b, Fi> Zh}ila>l al-Qur’a>n Vol. I, 90.

6

(12)

4

Menurut Ibn Katsi>r: setan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan.7

Menurut Buya Hamka: setan tidak terbatas pada manusia atau jin, tetapi juga dapat berarti pelaku sesuatu yang buruk atau tidak menyenangkan, atau sesuatu yang buruk dan tercela. Bukankah setan meruapakan lambang kejahatan dan keburukan?

Al-Qur’a>n menamai setan bagi ular.8Ialah yang selalu mengintai dan menunggu

apabila ada peluang yang baik baginya untuk membisikkan sesuatu kedalam dada manusia secara halus, menumpang dalam aliran darah, maka dengan tidak disadari akan masuk ke dalam dada manusia.

Menurut Must}afa> al-Mara>gh}i>: setan adalah musuh kalian yang terang-terangan. Setan adalah sumber segala niat kotor dan rendah yang mendorong perbuatan jahat dan dosa. Setan selalu berkeinginan agar manusia menganggap mereka sebagai pendorong yang paling ditaati. Padahal petunjuk setan mengakibartkan terjerumus ke jurang kecelakaan dunia dan akhirat. Setan selalu berharap agar manusia mengerjakan perbuatan keji baik lahir maupun batin.9

Selanjutnya adalah pemikiran dari mufasir M. Quraish Shihab, dalam karya tafsir beliau al-Misbah terdapat penjelasan yang unik terkait pemaknaan tentang setan. Menurut beliau, kata setan tidak terbatas pada manusia atau jin. Tetapi juga dapat berarti pelaku sesuatu yang buruk atau tidak menyenangkan, atau sesuatu yang

7

Ibn Kathi>r,Tafsi>r al-Qur’a>n al-Adz}>im Juz 2(Bandung: Sinar Baru al-Gesindo, 2002), 93-94.

8

Hamka, Tafsir al-Azhar Juz I (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2011), 263. 9

(13)

5

buruk dan tercela. Bukankah setan merupakan lambang kejahatan dan keburukan? Al-Qur’a>n menamai setan bagi ular. Adalah perumpamaan yang disebutkan untuk

sesuatu yang buruk, seperti setan. Gangguan setan dapat berupa penyakit yang ditimpakan setan kepada seseorang atau wabah penyakit yang melanda masyarakat.10 Nabi Muhammad saw. diperintahkan Allah untuk merenungkan ucapan Nabi Ayyu>b as. yang ditimpakan penyakit parah, QS. S{ad: 41. Yaitu, ketika ia menyeru, yakni bermohon kepada Allah Swtbahwa: “Sesungguhnya aku yang merupakan salah

seorang hamba-Mu telah disentuh oleh setan dengan kepayahan, penyakit, dan

kesulitan siksaan, yakni rasa sakit yang menghalau seluruh kelezatan.”Nabi Ayyu>b

dalam ucapannya di atas tidak menggerutu tidak juga menyatakan bahwa apa yang dideritanya bersumber dari Allah, tetapi dari setan. Penggunaan kata setan oleh Nabi

Ayyu>b dalam ucapannya itu-bukan kata iblis yang dari segi bahasa mengandung

makna keputusasaan, memberi kesan bahwa beliau sama sekali tidak berputus asa atas rahmat Allah.

Dari pemaparan diatas kata setan diperluas maknanya, sehingga tidak hanya mencakup pelaku kejahatan atau keburukan dari jenis manusia dan jin, tetapi mencakup pula, misalnya virus atau kuman-kuman penyakit serta lain-lain. Sehingga atas dasar tersebut tidak ada salahnya jika kata setan yang digunakan ayat di atas

10

(14)

6

dipahami dalam arti suatu faktor negatif dan buruk yang mengakibatkan penyakit, kepayahan, serta siksaan itu.11

Dari beberapa pendapat para mufasir diatas, terkait pemaknaan setan dalam

al-Qur’a>n, M. Quraish Shihab memiliki konsep penafsiran yang unik dan berbeda

dibanding pemaknaan para mufasir lainnya. Demikian, pemaknaan kata setan lebih luas maknanya ,makna setan tidak hanya mencakup pelaku kejahatan atau keburukan dari jenis jin dan manusia, tetapi mencakup pula virus atau kuman-kuman penyakit serta lainnya. Oleh karena itu fokus permasalahan dalam penelitian ini yakni terkait metode penafsiran Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat tentang setan.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, masalah penelitian yang teridentifikasi dan memungkinkan untuk diteliti, yaitu sebagai berikut :

1. Makna kata setan menurut M. Quraish Shihab

2. Metode Quraish Shihab dalam menafsirkan makna setan, sehingga memiliki penafsiran yang berbeda dengan mufasir yang lain

3. Pendekatan yang digunakan Quraish Shihab dalam menafsirkan makna setan, sehingga memiliki penafsiran yang berbeda dengan mufasir yang lain

4. Konteks kehidupan mufasir, sehingga melahirkan penafsiran yang berbeda

11

(15)

7

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini memiliki dua rumusan masalah, yaitu :

1. Bagaimana konsep setan dalam al-Qur’an menurut M. Quraish Shihab?

2. Bagaimana metode dan pendekatan Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat setan?

D. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep setan dalam al-Qur’an menurut M. Quraish Shihab. 2. Untuk mengetahui metode dan pendekatan yang digunakan Quraish Shihab

dalam menafsirkan ayat-ayat tentang setan, sehingga memiliki penafsiran yang berbeda.

E. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

(16)

8

pengetahuan baru terkait perkembangan khazanah penafsiran tentang pemaknaan ayat-ayat setan secara kontekstual menurut mufasir kontemporer.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya, dengan adanya penelitian ini diharapakan dapat menambah referensi ilmiah dan pustaka bagi peneliti selanjutnya.

b. Bagi penulis, adalah sebagai latihan dalam penulisan karya ilmiah sekaligus sebagai aplikasi ilmu tafsir yang didapatkan penulis selama belajar dalam perkuliahan.

F. Kajian Pustaka

Dikarenakan pembahasan pemaknaan ayat setan merupakan topik pembahasan yang masih tergolong minim, sehingga telaah pustaka yang ada masih lebih banyak berupa karya buku dibanding karya lainya (skripsi, jurnal dan lain-lain). Diantaranya adalah sebagai berikut:

(17)

9

manusia adalah setan, dan bahkan setan mengalir dalam darah manusia. Setan melakukan perjuangan secara sistematis, terencana, dan tidak membabi buta. Ada target terjauh, ada prosedur operasional, punya target minimal yang paling niscaya, dan menggunakan siasat cerdas. Kesemuanya secera konsisten dilakukan

dalam “koridor etika” setan, yakni prinsip tidak memaksakan kehendak. Setan

menolak bertanggung jawab atas segala perbuatannya dalam memmbimbing dan memimpin manusia menuju kesesatan yang nyata.

2. Jurnal “Darussalam Perumnas (UNIB)” dengan judul: “Apa Itu Setan?”. 2012,

yang menjelaskan bahwa setan merupakan sebuah entitas yang memiliki kondisi pembangkang dan penentang. Boleh jadi setan disini berasal dari golongan jin, manusia, dan hewan. Yang dimaksud setan jenis manusia adalah yang memiliki seperti sifat- sifat tersebut.

3. Sebuah buku, karya” Deni Sholehudin” dengan judul: Menaklukkan Setan”. Media

Qalbu Bandung 2005, menjelaskan bahwa setan adalah musuh yang militant. Ia akan menggunakan berbagai cara untuk menaklukkan lawannya. Untuk hakikat sebenarnya tentang setan dan memenangkan pertempuran dengannya, maka harus mengetahui taktik, strategi, gerak-gerik serta tipu dayanya.

(18)

10

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan

Penelitian ini menggunakan kualitatif untuk mengkaji metode dan pemikiran M. Quraish Shihab tentang makna kata setan dalam menafsirkan ayta-ayat setan. adapun jenis penelitian ini menggunakan studi kepustakaan atau library reasech dengan menelaah literatur terkait dengan topik. Adapun data yang dihimpun adalah data yang terkait dengan penelitian ini, yaitu:

a. Data tentang perspektif pemikiran Quraish Shihab.

b. Data tentang paradigma berfikir dan metode penafsiran Quraish Shihab. c. Data lain yang dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap pemikiran

Quraish Shihab. 2. Sumber data

Penelitian ini menggunakan sumber data yang bersifat literatur. Adapun literatur yang menjadi rujukan dan dijadikan sebagai sumber data antara lain:

a. Sumber Primer

Sumber primer dalam data ini adalah buku karya M. Quraish Shihab “Setan dalam al-Qur’an”

b. Sumber Sekunder

(19)

11

1. Tafsir Fi> Z}hilal al-Qur’a>n karya Sayyid Qut}b

2. Tafsir Al-Azhar karya Hamka

3. Tafsir al-Qur’a>n al-Ad}zim karya Ibn Kathi>r

4. Tafsi>r Jala>lain karya Jala>l al-Di>n al-Mah}alli> dan Jalal al-Di>n al-Suyu>t}i> 5. Tafsir al-Maraghi karya Ah}mad Must}afa> al-Mara>ghi>.

6. Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data secara dokumentasi dengan menelusuri literatur-literatur atau karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang diambil dari bahan data primer maupun sekunder.

4. Teknik Analisa Data

(20)

12

dilakukan penarikan kesimpulan terhadap pemikiran Quraish Shihab tentang setan melalui informasi dan data yang dikumpulkan yang terkait dengan permasalahan. Untuk itu, penelitian ini menggunakan pola pikir deduktif-induktif .

H. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih mudah mengetahui secara utuh terhadap isi skripsi ini, maka perlu disusun konsep sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah pengolahan data yang memaparkan biografi singkat M. Quraish Shihab yang terdiri dari riwayat hidup dan latar belakang pendidikan, jabatan dan capaian prestasi, karya ilmiah M. Quraish Shihab dan faktor-faktor yang memotivasi M. Quraish Shihab cenderung pada corak tafsir adabi ijtima’i.

Bab ketiga adalah tentang metodologi tafsir yang memaparkan tentang tafsir berdasarkan sumbernya, tafsir berdasarkan cara penjelasannya, tafsir berdasarkan sasaran dan tertib ayat, berdasarkan cara penjelasannya serta berdasarkan coraknya.

Bab empat adalah tentang penafsiran M. Quraish Shihab atas ayat-ayat setan, yang terdiri dari: konsep setan dalam al-Qur’an menurut M. Quraish Shihab dan metode dan pendekatan M. Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat setan.

(21)

13

BAB II

BIOGRAFI SINGKAT M. QURAISH SHIHAB

A.Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan M. Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab adalah sarjana muslim kontemporer Indonesia yang berhasil tidak hanya dalam karir keilmuan, tetapi juga dalam karir sosial kemasyarakatan, terutama dalam pemerintahan. Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir di Rappang Sulawesi Selatan pada 16 Februari 1944, ketika ayahnya Abdurrahman Shihab (1905-1986) berusia 39 tahun. Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ia doctor keempat dari anak Abdurrahman Shihab yang berjumlah 12 orang. Ayahnya adalah seorang ulama dan guru besar Tafsir di IAIN Alauddin Ujung Pandang. Abdurrahman adalah seorang yang berpikiran maju dan percaya akan fungsi pendidikan sebagai agen perubahan. Wawasan maju ini bisa diruntut dari riwayat pendidikannya; dia merupakan lulusan perguruan Jami‘ah al-khair Jakarta. Adalah salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang mengajarkan kepada murid-muridnya gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran Islam. Sumber-sumber gagasan pembaruan lembaga ini tidak terlepas dari hubungan lembaga ini dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramain dan Mesir.1

Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar di Ujung pandang, kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil nyantri di

1

(22)

14

Pondok pesantren Da>r al-hadi>ts al-faqi>hiyyah. Pada tahun 1958 setelah selesai menempuh pendidikan menengah, beliau berangkat ke Kairo (Mesir) dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Pada tahun 1967 meraih gelar Lc (S-I) pada fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir dan Hadits Universitas al-Azhar. Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir al-Qur’an dengan judul tesis “

al-I‘jaz al-Tasyri’iy li al-Qur’a>n al-kari>m” (kemukjizatan al-Qur’a>n al-kari>m dari

segi hukum).2

Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercaya menjabat wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ujung Pandang. Selain itu, beliau juga diberi amanah jabatan-jabatan lainnya, seperti di dalam kampus sebagai koordinator perguruan tinggi swasta (Wilayah VIII Indonesia bagian Timur), maupun diluar kampus, sebagai pembantu pimpinan kepolisian Indonesia bagian Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di ujung pandang ini, dia juga sempat melakukan berbagai penelitian antara lain penelitian dengan tema “penerapan kerukunan hidup beragama di indonesia timur”( 1978 ) dan masalah wakaf sulawesi selatan” (1978). Demi cita-citanya pada tahun 1980 M. Quraish Shihab menuntut ilmu kembali ke almamaternya al-Azhar, dengan spesialisasi studi tafsir al-Qur’an untuk meraih gelar doktor, yang mana di tempuh dalam waktu dua tahun, tepatnya selesai pada tahun 1982. Disertasinya yang berjudul ‚Naz}m al-Dura>r li al-Biqa>’i

Tah}qi>q wa Dira>sah (suatu kajian terhadap kitab ‚Naz}m al-Dura>r li al-Biqa>’i

(23)

15

Tah}qi>q wa Dira>sah)” berhasil di pertahankanya dengan predikat summacumlaude

dengan penghargaan Mumtaz Ma’a martabat al-S}araf al-Ula (sarjana teladan dengan prestasi istemawa).Pendidikan tinggi kebanyakan di tempuh di timur tengah al-Azhar, kairo sampai mendapatkan gelar M.Adan ph.D-nya. Atas prestasinya, ia tercatat sebagai orang yang pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar tersebut.3

1. Jabatan dan Capaian Prestasi

Setelah dia pulang dari Mesir pada tahun 1969, dia terpilih untuk mengemban amanah menjadi pembantu Rektor III IAIN Ujung Pandang.Dia juga terlibat dalam pengembangan pendidikan perguruan tinggi swasta wilayah Timur Indonesia dan diserahi tugas koordinator wilayah.Dia juga dipercaya sebagai wakil ketua manajemen.Dalam perjalanan karir dan aktifitasnya, Qurais Shihab memiliki jasa yang cukup di berbagai hal. Sekembalinya dari mesir, sejak tahun 1984, ia pindah tugasdari IAIN jakarta. Disini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulumul Qur’an di program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998. Selain itu, ia

jugamenduduki berbagai jabatan, antara lain: ketua masjid ulama indonesia pusat( MUI) sejak 1984, anggota lajnah pentashihal al-Qur’an Departemen agama Agama sejak 1989, Anggota badan pertimbangan pendidikan Nasional sejak 1989, dan ketua lembaga pengembangan. Ia juga berkecimpung di beberapa organisasi profesional, antara lain: pengurus perhimpunan ilmu-ilmu syari’ah pengurus

3

(24)

16

konsorsium ilmi-ilmu agama Departemen pendidikan dan kebudayaan, dan asisten ketua umum ikatan cendekiwan muslim indonesia (ICMI).4

Menjabat Rektor IAIN jakarta selama dua periode (1992-1998), Setelah itu beliau di percaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan diawal tahun 1998, hingga kemudian dia di angkat menjadi Duta besar Indonesia untuk negara Republik Arab mesir merangkap negara republik Djibauti berkedudukan di Kairo Kehadiran Quraish Shihab di ibu kota jakarta telah memberikan suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya aktifitas yang di jalankanya di tengah-tengah masyarakat. Disamping mengajar ia di percaya untuk menduduki sejumlah jabatan, diantaranya: sebagai majelis ulama indonesia (MUI) pusat (sejak 1984) beliau juga terlibat dalam beberapa organisasi profesiaonal, antara lain Asisten ketua umum ikatan muslim indonesia (ICMI), Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai dewan Redaksi Studi islamikaindonesia “Jurnalfor islamic Studies,

ulumul Qur’an mimbar ulama, dan Refleksi jurnal kajian agama dan

filsafat,semua penerbitan ini ada di jakarta.5

Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis menulis untuk surat kabar

pelita dalam rubrik “pelita hati” kemudian rubrik “tafsir al-Amanah” dalam

majalah amanah di jakarta yang terbit dua minggu sekali. Beliau juga tercatat sebagai anggota Redaksi majalah ulumul Qur’an dan mimbar ulama, keduanya terbit di jakarta. Menulis berbagai buku suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah,di antaranya tafsir al- Manar, keistimewaan dan kelemahanya (Ujung pandang: IAIN

4Kusmana, “M. Quraish shihab, membangun Citra Institusi”

(Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002), 254-255.

5

(25)

17

Alauddin,1984), Filsafat Hukum Islam (jakarta Departemen agama, 1987), dan Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir Surat al-Fatihah) (jakarta: Untagma, 1987).Di samping kegiatantersebutM.QuraisShihab juga dikenal penceramahanya yang handal. Kegiatan ceramah di lakukan di sejumlah masjid stasiun televisi atau media elektronik lainnya. Aktifitas utamanya sekarang adalah Dosen (Guru Besar) Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan Direktur Pusat Studi

Al-Qur’an (PSQ) Jakarta.6

2. Karya Ilmiah M. Quraish Shihab

M. Quraish Shihab adalah seorang tokoh muslim kontemporer Indonesia yang produktif. Dalam wakyu yang relatif singkat, dia mampu menghasilkan karya yang sangat banyak dan cukup bercorak.Sesuatu yang luar biasa, karya itu sangat populer dan bisa diterima diberbagai kalangan.Ditengah kesibukannya yang luar biasa sebagai dosen, pejabat tinggi, dan aktifitas organisasi, beliau masih sempat menulis berbagai karya ilmiah, baik yang berupa artikel ilmiah yang dipresentasikan dalam berbagai seminar, rubrik atau kolom yang dimuat dalam beragam surat kabar dan majalah, maupun buku-buku yang diterbitkan. Tulisan-tulisannya bernuansa sejuk, sederhana dan mudah dipahami, sehingga tidak mengeherankan bila di antara buku karyanya best seller dan mengalami cetak ulang berkali-kali. Selain itu rubrik yang diasuh di harian terkemuka juga selalu menjadi bacaan masyarakat yang digemari.7

6

Ibid.,257. 7

(26)

18

Karya yang ditulis M. Quraish shihab, yang berupa artikel, rubrik, maupun buku sangat banyak. Di bawah ini akan disebutkan sebagaian diantaranya, khususnya yang berbentuk buku yang diterbitkan, yaitu:

1.Peranan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1975. Isinya merupakan ilustrasi tentang bagaimana kerukunan hidup antara pemeluk agama-agama yang terdapat di Indonesia Timur yang pluralis, dan solusi yang harus diwujudkan dalam rangka mencapai kehidupan yang harmonis.

2. Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan. Karya ini merupakan laporan dari penelitian yang dilakukan pada tahun 1978. Isinya menggambarkan situasi dan kondisi obyektif dari persoalan wakaf yang terdapat di Sulawesi Selatan. Selain itu, isinya juga mengandung solusi atau saran-saran untuk memperbaiki yang ada pada saat itu.

3.Tafsi>ral-Mana>r: keistimewaan dan Kelemahannya. Karya ini diterbitkan di

Ujung Pandang pada than 1984. Isinya ditujukan untuk mengupas buku tafsir

yang dikaji, yang diungkapkan segi-segi kekuatan dan kelemahannya.

4.Filsafat Hukum Islam. Karya ini diterbitkan oleh Departemen Agama pada tahun 1987. Isinya menggambarkan tentang pemikiran filosofis dari hukum Islam.

5.Mahkota Tuntunan Ila>hi (Tafsir Surat al-Fatihah). Karya ini diterbitkan pada tahun 1988 oleh penerbit Unitama Jakarta. Isinya merupakan uraian dari

kandungan surat al-Fa>tihah. Penjelasan yang diungkapkan memberikan

(27)

19

karena banyak masalah yang dituturkan tidak terdapat pada karya tafsir

sebelumya.8

6.Tafsir al-Ama>nah. Karyaini merupakan kumpulan artikel dari rubrik tafsir yang

diasuhnya pada majalah Amanah, dan diterbitkan oleh Pustaka Kartini pada tahun 1992. Isinya menyangkut penafsiran dari suratal-‘Alaq dan al-Muddaththir.

7.Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat. Karya ini merupakan kumpulan dari makalah yang pernah ditulisnya untuk keperluan seminar, bagian dari suatu buku yang diterbitkan, dan sebagainya. Artikel atau makalah yang tercakup di dalamnya adalah yang pernah dihasilkannya selama rentang waktu antara 1976 sampai 1992. Isinya sebagaimana yang terangkum dalam judul, mengenai berbagai persolan kehidupan. Karya ini diterbitkan oleh penerbit Mizan pada 1992 dan telah mengalami cetak ulang berkali-kali.

8.Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan. Karya ini diterbitkan Mizan pada tahun 1994, dan juga telah mengalami cetak ulang berkali-kali. Isinya merupakan kumpulan dari rubrik “Pelita Hati” yang diasuhnya pada harian

pelita yang terbit di ibukota.

9.Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Karya ini diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1996, dan juga menjadi best seller. Isinya merupakan kumpulan makalah yang disajikan pada pengajian Istiqlal untuk para eksekutif yang diselenggarakan oleh departemen Agama, yang

8

(28)

20

diresmikan oleh Menteri Agama Tarmizi Tahir pada tanggal 3 Juli 1993. Materi yang terhimpun dalam karya ini adalah makalahnya sampai tahun 1996. Isinya menyangkut berbagai persoalan yang dijelaskan secara matematis sesuai informasi al-Qur’a>n.9

10.Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m. karya ini diterbitkan oleh pustaka hidayat pada tahun 1997. Isinya merupakan tafsiran dari 24 surat pendek yang didasarkan pada urutan turunnya. Tafsir yang disuguhkan dalam karya ini menggunakan metode tahli>li, yang dimulai dari surat al-Fa>tihah sebagai induk al-Qur’an,

disusul surat yang memuat wahyu pertama, yaitu al-‘Alaq, selanjutnya

al-Muddaththir, al-Muzzammil, dan seterusnya hingga surat al-T{ariq.10

11.Mukjizat al-Qur’an. Karya ini diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1997. Isinya berupa uraian tentang segi-segi keistimewaan darial-Qur’an dan unsur kemukjizatannya.11

12.Al-Asma>’ al-Husna>. Karya ini mencakup uraian tentang nama-nama Tuhan yang berjumlah 99. Sebagian dari isinya juga dibawakan sebagai materi ceramah yang disampaikan di salah satu stasiun televise pada Ramad}a>n. 13.Yang Tersembunyi. Karya ini menguraikan tentang persoalan-persoalan yang

gaib yang ada disekitar kita. Paparannya memberikan pengetahuan dan masukan baru tentang hal-hal yang selama ini diyakini ada dari sisi ajaranh yang al-Qur’a>n dan Sunnah.

9

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’a>n; Tafsir Maudhu>’iatas Pelbagai Persoalan Umat

(Bandung: Mizan), 3- 578. 10

M. Quraish Shihab, Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), 3- 888. 11

(29)

21

14.Tafsir al-Mis}ba>h. karya ini dapat dikatakan sebagai puncak produktifitas M. Quraish Shihab. Di dalamnya diuraikan maksud dan kandungan ayat-ayat al-Qur’a>n yang menjadi kajian initi dari penelitian ini. Karya ini diterbitkan oleh

Lentera Hati Jakarta pada tahun 2000. Saat ini sudah terbit 15 jilid dan sudah lengkap menafsirkan 114 surat, mulai dari surat al-fa>tihah sampai surat

al-Na>s.12

Demikianlah beberapa karya M. Quraish shihab yang berhasil dipaparkan pada bagian ini. Tentunya masih banyak lagi karya tulisannyayang belum disebutkan, baik berupa makalah, rubrik dalam berbagai surat kabar, maupun buku-buku yang diterbitkan.

3. Faktor-Faktor yang Memotivasi M. Quraish Shihab Cenderung Pada Corak Tafsir AdabiI jtima’i

a. Keahlian dan Penguasaan Bahasa Arab

Banyak hal yang menjadikan M. Quraish Shihab memiliki keahlian dan menguasai bahasa Arab.Ini dapat diketahui melalui keluarga, asal usul keturunan, pendidikan, ilmu yang ditekuni, dan sebagainya.Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ia anak keempat dari anak-anak Abdurrahman Shihab. Ayahnya seorang ulama dan guru besar Tafsir di IAIN Alauddi Ujung Pandang.13Ia melanjutkan pendidkan menengah di Pondok Pesantren Draul Hadits Malang Jawa Timur, yang pengasuhnya adalah orang Arab, yaitu Ust. Abd. Qadir

12

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a>n, Vol. 1-15 (Tangerang: Lentera Hati, 2007).

13Kusmana, “M. Quraish Shihab,”

(30)

22

Bilfaqih dan kebanyakan santri yang belajar di Pondok ini terdiri dari orang Arab dengan menggunakan pengantar bahasa Arab pula.Kemudian beliau melanjutkan studi ke Kairo Mesir, beliau diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar.Pada tahun 1967 beliau meraih gelar Lc (SI) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas al-Azhar. Kemudian beliau melanjutkan studinya di fakultas yang sama, dan pada 1980 beliau kembali ke Kairo dan melanjutkan studinya pada almamater yang sama. Lalu pada tahun 1982 beliau meraih gelar Doktor dalam ILmu al-Qur’an dengan yudisium Summa Cum Laude.14

Dengan mengetahui latar belakang keluarga, pendidikan, dan ilmu yang ditekuni M. Quraish Shihab tersebut, wajar bila beliau memiliki kemampuan yang handal dalam bahasa Arab dan mempunyai keahlian dalam bidang tafsir.Kemampuan bahasa Arab itulah yang memotivasi beliau mampu memberikan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an pada segi-segi ketelitian redaksinya yang merupakan salah satu dari ciri-ciri corak tafsir adabi.Namun demikian, ciri-ciri corak tafsir adabiyang lain, yaitu menguraikan makna dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dengan susunan kalimat yang indah (sastra), sangat kecil sekali yang dapat ditemui, karena M. Quraish Shihab tidak memiliki keahlian dalam bidang sastra, dan beliau bukan termasuk sastrawan baik dalam bahasa Arab, maupun dalam bahasa Indonesia, tidak seperti halnya Hamka, yang termasuk sastrawan muslim Indonesia.

14

(31)

23

b. Kondisi Sosial Masyarakat yang Melingkupi

kondisi sosial sering mempengaruhi pemikiran seorang penulis yang dapat mewarnai hasil karyanya, tidak terkecuali penulis tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Oleh karena itu, untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi seorang mufassir yang memiliki kecenderungan dapat mempengaruhi corak tafsirnya, diperlukan melacak kondisi sosialnya. M. Quraish Shihab adalah sarjana muslim kontemporer Indonesia yang berhasil tidak hanya dalam karir keilmuan, tetapi juga dalam karir sosial kemasyarakatan, terutama dalam pemerintahan. Kesuksesan karir keilmuannya ditunjang dengan kenyataan bahwa beliau adalah doktor lulusan Universitas al-Azhar bidang kajian tafsir al-Qur’;an kontemporer dengan predikat Summa Cum Laude pertama di Asia Tenggara, penulis Prolifik, dan mufasir al-Qur’an kontemporer. Kesuksesan karir sosial kemasyarakatannya mengiringi kesuksesan karir keilmuannya, mulai dari menjadi pembantu Rektor, Rektor, Staf Ahli Mendikbud, ketua MUI, Menteri Agama sampai menjadi Duta Besar RI di Mesir.15

15Kusmana, “M. Quraish Shihab”,

(32)

BAB III

METODOLOGI TAFSIR

Perkembangan tafsir al- Qur’an sejak masa Nabi saw, para sahabat r.a, sampai dengan zaman kini, dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori; metodologis (manhaj), dan karakeristik/corak (law>n/naz’ah/ittija>h). Secara metodologis, aktifitas penafsiran ditinjau dari sisi sumber penafsirannya, cara penjelasannya cara menentukan sasaran dan susunan ayat-ayat yang ditafsirkannya, serta keluasan penafsirannya. Sedang karakteristik penafsiran dapat ditelusuri dari sisi kecenderungan penafsir dalam menyajikan karya penafsirannya.1

1. Tafsir Berdasarkan Sumbernya

Tafsir bila ditinjau dari sumber penafsirannya, maka ia terbagi menjadi;2 a. Tafsir bi al-ma’thu>r

Rangkaian keterangan yang terdapat dalam al-Qur’an, al-Sunnah atau kata-kata sahabat sebagai keterangan dan penjelas maksud dari ayat Allah, atau bisa dikatakan satu pola penafsiran al-Qur’an dengan al -Sunnah al-Nabawiyah.

b. Tafsir bi al-Ra’yu

Menurut ulama tafsir, tafsir dira>yah, ra’yu atau tafsir dengan akal, atau berdasar pada ijtihad adalah tafsir yang dalam menjelaskan maknanya, mufassirnya hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan

1

Tim Reviewer MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), 520-521.

2

(33)

25

penyimpulan yang didasarkan pada ra’yu , disamping berdasar pada

dasar-dasar yang s}ah}ih}, kaidah yang murni dan tepat. c. Tafsir bi al-Iqtira>niy

Pola penafsiran bi al-Iqtira>niy , adalah pola penafsiran integratif yang menggabungkan tafsir bi al-Ma’thu>r dan tafsir bi al-Ra’yu.

2. Tafsir Berdasarkan Cara Penjelasannya

Tafsir ditinjau dari sisi cara penyajian dan penjelasannya antara lain;3 a. Tafsir Ijma>li (global)

Menafsirkan al-Qur’an dengan cara singkat dan global, tanpa uraian panjang lebar.

b. Tafsir It}na>bi/Detail

Menafsirkan al-Qur’an dengan cara penguaraian secara panjang lebar, detail dan rinci.

3. Tafsir Berdasarkan Sasaran dan Tertib Ayat

Menafsirkan al-Qur’an bila ditinjau dari cara menentukan topic atau menentukan ayat sesuai turun ayat, atau sesuai tertib ayat yang tersusun/tertuang di dalam mus}h}af Uthma>ni>, maka pola penafsiran ini terbagi menjadi tiga pola;4

a. Tahli>liy

Metode tahli>liy ini adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sesuai urutan yang tersusun dalam mus}h}af Uthma>ni> dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, serta

3

Ibid., 522-523. 4

(34)

26

menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai keahlian dan kecenderungan penafsir.

Ciri penafsiran ini adalah para penafsir berusaha menjelaskan makna yang termuat di dalam ayat-ayat al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik yang berbentuk ma’tsur maupun ra’yu. Ayat

al-Qur’an ditafsirkan ayat demi ayat dan surah demi surah secara berurutan

sesuai urutan mushaf Uthmani, dengan melibatkan asbab al-Nuzul dan kadang juga korelasi ayat (muna>sabah) dan surah. Pola penafsiran ini juga terkadang diwarnai oleh kecenderungan dan keahlian sang penafsir, sehingga lahirlah corak penafsiran fiqhi>y, sufi>y, falsafi>y, ilmi>y, adab

al-ijtima>’i>y dan sebagainya.

Cara kerja tafsir tahli>liy5

1). Menguraikan kosa kata dan lafadz, menejlaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang akan dituju kandunga ayat (ijaz, balaghah,keindahan susunan kalimat), menjelaskan apa yang dapat di istimbatkan dari ayat (ranah fiqh, dalil shar’i, arti secara

bahasa, norma-norma akhlak, akidah, atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, hakikah, maja>z, kina>yah, isti’a>rah). 2). Memaparkan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan

surat sebelum dan sesudah, yang merujuk pada asbab al-Nuzul, hadits Rasul dan riwayat dari para sahabat dan tabi’in.

5

(35)

27

3). Menjelaskannya dengan cara yang mudah difahami dan dalam ungkapan balaghah yang menarik berdasarkan sha’ir, ahli balaghah terdahulu, ucapan ahli hikmah yang arif, teori-teori ilmiah modern yang benar, kajian-kajian bahasa, atau pemahamannya, dan hal-hal lain yang dapat memebatu untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an.

b. Nuzuli>y

Pola penafsiran ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan kronologi turunnya dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai keahlian dan kecenderungan penafsir.

c. Maudhu>’>iy

Metode yang digunakan oleh mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat

al-Qur’an dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat yang berbicara

tentang satu qod}iyah (masalah) atau tema, serta mengarah pada satu penegrtian dan satu tujuan berdasar kronologis dan melihat asbab al-Nuzulnya.

(36)

28

Macam tafsir maudhu>’>iy;6

1. Induktif; penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an dimulai dari problem sosial, denga tujuan menemukan solusi dan jawaban dari prinsip ayat-ayat al-Qur’an.

2. Deduktif; penafsiran dimulai dari ayat-ayat al-Qur’an, untuk menganalisis problem sosial.

Cara kerja tafsir maudhu>’>iy;7

a. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji secara maudhu>’>iy.

b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan, ayat makkiyah atau madaniyah.

c. Menyusun ayat-ayat tersebut secara berurutan menurut kronologi masa turunnya, di sertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat atau asba>b al-Nuzu>lnya. d. Mengetahui hubungan ayat-ayat tersebut dalam

masing-masing suratnya.

e. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang tepat, sistematis, sempurna dan utuh dalam outline.

6

Ibid.,526. 7

(37)

29

f. Melengkapi pembahsan dan uraian dengan hadith, bila dipandang perlu, sehingga pembahasan semakin jelas dan sempurna.

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secraa tematik dan menyeluruh, denga cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara yang „amm dank has, antara mutlaq dan muqayyad,

mengsinkronkan ayat-ayat yang bernuansa kontradiktif, menjelaskan ayat mansuh dan nasih, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa ada perbedaan dan kontradiksi dan meminimalisir pemkasaan terhadap ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.

Perbedaan antara metode Maudhu’iy dengan metode lain;8 1). Penafsir tida terikat kepada runtutan ayat dan surat sebagaimana

dalam mushhaf.

2). Penafsir memusatkan pembahasannya hnaya kepada maslah pokok yang telah ditentukan, dan berkisar pada ruang lingkup pembahasan yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang dikaji.

3). Penafsir tidak mengemukakan arti kosakata ayat disertai penjelasannya.

8Abd. Al-Hayy al-Farma>wi,

(38)

30

4). Maslah-masalah al-Qur’an dapat diidentifikasi dan disusun dalam bentuk pembahasan tersendiri.

Keistimewaan metode maudhu>’>iy;9

a). Menghimpun berbagai ayat yang berkaitan dengan satu topic masalah, menjelaskan sebagian ayat dengan ayat lainnya sehingga satu ayat menjadi penafsir bagi ayat lain.

b). Dengan menghimpun beberapa atau sejumlah ayat al-Qur’an seorang penafsir akan mengetahui adanya keteraturan dan keserasian serta korelasi antara ayat-ayat tersebut.

c). Dengan menghimpun seluruh atau sebagian ayat, seorang penafsir dapat memberikan buah pemikiran yang sempurna dan utuh mengenai satu topik masalah yang sedang dibahas. d). Dapat menghapus adanya anggapan adanya kontradiksi antara

ayat-ayat al-Qur’an.

e). Berupaya melahirkan suatu hukum yang bersifat universal untuk masyarakat Islam.

f). Memungkinkan seseorang untuk mengetahui inti masalah dan segala aspeknya, sehingga mampu mengemukakan argumen yang kuat, jelas dan memuaskan.

4. Berdasarkan Cara Penjelasannya

Tafsir bila ditinjau dari sisi cara penyajian dan pejelasannya, maka ada dua cara, antara lain;10

(39)

31

a. Baya>ni> (deskriptif )

Pola penafsiran yang menyajikan dengan cara deskriptif.

b. Muqa>ran (komparatif)

Pola penafsiran dengan cara memperbandingkan ayat dengan ayat yang tidak hanya terbatas pada analisis redaksional, tetapi juga mencakup perbandingan kandungan makna dari masing-masing ayat, perbandingan kasus yang dimuat ayat, seperti asbab nuzulnya tidak sama.

Pola penafsiran ini menuntut penafsir melakukan analisis terjadinya perbedaan dari berbagai aspek, termasuk konteks masing-masing ayat-ayat, serta situasi dan kondisi masyarakat ketika aya tersebut turun dan lain-lain yang melahirkan perbedaan tersebut.

Metode ini sangat dibutuhkan, terutama karena banyaknya faham yang jauh keluar dari faham yang benar. Karena metode ini akan mengungkapkan berbagai faktor yang meyebabkan munculnya penafsiran yang menyimpang dan bahkan yang menimbulkan sikap ekstrim.

5. Berdasarkan Coraknya

Penafsiran al-Qur’an juga berkembang sesuai kecenderungan para penafsirnya, hal ini sangat erat dengan kondisi dan situasi alam berpikir, dan problem yang dihadapi oleh para penafsir sebagai respon terhadap zamannya.

10

(40)

32

Karena itu, sejak pertumbuhan awal penafsiran sampai dengan saat ini kita dapat memnyaksikan perkembangan tafsir sebagai berikut;11

a. Tafsir bercorak Fiqhi>y/Ah}ka>m

Corak penafsiran ini diakibatkan oleh kecenderungan penafsir yang menfokuskan penafsirannya pada ayat-ayat hukum saja, dan cenderung bersifat tekstualis dan formalitas.

b. Tafsir bercorak I’tiqa>di>y

Corak penafsiran ini diakibatkan oleh kecenderungan penafsir yang menfokuskan penafsirannya pada masalah-masalah teologis, dan kecenderungan bersifat rasional.

c. Tafsir bercorak S}u>fiy

Corak penafsiran ini diakibatkan oleh kecenderungan penafsir yang menfokuskan penafsirannya pada masalah-masalah sufistik. Ada dua jenis corak penafsiran s}u>fiy ini,

1). Tafsir s}u>fiy Fayd}i>y/Isha>ri>y (esetorik/iluminatif); buah penafsiran yang

dihasilkan dari upaya spiritual seorang penafsir yang telah mencapai tingkat kashf, berupa isyarat-isyarat suci yang diekspresikan dalam memahami makna ayat-ayat al-Qur’an. Karena itu corak penafsirannya lebih menekankan pada sisi esoterisnya.

2). Tafsir S{u>fiy Naz}ari>y (teoritis/filosofis); buah penafsiran yang dibangun berdasarkan pada premis-premis ilmiah, kemudian digunakan untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an. Para penafsirnya

11

(41)

33

berasumsi bahwa setiap makna dimuat oleh ayat, sehingga mereka berpendapat bahwa tidak ada makna di luar ayat, dan cakupan makna yang dimuat sesuai kemampuan penafsir.

d. Tafsir bercorak Falsafiy

Corak penafsiran ini diakibatkan oleh kecenderungan penafsir yang mendasarkan penafsirannya pada pola pemikiran filsafat. Penafsiran ini lebih menekankan pada sumber penafsiran rasional.

e. Tafsir bercorak Lughawi>yah/Adabi>y

Corak penafsiran ini diakibatkan oleh kecenderungan penafsir yang mendasarkan penafsirannya pada sisi simantiknya.

f. Tafsir bercorak Ilmi>y

Corak penafsiran yang menekankan penafsirannya pada masalah-masalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.

g. Tafsir bercorak adab al-Ijtima>’i

Corak penafsiran yang mengungkap makna-makna al-Qur’an dengan sentuhan bahasa yang indah dan menarik yang dihubungkan dengan fenomena sosial dan budaya yang ada.

h. Tafsir Mu’a>s}ir (kontemporer bercorak Hermeneutik)

(42)

34

Menurut H{assan H{anafi dalam Religious Dialogue and Revolution bahwa hermeneutic adalah ilmu interpretasi atau teori pemahaman yang melibatkan berbagai proses wahyu dari huruf sampai kenyataan, dari logos sampai praksis dan juga transformasi wahyu dari pikiran Tuhan kepada kehidupan manusia.12

Pendapat diatas menunjukkan bahwa hermeneutik dalam wacana keilmuan Islam adalah ilmu tafsir yang digunakan secara teknis dalam pengertian penafsiran di kalangan tokoh muslim dari abad ke-5 sampai sekarang, sebagaimana pendapat Farid Esack dalam karyanya Qur’an; Pluralism and Liberation, ia menunjukkan bukti antara lain;13

1). Adanya studi asba>b al-Nuzu>l, Makki-Madani, Naskh-Mansukh dan lain sebagainya.

2). Adanya perbedaan pendapat dalam menafsirkan masalah-masalah yang aktual terhadap ayat al-Qur’an sesuai aturan, teori, dan metode penafsiran al-Qur’an sejak lahirnya literature-literatur tafsir yang disusun dalam bentuk ilmu tafsir.

3). Tafsir klasik selalu ditampilkan dan dimasukkan ke dalam kategori-kategori tertentu.

Ketiga hal tersebut membuktikan adanya kesadaran akan historisitas pemahaman yang berimplikasi kepada pluralitas penafsiran, karena itu corak hermenutik yang berasumsi dasar pluralitas pemahaman

12

Ibid., 536 13

(43)

35

ini sebenarnya telah memiliki unsur-unsurnya dalam ulu>m al-Qur’a>n klasik.

Pendekatan tersebut mempertemukan kajian teks al-Qur’an dengan persoalan dan tema pokok yang dihadapi oleh masyarakat, yakni berupaya menghadirkan dan membangun teks al-Qur’an di tengah masyarakat, lalu difahami, ditafsirkan, diterjemahkan dan didialogkan dengan dinamika realitas historisnya.

Pendekatan hermeneutika modern terhadap al-Qur’an harus memperhatikan tiga hal yang menjadi asumsi dasar dalam penafsirannya, yaitu;14

a. Para penafsir adalah manusia

Yaitu denga segala potensinya yang tida lepas dari historis kehidupan dan pengalamannya yang sangat mempengaruhi pola piker penafsirannya.

b. Penafsiran itu tidak dapat lepas dari bahasa, sejarah, dan tradisi

Segala aktifitas penafsiran pada dasarnya merupakan suatu partisipasi dalam proses historis linguistik dan tradsisi yang berlaku. Ini artinya, bahwa seseorang tidak mungkin bisa melepaskan diri dari bahasa, budaya, dan tradisi dimana ia hidup. Karena itu suatu penafsiran tidak bisa sepenuhnya mandiri berdasarkan teks, tetapi pasti terkait dengan muatan historisnya, baik muatan historis saat teks itu turun, dan saat teks itu ditafsirkan.

14

(44)

36

c. Tidak ada teks yang menjadi wilayah bagi dirinya sendiri

(45)

37

BAB IV

PENAFSIRAN M. QURAISH SHIHAB ATAS AYAT-AYAT

SETAN

A. Konsep Setan Dalam al-Qur’an Menurut M. Quraish Shihab 1. Setan dan Permusuhannya

Hal pertama yang menonjol dari uraian ayat-ayat al-Qur’an menyangkut setan adalah penjelasan tentang sifat-sifat buruk yang disandangnya serta permusuhannya terhadap manusia.

Kata setan dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 88 kali. Dalam bentuk mufrad disebutkan sebanyak 70 kali dengan rincian beredaksi al-Shayt}a>nyakni

ma’rifat dengan alif lam sebanyak 67 kali, yaitu dalam al-Baqarah(2: 36, 168,

208, 268, 275) dalam al-‘Imran (3: 36, 155, 175) dalam surat al-Nisa’ (4: 38, 60, 76, 76, 83, 119, 120) dalam surat al-ma>idah (5: 90, 91) dalam surat al-An‘am (6: 43, 68, 142) dalam surat al-A’raf (7: 20, 22, 27, 175, 200, 201) dalam surat

al-Anfa>l (8: 11, 48) dalam surat Yu>suf (12: 5, 42, 100)dalam surat Ibra>him (14: 22)

dalam surat al-H{ijr (15: 17) dalam surat al-Nah}l (16: 63, 98) dalam surat al-Isra’ (17: 27, 53, 53, 64) dalam surat al-Kahfi (18: 63) dalam surat Maryam (19: 44, 44, 45) dalam surat T{a>ha (20: 120) dalam surat al-Hajj (22: 3, 52, 52, 53) dalam surat

al-Nu>r (24: 21, 21) dalam surat al-Furqa>n (25: 29) dalam surat al-Naml (27: 24)

dalam surat al-Qasha>s(28: 15)dalam surat al-‘Ankabu>t (29: 38) dalam surat

Lukma>n (31: 21) dalam surat Fa>t}ir (35: 6) dalam surat Ya>sin (36: 60) dalam surat

al-Shaffa>t (37: 7) dalam surat Sha>d (38: 41) dalam surat fus}s}hilat (41: 36) dalam

(46)

38

Muja>dalah (58: 10, 19, 19, 19)dan dalam surat al-Hashr (59: 16). Dalam bentuk

nakiroh(shait}o>nun/shait}o>nan ) sebanyak 3 kali, yaitu dalam surat al-Takwi>r (81:

25) dalam surat al-Nisa’ (4: 117) dan dalam surat al-Zukhruf (43: 36). Dalam bentuk jamak disebutkan 18 kali, dengan rincian menggunakan redaksi

al-Shaya>ti>ndisebutkan sebanyak 17 kali, yaitu: dalam surat al-Baqarah (2: 102, 102)

dalam surat al-An‘am (6: 71, 112, 121) dalam surat al-A‘raf (7: 27, 30) dalam

surat al-Isra’ (17: 27) dalam surat Maryam (19: 68, 73) dalam surat al-Anbiya’ (21: 82) dalam surat al-Mu’minu>n (23: 97) dalam surat al-Shu‘ara’ (26: 210, 221)

dalam surat al-S}affa>t (37: 65) dalam surat S}ad (38: 37) dalam surat al-Mulk (67: 25) dan dengan redaksi sh}aya>t}inihim satu kali yaitu dalam al-Baqarah (2: 14).1

Ada beberapa istilah yang digunakan al-Qur’an untuk menggambarkan bisikan setan, antara lain nazgh ( غزن ), mass (سم ), dan waswasah ( ةسوسو). Menurut Mutawalli> al-Sha’ra>wi>, ulama besar dan menteri Waqaf Mesir (w. 1998 M), dalam bukunya, al-Shayt}a>n Wa al-Insa>n, kata nazghmengandung makna gangguan, tetapi ada jarak antara subyek dan obyek, antara yang diganggu dan yang mengganggu. Ini berbeda dengan massyang bermakna menyentuh, tetapi sentuhan yang halus, lagi sebentar sehingga tidak menimbulkan kehangatan, bahkan boleh jadi tidak terasa.Nazgh, yang bersumber dari setan, bisikannya ke dalam hati menimbulkan dorongan negatif sehingga menjadikan manusia

1

(47)

39

mengalami suatu kondisi psikologis ynag mengantarnya melakukan tindakan tidak terpuji.2

2. Kelemahan Manusia

Berikut akan diuraikan beberapa kelemahan manusia a. Ghuru>r/Congkak

Dalam (QS. Luqman, 3: 33), (QS. al-Anfal, 8: 48), (QS. al-Taubah, 9: 25), (al-Infithar. 82: 6), adalah manusia sering kali tertipu oleh dirinya sendiri. Kondisi dan situasi yang dialaminya sering kali mengantar mereka menduga berbagai dugaan positif atau negative, padahal dugaan tersebut bukan bukan pada tempatnya. Gemerlap dunia , baik berupa harta, anak, maupun tingginya kedudukan adalah berbagai faktor yang mengakibatkan ghurur.

b. Tamak

Keinginan yang menggebu untuk memperoleh sesuatu yang tidak wajar atau secara tidak wajar adalah ketamakan. Dalam al-Qur’an (QS. al -Kahf, 18: 6), (QS. al-Qashash, 28: 56), (QS. al-A’raf, 7: 143), (QS. al

-A’raf, 7: 144), (QS. Thaha, 20: 120), (QS. Thaha, 20: 115).

c. Keangkuhan

Keangkuhan adalah keengganan untuk menerima kebenaran setelah mengetahuinya serta menutup mata menyangkut hak orang lain. dalam al-Qur’an (QS. al-Alaq, 93: 6-7), (QS. Shaffat, 37: 35), (QS. al-Baqarah, 2: 206).

2

(48)

40

d. Pertengkaran

Keinginan yang menggebu untuk meyakinkan pihak lain sering kali mengantar kepada pertengkaran ,manusia yang lemah cenderung memiliki sifat demikian. Dalam al-Qur’an (QS. al-Kahf, 18: 58), (QS. Hajj, 22: 3-4), (Qs. Maidah, 5: 91), (QS. Ankabut, 29: 46), (QS. al-Hajj, 22: 8-9).

e. Amarah

Luapan hati akibat sesuatu yang tidak berkenan mengundang lahirnya amarah. Itu adalah api di dalam dada manusia. Dalam al-Qur’an (QS. ali-Imran, 3: 119), (QS. al-A’raf, 7: 150), (QS. al-Anbiya’, 13: 87), (QS.al-Qalam, 68: 47).

f. Lupa

Manusia dinamai insan antara lain karena dia memiliki sifat lupa. dalam al-Qur’an (QS. al-Kahf, 18: 36), (QS. Kahf, 18: 24), (QS. Ahzab, 33: 41), (QS. Thaha, 20: 115), (Qs. Hasyr, 59: 19), (QS. al-Mujadalah, 58: 19).

g. Ketergesaan

(49)

41

3. Ciri-Ciri Setan

Berikut akan dijelaskan beberapa pemaknaan ayat tentang setan menurut mufasir M. Quraish Shihab, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Ketersembunyian (al-A’raf ayat 27)



























































































































Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.3

Renungan ini berkaitan dengan tipu daya setan untuk menanggalkan

pakaian lahir dan batin manusia. Allah mengingatkan bahwa: Hai anak-anak adam, yakni semua manusia sampai akhir masa, janganlah kamu sekali-kali terpedaya dan dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah menipu sehingga ia telah mengeluarkan menjadi sebab keluarnya ibu bapak kamu dari syurga. Ia secara terus menerus berupaya merayu dan menggoda dengan penuh kesungguhan sehingga akhirnya ia berhasil mencabut, yakni menanggalkan dengan paksa, dari kedunya pakaian mereka berdua untuk memperlihatkan kepada keduanya. Sesungguhnya ia, yakni iblis, dan pengikut-pengikutnya atau anak cucunya, melihat kamu dari suatu tempat yang tidak bisa kamu melihat mereka.

3

(50)

42

Sesungguhnya telah kami jadikan setan-setan itu memiliki potensi untuk menjadi pemimpin-pemimpin, yakni pembimbing dan pengarah, bagi orang-orang yang terus menerus-menerus tidak beriman sama sekali serta orang-orang yang tidak memperbarui imannya dari saat ke saat.4

Kata (عزني) yanzi’u / mencabut memberi isyarat bahwa pakaian yang di

pakai adam dan hawa ketika itu begitu kukuh sehingga merekapun demikian kukuh ingin mempertahankan agar tidak tanggal dan agar aurat mereka tidak terlihat, tetapi kegigihan iblis menggoda mampu mencabut, yakni menarik dengan

keras, hingga pakaian mereka tanggal dan aurat mereka terbuka. ) امهاوس مهي رل )

untukmemperlihatkan kepada keduanyasau’atmerekaberdua.5

Ayat ini difahami oleh sekian banyak ulama sebagai dalil yang amat kuat tentang tidak mungkinnya manusia melihat jin. Jin yang tercipta dari api dan malaikat yang tercipta dari cahaya adalah makhluq-makhluq halus. Sesuatu yang amat halus dapat menyentuh yang kasar, tidak sebaliknya. Ini karena tingkat kehalusanya berbeda. Menurut Shihab, adalah bahwa jin dapat dilihat oleh manusia jika jin berubah dengan mengambil bentuk makhluk yang dapat dilihat oleh manusia. Pendapat ini tidak membatasi kemungkinan melihat mereka hanya oleh para nabi atau pada masa kenabian, tetapi kapan, dimana, dan oleh siapapun bila kondisi memungkinkan.6

4

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.4, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 72-78.

5

Ibid., 6

(51)

43

Pendapat ini didukung oleh riwayat-riwayat yang menginfokan bahwa sekian banyak sahabat Nabi saw. Tabiin, dan banyak ulama pernah melihat makhluk-makhluk halus tetapi dalam bentuk manusia. Demikian juga halnya denga jin, Ia dapat dilihat bukan dalam bentuk aslinya, tetapi ia mengambil dalam bentuk potensi penglihatan manusia. Dalam beberapa hadist nabi saw. Yang mengiformasikan bahwa ada bintang yang dapat melihat jin. Dalam shohih Bukhori dan Muslim, sahabat Nabi saw. Abu Hurairah ra menyampaikan bahwa

Nabi saw. Bersabda:” kalau kalian mendengar ayam jantan berkokok maka

mohonlah kepada Allah anugrah-nya karena ketika itu melihat malaikat, dan jika kalian mendengar terikan kedelai maka mohonlah perlinungan kepada Allah dari godaan setan karena ketika itu ia melihat setan”.7

Kata ( هليبق ) qab>ilah, yang diterjemahan diatas dengan

pengikut-pengikutnya, dari segi bahasa bermakna” kelompok yang terdari tiga oknum ke

atas”. Ia juga berati kelompok yang disatukan oleh ibu dan bapak. Ada yang

memahami kata tersebut pada ayat di atas dalam arti pengikut-pengikutnya dari jenis manusia. Tetapi, pemahaman ini di hadang oleh lanjutan ayat yang

menyatakan “ kamu tidak bisa melihat mereka dan qabi>lah. Kalau yang di maksud

dengan qabi>lah adalah manusia tentu saja bisa dilihat. Atas dasar itu, cukup beralasan para ulama yang memahami kata itu dalam arti” anak keturunan iblis”

Apalagi makna tersebut dapat dilakukan oleh QS. al-Kahfi (18 ): 508

7

Ibid.,

8

(52)

44

( ءايلوا نطاشلا انلعج انا ) inna> ja‘alna al-Shaya>t}i>na auliya>’/ Sesungguhnya kami

telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang tidak beriman. Menjadikan mereka demikian dalam arti menciptakan mereka memiliki potensi menggoda dan meranyu manusia sehingga dapat memimpin dan membimbing orang-orang yang tidak beriman ke arah kejahatan. Memang, setiap makhluk ada kodrat yang di anugerahkan ada kodrat bawaanya yang boleh jadi tidak di miliki makhluk lain.9

Setan memiliki kodrat yang dianugarahi Allah sehingga berpotensi membimbing mereka yang tidak beriman. Jika potensi itu dimanfaatkan. Setan dan bertemu dengan potensi negatif manusia, iblis dan setan akan berhasil dalam usahanya memperdaya manusia. Dahulu setan di percaya oleh banyak orang sebagai suatu yang wujud dengan kekuatan yang sangat besar menyamai atau menandingi Tuhan yang maha kuasa. Bahkan, hingga kini ada yang memajunya.10

Walaupun para pemuja setan bermacam-macam, pada dasarnya mereka dapat di satukan dalam kepercayaan tentang adanya kekuatan yang aktif selain kekuatan dan kekuasaan tuhan yang maha Esa. Sebagian mereka berkeyakinan bahwa ada pertarungan antara apa yang mereka namakan kekuatan lagit ( Maksudnya Tuhan ) dan kekuatan bumi (Setan ) pertempuran keduanya berlangsung seru, sekali yang menang dan sekali itu yang menang.11

9

Ibid.,

10

Ibid.,

11

(53)

45

Dalam pandangan agama islam, antara lain melalui ayat ini, setan tidak mempunyai kekuasaan yang bersumber dari dirinya sedikit pun. Ia hanya dianugerahi kemampuan oleh Allah untuk merayu dan menggoda, itu pun hanya terhadap mereka yang oleh ayat di atas diistilahkan dengan mereka yang tidak beriman.12

Dari penjelasan diatas, penulis menyimpulkan, sebagaimana telah berkali-kali disinggung, jin-termasuk makhluk jahat, yakni setan-adalah makhluk yang tersembunyi. Kalau saja hanya ketersembunyian yang menjadi ciri khas setan jin, agaknya ia sudah cukup berat untuk dihadapi. Ketersembunyian itu digaris bawahi oleh al-Qur’an dalam konteks memperingatkan anak cucu Adam agar tidak tergelincir, sebagaimana kakek dan nenek mereka dahulu tergelincir.

Hal itu disebabkan, musuh yang terlihat belum tentu mudah dapat dihadapi, apalagi musuh yang tidak terlihat. Ketersembunyian setan bisa jadi dalam satu tempat yang tidak diduga sama sekali, yakni dalam diri manusia sendiri. Ia dapat membisikkan sesuatu kepada diri manusia, hingga manusia meyakini itu merupakan bisikan yang berasal dari lubuk hati yang terdalam.

b.

Masuk ke Dalam Diri Manusia (Fushshilat: 25)
(54)

46

dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka[1333] dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jinn dan manusia, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi. [1333] Yang dimaksud dengan yang ada di hadapan ialah nafsu dan kelezatan di dunia yang sedang dicapai, sedang yang dimaksud dengan di belakang mereka ialah angan-angan dan cita-cita yang tidak dapat dicapai.

Ayat diatas bagaikan menyatakan: Kami Allah telah menjadikan perangai mereka –berdasar kecenderungan mereka sendiri menjadi sangat buruk- dan kami siapkan

bagi mereka- dan adakan serta tetapkan sehingga selalu menyertai mereka tanpa berpisah, teman-teman yang perangainya seperti mereka yang teman-temannya itu menjadikan mereka memandang indah apa yang ada di hadapan mereka, yakni kehidupan duniawi, sehingga mereka tenggelam dalam rayuannya, dan apa yang dibelakang mereka, yakni kehidupan akhirat serta hal-hal gaib yang diajarkan agama, sehingga mereka mengingkarinya, dan dengan demikian telah pastilah, yakni jatuh dan menjadi keharusanlah, atas mereka perkataan, yakni keputusan Allah, yakni siksaNya di dalam kelompok dan bersama umat-umat terdahulu yang durhaka sebelum mereka dari jenis jin dan manusia; sesungguhnya mereka semua sejak dahulu-hingga –adalah orang-orang rugi yang mantap kerugiannya.13

Kata ) انضيق )qayyadhna/ <

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan bahwa ayat di atas menegaskan bahwa perempuan (istri Âdam as.) diciptakan dari jenis yang sama dengan Âdam, dan ayat tersebut sedikit pun tidak

Ketiga, meskipun al-Qur’an diyakini oleh umat Islam sebagai wahyu Allah secara verbatim dan Bibel dipercaya kaum Kristiani sebagai wahyu Tuhan dalam bentuk inspirasi, namun

Penelitian ini membahas tentang konsep pendidikan anak dalam al-Qur’an surah Al- Alaq ayat 1-5 (telaah pemikiran Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah). Penelitian ini

Mengenai hakikat nasionalisme, paham nasionalisme merupakan kedustaan yang ditanamkan ke dalam hati kaum muslimin terutama, pada awalnya paham ini mengajak seseorang

Diterangkan juga waktu untuk melaksanakan kejahatan adalah di waktu malam hari (ghasiq idza waqab). Quraish Shihab adalah bahwa dalam Surat an-Naas Allah menyebutkan tiga

Tetapi jika tampak tanpa sengaja, maka mereka tidak berdosa.”Penggalan ayat tersebut jika dipahami dengan kedua pendapat diatas, tidak menentukan batas bagi hiasan yang

Sementara ulama yang menolak memahami istiqamah dalam arti moderasi menyatakan bahwa seandainya yang dimaksud adalah moderasi, maka tentu ayat surah Hud di atas

Penulis menyadari dalam penulisan ini tidaklah mudah, banyak sekali kekurangan yang terdapat tulisan ini, akan tetapi berkat bantuan dan bimbingan serta motivasi dan support