• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA ELEKTRONIK DAN PORNOGRAFI PRESPEKTIF FIQH JINAYAH: STUDI PUTUSAN NOMOR: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINDAK PIDANA ELEKTRONIK DAN PORNOGRAFI PRESPEKTIF FIQH JINAYAH: STUDI PUTUSAN NOMOR: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK PIDANA ELEKTRONIK DAN PORNOGRAFI PRESPEKTIF FIQH JINAYAH

(Studi Putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby.)

SKRIPSI

OLEH

:

EVITA AGUSTIN

NIM: C03210016

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM ISLAM PRODI SIYASAH JINA>YAH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian kepustakaan tentang “Tindak Pidana Elektronik Dan Pornografi Prespektif Fiqih Jinayah (Studi Putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby.)”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai bagimanakah analisis fiqh jina<yah terhadap pertimbangan hakim perihal hukuman tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan nomor: 2191/ Pid.B / 2014/ PN.Sby? dan bagaimanakah Analisis fiqh jinayah terhadap sanksi hukum yang dijatuhkan oleh hakim perihal tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby?

Data penelitian diperoleh dari kajian pustaka yaitu berupa literatur buku fiqh juna>yah dan KUHP berupa undang-undang tentang tindak pidana elektronik dan pornografi yang menjadi obyek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. yaitu memaparkan atau menjelaskan data yang diperoleh dan selanjutnya dianalisis dengan pola pikir deduktif, dimulai dari hal-hal yang bersifat umum, kemudian ditarik kepada hal-hal-hal-hal kepada data, serta ditarik kesimpulan.

Hasil penelitian bahwa dalam analisis fiqh jina<yah terhadap pertimbangan hakim dalam putusan nomor: 2191/ Pid.B / 2014/ PN.Sby tentang hukuman elektronik dan pornografi terdakwa telah melanggar pasal 27 ayat 120 pasal 45 ayat 1 UU RI No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik jo pasal 65 ayat 1 KUHP dan terdakwa melanggar pasal 29 jo pasal 4 ayat 1 huruf d, e, dan f UU RI No. 44 tahun 2008 tentang pornografi jo pasal 65 ayat 1 KUHP. Dimana terdakwa telah melakukan perbuatan mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaskesnya informasi elekronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Dalam analisis fiqh jina>yah pertimbangan hakim sudah tepat dan sesuai dengan hukuman takzir. Sedangkan analisis fiqh jina>yah terhadap sanksi hukum yang dijatuhkan oleh hakim perihal tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby. Sanki hukuman yang diberikan berupa hukuman penjara dan denda. Di mana dalam fiqh jinayah sudah tepat dengan tujuan untuk kemaslahatan menusia itu sendiri.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSRAKSI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

BIODATA PENULIS... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 11

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistimatika Pembahasan ... 17

BAB II: CYBER CRIME DAN TAKZI<R DALAM PIDANA ISLAM ... 18

A. Hukuman Cyber Crime ... 18

(7)

2. Pengaturan Hukum Di Indonesia Terhadap Tindak Pidana

Cyber Crime ... 23

BAB III: KEPUTUSAN HUKUM DALAM PUTUSAN NOMOR: 2191/ PID.B/ 2014/ PN.SBY TENTANG HUKUMAN ELEKTRONIK DAN PORNOGRAFI ... 40

A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Surabaya ... 40

1. Letak Lokasi ... 40

2. Visi Dan Misi Pengadilan Negeri Surabaya ... 40

B. Pertimbangan Hukum Dalam Putusan Nomor: 2191/ Pid.B / 2014/ PN.Sby Tentang Hukuman Elektronik Dan Pornografi 41 C. Sanksi Hukum Dalam Putusan Nomor: 2191/ Pid.B / 2014/ PN.Sby Tentang Hukuman Elektronik Dan Pornografi ... 46

BAB IV: ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR: 2191/PID.B/2014/PN.SBY TENTANG HUKUMAN ELEKTRONIK DAN PORNOGRAFI ... 49

(8)

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya masyarakat Indonesia menggunakan protokol

layanan di internet menggunakan www (world wide web). Adanya internet

membuat penggunanya semakin banyak dan berkembang, tidak hanya

masyarakat Indonesia tetapi hampir seluruh dunia. Internet juga mempunyai

pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya

berpandukan sistem pencari seperti Yahoo atau Google, pengguna

mempunyai akses internet yang mudah atas bermacam-macam informasi.

Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet merupakan solusi yang

cepat, tidak memakan waktu yang lama untuk mencari. Internet telah

menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace,1 yaitu sebuah dunia

komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru

berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata).

Hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan terjadinya suatu

tindak pidana melalui dunia maya yang sering dikenal dengan nama cyber

crime. Cyber crime, yang selanjutnya disingkat CC, merupakan salah satu sisi

gelap dari kemajuan teknologi yang mempunyai dampak negatif yang sangat

luas bagi seluruh bidang kehidupan modern saat ini.2 Di Indonesia telah

1 Agus Rahardjo, Cybercrime pemahaman dan upaya pencegahan kejahatan berteknologi, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), 55.

(10)

2

banyak terjadi kejahatan di dunia maya atau cyber crime. Salah satu contoh

kasus yang sempat menggegerkan Indonesia adalah pada tahun 2014 Tindak

Pidana Transaksi Elektronik Dan Pornografi Studi Putusan Nomor:

2191/Pid.B/2014/PN.Sby.

Walaupun dilakukan secara virtual, kita dapat merasa seolah-olah

ada di tempat tersebut dan melakukan hal-hal yang dilakukan secara nyata,

misalnya bertransaksi, berdiskusi dan banyak lagi. Perkembangan Internet

yang semakin meningkat baik teknologi dan penggunaannya, membawa

banyak dampak baik positif maupun negatif. Khususnya dalam bidang

perekonomian, Internet membawa dampak baik positif maupun negatif.

Tentunya untuk yang bersifat positif yaitu dimulai dari banyak transaksi jual

beli yang sebelumnya cuma dengan bantuan telepon untuk informasi

transaksi dan sarana transaksinya dengan jasa pos atau dengan tatap muka

langsung yang membutuhkan proses transaksi yang lama, tetapi dengan

internet, transaksi jual beli secara elektronik ini seseorang dapat melakukan

transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun dengan

mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu tanpa harus bertatap muka

langsung.

Transaksi jual-beli yang merupakan kegiatan bisnis perdagangan

melalui internet dikenal dengan istilah electronic commerce (e-commerce).

Menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, transaksi jual-beli melalui internet termasuk dalam

(11)

3

dalam bahasa undang-undang disebut transaksi elektronik. Pengertian

transaksi elektronik dalam Pasal 1 UU ITE butir 2 disebut bahwa transaksi

elektronik adalah ‚Perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.‛3

Dengan pengaturan diatas menerangkan bahwa bahwa pemerintah

mendukung kegiatan tersebut berdasarkan pertimbangan pemanfaatan

internet dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat.4 Selain mempunyai dampak positif

yang besar, pemanfaatan internet juga mempunyai dampak negatifnya bagi

kehidupan masyarakat, salah satunya adalah timbulnya kejahatan.

Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan yang

ditimbulkan oleh peralatan komputer yang akan mengakibatkan kerugian

besar bagi pemakai (user) atau pihak-pihak yang berkepentingan. kesalahan

yang di sengaja mengarah kepada penyalahgunaan komputer.5 Tidak dapat

dipungkiri bahwa kemajuan tekonologi dan pengetahuan bisa membuat

kemajuan mengenai kejahatan juga berkembang. Pelaku kejahatan apapun

tidak mengenal tempat atau dengan cara apapun selama bisa dijadikan tempat

melakukan kejahatan. Di dalam dunia internet, potensi pelaku kejahatan

melakukan kejahatan sangatlah besar dan sangat sulit untuk ditangkap karena

3 Indonesia, Undang -Undang no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 1 butir 2.

4 Indonesia, pertimbangan Undang-Undang no 11 tahun 2008 tentang Informasi dn Transaksi Elekronik, butir e.

(12)

4

antara orang yang ada didalam dunia maya ini sebagian besar fiktif atau

identitas orang per orang tidak nyata.

Kejahatan yang terjadi di dalam Internet dikenal dengan istilah

cyber crime (kejahatan dalam dunia maya). Dalam pembahasan skripsi ini,

penulis lebih menekankan kepada salah satu bentuk kejahatan dalam

transaksi elektronik yaitu kejahatan penipuan akibat transaksi elektronik dan

pornografi melalui online (internet) dalam Studi Putusan Nomor:

2191/Pid.B/2014/PN.Sby. Tindak pidana penipuan menurut Pasal 378 KUHP

adalah ‚Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu ataupun

rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang

sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan

piutang.‛6

Adapun tindak pidana elektonik dan pornografi dalam putusan

Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby Berawal ketika terdakwa mengirimkan

permintaan pertemanan kepada saksi Fedorike Yaphilia , saksi Stephanie

Caroline, saksi Ivana Wardana dan saksi Devina Dea dengan akun facebook

‚Evi Urwatul Wusqo‛ kemudian para saksi menerima permintaan pertemanan

dari pemilik akun facebook milik terdakwa, setelah para saksi

mengkonfirmasi akun facebook milik terdakwa para saksi mulai berteman

via facebook, dengan cara terdakwa mengirimkan chat/ obrolan ke inbox/

pesan masuk akun facebook milik para saksi.

(13)

5

Pada saat itu terdakwa memperkenalkan diri sebagai Dokter

Obgyn dengan nama Evi Urwatul Wusqo yang bekerja di RS Mitra Keluarga

Cibubur. Kemudian dalan obrolan akun facebook terdakwa menanyakan

perihal menstruasi dan pubertas kepada para saksi dengan alsan terdakwa

akan melakukan analisa terhadap organ intim kewanitaan para saksi sehingga

terdakwa memerlukan foto telanjang para saksi dan juga foto setelah

mengeluarkan cairan dari kemaluan para saksi, dengan alasan tersebut

terdakwa meminta kepada para saksi agar mengirimkan foto foto bagian

tubuh tanpa mengenakan pakaian (telanjang) sesuai permintaan terdakwa,

seperti bagian payudara, kemaluan para saksi keakun facebook milik

terdakwa.

Stelah itu terdakwa mendapatkan kiriman foto foto telanjang

milik para saksi setelah terdakwa mendapatkan foto foto telanjang tersebut

terdakwa menyimpannya diflasdish dan membuat akun baru dengan nama

Hen Wei kemudian terdakwa mengirimkan foto-foto tersebut ke inbox guru

dari SDN PETRA dengan judul ‚Heboh Demo Bugil Bareng Anak Kelas 6

SD PERTRA 9 Surabaya dengan menggunakan jaringan internet Speedy PT.

KSM Adapaun maksud dan tujuan terdakwa meminta foto telanjang adalah

hanya untuk iseng saja dan utnuk menyadarkan para orang tua, agar lebih

memperhatikan anaknya yang masih dibawah umur yang menggunakan

facebook dikarenakan sangat berbahaya apabila tidak dikontrol seperti studi

(14)

6

Dalam hukum Islam, tindak pidana (delik, jarimah) diartikan

sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam dengan

hukuman hudud, qishash, diyat, atau ta’zir.7 Larangan-larangan syara’

tersebut adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang atau

meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Berdasarkan definisi tersebut

dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah melakukan perbuatan yang

dilarang atau meninggalkan setiap perbuatan yang diperintahkan, atau

melakukan atau meninggalkan perbuatan yang telah ditetapkan hukum Islam

atas keharaman dan diancam dengan hukuman terhadapnya.

Adapun pengertian jina>yah, para fuqaha menyatakan bahwa lafal

jina>yah yang dimaksudkan di sini adalah setiap perbuatan yang dilarang oleh

syara’, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lain-lainnya.

Sayyid Sabiq memberikan definisi jina>yah, bahwa istilah jina>yah menurut

syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang. Perbuatan yang dilarang itu

menurut syara’ adalah dilarang untuk melakukannya, karena adanya bahaya

mengenai agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta benda.8

Berdasarkan firman Allah di atas mengajarkan bahwa larangan

berbuat kerusakan yang dapat memberikan dampak buruk di dalam muka bumi

ini. Melalui latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian lebih lanjut dengan judul: ‚Tindak Pidana Elektronik Dan

Pornografi Prespektif Fiqih Jinayah (Studi Putusan Nomor:

7 Ali bin Muhammad bin Habib Mawardi, Al-Ahkâm Sulthâniyah, (Beirut: Dar Kitab

al-‘Arabi, 1380 H), 192.

(15)

7

2191/Pid.B/2014/PN.Sby.) ‛ Yaitu kejahatan yang memiliki muatan yang

melanggar kesusilaan hukuman bagi pelaku gabungan tindak pidana transaksi

elektronik dan pornografi dalam perspektif fiqh jina>yah.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Melalui latar belakang tersebut diatas, terdapat beberapa

permasalahan yang dapat peneliti identifikasi dalam penulisan penelitian ini,

yaitu sebagai berikut:

1. Dampak positif dan negatif terhadap putusan Tinjauan hukum pidana

Islam terhadap transaksi elektronik yang memiliki muatan yang

melanggar kesusilaan, (studi putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby).

2. Hukuman tindak pidana Islam dalam putusan nomor: 2191/ Pid.B/ 2014/

PN.Sby.

3. Analisis fiqh jina<yah terhadap pertimbangan hakim perihal hukuman

tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan nomor: 2191/

Pid.B / 2014/ PN.Sby.

4. Analisis fiqh jinayah terhadap sanksi hukum yang dijatuhkan oleh hakim

perihal tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan Nomor:

2191/Pid.B/2014/PN.Sby.

Adapun batasan masalah yang menjadi fokus peneliti dalam

(16)

8

1. Analisis fiqh jina<yah terhadap pertimbangan hakim perihal hukuman

tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan nomor: 2191/

Pid.B / 2014/ PN.Sby.

2. Analisis fiqh jinayah terhadap sanksi hukum yang dijatuhkan oleh hakim

perihal tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan Nomor:

2191/Pid.B/2014/PN.Sby.

C. Rumusan Masalah

Melalui latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah tersebut

di atas. Maka rumusan masalah yang akan peneliti kaji dalam penelitian ini,

yaitu sebagai berikut:

1. Bagimanakah analisis fiqh jina<yah terhadap pertimbangan hakim perihal hukuman tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan nomor: 2191/ Pid.B / 2014/ PN.Sby?

2. Bagaimanakah Analisis fiqh jina>yah terhadap sanksi hukum yang dijatuhkan oleh hakim perihal tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby?

D. Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan tentang

beberapa sumber yang membicarakan tentang permasalahan yang ada

kaitannya dengan penelitian yang peneliti lakukan, adapun masalah tersebut

(17)

9

1. Skripsi karya Desi Tri Astutik mahasiswi Fakultas Syari’ah program

studi Siyasah Jinayah IAIN Sunan Ampel Surabaya 2008 dalam

skripsinya yang berjudul ‚Tindak Pidana Kejahatan Dunia Mayantara

(Cyber Crime) Dalam Perspektif Undang-Undang No.11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Fiqih Jinayah‛. Skripsi ini membahas persepsi atau pendapat dari tokoh dalam Undang-Undang

ITE dalam prespektif fiqih jinayah dimana dalam analisis yang digunakan

hanya membahas tentang undang-undang dan kejahatan elektronik

berdasarkan hokum fiqh jinayah. Dalam undang-undang kejahatan

tersebut diancam dengan kejahatan Cyber Crime. Sedangkan dalam fiqh

jinayah di hukum dengan hukuman takzir.9

2. Skripsi karya Dwi Eka Wiratama mahasiswa fakultas hukum Universitas

Brawijaya Malang 2009 dalam skripsinya berjudul ‚Tinjauan Yuridis

Pembuktian Cyber Crime dalam Perspektif Hukum Indonesia‛. Skripsi membahas tentang pembuktian secara hukum Indonesia serta yuridis.

Dalam skripsi ini peneliti lebih fokus terhadap pembuktian Cyber Crime

menurut undang-undang atau hukum positif dimana hukuman tersebut

dijatuhi hukuman berdasarkan bukti-bukti yang di dapat.10

3. Skripsi karya Gabe Ferdinal Hutagalung mahasiswa Universitas Sumatera

Utara Medan 2010 dalam skripsinya berjudul ‚Penanggulangan Kejahatan

9 Desi Tri Astutik, ‚Tindak Pidana Kejahatan Dunia Mayantara (Cyber Crime) Dalam Perspektif Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Fiqih Jinayah‛ (Skripsi—IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2008).

10 Dwi Eka Wiratama, ‚Tinjauan Yuridis Pembuktian Cyber Crime dalam Perspektif Hukum

(18)

10

Mayantara (Cyber Crime) Dalam Perspektif Hukum Pidana‛. Skripsi ini

membahas tentang kebijakan formulasi penanggulangan kejahatan

mayantara secara menyeluruh. Dimana peneliti lebih focus terhadap

penanggulangan kejahatan Cyber Crime . baik dampak maupun sebab

akibat dalam kejahatan Cyber Crime.11

Berdasarkan kajian di atas jelas membedakan dengan penelitian

yang penulis buat. Hal ini nampak jelas dari permasalahan yang diangkat

Peneliti dalam tulisan ini mengangkat tentang tindak pidana pengaksesan

sistem elektroknik dan transaksi elektronik prespektif fiqih jinyah diharapkan

dapat menambah khasanah ilmu dan wawasan baru terutama di bidang ilmu

hukum pada umumnya.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti kaji dalam penelitian

ini, maka penulisan penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui analisis fiqh jina<yah terhadap pertimbangan hakim

perihal hukuman tindak pidana elektronik dan pornografi dalam putusan

nomor: 2191/ Pid.B / 2014/ PN.Sby.

2. Untuk mengetahui dan memahami analisis fiqh jinayah terhadap sanksi

hukum yang dijatuhkan oleh hakim perihal tindak pidana elektronik dan

pornografi dalam putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby.

11 Gabe Ferdinal Hutagalung, ‚Penanggulangan Kejahatan Mayantara (Cyber Crime) Dalam

(19)

11

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, peneliti berharap hasil penelitian

ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis,

sebagai berikut:

1. Teoritis

Secara teoritis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat

memberikan sumbangsih khazanah keilmuan, khususnya dalam hukuman

elektronik dan pornografi prespektif fiqih jinayah (studi putusan Nomor:

2191/ Pid.B/ 2014/ PN.Sby.). Dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai

literatur dan referensi, baik oleh peneliti selanjutnya maupun bagi

pemerhati hukum Islam dalam memahami hukuman elektronik dan

pornografi prespektif fiqih jinayah (studi putusan Nomor:

2191/Pid.B/2014/PN.Sby).

2. Praktis

Secara praktis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat

memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, khususnya

masyarakat dan pemerhati atau peneliti lebih lanjut tentang hukuman

elektronik dan pornografi prespektif fiqih jinayah (studi putusan Nomor:

2191/Pid.B/2014/PN.Sby).

G. Definisi Oprasional

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami penulisan

(20)

12

macam, maka peneliti akan menjelaskan beberapa istilah yang digunakan

dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Tindak Pidana Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan

dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media

elektronik lainnya.12

2. Tindak Pidana Pornografi: adalah sebuah transaksi yang dijadikan akses

di internet. Dimana dalam putusan nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby

terjadi tindak pidana transaksi elektronik dan pornografi yang

mengakibatkan kejahatan kesusilaan serta transaksi elektronik dalam

media yang mengakibatkan tindak pidana gabungan antara tindak pidana

elektronik dan pornografi.

H. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kajian pustaka, yaitu penelitian

terhadap ‚Tindak Pidana Elektronik Dan Pornografi Prespektif Fiqih Jinayah

(Studi Putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby) ‛.

1. Data yang dikumpulkan.

Berdasarkan judul dan rumusan masalah dalam penulisan

penelitian ini, maka data-data yang akan dimpulkan oleh peneliti dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Data Primer

1. Pengertian kejahatan elektronik dan pornografi.

(21)

13

2. Sanksi hukum kejahatan elektronik dan pornografi.

3. Pertimbangan hakim dalam kejahatan elektronik dan pornografi.

b. Data Sekunder

1. Pengertian kejahatan elektronik dan pornografi.

2. Sanksi hukum kejahatan elektronik dan pornografi.

3. Pertimbangan hakim dalam kejahatan elektronik dan pornografi.

2. Sumber Data

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan oleh peneliti

dalam penulisan penelitian ini secara tepat dan menyeluruh, maka peneliti

menggunakan dua bentuk sumber data sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Sumber data primer yaitu merupakan sumber data utama

dalam penelitian ini yang diperoleh oleh peneliti dari sumbernya

secara langsung. Adapun yang dimaksud dengan data primer yaitu:

1) Putusan hakim terhadap tindak pidana elektronik dalam putusan

Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby.

b. Sumber Sekunder

Sumber data sekunder yaitu merupakan data pendukung

yang dibutuhkan oleh peneliti dalam penulisan penelitian ini. Adapun

data sekunder yang dimaksud yaitu:

1. Rahmad Rosyadi dan Rais Ahmad, Formulasi Syari’at Islam

dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia, (Bogor: Ghalia

(22)

14

2. Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syari’at Islam, Hudud dan

Kewarisan. (Radja Grafindo: Jakarta, 1404 H)

3. Djazuli, Fiqh Jinayat (Menanggulangi Kejahatan dalam Islam).

Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2000

4. Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Al-Syariyatu Fi Al-

Islami, terjemah Khikmawati (Jakarta : Amzah, 2010).xv ;

Al-Syatibi, Al-Muwafaqat Fi Ushul Ahkam, Juz II (ttp : Daar

al-Fikr littibaa’ah wa al-Nasyr).

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data-data yang peneliti butuhkan dalam

penulisan penelitian ini, maka peneliti menggunakan beberapa tekhnik

pengumpulan data agar dapat memperoleh data yang akurat dan sesuai

dengan kajian penelitian ini, yaitu dokumentasi.

Dokumentasi menurut Suharsimi Arikunto, dokumentasi

berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Didalam

melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, dokumen peraturan-peraturan, notulen rapat,

catatan harian, dan sebagainya.13

(23)

15

4. Tekhnik pengolahan data

Untuk mempermudah peneliti dalam menganalisa data-data

yang telah dikumpulkan, maka peneliti menggap perlu melakukan

pengolahan data melalui beberapa teknik sebagai berikut:

1. Pengeditan: Yaitu memeriksa kelengkapan data-data yang sudah

diperoleh. Data-data yang sudah diperoleh diperiksa dan dieedit

apabila tidak terdapat kesesuaian atau relevansi dengan kajian

penelitian.

2. Pemberian kode: Yaitu memberikan kode terhadap data-data yang

diperoleh dan sudah dieedit, kemudian dikumpulkan sesui dengan

relevansi masing-masing data tersebut.

3. Pengkategorisasian: Yaitu dengan mengkategorisasikan atau

mensistematisasikan data. Data yang sudah diedit dan diberi kode

kemudian diorganisasikan sesuai dengan pendekatan dan bahasan

yang telah dipersiapkan.

5. Tekhnik analisa data

Setelah seluruh data-data yang dibutuhkan oleh peneliti

terkumpul semua dan sudah diolah melalui teknik pengolahan data yang

digunakan oleh peneliti, kemudian data-data tersebut dianalisis. Bogdan

(24)

16

lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan

temuannya dapat mudah diinformasikan kepada orang lain.14

Untuk menganalisa data yang sudah dikumpulkan dan diolah

melalui teknik pengolahan data, penulis menggunakan metode deskripif.

Metode deskriptif yaitu merupakan salah satu metode analisa data dengan

mendeskripsikan fakta-fakta secara nyata dan apa adanya sesuai dengan

objek kajian dalam penelitian ini.15 yaitu mendeskripsikan tindak pidana

transanksi elektronik dan pornografi dalam perspektif fiqh jina>yah.

Selain itu, peneliti juga menggunakan metode deduktif untuk

menganalisa data-data yang sudah dikumpulkan dan diolah oleh peneliti

dalam penelitian ini. Metode deduktif yaitu metode analisa data dengan

memaparkan data yang telah diperoleh secara umum untuk ditarik

kesimpulan secara khusus. Peneliti menggunakan metode ini untuk

memaparkan secara umum mengenai pertimbangan hukum hakim dalam

putusan nomor: 2191/ Pid.B / 2014/ PN.Sby tentang hukuman elektronik

dan pornografi, dan analisis fiqh jinayah terhadap pertimbangan hukum

hakim dalam putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby tentang hukuman

bagi pelaku gabungan tindak pidana transaksi elektronik dan pornografi

kemudian ditarik kesimpulan secara khusus.

14 Sugiyono, Metode Penelitian., 224.

(25)

17

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah peneleliti dalam menyusun penulisan penelitian

ini secara sistematis, dan mempermudah pembaca dalam memahami hasil

penelitian ini, maka peneliti mensistematisasikan penulisan penelitian ini

menjadi beberap bab, sebagai berikut:

BAB I: Pendahulun, dalam bab ini peneliti memaparkan seluruh isi

penelitian secara umum yang terdiri dari: A. Latar belakang, B. Identifikasi

dan batasan masalah, C. Rumusan masalah, D. Tujuan penelitian, E.

Kegunaan hasil penelitian, F. Kajian Pustaka, G. Definisi Operasional, H.

Metode penelitian, I. Sistematika pembahasan.

BAB II: Landasan teori, dalam bab ini peneliti akan membahas

tentang Pengertian A. Cyber Crime Takzi>r dan, B. Dasar Hukum tentang

Cyber Crime Takzi>r dan, C. Macam-Macam Cyber Crime Takzi>r dan, D.

Sanksi perbuatan Cyber Crime Takzi>r dan.

BAB III: Pada bab ini, penyajian data yang akan mendeskripsikan

pertimbangan hakim terhadap putusan Nomor: 2191/Pid.B/2014/PN.Sby

tentang tindak pidana transaksi elektronik dan pornografi.

BAB IV: Analisis Fiqh Jinayah terhadap putusan Nomor:

2191/Pid.B/2014/PN.Sby tentang tindak pidana transaksi elektronik dan

pornografi.

(26)

18

BAB II

CYBER CRIME DAN TA’ZI<RDALAMPIDANA ISLAM

A. HukumanCyber Crime

1. Pengaturan Tindak Pidana CyberCrime

Sekelumit mengenai kondisi yang terjadi dalam masyarakat ini dapat menimbulkan berbagai issuedalam penyelesaian tindak pidana di bidang teknologi informasi. Kondisi paper-lessini menimbulkan masalah dalam pembuktian mengenai informasi yang diproses, disimpan, atau dikirim secara elektronik. Mudahnya seseorang menggunakan identitas apa saja untuk melakukan berbagai jenis transaksi elektronik di mana saja dapat menyulitkan aparat penegak hukum dalam menentukan identitas dan lokasi pelaku yang sebenarnya.

(27)

19

selalu berlangsung bersama-sama.Artinya pada keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnyadari masyarakat serta kebudayaannya ataumungkin hal yang sebaliknya.1

Cybercrimemerupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet.Perkembangan yang pesat dalam pemanfaatan jasa internet mengundang untuk terjadinya kejahatan. Dengan meningkatnya jumlah permintaan terhadap akses internet, kejahatan terhadap penggunaan teknologi informatika semakin meningkat mengikuti perkembangan dari teknologi itu sendiri. Semakin banyak pihak yang dirugikan atas perbuatan dari pelaku kejahatan siber tersebut apabila tidak tidak ada ketersediaan hukum yang mengaturnya.

Sebelum diberlakukan UU ITE, aparat hukum menggunakan KUHP dalam menangani kasus-kasus kejahatan dunia siber.Ketentuan-ketentuan yang terdapatdalam KUHP tentang cybercrimemasih bersifat global. Teguh Arifiady mengkategorikan beberapa hal secara khusus diatur dalam KUHP dan disusun berdasarkan tingkat intensitas terjadinya kasus tersebut yaitu:2

1. Ketentuan yang berkaitan dengan delik pencurian pada Pasal 362 KUHP

1AgusRaharjo, Cybercrime-Pemahaman dan Upaya PencegahanKejahatan Berteknologi, (Bandung: PTCitra Aditya Bakti, 2002), 59

(28)

20

2.Ketentuan yang berkaitan dengan perusakan/penghancuran barang terdapat dalam Pasal 406 KUHP

3.Delik tentang pornografi terdapat dalam Pasal 282 KUHP 4.Delik tentang penipuan terdapat dalam Pasal 378 KUHP

5.Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain,

6.Delik tentang penggelapan terdapat dalam Pasal 372 KUHP & 374 KUHP

7. Kejahatan terhadap ketertiban umumterdapat dalam Pasal 154 KUHPLex CrimenVol. II/No. 4/Agustus/2013

8.Delik tentang penghinaan terdapat dalam Pasal 311 KUHP 9.Delik tentang pemalsuan surat terdapat dalam Pasal 263 KUHP

10.Ketentuan tentang pembocoran rahasia terdapat dalam Pasal 112 KUHP, pasal 113 KUHP, & pasal 114 KUHP

11.Delik tentang perjudian terdapat dalam Pasal 303 KUHP Tindak pidana yang diatur dalam UU ITE diatur dalam BAB VII tentang perbuatan yang dilarang; perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:

1.Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu: a.Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten

illegalyang terdiri dari:

(29)

21

3)Penghinaan atau pencemaran nama baik terdapat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE,

4)Pemerasan atau pengancaman dalam Pasal 27 ayat (4) UU ITE,

5)Berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen/penipuan terdapat dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE,

6)Menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA terdapat dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE,

7)Mengirimkan informasi yang berisi ancamankekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi terdapat dalam Pasal 29 UU ITE.

b.Dengan cara apapun melakukan akses illegalpada Pasal 30 UU ITE,

c.Intersepsi illegal terhadapinformasi atau dokumen elektronik dan sistem elektronik terdapat dalam Pasal 31 UU ITE.

2.Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu:

a.Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference) terdapat dalam Pasal 32 UU ITE,

(30)

22

3.Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang terdapat dalam Pasal 34 UU ITE,

4.Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik terdapat dalam Pasal 34 UU ITE.

5.Tindak pidana tambahan terdapat dalam Pasal 36 UU ITE,

6.Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana dalam Pasal 52 UU ITE

Dalam Pasal 42 UU ITE diatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana siber dilakukan berdasarkan ketentuan dalam hukum acara pidana dan ketentuan dalam UU ITE.Maksudnya, semua aturan yangada dalam KUHAP tetap berlaku sebagai ketentua umum (lex generalis) kecuali yang disimpangi oleh UU ITE sebagai ketentuan yang khusus (lex specialis). Dengan kata lain, ketentuan-ketentuan mengenai penyidikan yang tidak diatur dalam UU ITE tetap diberlakukan sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Pengaturan ini juga selaras dengan ketentuan dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP yaitu bahwa terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan KUHAP, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dam atau dinyatakan tidak berlaku lagi.

UU ITE ialah salah satu contoh dari ‚ketentuan khusus acara

(31)

23

ketentuan khusus acara pidana ini tetap berlaku sebelum ditinjau kembali, diubahatau dicabut.

2. Pengaturan Hukum di Indonesia Terhadap Tindak PidanaCyberCrime

Undang-undang ITE telah mengatur tindak pidana akses ilegal (Pasal 30), gangguan terhadap Sistem Komputer (Pasal 32 UU ITE).Selain tindak-tindak pidana tersebut, UU ITE juga mengatur

tindak pidana tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ‚...dengan

sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang

mengakibatkan kerugian bagi orang lain‛.

Akan tetapi, apabila untuk menyimpulkan suatu computer related fraud penyidik harus membuktikan tindak-tindak pidana tersebut terlebih dahulu, maka dapat menimbulkan masalah tersendiri, dan ketidakefisiensian. Penyebaran berita bohong dan penyesatan merupakan padanan kata yang semakna dengan penipuan. Penipuan dapat dilakukan dengan motivasi, yaitu untuk menguntungkan dirinya sendiri atau paling atau bahkan dilakukan untuk menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan orang lain secara sekaligus. Dengan motivasi-motivasi tersebut, maka penyebaran berita bohong dan penyesatan dapat dikategorikan sebagai penipuan.3

(32)

24

Secara umum penipuan itu telah diatur sebagai tindak pidana oleh Pasal 378 KUHP yang berbunyi:‚Barang siapa dengan maksud

untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan

dengan pidana penjara paling lama empat tahun.‛

Pemahaman dari pasal tersebut masih umum yaitu diperuntukan untuk hal di alam nyata ini.Berbeda denganpenipuan di internet yang diatur dalam UU ITE.Penipuan ini memiliki ruang yang lebih sempit daripada pengaturan dalam KUHP.Dalam UU ITE mengatur tentang berita bohong dan penyesatan melalui internet, berita bohong dan penyesatan ini dapat dipersamakan dengan penipuan yang diatur dalam Pasal 378 KUHP.

Pasal 28 ayat (1)berbunyi ‚Setiap Orang dengan sengaja dan

tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

(33)

25

Sebelumnya sektor ini tidak mempunyai payung hukum, tapi kini makin jelas sehingga bentuk-bentuk transaksi elektronik sekarang dapat dijadikan sebagai alat bukti elektronik sah.Oleh karena itu, sesungguhnya undang-undang ini merupakanupaya pemerintah dalam memberikanperlindungan yang jelas dan berkekuatan hukum tetap terhadap berbagai macam transaksi elektronik kearah negatif.

Namun tetap saja bahwa pengaturannya dalam hal ini masih memiliki keterbatasan.Keterbatasan itu terletak pada perbuatan hukum yang hanya digantungkan pada hubungan transaksi elektronik,yaitu antara produsen dan konsumen serta dalam lingkup pemberitaan berita bohong dan penyesatan dalam internet.4

Pembuktian sebenarnya telah dimulai pada tahap penyidikan; pembuktian bukan dimulai pada tahap penuntutan maupun persidangan.Dalam penyidikan, Penyidik akan mencari pemenuhan unsur pidana berdasarkan alat-alat bukti yang diatur dalam perundangan. Pada tahappenuntutan dan persidangan kesesuaian dan hubungan atara alat-alat bukti dan pemenuhan unsur pidana akan diuji.

Sejak adanya laporan mengenai terjadinya tindak pidana, Penyidik telah mendapatkan satu bagian dari keseluruhan bagian teka-teki gambar, dan setelah menemukan bagian pertama itu, Penyidik harusmencari bagian-bagian lain dari gambar untuk disusun sehingga ia memperoleh gambar yang utuh mengenai suatu tindak pidana dan

(34)

26

pelakunya. Akan tetapi, mengingat gambar yang utuh itu terdiri dari begitu banyak bagian dan bagian-bagian itu tersebar dibanyak tempat dalam berbagai bentuk, dalam banyak kasus Penyidik menemukan banyak kesulitan untukmengumpulkan seluruhnya.Gambar yang utuh itulah yang dimaksud kebenaran materil.5

B. Hukuman Ta’zi<r

1. Pengertian Ta’zi<r

Menurut bahasa lafaz ta’zi<rberasal dari kata A’zzara yang sinonimnya yang artinya mencegah dan menolakyang artinya mendidik. Pengertian tersebut di atas sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah dan Wahbah Azzuhaily, bahwa ta’zi<r diartikan mencegah dan menolak karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Sedangkan ta’zir diartikan mendidik

karena ta’zi<r dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar Ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.6

Istilah jarimah ta’zi<rmenurut hukum pidana Islam adalah tindakan yang berupa edukatif (pengajaran) terhadap pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi had dan kifaratnya, atau dengan kata lain,

ta’zi<radalah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan oleh

5Sitompul, Josua,Cyberspace,Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan AspekHukum Pidana, (Jakarta: Tatanusa, 2012), 309-310.

(35)

27

hakim. Jadi ta’zir merupakan hukuman terhadap perbuatan pidana/delik

yang tidak ada ketetapan dalam nash tentang hukumannya. Hukuman hukuman ta’zi<r tidak mempunyai batas-batas hukuman tertentu, karena

syara’ hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, mulai dari yang

seringan-ringannya sampai hukuman yang seberat beratnya. Dengan kata lain, hakimlah yang berhak menentukan macam tindak pidana beserta hukumannya, karena kepastian hukumnya belum ditentukan

oleh syara’.7

Di samping itu juga, hukuman ta’zi<r merupakan hukuman atas tindakan pelanggaran dan kriminalitas yang tidak diatur secara pasti dalam hukum had. Hukuman ini berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tindak pidana dan pelakunya. Dalam bukunya Mahmoud Syaltut (

al-Islam Aqidah wa Syari’ah) sebagaimana yang dikutip oleh Abdullahi Ahmed an-Na’im dikatakan bahwa, yurisprudensi Islam historis memberikan penguasa negara Islam atau hakim-hakimnya kekuasaan dan kebijaksanaan yang tersisa, apakah mempidanakan dan bagaimana menghukum apa yang mereka anggap sebagai perilaku tercela yang belum tercakup dalam kategori-kategori khusus hudu>d dan jina>yat.8

Tujuan hak penentuan jarimah ta’zir dan hukumannya

diberikan kepada penguasa atau ulil amri adalah, supaya mereka dapat

7Rokhmadi, Reaktualisasi Hukum Pidana Islam (Kajian Tentang Formulasi Sanksi Hukum Pidana Islam), (Semarang: Departemen Agama IAIN Walisongo Semarang, PusatPenelitian, 2005), 56.

(36)

28

mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya, serta bisa menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap keadaan yang bersifat mendadak.Penulis menyimpulkan perbedaan hukuman antara tiga jenis jarimah di atas adalah jari<mah hudu<d dan qishas, hukuman tidak bisa terpengaruh oleh keadaan-keadaan tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan jarimah, kecuali apabila pelaku tidak memenuhi syarat-syarat taklif, seperti gila, atau dibawah umur. Akan tetapi hal ini berbeda dalam jari<mah ta’zi<r, keadaan korban atau suasana ketika jarimah itu dilakukan dapat mempengaruhiberat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan kepada si pelaku.9

Menurut istilah, ta’zi<r didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut :

دودحا اهيف عرشت م بونذ ىلع بد أت ريزعتّلاو

Artinya: ‚Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas

perbuatan dosa yang hukumannya belum ditetapkan oleh

syara’‛.10

Dari definisi yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa

ta’zi<radalah suatu istilah untuk hukuman atas jari<mah-jari<mah yang

hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Dikalangan Fuqaha,

jari<mah-jari<mah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’

9Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), (Jakarta: Sinar Grafika, Cet-I, 2004), 21.

(37)

29

dinamakan jarimah ta’zi<r. Jadi, istilah ta’zi<r bisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga untuk jarimah (tindak pidana).11

Ta’zi<r sering juga dapat dipahami bahwa jari<mahta’zi<r terdiri atas perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau kaffarat. Hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa atau hakim. Hukuman dalam jarimah ta’zi<r tidak ditentukan ukurannya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syari'ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah.

2. DasarHukumTa’zi<r

Keberadaaan hukum jinayah dalam syariat Islam didasarkan kepada nash al-Quran dan hadis antara lain adalah dapat dipaparkan dibawah ini :

1. Firman Allah yang berbunyi sebagai berikut:

اوقدصي نا ل ا ىا ةملسم ةيدو ة مؤم ةبقر ريرحتف أطخ ا مؤم لتق نمو

.

Artinya: "Dan barangsiapa membunuh seorang Mu'min karena tersalah, (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba shaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu) kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) bersedekah". (QS. Al-Nisa: 92).

(38)

30

Selain itu tentang hudud perbuatanpencurian dilarang dengan tegas oleh Allah melalui al-Qur’an surat al-Maidah: 38:

قراَسلا

ُةَقِراَسلاَو

ََ ۗ ََ نّم ًاكن ابسك امب ءازج ام يدْيأ ا عطْقاف

ميكح زيزع

.

Artinya: ‚Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan

Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.‛

Untuk selain dosa-dosa yang sudah ditentukan pukulan 40, 80 dan 100, tidak boleh dihukum pukul lebih dari 10 dera (ta’zi<r).Ini berarti hukuman yang tidak lebih dari 10 dera itu di serahkan kepada pertimbangan hakim.Orang yang dikenakan hukum oleh hakim muslim sebanyak 10 kali cambuk berdasarkan hadis di atas dapat dimasukkan dalam hukuman ringan yang disebut dengan hukum ta’zi<r. Hukuman

ta’zi<r ini dapat dilakukan menurut keputusan hakim muslim misalnya karena mengejek orang lain, menghina orang, menipu dan sebagainya.

Dengan demikian hukuman ta’zi<r ini keadaannya lebih ringan dari 40 kali dera yang memang sudah ada dasarnya dari Nabi terhadap mereka yang minum minuman keras. Berarti dibawah 40 kali cambuk

itu dinyatakan sebagai hukuman ta’zir (yaitu dipukul yang keras). Jadi

(39)

31

(sebanyak 40 kali) dan lainnya adalah termasuk melakukan pelanggaran syariat yang disebut dengan hudu<d (Hukum Allah). Adapun yang lebih ringan disebut ta’zi<r yang dilakukan menurut pertimbangan hakim muslim.12

Yang dimaksud had disini adalah had atas perbuatan maksiat, bukan hukum yang telah ditetapkan dalam syariah. Akan tetapi, yang dimaksud disini adalah semua bentuk perbuatan yang diharamkan. Semua hudud Allah adalah haram, maka pelakunya harus dita’zi<rsesuai dengan kadar pertimbangan maslahat dan kemaksiatan yang dilakukannya.13

2. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah :

دودحا اا مهارسع ت ائي ىوذ اوليقا لاق ي لا نا ةشع اع نع

Artinya: ‚Dari ‘Aisyah bahwasanya Nabi saw bersabda : ‛Ampunkanlah

gelinciran orang-orang yang baik-baik kecuali had-had‛. (Riwayat Ahmad, Abu Daud, An-Nasai, dan Baihakki).14

Maksudnya, bahwa orang-orang baik, orang-orang besar, orang-orang ternama kalau tergelincir di dalam sesuatu hal,

12Hussein Khallid Bahreisj, Himpunan Hadits Shahih Muslim, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987),241-242

13Saleh al-fauzan, Terjemah Al-mulakhkhasul fiqh. Terj. Ahmad Ikhwani,dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2005), 847.

(40)

32

ampunkanlah, karena biasanya mereka tidak sengaja kecuali jika mereka telah berbuat sesuatu yang mesti didera maka janganlah di ampunkan mereka. Mengatur tentang teknis pelaksanaan hukuman ta’zi<r yang bisa berbeda antara satu pelaku dengan pelaku lainnya, tergantung kepada status mereka dan kondisi-kondisi lain yang menyertainya.

Perintah ‚Aqi<lu‛ itu ditunjukan kepada para pemimpin/para tokoh, karena kepada mereka itulah diserahi pelaksanaan ta’zi<r, sesuai dengan luasnya kekuasaan mereka. Mereka wajib berijtihad dalam usaha memilih yang terbaik, mengingat hal itu akan berbeda hukuman

ta’zi<ritu sesuai dengan perbedaan tingkatan pelakunya dan perbedaan pelanggarannya. Tidak boleh pemimpin menyerahkan wewenang pada petugas dan tidak boleh kepada selainnya.15

Adapun tindakan sahabat yang dapat dijadikan dasar hukum untuk jarimah dan hukuman ta’zi<r antara lain tindakan Sayyidina Umar ibn Khattab ketika ia melihat seseorang yang menelentangkan seekor kambing untuk disembelih, kemudian ia tidak mengasah pisaunya. Khalifah Umar memukul orang tersebut dengan cemeti dan ia berkata:

‛Asah dulu pisau itu‛.16

15Ash.Shan’Ani,Subulussalam, Terj. H.Abubakar Muhammad, (Surabaya: Al-Ikhlas, 2000), 158

(41)

33

3. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim :

ّدج نع يا نع ميكح نبا زه نع

Nabi saw menahan seseorang karena disangka melakukan

kejahatan‛. (Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, dan Baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim).17

Hadits ini menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk

memudahkan penyelidikan. Perkataan ‚karena suatu tuduhan‛ itu

menunjukkan bahwa penahanan itu disamping ada yang berstatus sebagai hukuman, juga sebagai membersihkan diri.18

3. Macam-MacamTa’zi<r

Ta’zi<r juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Di sebut dengan ta’zi<r, karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada jarimah atau

dengan kata lain membuatnya jera. Sementara para fuqoha’ mengartikan ta’zi<r dengan hukuman yang tidak detentukan oleh al qur’an dan hadits

yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak

17Teuku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, Juz IX,

(Semarang, PT.Pustaka Rizki Putra, 200)1, 202.

(42)

34

hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. Ta’zi<r sering

juga disamakan oleh fuqoha’ dengan hukuman terhadap setiap maksiat yang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarat.19

Bisa dikatakan pula, bahwa ta’zi<r adalah suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zi<r (selain had dan qishash), pelaksanaan hukuman ta’zi<r, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta’zi<r tidak ditentukan ukurannnya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syari’ah mendelegasikan kepada

hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah.

Abd Qodir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu

sebagaimana dapat dipaparkan sebagai berikut:20

a. Jari<mah hudu<d dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiyat, seperti pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan percurian yang bukan harta benda.

19Salim Segaf Al-Jufri, et.al. Penerapan Syariat Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Global Media Cipta Publishing, 2004), Cet. I, 15-16.

(43)

35

b. Jari<mahta’zi<ryang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi

sanksinya oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti

sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama. c. Jari<mahta’zi<r dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh

menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.

Dalam menetapkan jari<mah ta’zi<r, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemudharatan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah ta’zi<r harus sesuai dengan prinsip

syar’i

Ahmad hanafi menyatakan bahwa hukuman-hukuman

ta’zi<rbanyak jumlahnya dari mulai yang paling ringan hingga yang paling berat, yaitu hukuman yang dilihat dari keadan jarimah serta diri pelaku hukuman-hukuman ta’zi<r tersebut yaitu sebagai berikut:21

1. Hukuman Mati

Kebolehan menjatuhkan hukuman mati pada ta’zi<r terhadap pelaku kejahatan jika kepentingan umum menghendaki demikian,

(44)

36

atau pemeberantasan tidak dapat dilakukan kecuali dengan jalan membunuhnya. Hukuman mati ini hanya diberlakukan pada jarimah zina, murtad, pemberontakan, pembunuhan sengaja dan gangguan kemanan masyarakat luas (teroris).

2. Hukuman jilid

Jilid merupakan hukuman pokok dalam syari’at Islam.

Bedanya dengan jarimah hudud sudah tertentu jumlahnya sedangkan jarimah ta’zi<r tidak tertentu jumlahnya.

3. Hukuman penjara

Hukuman penjara dimulai batas terendah yaitu satu hari sampai batas hukuman seumur hidup. Syafiiyah mengatakan bahwa batas tertinggi adalah satu tahun, dan ulama lainnya menyerahkan kepada penguasa sampai batas mana lama kurungannya.

4. Hukuman pengasingan

Untuk hukuman pengasingan imam ahmad dan syafi’i

berpendapat bahwa masa pengasingan tidak lebih dari satu tahun, sedangkan imam hanafi berpendapat bahwa hukuman pengasingan boleh melebihi satu tahun, hukuman ini untuk pelaku kejahatan yang merugukan masyarakat dan khawatir akan menjalar luas.

5. Hukuman salib

(45)

37

wudhu<, tetapi dalam melakukan shalat cukup dengan menggunakan isyarat. Para fuqaha menyebutkan masa penyaliban tidak lebih dari tiga hari.

6. Hukuman denda

Hukuman denda antara lain dikenakan pada pelaku pencurian buah yang masih belum masak, maka dikenakan denda dua kali lipat dari harga buah tersebut. Hukuman denda juga dikenakan untuk orang yang menyembunyikan barang yang hilang.

7. Hukuman Pengucilan

Pada masa rasulullah pernah rasul menjatuhkan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak mengikuti perang tabuk selam 50 hari tanpa diajak bicara. Mereka adalah: Ka’ab Bin Malik, Miroroh Bin Rubai’ah, dan Hilal Bin Umayyah.

8. Hukuman ancaman (tahdid), teguran (tanbih), dan peringatan

(al-Wadh’u)

Ancaman merupakan hukuman yang diharapkan akan membawa hasil dan bukan hanya ancaman kosong. Teguran pernah dilakukan oleh rasulullah kepada Abu Dzar yang yang memaki-maki orang lain, dengan menghinakan ibunya. Peringatan juga merupakan bentuk hukman yang diharapkan orang tidak menjalankan kejahatan atau paling tidak mengulanginya lagi.

(46)

38

kaum muslimin. Dalam kitab subulu salam ditemukan bahwa orang yang berhak melakukan hukman ta’zi<r adalah pengausa atau imam namun diperkenankan pula untuk:22

a. Ayah; seorang ayah boleh menjatuhkan hukuman ta’zi<r kepada anaknya yang masih kecil dengan tujuan edukatif. Apabila sudah baligh maka ayah tidak berhak untuk memberi hukuman kepada anaknya meskipun anaknya idiot.

b. Majikan; seorang majikan boleh menta’zi<r hambanya baik yang berkaitan dengan hak dirinya maupun hak Allah.

c. Suami; seorang suami diperbolehkan melakukan ta’zi<r kepada istrinya. Apbila istrinya melakukan nusyuz.

4. Sanksi Perbuatan Ta’zi<r

Ta’zi<radalah hukuman yang bersifat mendidik atas perbuatan dosa yang belum ditetapkan oleh syara` atau hukuman yang diserahkan kepada keputusan Hakim. Dasar hukum ta’zi<radalah pertimbangan kemaslahatan dengan mengacu pada prinsip keadilan. Pelaksanaannya pun bisa berbeda, tergantung pada tiap keadaan. Karena sifatnya yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak kecil.

Dalam menetapkan jarimah ta’zi<r, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemudharatan (bahaya). Di

(47)

39

samping itu, penegakkan jarimah ta’zi<r harus sesuai dengan prinsip syar'i.

Bentuk sanksi ta`zir bisa beragam, sesuai keputusan Hakim. Namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya yaitu hukuman mati bisa dikenakan pada pelaku hukuman berat yang berulang-ulang. Hukuman cambuk, hukuman penjara, hukuman pengasingan, menyita harta pelaku, mengubah bentuk barang, hukuman denda, peringatan keras, hukuman nasihat, hukuman celaan, ancaman, pengucilan, pemecatan, dan publikasi.

Disamping itu dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya),

ta’zi<r juga dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut:23 1. Jari<mahta’zi<r yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash,

tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nisab, atau oleh keluarga sendiri. 2. Jari<mahta’zi<r yang jenisnya disebutkan dalam nash syara’ tetapi

hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap dan mengurangi takaran dan timbangan.

3. Jari<mahta’zi<r yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan

oleh syara’ jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri,

seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah, pelanggaran terhadap lingkungan hidup dan lalu lintas.

(48)

40

BAB III

KEPUTUSAN HUKUM DALAM PUTUSAN NOMOR: 2191/ PID.B/ 2014/ PN.SBY TENTANG HUKUMAN ELEKTRONIK DAN PORNOGRAFI

A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Surabaya 1. Letak Lokasi

Daerah wilayah hukum Pengadilan Negeri Surabaya pemerintah kota Surabaya. Di mana Pengadilan Negeri Surabaya terletak di Jl.arjuno no 16-18 Surabaya. Adapun batas-batas wilayah Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu dapat dipaparkan sebagai berikut :1

1)Sebelah Utara: Jl. Tidar.

2)Sebelah Selatan: Jl. Diponegoro 3)SebelahTimur: Kedungdoro 4)Sebelah Barat: Jl. Patemon.

2. Visi Dan Misi Pengadilan Negeri Surabaya

Adapun visi Pengadilan Negeri Surabaya yaitu terwujudnya Pengadilan Negeri Surabaya yang bersih dan bermartabat menuju Pengadilan Negeri yang agung. Sedangkan Misi dari Pengadilan Negeri Surabaya sendiri yaitu sebagai berikut:2

1DokumentasiprofilPengadilanNegeri Surabaya

(49)

41

1) Meningkatkan kemandirian dan profesionalisme aparatur Pengadilan Negeri Surabaya.

2) Mewujudkan pelayananan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan.

3) Mewujudkan manajemen Pengadilan Negeri Surabaya yang moderen. 4) Meningkatkan kredibilitas transpransi dan auntabilitas Pengadilan

Negeri Surabaya.

B. Pertimbangan Hukum Dalam Putusan Nomor: 2191/ Pid.B/ 2014/ PN.Sby Tentang Hukuman Elektronik Dan Pornografi

Dalam keputusan pertimbangan hakim bahwa terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara. Dalam ketentuan Pasal 27 ayat 1 Jo Pasal 45 ayat 1 UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Serta pasal 29 Jo Pasal 4 ayat 1 huruf d, e dan f UU RI No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, Pasal 193 ayat(1) jo. Pasal 197 ayat(1) KUHAP serta peraturan perundang-undangan lainnya yang bersangkutan. Dimana hakim mengadili bahwa terdakwa:3

Tjandra adi gunawan als. Recca hanabishi, dengan identitas tersebut

di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

tanpa hak mendistribusikan dan/ atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat

diaksesnya informasi elektronik dan /atau dokumen elektronik yang memiliki

(50)

42

muatan yang melanggar kesusilaan dan bersalah melakukan beberapa tindak pidana

menyebarluaskan pornografi yang memuat ketelanjangan atau tampilan yang

mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau pornografi anak.

Di mana hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh

karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar

Rp.1.000.000.000.000,-(satu milyar rupiah) dengan catatan apabila denda tidak di

bayar diganti dengan pidana selama 6 (enam) bulan kurungan. Hakim juga

memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan. Dan memerintahkan barang bukti

berupa:(satu) buah modem seti E173 warna putih dengan sim card 3

iccid89628950000694969421.1(satu) buah laptop merk Lenovo warna hitam snub

022024226.1 (satu) buah laptop merek acer warna hitam SNNXMOQ

SN0022311895B7600.1 (satu) buah flashdisk Kingstone 16 GB warna putih biru.1

(satu) buah flashdisk Kingstone 4 GB warna putih silver;1 (satu) buah flashdisk

Kingstone 8 GB warna putih kuning.1 (satu) buah flashdisk Kingstone 16 GB warna

putih biru.1 (satu) buah flashdisk 16 GB warna putih biru.1 (satu) buah Hp

Samsung Duos warna hitam SCH-W139 dengan Sim card esiaiccid

8906299010477259518.1(satu) buah Hp Blackberry Bold warna putih dengan kartu

telkomsel ICCID621002307258928900.2 (dua) buah keeping CD yang berisikan

pembicaraan/ chatting antara akun facebook Recca Hana bishi dan akun facebook

Mery Merlinan.1 (satu) bendel print out dari www. Kaskus.co.id (akun dea putrid

Chinese dan akun thania nge). Dirampas untuk dimusnahkan.

Hakim juga menetapkan terdakwa membayar biaya perkara sebesar

Rp.1000,- (seribu rupiah) di mana perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana

dalam pasal 27 ayat 1 Jo Pasal 45 ayat 1 UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang

(51)

43

Adi Gunawan pada hari dan tanggal yang sudah tidak diingat lagi bulan November

2013 sampai dengan Maret 2014 atau setidak–tidaknya pada waktu lain dalam

bulan November 2013 sampai dengan Maret 2014 bertempat di PT.KSM Jl.

Kendang sari Gang III No. 30 Surabaya Jawa Timur atau setidak– tidaknya disuatu

tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri

Surabaya,.4

Adapun alasan hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan alasan di mana terdakwa telah memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengeskpor, menawarkan, memperjual-belikan, menyewakan atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1, dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara di atas yang telah peneliti paparkan.

Menurut Pertimbangan Hakim perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam pasal 29 Jo Pasal 4 ayat 1e dan f UU RI No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas majelis hakim akan membuktikan unsur-unsur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Adapun pertimbangan hakim terdakwa di dakwa oleh jaksa penuntut umum dengan

(52)

44

dakwaan komulatif, yakni dakwaan kesatu melanggar pasal 27 ayat 120 pasal 45 ayat 1 UU RI No. 11 tahun 2008 jo pasal 65 ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua melanggar pasal 29 jo pasal 4 ayat 1 huruf d,e,dan f UU RI No. 44 tahun 2008 tentang pornografi jo pasal 65 ayat 1 KUHP. Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum tersebut, majelis hakim akan mempertimbangkan unsur-unsur dari pasal yang di dakwakan dalam dakwaan kesatu dan dalam dakwaan kedua yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

Unsur yang pertama adalah unsur ‚.Setiap Orang‛, unsur yang kedua adalah unsur ‚Dengan sengaja dan tanpa hak‚, unsur yang ketiga adalah unsur ‚Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya. Unsur yang keempat adalah unsur ‚Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Unsur yang ke lima adalah unsur

‛Yang memiliki muatan melanggar kesusilaan‛.

Majelis Hakim mempertimbangkan satu-persatu unsur-unsur tersebut diatas dalam pertimbangan sebagai berikut:5

a. Setiap Orang. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ditemukan secara spesifik pengertian mengenai kata ‚setiap orang‛

namun dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4 dan lainnya dalam KUHP maksud kata ‚setiap orang‛ adalah menunjukkan subyek hukum orang dalam pengertian logis. Dalam Pasal 1 angka 21 UU RI No. 11 / 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pengertian orang adalah orang

(53)

45

perseorangan, baik Warga Negara Indonesia,Warga Negara Asing, maupun badan hukum.

b. Dengan sengaja dan tanpa hak. Unsur sengaja dan tanpa hak merupakan suatu kesatuan yang dalam tatanan penerapan hukum harus dapat dibuktikan oleh penegak hukum. Unsur ‚dengan sengaja‛ dan‚tanpa hak berarti pelaku ‚menghendaki‛ dan ‚mengetahui‛ secar asadar bahwa

tindakannya dilakukan tanpa hak. Dengan kata lain, pelaku secara sadar menghendaki dan mengetahui bahwa perbuatannya ‚mendistribusikan‚

dan / atau ‚mentransmisikan‛ dan / atau ‚membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik adalah memiliki muatan kesusilaan. Adapun unsur-unsur tanpa merupakan unsur melawan hukum. Pencantuman unsur tanpa hak dimaksudkan untuk mencegah orang melakukan perbuatan mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaskesnya informasi elekronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan.

(54)

46

Sidoarjo Agama: Kristen Pekerjaan : Karyawan Swasta; Pendidikan: S-2. Di mana terdakwa melanggar kesusilaan.6

C. Sanksi Hukum Dalam Putusan Nomor: 2191/ Pid.B/ 2014/ PN.Sby Tentang Hukuman Elektronik Dan Pornografi

Undang-undang ITE telah mengatur tindak pidana akses ilegal (Pasal 30), gangguan terhadap Sistem Komputer (Pasal 32 UU ITE).Selain tindak-tindak pidana tersebut, UU ITE juga mengatur tindak pidana

tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ‚...dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi

orang lain‛.

Pemahaman dari pasal tersebut masih umum yaitu diperuntukan untuk hal di alam nyata ini. Berbeda dengan penipuan di internet yang diatur dalam UU ITE. Penipuan ini memiliki ruang yang lebih sempit daripada pengaturan dalam KUHP. Dalam UU ITE mengatur tentang berita bohong dan penyesatan melalui internet, berita bohong dan penyesatan ini dapat dipersamakan dengan penipuan yang diatur dalam Pasal 378 KUHP.

Pasal 28 ayat (1)berbunyi ‚Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa

hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan

kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.‛Pengaturan dalam UU ITE

initerbatas dalam hal transaksi elektronik. Nilai strategis dari kehadiran UU

(55)

47

ITE sesungguhnya pada kegiatan transaksi elektronik dan pemanfaatan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Dalam Putusan Nomor: 2191/ Pid.B/ 2014/ PN.Sby terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara dan memperhatikan, ketentuan Pasal 27 ayat 1 Jo Pasal 45 ayat 1 UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Serta pasal 29 Jo Pasal 4 ayat 1 huruf d, e dan f UU RI No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, Pasal 193 ayat(1) jo. Pasal 197 ayat(1) KUHAP serta peraturan perundang-undangan lainnya yang bersangkutan.

Terdakwa tjandra Adi Gunawan Als. Recca Hanabishi, dengan

identitas tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana tanpa hak mendistribusikan dan/atau menstransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/ atau dokumen

elektronik yang memilikimuatan yang melanggar kesusilaan dan bersalah

melakukan beberapa tindak pidana menyebarluaskan pornografi yang memuat

ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau

pornografi anak.

Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Tjandra Adi Gunawan Als.

Recca Hanabishi, tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4(empat)

tahun dan denda sebesar Rp.1.000.000.000.000,-(satu milyar rupah) dengan catatan

apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana selama 6(enam) bulan kurungan.

(56)

48

bukti berupa barang bukti untuk dirampas untuk dimusnahkan dan menetapkan

terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,-(seribu rupiah).

Hal-hal yang meringankan terdakwa. terdakwa bersikap sopan di

persidangan selain itu terdakwa belum pernah di hukum. Sedangkan hal-hal yang

memberatkan terdakwa dalah perbuatan terdakwa telah mempermalukan para

korban dan keluarga. Perbuatan terdakwa tersebut telah mecemarkan nama baik

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan volume darah pada saat menstruasi dengan kejadian anemia pada mahasiswa Akademi Kebidanan Internasional Pekanbaru Tahun

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

The Effects of Race Discrimination towards The Aborigines seen in the Main Character in Alice Nannup’s When The Pelican Laughed.. Yogyakarta: Department of English

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan

Challenge / Response Encryp&lt;ng Token 45589 2 1 3 4 5 6 7 8 9 0 Enter Challenge / response Token Challenge Input the challenge, from popup window, in the token

Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah pertanaman

Menyatakan bahwa skripsi “THE ASSOCIATION BETWEEN HEDONIC SCORE AND PREFERENCE CHOICE IN FORMULATING CONSUMER BASED SENSORY CHARACTERISTIC OF GEPLAK WALUH” merupakan

Siti Rahayu Hassan, Mohammad Syuhaimi Ab-Rahman, Aswir Premadi and Kasmiran Jumari. The Development of Heart Rate Variability Analysis Software for Detection of Individual