• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN KEMATIAN IBU MELAHIRKAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN KEMATIAN IBU MELAHIRKAN."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN

NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA

MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN

KEMATIAN IBU MELAHIRKAN

SKRIPSI

Oleh

RULI TRI ASTUTI

NIM. C03211024

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas S

yari’ah

Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam

Program Studi Hukum Pidana Islam

SURABAYA

(2)

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA MALPRAKTIK

DOKTER YANG MENYEBABKAN KEMATIAN IBU MELAHIRKAN

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh

RULI TRI ASTUTI NIM. C03211024

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Program Studi Hukum Pidana Islam

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)

iv

ABSTRAK

Skripsi dengan judul Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang Tindak Pidana Malpraktik dokter yang menyebabkan Kematian Ibu Melahirkan ditulis untuk menjawab pertanyaan bagaimana pertimbangan hukum dalam Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan dan bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.

Data penelitian dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks (text reading) dan selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif – analisis.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO berdasarkan keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan menyatakan bahwa para terdakwa melakukan operasi sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai dalam pasal angka 10 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 512/MenKes/PER/IV/2007, memperhatikan alat bukti berupa berkas catatan medis dengan menguraikan setiap unsur dalam surat dakwaan yang membuktikan bahwa tidak ada kesalahan Hakim dalam memutus perkara tersebut. Menurut hukum pidana Islam pembunuhan karena kesalahan tetap mendapatkan sanksi yaitu sanksi diyat dan kifarat, apabila tidak mampu melakukannya maka diperingan dengan memerdekakan seorang hamba sahaya, namun apabila tidak memperolehnya diwajibkan puasa 2 bulan berturut-turut.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM...

PERNYATAAN KEASLIAN ...

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

MOTTO ...

PERSEMBAHAN ...

PENGESAHAN ...

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TRANSLITERASI. ...

BAB I PENDAHULUAN ...

A.Latar Belakang ...

B.Identifikasi dan Batasan Masalah ...

C.Rumusan Masalah ...

D.Kajian Pustaka ...

E.Tujuan Penelitian ...

F.Kegunaan Hasil Penelitian ...

G.Definisi Operasional...

H.Metode Penelitian ...

I. Sistematika Pembahasan ...

BAB II KEALPAAN DAN KESENGAJAAN MELAKUKAN

TINDAK PIDANA MALPRAKTIK MENURUT HUKUM

PIDANA ISLAM ...

A. Kealpaan ...

1. Pengertian Kealpaan ...

(8)

xi

3. Sanksi Pembunuhan Karena Kealpaan ...

B.kesengajaan ...

1. Pengertian Kesengajaan ...

2. Unsur-Unsur Kesengajaan ...

3. Sanksi Pembunuhan Sengaja ...

BAB III PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PUTUSAN NO.

90/Pid.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA

MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN

KEMATIAN IBU MELAHIRKAN ...

A. Sekilas tentang Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO ...

B. Pertimbangan Hukum Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO ...

C.Putusan Pengadilan Negeri Manado No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO ...

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO.

90/Pid.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA

MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN

KEMATIAN IBU MELAHIRKAN ...

A. Analisis Pertimbangan Hukum terhadap Putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO ...

B.Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Pertimbangan hukum

dalam Putusan No. 90/Pid.B/PN.MDO ...

BAB V PENUTUP ...

A.Kesimpulan ...

B.Saran ...

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem hukum di Indonesia salah satu komponennya adalah hukum

subtantif, di antaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum

administratif. Hukum merupakan kumpulan peraturan-peraturan atau tertulis

atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial,

keseluruhan pelaku, tingkah laku dalam masyarakat yang dapat dipaksakan

pelaksanaannya denngan memberikan sanksi bila melanggar. Tujuan pokok

dari hukum adalah menciptakan suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang

tertib dan sejahtera di dalam keseimbangan-keseimbangan. Dengan

terciptanya ketertiban di masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan

terlindungi.1 Oleh karena itu, setiap kesalahan seseorang harusnya

mendapatkan sanksi yang setimpal atau sepadan dengan perbuatannya.

Begitu juga dengan pasien, dengan maraknya pemberitaan media massa

terkait adanya peningkatan dugaan kasus malpraktik dan kelalaian medik di

Indonesia, terutama berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter yang

berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitakan

tentang kasus gugatann atau tuntutan hukum (perdata dan/atau pidana dokter

dan tenaga medis lainnya.2

1

Soeprapto, Pitoko dkk, Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, (Surabaya: Airlangga University, 2008), 129.

2

(10)

2

Istilah malpraktik tidak dijumpai di dalam KUHP, karena memang

bukan istilah yuridis, istilah malpraktik hanya digunakan untuk menyatakan

adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suati profesi baik

dibidang kedokteran maupun dibidang hukum. Tindakan yang salah secara

yuridis diartikan setelah melalui putusan pengadilan. Tindakan yang salah

dimaksudkan sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan kerugian baik

nyawa maupun harta benda.3

Di sinilah hukum diperlukan untuk mengatur agar tenaga medis

menjadi peraturan yang telah ditentukan oleh profesinya. Tanpa sanksi yang

jelas terhaddap pelanggaran yang dilakukannya. Sebagai manusia biasa

tentunya tenaga medispun dapat bersikap ceroboh. Oleh karena itu bila

memang seorang tenaga medis terbukti melakukan malpraktik yang berakibat

fatal terhadap pasien, tentunya perlu dikaji pula apakah ada pidana yang dapat

diberlakukan kepada profesi ini.4

Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan

suatu perbuatan yang dapat dipidana. Wirjono Projodikoro memberikan

definisi tindak pidana sebagai ―suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan pidana‖.5

Malpraktik terdiri dari dua suku kata, kata mal dan praktik. Mal berasal

dari kata Yunani yang berarti buruk. Sedangkan praktik menurut kamus

3 Eko Soponyono, ―Malpraktek dalam Kajian Hukum Pidana‖ (Makalah—

(11)

3

Bahasa Indonesia berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori

atau menjalankan pekerjaan atau profesi.6

Kamus besar bahasa indonesia edisi ketiga menyebutkan istilah

malpraktek dengan malapraktik yang diartikan dengan ―praktek kedokteran

yang salah, tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik. Kamus

Inggris-Indonesia John M. Echols dan hasan shadili cetakan ke 12

mengartikan malpractic atau malpraktik adalah ; (1) salah mengobati, cara

mengobati pasien yang salah; (2) tindakan yang salah.7

Malpraktik atau malpraktik medis adalah istilah yang sering digunakan

orang untuk tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi di

dunia kesehatan atau bisa dibebut dengan tenaga medis. Menurut Jusuf

Hanafiah, malpraktik medis adalah kelalaian seseorang dokter untuk

mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim

digunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran

dilingkungan yang sama.8

Menurut Munif fuady malpraktik adalah setiap tindakan medis yang

dilakukan dokter atau orang-orang di bawah pengawasannya, atau

menyediakan jasa kesehatan yang dilakukan terhadap pasiennya, baik dalam

hal diagnosis, terapeutik dan managemen penyakit yang dilakukan secara

melanggar hukumm, kepatuhan, kesusilaan, dan prinsip-prinsip profesional

baik dilakukan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati yang

6

Cecep Tribowo dan Yulia Fauziah, Malpraktik dan Etika Perawat, (Yogyakarta : Numed, 2012), 97.

7

Ari Yunanto dan Helmi, Hukum Pidana Malpraktik, (Yogyakarta : Andi, 2010), 27.

8

(12)

4

menyebabkan salah tindakan, rasa sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh,

kematian dan kerugian lainnya yang menyebabkan dokter atau perawat harus

bertanggung jawab secara administratif, perdata maupun pidana.9

Menurut Black’ law dictionary malpraktik adalah tindakan yang jahat

atau amoral pada suatu profesi antara lain dokter, advocad atau akuntan ( it is

any professional or judicary duties, evil paradice, or illegal or immoral).10

Malpraktik menurut Safitri Hariyanti adalah seorang dokter melakukan

kesalahan profesi jika ia tidak melakukan pemeriksaan, tidak mendiagnosis,

tidak melakukan sesuatu atau tidak membiarkan sesuatu yang oleh dokter

tidak membiarkan sesuatu yang oleh dokter yang baik yang pada umumnya

dan dengan situasi kondisi yang sama, akan melakukan pemeriksaan dan

diagnosis serta melakukan atau membiarkan sesuatu tersebut.11

Tidak diragukan lagi bahwa pembahasan bagaimana hukumnya seorang

dokter yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain meninggal tidak

pernah dibahas oleh nash-nash tertentu baik dalam Alquran maupun sunah.

Ulama zaman dahulu belum pernah membahasnya. Karena itu masalah ini

adalah kandungan dari perkembangan dari perkembangan ilmiah dari bidang

kedokteran.12

Profesi kedokteran adalah profesi yang paling rentan dengan resiko

ketika melakukan pengobatan kepada pasien. Sering kali akibat kesalahan

9

Alexandria, Indrayanti dewi, Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta : Pustaka Book Publiser, 2008), 265-266.

10

Soetrisno, Malpraktek Medik dan Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa,

(Tangerang : Telaga Ilmu Indonesia, 2010), 4.

11

Ari Yunanto dan Helmi, Hukum Pidana Malpraktek Medik, (Semarang : Andi Offset, 200), 28.

12Nur’aini Yasin.

(13)

5

diagnosa atau kelalaian dokter pasien mengalami luka berat, cacat tubuh

bahkan ada pula yang berujung kepada kematian. Hal ini bisa timbul karena

kelalaian dokter atau memang penyakit pasien yang sudah berat sehingga kecil

sekali kemungkinan untuk sembuh.

Dalam masalah ini penulis menggunakan metode yang memperhatikan

aspek-aspek kebaikan dan maslahatnya serta akibat dari tindakan malpraktik

tersebut serta mennganalisa berdasarkan tuntutan syariat guna mencari

kemaslahatan bagi umat untuk mecegah kerugian dari mereka.

Masih jelas dalam ingatan tentang kasus malpraktik yang terjadi di

Manado yaitu dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI dkk yang digugat oleh

keluarga korban dugaan malpraktik yaitu SISKA MAKETEY yang meninggal

dunia sesaat setelah dilakukan operasi caecar. Dalam gugatan tersebut

keluarga korban menuntut ketiga dokter tersebut atas meninggalnya korban

yang diduga meninggal akibat kelalaian dokter dalam menangani operasi.

Pada putusan nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO Pengadilan Negeri

Manado hakim memutuskan bahwa para terdakwa ―tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, serta membebaskan para

terdakwa dengan memulihkan hak para terdakwa.‖

Berdasarkan uraian tersebut terlihat ada suatau masalah dalam

penegakan hukum terutama pada pertimbangan yang dilakukan hakim dalam

mengambil putusan ini. Oleh karena itu sehubungan dengan kondisi diatas

penulis merasa perlu meneliti putusan 90/Pid.B/2012/PN.MDO tentang

(14)

6

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis

mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pengertian malpraktik.

2. Dampak malpraktik bagi keluarga korban dan masyarakat.

3. Pertimbangan hukum hakim dalam peninjauan kembali tentang tindak

pidana malpraktik dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu

melahirkan dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO.

4. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap peninjauan kembali tentang tindak

pidana Malpraktik Dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu

melahirkan dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO.

Dari identifikasi masalah diatas maka penulis membatasi masalah

sebagai berikut :

1. Pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang

tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu

melahirkan.

2. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam

putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik

(15)

7

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang

menyebabkan kematian ibu melahirkan?

2. Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum

dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana

Malpraktik Dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pada dasarnya adalah deskripsi ringkas tentang

kajian/penelitian yang yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang

akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak

merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah

ada.13

Skripsi yang ditulis oleh Rachmad Nur Alfian Budiarjo, tahun 2011,

jurusan Siyasah Jinayah fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya

berjudul ―Studi Komparasi Pembuktian Secara Yuridis Terhadap Tindakan

Malpraktek Tenaga Medis Perspektif Hukum Positif dan Fiqih Murafaat‖

membahas tentang pembuktian secara yuridis terhadap tindak pidana

malpraktik oleh tenaga medis dan membandingkan antara hukum positif dan

menganalisis hukum acara pidana Islam (fiqih murafaat).14

13

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknik Penulisan Skripsi, 8.

14

Rachmad Nur Alfian Budiarjo, ―Studi Komparasi Pembuktian Secara Yuridis Terhadap

(16)

8

Adapun penelitian dalam skripsi ini, akan terfokus kepada Analisis

Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik oleh Dokter yang

menyebabkan kematian ibu melahirkan yang menjadi pokok pembahasan

adalah tentang pertimbangan hukum yang digunakan dalam memutus perkara

pidana malpraktik tenaga medis yang menyebabkan kematian ibu melahirkan

dan analisis hukum pidana Islam.

E. Tujuan Penelitian

1. Agar mengetahui pertimbangan hukum dalam putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang

menyebabkan kematian ibu melahirkan.

2. Agar mengetahui analisis Hukum Pidana Islam terhadap putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik Dokter yang

menyebabkan kematian ibu melahirkan.

F. Kegunaan hasil penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat

sekurang-kurangnya dua aspek yaitu:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan serta memperkaya khazanah intelektual

dan pengetahuan tentang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam.

Khususnya tentang pertimbangan hukum dalam tindak pidana Malpraktik

(17)

9

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat digunaakan sebagai bahan acuan

bagi para dokter agar meningkatkan sikap kehati-hatian dalam melakukan

tindakan penyelamatan bagi pasien.

G. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan tidak terjadi kesalah

fahaman di dalam memahami maksud ataupun arti judul skripsi ini, maka

perlu dijelaskan tentang pengertian yang bersifat operasional dari konsep

penelitian yakni sebagai berikut;

1. Hukum Pidana Islam adalah peraturan yang mencakup segala peraturan

hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan

oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban),

sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil hukum dari Alquran dan hadis.15

Yaitu menganalisis pertimbangan hukum yang digunakan hakim dalam

putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik

dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.

2. Malpraktik adalah kelalaian seseorang dokter untuk mempergunakan

tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam

mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan

yang sama.16 Dalam skripsi ini malpraktik yang dimaksud adalah

malpraktik dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan

di Rumah Sakit Umum Prof. R. D. Kandou Manado.

15

Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), 1.

16

(18)

10

H. Metode penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian sendiri berarti sarana yang

dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta

mengembangkan ilmu pengetahuan.17 Berdasarkan hal tersebut terdapat empat

kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.18

Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa metode penelitian merupakan usaha

untuk menemukan sesuatu serta bagaimana cara untuk menemukan sesuatu

tersebut dengan menggunakan metode atau teori ilmiah.

1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka jenis penelitian

ini di kategorikan sebagai penelitian kepustakaan (Library Research).

Penelitian kepustakaan adalah salah satu bentuk metodologi penelitian

yang menekankan pada pustaka sebagai suatu objek studi. Pustaka

hakekatnya merupakan hasil olah budi karya manusia dalam bentuk karya

tertulis (Literacy) guna menuangkan gagasan/ide dan pandangan hidupnya

dari seseorang atau sekelompok orang.Penelitian kepustakaan bukan

berarti melakukan penelitian terhadap bukunya, tetapi lebih ditekankan

kepada esensi dari yang terkandung pada buku tersebut mengingat

berbagai pandangan seseorang maupun sekelompok orang selalu ada

variasinya.19

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007), 40.

18

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), 225.

19

(19)

11

Dengan demikian penelitian kepustakaan dilakukan dengan

penelaahan gagasan para pakar (pakar lain), konsepsi yang telah ada,

aturan yang mengikat objek ilmu. Studi ini dilakukan untuk meneliti suatu

masalah yang menjadi topic karya penelitian ataupun yang menjadi

konsepsi tersebut. Dengan memperhatikan pengertian tersebut, studi

kepustakaan harus menggunakan sistematika dan proses penelitian yang

jelas serta menggunakan alat-alat analisis yang jelas pula.

2. Data Yang akan Dikumpulkan

Data – data yang dikumpulkan dalam penelitian ini:

a. Data yang berkaitan dengan putusan hakim.

b. Data yang berkaitan dengan pembunuhan tidak sengaja menurut

hukum pidana Islam.

3. Sumber Data

a. Sumber primer adalah Sumber yang langsung memberikan informasi

data kepada pengumpulan data.20 Dalam penelitian ini yang dimaksud

dengan data primer adalah Putusan Pengadilan Negeri No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO.

b. Sumber Sekunder adalah sumber yang secara tidak langsung

memberikan informasi data kepada pengumpul data. Misalnya, melalui

buku – buku dan tulisan – tulisan tentang malpraktik.21 Dalam

Penelitian ini, data sekunder tersebut adalah:

1) Eko Soponyono, Malpraktik dalam Kajian Hukum Pidana.

20

Ibid.,2.

21

(20)

12

2) Isfandy, Malpraktik dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum

Pidana.

3) Soeprapto, Etik dan Hukum dibidang Kesehatan.

4) Soetrisno, Malpraktik Medik dan Mediasi sebagai Alternatif

Penyelesaian Sengkera.

5) Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam

proses penelitian, sebab untuk memperoleh hasil penelitian yang baik

sangat ditentukan oleh kualitas data yang diperoleh dalam suatu penelitian.

Kualitas data, sangatlah dipengaruhi oleh siapa narasumber, bagaimana

dan dengan cara apa data-data itu dikumpulkan.22

Dalam hal ini, teknik penggalian data yang akan peneliti lakukan

yaitu studi Dokumentasi karena penulis tidak mungkin mengharapkan

datanya dari penelitian lapangan. Oleh karena itu penelitian ini akan

menggunakan studi dokumentasi untuk menjawab persoalan yang akan

peneliti lakukan.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah data berhasil dikumpulkan, kemudian dilakukan

pengolahan data dengan menggunakan metode sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data secara cermat tentang

kelengkapan, relevansi serta hal yang perlu dikoreksi dari data yang

22

(21)

13

telah dihimpun yang berkaitan dengan Malpraktik berdasarkan

Hukum Pidana Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

b. Organizing, menyusun dan mensistematika data-data tersebut

sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk dijadikan

struktur deskripsi.

c. Analizing, yaitu melakukan analisis deskriptif pertimbangan hukum

hakim dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak

pidana Malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu

melahirkan.

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode desktiptif

analisis dengan pola pikir induktif dimana penulis akan mendeskripsikan

fakta-fakta secara nyatadan apa adanya sesuai dengan obyek kajian dalam

penelitian untuk memperoleh data yang sedetail mungkin dengan

memaparkan data yang diperoleh secara umum untuk ditarik kesimpulan

secara khusus dengan melakukan pembacaan, penafsiran dan analisis

(22)

14

I. Sistematika pembahasan

Agar skripsi ini mudah dipahami serta mudah dijangkau isinya maka

penulis mencantumkan sistematika pembahasan yang menggambarkan alur

logis dari pembahasan skripsi ini meliputi;

Bab pertama : pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran tentang

skripsi, yang berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,

kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua : pada bab ini akan membahas landasan teori tentang

kealpaan dan kesengajaan melakukan tindak pidana menurut Hukum Pidana

Islam berisi tentang pengertian kealpaan, kesengajaan dan macam-macam

tindak pidana dalam Hukum Pidana Islam.

Bab Ketiga : pada bab ini memmuat tentang putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang Malpraktik dokter yang menyebabkan

kematian ibu melahirkan yang menjabarkan sekilas tentang putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO dan pertimbangan hakim dalam putusan tersebut.

Bab keempat : Bab ini memuat analisis terhadap putusan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik oleh dokter

kandungan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan yang akan menjawab

tentang pertimbangan hakim dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO dan

(23)

15

Bab kelima : Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan

(24)

16

BAB II

KEALPAAN DAN KESENGAJAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

A. Kesengajaan

1. Pengertian Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam

Kealpaan atau kelalaian yang dimaksud dalam hukum pidana Islam

adalah dengan istilah qat}lu khat}a’atau pembunuhan tidak sengaja karena

kesalahan, yaitu kesalahan dalam berbuat sesuatu yang mengakibatkan

matinya seseorang.

Jarimah ini adalah kebalikan dari pembunuhan disengaja. Menurut

Sayyid Sabiq pembunuhan tidak sengaja adalah ketidaksengajaan dalam

kedua unsur, yaitu perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Apabila dalam

pembunuhan sengaja terdapat kesengajaan dalam berbuat dan kesengajaan

akibat yang diakibatkan, dalam pebunuhan tidak sengaja perbuatan

tersebut tidak diniati dan akibat yang terjadipun sama sekali tidak

dikehendahi.1

Menurut Zainuddin Ali pembunuhan tidak sengaja adalah

perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan

yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.2

1

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), 121.

2

(25)

17

Menurut Wahab Zuhaili pembunuhan kesalahan adalah

pembunuhan yang terjadi tanpa maksud melawan hukum, baik dalam

perbuatannya maupun objeknya.3

Menurut Abdul Qadir Audah pembunuhan karena kekeliruan

semata-mata adalah suatu pembunuhan di mana pelaku sengaja melakukan

suatu perbuatan, tetapi tidak ada maksud untuk mengenai orang,

melainkan terjadi kekeliruan baik dalam perbuatannya maupun dugaannya.

Pembunuhan yang dikategorikan kepada kekeliruan adalah suatu

pembunuhan dimana pelaku tidak mempunyai maksud untuk melakukan

perbuatan dan tidak menghendaki akibatnya.

Dari definisi yang dikemukakan diatas, dapat diambil intisari

bahwa dalam pembunuhan karena kesalahan, sama sekali tidak ada unsur

kesengajaan untuk melakukan perbuatan yang dilarang, dan tindak pidana

pembunuhan terjadi karena kurang hati-hati atau karena kelalaian dari

pelaku. Perbuatan sengaja dilakukan sebenarnya adalah perbuatan mubah,

tetapi karena kelalaian pelaku, dari perbuatan mubah tersebut timbul suatu

akibat yang dikategorikan sebagai tindak pidana. Dalam hal ini pelaku

tetap dipersalahkan karena ia lalai atau kurang hati-hati sehingga

mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

Para fuqaha menetapkan dua kaidah untuk menentukan apakah

pelaku tindak pidana karena kesalaha dibebani pertanggungjawaban atau

tidak. Dua kaidah tersebut adalah sebagai berikut.

3

(26)

18

a. Setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain

dikenakan pertanggung jawaban atas pelakunya apabila kerugian

tersebut dapat dihindari dengan jalan hati-hati dan tidak lalai. Apabila

kerugian tersebut tidak mungkin dihindari secara mutlak, pelaku

perbuatan itu tidak dibebani pertanggung jawaban. Sebagai contoh

dapat dikemukakan, seorang yang mengendarai mobil dijalan umum,

kemudian ia menabrak orang sehingga mati maka ia dikenakan

pertanggungjawaban, karena ia bisa hati-hati, dan kemungkinan

mmenghindari akibat tersebut masih bisa, tetapi ia melakukanya. Akan

tetapi jika seseorang mengendarai mobil dan debunya yang terbang

karena angin yang terbang karena angin yang ditimbulkan karena

lajunya kendaraan tersebut mengenai mata orang yang lewat, sampai

mengakibatkan buta maka pengendara tersebut tidak dibebani

pertanggungjawaban, karena menghindari debu dari kendaraan yang

berjalan sulit dilakukan oleh pengendara.

b. Apabila suatu perbuatan tidak dibenarkan oleh syara’ dan dilakukan

tanpa darurat yang mendesak, hal itu merupakan perbuatan yang

melampaui batas tanpa darurat (alasan), dan akibat yang ditimbulkan

daripadanya dikenakan pertanggung jawaban bagi pelakunya, baik

akibat tersebut bisa dihindari atau tidak. Sebagai contoh yang dapat

dikemukakan, apabila seseorang memarkir kendaraan dipinggir jalan

yang disana terdapat larangan parkir, dan akibatnya jalan tersebut

(27)

19

diantara penumpang ada yang mati maka pemilik kendaraan yang

diparkir ditempat terlarang tersebut dapat dikenakan pertanggung

jawaban, karena perbuatannya memarkir kendaraan ditempat tersebut

tidak dibenarkan oleh peraturan yang berlaku.

Jadi, jika seseorang melakukan perbuatan yang tidak dilarang

namun mengakibatkan sesuatu yang dilarang, maka pertanggung jawaban

dibebankan karena kelalaiannya atau karena kekurang hati-hatiannya

dalam mengendalikan perbuatan itu, adapun bila perbuatan itu perbuatan

yang dilarang, maka dasar pembebanan tanggung jawab itu karena ia

melakukan perbuatan yang terlarang itu.

2. Unsur-unsur kealpaan.4

Unsur-unsur pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana

dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah ada tiga, yaitu :

a. Adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban.

Untuk terwujudnya tindak pidana karena kesalahan, disyaratkan

adanya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban, baik ia

menghendaki perbuatan tersebut atau tidak. Perbuatan tersebut tidak

disyaratkan harus tertentu, seperti pelukaan, melainkan perbuatan

apasaja yang mengakibatkan kematian, seperti membuang air panas,

melempar batu, menggali sumur atau parit dan sebagainya. Perbuatan

tersebut bisa langsung maupun tidak langsung. Perbuatan tersebut bisa

positif dan negatif.

4

(28)

20

Perbuatan tersebut disyaratkan mengakibatkan kematian, baik

pada saat itu maupun sesudahnya. Apabila korban tidak mati, tindak

pidana tersebut masuk tindak pidana selain jiwa karena kesalahan,

bukan pembunuhan. Disamping itu disyaratkan korban harus orang

yang dijamin keselamatan jiwanya (mas’sum ad-dam), baik karena ia

seorang muslim maupun kafir dzimmo atau musta’man.

b. Perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan.

Pada prinsipnya, kesalahan itu merupakan perbedaan yang

prinsipal antara pembunuhan kesalahan dengan pembunuhan yang

lainnya. Tidak ada saksi terhadap yang melakukan kesalahan. Sanksi

hanya dijatuhkan, jika memang menimbulkan kemadharatan bagi

orang lain. Ukuran kesalahan dalam syariat islam adalah adanya

kelalaian atau kurang hati-hati atau merasa tidak akan terjadi apa-apa.

Dengan demikian, kesalahan tersebut dapat terjadi karena kelalaian

mengakibatkan kemadharatan atau kematian orang lain.

c. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dan

kematian korban.

Untuk adanya pertanggung jawaban bagi pelaku dalam

pembunuhan karena kekeliruan, disyaratkan bahwa kematian

merupakan akibat dari kekeliruan tersebut. Artinya kekeliruan (

al-khata’) merupakan penyebab (illat) bagi kematian tersebut. Apabila

hubungan tersebut putus maka tidak ada hubungan sebab akibat dan

(29)

21

dianggap ada apabila pelaku menjadi penyebab dari perbuatan yang

mengakibatkan kemaian tersebut, baik kematian itu sebagai akibat

langsung perbuatan pelaku, maupun akibat langsung perbuatan pelaku,

maupun akibat langsung perbuatan pihak lain.

3. Sanksi pembunuhan karena kealpaan.5

Bagi pembunuhan ada beberapa sanksi yaitu hukuman pokok,

hukuman pengganti dan hukuman tambahan. Pembunuhan karena

kesalahan, sebagaimana telah dijelaskan adalah suatu pembunuhan dimana

pelaku sama sekali tidak berniat melakukan pemukulan apalagi

pembunuhan, tetapi pembunuhan tersebut terjadi karena kelalaian atau

kurang hati-hatinya pelaku. Hukuman untuk pembunuhan sengaja ini sama

dengan pembunuhan menyerupai sengaja yaitu hukuman pokoknya diyat

dan kafarat, sedangkan hukuman tambahannya adalah penghapusan hak

waris dan wasiat.

a. Hukuman diyat.

Dasar hukum wajibnya diyat adalah firman Allah dalam surat

An-Nisaa’ ayat 92 yaitu :



(30)

seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba

sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak

memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.6

Dasar hukum diat dalam hadis :

رْما ْتبرض ل ق ْعش نْب رْيغمْلا ْنع

Diriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’ban ra. Katanya : seorang wanita telah memukul madunya yang berada dalam keadaan hamil dengan menggunakan tongkat, sehingga dia meninggal dunia. Salah seorang daripadanya berasal dari kaum Lihyan. Maka Rasulullah saw. Menjatuhkan hukuman diyat kepada wanita yang melakukan pembunuhan itu kepada ahli waris yang terbunuh; sedangkan janin yang ada didalam perut harus ditebus dengan seorang hamba laki-laki atau perempuan. Kemudian salah seorang ahli waris laki-laki yang

6

(31)

23

membunuh itu berkata: apakah aku harus membayar diyat anak yang belumdapat mkan dan menjerit? Itu jelas merupakam kecelakaan yang tidak boleh ditanggung. Mendengar itu Rasulullah saw bersabda : apakah seperti itu saja orang-orang Arab? Baginda bersabda Lagi :diwajibkan keatas mereka itu membayar diyat. 7

Hukuman diyat untuk pembunuhan karena kesalahan adalah

diyat mukhaffafah, yaitu diyat yang diperingan. Keringanan tersebut

dapat dilihat dari tiga aspek yaitu :8

1) Pembayaran pembebanan dibayarkan oleh ‘aqilah (keluarga).

2) Pembayaran diangsur selama tiga tahun.

3) Komposisi diyat dibagi menjadi lima kelompok.

a) 20 ekor unta bintu makhadh (unta betina 1-2 Tahun).

b) 20 ekor unta bintu makhadh (unta jantan umur 1-2 tahun)

menurut Hanafiyah dan Hanabillah; atau 20 ekor unta bintu

labun (unta jantan umur 2-3 tahun) manurut malikiyah dan

syafiiyah.

c) 20 ekor unta bintu labun (unta betina umur 3-4 tahun).

d) 20 ekor unta hiqqah (umur 3-4 tahun).

e) 20 ekor unta jazza’ah (umur 4-5 tahun).

Waktu pembayaran menurut imam Malik, imam Syafi’i dan

Imam Ahmad harus dengan segera dan tidak boleh diakhirkan

walaupun waliy al-dam memperbolehkannya, karena diyat pada

pembunuhan sengaja itu pengganti Qishash dan qishahs tidak boleh

7

CD Holy Quran dan Alhadis : Kumpulan Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, 2002, Hadis No. 986.

8

(32)

24

diakhirkan. Disamping itu diakhirkannya qishash atau diyat itu suatu

keringanan bagi si pembunuh sengaja atau tidak berhak mendapatkan

keringanan.9

b. Kifarat

Hukuman kifarat karena kesalahan merupakan hukuman pokok.

Para fuqaha sepakat tentang kewajiban kifarat untuk pembunuhan

karena kesalahan ini apabila korban bukan kafir dzimmi dan hamba

sahaya. Apabila korban kafir dzimmi, menurut jumhur ulama, kifarat

wajib dilaksanakan. Sedangkan menurut Malikiyah, hukuman kifarat

ini tidak wajib dilakukan karena kekafirannya itu sebagai sebab

dibolehkannya pembunuhan secara umum terhadap setiap orang

kafir.10

c. Hukuman pengganti

Hukuman pengganti dalam pembunuhan karena kesalahan, yaitu

puasa dua bulan berturut-turut, sebagai pengganti memerdekakan

hamba apabila hamba tidak diperoleh. Sedangkan hukuman ta’zir

sebagai pengganti diat apabila dimaafkan karena pembunuhan karena

kesalahan ini tidak ada, dan ini disepakati oleh para fuqaha.11

d. Hukuman tambahan karena tindak pidana kesalahan ini, adalah

penghapusan hak waris dan wasiat. Namun dalam masalah ini, seperti

telah dikemukakan dalam hukuman pembunuhan sengaja, tidak ada

kesepakatan dikalangan fuqaha. Menurut jumhur ulama, pembunuhan

9

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam...,177.

10

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus : Dar Al-Fikr, 1989),329-330.

11

(33)

25

karena kesalahan tetap dikenakan hukuman tambahan karena

pembunuhan ini termasuk kepada pembunuhan yang melawan hukum.

Dengan demikian walaupun pembunuhan terjadi karena kesalahan,

penghapusan hak waris dan wasiat tetap diterapkan sebagai hukuman

tambahan bagi pelaku. Akan tetapi imam malik berpendapat,

pembunuhan karena kesalahan tidah menyebabkkan hilangnya hak

waris dan wasiat, karena pelaku sama sekali tidak berniat melakukan

perbuatan yang dilarang, yaitu pembunuhan.12

B. Kesengajaan

1. Pengertian Kesengajaan.

Kesengajaan yang dimaksud dalam hukum pidana Islam adalah

pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, yaitu suatu perbuatan yang

dengan maksud menganiaya dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang

yang dianiaya, baik penganiayaan itu bermaksud untuk membunuh atau

tidak.13

Menurut Zainuddin Ali pemmbunuhan sengaja (‘amd) adalah

perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk membunuh

orang lain dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk

membunuh.14

12

Wahab Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus : Dar Al-Fikr,1989), 314.

13

A. Djazuli, Hukum Pidana Islam..., 121.

14

(34)

26

Menurut Abdul Qadir Audah pembunuhan sengaja adalah suatu

pembunuhan dimana perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa itu

disertai dengan niat untuk membunuh korban.15

Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa

pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan di mana pelaku perbuatan

tersebut sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia menghendaki akibat

dari perbuatannya, yaitu matinya orang yang menjadi korban. Sebagai

indikator kesengajaan untuk membunuh tersebut dapat dilihat alat yang

digunakannya. Dalam hal ini alat yang digunakan untuk membunuh adalah

alat yang lumrahnya dapat mematikan korban seperti senjata api, senjata

tajam dan sebagainya.

2. Unsur-Unsur Kesengajaan

Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa unsur-unsur

pembunuhan secara sengaja ada tiga macam, yaitu:

a. Korban adalah manusia hidup

Salah satu unsur pembunuhan sengaja adalah korban harus

berupa manusia yang hidup. Dengan demikian apabila korban bukan

manusia atau manusia tetapi ia sudah meninggal lebih dahulu maka

pelaku bisa dibebaskan dari hukuman qishash atau dari

hukuman-hukuman lainnya. Namun, apabila korban dibunuh dalam keadaan

sekarat maka pelaku dapat dikenakan hukuman, karena orang yang

sedang sekarat termasuk masih hidup.

15

(35)

27

b. Matinya korban adalah karena perbuatan pelaku.

Perbuatan ini dilakukan oleh pelaku dan bahwa perbuatannya itu

dapat menimbulkan kematian . tidak ada ketentuan tentang bentuk dan

frekuensinya, dapat berupa pemukulan, pembakaran, pengracunan,dan

sebagainya. Hanya yang menjadi perhatian kebanyakan ulama adalah

alat yang digunakan untuk melakukan pembunuhan. Menurut Imam

Malik alat apa saja yang mengakibatkan kematian, dianggap sebagai

pembunuhan sengaja apabila perbuatannya dilakukan dengan

sengaja.16

c. Ada niat bagi si pelaku untuk menghilangkan nyawa korban.

Pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila

dalam diri pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan hanya

kesengajaan dalam perbuatannya saja. Niat untuk membunuh inilah

yang membedakan antara pembunuhan sengaja dengan pembunuhan

menyerupai sengaja.17

3. Sanksi Pembunuhan Sengaja.

Pembunuhan sengaja dalam Islam diancam dengan beberapa

macam hukuman, sebagian merupakan hukuman pokok dan pengganti,

dan sebagian lagi merupakan hukuman tambahan. Hukuman pokok untuk

pembunuhan sengaja adalah qishash dan kifarat. Sedangkan penggantinya

16

Abdul Qadir Audah..., 27

17

(36)

28

adalah diyat dan ta’zir. Adapun hukuman tambahan adalah penghapusan

hak waris dan wasiat.18

a. Qishash.

Arti Qishash secara terminologi yang dikemukakan oleh

Al-Jurjaini, yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada

pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh tindakan tersebut

(kepada korban). Sementara itu dalam Al-Muj’am Al-Wasith, qishash

diartikan dengan menjatuhkan hukuman sanksi hukum kepada pelaku

tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan,

nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan anggota

tubuh. 19

Dasar hukum pelaksanaan Qishash seperti firman Allah dalam

surat Al-Baqarah ayat 178 :



Artinya :178. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari

18

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam...,148

19

(37)

29

Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.20

Ayat lain yang menjelaskan adalah surat Al-Maidah Ayat 45 :



Artinya : 45. Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

Qishash dapat dilaksanakan apabila memenuhi beberapa syarat

yaitu sebagaimana berikut:21

4) Orang yang berhak di qishash adalah berakal sehat dan sudah

balig. Seandaninya orang yang berhak di qishash adalah anak

kecil atau orang gila, maka seorangpun yang boleh mengganti

keduanya, untuk menjatuhi hukuman, baik dia adalah ayahnya,

orang yang diwasiatkan atas hakim sendiri. Akan terapi

pelaksanaannya adalah si pelaku ditahan sampai mencapai umur

balig, dan orang gila sampai sadar. Mu’awiyah menahan Hudbah

Ibnu Kasyram karena kasus pembunuhan, untuk membunuh

20

Yayasan Penyelenggara Penerjemah, Dep. Agama. Al-Quran dan Terjemahann..., 21.

21

(38)

30

sampai si terbunuh balih. Peristiwa ini terjadi pada masa sahabat,

tetapi tidak ada seorangpun yang memprotesnya.

5) Para wali si korban bersepakat untuk melakukan qishash, dan tidak

boleh sebagian diantara mereka saja yang menginginkannya. Bila

salah seorang diantara mereka tidak ada, atau masih kecil, atau

giila, maka yang sedang tidak ada ditempat ditunggu

kedatangannya, anak kecil ditunggu sampai balig, dan orang gila

ditunggu sampai sadar kembali, sebelum semuanya disuruh

memilih. Mereka yang mempunyai hak memilih dalam kasus ini

tidak boleh, karena jika absen gugurlah hak pilihnya.

Qishash terhadap pelaku kejahatan tidak diperrbolehkan

merembet sampai kepada orang lain. Bilamana hukuman qishash

divoniskan kepada perempuan yang sedang hamil, maka

pelaksanaannya menunggu sampai sang bayi lahir dan sampai masa

penyusuannya habis. Sebab hukuman qishash akan merembet kepada

sang bayi yang masih ada dalam janinnya. Begitu pula qishash

terhadapnya sebelum ia menyusukan asinya mempunyai dampak

negatif pada sang bayi, kecuali bila mana ia sudah menyusukan

kemudian ada orang lain yang menggantikan fungsinya, maka anak

tersebut diberikan kepadanya, dan ia harus menjalani hukuman

qishash. Tetapi bilamana tidak ada orang lain menggantikan tugasnya,

(39)

31

Hukuman qishash dapat hapus karena hal-hal berikut :22

1) Hilangnya tempat untuk di qishash.

Yang dimaksud dengan hilangnya tempat untuk di qishash

adalah hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang mau di

qishash sebelum dilaksanakan hukuman qishash.

2) Pemaafan.

Yang dimaksud pemaafan menurut Imam Syafi’i dan Imam

Ahmad adalah memaafkan Qishash atau Diyat tanpa imbalan

apa-apa. Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifa

pemaafan terhadap diyat itu bisa dilaksanakan bila ada kerelaan

pelaku/terhukum. Jadi, menurut kedua ulama terakhir ini pemaafan

adalah pemaafan qishash tanpa imballan apa-apa.

3) Perdamaian.

Orang yang berhak mengadakan perdamaian adalah orang

yang berhak atas qishash dan pemaafan.

4) Diwariskan hak qishash.

Sanksi hukuman qishash hanya berlaku pada pembunuhan

secara sengaja saja, yaitu jika pelaku dengan sengaja membunuh

jiwa dengan benda tajam, seperti besi atau dengan sesuatu yang

dapat melukai daging, seperti besi, atau dengan benda keras yang

biasanya dapat dipakai membunuh orang, seperti batu dan kayu,

maka pembunuhan itu dapat disebut dengan pembunuhan sengaja.

22

(40)

32

b. Kifarat

Menurut Jumhur ulama yang terdiri dari Hanafiyah, Malikiyah

dan Hanabilah hukuman kifarat dilaksanakan dalam pembunuhan

disengaja. Hal ini, karena kifarat merupakan hukuman yang telah

ditetapkan oleh syara’ untuk pembunuhan karena kesalahan sehingga

tidak dapt disamakan dengan pembunuhan sengaja. Di samping itu

pembunuhan sengaja balasannya nanti di akhirat adalah neraka

jahannam, karena ia merupakan dosa besar. Namun, di dalam Alquran

tidak disebut adanya hukuman kifarat untuk pembunuhan sengaja. Hal

ini menunjukkan bahwa memang tidak ada hukuman untuk

pembunuhan sengaja.23

Menurut Imam Syafii hukuman Kifarat wajib dilaksanakan

dalam pembunuhan sengaja, dalam halnya seperti pembunuhan

menyerupai sengaja dan pembunuhan karena kesalahan, baik

pelakunya sudah dewasa dan berakal maupun masih dibawah umur

dan gila, baik ia pelaku langsung maupun tidak langsung.ketentuan ini

berlaku apabila korban yang dibunuh ia seorang muslim atau kafir

dzimmi. Alasan tentang wajibnya kifarat itu adalah menghapus dosa,

sedangkan dosa dalam pembunuhan sengaja lebih besar dibandingkan

dengan pembunuhan karena kesalahan. Dengan demikian kifarat untuk

pembunuhan sengaja lebih utama.24

23

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam...,164-165.

24

(41)

33

Dasar hukum untuk kifarat ini tercantum dalam surat An-Nisaa’

ayat 92 :

seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta

memerdekakan hamba sahaya yang beriman.

Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka

hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.25

c. Diyat.

Hukuman qishash untuk pembunuhan sengaja merupakan

hukuman pokok. Apabila kedua hukuman tersebut tidak bisa

dilaksanakan, karena sebab-sebab yang dibenarkan oleh syara’ maka

hukuman penggantinya adalah hukuman diyat untuk qishash dan puasa

untuk kifarat.26Qishash bisa diganti dengan diyat apabila wali korban

25

Yayasan Penyelenggara Penerjemah, Dep. Agama. Al-Quran dan Terjemahannya..., 74.

26

(42)

34

memaafkanpelaku, akan tetapi diyat tersebut diperberat untuk

pembunuhan sengaja karena perbuatan itu ada niat untuk membuuh

dan mengharap hilangnya nyawa korban. Islam dalam menetapkan

hukuman akhirat sebagaimana yang dihukum oleh hakim yang

pelaksanaannya di dunia.

d. Hukuman Ta’zir.

Hukuman pengganti yang kedua adalah ta’zir. Hanya saja

apakanh hukuman ta’zir in wajib dilaksanakan atau tidak masih

diperselisihkan oleh para fuqaha. Menurut Malikiyah, apabila pelaku

tidak di qishash, ia wajib dikenakan hukuman ta’zir, yaitu didera

seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Alasannya adalah atsar

dan dhoif dari Umar. Sedangkan menurut jumhur ulama, hukuan ta’zir

tidak wajib dilaksanakan, melainkan diserahkan kepada hakim yang

memutuskannya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih

mana yang lebih maslahat, setelah mempertimbangkan berbagai aspek

yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.

e. Hukuman tambahan.disamping hukuman pengganti ada pula hukuman

tambahan untuk pembunuhan sengaja, yaitu penghapusan hak waris

dan wasiat. Pembunuhan yang menghalangi hak waris, menurutt

jumhur ulama adalah pembunuhan yang melawan hukum, tanpa hak,

yang dilakukan oleh orang balig dan berakal. Baik sengaja maupun

kekeliruan. Sedangkan menurut malikiyah pembunuhan yang menjadi

(43)

35

jumhur. Dengan demikian pembunuhan karena kesalahan tidak

menghapuskan hak waris.27

27

(44)

36

BAB III

PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA

MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN KEMATIAN IBU MELAHIRKAN

A. Sekilas Tentang Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO

Pengadilan Negeri yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara

pidana tingkat pertama, telah menjatuhkan keputusan dengan No.

90/Pid.B/2011/PN.MDO yang mana kasus ini digunakan penulis sebagi obyek

penelitian.

Sebelum membahas terlalu dalam tentang tindak pidana malpraktik

kedokteran, maka penulis ingin mengemukakan disposisi putusan pada

putusan tersebut.

Pada tanggal 22 September 2011 Pengadilan Negeri Manado

memeriksa dan mengadili perkara pidana biasa tingkat pertama, dengan

susunan Majelis Hakim Johny M. Telew, SH selaku ketua Majelis, Novrry T.

Oroh, SH dan Parlindungan Sinaga, SH, masing-masing sebagai hakim

anggota, Marthen Mendila, SH, sebagai Panitera pengganti dan Theodorus

Rumampuk, SH, sebagai Penuntut Umum.

1. dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI

Umur 35 Tahun, tinggal di Jalan Parigi VII No. 10, Kecamatan

Malalayang Kota Manado, Pekerjaan : Dokter (dalam perkara ini sebagai

(45)

37

2. dr. HENDRY SIMANJUNTAK

Umur 35 Tahun, tinggal di Kelurahan Malalayang Satu Barat,

Lingkungan Kecamatan Malalayang Kota Manado, pekerjaan ; Dokter (dalam

perkara ini sebagai terdakwa II).

3. dr. HENDY SIAGIAN

Umur 28 Tahun, tinggal di Kelurahan Bahu, Lingkungan I kecamatan

Malalayang, Kota Manado, pekerjaan : Dokter (dalam perkara ini sebagai

terdakwa III).

dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani bertindak sendiri atau bersama-sama

dengan dr. Hendy Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian pada hari Sabtu tanggal

10 April 2010, sekitar pukul 22.00 WITA di Ruangan Operasi Rumah Sakit

Umum Prof. Dr. R. D Kandouw Malalayang kota Manado telah melakukan,

turut serta melakukan perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan

matinya orang lain yaitu SISKA MAKETEY.

dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (terdakwa I), dr. Herdry Simanjuntak

(terdakwa II), dan Hendy Siagiani (terdakwa III) sebagai dokter pada Rumah

Sakit Prof. DR. R. D Kandouw Malalayang telah melakukan operasi CITO

SECSIO SESARIA terhadap korban yang sudah tidur terlentang di atas meja

operasi kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut dan

sekitarnya, kemudian korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada

lapangan operasi, pada saat itu korban sudah dilakukan pembiusan total.

Terdakwa I kemudian mengiris dinding perut korban lapis demi lapis sampai

(46)

38

diangkat. Setelah bayi diangkat kemudian rahim korban dijahit sampai tidak

terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari bekuan darah kemudian dinding

perut milik korban dijahit. Saat operasi dilakukan terdakwa II sebagai asisten

operator satu dan terdakwa III bertindak sebagai asisten operator dua

membantu untuk memperjelas lapangan operasi yang dilakukan terdakwa I

sebagai pelaksana operasi/operator yang memotong, menggunting dan

menjahit agat lapangan operasi bisa terlihat agar mempermudah terdakwa I

dalam melakukan operasi.

Sebelum melakukan operasi Cito Secsio Sesaria para terdakwa tidak

menyampaikan kemungkinan terburuk yang akan terjadi setelah operasi

termasuk kematian korban. Para korban juga tidak melakukan pemeriksaan

penunjang sebelum melaksanakan operasi seperti pemeriksaan jantung, foto

rotgen, dan pemeriksaan penunjang lainnya. sedangkan pada saat sebelum

dianestesi/pembiusan tekanan darah korban lebih tinggi yaitu 160/70. Pada

pukul 20.10 WITA hal tersebut disampaikan kepada Hermanus J. Laleho, Sp.

An sebagai petugas anestesi dan melalui bagian konsul kepada bagian

kebidanan diberi jawaban bahwa operasi disetujui namun dengan anesti resiko

tinggi, harap dilaporkan kepada keluarga korban. Akan tetapi pemeriksaaan

jantung pada diri korban dilaksanakan setelah selesai operasi dan dilaporkan

kepada saksi Najoan Nan Naraouw sebagai konsultan jaga bagian kebidanan

dan penyakit kandungan bahwa nadi 180 x per menit, kemudian Najoan Nan

Naraouw menanyakan kepada terdakwa I apakah sudah dilakukan

(47)

39

pemeriksaan adalah vertical tachy Kardi ( denyut jantung sangat cepat) dan

Najoan Nan Naraouw mengatakan bahwa 180 x per menit bukan Vertikal

Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tapi Fibrilasi (kelainan irama

jantung).

Berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 yang telah dibacakan oleh

saksi dr. Erwin Gudion Kristanto, SH. Sp. F bahwa pada saat korban masuk

RSU Pof. R. D. Kandou Manado keadaan umum korban adalah lemah dan

status penyakit korban adalah berat.

Akibat perbuatan dari para terdakwa, Korban Siska Maketey meninggal

dunia berdasarkan surat keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. R. D.

Kandou Manado No. 61/ VER/IKF/FK/K/VI/2010 tanggal 26 April 2010 dan

ditanda tangani oleh dr. Johannes F. Mallo, SH,SpF,DFM

Para terdakwa saat melaksanakan operasi hanya memiliki sertifikat

kompetensi tetapi para terdakwa tidak mempunyai Surat Izin Praktek (SIP)

kedokteran dan tidak terdapat pelimpahan/ persetujuan untuk melakukan suatu

tindakan kedokteran secara tertulis dari dokter spesialis yang memiliki Surat

Izin Praktik (SIP) kedokteran/ yang berhak memberikan persetujuan

sedangkan untuk melakukan tindakan pratik kedokteran termasuk operasi Cito

yang dilakukan oleh para terdakwa terhadap diri korban, para terdakwa harus

memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) Kedokteran.

Berawal dari indikasi untuk dilakukan operasi Cito Secsio Sesaria

sekitar pukul 18.30 Wita, dr. Hendy Siagian (terdakwa III) menyerahkan surat

(48)

40

untuk ditanda tangani oleh korban yang disaksikan oleh terdakwa I dari jarak

sekitar 7 meter, terdakwa II dan dr. Helmi kemudian berdasarkan surat

perrsetujuan tersebut para terdakwa melakukan tindakan operasi. Tetapi

ternyata tanda tangan korban yang berada di dalam surat persetujuan

pembedahan dan anestesi yang diserahkan oleh terdakwa III berbeda dengan

tanda tangan korban yang berada di dalam Kartu tanda Penduduk (KTP) dan

Kartu Askes. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium Forensik

cabang Makassar dan berdasarkan pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik

pada tanggal 9 Juni 2010 No. LAB. : 509/DTF/2011 yang dilakukan oleh Drs.

Samir SSt, Mk, lelaki Ardani Adhis Amd dan Marendra Yudi L, SE

menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska Maketey alia Julia Fransiska

Maketey pada dokumen bukti adalah tanda tangan

karangan/SpuriousSignature.

Dr.Dewa Ayu Sasiary Prawany, dr. Hendri Simanjuntak dan dr. Hendy

Siagiani didakwa dengan dakwaan pertama primer pasal 359 KUHP Jis. Pasal

361 KUHP, Pasal 5 ayat (1) ke 1 KUHP, subsidair Pasal 359 KUHP Jo. Pasal

55 ayat (1) ke-1; dakwaan kedua pasal 76 Undang-Undang RI No.29 Tahun

2004 tentang praktik kedokteran Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1; dan dakwaan

ketiga primer pasal 263 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,

Subsidair Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dihadiri 13 (tiga orang) saksi yang telah siap untuk diperiksa di

persidangan mereka adalah :

(49)

41

2. Saksi Anselumus Maketey adalah ayah korban.

3. Saksi Guniarti adalah Pegawai Negeri Sipil (Bidan puskesmas Bahu

Manado)

4. Saksi Demetrius Gomer Tindi adalah Pegawai Negeri Sipil yang bertugas

di Unit Gawat Darurat RSU Prof. Kandou Manado.

5. Saksi dr. Helmi sebagai dokter residen peserta pendidikan dokter spesialis.

6. Saksi Kartini Runtalalo sebagai bidan RSU Prof. Kandou Manado.

7. Saksi Anita Lengkong sebagai petugas bagian anestesi RSU Prof. Kandou

Manado.

8. Saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp. An sebagai dosen fakultas Unsrat

Manado dan sebagai staf bagian anestesi.

9. Saksi PROF. Dr. Najoan Nan Warouw dosen fakultas Unsrat Manado dan

sebagai konsulttan jaga pada kebidanan RSU Prof. Kandou.

10.Saksi dr. Ivone M. Kaunang, MA sebagai Kepala Dinas Kesehatan kota

Manado.

11.Saksi Prof. Dr. Dr. Sarah Warouw, Sp. Ak sebagai dokter konsultan

spesialis anak dan dekan Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi

Manado.

12.Saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto, SH, SpF, sebagai saksi ahli.

13.Saksi ahli dr. Johanis F. Mallo, SH. SpT. DFM sebagai saksi ahli.

B. Pertimbangan dalam Hukum Putusan No. 90/Pid.B/PN.MDO

Pertimbangan Hukum putusan Pengadilan Negeri Manado No.

(50)

42

1. Menghubungkan satu sama lain fakta-fakta yang terungkap di dalam

persidangan.

2. Memperhatikan pasal 143 KUHAP yang memberi petunjuk mengenai

perbuatannya dan isi surat dakwaan.

3. Menimbang keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat-surat keterangan

terdakwa mengaitkan sejauh mana terdakwa memenuhi unsur-unsur

sebagaimana yang terdapat dalam dakwaan, yaitu sebagai berikut :

a. Dakwaan kesatu primair pasal 359 KUHP Jis pasal 361 KUHP, Pasal

55 ayat (1) ke-1. Menimbang pasal 359 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)

menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan paling lama 1

(satu) tahun.”

Menimbang pasal 361 KUHP yang berbunyi :

“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya

diumumkan.”

Menimbang pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang berbunyi :

“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana : mere yang

melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta

melakukan perbuatan.”

Menimbang bahwa pasal 359 KUHP Jis Pasal 361 Jo pasal 55

ayat (1) KUHP unsur-unsurnya sebagai berikut:

Barang siapa; karena kesalahannya menyebabkan matinya

(51)

43

1) Dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian;

2) Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut

serta melakukan perbuatan.

Kata barang siapa adalah merupakan kata ganti orang adalah

subyek pelaku delik yang dalam perkara ini terpenuhi yaitu : dr. Dewa

Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendri Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian.

Unsur karena kesalahannya menyebabkan matinya orang lain,

sebagaimana yang telah dijelaskan yang dimaksud kelalaian dari

terdakwa adalah kelalaian dalam menangani operasi terhadap korban

Siska Maketey yang dapat dibaca dalam surat dakwaan yang berbunyi

“ Bahwa pada saat sebelum operasi Cito Secsio Sesaria terhadap

korban dilakukan pera terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada

pihak keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk

kematian korban jika operasi Cito Secsio Sesaria tersebut dilakukaan

dan tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung,

foto rotgen dada dan pemeriksaan penunjang lainnya,....dst”

Dalam menjawab permasalahan di atas hakim

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Berdasarkan kesaksian Julin Mahengkeng : awalnya korban

dibawa ke puskesmas bahu pada hari jumat tanggal 9 April 2010

kemudian keesokan harinya dirujuk ke rumah sakit Malalayang

kerena tidak dapat melahirkan dengan normal; saksi dimintakan 1

(52)

44

paling lambat jam 1 siang; jam 7.30 malam saksi disuruh beli obat

lagi seharga Rp.1.000.000,00 lebih tapi saat itu saksi mengatakan

uang saksi Rp.250.000,00; saksi tidak mengetahui nama dokter

yang menyuruh, tapi kepada dokter saksi mengatakan tolonglah

saksi, uang itu gampang, operasi saja anak saksi, kemudian korban

berterian “operasi jo” (operasi saja); keinginan operasi awalnya

dari korban dan saksi; sebelum terdakwa meninggal saksi pernah

disodori kertas oleh terdakwa III untuk ditanda tangani dan

setengah jam kemudian datang kabar bahwa korban sudah

meninggal dunia; sebelum operasi tidak ada penjelasan dari dokter

kepada saksi tentang resiko operasi; sebelum operasi saksi

menandatangani surat persetujuan dan saksi meminta korban untuk

dioperasi; saksi menandatangani surat persetujuan hari Sabtu

sekitar jam 9.00 malam; saksi membenarkan surat persetujuan

yang dimaksud; saksi menyatakan tanda tangan korban dalam surat

persetujuan berbeda dengan yang ada di KTP, Askes dan slip

setoran Bank.

2) Berdasarkan kesaksian Anselmus Maketey : saksi tidak diberi

penjelasan mengenai pelaksanaan operasi tersebut; saksi

disodorkan surat persetujuan untuk ditandatangani jam 19.00;

tanda tangan korban tidak sesuai dengan yang ada di KTP, Askes

Referensi

Dokumen terkait

Tugas akhir penulisan hukum dengan judul Analisis Putusan Hakim Nomor 27 Pid,Tipikor/2011/PN.Samarinda Tentang Tindak Pidana Korupsi Dengan Kerugian Keuangan Negara adalah

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pembunuhan yang menyebabkan kematian yang dilakukan oleh anak

Skripsi yang bejudul “ Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Yang Menyebabkan Kematian Pada Anak Di Dalam Kandungan (Studi Putusan Nomor

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian dan untuk

Adapun pertimbangan hukum oleh hakim dalam memutus perkara tentang kelalaian yang menyebabkan kematian sesuai wawancara penulis terhadap hakim yang memutus perkara

Penelitihan ini menyimpulkan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Balikpapan Nomor: 776/pid.b/LH/2017/PN Bpp tentang tindak pidana

Penerapan Hukum pidana terhadap pelaku Tindak Pidana dalam Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sitoli Nomor 9/PID.SUS/2016/PN – Gst, sebagai putusan atas pelaku tindak

Kurangnya kesadaran hukum dari masyarakat dan keluarga (korban) menyebabkan pelaksanaan otopsi terhalang, sehingga banyak kasus kematian yang diduga karena tindak