SKRIPSI
Oleh Diana Zahroh NIM. C03212038
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Kekerasan
Terhadap Anak yang Mengakibatkan Meninggal Dunia (Studi Putusan Nomor
163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh)” ini merupakan hasil penelitian kepustakaan untuk
menjawab pertanyaan: Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum hakim dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia?, Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap sanksi putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia?.
Data penelitian dihimpun dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data dengan teknik dokumentasi. Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis menggunakan Hukum Pidana Islam. Adapun
metodenya adalah deskriptif analitis dan menggunakan pola pikir deduktif yaitu
analisis yang bersifat umum untuk menemukan kesimpulan yang bersifat khusus. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa berbeda dengan keputusan dari Majelis Hakim yang menetapkan terdakwa melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak, dalam pandangan Hukum Pidana Islam merupakan tindak pidana pembunuhan menyerupai sengaja dimana pelaku sengaja menikam korban tetapi tidak berniat untuk membunuhnya melainkan untuk membalas perbuatan korban. Sedangkan sanksi yang diterapkan bagi pelaku menurut Hukum Pidana Islam
adalah ta’zi>r, yaitu hakim diberi wewenang penuh untuk menentukan jenis
hukuman bagi pelaku. Sanksi dalam putusan ini sesuai dengan Hukum Pidana Islam dimana Majlis Hakim juga yang diberi wewenang untuk memilih hukuman yang lebih maslahat dan bersifat mendidik terdakwa.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN . ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional... 14
H. Metode Penelitian ... 15
BAB II PEMBUNUHAN TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM
PIDANA ISLAM ... 20
A. Pengertian Pembunuhan ... 20
B. Dasar Hukum Pembunuhan ... 22
C. Klasifikasi Pembunuhan ... 24
D. Unsur-Unsur Pembunuhan ... 29
E. Sanksi Pembunuhan ... 35
BAB III DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 163/PID.SUS/2015/PN.LBH TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN MENINGGAL DUNIA ... 42
A. Deskripsi Kasus dan Landasan Hukum... 42
B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang Kekerasan Terhadap Anak yang Mengakibatkan Meninggal Dunia ... 49
C. Hal-Hal yang Memberatkan dan Meringankan ... 60
D. Amar Putusan ... 60
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 163/PID.SUS/2015/PN.LBH TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN MENINGGAL DUNIA ... 63
A. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan No. 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh ... 63
B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi dalam Putusan No. 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh ... 69
BAB V PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
LAMPIRAN
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah anugerah kehidupan yang diberikan oleh Allah SWT.
kepada orang tua sebagai perhiasan kehidupan di dunia untuk dijaga dan
dibimbing agar menjadi manusia yang berakhlak baik. Orang tualah yang
pertama-tama bertanggaung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik
secara rohani, jasmani maupun sosial. Selain orang tua, yaitu orang-orang
yang berada di lingkungan sekitarnya juga memiliki peran dalam
mewujudkan kesejahteraan anak.
Bagi negara Indonesia anak merupakan generasi penerus bangsa dan
penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek
pelaksana pembangunan dan pemegang kendali negara di masa yang akan
datang, menjadi aset berharga yang harus dilindungi hak dan kewajibannya.
Anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan bagi
pembangunan bangsa.1
Pada dasarnya anak belum bisa melindungi diri sendiri dari berbagai
macam tindakan maupun ancaman di sekitarnya yang dapat menimbulkan
kerugian fisik, mental, dan sosial mengingat batasan umur kedewasaan dan
cakap hukum menurut undang-undang. Oleh karena itu Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pada hukum (rechtsstaat) sudah selayaknya
memberi perlindungan hukum kepada anak atas hak-haknya, sehingga anak
bisa mendapatkan perlindungan peraturan perundang-undangan yang
diberlakukan terhadap dirinya. 2
Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya
perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children), serta berbagai kepentingan
yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.3 Upaya yang dilakukan
negara Indonesia untuk melindungi anak yaitu dengan diberlakukannya
beberapa Undang-Undang, yaitu UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak, dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
diperbaharui dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
yang memiliki fungsi melindungi anak dalam hal anak yang menjadi korban.
Namun di era globalisasi ini, tingkat kriminalitas dan kejahatan semakin
meningkat baik di kalangan masyarakat dewasa dan anak-anak. Tidak peduli
kejahatan itu dilakukan oleh siapa dan untuk siapa, anak terhadap ibunya,
ibu terhadap anaknya, sesama orang dewasa atau sesama anak-anak, dan
meskipun masih ada hubungan keluarga ataupun tidak, kejahatan dan
kriminalitas meningkat disetiap tahunnya, seakan-akan UU yang berlaku
tidak lagi ditaati dan diabaikan.
Kekerasan terhadap anak adalah salah satu dari sekian banyak kejahatan
yang marak baru-baru ini. Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan
dan kasih sayang, justru mendapatkan yang sebaliknya, yaitu perlakuan
buruk seperti eksploitasi, penganiayaan, bahkan pembunuhan. Mengambil
dari sebuah kasus yang baru-baru ini telah terjadi, yaitu kasus kekerasan
terhadap anak di Desa Kabuno Kecamatan Tabona Kabupaten Pulau Taliabu
mengakibatkan seorang anak yang masih berumur 14 tahun meninggal dunia.
Asrul Tabona, adalah salah satu korban kekerasan yang dilakukan oleh
orang dewasa. Kejadiannya bermula pada saat Asrul Tabona dan Jumardi
menghadiri pesta perkawinan di Desa Kabuno, Jumardi (terdakwa) dan
Asrul Tabona (korban) sedang berjoget dan pada saat berjoget tersebut
terjadi saling dorong antara terdakwa dan korban.
Setelah Jumardi selesai berjoget ia berjalan bersama dengan La Sati
menuju rumah La Ware, pada saat itu Asrul, Bihurudin dan Ade meghampiri
Jumardi dan mengajak berkenalan. Setelah perkenalan Asrul langsung
meninju Jumardi sebanyak 2 kali mengenai mata sebelah kanan terdakwa, 1
kali pukulan mengenai kepala sebelah kanan dan 1 kali tendangan mengenai
bagian belakang tubuh Jumardi, kemudian jumardi lari menuju ke rumah La
Sesampainya di rumah La Ware, Jumardi berganti baju pendek dan
mengeluarkan pisau badik yang ada di pakaiannya sebelumnya, Jumardi
mendengar Asrul, Bihurudin dan Ade berteriak menyuruh Jumardi untuk
keluar rumah. Jumardi keluar dari rumah La Ware dengan membawa pisau
badik di tangannya untuk menemui Asrul dan temann-temannya di samping
perempatan jalan, namun yang didapati hanya Asrul Tabona dengan
memegang kayu pagar. Saat saling berhadapan Asrul Tabona melihat
Jumardi membawa sebilah pisau badik dan ia langsung berbalik, kemudian
Jumardi menikam bahu Asrul di sebelah kiri dan Asrul melarikan diri menuju
tempat acara pernikahan. Sedangkan Jumardi melarikan diri ke Desa Sofan
pada saat orang-orang Desa Tabona melempari rumah La Ware dengan batu.
Asrul memberitahu Bihurudin dan Armin Jainahu serta warga Desa
Tabona bahwa ia telah ditikam oleh orang Desa Sofan, karena sudah larut
malam rumah masyarakat telah tutup dan Armin pergi mencari Bidan namun
tidak berhasil, kemudian Asrul dibawa ke Sabua (tempat joget) dan ditinggal
untuk pergi mencari teman-temannya yang sedang mengamuk di perempatan
desa. Setibanya saksi Armin Jainahu dan teman-temannya tersebut di tempat
korban terbaring, saksi Armin Jainahu melihat orang-orang telah banyak
berkumpul dan keadaan korban pada saat itu sudah tidak bergerak dan
meninggal dunia. Hasil visum yang dibuat oleh Mustina selaku Perawat
Puskesmas Desa Tabona mengatakan bahwa pada korban terdapat luka robek
atau tusuk, dan terdapat pembuluh darah besar (Aorta) putus akibat benturan
Dalam kasus di atas perbuatan yang dilakukan oleh Jumardi
menyebabkan seorang anak yaitu Asrul Tabona meninggal dunia. Maka dari
itu Jumardi dikenai Pasal 80 Ayat (3) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi: Pasal 80 ayat (3):
“dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, Maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).” Pasal 76c:
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakuan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak” 4
Pada UU Perlindungan Anak menyebutkan tentang tindakan kekerasan
terhadap anak, namun tidak memberikan definisi mengenai kekerasan. Secara umum kekerasan berasal dari kata “keras” yang mendapat imbuahan
“ke” dan an” yang berarti menunjukkan kata sifat keras pada suatu
kegiatan.5 Kekerasan terhadap anak adalah perilaku yang bersifat tindak
penganiayaan yang dilakukan orang tua (dewasa) terhadap anak-anak (usia
0-18 tahun) atau selama mereka berstatus anak secara hukum.6
Mengenai batasan umur anak KUHP memberikan penjelasannya secara
eksplisit tentang pengertian anak tetapi dapat dijumpai antara lain dalam
pasal 45 dan pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun, pasal 45 KUHP
4 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
berbunyi: “jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan
yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh
memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya,
walinya atau pmeliharanya, dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman.”7
Sedangkan yang diterapkan dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang
perlindungan anak pada pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk janin yang masih dalam
kandungan.8
Dalam Islam, Kejahatan disebut dengan Jināyat, secara bahasa kata
Jināyat adalah bentuk jama’ dari kata jina>yah yang berasal dari kata jana>
yajni>hi jina>yatan yang berarti melakukan dosa, kata jina>yah dijama’kan
karena mencakup banyak jenis perbuatan dosa sedangkan menurut istilah
syar’i kata jina>yah berarti menganiaya badan sehingga pelakunya wajib
dijatuhi hukuman qis}a>s} dan diyat.9 Kejahatan juga disebut dengan istilah
jari>mah, yaitu perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam
oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zi>r.10 Kekerasan terhadap anak juga
merupakan suatu kejahatan, apalagi jika menimbulkan kematian bagi anak. Sebagian fuqaha menggunakan kata jina>yat untuk perbuatan yang yang
berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan
7 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Bogor: Politeia, 1991), 61. 8 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
lain sebagainya.11 Adapun pembunuhan ataupun tindakan melukai seseorang
dalam pandangan hukum Islam tergolong dalam jari>mah qis}a>s} dan diyat
yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman qis}a>s} dan diyat yang telah
memiliki ketentuan sendiri mengenai unsur-unsurnya.
Hukuman untuk jarimah qis}a>s} dan diyat tidak bisa disetarakan dengan
hukuman dalam perspektif hukum positif. Qis}a>s} adalah hukuman yang setara
dengan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, seperti membunuh
hukumannya juga harus dibunuh. Sedangkan Hukum pidana nasional tidak
mengenal hukuman jilid, rajam, dan potong tangan serta qis}a>s} dan diyat,
namun hukumannya berupa penjara, kurungan dan denda. 12
Dalam hukum positif perbuatan Jumardi diancam pidana penjara 15
tahun sesuai pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan
anak, namun atas dasar pertimbangan hukum hakim diputus dengan
hukuman 7 tahun. Hukuman di atas yang didasarkan pada hukum positif
tentunya akan berbeda apabila dilihat dari perspektif Hukum Pidana Islam.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat kasus di
atas dalam sebuah penelitian untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim
dan sanksi dalam putusan Pengadilan Negeri Labuha sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan juga ditinjau dari segi Hukum Pidana
Islam. Oleh karena itu penulis akan menganalisis permasalahan tersebut
11 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 1.
untuk melakukan penelitian lebih jauh lagi, dan menuangkan dalam skripsi
yang berjudul: Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Kekerasan Terhadap
Anak Yang Mengakibatkan Meninggal Dunia. (Studi Putusan Nomor
163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh)
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas muncul beberapa variable
terkait kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia, agar
tidak keluar dari rumusan masalah, penulis mengidentifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Deskripsi tindak kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan
meninggal dunia dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh
2. Putusan hukum hakim tentang kekerasan terhadap anak yang
mengakibatkan meninggal dunia dalam putusan Nomor
163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap anak.
4. Implementasi Hukum Pidana Islam terkait kasus kekerasan terhadap
anak yang mengakibatkan meninggal dunia.
5. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum hakim
dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan
6. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap sanksi dalam putusan Nomor
163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang
mengakibatkan meninggal dunia.
Sedangkan untuk membatasi masalah, maka ditetapkan batasan masalah
yang akan dibahas, antara lain sebagai berikut:
1. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum hakim
dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan
terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia.
2. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap sanksi dalam putusan Nomor
163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang
mengakibatkan meninggal dunia.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat ditarik
sebuah rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum
hakim dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang
kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia?
2. Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap sanksi putusan
Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.13
Penelitian yang pernah dilakukan, di antaranya:
1. “Upaya Advokasi Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jawa Timur dan
Tindak Kekerasan Terhadap Anak (dalam Perspektif Kriminologi dan
Hukum Islam).” Yang ditulis oleh Tajus Subki mahasiswa IAIN Sunan
Ampel Surabaya jurusan Siyasah Jinayah, tahun 2006. Dalam penelitian
tersebut membahas tentang upaya yang dilakukan PTT Jatim dalam
mengatasi tindak kekerasan terhadap anak. Dan upaya yang dilakukan
sudah sesuai dengan pandangan hukum Islam.14
2. “Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2003
tentang Perlindungan Anak Mengenai tentang Kekerasan Anak dalam
Rumah Tangga (Studi Penanganan Anak Korban Kekerasan dalam
Rumah Tangga di Pusat Pelayanan Terpadu/PPT Kabupaten Probolinggo).” Yang ditulis oleh Abd Rozak mahasiswa IAIN Sunan
Ampel, tahun 2009. Skripsi tersebut menjelaskan tentang faktor-faktor
13 Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: t.p.,2015), 8.
terjadinya kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga serta upaya
penanggulangannya, yaitu dengan sosialisasi Undang-Undang
perlindungan anak dan melalui pendidikan.15
3. “Studi Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo
No.202/Pid.B/2009/PN.Sidoarjo tentang Kekerasan Terhadap Anak
Dibawah Umur.” Yang ditulis oleh Faisol Amir mahasiswa IAIN Sunan
Ampel, tahun 2010. Skripsi ini membahas tentang pertimbangan hakim
dalam memberikan putusan tentang kekerasan terhadap anak. Pelakunya
dihukum dengan pidana penjara 6 bulan ditambah denda Rp.200.000.
sedangkan dalam hukum Islam, tindakan kekerasan dijatuhi hukuman
yang berupa ta’zi>r.16
4. “Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Tinjauan Hukum Islam
terhadap UU No. 23 Tahun 2002)” yang ditulis oleh Edwin Ristianto
mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, tahun 2010. Skripsi tersebut mengkaji
tentang bagaimana kekerasan terhadap anak menurut UU No. 23 Tahun
2002 dan hukum Islam. Islam sangat menekankan pentingnya
pemberdayaan dan perlindungan terhadap anak-anak, serta mendukung
sarana-sarana untuk mencapai tujuan tersebut, kesimpulannya bahwa
15 Abd Rozak, “Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak Mengenai tentang Kekerasan Anak dalam Rumah Tangga (Studi Penanganan Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Pusat Pelayanan Terpadu/PPT Kabupaten Probolinggo)”, (Skripsi--Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2009).
materi Undang-Undang Perlindungan Anak sejalan dengan maqa>s}id
asy-sya>ri’ah.
5. Perlindungan Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Studi Kasus
Terhadap Penanganan Anank Korban Kekerasan dalam Keluarga di
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi DIY)” yang ditulis oleh
Dewi Fauziah Mahasisa UIN Sunan Kalijaga. Skripsi ini membahas
mengenai faktor-faktor penyebab kekerasan terhadap anak serta
penangan LPA provinsi DIY terhadap anak korban kekerasan dalam
keluarga.
Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian-peilitian
yang sudah dibahas sebelumnya mengenai kekerasan terhadap anak. Yang
membedakan dalam penelitian ini yang pertama adalah analisis terhadap
putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh yang
sebelumnya belum ada yang meneliti. Kedua, tindakan kekerasan terhadap
anak dalam putusan tersebut mengakibatkan anak meninggal dunia, dimana
dalam putusan tersebut pertimbangan hukum hakim lebih menekankan pada
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku bukan pada pembunuhan.
Penelitian ini akan menganalisis Hukum Pidana Islam terhadap
pertimbangan hukum hakim dan sanksi dalam perkara tentang tindak
kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia dalam
putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh. Pelaku
anak tergolong dalam tindak pidana atas selain jiwa, namun dalam kasus
tersebut anak tersebut meninggal dunia, artinya tindakan tersebut dalam
Hukum Pidana Islam termasuk dalam kategori pembunuhan menyerupai
sengaja, yang dihukum dengan diyat atau ta’zi>r, atau hukuman lainnya
sesuai dengan jenis pembunuhan yang dilakukan.
E. Tujuan Penelitian
Dari hasil perumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan penelitian, antara lain:
1. Untuk mengetahui analisis Hukum Pidana Islam terhadap
pertimbangan hukum hakim dalam putusan Pengadilan Negeri
Labuha Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan
terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia.
2. Untuk mengetahui analisis Hukum Pidana Islam terhadap sanksi
putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor
163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang
mengakibatkan meninggal dunia.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Dari segi teoritis: dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran atau
pedoman untuk menyusun hipotesis penulisan berikutnya bila ada
kesamaan masalah serta dapat bermanfaat memperluas khasanah ilmu
pengetahuan tentang Hukum Pidana Islam, terutama tentang tindak
pidana kekerasan terehadap anak yang mengakibatkan anak meninggal
dunia dan penerapan sanksinya dalam pandangan hukum Islam.
2. Dari segi praktis: dapat dijadikan masyarakat, pemerintah maupun para
penegak hukum dalam menjaga dan melindungi hak-hak anak agar tidak
terjadi kekerasan dalam bentuk apapun yang mengakibatkan kerugian
fisik atau mental bagi anak serta bermanfaat pula bagi Fakultas Syariah
UIN Sunan Ampel Surabaya untuk pengembangan ilmu khususnya
dalam bidang Hukum Pidana Islam.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalapahaman maksud dari masalah yang dibahas,
maka perlu dijelaskan sebagai berikut:
1. Hukum Pidana Islam adalah hukum yang bersumber dari al-Quran dan
al-Sunnah yang berkaitan dengan tindak kejahatan atau pidana, sering
juga disebut jina>yat yaitu suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang
oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta atau lainnya.17
Dalam penelitian ini Hukum Pidana Islam yang digunakan adalah terkait
pembunuhan menyerupai sengaja yang dihukum dengan hukuman diyat
atau ta’zi>r.
2. Putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh
adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka yang dapat berupa pemidanaan, bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.
Dalam putusan tersebut yaitu pertimbangan hukum hakim dalam
menyelesaikan kasus tindak kekerasan terhadap anak yang
mengakibatkan meninggal dunia serta sanksi yang dijatuhkan kepada terdakwa.
3. Kekerasan Terhadap Anak adalah perilaku yang bersifat kekerasan yang
dilakukan orang yang sudah dewasa terhadap anak-anak usia 0-18 tahun
yang dapat menimbulkan luka bahkan kematian. Dalam kasus ini anak
masih berumur 14 tahun dan korban meninggal dunia.
H. Metode Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan digunakan beberapa metode yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang se-obyektif mungkin.
Untuk mendapatkan hasil penelitian tersebut diperlukan informasi yang
akurat dan data-data yang mendukung. Sehubungan dengan hal tersebut,
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Data mengenai putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor
163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang
mengakibatkan anak meninggal dunia.
b. Dasar putusan yang digunakan oleh Majelis Hakim yaitu
Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2. Sumber data
a. Sumber data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini diambil dari
dokumen-dokumen yaitu putusan Pengadilan Negeri Labuha
Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak
yang mengakibatkan meninggal dunia. Selain itu peneliti juga
menggunakan data primer berupa buku, yaitu at-Tashri>‘ al-Jina>’i> al-Isla>mi> Muqa>rana>n bi al-Qa>nu>n al-Wad}‘i> karangan Abd al-Qa>dir
Audah.
b. Sumber data sekunder
Yaitu data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka dengan
buku-buku, majalah, dokumen peraturan-peraturan dan catatan harian
lainnya.18Adapun buku-buku literatur yang dipakai adalah:
1) A. Jazuli, Fiqh Jinayah, 2000.
2) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 2005.
3) Masyrofah, Fiqh Jinayah, 2013.
4) Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, 2009.
5) Adami Chazami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa,
2002.
6) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
7) R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 1991.
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang
tertulis. Didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku literatur, dokumen,
peraturan-peraturan, dan sebagainya. Dalam hal ini dokumen atau arsip
yang digunakan seperti data yang terkait dengan permasalahan
kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia.
4. Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah teknik deskriptif analitis dengan metode berfikir deduktif.
Teknik deskriptif analitis adalah metode yang menggambarkan dan
menjelaskan data secara rinci dan sistematis sehingga diperoleh
pemaham yang mendalam dan menyeluruh,19 yaitu mendeskripsikan
putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh dengan menguraikan
kronologi kasus, pertimbangan hukum hakim dan sanksi yang
diberikan. Selanjutnya dengan menggunakan metode berfikir deduktif
yaitu analisis yang bersifat umum untuk menemukan kesimpulan yang
bersifat khusus. Peneliti akan menguraikan secara deskriptif tentang
teori-teori yang berkaitan dengan pembunuhan dalam Hukum Pidana
Islam, selanjutnya data yang bersifat umum tersebut akan ditarik pada
data yang bersifat khusus yang berhubungan dengan kekerasan
terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia dalam putusan
Nomor 163/Pid.sus/2015/PN.Lbh dan relevansinya dengan Hukum
Pidana Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran
tentang skripsi, yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua merupakan landasan teori tentang tindak pidana
pembunuhan, khususnya pembunuhan menyerupai sengaja yang akan
dijadikan landasan analisis masalah, yang meliputi: pengertian,
macam-macam, dasar hukum, unsur-unsur dan sanksi.
Bab ketiga memuat gambaran singkat tentang kasus tindak pidana
kekerasan yang menyebabkan korban meningal dunia, pertimbangan hukum
hakim, dan sanksi tindak pidana kekerasan terhadap anak yang
mengakibatkan meninggal dunia dalam putusan Pengadilan Negeri Labuha
Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh
Bab keempat adalah memuat tentang analisis Hukum Pidana Islam terhadap petimbangan hukum hakim dan sanksi pada putusan Nomor
163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang
mengakibatkan meninggal dunia.
20 BAB II
PEMBUNUHAN TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan
atau cara membunuh. Sedangkan pengertian membunuh adalah mematikan,
menghilangkan (menghabisi; mencabut) nyawa.1
Dalam hukum pidana positif pembunuhan termasuk dalam kategori
kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen bet leven). Kejahatan terhadap
nyawa adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Pembunuhan
telah diatur dalam perundang-undangan yaitu pada Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), pasal yang mengaturnya yaitu pasal 338-350 KUHP
yaitu tentang pembunuhan sengaja dan pasal 359 KUHP tentang
pembunuhan tidak sengaja.2 Artinya pembunuhan dalam hukum positif
dibagi menjadi dua macam, yaitu pembunuhan sengaja dan pembunuhan
tidak sengaja.
1 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 136.
Dalam hukum pidana Islam juga diatur mengenai tindak pidana
pembunuhan. Dalam bahas Arab, pembunuhan disebut
ً لْت قْل
ً ا
berasal darikataً
ً ل ت ق
yang sinonimnyaً ت م أً
yang artinya mematikan.3Sedangkan Menurut Abd al-Qa>dir Audah pembunuhan adalah perbuatan
seseorang yang menghilangkan kehidupan, yang berarti menghilangkan
nyawa anak adam (manusia) oleh perbuatan anak adam yang lain. Menurut
sebagian fuqaha hukum pembunuhan dibagi menjadi 5, yaitu: 4
1. Wajib, yaitu membunuh orang murtad yang tidak mau bertobat dan
orang kafir harbi.
2. Haram, yaitu membunuh orang yang maksum (orang yang mendapatkan
jaminan keselamatan) tanpa ada alasan yang dibenarkan.
3. Makruh, yaitu pembunuhan yang dilakukan tentara terhadap
keluarganya yang kafir yang tidak menghina Allah dan Rasul-Nya.
4. Sunnah, yaitu pembunuhan yang dilakukan seorang tentara terhadap
keluarganya yang kafir dan menghina Allah dan Rasul-Nya.
5. Mubah, yaitu membunuh orang yang di qis}a>s} dan membunuh tawanan.
3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 136.
B. Dasar Hukum Pembunuhan
Pembunuhan adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’, hal ini
didasarkan pada firman Allah dalam al-Quran, antara lain yaitu:
ً
ً ْن م و
ً ي
ً مًْل تْق
ًِ م ع تمًا ِمْ
ً ز ج فًا
آ
ً خً م جً ه
ً ب ِض غ وًا ْيِفًا ِل
ٱ
ً ه ع ل وًِهْي ل عً َ
ً و
ا مْيِ عًا ب عً ه لً ع أ
Dan barang siapa yang membunuh seorang mumin dengan sengaja, maka balasannya adalah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar
baginya. (QS An-Nisaa’ ayat 93)5
ً و
ً نْيِ لا
ًِلً ع مً ْو عْ يً ا
ً لِ ً
ً وً ر خا ءًا
ً ا
ً
ًِ ق حْلاِبً ًَ ر حًىِتلاً سْف لاً ْو ل تْق ي
ً و
ً ا
ً
ًْف يً ْن م وً ْو ن ْز ي
ً ًْل ع
ا ما ث أً قْل يً كِل
Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membuanuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya).
(Qs Al-Furqan ayat 68)6
Dari beberapa ayat al-Quran tersebut di atas. Jelaslah bahwa
pembunuhan merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara’. Kecuali ada
5 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang, Cv Adi Grafika Semarang,1994), 136.
alasan yang dibenarkan oleh hukum syara’. Sedangkan sanksi untuk
pembunuhan juga telah diatur dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 178:
ً ي
ًا ي
ٱ
ً م كْي ل عً بِت كًْاو ما ءً نْيِ ل
ٱ
ً صا صِقْل
ً
ى لْت قْلاًىِف
ًٱ
ًِبًر حْل
ٱ
ً ْب عْلا وً ِ ر حْل
ً ثْن ْْا وًِ ْب عْلاِب
ً ثْن ْْاِبًى
ًْن م فًى
ً
ً ِف ْو رْع مْلاِبًٌ ا بِ تا فًٌءْى شًِهْي ِخ أًْنِمً ه لً ىِف ع
ً أ و
آ
ً سْحِإِبًِهْي لِ ًٌء
ً ًن
ًْ تً كِل
ً تْعاًِن م فًٌة مْح وًْم كِ ب ًْنِ مً ٌفْيِف
ً
ً ً ْع ب
ً كِل
ً ه ل ف
ًٌمْيِل أًٌ ا ع
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qis}a>s} berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah
(yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi ma’af) membayar (diya>t) kepada yang memberi ma’af
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.7
Qis}a>s} ialah mengambil pembalasan yang sama. Qis}a>s} itu tidak
dilakukan, bila yang membunuh mendapat maaf dari ahli waris yang
terbunuh yaitu dengan membayar diyat (ganti rugi). Pembayaran diyat
diminta dengan baik, misalnya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan
yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, yaitu dengan tidak
menangguh-nangguhkannya.
C. Klasifikasi Pembunuhan
Pembunuhan secara garis besar dapat dibagi kepada dua bagian sebagai
berikut: 8
1. Pembunuhan yang dilarang, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan
melawan hukum.
2. Pembunuhan dengan hak, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan
tidak melawan hukum, seperti membunuh orang murtad, atau
pembunuhan oleh seorang algojo yang diberi tugas melakukan hukuman
mati.
Pembunuhan yang dilarang dapat dibagi kepada beberapa bagian.
Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan pendapat dari para ulama sebagai
berikut:
1. Ulama fiqh atau jumhur fuqaha membedakan jari>mah pembunuhan
menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Pembunuhan sengaja
b. Pembunuhan menyerupai sengaja
c. Pembunuhan tersalah
2. Imam Malik membedakan jari>mah pembunuhan menjadi 2 kategori,
yaitu:
a. Pembunuhan sengaja, dan
b. Pembunuhan tersalah
Ketiga macam pembunuhan di atas disepakati oleh jumhur ulama,
kecuali Imam Malik. Menurut pendapat Imam Malik bahwa dalam al-Quran
hanya ada jenis pembunuhan sengaja dan tersalah, sedangkan pembunuhan
menyerupai sengaja tidak disebutkan. 9
1. Pembunuhan Sengaja (Qatl al ‘Amd)
Pembunuhan sengaja adalah perbuatan yang mengakibatkan
hilangnya nyawa dengan disertai niat membunuh korban.10 Artinya
pembunuhan sengaja merupakan suatu pembunuhan dimana pelaku
perbuatan tersebut sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia
menghendaki akibat dari perbuatannya, yaitu matinya orang yang
menjadi korban. Sebagai indikator dari kesengajaan untuk membunuh
tersebut dapat dilihat dari alat yang digunakannya. Dalam hal ini alat
yang digunakan untuk membunuh adalah alat yang pada umumnya dapat
mematikan korban, seperti senjata api, senjata tajam dan sebagainya.
Sedangkan menurut Hasbullah Bakri pembunuhan sengaja adalah
suatu perbuatan yang disertai niat (direncanakan) sebelumnya untuk
menghilangkan nyawa orang lain. Dengan menggunakan alat-alat yang
dapat mematikan, seperti golok, kayu runcing, besi pemukul, dan
sebagainya, dengan sebab-sebab yang tidak dibenarkan oleh ketentuan
hukum.11
2. Pembunuhan Menyerupai Sengaja (Qatl Shibhu al’Amd)
Pengertian dari pembunuhan menyerupai sengaja ini memiliki
beberapa perbedaan dari para ulama, yaitu:
a. Menurut Hanafiyah pembunuhan menyerupai sengaja adalah
sengaja memukul dengan menggunakan tongkat, cambuk, batu,
tangan, atau benda lainnya yang mengakibatkan kematian. 12
b. Menurut Syafi’iyah pembunuhan menyerupai sengaja yaitu sengaja
dalam melakukan perbuatan, tetapi keliru dalam pembunuhan.
Maksudnya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak diniatkan
untuk membunuh tetapi menyebabkan kematian.13
c. Menutut Hanabilah pembunuhan menyerupai sengaja adalah
melakukan perbuatan yang dilarang dengan alat yang pada
umumnya tidak akan mematikan namun kenyatannya korban mati
karenanya.14
Dari definisi di atas dapat di ambil inti sari bahwa dalam
pembunuhan menyerupai sengaja, perbuatan memang dilakukan dengan
sengaja, tetapi tidak ada unsur atau niat dalam diri pelaku untuk
11 Rahmat Hakim, Hukum pidana Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), 118. 12 Abd al-Qa>dir Audah, at-Tashri>‘ al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 93.
13 Ibid, 94.
membunuh korban. Sebagai bukti tentang tidak adanya niat membunuh
tersebut dapat dilihat dari alat yang digunakan. Apabila alat tersebut
pada umumnya tidak akan mematikan, seperti tongkat, ranting kayu,
batu kerikil, atau sapu lidi maka pembunuhan yang terjadi termasuk
pembunuhan menyerupai sengaja, akan tetapi jika alat yang digunakan
untuk membunuh pada umumnya mematikan, seperti senjata api, senjata
tajam, atau racun, maka pembunuhan tersebut termasuk dalam
pembunuhan sengaja.15
3. Pembunuhan Tersalah (Qatl al-Khata’)
Pembunuhan tersalah adalah pembunuhan yang yang tidak disertai
niat atau maksud untuk membunuh atau menganiaya.16 Pembunuhan
tersalah dibagi menjadi dua kategori, yaitu pembunuhan karena
kekeliruan semata-mata dan pembunuhan yang disamakan dengan
kekeliruan.
Pembunuhan karena kekeliruan semata-mata adalah sutau
pembunuhan dimana pelaku sengaja melakukan suatu perbuatan, tetapi
tidak ada maksud untuk mengenai orang, melainkan terjadi kekeliruan,
baik dalam perbuatannya maupun dalam dugaannya.17 Sedangkan
15 Ibid.
16 Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-Asas Hukum Pidana Islam), (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 17.
pembunuhan yang disamakan dengan kekeliruan adalah suatu
pembunuhan dimana pelaku tidak mempunyai maksud untuk melakukan
perbuatan dan tidak menghendaki akibatnya.18
Pembunuhan tersalah ini memiliki tiga kemungkinan bisa terjadi,
yaitu:19
a. Bila si pelaku pembunuhan sengaja melakukan suatu perbuatan
dengan tanpa maksud melakukan suatu kejahatan, tetapi
mengakibatkan kematian seseorang; kesalahan seperti ini disebut salah dalam percobaan (error in concrito).
b. Bila si pelaku melakukan perbuatan dan mempunyai niat membunuh
seseorang yang dalam persangkaannya boleh dibunuh namun
kenyatannya orang tersebut tidak boleh dibunuh. Kesalahan seperti ini disebut salah dalam maksud (error in objecto).
c. Bila pelaku tidak bermaksud melakukan kejahatan tetapi akibat
kelalaiannya dapat menimbulkan kematian seseorang.
D. Unsur-Unsur Pembunuhan
1. Unsur-Unsur Pembunuhan Sengaja
18 Ibid.
a. Korban yang dibunuh adalah manusia hidup
Salah satu unsur dari pembunuhan disengaja adalah korban
harus berupa manusia yang hidup. Dengan demikian apabila korban
bukan manusia atau manusia tetapi ia sudah meninggal lebih dahulu
maka pelaku bisa dibebaskan dari hukuman qis}a>s} atau dari
hukuman-hukuman yang lain, akan tetapi jika korban dibunuh
dalam keadaan sekarat maka pelaku dapat dikenakan hukuman.
Karena orang yang sedang sekarat termasuk orang yang masih
hidup. Kalau korban itu merupakan janin yang masih dalam
kandungan maka ia belum dianggap manusia yang hidup mandiri,
sehingga kasus ini dikelompokkan kedalam jari>mah tersendiri.20
b. Kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku
Antara perbuatan dan kematian terdapat hubungan sebab
akibat, yaitu bahwa kematian yang terjadi merupakan akibat dari
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Apabila hubungan tersebut
terputus artinya kematian disebabkan oleh hal lain, maka pelaku
tidak dianggap sebagai pembunuh sengaja.21 Dalam hal ini tidak ada
keharusan bahwa pembunuhan tersebut harus dilakukan dengan
cara-cara tertentu, namun demikian, para ulama mengaitkan
pelakunya dengan alat yang dipakai ketika melakukan pembunuhan
haruslah yang lazim dapat menimbulkan kematian. Kalau alat yang
dipakai keluar dari kelaziman (tidak umum) sebagai alat pembunuhan, hal itu akan mengundang syubhat, sedangkan syubhat
harus dihindari.22 Akan tetapi menurut Imam Malik, setiap alat dan
cara apa saja yang mengakibatkan kematian, dianggap sebagai
pembunuhan sengaja apabila perbuatannya dilakukan dengan
sengaja.23
c. Pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian
Pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila
dalam diri pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan
hanya kesengajaan dalam perbuatannya saja. Niat untuk membunuh
korban inilah yang membedakan antara pembunuhan sengaja dengan
pembunuhan menyerupai sengaja. Pendapat ini dikemukakan oleh
jumhur fuqaha yang terdiri atas Imam Abu Hanifah, Imam Syafii,
dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Akan tetapi menurut Imam Malik,
niat membunuh itu tidak penting, dalam pembunuhan sengaja yang
penting adalah apakah perbuatannya itu sengaja atau tidak, apabila
pelaku sengaja melakukan pemukulan misalnya, meskipun tidak ada
22 Rahmat Hakim, Hukum pidana Islam, 119.
maksud untuk membunuh korban maka perbuatannya itu sudah
termasuk pembunuhan sengaja.24
2. Unsur-Unsur Pembunuhan Menyerupai Sengaja
a. Perbuatan pelaku mengakibatkan kematian korban
Untuk terpenuhinya unsur ini, pelaku disyaratkan melakukan
perbuatan yang mengakibatkan kematian korban, apapun bentuk
perbuatnnya, baik pemukulan, pelukaan, maupun lainya dari
beragam bentuk penganiayaan dan menyakiti yang tidak termasuk
pemukulan dan pelukaan, seperti menenggelamkan, membakar,
meracuni dengan tanpa niat membunuh. Di samping itu juga
disyaratkan, korban yang dibunuh adalah orang yang terpelihara
darahnya atau yang terjamin keselamatannya oleh negara Islam.25
b. Adanya kesengajaan pelaku dalam melakukan perbuatan
Pelaku disyaratkan melakukan perbuatan secara sengaja yang
mengakibatkan kematian tanpa niat membunuh korban secara
sengaja. Ini adalah satu-satunya perbedaan antara pembunuhan
sengaja dan pembunuhan menyerupai sengaja. Dalam pembunuhan
sengaja pelaku melakukan perbuatan secara sengaja dan niat untuk
membunuh korban. Adapun dalam pembunuhan menyerupai sengaja
pelaku melakukan perbuatan secara sengaja, tetapi tidak berniat
membunuh korban.26
c. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan
kematian korban.27
Disyaratkan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan
penganiayaan, yaitu penganiayaan itu menyebabkan kematian
korban secara langsung atau merupakan sebab yang membawa
kematiannya. Jadi tidak dibedakan antara kematian korban itu
seketika dengan kematian yang terjadi tidak seketika.28
3. Unsur-Unsur Pembunuhan Tersalah
a. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian korban
Untuk terwujudnya tindak pidana pembunuhan karena
kesalahan, disyaratkan adanya perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku terhadap korban, baik ia menghendaki perbuatan tersebut
maupun tidak. Perbuatan tersebut tidak disayaratkan harus
perbuatan tertentu seperti pelukaan, melainkan perbuatan apa saja
yang mengakibatkan kematian, seperti membuang air panas,
26 Abd al-Qa>dir Audah, at-Tashri>‘ al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 100.
27 A. Jazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), 132.
melemparkan batu, dan sebagainya. Di samping itu, perbuatan
tersebut bisa langsung bisa juga tidak langsung. Contoh perbuatan
langsung seperti menembak kijang tetapi pelurunya menyimpang
mengenai orang, contoh perbuatan yang tidak langsung seperti
seorang yang menggali saluran air di tengah jalan dan tidak diberi
rambu-rambu, sehingga mobil yang lewat pada malam hari
terjungkal dan penumpangnya ada yang mati. 29
b. Perbuatan terjadi karena kekeliruan pelaku
Kekeliruan merupakan unsur yang berlaku untuk semua jari>mah. Unsur kekeliruan ini terdapat apabila dari suatu perbuatan
timbul akibat yang tidak dikehendaki oleh pelaku. Baik perbuatanya
itu langsung maupun tidak langsung, dikendaki oleh pelaku atau
tidak. Dengan demikian, dalam pembunuhan karena kesalahan,
kematian terjadi akibat kelalaian pelaku atau kurang hati-hatinya,
atau karena perbuatanya itu melanggar peraturan pemerintah.
Ukuran kekeliruan dalam syariat Islam adalah tidak adanya
kehati-hatian, dengan demikian, semua bentuk ketidak hati-hatian dan
tindakan melampaui batas serta istilah lain sama, semua itu
termasuk dalam kekeliruan.30
c. Antara kekeliruan dan akibat perbuatan mempunyai hubungan sebab
akibat
Untuk adanya pertanggung jawaban bagi pelaku dalam
pembunuhan karena kekeliruan disyaratkan bahwa kematian
merupakan akibat dari kekeliruan tersebut. Artinya kekeliruan
merupakan penyebab bagi kematian tersebut. Dengan demikian
antara kekeliruan dan kematian terdapat hubungan sebab akibat.
Apabila hubungan tersebut terputus maka tidak ada pertanggung
jawaban bagi pelaku. Hubungan sebab akibat dianggap ada,
manakala pelaku menjadi penyebab dari perbuatan yang
mengakibatkan kematian tersebut. Baik kematian itu sebagai akibat
langsung perbuatan pelaku maupun akibat langsung perbuatan pihak
lain. Contohnya orang yang memberi upah orang lain untuk
membuat saluran di tengah jalan, lalu ada orang jatuh kedalamnya
dan mati. Dengan begitu orang yang menyuruh orang membuat
saluran itu adalah orang yang bertanggung jawab.31
E. Sanksi Pembunuhan
1. Sanksi Pembunuhan Sengaja
Pihak keluarga korban dapat memutuskan salah satu sanksi dari tiga
pilihan untuk pelaku pembunuhan yang disengaja, yaitu (1) qis}a>s}, yaitu
hukuman pembalasan setimpal dengan penderitaan korbannya, (2) diyat,
yaitu pembunuh harus membayar denda sejumlah 100 ekor unta, atau
200 ekor sapi atau 2000 ekor kambing, atau bentuk lain seperti uang
senilai harganya. Diyat tersebut diserahkan kepada pihak keluarga
korban, (3) pihak keluarga memaafkannya apakah harus dengan syarat
atau tanpa syarat.32
a. Qis}a>s}
Sanksi hukum qis}a>s} dibelakukan terhadap pelaku pembunuhan
sengaja (terencana), dan hal tersebut terdapat dalam al-Quran surat
al-Baqarah ayat 178
ً ي
ًا ي
ى لْت قْلاًىِفً صا صِقْلاً م كْي ل عً بِت كًْاو ما ءً نْيِ لا
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qis}a>s}
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. 33
Ayat ini berisi tentang hukuman qis}a>s} bagi pembunuh yang
melakukan kejahatannya secara sengaja dan pihak keluarga korban
tidak memafkan pelaku. Kalau keluarga korban ternyata memafkan
pelaku maka sanksi qis}a>s} tidak berlaku dan beralih menjadi
hukuman diyat. 34
Hukuman qis}a>s} tidak dapat dilaksanakan apabila
syarat-syaratnya tidak terpenuhi. Adapun syarat-syarat tersebut yaitu:
1) Syarat-syarat pelaku35
a) Pelaku harus orang mukallaf.
b) Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja.
c) Pelaku harus orang yang mempunyai kebebasan, artinya ia
tidak dipaksa untuk membunuh.
2) Syarat-syarat untuk korban36
a) Korban harus orang yang dijamin keselamatannya.
b) Korban bukan dari bagian pelaku.
c) Korban seimbang dengan pelaku dalam hal agama Islam
dan merdeka.
3) Syarat untuk perbuatan, yaitu perbuatan yang dilakukan harus
secara langsung (mubasyarah).
4) Syarat untuk wali (keluarga) korban, yaitu wali dari korban
yang memiliki hak qis}a>s} harus jelas diketahui.
Adapun hal-hal yang dapat menggugurkan qis}a>s} adalah:
1) Hilangnya objek qis}a>s}
2) Pengampunan
3) Perdamaian
4) Diwarisnya hak qis}a>s}
b. Diyat
Diyat adalah hukuman pengganti dari hukuman pokok untuk
pembunuhan sengaja yaitu qis}a>s}, hukumannya berupa membayar
denda dengan seratus ekor unta yang terdiri dari 30 ekor unta hiqqah
( umur 3-4 tahun), 30 ekor unta jadzaah (umur 4-5 tahun) dan 40 unta
yang sedang bunting, selain itu diyat dapat dilakukan dengan
membayar diyat 200 ekor sapi. Atau 2000 kambing, atau uang emas
seribu dinar, atau uang perak sebesar dua belas ribu dirham.37 Adapun
pembayarannya dibebankan pada pelaku dan harus dibayar tunai.
c. Ta’zi>r
Ta’zi>r merupakan hukuman pengganti kedua untuk pembunuhan
sengaja. Menurut Malikiyah apabila pelaku tidak diqis}a>s} maka wajib
dikenakan hukum ta’zi>r, yaitu didera seratus kali dan diasingkan
selama satu tahun. Sedangkan menurut jumhur ulama, hukuman ta’zi>r
tidak wajib dilaksanakan, melainkan diserahkan pada hakim untuk
memutuskannya. Dalam hai ini hakim diberi kebebasan untuk
memilih mana yang lebih maslahat, setelah mempertimbangkan
berbagai aspek yang berkaitan dengan tindak pidana yang
dilakukan.38
d. Hukuman tambahan
Ada dua macam hukuman tambahan atas pembunuhan sengaja,
yaitu terhalangnya hak atas warisan dan hilangnya hak atas wasiat.
2. Sanksi Pembunuhan Menyerupai Sengaja
a. Diyat
Hukuman pokok pembunuhan menyerupai sengaja adalah diyat.
Diyat pembunuhan menyerupai sengaja sama dengan diyat
pembunuhan sengaja, baik jenis, kadar, maupun pemberatannya.
Dalam pembunuhan sengaja pembayarannya dibebankan kepada
pelaku dan harus dibayar tunai. Sedangkan pembayaran diyat
pembunuhan menyerupai sengaja dibebankan pada ‘aqilah
(keluarga).39 waktu pembayaran diyat pembunuhan menyerupai
sengaja adalah tiga tahun sejak meninggalnya korban menurut Imam
38 ibid, 172
Syafi’i dan Imam Ahmad, sedangkan menurut Imam Abu Hanifah
adalah mulai dijatuhkan vonis atas pembunuh.40
b. Kifa>rat
Menurut jumhur ulama, selain Malikiyah, hukuman kifa>rat
diberlakukan dalam pembunuhan menyerupai sengaja. Hal ini karena
statusnya dipersamakan dengan pembunuhan karena kesalahan,
dalam hal tidak dikenakannya qis}a>s}, pembebanan diyat kepada
‘aqilah dan pembayaran dengan angsuran selama tiga tahun. Kifa>rat
dalam pembunuhan menyerupai sengaja ini merupakan hukuman
pokok yang kedua. Jenis hukuman kifa>rat yaitu memerdekakan
hamba sahaya yang mukmin, apabila hamba sahaya tidak ditemukan
maka diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut.
Malikiyah menganggap pembunuhan menyerupai sengaja sebagai
pembunuhan sengaja yang tidak wajib dikenakan kifa>rat. Dengan
demikian, menurut mereka hukuman pokok untuk tindak pidana ini
hanya satu.41
c. Ta’zi>r
Apabila hukuman diyat gugur karena suatu sebab pengampunan
atau lainnya, hukuman tersebut diganti dengan hukuman ta’zi>r.
Seperti halnya dengan pembunuhan sengaja, dalam pembunuhan
menyerupai sengaja ini, hakim diberi kebebasan untuk memilih jenis
hukuman ta’zi>r yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku.42
d. Hukuman tambahan
Seperti halnya dengan pembunuhan sengaja dalam pembunuhan
menyerupai sengaja juga terdapat hukuman tambahan, yaitu
penghapusan hak waris dan hak wasiat.
3. Sanksi Pembunuhan Tersalah
a. Diyat
Diyat merupakan hukuman pokok dalam pembunuhan tersalah,
namun memiliki ketentuan yang berbeda dengan pembunuhan sengaja
dan pembunuhan menyerupai sengaja, yaitu berupa seratus ekor unta
yang terdiri dari 20 ekor unta betina umur 1-2 tahun, 20 ekor unta
jantan umur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina umur 2-3 tahun, 20 ekor
unta hiqqah (umur 3-4 tahun) dan 20 ekor unta jadzaah (umur 4-5
tahun).43
b. Kifa>rat
Kifa>rat untuk pembunuhan tersalah merupakan hukuman pokok.
Adapun jenisnya yaitu memerdekakan hamba sahaya yang mukmin,.
Di samping sebagai hukuman, kifa>rat juga merupakan ibadah, oleh
karena itu, hukuman ini dibebankan sepenuhnya kepada harta pelaku
dan tidak dibantu oleh orang lain.44
c. Hukuman pengganti dan hukuman tambahan
Hukuman pengganti dalam pembunuhan tersalah yaitu puasa dua
bulan berturut-turut sebagai pengganti hukuman kifa>rat, sedangkan
hukuman tambahannya yaitu hapusnya hak waris dan hak wasiat.
42 BAB III
DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 163/PID.SUS/2015/PN.LBH TENTANG
KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN
MENINGGAL DUNIA
A. Deskripsi Kasus dan Landasan Hukum
Identitas terdakwa:
1. Nama lengkap : Jumardi Alias La Juma
2. Tempat lahir : Desa Sofan
3. Umur/tanggal lahir : 23Tahun/ 3 Oktober 1991
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Kebangsaan : Indonesia
6. Tempat tinggal : Desa Sofan, Kecamatan Taliabu Timur Selatan,
Kabupaten Pulau Taliabu
7. Agama : Islam
8. Pekerjaan : Mahasiswa1
Bahwa ia terdakwa JumardiI alias La Juma pada hari Rabu tanggal 18
Februari 2015 sekitar pukul 02.30 WIT atau setidak-tidaknya dalam waktu
lain pada bulan Februari tahun 2015 bertempat di Desa Kabuno Kecamatan
Tabona Kabupaten Pulau Taliabu atau setidak tidaknya di tempat lain yang
masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Labuha, yang
berwenang untuk memeriksa dan mengadili “menempatkan, membiarkan,
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan
terhadap anak yang mengakibatkan mati”, perbuatan terdakwa dilakukan
dengan cara sebagai berikut;
Berawal pada hari Rabu tanggal 18 Februari 2014 sekitar pukul 02.30
WIT dalam acara pesta perkawinan di Desa Kabuno Kecamatan Tabona
Kabupaten Pulau Taliabu, terdakwa dan korban Asrul Tabona alias Nai-Nai
sedang berjoget dan pada saat berjoget tersebut terdakwa dan korban saling
dorong; Bahwa pada saat terdakwa dan saksi La Sati selesai berjoget,
kemudian berjalan pulang dari tempat joget tersebut menuju rumah saksi La
Ware, kemudian korban bersama dengan saksi Bihurudin Buamona dan Ade
Onal mengikuti dan menghampiri terdakwa, lalu mengajak terdakwa berkenalan dan korban bertanya kepada terdakwa dengan mengatakan “orang
mana”, kemudian terdakwa menjawab “orang sofan”, setelah itu korban
langsung meninju terdakwa dengan menggunakan kepalan tangan sebanyak 2
(dua) kali dan mengenai mata sebelah kanan terdakwa, kemudian terdakwa
mencari saksi La Sati, namun saksi La Sati melarikan diri.
Bahwa selanjutnya terdakwa melarikan diri menuju tempat menginap
terdakwa tetap terus berusaha berlari namun terdakwa juga sempat
ditendang dari arah belakang sebanyak 1 (satu) kali dan mengenai tubuh
terdakwa bagian belakang hingga terdakwa terjatuh ke tanah dan terdakwa
berusaha untuk berdiri selanjutnya melarikan diri ke rumah saksi La Ware,
namun korban bersama saksi Bihurudin Buamona dan Ade Onal tetap
mengejar terdakwa; Bahwa sesampainya terdakwa di rumah saksi La Ware,
selanjutnya masuk ke dalam rumah tersebut dan langsung membuka baju
kemeja yang dipakainya yang terbuat dari kain levis berwarna biru dan
menaruh kemeja tersebut di atas kursi dan saat itu terdakwa hanya memakai
kaos kutang berwarna putih, kemudian terdakwa mengganti celana jeans
yang dipakainya dengan celana pendek jeans berwarna biru tua dan pada saat
terdakwa mengambil celana pendek jeans tersebut pisau badik yang
tersimpan di lipatan celana pendek jeans tersebut terjatuh dan saat itu
terdakwa juga mendengar korban, saksi Bihurudin Buamona dan Ade Onal
berteriak dari luar, dengan teriakan “woe keluar tong bunuh ose (keluar kami
bunuh kamu)”; Bahwa kemudian terdakwa keluar dari rumah saksi La Ware
dengan membawa pisau badik tersebut menuju samping perempatan untuk
menemui korban, saksi Bihurudin Buamona dan Ade Onal, namun yang
terdakwa dapati hanyalah korban, di saat terdakwa mendekati korban dan
saling berhadapan, terdakwa melihat korban memegang 1 (satu) buah kayu
korban langsung berbalik kanan dan pada saat itu juga terdakwa langsung
menikamkan badik tersebut ke arah lengan tangan korban sebelah kiri
sebanyak 1 (satu) kali, selanjutnya korban melarikan diri ke arah sabua
(tempat pelaksanaan joget) dan terdakwa tidak mengejarnya dan pulang ke
rumah saksi La Ware.
Bahwa sesampainya terdakwa di halaman rumah saksi La Ware, lalu
terdakwa menyampaikan kepada teman-temannya yakni saksi Marno La
Maini, saksi Rival Ali alias La Man, saksi Endri Kamir, saksi Soni La Ante
alias La Suni, saksi Haslan La Lili alias Tison, saksi Andri La Ona, saksi
Arsan La Mara alias La Una bahwa “ beta abis tikam orang (saya selesai
tikam orang)” sambil terdakwa menunjukkan pisau badik yang digunakannya
untuk menikam korban.
Bahwa tidak lama kemudian terjadi pelemparan batu yang dilakukan
oleh orang-orang dari Desa Tabona ke arah rumah saksi La Ware, kemudian
terdakwa dan teman-temannya tersebut pergi melarikan diri ke Desa Sofan,
sementara dalam perjalanan pulang ke Desa Sofan, terdakwa pun
menyampaikan lagi kepada teman-temannya “beta ada tikam orang yang
dusu beta tadi (saya sudah tikam orang yang kejar saya tadi)”.
Bahwa pada saat korban melarikan diri dan sampai di sekitar tempat
pesta joget tersebut, korban bertemu dengan saksi Bihurudin Buamona
sambil berkata “ada orang tabona” kemudian saksi Bihurudin Buamona
lengan kirinya dan pada saat itu juga saksi Bihurudin Buamona pergi
meninggalkan korban untuk memberitahukan kepada saksi Armin Jainahu
dan setelah bertemu saksi Bihurudin Buamona mengatakan “Nai-Nai dapa
tikam, orang sofan yang tikam (Asrul Tabona alias Nai-Nai dapat tikam, orang Desa Sofan yang tikam)”, setelah saksi Armin Jainahu mendengar hal
tersebut kemudian saksi memanggil Eka Sibela dan Dahir Sangaji untuk
pergi melihat korban, dan setelah bertemu saksi Armin Jainahu melihat
korban sedang memegang pagar dan langsung terjatuh dalam posisi terlentang, kemudian saksi Armin Jainahu menanyakan kepada korban “sapa
yang tikam se (siapa yang tikam kamu)” dan korban menjawab bahwa
“bantu beta anak-anak tikam beta (bantu saya anak-anak tikam saya)”
kemudian saksi Armin Jainahu tanyakan kembali ke korban bahwa “anak
-anak sapa (-anak-anak siapa)” korban pun menjawab bahwa “anak-anak
sofan” lalu saksi Armin Jainahu menanyakan lagi bahwa “anak-anak sofan
siapa” namun korban tidak menjawab dan hanya berdiam diri sambil
menjerit kesakitan dan pada saat itu saksi Armin Jainahu juga melihat darah
yang mengalir di tangan kiri korban, kemudian saksi Armin Jainahu
mengangkat lengan baju milik korban sebelah kiri dan melihat luka pada
bagian dalam lengan tangan kiri korban yang tembus dari bagian luar ke
bagian dalam lengan tangan kiri korban, kemudian saksi Armin Jainahu
malam dan akhirnya saksi Armin Jainahu pun langsung membawa dan
membaringkan korban di dalam sabua (tempat joget), sedangkan Eka Sibela
dan Dahir Sangaji mencari pemuda Desa Sofan untuk membalasnya.
Bahwa setelah korban dibaringkan di dalam sabua, kemudian saksi
Armin Jainahu pergi mencari Bidan Desa Kabuno namun tidak ketemu,
selanjutnya saksi Armin Jainahu pergi mencari teman-temannya yang sedang
mengamuk di perempatan Desa Kabuno untuk melakukan pembalasan ke
pemuda Desa Sofan dan setelah situasi reda, saksi Armin Jainahu beserta
teman-temannya dari Desa Tabona langsung pergi melihat korban yang
sedang terbaring di dalam sabua;
Bahwa setibanya saksi Armin Jainahu dan teman-temannya tersebut di
tempat korban terbaring, saksi Armin Jainahu melihat orang-orang telah
banyak berkumpul dan keadaan korban pada saat itu sudah tidak bergerak
dan meninggal dunia.
Bahwa sebagaimana hasil pemeriksaan mayat bernama Asrul Tabona
alias Nai-Nai Nomor : 01/440/337/PKM-TBN/II/2015 tanggal 19 Februari
2015 yang dibuat dan ditandatangani Mustina, Amd., Kep. Perawat pada
Puskesmas Desa Tabona didapatkan hasil pemeriksaan:
1. Pada jenazah didapatkan luka robek atau tusuk dengan kedalaman 10 cm,
panjang 8 cm, lebar 4 cm pada lengan kiri atas;
Kesimpulan :
Bahwa korban terdapat luka robek / tusuk, terdapat pembuluh darah
besar (aorta) putus akibat benturan benda tajam; Bahwa Keterangan Tentang
Diri Siswa atas nama Asrul Tabona yang diterbitkan SD Alhilaal 2 Tabona
dan ditandatangani Suratmi Djainahu selaku Kepala Sekolah SD Alhilaah 2
Tabona tanggal 17 Juli 2006 menerangkan bahwa Asrul Tabona lahir pada
tanggal 15 April 2000, dengan demikian pada saat kejadian tersebut korban
Asrul Tabona alias Nai Nai masih berusia 14 (empat belas) tahun dan masih
dalam kategori anak. Perbuatan terdakwa Jumardi alias La Juma tersebut
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 80 ayat (3) jo. Pasal
76C Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2
B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor
163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang Kekerasan Terhadap Anak yang
Mengakibatkan Meninggal Dunia
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan
Terdakwa, dan barang bukti yang satu dengan lainnya saling bersesuaian,
maka Majelis Hakim mendapatkan fakta-fakta sebagai berikut :3
1. Bahwa benar pada hari Rabu tanggal 18 Februari 2015 sekitar pukul 02.30
WIT di jalan umum samping perempatan Desa Kabuno Kecamatan
Tabona Kabupaten Pulau Taliabu, terdakwa telah melakukan penikaman
terhadap korban Asrul Tabona alias Nai Nai (almarhum).
2. Bahwa benar awalnya terdakwa dan rekan terdakwa yakni saksi La Sati
sementara berjalan pulang dari tempat joget menuju rumah saksi La Ware
saat masih berada dalam perjalanan, korban dan kedua rekannya yang
terdakwa tidak kenal datang dan menghampiri terdakwa dan korban
sempat mengajak terdakwa untuk berkenalan, kemudian korban mengatakan kepada terdakwa bahwa “orang mana” terdakwa pun
menjawab “orang sofan” tiba-tiba saksi korban langsung meninju
terdakwa dengan menggunakan kepalan tangan dan mengenai bagian
sebelah kanan mata terdakwa sebanyak 2 (dua) kali, kemudian terdakwa
berbalik hendak mencari teman terdakwa yakni saksi La Sati tetapi
terdakwa tidak melihat saksi La Sati karena entah pergi melarikan diri
kemana.
3. Bahwa benar karena takut terdakwa pun berlari untuk menyelamatkan diri
menuju tempat menginap terdakwa yakni di rumahnya saksi La Ware,
saat terdakwa sementara lari, terdakwa sempat merasakan pukulan yang
mengenai kepala terdakwa sebelah kanan dengan menggunakan kayu
sebanyak 1 (satu) kali namun terdakwa tidak tahu siapa yang
memukulnya, tetapi terdakwa terus berusaha untuk melarikan diri, namun
terdakwa sempat ditendang juga dari arah belakang hingga mengenai
tubuh terdakwa bagian belakang sebanyak 1 (satu) kali hingga terdakwa
langsung terjatuh ke atas jalan beraspal, saat terdakwa berdiri dan
berusaha untuk melarikan diri menuju ke rumah saksi La Ware, korban
dan kedua rekannya tetap mengejar terdakwa hingga terdakwa masuk ke
dalam rumah saksi La Ware, terdakwa langsung membuka baju kemeja
terdakwa dan terdakwa meletakannya di atas kursi sehingga saat itu yang
terdakwa kenakan hanyalah baju kaos kutang berwarna putih, kemudian
terdakwa