ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN
NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA
MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN
KEMATIAN IBU MELAHIRKAN
SKRIPSI
Oleh
RULI TRI ASTUTI
NIM. C03211024
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas S
yari’ah
Dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam
Program Studi Hukum Pidana Islam
SURABAYA
ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA MALPRAKTIK
DOKTER YANG MENYEBABKAN KEMATIAN IBU MELAHIRKAN
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Hukum
Oleh
RULI TRI ASTUTI NIM. C03211024
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Program Studi Hukum Pidana Islam
SURABAYA
iv
ABSTRAK
Skripsi dengan judul Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang Tindak Pidana Malpraktik dokter yang menyebabkan Kematian Ibu Melahirkan ditulis untuk menjawab pertanyaan bagaimana pertimbangan hukum dalam Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan dan bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.
Data penelitian dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks (text reading) dan selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif – analisis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO berdasarkan keterangan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan menyatakan bahwa para terdakwa melakukan operasi sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai dalam pasal angka 10 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 512/MenKes/PER/IV/2007, memperhatikan alat bukti berupa berkas catatan medis dengan menguraikan setiap unsur dalam surat dakwaan yang membuktikan bahwa tidak ada kesalahan Hakim dalam memutus perkara tersebut. Menurut hukum pidana Islam pembunuhan karena kesalahan tetap mendapatkan sanksi yaitu sanksi diyat dan kifarat, apabila tidak mampu melakukannya maka diperingan dengan memerdekakan seorang hamba sahaya, namun apabila tidak memperolehnya diwajibkan puasa 2 bulan berturut-turut.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM...
PERNYATAAN KEASLIAN ...
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
MOTTO ...
PERSEMBAHAN ...
PENGESAHAN ...
ABSTRAK ...
KATA PENGANTAR ...
DAFTAR ISI ...
DAFTAR TRANSLITERASI. ...
BAB I PENDAHULUAN ...
A.Latar Belakang ...
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ...
C.Rumusan Masalah ...
D.Kajian Pustaka ...
E.Tujuan Penelitian ...
F.Kegunaan Hasil Penelitian ...
G.Definisi Operasional...
H.Metode Penelitian ...
I. Sistematika Pembahasan ...
BAB II KEALPAAN DAN KESENGAJAAN MELAKUKAN
TINDAK PIDANA MALPRAKTIK MENURUT HUKUM
PIDANA ISLAM ...
A. Kealpaan ...
1. Pengertian Kealpaan ...
xi
3. Sanksi Pembunuhan Karena Kealpaan ...
B.kesengajaan ...
1. Pengertian Kesengajaan ...
2. Unsur-Unsur Kesengajaan ...
3. Sanksi Pembunuhan Sengaja ...
BAB III PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PUTUSAN NO.
90/Pid.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA
MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN
KEMATIAN IBU MELAHIRKAN ...
A. Sekilas tentang Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO ...
B. Pertimbangan Hukum Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO ...
C.Putusan Pengadilan Negeri Manado No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO ...
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO.
90/Pid.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA
MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN
KEMATIAN IBU MELAHIRKAN ...
A. Analisis Pertimbangan Hukum terhadap Putusan No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO ...
B.Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Pertimbangan hukum
dalam Putusan No. 90/Pid.B/PN.MDO ...
BAB V PENUTUP ...
A.Kesimpulan ...
B.Saran ...
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem hukum di Indonesia salah satu komponennya adalah hukum
subtantif, di antaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum
administratif. Hukum merupakan kumpulan peraturan-peraturan atau tertulis
atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial,
keseluruhan pelaku, tingkah laku dalam masyarakat yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya denngan memberikan sanksi bila melanggar. Tujuan pokok
dari hukum adalah menciptakan suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang
tertib dan sejahtera di dalam keseimbangan-keseimbangan. Dengan
terciptanya ketertiban di masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan
terlindungi.1 Oleh karena itu, setiap kesalahan seseorang harusnya
mendapatkan sanksi yang setimpal atau sepadan dengan perbuatannya.
Begitu juga dengan pasien, dengan maraknya pemberitaan media massa
terkait adanya peningkatan dugaan kasus malpraktik dan kelalaian medik di
Indonesia, terutama berkenaan dengan kesalahan diagnosis dokter yang
berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitakan
tentang kasus gugatann atau tuntutan hukum (perdata dan/atau pidana dokter
dan tenaga medis lainnya.2
1
Soeprapto, Pitoko dkk, Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, (Surabaya: Airlangga University, 2008), 129.
2
2
Istilah malpraktik tidak dijumpai di dalam KUHP, karena memang
bukan istilah yuridis, istilah malpraktik hanya digunakan untuk menyatakan
adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suati profesi baik
dibidang kedokteran maupun dibidang hukum. Tindakan yang salah secara
yuridis diartikan setelah melalui putusan pengadilan. Tindakan yang salah
dimaksudkan sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan kerugian baik
nyawa maupun harta benda.3
Di sinilah hukum diperlukan untuk mengatur agar tenaga medis
menjadi peraturan yang telah ditentukan oleh profesinya. Tanpa sanksi yang
jelas terhaddap pelanggaran yang dilakukannya. Sebagai manusia biasa
tentunya tenaga medispun dapat bersikap ceroboh. Oleh karena itu bila
memang seorang tenaga medis terbukti melakukan malpraktik yang berakibat
fatal terhadap pasien, tentunya perlu dikaji pula apakah ada pidana yang dapat
diberlakukan kepada profesi ini.4
Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan
suatu perbuatan yang dapat dipidana. Wirjono Projodikoro memberikan
definisi tindak pidana sebagai ―suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan pidana‖.5
Malpraktik terdiri dari dua suku kata, kata mal dan praktik. Mal berasal
dari kata Yunani yang berarti buruk. Sedangkan praktik menurut kamus
3 Eko Soponyono, ―Malpraktek dalam Kajian Hukum Pidana‖ (Makalah—
3
Bahasa Indonesia berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori
atau menjalankan pekerjaan atau profesi.6
Kamus besar bahasa indonesia edisi ketiga menyebutkan istilah
malpraktek dengan malapraktik yang diartikan dengan ―praktek kedokteran
yang salah, tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik. Kamus
Inggris-Indonesia John M. Echols dan hasan shadili cetakan ke 12
mengartikan malpractic atau malpraktik adalah ; (1) salah mengobati, cara
mengobati pasien yang salah; (2) tindakan yang salah.7
Malpraktik atau malpraktik medis adalah istilah yang sering digunakan
orang untuk tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi di
dunia kesehatan atau bisa dibebut dengan tenaga medis. Menurut Jusuf
Hanafiah, malpraktik medis adalah kelalaian seseorang dokter untuk
mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim
digunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.8
Menurut Munif fuady malpraktik adalah setiap tindakan medis yang
dilakukan dokter atau orang-orang di bawah pengawasannya, atau
menyediakan jasa kesehatan yang dilakukan terhadap pasiennya, baik dalam
hal diagnosis, terapeutik dan managemen penyakit yang dilakukan secara
melanggar hukumm, kepatuhan, kesusilaan, dan prinsip-prinsip profesional
baik dilakukan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati yang
6
Cecep Tribowo dan Yulia Fauziah, Malpraktik dan Etika Perawat, (Yogyakarta : Numed, 2012), 97.
7
Ari Yunanto dan Helmi, Hukum Pidana Malpraktik, (Yogyakarta : Andi, 2010), 27.
8
4
menyebabkan salah tindakan, rasa sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh,
kematian dan kerugian lainnya yang menyebabkan dokter atau perawat harus
bertanggung jawab secara administratif, perdata maupun pidana.9
Menurut Black’ law dictionary malpraktik adalah tindakan yang jahat
atau amoral pada suatu profesi antara lain dokter, advocad atau akuntan ( it is
any professional or judicary duties, evil paradice, or illegal or immoral).10
Malpraktik menurut Safitri Hariyanti adalah seorang dokter melakukan
kesalahan profesi jika ia tidak melakukan pemeriksaan, tidak mendiagnosis,
tidak melakukan sesuatu atau tidak membiarkan sesuatu yang oleh dokter
tidak membiarkan sesuatu yang oleh dokter yang baik yang pada umumnya
dan dengan situasi kondisi yang sama, akan melakukan pemeriksaan dan
diagnosis serta melakukan atau membiarkan sesuatu tersebut.11
Tidak diragukan lagi bahwa pembahasan bagaimana hukumnya seorang
dokter yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain meninggal tidak
pernah dibahas oleh nash-nash tertentu baik dalam Alquran maupun sunah.
Ulama zaman dahulu belum pernah membahasnya. Karena itu masalah ini
adalah kandungan dari perkembangan dari perkembangan ilmiah dari bidang
kedokteran.12
Profesi kedokteran adalah profesi yang paling rentan dengan resiko
ketika melakukan pengobatan kepada pasien. Sering kali akibat kesalahan
9
Alexandria, Indrayanti dewi, Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta : Pustaka Book Publiser, 2008), 265-266.
10
Soetrisno, Malpraktek Medik dan Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa,
(Tangerang : Telaga Ilmu Indonesia, 2010), 4.
11
Ari Yunanto dan Helmi, Hukum Pidana Malpraktek Medik, (Semarang : Andi Offset, 200), 28.
12Nur’aini Yasin.
5
diagnosa atau kelalaian dokter pasien mengalami luka berat, cacat tubuh
bahkan ada pula yang berujung kepada kematian. Hal ini bisa timbul karena
kelalaian dokter atau memang penyakit pasien yang sudah berat sehingga kecil
sekali kemungkinan untuk sembuh.
Dalam masalah ini penulis menggunakan metode yang memperhatikan
aspek-aspek kebaikan dan maslahatnya serta akibat dari tindakan malpraktik
tersebut serta mennganalisa berdasarkan tuntutan syariat guna mencari
kemaslahatan bagi umat untuk mecegah kerugian dari mereka.
Masih jelas dalam ingatan tentang kasus malpraktik yang terjadi di
Manado yaitu dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI dkk yang digugat oleh
keluarga korban dugaan malpraktik yaitu SISKA MAKETEY yang meninggal
dunia sesaat setelah dilakukan operasi caecar. Dalam gugatan tersebut
keluarga korban menuntut ketiga dokter tersebut atas meninggalnya korban
yang diduga meninggal akibat kelalaian dokter dalam menangani operasi.
Pada putusan nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO Pengadilan Negeri
Manado hakim memutuskan bahwa para terdakwa ―tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, serta membebaskan para
terdakwa dengan memulihkan hak para terdakwa.‖
Berdasarkan uraian tersebut terlihat ada suatau masalah dalam
penegakan hukum terutama pada pertimbangan yang dilakukan hakim dalam
mengambil putusan ini. Oleh karena itu sehubungan dengan kondisi diatas
penulis merasa perlu meneliti putusan 90/Pid.B/2012/PN.MDO tentang
6
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Pengertian malpraktik.
2. Dampak malpraktik bagi keluarga korban dan masyarakat.
3. Pertimbangan hukum hakim dalam peninjauan kembali tentang tindak
pidana malpraktik dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu
melahirkan dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO.
4. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap peninjauan kembali tentang tindak
pidana Malpraktik Dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu
melahirkan dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO.
Dari identifikasi masalah diatas maka penulis membatasi masalah
sebagai berikut :
1. Pertimbangan hukum dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang
tindak pidana malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu
melahirkan.
2. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam
putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik
7
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang
menyebabkan kematian ibu melahirkan?
2. Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum
dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana
Malpraktik Dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada dasarnya adalah deskripsi ringkas tentang
kajian/penelitian yang yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang
akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah
ada.13
Skripsi yang ditulis oleh Rachmad Nur Alfian Budiarjo, tahun 2011,
jurusan Siyasah Jinayah fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya
berjudul ―Studi Komparasi Pembuktian Secara Yuridis Terhadap Tindakan
Malpraktek Tenaga Medis Perspektif Hukum Positif dan Fiqih Murafaat‖
membahas tentang pembuktian secara yuridis terhadap tindak pidana
malpraktik oleh tenaga medis dan membandingkan antara hukum positif dan
menganalisis hukum acara pidana Islam (fiqih murafaat).14
13
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknik Penulisan Skripsi, 8.
14
Rachmad Nur Alfian Budiarjo, ―Studi Komparasi Pembuktian Secara Yuridis Terhadap
8
Adapun penelitian dalam skripsi ini, akan terfokus kepada Analisis
Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum dalam putusan No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik oleh Dokter yang
menyebabkan kematian ibu melahirkan yang menjadi pokok pembahasan
adalah tentang pertimbangan hukum yang digunakan dalam memutus perkara
pidana malpraktik tenaga medis yang menyebabkan kematian ibu melahirkan
dan analisis hukum pidana Islam.
E. Tujuan Penelitian
1. Agar mengetahui pertimbangan hukum dalam putusan No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik dokter yang
menyebabkan kematian ibu melahirkan.
2. Agar mengetahui analisis Hukum Pidana Islam terhadap putusan No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik Dokter yang
menyebabkan kematian ibu melahirkan.
F. Kegunaan hasil penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat
sekurang-kurangnya dua aspek yaitu:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan serta memperkaya khazanah intelektual
dan pengetahuan tentang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam.
Khususnya tentang pertimbangan hukum dalam tindak pidana Malpraktik
9
2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat digunaakan sebagai bahan acuan
bagi para dokter agar meningkatkan sikap kehati-hatian dalam melakukan
tindakan penyelamatan bagi pasien.
G. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan tidak terjadi kesalah
fahaman di dalam memahami maksud ataupun arti judul skripsi ini, maka
perlu dijelaskan tentang pengertian yang bersifat operasional dari konsep
penelitian yakni sebagai berikut;
1. Hukum Pidana Islam adalah peraturan yang mencakup segala peraturan
hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan
oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban),
sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil hukum dari Alquran dan hadis.15
Yaitu menganalisis pertimbangan hukum yang digunakan hakim dalam
putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana malpraktik
dokter yang menyebabkan kematian ibu melahirkan.
2. Malpraktik adalah kelalaian seseorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam
mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan
yang sama.16 Dalam skripsi ini malpraktik yang dimaksud adalah
malpraktik dokter kandungan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan
di Rumah Sakit Umum Prof. R. D. Kandou Manado.
15
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), 1.
16
10
H. Metode penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian sendiri berarti sarana yang
dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.17 Berdasarkan hal tersebut terdapat empat
kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.18
Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa metode penelitian merupakan usaha
untuk menemukan sesuatu serta bagaimana cara untuk menemukan sesuatu
tersebut dengan menggunakan metode atau teori ilmiah.
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka jenis penelitian
ini di kategorikan sebagai penelitian kepustakaan (Library Research).
Penelitian kepustakaan adalah salah satu bentuk metodologi penelitian
yang menekankan pada pustaka sebagai suatu objek studi. Pustaka
hakekatnya merupakan hasil olah budi karya manusia dalam bentuk karya
tertulis (Literacy) guna menuangkan gagasan/ide dan pandangan hidupnya
dari seseorang atau sekelompok orang.Penelitian kepustakaan bukan
berarti melakukan penelitian terhadap bukunya, tetapi lebih ditekankan
kepada esensi dari yang terkandung pada buku tersebut mengingat
berbagai pandangan seseorang maupun sekelompok orang selalu ada
variasinya.19
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007), 40.
18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), 225.
19
11
Dengan demikian penelitian kepustakaan dilakukan dengan
penelaahan gagasan para pakar (pakar lain), konsepsi yang telah ada,
aturan yang mengikat objek ilmu. Studi ini dilakukan untuk meneliti suatu
masalah yang menjadi topic karya penelitian ataupun yang menjadi
konsepsi tersebut. Dengan memperhatikan pengertian tersebut, studi
kepustakaan harus menggunakan sistematika dan proses penelitian yang
jelas serta menggunakan alat-alat analisis yang jelas pula.
2. Data Yang akan Dikumpulkan
Data – data yang dikumpulkan dalam penelitian ini:
a. Data yang berkaitan dengan putusan hakim.
b. Data yang berkaitan dengan pembunuhan tidak sengaja menurut
hukum pidana Islam.
3. Sumber Data
a. Sumber primer adalah Sumber yang langsung memberikan informasi
data kepada pengumpulan data.20 Dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan data primer adalah Putusan Pengadilan Negeri No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO.
b. Sumber Sekunder adalah sumber yang secara tidak langsung
memberikan informasi data kepada pengumpul data. Misalnya, melalui
buku – buku dan tulisan – tulisan tentang malpraktik.21 Dalam
Penelitian ini, data sekunder tersebut adalah:
1) Eko Soponyono, Malpraktik dalam Kajian Hukum Pidana.
20
Ibid.,2.
21
12
2) Isfandy, Malpraktik dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum
Pidana.
3) Soeprapto, Etik dan Hukum dibidang Kesehatan.
4) Soetrisno, Malpraktik Medik dan Mediasi sebagai Alternatif
Penyelesaian Sengkera.
5) Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam
proses penelitian, sebab untuk memperoleh hasil penelitian yang baik
sangat ditentukan oleh kualitas data yang diperoleh dalam suatu penelitian.
Kualitas data, sangatlah dipengaruhi oleh siapa narasumber, bagaimana
dan dengan cara apa data-data itu dikumpulkan.22
Dalam hal ini, teknik penggalian data yang akan peneliti lakukan
yaitu studi Dokumentasi karena penulis tidak mungkin mengharapkan
datanya dari penelitian lapangan. Oleh karena itu penelitian ini akan
menggunakan studi dokumentasi untuk menjawab persoalan yang akan
peneliti lakukan.
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah data berhasil dikumpulkan, kemudian dilakukan
pengolahan data dengan menggunakan metode sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data secara cermat tentang
kelengkapan, relevansi serta hal yang perlu dikoreksi dari data yang
22
13
telah dihimpun yang berkaitan dengan Malpraktik berdasarkan
Hukum Pidana Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
b. Organizing, menyusun dan mensistematika data-data tersebut
sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk dijadikan
struktur deskripsi.
c. Analizing, yaitu melakukan analisis deskriptif pertimbangan hukum
hakim dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak
pidana Malpraktik dokter yang menyebabkan kematian ibu
melahirkan.
6. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode desktiptif
analisis dengan pola pikir induktif dimana penulis akan mendeskripsikan
fakta-fakta secara nyatadan apa adanya sesuai dengan obyek kajian dalam
penelitian untuk memperoleh data yang sedetail mungkin dengan
memaparkan data yang diperoleh secara umum untuk ditarik kesimpulan
secara khusus dengan melakukan pembacaan, penafsiran dan analisis
14
I. Sistematika pembahasan
Agar skripsi ini mudah dipahami serta mudah dijangkau isinya maka
penulis mencantumkan sistematika pembahasan yang menggambarkan alur
logis dari pembahasan skripsi ini meliputi;
Bab pertama : pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran tentang
skripsi, yang berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,
kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua : pada bab ini akan membahas landasan teori tentang
kealpaan dan kesengajaan melakukan tindak pidana menurut Hukum Pidana
Islam berisi tentang pengertian kealpaan, kesengajaan dan macam-macam
tindak pidana dalam Hukum Pidana Islam.
Bab Ketiga : pada bab ini memmuat tentang putusan No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang Malpraktik dokter yang menyebabkan
kematian ibu melahirkan yang menjabarkan sekilas tentang putusan No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO dan pertimbangan hakim dalam putusan tersebut.
Bab keempat : Bab ini memuat analisis terhadap putusan No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO tentang tindak pidana Malpraktik oleh dokter
kandungan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan yang akan menjawab
tentang pertimbangan hakim dalam putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO dan
15
Bab kelima : Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan
16
BAB II
KEALPAAN DAN KESENGAJAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
A. Kesengajaan
1. Pengertian Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam
Kealpaan atau kelalaian yang dimaksud dalam hukum pidana Islam
adalah dengan istilah qat}lu khat}a’atau pembunuhan tidak sengaja karena
kesalahan, yaitu kesalahan dalam berbuat sesuatu yang mengakibatkan
matinya seseorang.
Jarimah ini adalah kebalikan dari pembunuhan disengaja. Menurut
Sayyid Sabiq pembunuhan tidak sengaja adalah ketidaksengajaan dalam
kedua unsur, yaitu perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Apabila dalam
pembunuhan sengaja terdapat kesengajaan dalam berbuat dan kesengajaan
akibat yang diakibatkan, dalam pebunuhan tidak sengaja perbuatan
tersebut tidak diniati dan akibat yang terjadipun sama sekali tidak
dikehendahi.1
Menurut Zainuddin Ali pembunuhan tidak sengaja adalah
perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan
yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.2
1
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), 121.
2
17
Menurut Wahab Zuhaili pembunuhan kesalahan adalah
pembunuhan yang terjadi tanpa maksud melawan hukum, baik dalam
perbuatannya maupun objeknya.3
Menurut Abdul Qadir Audah pembunuhan karena kekeliruan
semata-mata adalah suatu pembunuhan di mana pelaku sengaja melakukan
suatu perbuatan, tetapi tidak ada maksud untuk mengenai orang,
melainkan terjadi kekeliruan baik dalam perbuatannya maupun dugaannya.
Pembunuhan yang dikategorikan kepada kekeliruan adalah suatu
pembunuhan dimana pelaku tidak mempunyai maksud untuk melakukan
perbuatan dan tidak menghendaki akibatnya.
Dari definisi yang dikemukakan diatas, dapat diambil intisari
bahwa dalam pembunuhan karena kesalahan, sama sekali tidak ada unsur
kesengajaan untuk melakukan perbuatan yang dilarang, dan tindak pidana
pembunuhan terjadi karena kurang hati-hati atau karena kelalaian dari
pelaku. Perbuatan sengaja dilakukan sebenarnya adalah perbuatan mubah,
tetapi karena kelalaian pelaku, dari perbuatan mubah tersebut timbul suatu
akibat yang dikategorikan sebagai tindak pidana. Dalam hal ini pelaku
tetap dipersalahkan karena ia lalai atau kurang hati-hati sehingga
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Para fuqaha menetapkan dua kaidah untuk menentukan apakah
pelaku tindak pidana karena kesalaha dibebani pertanggungjawaban atau
tidak. Dua kaidah tersebut adalah sebagai berikut.
3
18
a. Setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain
dikenakan pertanggung jawaban atas pelakunya apabila kerugian
tersebut dapat dihindari dengan jalan hati-hati dan tidak lalai. Apabila
kerugian tersebut tidak mungkin dihindari secara mutlak, pelaku
perbuatan itu tidak dibebani pertanggung jawaban. Sebagai contoh
dapat dikemukakan, seorang yang mengendarai mobil dijalan umum,
kemudian ia menabrak orang sehingga mati maka ia dikenakan
pertanggungjawaban, karena ia bisa hati-hati, dan kemungkinan
mmenghindari akibat tersebut masih bisa, tetapi ia melakukanya. Akan
tetapi jika seseorang mengendarai mobil dan debunya yang terbang
karena angin yang terbang karena angin yang ditimbulkan karena
lajunya kendaraan tersebut mengenai mata orang yang lewat, sampai
mengakibatkan buta maka pengendara tersebut tidak dibebani
pertanggungjawaban, karena menghindari debu dari kendaraan yang
berjalan sulit dilakukan oleh pengendara.
b. Apabila suatu perbuatan tidak dibenarkan oleh syara’ dan dilakukan
tanpa darurat yang mendesak, hal itu merupakan perbuatan yang
melampaui batas tanpa darurat (alasan), dan akibat yang ditimbulkan
daripadanya dikenakan pertanggung jawaban bagi pelakunya, baik
akibat tersebut bisa dihindari atau tidak. Sebagai contoh yang dapat
dikemukakan, apabila seseorang memarkir kendaraan dipinggir jalan
yang disana terdapat larangan parkir, dan akibatnya jalan tersebut
19
diantara penumpang ada yang mati maka pemilik kendaraan yang
diparkir ditempat terlarang tersebut dapat dikenakan pertanggung
jawaban, karena perbuatannya memarkir kendaraan ditempat tersebut
tidak dibenarkan oleh peraturan yang berlaku.
Jadi, jika seseorang melakukan perbuatan yang tidak dilarang
namun mengakibatkan sesuatu yang dilarang, maka pertanggung jawaban
dibebankan karena kelalaiannya atau karena kekurang hati-hatiannya
dalam mengendalikan perbuatan itu, adapun bila perbuatan itu perbuatan
yang dilarang, maka dasar pembebanan tanggung jawab itu karena ia
melakukan perbuatan yang terlarang itu.
2. Unsur-unsur kealpaan.4
Unsur-unsur pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana
dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah ada tiga, yaitu :
a. Adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban.
Untuk terwujudnya tindak pidana karena kesalahan, disyaratkan
adanya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban, baik ia
menghendaki perbuatan tersebut atau tidak. Perbuatan tersebut tidak
disyaratkan harus tertentu, seperti pelukaan, melainkan perbuatan
apasaja yang mengakibatkan kematian, seperti membuang air panas,
melempar batu, menggali sumur atau parit dan sebagainya. Perbuatan
tersebut bisa langsung maupun tidak langsung. Perbuatan tersebut bisa
positif dan negatif.
4
20
Perbuatan tersebut disyaratkan mengakibatkan kematian, baik
pada saat itu maupun sesudahnya. Apabila korban tidak mati, tindak
pidana tersebut masuk tindak pidana selain jiwa karena kesalahan,
bukan pembunuhan. Disamping itu disyaratkan korban harus orang
yang dijamin keselamatan jiwanya (mas’sum ad-dam), baik karena ia
seorang muslim maupun kafir dzimmo atau musta’man.
b. Perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan.
Pada prinsipnya, kesalahan itu merupakan perbedaan yang
prinsipal antara pembunuhan kesalahan dengan pembunuhan yang
lainnya. Tidak ada saksi terhadap yang melakukan kesalahan. Sanksi
hanya dijatuhkan, jika memang menimbulkan kemadharatan bagi
orang lain. Ukuran kesalahan dalam syariat islam adalah adanya
kelalaian atau kurang hati-hati atau merasa tidak akan terjadi apa-apa.
Dengan demikian, kesalahan tersebut dapat terjadi karena kelalaian
mengakibatkan kemadharatan atau kematian orang lain.
c. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dan
kematian korban.
Untuk adanya pertanggung jawaban bagi pelaku dalam
pembunuhan karena kekeliruan, disyaratkan bahwa kematian
merupakan akibat dari kekeliruan tersebut. Artinya kekeliruan (
al-khata’) merupakan penyebab (illat) bagi kematian tersebut. Apabila
hubungan tersebut putus maka tidak ada hubungan sebab akibat dan
21
dianggap ada apabila pelaku menjadi penyebab dari perbuatan yang
mengakibatkan kemaian tersebut, baik kematian itu sebagai akibat
langsung perbuatan pelaku, maupun akibat langsung perbuatan pelaku,
maupun akibat langsung perbuatan pihak lain.
3. Sanksi pembunuhan karena kealpaan.5
Bagi pembunuhan ada beberapa sanksi yaitu hukuman pokok,
hukuman pengganti dan hukuman tambahan. Pembunuhan karena
kesalahan, sebagaimana telah dijelaskan adalah suatu pembunuhan dimana
pelaku sama sekali tidak berniat melakukan pemukulan apalagi
pembunuhan, tetapi pembunuhan tersebut terjadi karena kelalaian atau
kurang hati-hatinya pelaku. Hukuman untuk pembunuhan sengaja ini sama
dengan pembunuhan menyerupai sengaja yaitu hukuman pokoknya diyat
dan kafarat, sedangkan hukuman tambahannya adalah penghapusan hak
waris dan wasiat.
a. Hukuman diyat.
Dasar hukum wajibnya diyat adalah firman Allah dalam surat
An-Nisaa’ ayat 92 yaitu :
seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba
sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.6
Dasar hukum diat dalam hadis :
رْما ْتبرض ل ق ْعش نْب رْيغمْلا ْنع
Diriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’ban ra. Katanya : seorang wanita telah memukul madunya yang berada dalam keadaan hamil dengan menggunakan tongkat, sehingga dia meninggal dunia. Salah seorang daripadanya berasal dari kaum Lihyan. Maka Rasulullah saw. Menjatuhkan hukuman diyat kepada wanita yang melakukan pembunuhan itu kepada ahli waris yang terbunuh; sedangkan janin yang ada didalam perut harus ditebus dengan seorang hamba laki-laki atau perempuan. Kemudian salah seorang ahli waris laki-laki yang
6
23
membunuh itu berkata: apakah aku harus membayar diyat anak yang belumdapat mkan dan menjerit? Itu jelas merupakam kecelakaan yang tidak boleh ditanggung. Mendengar itu Rasulullah saw bersabda : apakah seperti itu saja orang-orang Arab? Baginda bersabda Lagi :diwajibkan keatas mereka itu membayar diyat. 7
Hukuman diyat untuk pembunuhan karena kesalahan adalah
diyat mukhaffafah, yaitu diyat yang diperingan. Keringanan tersebut
dapat dilihat dari tiga aspek yaitu :8
1) Pembayaran pembebanan dibayarkan oleh ‘aqilah (keluarga).
2) Pembayaran diangsur selama tiga tahun.
3) Komposisi diyat dibagi menjadi lima kelompok.
a) 20 ekor unta bintu makhadh (unta betina 1-2 Tahun).
b) 20 ekor unta bintu makhadh (unta jantan umur 1-2 tahun)
menurut Hanafiyah dan Hanabillah; atau 20 ekor unta bintu
labun (unta jantan umur 2-3 tahun) manurut malikiyah dan
syafiiyah.
c) 20 ekor unta bintu labun (unta betina umur 3-4 tahun).
d) 20 ekor unta hiqqah (umur 3-4 tahun).
e) 20 ekor unta jazza’ah (umur 4-5 tahun).
Waktu pembayaran menurut imam Malik, imam Syafi’i dan
Imam Ahmad harus dengan segera dan tidak boleh diakhirkan
walaupun waliy al-dam memperbolehkannya, karena diyat pada
pembunuhan sengaja itu pengganti Qishash dan qishahs tidak boleh
7
CD Holy Quran dan Alhadis : Kumpulan Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, 2002, Hadis No. 986.
8
24
diakhirkan. Disamping itu diakhirkannya qishash atau diyat itu suatu
keringanan bagi si pembunuh sengaja atau tidak berhak mendapatkan
keringanan.9
b. Kifarat
Hukuman kifarat karena kesalahan merupakan hukuman pokok.
Para fuqaha sepakat tentang kewajiban kifarat untuk pembunuhan
karena kesalahan ini apabila korban bukan kafir dzimmi dan hamba
sahaya. Apabila korban kafir dzimmi, menurut jumhur ulama, kifarat
wajib dilaksanakan. Sedangkan menurut Malikiyah, hukuman kifarat
ini tidak wajib dilakukan karena kekafirannya itu sebagai sebab
dibolehkannya pembunuhan secara umum terhadap setiap orang
kafir.10
c. Hukuman pengganti
Hukuman pengganti dalam pembunuhan karena kesalahan, yaitu
puasa dua bulan berturut-turut, sebagai pengganti memerdekakan
hamba apabila hamba tidak diperoleh. Sedangkan hukuman ta’zir
sebagai pengganti diat apabila dimaafkan karena pembunuhan karena
kesalahan ini tidak ada, dan ini disepakati oleh para fuqaha.11
d. Hukuman tambahan karena tindak pidana kesalahan ini, adalah
penghapusan hak waris dan wasiat. Namun dalam masalah ini, seperti
telah dikemukakan dalam hukuman pembunuhan sengaja, tidak ada
kesepakatan dikalangan fuqaha. Menurut jumhur ulama, pembunuhan
9
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam...,177.
10
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus : Dar Al-Fikr, 1989),329-330.
11
25
karena kesalahan tetap dikenakan hukuman tambahan karena
pembunuhan ini termasuk kepada pembunuhan yang melawan hukum.
Dengan demikian walaupun pembunuhan terjadi karena kesalahan,
penghapusan hak waris dan wasiat tetap diterapkan sebagai hukuman
tambahan bagi pelaku. Akan tetapi imam malik berpendapat,
pembunuhan karena kesalahan tidah menyebabkkan hilangnya hak
waris dan wasiat, karena pelaku sama sekali tidak berniat melakukan
perbuatan yang dilarang, yaitu pembunuhan.12
B. Kesengajaan
1. Pengertian Kesengajaan.
Kesengajaan yang dimaksud dalam hukum pidana Islam adalah
pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, yaitu suatu perbuatan yang
dengan maksud menganiaya dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang
yang dianiaya, baik penganiayaan itu bermaksud untuk membunuh atau
tidak.13
Menurut Zainuddin Ali pemmbunuhan sengaja (‘amd) adalah
perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk membunuh
orang lain dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk
membunuh.14
12
Wahab Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus : Dar Al-Fikr,1989), 314.
13
A. Djazuli, Hukum Pidana Islam..., 121.
14
26
Menurut Abdul Qadir Audah pembunuhan sengaja adalah suatu
pembunuhan dimana perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa itu
disertai dengan niat untuk membunuh korban.15
Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa
pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan di mana pelaku perbuatan
tersebut sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia menghendaki akibat
dari perbuatannya, yaitu matinya orang yang menjadi korban. Sebagai
indikator kesengajaan untuk membunuh tersebut dapat dilihat alat yang
digunakannya. Dalam hal ini alat yang digunakan untuk membunuh adalah
alat yang lumrahnya dapat mematikan korban seperti senjata api, senjata
tajam dan sebagainya.
2. Unsur-Unsur Kesengajaan
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa unsur-unsur
pembunuhan secara sengaja ada tiga macam, yaitu:
a. Korban adalah manusia hidup
Salah satu unsur pembunuhan sengaja adalah korban harus
berupa manusia yang hidup. Dengan demikian apabila korban bukan
manusia atau manusia tetapi ia sudah meninggal lebih dahulu maka
pelaku bisa dibebaskan dari hukuman qishash atau dari
hukuman-hukuman lainnya. Namun, apabila korban dibunuh dalam keadaan
sekarat maka pelaku dapat dikenakan hukuman, karena orang yang
sedang sekarat termasuk masih hidup.
15
27
b. Matinya korban adalah karena perbuatan pelaku.
Perbuatan ini dilakukan oleh pelaku dan bahwa perbuatannya itu
dapat menimbulkan kematian . tidak ada ketentuan tentang bentuk dan
frekuensinya, dapat berupa pemukulan, pembakaran, pengracunan,dan
sebagainya. Hanya yang menjadi perhatian kebanyakan ulama adalah
alat yang digunakan untuk melakukan pembunuhan. Menurut Imam
Malik alat apa saja yang mengakibatkan kematian, dianggap sebagai
pembunuhan sengaja apabila perbuatannya dilakukan dengan
sengaja.16
c. Ada niat bagi si pelaku untuk menghilangkan nyawa korban.
Pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila
dalam diri pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan hanya
kesengajaan dalam perbuatannya saja. Niat untuk membunuh inilah
yang membedakan antara pembunuhan sengaja dengan pembunuhan
menyerupai sengaja.17
3. Sanksi Pembunuhan Sengaja.
Pembunuhan sengaja dalam Islam diancam dengan beberapa
macam hukuman, sebagian merupakan hukuman pokok dan pengganti,
dan sebagian lagi merupakan hukuman tambahan. Hukuman pokok untuk
pembunuhan sengaja adalah qishash dan kifarat. Sedangkan penggantinya
16
Abdul Qadir Audah..., 27
17
28
adalah diyat dan ta’zir. Adapun hukuman tambahan adalah penghapusan
hak waris dan wasiat.18
a. Qishash.
Arti Qishash secara terminologi yang dikemukakan oleh
Al-Jurjaini, yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada
pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh tindakan tersebut
(kepada korban). Sementara itu dalam Al-Muj’am Al-Wasith, qishash
diartikan dengan menjatuhkan hukuman sanksi hukum kepada pelaku
tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan,
nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan anggota
tubuh. 19
Dasar hukum pelaksanaan Qishash seperti firman Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 178 :
Artinya :178. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
18
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam...,148
19
29
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.20
Ayat lain yang menjelaskan adalah surat Al-Maidah Ayat 45 :
Artinya : 45. Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
Qishash dapat dilaksanakan apabila memenuhi beberapa syarat
yaitu sebagaimana berikut:21
4) Orang yang berhak di qishash adalah berakal sehat dan sudah
balig. Seandaninya orang yang berhak di qishash adalah anak
kecil atau orang gila, maka seorangpun yang boleh mengganti
keduanya, untuk menjatuhi hukuman, baik dia adalah ayahnya,
orang yang diwasiatkan atas hakim sendiri. Akan terapi
pelaksanaannya adalah si pelaku ditahan sampai mencapai umur
balig, dan orang gila sampai sadar. Mu’awiyah menahan Hudbah
Ibnu Kasyram karena kasus pembunuhan, untuk membunuh
20
Yayasan Penyelenggara Penerjemah, Dep. Agama. Al-Quran dan Terjemahann..., 21.
21
30
sampai si terbunuh balih. Peristiwa ini terjadi pada masa sahabat,
tetapi tidak ada seorangpun yang memprotesnya.
5) Para wali si korban bersepakat untuk melakukan qishash, dan tidak
boleh sebagian diantara mereka saja yang menginginkannya. Bila
salah seorang diantara mereka tidak ada, atau masih kecil, atau
giila, maka yang sedang tidak ada ditempat ditunggu
kedatangannya, anak kecil ditunggu sampai balig, dan orang gila
ditunggu sampai sadar kembali, sebelum semuanya disuruh
memilih. Mereka yang mempunyai hak memilih dalam kasus ini
tidak boleh, karena jika absen gugurlah hak pilihnya.
Qishash terhadap pelaku kejahatan tidak diperrbolehkan
merembet sampai kepada orang lain. Bilamana hukuman qishash
divoniskan kepada perempuan yang sedang hamil, maka
pelaksanaannya menunggu sampai sang bayi lahir dan sampai masa
penyusuannya habis. Sebab hukuman qishash akan merembet kepada
sang bayi yang masih ada dalam janinnya. Begitu pula qishash
terhadapnya sebelum ia menyusukan asinya mempunyai dampak
negatif pada sang bayi, kecuali bila mana ia sudah menyusukan
kemudian ada orang lain yang menggantikan fungsinya, maka anak
tersebut diberikan kepadanya, dan ia harus menjalani hukuman
qishash. Tetapi bilamana tidak ada orang lain menggantikan tugasnya,
31
Hukuman qishash dapat hapus karena hal-hal berikut :22
1) Hilangnya tempat untuk di qishash.
Yang dimaksud dengan hilangnya tempat untuk di qishash
adalah hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang mau di
qishash sebelum dilaksanakan hukuman qishash.
2) Pemaafan.
Yang dimaksud pemaafan menurut Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad adalah memaafkan Qishash atau Diyat tanpa imbalan
apa-apa. Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifa
pemaafan terhadap diyat itu bisa dilaksanakan bila ada kerelaan
pelaku/terhukum. Jadi, menurut kedua ulama terakhir ini pemaafan
adalah pemaafan qishash tanpa imballan apa-apa.
3) Perdamaian.
Orang yang berhak mengadakan perdamaian adalah orang
yang berhak atas qishash dan pemaafan.
4) Diwariskan hak qishash.
Sanksi hukuman qishash hanya berlaku pada pembunuhan
secara sengaja saja, yaitu jika pelaku dengan sengaja membunuh
jiwa dengan benda tajam, seperti besi atau dengan sesuatu yang
dapat melukai daging, seperti besi, atau dengan benda keras yang
biasanya dapat dipakai membunuh orang, seperti batu dan kayu,
maka pembunuhan itu dapat disebut dengan pembunuhan sengaja.
22
32
b. Kifarat
Menurut Jumhur ulama yang terdiri dari Hanafiyah, Malikiyah
dan Hanabilah hukuman kifarat dilaksanakan dalam pembunuhan
disengaja. Hal ini, karena kifarat merupakan hukuman yang telah
ditetapkan oleh syara’ untuk pembunuhan karena kesalahan sehingga
tidak dapt disamakan dengan pembunuhan sengaja. Di samping itu
pembunuhan sengaja balasannya nanti di akhirat adalah neraka
jahannam, karena ia merupakan dosa besar. Namun, di dalam Alquran
tidak disebut adanya hukuman kifarat untuk pembunuhan sengaja. Hal
ini menunjukkan bahwa memang tidak ada hukuman untuk
pembunuhan sengaja.23
Menurut Imam Syafii hukuman Kifarat wajib dilaksanakan
dalam pembunuhan sengaja, dalam halnya seperti pembunuhan
menyerupai sengaja dan pembunuhan karena kesalahan, baik
pelakunya sudah dewasa dan berakal maupun masih dibawah umur
dan gila, baik ia pelaku langsung maupun tidak langsung.ketentuan ini
berlaku apabila korban yang dibunuh ia seorang muslim atau kafir
dzimmi. Alasan tentang wajibnya kifarat itu adalah menghapus dosa,
sedangkan dosa dalam pembunuhan sengaja lebih besar dibandingkan
dengan pembunuhan karena kesalahan. Dengan demikian kifarat untuk
pembunuhan sengaja lebih utama.24
23
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam...,164-165.
24
33
Dasar hukum untuk kifarat ini tercantum dalam surat An-Nisaa’
ayat 92 :
seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka
hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.25
c. Diyat.
Hukuman qishash untuk pembunuhan sengaja merupakan
hukuman pokok. Apabila kedua hukuman tersebut tidak bisa
dilaksanakan, karena sebab-sebab yang dibenarkan oleh syara’ maka
hukuman penggantinya adalah hukuman diyat untuk qishash dan puasa
untuk kifarat.26Qishash bisa diganti dengan diyat apabila wali korban
25
Yayasan Penyelenggara Penerjemah, Dep. Agama. Al-Quran dan Terjemahannya..., 74.
26
34
memaafkanpelaku, akan tetapi diyat tersebut diperberat untuk
pembunuhan sengaja karena perbuatan itu ada niat untuk membuuh
dan mengharap hilangnya nyawa korban. Islam dalam menetapkan
hukuman akhirat sebagaimana yang dihukum oleh hakim yang
pelaksanaannya di dunia.
d. Hukuman Ta’zir.
Hukuman pengganti yang kedua adalah ta’zir. Hanya saja
apakanh hukuman ta’zir in wajib dilaksanakan atau tidak masih
diperselisihkan oleh para fuqaha. Menurut Malikiyah, apabila pelaku
tidak di qishash, ia wajib dikenakan hukuman ta’zir, yaitu didera
seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Alasannya adalah atsar
dan dhoif dari Umar. Sedangkan menurut jumhur ulama, hukuan ta’zir
tidak wajib dilaksanakan, melainkan diserahkan kepada hakim yang
memutuskannya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih
mana yang lebih maslahat, setelah mempertimbangkan berbagai aspek
yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.
e. Hukuman tambahan.disamping hukuman pengganti ada pula hukuman
tambahan untuk pembunuhan sengaja, yaitu penghapusan hak waris
dan wasiat. Pembunuhan yang menghalangi hak waris, menurutt
jumhur ulama adalah pembunuhan yang melawan hukum, tanpa hak,
yang dilakukan oleh orang balig dan berakal. Baik sengaja maupun
kekeliruan. Sedangkan menurut malikiyah pembunuhan yang menjadi
35
jumhur. Dengan demikian pembunuhan karena kesalahan tidak
menghapuskan hak waris.27
27
36
BAB III
PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO. 90/PID.B/2011/PN.MDO TENTANG TINDAK PIDANA
MALPRAKTIK DOKTER YANG MENYEBABKAN KEMATIAN IBU MELAHIRKAN
A. Sekilas Tentang Putusan No. 90/Pid.B/2011/PN.MDO
Pengadilan Negeri yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara
pidana tingkat pertama, telah menjatuhkan keputusan dengan No.
90/Pid.B/2011/PN.MDO yang mana kasus ini digunakan penulis sebagi obyek
penelitian.
Sebelum membahas terlalu dalam tentang tindak pidana malpraktik
kedokteran, maka penulis ingin mengemukakan disposisi putusan pada
putusan tersebut.
Pada tanggal 22 September 2011 Pengadilan Negeri Manado
memeriksa dan mengadili perkara pidana biasa tingkat pertama, dengan
susunan Majelis Hakim Johny M. Telew, SH selaku ketua Majelis, Novrry T.
Oroh, SH dan Parlindungan Sinaga, SH, masing-masing sebagai hakim
anggota, Marthen Mendila, SH, sebagai Panitera pengganti dan Theodorus
Rumampuk, SH, sebagai Penuntut Umum.
1. dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI
Umur 35 Tahun, tinggal di Jalan Parigi VII No. 10, Kecamatan
Malalayang Kota Manado, Pekerjaan : Dokter (dalam perkara ini sebagai
37
2. dr. HENDRY SIMANJUNTAK
Umur 35 Tahun, tinggal di Kelurahan Malalayang Satu Barat,
Lingkungan Kecamatan Malalayang Kota Manado, pekerjaan ; Dokter (dalam
perkara ini sebagai terdakwa II).
3. dr. HENDY SIAGIAN
Umur 28 Tahun, tinggal di Kelurahan Bahu, Lingkungan I kecamatan
Malalayang, Kota Manado, pekerjaan : Dokter (dalam perkara ini sebagai
terdakwa III).
dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani bertindak sendiri atau bersama-sama
dengan dr. Hendy Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian pada hari Sabtu tanggal
10 April 2010, sekitar pukul 22.00 WITA di Ruangan Operasi Rumah Sakit
Umum Prof. Dr. R. D Kandouw Malalayang kota Manado telah melakukan,
turut serta melakukan perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan
matinya orang lain yaitu SISKA MAKETEY.
dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (terdakwa I), dr. Herdry Simanjuntak
(terdakwa II), dan Hendy Siagiani (terdakwa III) sebagai dokter pada Rumah
Sakit Prof. DR. R. D Kandouw Malalayang telah melakukan operasi CITO
SECSIO SESARIA terhadap korban yang sudah tidur terlentang di atas meja
operasi kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut dan
sekitarnya, kemudian korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada
lapangan operasi, pada saat itu korban sudah dilakukan pembiusan total.
Terdakwa I kemudian mengiris dinding perut korban lapis demi lapis sampai
38
diangkat. Setelah bayi diangkat kemudian rahim korban dijahit sampai tidak
terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari bekuan darah kemudian dinding
perut milik korban dijahit. Saat operasi dilakukan terdakwa II sebagai asisten
operator satu dan terdakwa III bertindak sebagai asisten operator dua
membantu untuk memperjelas lapangan operasi yang dilakukan terdakwa I
sebagai pelaksana operasi/operator yang memotong, menggunting dan
menjahit agat lapangan operasi bisa terlihat agar mempermudah terdakwa I
dalam melakukan operasi.
Sebelum melakukan operasi Cito Secsio Sesaria para terdakwa tidak
menyampaikan kemungkinan terburuk yang akan terjadi setelah operasi
termasuk kematian korban. Para korban juga tidak melakukan pemeriksaan
penunjang sebelum melaksanakan operasi seperti pemeriksaan jantung, foto
rotgen, dan pemeriksaan penunjang lainnya. sedangkan pada saat sebelum
dianestesi/pembiusan tekanan darah korban lebih tinggi yaitu 160/70. Pada
pukul 20.10 WITA hal tersebut disampaikan kepada Hermanus J. Laleho, Sp.
An sebagai petugas anestesi dan melalui bagian konsul kepada bagian
kebidanan diberi jawaban bahwa operasi disetujui namun dengan anesti resiko
tinggi, harap dilaporkan kepada keluarga korban. Akan tetapi pemeriksaaan
jantung pada diri korban dilaksanakan setelah selesai operasi dan dilaporkan
kepada saksi Najoan Nan Naraouw sebagai konsultan jaga bagian kebidanan
dan penyakit kandungan bahwa nadi 180 x per menit, kemudian Najoan Nan
Naraouw menanyakan kepada terdakwa I apakah sudah dilakukan
39
pemeriksaan adalah vertical tachy Kardi ( denyut jantung sangat cepat) dan
Najoan Nan Naraouw mengatakan bahwa 180 x per menit bukan Vertikal
Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tapi Fibrilasi (kelainan irama
jantung).
Berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 yang telah dibacakan oleh
saksi dr. Erwin Gudion Kristanto, SH. Sp. F bahwa pada saat korban masuk
RSU Pof. R. D. Kandou Manado keadaan umum korban adalah lemah dan
status penyakit korban adalah berat.
Akibat perbuatan dari para terdakwa, Korban Siska Maketey meninggal
dunia berdasarkan surat keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. R. D.
Kandou Manado No. 61/ VER/IKF/FK/K/VI/2010 tanggal 26 April 2010 dan
ditanda tangani oleh dr. Johannes F. Mallo, SH,SpF,DFM
Para terdakwa saat melaksanakan operasi hanya memiliki sertifikat
kompetensi tetapi para terdakwa tidak mempunyai Surat Izin Praktek (SIP)
kedokteran dan tidak terdapat pelimpahan/ persetujuan untuk melakukan suatu
tindakan kedokteran secara tertulis dari dokter spesialis yang memiliki Surat
Izin Praktik (SIP) kedokteran/ yang berhak memberikan persetujuan
sedangkan untuk melakukan tindakan pratik kedokteran termasuk operasi Cito
yang dilakukan oleh para terdakwa terhadap diri korban, para terdakwa harus
memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) Kedokteran.
Berawal dari indikasi untuk dilakukan operasi Cito Secsio Sesaria
sekitar pukul 18.30 Wita, dr. Hendy Siagian (terdakwa III) menyerahkan surat
40
untuk ditanda tangani oleh korban yang disaksikan oleh terdakwa I dari jarak
sekitar 7 meter, terdakwa II dan dr. Helmi kemudian berdasarkan surat
perrsetujuan tersebut para terdakwa melakukan tindakan operasi. Tetapi
ternyata tanda tangan korban yang berada di dalam surat persetujuan
pembedahan dan anestesi yang diserahkan oleh terdakwa III berbeda dengan
tanda tangan korban yang berada di dalam Kartu tanda Penduduk (KTP) dan
Kartu Askes. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium Forensik
cabang Makassar dan berdasarkan pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik
pada tanggal 9 Juni 2010 No. LAB. : 509/DTF/2011 yang dilakukan oleh Drs.
Samir SSt, Mk, lelaki Ardani Adhis Amd dan Marendra Yudi L, SE
menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska Maketey alia Julia Fransiska
Maketey pada dokumen bukti adalah tanda tangan
karangan/SpuriousSignature.
Dr.Dewa Ayu Sasiary Prawany, dr. Hendri Simanjuntak dan dr. Hendy
Siagiani didakwa dengan dakwaan pertama primer pasal 359 KUHP Jis. Pasal
361 KUHP, Pasal 5 ayat (1) ke 1 KUHP, subsidair Pasal 359 KUHP Jo. Pasal
55 ayat (1) ke-1; dakwaan kedua pasal 76 Undang-Undang RI No.29 Tahun
2004 tentang praktik kedokteran Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1; dan dakwaan
ketiga primer pasal 263 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
Subsidair Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dihadiri 13 (tiga orang) saksi yang telah siap untuk diperiksa di
persidangan mereka adalah :
41
2. Saksi Anselumus Maketey adalah ayah korban.
3. Saksi Guniarti adalah Pegawai Negeri Sipil (Bidan puskesmas Bahu
Manado)
4. Saksi Demetrius Gomer Tindi adalah Pegawai Negeri Sipil yang bertugas
di Unit Gawat Darurat RSU Prof. Kandou Manado.
5. Saksi dr. Helmi sebagai dokter residen peserta pendidikan dokter spesialis.
6. Saksi Kartini Runtalalo sebagai bidan RSU Prof. Kandou Manado.
7. Saksi Anita Lengkong sebagai petugas bagian anestesi RSU Prof. Kandou
Manado.
8. Saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp. An sebagai dosen fakultas Unsrat
Manado dan sebagai staf bagian anestesi.
9. Saksi PROF. Dr. Najoan Nan Warouw dosen fakultas Unsrat Manado dan
sebagai konsulttan jaga pada kebidanan RSU Prof. Kandou.
10.Saksi dr. Ivone M. Kaunang, MA sebagai Kepala Dinas Kesehatan kota
Manado.
11.Saksi Prof. Dr. Dr. Sarah Warouw, Sp. Ak sebagai dokter konsultan
spesialis anak dan dekan Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi
Manado.
12.Saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto, SH, SpF, sebagai saksi ahli.
13.Saksi ahli dr. Johanis F. Mallo, SH. SpT. DFM sebagai saksi ahli.
B. Pertimbangan dalam Hukum Putusan No. 90/Pid.B/PN.MDO
Pertimbangan Hukum putusan Pengadilan Negeri Manado No.
42
1. Menghubungkan satu sama lain fakta-fakta yang terungkap di dalam
persidangan.
2. Memperhatikan pasal 143 KUHAP yang memberi petunjuk mengenai
perbuatannya dan isi surat dakwaan.
3. Menimbang keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat-surat keterangan
terdakwa mengaitkan sejauh mana terdakwa memenuhi unsur-unsur
sebagaimana yang terdapat dalam dakwaan, yaitu sebagai berikut :
a. Dakwaan kesatu primair pasal 359 KUHP Jis pasal 361 KUHP, Pasal
55 ayat (1) ke-1. Menimbang pasal 359 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun.”
Menimbang pasal 361 KUHP yang berbunyi :
“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya
diumumkan.”
Menimbang pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang berbunyi :
“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana : mere yang
melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta
melakukan perbuatan.”
Menimbang bahwa pasal 359 KUHP Jis Pasal 361 Jo pasal 55
ayat (1) KUHP unsur-unsurnya sebagai berikut:
Barang siapa; karena kesalahannya menyebabkan matinya
43
1) Dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian;
2) Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut
serta melakukan perbuatan.
Kata barang siapa adalah merupakan kata ganti orang adalah
subyek pelaku delik yang dalam perkara ini terpenuhi yaitu : dr. Dewa
Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendri Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian.
Unsur karena kesalahannya menyebabkan matinya orang lain,
sebagaimana yang telah dijelaskan yang dimaksud kelalaian dari
terdakwa adalah kelalaian dalam menangani operasi terhadap korban
Siska Maketey yang dapat dibaca dalam surat dakwaan yang berbunyi
“ Bahwa pada saat sebelum operasi Cito Secsio Sesaria terhadap
korban dilakukan pera terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada
pihak keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk
kematian korban jika operasi Cito Secsio Sesaria tersebut dilakukaan
dan tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung,
foto rotgen dada dan pemeriksaan penunjang lainnya,....dst”
Dalam menjawab permasalahan di atas hakim
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Berdasarkan kesaksian Julin Mahengkeng : awalnya korban
dibawa ke puskesmas bahu pada hari jumat tanggal 9 April 2010
kemudian keesokan harinya dirujuk ke rumah sakit Malalayang
kerena tidak dapat melahirkan dengan normal; saksi dimintakan 1
44
paling lambat jam 1 siang; jam 7.30 malam saksi disuruh beli obat
lagi seharga Rp.1.000.000,00 lebih tapi saat itu saksi mengatakan
uang saksi Rp.250.000,00; saksi tidak mengetahui nama dokter
yang menyuruh, tapi kepada dokter saksi mengatakan tolonglah
saksi, uang itu gampang, operasi saja anak saksi, kemudian korban
berterian “operasi jo” (operasi saja); keinginan operasi awalnya
dari korban dan saksi; sebelum terdakwa meninggal saksi pernah
disodori kertas oleh terdakwa III untuk ditanda tangani dan
setengah jam kemudian datang kabar bahwa korban sudah
meninggal dunia; sebelum operasi tidak ada penjelasan dari dokter
kepada saksi tentang resiko operasi; sebelum operasi saksi
menandatangani surat persetujuan dan saksi meminta korban untuk
dioperasi; saksi menandatangani surat persetujuan hari Sabtu
sekitar jam 9.00 malam; saksi membenarkan surat persetujuan
yang dimaksud; saksi menyatakan tanda tangan korban dalam surat
persetujuan berbeda dengan yang ada di KTP, Askes dan slip
setoran Bank.
2) Berdasarkan kesaksian Anselmus Maketey : saksi tidak diberi
penjelasan mengenai pelaksanaan operasi tersebut; saksi
disodorkan surat persetujuan untuk ditandatangani jam 19.00;
tanda tangan korban tidak sesuai dengan yang ada di KTP, Askes