• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN MENINGGAL DUNIA : STUDI PUTUSAN NOMOR 163/PID.SUS/2015/PN.LBH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN MENINGGAL DUNIA : STUDI PUTUSAN NOMOR 163/PID.SUS/2015/PN.LBH."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh Diana Zahroh NIM. C03212038

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Kekerasan

Terhadap Anak yang Mengakibatkan Meninggal Dunia (Studi Putusan Nomor

163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh)” ini merupakan hasil penelitian kepustakaan untuk

menjawab pertanyaan: Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum hakim dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia?, Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap sanksi putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia?.

Data penelitian dihimpun dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data dengan teknik dokumentasi. Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis menggunakan Hukum Pidana Islam. Adapun

metodenya adalah deskriptif analitis dan menggunakan pola pikir deduktif yaitu

analisis yang bersifat umum untuk menemukan kesimpulan yang bersifat khusus. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa berbeda dengan keputusan dari Majelis Hakim yang menetapkan terdakwa melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak, dalam pandangan Hukum Pidana Islam merupakan tindak pidana pembunuhan menyerupai sengaja dimana pelaku sengaja menikam korban tetapi tidak berniat untuk membunuhnya melainkan untuk membalas perbuatan korban. Sedangkan sanksi yang diterapkan bagi pelaku menurut Hukum Pidana Islam

adalah ta’zi>r, yaitu hakim diberi wewenang penuh untuk menentukan jenis

hukuman bagi pelaku. Sanksi dalam putusan ini sesuai dengan Hukum Pidana Islam dimana Majlis Hakim juga yang diberi wewenang untuk memilih hukuman yang lebih maslahat dan bersifat mendidik terdakwa.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN . ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional... 14

H. Metode Penelitian ... 15

(8)

BAB II PEMBUNUHAN TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM

PIDANA ISLAM ... 20

A. Pengertian Pembunuhan ... 20

B. Dasar Hukum Pembunuhan ... 22

C. Klasifikasi Pembunuhan ... 24

D. Unsur-Unsur Pembunuhan ... 29

E. Sanksi Pembunuhan ... 35

BAB III DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 163/PID.SUS/2015/PN.LBH TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN MENINGGAL DUNIA ... 42

A. Deskripsi Kasus dan Landasan Hukum... 42

B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang Kekerasan Terhadap Anak yang Mengakibatkan Meninggal Dunia ... 49

C. Hal-Hal yang Memberatkan dan Meringankan ... 60

D. Amar Putusan ... 60

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 163/PID.SUS/2015/PN.LBH TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN MENINGGAL DUNIA ... 63

A. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan No. 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh ... 63

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi dalam Putusan No. 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh ... 69

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... 73

(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah anugerah kehidupan yang diberikan oleh Allah SWT.

kepada orang tua sebagai perhiasan kehidupan di dunia untuk dijaga dan

dibimbing agar menjadi manusia yang berakhlak baik. Orang tualah yang

pertama-tama bertanggaung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik

secara rohani, jasmani maupun sosial. Selain orang tua, yaitu orang-orang

yang berada di lingkungan sekitarnya juga memiliki peran dalam

mewujudkan kesejahteraan anak.

Bagi negara Indonesia anak merupakan generasi penerus bangsa dan

penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek

pelaksana pembangunan dan pemegang kendali negara di masa yang akan

datang, menjadi aset berharga yang harus dilindungi hak dan kewajibannya.

Anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan bagi

pembangunan bangsa.1

(11)

Pada dasarnya anak belum bisa melindungi diri sendiri dari berbagai

macam tindakan maupun ancaman di sekitarnya yang dapat menimbulkan

kerugian fisik, mental, dan sosial mengingat batasan umur kedewasaan dan

cakap hukum menurut undang-undang. Oleh karena itu Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pada hukum (rechtsstaat) sudah selayaknya

memberi perlindungan hukum kepada anak atas hak-haknya, sehingga anak

bisa mendapatkan perlindungan peraturan perundang-undangan yang

diberlakukan terhadap dirinya. 2

Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya

perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children), serta berbagai kepentingan

yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.3 Upaya yang dilakukan

negara Indonesia untuk melindungi anak yaitu dengan diberlakukannya

beberapa Undang-Undang, yaitu UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang

diperbaharui dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

yang memiliki fungsi melindungi anak dalam hal anak yang menjadi korban.

Namun di era globalisasi ini, tingkat kriminalitas dan kejahatan semakin

meningkat baik di kalangan masyarakat dewasa dan anak-anak. Tidak peduli

kejahatan itu dilakukan oleh siapa dan untuk siapa, anak terhadap ibunya,

(12)

ibu terhadap anaknya, sesama orang dewasa atau sesama anak-anak, dan

meskipun masih ada hubungan keluarga ataupun tidak, kejahatan dan

kriminalitas meningkat disetiap tahunnya, seakan-akan UU yang berlaku

tidak lagi ditaati dan diabaikan.

Kekerasan terhadap anak adalah salah satu dari sekian banyak kejahatan

yang marak baru-baru ini. Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan

dan kasih sayang, justru mendapatkan yang sebaliknya, yaitu perlakuan

buruk seperti eksploitasi, penganiayaan, bahkan pembunuhan. Mengambil

dari sebuah kasus yang baru-baru ini telah terjadi, yaitu kasus kekerasan

terhadap anak di Desa Kabuno Kecamatan Tabona Kabupaten Pulau Taliabu

mengakibatkan seorang anak yang masih berumur 14 tahun meninggal dunia.

Asrul Tabona, adalah salah satu korban kekerasan yang dilakukan oleh

orang dewasa. Kejadiannya bermula pada saat Asrul Tabona dan Jumardi

menghadiri pesta perkawinan di Desa Kabuno, Jumardi (terdakwa) dan

Asrul Tabona (korban) sedang berjoget dan pada saat berjoget tersebut

terjadi saling dorong antara terdakwa dan korban.

Setelah Jumardi selesai berjoget ia berjalan bersama dengan La Sati

menuju rumah La Ware, pada saat itu Asrul, Bihurudin dan Ade meghampiri

Jumardi dan mengajak berkenalan. Setelah perkenalan Asrul langsung

meninju Jumardi sebanyak 2 kali mengenai mata sebelah kanan terdakwa, 1

kali pukulan mengenai kepala sebelah kanan dan 1 kali tendangan mengenai

bagian belakang tubuh Jumardi, kemudian jumardi lari menuju ke rumah La

(13)

Sesampainya di rumah La Ware, Jumardi berganti baju pendek dan

mengeluarkan pisau badik yang ada di pakaiannya sebelumnya, Jumardi

mendengar Asrul, Bihurudin dan Ade berteriak menyuruh Jumardi untuk

keluar rumah. Jumardi keluar dari rumah La Ware dengan membawa pisau

badik di tangannya untuk menemui Asrul dan temann-temannya di samping

perempatan jalan, namun yang didapati hanya Asrul Tabona dengan

memegang kayu pagar. Saat saling berhadapan Asrul Tabona melihat

Jumardi membawa sebilah pisau badik dan ia langsung berbalik, kemudian

Jumardi menikam bahu Asrul di sebelah kiri dan Asrul melarikan diri menuju

tempat acara pernikahan. Sedangkan Jumardi melarikan diri ke Desa Sofan

pada saat orang-orang Desa Tabona melempari rumah La Ware dengan batu.

Asrul memberitahu Bihurudin dan Armin Jainahu serta warga Desa

Tabona bahwa ia telah ditikam oleh orang Desa Sofan, karena sudah larut

malam rumah masyarakat telah tutup dan Armin pergi mencari Bidan namun

tidak berhasil, kemudian Asrul dibawa ke Sabua (tempat joget) dan ditinggal

untuk pergi mencari teman-temannya yang sedang mengamuk di perempatan

desa. Setibanya saksi Armin Jainahu dan teman-temannya tersebut di tempat

korban terbaring, saksi Armin Jainahu melihat orang-orang telah banyak

berkumpul dan keadaan korban pada saat itu sudah tidak bergerak dan

meninggal dunia. Hasil visum yang dibuat oleh Mustina selaku Perawat

Puskesmas Desa Tabona mengatakan bahwa pada korban terdapat luka robek

atau tusuk, dan terdapat pembuluh darah besar (Aorta) putus akibat benturan

(14)

Dalam kasus di atas perbuatan yang dilakukan oleh Jumardi

menyebabkan seorang anak yaitu Asrul Tabona meninggal dunia. Maka dari

itu Jumardi dikenai Pasal 80 Ayat (3) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI

Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi: Pasal 80 ayat (3):

“dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, Maka pelaku

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).” Pasal 76c:

“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh

melakuan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak” 4

Pada UU Perlindungan Anak menyebutkan tentang tindakan kekerasan

terhadap anak, namun tidak memberikan definisi mengenai kekerasan. Secara umum kekerasan berasal dari kata “keras” yang mendapat imbuahan

“ke” dan an” yang berarti menunjukkan kata sifat keras pada suatu

kegiatan.5 Kekerasan terhadap anak adalah perilaku yang bersifat tindak

penganiayaan yang dilakukan orang tua (dewasa) terhadap anak-anak (usia

0-18 tahun) atau selama mereka berstatus anak secara hukum.6

Mengenai batasan umur anak KUHP memberikan penjelasannya secara

eksplisit tentang pengertian anak tetapi dapat dijumpai antara lain dalam

pasal 45 dan pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun, pasal 45 KUHP

4 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

(15)

berbunyi: “jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan

yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh

memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya,

walinya atau pmeliharanya, dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman.”7

Sedangkan yang diterapkan dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang

perlindungan anak pada pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk janin yang masih dalam

kandungan.8

Dalam Islam, Kejahatan disebut dengan Jināyat, secara bahasa kata

Jināyat adalah bentuk jama’ dari kata jina>yah yang berasal dari kata jana>

yajni>hi jina>yatan yang berarti melakukan dosa, kata jina>yah dijama’kan

karena mencakup banyak jenis perbuatan dosa sedangkan menurut istilah

syar’i kata jina>yah berarti menganiaya badan sehingga pelakunya wajib

dijatuhi hukuman qis}a>s} dan diyat.9 Kejahatan juga disebut dengan istilah

jari>mah, yaitu perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam

oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zi>r.10 Kekerasan terhadap anak juga

merupakan suatu kejahatan, apalagi jika menimbulkan kematian bagi anak. Sebagian fuqaha menggunakan kata jina>yat untuk perbuatan yang yang

berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan

7 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Bogor: Politeia, 1991), 61. 8 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(16)

lain sebagainya.11 Adapun pembunuhan ataupun tindakan melukai seseorang

dalam pandangan hukum Islam tergolong dalam jari>mah qis}a>s} dan diyat

yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman qis}a>s} dan diyat yang telah

memiliki ketentuan sendiri mengenai unsur-unsurnya.

Hukuman untuk jarimah qis}a>s} dan diyat tidak bisa disetarakan dengan

hukuman dalam perspektif hukum positif. Qis}a>s} adalah hukuman yang setara

dengan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, seperti membunuh

hukumannya juga harus dibunuh. Sedangkan Hukum pidana nasional tidak

mengenal hukuman jilid, rajam, dan potong tangan serta qis}a>s} dan diyat,

namun hukumannya berupa penjara, kurungan dan denda. 12

Dalam hukum positif perbuatan Jumardi diancam pidana penjara 15

tahun sesuai pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan

anak, namun atas dasar pertimbangan hukum hakim diputus dengan

hukuman 7 tahun. Hukuman di atas yang didasarkan pada hukum positif

tentunya akan berbeda apabila dilihat dari perspektif Hukum Pidana Islam.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat kasus di

atas dalam sebuah penelitian untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim

dan sanksi dalam putusan Pengadilan Negeri Labuha sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan juga ditinjau dari segi Hukum Pidana

Islam. Oleh karena itu penulis akan menganalisis permasalahan tersebut

11 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 1.

(17)

untuk melakukan penelitian lebih jauh lagi, dan menuangkan dalam skripsi

yang berjudul: Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Kekerasan Terhadap

Anak Yang Mengakibatkan Meninggal Dunia. (Studi Putusan Nomor

163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas muncul beberapa variable

terkait kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia, agar

tidak keluar dari rumusan masalah, penulis mengidentifikasi masalah sebagai

berikut:

1. Deskripsi tindak kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan

meninggal dunia dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh

2. Putusan hukum hakim tentang kekerasan terhadap anak yang

mengakibatkan meninggal dunia dalam putusan Nomor

163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap anak.

4. Implementasi Hukum Pidana Islam terkait kasus kekerasan terhadap

anak yang mengakibatkan meninggal dunia.

5. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum hakim

dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan

(18)

6. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap sanksi dalam putusan Nomor

163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang

mengakibatkan meninggal dunia.

Sedangkan untuk membatasi masalah, maka ditetapkan batasan masalah

yang akan dibahas, antara lain sebagai berikut:

1. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum hakim

dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan

terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia.

2. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap sanksi dalam putusan Nomor

163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang

mengakibatkan meninggal dunia.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat ditarik

sebuah rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hukum

hakim dalam putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang

kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia?

2. Bagaimana analisis Hukum Pidana Islam terhadap sanksi putusan

Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang

(19)

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.13

Penelitian yang pernah dilakukan, di antaranya:

1. “Upaya Advokasi Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jawa Timur dan

Tindak Kekerasan Terhadap Anak (dalam Perspektif Kriminologi dan

Hukum Islam).” Yang ditulis oleh Tajus Subki mahasiswa IAIN Sunan

Ampel Surabaya jurusan Siyasah Jinayah, tahun 2006. Dalam penelitian

tersebut membahas tentang upaya yang dilakukan PTT Jatim dalam

mengatasi tindak kekerasan terhadap anak. Dan upaya yang dilakukan

sudah sesuai dengan pandangan hukum Islam.14

2. “Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2003

tentang Perlindungan Anak Mengenai tentang Kekerasan Anak dalam

Rumah Tangga (Studi Penanganan Anak Korban Kekerasan dalam

Rumah Tangga di Pusat Pelayanan Terpadu/PPT Kabupaten Probolinggo).” Yang ditulis oleh Abd Rozak mahasiswa IAIN Sunan

Ampel, tahun 2009. Skripsi tersebut menjelaskan tentang faktor-faktor

13 Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: t.p.,2015), 8.

(20)

terjadinya kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga serta upaya

penanggulangannya, yaitu dengan sosialisasi Undang-Undang

perlindungan anak dan melalui pendidikan.15

3. “Studi Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo

No.202/Pid.B/2009/PN.Sidoarjo tentang Kekerasan Terhadap Anak

Dibawah Umur.” Yang ditulis oleh Faisol Amir mahasiswa IAIN Sunan

Ampel, tahun 2010. Skripsi ini membahas tentang pertimbangan hakim

dalam memberikan putusan tentang kekerasan terhadap anak. Pelakunya

dihukum dengan pidana penjara 6 bulan ditambah denda Rp.200.000.

sedangkan dalam hukum Islam, tindakan kekerasan dijatuhi hukuman

yang berupa ta’zi>r.16

4. “Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Tinjauan Hukum Islam

terhadap UU No. 23 Tahun 2002)” yang ditulis oleh Edwin Ristianto

mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, tahun 2010. Skripsi tersebut mengkaji

tentang bagaimana kekerasan terhadap anak menurut UU No. 23 Tahun

2002 dan hukum Islam. Islam sangat menekankan pentingnya

pemberdayaan dan perlindungan terhadap anak-anak, serta mendukung

sarana-sarana untuk mencapai tujuan tersebut, kesimpulannya bahwa

15 Abd Rozak, Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak Mengenai tentang Kekerasan Anak dalam Rumah Tangga (Studi Penanganan Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Pusat Pelayanan Terpadu/PPT Kabupaten Probolinggo)”, (Skripsi--Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2009).

(21)

materi Undang-Undang Perlindungan Anak sejalan dengan maqa>s}id

asy-sya>ri’ah.

5. Perlindungan Anak Korban Kekerasan Dalam Keluarga (Studi Kasus

Terhadap Penanganan Anank Korban Kekerasan dalam Keluarga di

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi DIY)” yang ditulis oleh

Dewi Fauziah Mahasisa UIN Sunan Kalijaga. Skripsi ini membahas

mengenai faktor-faktor penyebab kekerasan terhadap anak serta

penangan LPA provinsi DIY terhadap anak korban kekerasan dalam

keluarga.

Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian-peilitian

yang sudah dibahas sebelumnya mengenai kekerasan terhadap anak. Yang

membedakan dalam penelitian ini yang pertama adalah analisis terhadap

putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh yang

sebelumnya belum ada yang meneliti. Kedua, tindakan kekerasan terhadap

anak dalam putusan tersebut mengakibatkan anak meninggal dunia, dimana

dalam putusan tersebut pertimbangan hukum hakim lebih menekankan pada

tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku bukan pada pembunuhan.

Penelitian ini akan menganalisis Hukum Pidana Islam terhadap

pertimbangan hukum hakim dan sanksi dalam perkara tentang tindak

kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia dalam

putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh. Pelaku

(22)

anak tergolong dalam tindak pidana atas selain jiwa, namun dalam kasus

tersebut anak tersebut meninggal dunia, artinya tindakan tersebut dalam

Hukum Pidana Islam termasuk dalam kategori pembunuhan menyerupai

sengaja, yang dihukum dengan diyat atau ta’zi>r, atau hukuman lainnya

sesuai dengan jenis pembunuhan yang dilakukan.

E. Tujuan Penelitian

Dari hasil perumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan penelitian, antara lain:

1. Untuk mengetahui analisis Hukum Pidana Islam terhadap

pertimbangan hukum hakim dalam putusan Pengadilan Negeri

Labuha Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan

terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia.

2. Untuk mengetahui analisis Hukum Pidana Islam terhadap sanksi

putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor

163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang

mengakibatkan meninggal dunia.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

(23)

1. Dari segi teoritis: dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran atau

pedoman untuk menyusun hipotesis penulisan berikutnya bila ada

kesamaan masalah serta dapat bermanfaat memperluas khasanah ilmu

pengetahuan tentang Hukum Pidana Islam, terutama tentang tindak

pidana kekerasan terehadap anak yang mengakibatkan anak meninggal

dunia dan penerapan sanksinya dalam pandangan hukum Islam.

2. Dari segi praktis: dapat dijadikan masyarakat, pemerintah maupun para

penegak hukum dalam menjaga dan melindungi hak-hak anak agar tidak

terjadi kekerasan dalam bentuk apapun yang mengakibatkan kerugian

fisik atau mental bagi anak serta bermanfaat pula bagi Fakultas Syariah

UIN Sunan Ampel Surabaya untuk pengembangan ilmu khususnya

dalam bidang Hukum Pidana Islam.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalapahaman maksud dari masalah yang dibahas,

maka perlu dijelaskan sebagai berikut:

1. Hukum Pidana Islam adalah hukum yang bersumber dari al-Quran dan

al-Sunnah yang berkaitan dengan tindak kejahatan atau pidana, sering

juga disebut jina>yat yaitu suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang

oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta atau lainnya.17

(24)

Dalam penelitian ini Hukum Pidana Islam yang digunakan adalah terkait

pembunuhan menyerupai sengaja yang dihukum dengan hukuman diyat

atau ta’zi>r.

2. Putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh

adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan

terbuka yang dapat berupa pemidanaan, bebas atau lepas dari segala

tuntutan hukum serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.

Dalam putusan tersebut yaitu pertimbangan hukum hakim dalam

menyelesaikan kasus tindak kekerasan terhadap anak yang

mengakibatkan meninggal dunia serta sanksi yang dijatuhkan kepada terdakwa.

3. Kekerasan Terhadap Anak adalah perilaku yang bersifat kekerasan yang

dilakukan orang yang sudah dewasa terhadap anak-anak usia 0-18 tahun

yang dapat menimbulkan luka bahkan kematian. Dalam kasus ini anak

masih berumur 14 tahun dan korban meninggal dunia.

H. Metode Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan digunakan beberapa metode yang

bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang se-obyektif mungkin.

Untuk mendapatkan hasil penelitian tersebut diperlukan informasi yang

akurat dan data-data yang mendukung. Sehubungan dengan hal tersebut,

(25)

1. Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Data mengenai putusan Pengadilan Negeri Labuha Nomor

163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang

mengakibatkan anak meninggal dunia.

b. Dasar putusan yang digunakan oleh Majelis Hakim yaitu

Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2. Sumber data

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini diambil dari

dokumen-dokumen yaitu putusan Pengadilan Negeri Labuha

Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak

yang mengakibatkan meninggal dunia. Selain itu peneliti juga

menggunakan data primer berupa buku, yaitu at-Tashri>‘ al-Jina>’i> al-Isla>mi> Muqa>rana>n bi al-Qa>nu>n al-Wad}‘i> karangan Abd al-Qa>dir

Audah.

b. Sumber data sekunder

Yaitu data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka dengan

(26)

buku-buku, majalah, dokumen peraturan-peraturan dan catatan harian

lainnya.18Adapun buku-buku literatur yang dipakai adalah:

1) A. Jazuli, Fiqh Jinayah, 2000.

2) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 2005.

3) Masyrofah, Fiqh Jinayah, 2013.

4) Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, 2009.

5) Adami Chazami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa,

2002.

6) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

7) R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 1991.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode

dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang

tertulis. Didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti

menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku literatur, dokumen,

peraturan-peraturan, dan sebagainya. Dalam hal ini dokumen atau arsip

yang digunakan seperti data yang terkait dengan permasalahan

kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia.

4. Teknik analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah teknik deskriptif analitis dengan metode berfikir deduktif.

(27)

Teknik deskriptif analitis adalah metode yang menggambarkan dan

menjelaskan data secara rinci dan sistematis sehingga diperoleh

pemaham yang mendalam dan menyeluruh,19 yaitu mendeskripsikan

putusan Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh dengan menguraikan

kronologi kasus, pertimbangan hukum hakim dan sanksi yang

diberikan. Selanjutnya dengan menggunakan metode berfikir deduktif

yaitu analisis yang bersifat umum untuk menemukan kesimpulan yang

bersifat khusus. Peneliti akan menguraikan secara deskriptif tentang

teori-teori yang berkaitan dengan pembunuhan dalam Hukum Pidana

Islam, selanjutnya data yang bersifat umum tersebut akan ditarik pada

data yang bersifat khusus yang berhubungan dengan kekerasan

terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia dalam putusan

Nomor 163/Pid.sus/2015/PN.Lbh dan relevansinya dengan Hukum

Pidana Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran

tentang skripsi, yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, kegunaan hasil penelitian, definisi

operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

(28)

Bab kedua merupakan landasan teori tentang tindak pidana

pembunuhan, khususnya pembunuhan menyerupai sengaja yang akan

dijadikan landasan analisis masalah, yang meliputi: pengertian,

macam-macam, dasar hukum, unsur-unsur dan sanksi.

Bab ketiga memuat gambaran singkat tentang kasus tindak pidana

kekerasan yang menyebabkan korban meningal dunia, pertimbangan hukum

hakim, dan sanksi tindak pidana kekerasan terhadap anak yang

mengakibatkan meninggal dunia dalam putusan Pengadilan Negeri Labuha

Nomor 163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh

Bab keempat adalah memuat tentang analisis Hukum Pidana Islam terhadap petimbangan hukum hakim dan sanksi pada putusan Nomor

163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang kekerasan terhadap anak yang

mengakibatkan meninggal dunia.

(29)

20 BAB II

PEMBUNUHAN TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Pembunuhan

Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan

atau cara membunuh. Sedangkan pengertian membunuh adalah mematikan,

menghilangkan (menghabisi; mencabut) nyawa.1

Dalam hukum pidana positif pembunuhan termasuk dalam kategori

kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen bet leven). Kejahatan terhadap

nyawa adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Pembunuhan

telah diatur dalam perundang-undangan yaitu pada Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP), pasal yang mengaturnya yaitu pasal 338-350 KUHP

yaitu tentang pembunuhan sengaja dan pasal 359 KUHP tentang

pembunuhan tidak sengaja.2 Artinya pembunuhan dalam hukum positif

dibagi menjadi dua macam, yaitu pembunuhan sengaja dan pembunuhan

tidak sengaja.

1 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 136.

(30)

Dalam hukum pidana Islam juga diatur mengenai tindak pidana

pembunuhan. Dalam bahas Arab, pembunuhan disebut

ً لْت قْل

ً ا

berasal dari

kataً

ً ل ت ق

yang sinonimnya

ً ت م أً

yang artinya mematikan.3

Sedangkan Menurut Abd al-Qa>dir Audah pembunuhan adalah perbuatan

seseorang yang menghilangkan kehidupan, yang berarti menghilangkan

nyawa anak adam (manusia) oleh perbuatan anak adam yang lain. Menurut

sebagian fuqaha hukum pembunuhan dibagi menjadi 5, yaitu: 4

1. Wajib, yaitu membunuh orang murtad yang tidak mau bertobat dan

orang kafir harbi.

2. Haram, yaitu membunuh orang yang maksum (orang yang mendapatkan

jaminan keselamatan) tanpa ada alasan yang dibenarkan.

3. Makruh, yaitu pembunuhan yang dilakukan tentara terhadap

keluarganya yang kafir yang tidak menghina Allah dan Rasul-Nya.

4. Sunnah, yaitu pembunuhan yang dilakukan seorang tentara terhadap

keluarganya yang kafir dan menghina Allah dan Rasul-Nya.

5. Mubah, yaitu membunuh orang yang di qis}a>s} dan membunuh tawanan.

3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 136.

(31)

B. Dasar Hukum Pembunuhan

Pembunuhan adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’, hal ini

didasarkan pada firman Allah dalam al-Quran, antara lain yaitu:

ً

ً ْن م و

ً ي

ً مًْل تْق

ًِ م ع تمًا ِمْ

ً ز ج فًا

آ

ً خً م جً ه

ً ب ِض غ وًا ْيِفًا ِل

ٱ

ً ه ع ل وًِهْي ل عً َ

ً و

ا مْيِ عًا ب عً ه لً ع أ

Dan barang siapa yang membunuh seorang mumin dengan sengaja, maka balasannya adalah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar

baginya. (QS An-Nisaa’ ayat 93)5

ً و

ً نْيِ لا

ًِلً ع مً ْو عْ يً ا

ً لِ ً

ً وً ر خا ءًا

ً ا

ً

ًِ ق حْلاِبً ًَ ر حًىِتلاً سْف لاً ْو ل تْق ي

ً و

ً ا

ً

ًْف يً ْن م وً ْو ن ْز ي

ً ًْل ع

ا ما ث أً قْل يً كِل

Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membuanuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya).

(Qs Al-Furqan ayat 68)6

Dari beberapa ayat al-Quran tersebut di atas. Jelaslah bahwa

pembunuhan merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara’. Kecuali ada

5 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang, Cv Adi Grafika Semarang,1994), 136.

(32)

alasan yang dibenarkan oleh hukum syara’. Sedangkan sanksi untuk

pembunuhan juga telah diatur dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 178:

ً ي

ًا ي

ٱ

ً م كْي ل عً بِت كًْاو ما ءً نْيِ ل

ٱ

ً صا صِقْل

ً

ى لْت قْلاًىِف

ًٱ

ًِبًر حْل

ٱ

ً ْب عْلا وً ِ ر حْل

ً ثْن ْْا وًِ ْب عْلاِب

ً ثْن ْْاِبًى

ًْن م فًى

ً

ً ِف ْو رْع مْلاِبًٌ ا بِ تا فًٌءْى شًِهْي ِخ أًْنِمً ه لً ىِف ع

ً أ و

آ

ً سْحِإِبًِهْي لِ ًٌء

ً ًن

ًْ تً كِل

ً تْعاًِن م فًٌة مْح وًْم كِ ب ًْنِ مً ٌفْيِف

ً

ً ً ْع ب

ً كِل

ً ه ل ف

ًٌمْيِل أًٌ ا ع

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qis}a>s} berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka

barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah

(yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah

(yang diberi ma’af) membayar (diya>t) kepada yang memberi ma’af

dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang

melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.7

Qis}a>s} ialah mengambil pembalasan yang sama. Qis}a>s} itu tidak

dilakukan, bila yang membunuh mendapat maaf dari ahli waris yang

terbunuh yaitu dengan membayar diyat (ganti rugi). Pembayaran diyat

diminta dengan baik, misalnya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan

yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, yaitu dengan tidak

menangguh-nangguhkannya.

(33)

C. Klasifikasi Pembunuhan

Pembunuhan secara garis besar dapat dibagi kepada dua bagian sebagai

berikut: 8

1. Pembunuhan yang dilarang, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan

melawan hukum.

2. Pembunuhan dengan hak, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan

tidak melawan hukum, seperti membunuh orang murtad, atau

pembunuhan oleh seorang algojo yang diberi tugas melakukan hukuman

mati.

Pembunuhan yang dilarang dapat dibagi kepada beberapa bagian.

Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan pendapat dari para ulama sebagai

berikut:

1. Ulama fiqh atau jumhur fuqaha membedakan jari>mah pembunuhan

menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Pembunuhan sengaja

b. Pembunuhan menyerupai sengaja

c. Pembunuhan tersalah

2. Imam Malik membedakan jari>mah pembunuhan menjadi 2 kategori,

yaitu:

a. Pembunuhan sengaja, dan

(34)

b. Pembunuhan tersalah

Ketiga macam pembunuhan di atas disepakati oleh jumhur ulama,

kecuali Imam Malik. Menurut pendapat Imam Malik bahwa dalam al-Quran

hanya ada jenis pembunuhan sengaja dan tersalah, sedangkan pembunuhan

menyerupai sengaja tidak disebutkan. 9

1. Pembunuhan Sengaja (Qatl al ‘Amd)

Pembunuhan sengaja adalah perbuatan yang mengakibatkan

hilangnya nyawa dengan disertai niat membunuh korban.10 Artinya

pembunuhan sengaja merupakan suatu pembunuhan dimana pelaku

perbuatan tersebut sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia

menghendaki akibat dari perbuatannya, yaitu matinya orang yang

menjadi korban. Sebagai indikator dari kesengajaan untuk membunuh

tersebut dapat dilihat dari alat yang digunakannya. Dalam hal ini alat

yang digunakan untuk membunuh adalah alat yang pada umumnya dapat

mematikan korban, seperti senjata api, senjata tajam dan sebagainya.

Sedangkan menurut Hasbullah Bakri pembunuhan sengaja adalah

suatu perbuatan yang disertai niat (direncanakan) sebelumnya untuk

menghilangkan nyawa orang lain. Dengan menggunakan alat-alat yang

dapat mematikan, seperti golok, kayu runcing, besi pemukul, dan

(35)

sebagainya, dengan sebab-sebab yang tidak dibenarkan oleh ketentuan

hukum.11

2. Pembunuhan Menyerupai Sengaja (Qatl Shibhu al’Amd)

Pengertian dari pembunuhan menyerupai sengaja ini memiliki

beberapa perbedaan dari para ulama, yaitu:

a. Menurut Hanafiyah pembunuhan menyerupai sengaja adalah

sengaja memukul dengan menggunakan tongkat, cambuk, batu,

tangan, atau benda lainnya yang mengakibatkan kematian. 12

b. Menurut Syafi’iyah pembunuhan menyerupai sengaja yaitu sengaja

dalam melakukan perbuatan, tetapi keliru dalam pembunuhan.

Maksudnya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak diniatkan

untuk membunuh tetapi menyebabkan kematian.13

c. Menutut Hanabilah pembunuhan menyerupai sengaja adalah

melakukan perbuatan yang dilarang dengan alat yang pada

umumnya tidak akan mematikan namun kenyatannya korban mati

karenanya.14

Dari definisi di atas dapat di ambil inti sari bahwa dalam

pembunuhan menyerupai sengaja, perbuatan memang dilakukan dengan

sengaja, tetapi tidak ada unsur atau niat dalam diri pelaku untuk

11 Rahmat Hakim, Hukum pidana Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), 118. 12 Abd al-Qa>dir Audah, at-Tashri> al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 93.

13 Ibid, 94.

(36)

membunuh korban. Sebagai bukti tentang tidak adanya niat membunuh

tersebut dapat dilihat dari alat yang digunakan. Apabila alat tersebut

pada umumnya tidak akan mematikan, seperti tongkat, ranting kayu,

batu kerikil, atau sapu lidi maka pembunuhan yang terjadi termasuk

pembunuhan menyerupai sengaja, akan tetapi jika alat yang digunakan

untuk membunuh pada umumnya mematikan, seperti senjata api, senjata

tajam, atau racun, maka pembunuhan tersebut termasuk dalam

pembunuhan sengaja.15

3. Pembunuhan Tersalah (Qatl al-Khata’)

Pembunuhan tersalah adalah pembunuhan yang yang tidak disertai

niat atau maksud untuk membunuh atau menganiaya.16 Pembunuhan

tersalah dibagi menjadi dua kategori, yaitu pembunuhan karena

kekeliruan semata-mata dan pembunuhan yang disamakan dengan

kekeliruan.

Pembunuhan karena kekeliruan semata-mata adalah sutau

pembunuhan dimana pelaku sengaja melakukan suatu perbuatan, tetapi

tidak ada maksud untuk mengenai orang, melainkan terjadi kekeliruan,

baik dalam perbuatannya maupun dalam dugaannya.17 Sedangkan

15 Ibid.

16 Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-Asas Hukum Pidana Islam), (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 17.

(37)

pembunuhan yang disamakan dengan kekeliruan adalah suatu

pembunuhan dimana pelaku tidak mempunyai maksud untuk melakukan

perbuatan dan tidak menghendaki akibatnya.18

Pembunuhan tersalah ini memiliki tiga kemungkinan bisa terjadi,

yaitu:19

a. Bila si pelaku pembunuhan sengaja melakukan suatu perbuatan

dengan tanpa maksud melakukan suatu kejahatan, tetapi

mengakibatkan kematian seseorang; kesalahan seperti ini disebut salah dalam percobaan (error in concrito).

b. Bila si pelaku melakukan perbuatan dan mempunyai niat membunuh

seseorang yang dalam persangkaannya boleh dibunuh namun

kenyatannya orang tersebut tidak boleh dibunuh. Kesalahan seperti ini disebut salah dalam maksud (error in objecto).

c. Bila pelaku tidak bermaksud melakukan kejahatan tetapi akibat

kelalaiannya dapat menimbulkan kematian seseorang.

D. Unsur-Unsur Pembunuhan

1. Unsur-Unsur Pembunuhan Sengaja

18 Ibid.

(38)

a. Korban yang dibunuh adalah manusia hidup

Salah satu unsur dari pembunuhan disengaja adalah korban

harus berupa manusia yang hidup. Dengan demikian apabila korban

bukan manusia atau manusia tetapi ia sudah meninggal lebih dahulu

maka pelaku bisa dibebaskan dari hukuman qis}a>s} atau dari

hukuman-hukuman yang lain, akan tetapi jika korban dibunuh

dalam keadaan sekarat maka pelaku dapat dikenakan hukuman.

Karena orang yang sedang sekarat termasuk orang yang masih

hidup. Kalau korban itu merupakan janin yang masih dalam

kandungan maka ia belum dianggap manusia yang hidup mandiri,

sehingga kasus ini dikelompokkan kedalam jari>mah tersendiri.20

b. Kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku

Antara perbuatan dan kematian terdapat hubungan sebab

akibat, yaitu bahwa kematian yang terjadi merupakan akibat dari

perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Apabila hubungan tersebut

terputus artinya kematian disebabkan oleh hal lain, maka pelaku

tidak dianggap sebagai pembunuh sengaja.21 Dalam hal ini tidak ada

keharusan bahwa pembunuhan tersebut harus dilakukan dengan

cara-cara tertentu, namun demikian, para ulama mengaitkan

pelakunya dengan alat yang dipakai ketika melakukan pembunuhan

(39)

haruslah yang lazim dapat menimbulkan kematian. Kalau alat yang

dipakai keluar dari kelaziman (tidak umum) sebagai alat pembunuhan, hal itu akan mengundang syubhat, sedangkan syubhat

harus dihindari.22 Akan tetapi menurut Imam Malik, setiap alat dan

cara apa saja yang mengakibatkan kematian, dianggap sebagai

pembunuhan sengaja apabila perbuatannya dilakukan dengan

sengaja.23

c. Pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian

Pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila

dalam diri pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan

hanya kesengajaan dalam perbuatannya saja. Niat untuk membunuh

korban inilah yang membedakan antara pembunuhan sengaja dengan

pembunuhan menyerupai sengaja. Pendapat ini dikemukakan oleh

jumhur fuqaha yang terdiri atas Imam Abu Hanifah, Imam Syafii,

dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Akan tetapi menurut Imam Malik,

niat membunuh itu tidak penting, dalam pembunuhan sengaja yang

penting adalah apakah perbuatannya itu sengaja atau tidak, apabila

pelaku sengaja melakukan pemukulan misalnya, meskipun tidak ada

22 Rahmat Hakim, Hukum pidana Islam, 119.

(40)

maksud untuk membunuh korban maka perbuatannya itu sudah

termasuk pembunuhan sengaja.24

2. Unsur-Unsur Pembunuhan Menyerupai Sengaja

a. Perbuatan pelaku mengakibatkan kematian korban

Untuk terpenuhinya unsur ini, pelaku disyaratkan melakukan

perbuatan yang mengakibatkan kematian korban, apapun bentuk

perbuatnnya, baik pemukulan, pelukaan, maupun lainya dari

beragam bentuk penganiayaan dan menyakiti yang tidak termasuk

pemukulan dan pelukaan, seperti menenggelamkan, membakar,

meracuni dengan tanpa niat membunuh. Di samping itu juga

disyaratkan, korban yang dibunuh adalah orang yang terpelihara

darahnya atau yang terjamin keselamatannya oleh negara Islam.25

b. Adanya kesengajaan pelaku dalam melakukan perbuatan

Pelaku disyaratkan melakukan perbuatan secara sengaja yang

mengakibatkan kematian tanpa niat membunuh korban secara

sengaja. Ini adalah satu-satunya perbedaan antara pembunuhan

sengaja dan pembunuhan menyerupai sengaja. Dalam pembunuhan

(41)

sengaja pelaku melakukan perbuatan secara sengaja dan niat untuk

membunuh korban. Adapun dalam pembunuhan menyerupai sengaja

pelaku melakukan perbuatan secara sengaja, tetapi tidak berniat

membunuh korban.26

c. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan

kematian korban.27

Disyaratkan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan

penganiayaan, yaitu penganiayaan itu menyebabkan kematian

korban secara langsung atau merupakan sebab yang membawa

kematiannya. Jadi tidak dibedakan antara kematian korban itu

seketika dengan kematian yang terjadi tidak seketika.28

3. Unsur-Unsur Pembunuhan Tersalah

a. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian korban

Untuk terwujudnya tindak pidana pembunuhan karena

kesalahan, disyaratkan adanya perbuatan yang dilakukan oleh

pelaku terhadap korban, baik ia menghendaki perbuatan tersebut

maupun tidak. Perbuatan tersebut tidak disayaratkan harus

perbuatan tertentu seperti pelukaan, melainkan perbuatan apa saja

yang mengakibatkan kematian, seperti membuang air panas,

26 Abd al-Qa>dir Audah, at-Tashri> al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 100.

27 A. Jazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), 132.

(42)

melemparkan batu, dan sebagainya. Di samping itu, perbuatan

tersebut bisa langsung bisa juga tidak langsung. Contoh perbuatan

langsung seperti menembak kijang tetapi pelurunya menyimpang

mengenai orang, contoh perbuatan yang tidak langsung seperti

seorang yang menggali saluran air di tengah jalan dan tidak diberi

rambu-rambu, sehingga mobil yang lewat pada malam hari

terjungkal dan penumpangnya ada yang mati. 29

b. Perbuatan terjadi karena kekeliruan pelaku

Kekeliruan merupakan unsur yang berlaku untuk semua jari>mah. Unsur kekeliruan ini terdapat apabila dari suatu perbuatan

timbul akibat yang tidak dikehendaki oleh pelaku. Baik perbuatanya

itu langsung maupun tidak langsung, dikendaki oleh pelaku atau

tidak. Dengan demikian, dalam pembunuhan karena kesalahan,

kematian terjadi akibat kelalaian pelaku atau kurang hati-hatinya,

atau karena perbuatanya itu melanggar peraturan pemerintah.

Ukuran kekeliruan dalam syariat Islam adalah tidak adanya

kehati-hatian, dengan demikian, semua bentuk ketidak hati-hatian dan

tindakan melampaui batas serta istilah lain sama, semua itu

termasuk dalam kekeliruan.30

(43)

c. Antara kekeliruan dan akibat perbuatan mempunyai hubungan sebab

akibat

Untuk adanya pertanggung jawaban bagi pelaku dalam

pembunuhan karena kekeliruan disyaratkan bahwa kematian

merupakan akibat dari kekeliruan tersebut. Artinya kekeliruan

merupakan penyebab bagi kematian tersebut. Dengan demikian

antara kekeliruan dan kematian terdapat hubungan sebab akibat.

Apabila hubungan tersebut terputus maka tidak ada pertanggung

jawaban bagi pelaku. Hubungan sebab akibat dianggap ada,

manakala pelaku menjadi penyebab dari perbuatan yang

mengakibatkan kematian tersebut. Baik kematian itu sebagai akibat

langsung perbuatan pelaku maupun akibat langsung perbuatan pihak

lain. Contohnya orang yang memberi upah orang lain untuk

membuat saluran di tengah jalan, lalu ada orang jatuh kedalamnya

dan mati. Dengan begitu orang yang menyuruh orang membuat

saluran itu adalah orang yang bertanggung jawab.31

E. Sanksi Pembunuhan

1. Sanksi Pembunuhan Sengaja

(44)

Pihak keluarga korban dapat memutuskan salah satu sanksi dari tiga

pilihan untuk pelaku pembunuhan yang disengaja, yaitu (1) qis}a>s}, yaitu

hukuman pembalasan setimpal dengan penderitaan korbannya, (2) diyat,

yaitu pembunuh harus membayar denda sejumlah 100 ekor unta, atau

200 ekor sapi atau 2000 ekor kambing, atau bentuk lain seperti uang

senilai harganya. Diyat tersebut diserahkan kepada pihak keluarga

korban, (3) pihak keluarga memaafkannya apakah harus dengan syarat

atau tanpa syarat.32

a. Qis}a>s}

Sanksi hukum qis}a>s} dibelakukan terhadap pelaku pembunuhan

sengaja (terencana), dan hal tersebut terdapat dalam al-Quran surat

al-Baqarah ayat 178

ً ي

ًا ي

ى لْت قْلاًىِفً صا صِقْلاً م كْي ل عً بِت كًْاو ما ءً نْيِ لا

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qis}a>s}

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. 33

Ayat ini berisi tentang hukuman qis}a>s} bagi pembunuh yang

melakukan kejahatannya secara sengaja dan pihak keluarga korban

tidak memafkan pelaku. Kalau keluarga korban ternyata memafkan

(45)

pelaku maka sanksi qis}a>s} tidak berlaku dan beralih menjadi

hukuman diyat. 34

Hukuman qis}a>s} tidak dapat dilaksanakan apabila

syarat-syaratnya tidak terpenuhi. Adapun syarat-syarat tersebut yaitu:

1) Syarat-syarat pelaku35

a) Pelaku harus orang mukallaf.

b) Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja.

c) Pelaku harus orang yang mempunyai kebebasan, artinya ia

tidak dipaksa untuk membunuh.

2) Syarat-syarat untuk korban36

a) Korban harus orang yang dijamin keselamatannya.

b) Korban bukan dari bagian pelaku.

c) Korban seimbang dengan pelaku dalam hal agama Islam

dan merdeka.

3) Syarat untuk perbuatan, yaitu perbuatan yang dilakukan harus

secara langsung (mubasyarah).

4) Syarat untuk wali (keluarga) korban, yaitu wali dari korban

yang memiliki hak qis}a>s} harus jelas diketahui.

Adapun hal-hal yang dapat menggugurkan qis}a>s} adalah:

(46)

1) Hilangnya objek qis}a>s}

2) Pengampunan

3) Perdamaian

4) Diwarisnya hak qis}a>s}

b. Diyat

Diyat adalah hukuman pengganti dari hukuman pokok untuk

pembunuhan sengaja yaitu qis}a>s}, hukumannya berupa membayar

denda dengan seratus ekor unta yang terdiri dari 30 ekor unta hiqqah

( umur 3-4 tahun), 30 ekor unta jadzaah (umur 4-5 tahun) dan 40 unta

yang sedang bunting, selain itu diyat dapat dilakukan dengan

membayar diyat 200 ekor sapi. Atau 2000 kambing, atau uang emas

seribu dinar, atau uang perak sebesar dua belas ribu dirham.37 Adapun

pembayarannya dibebankan pada pelaku dan harus dibayar tunai.

c. Ta’zi>r

Ta’zi>r merupakan hukuman pengganti kedua untuk pembunuhan

sengaja. Menurut Malikiyah apabila pelaku tidak diqis}a>s} maka wajib

dikenakan hukum ta’zi>r, yaitu didera seratus kali dan diasingkan

selama satu tahun. Sedangkan menurut jumhur ulama, hukuman ta’zi>r

(47)

tidak wajib dilaksanakan, melainkan diserahkan pada hakim untuk

memutuskannya. Dalam hai ini hakim diberi kebebasan untuk

memilih mana yang lebih maslahat, setelah mempertimbangkan

berbagai aspek yang berkaitan dengan tindak pidana yang

dilakukan.38

d. Hukuman tambahan

Ada dua macam hukuman tambahan atas pembunuhan sengaja,

yaitu terhalangnya hak atas warisan dan hilangnya hak atas wasiat.

2. Sanksi Pembunuhan Menyerupai Sengaja

a. Diyat

Hukuman pokok pembunuhan menyerupai sengaja adalah diyat.

Diyat pembunuhan menyerupai sengaja sama dengan diyat

pembunuhan sengaja, baik jenis, kadar, maupun pemberatannya.

Dalam pembunuhan sengaja pembayarannya dibebankan kepada

pelaku dan harus dibayar tunai. Sedangkan pembayaran diyat

pembunuhan menyerupai sengaja dibebankan pada ‘aqilah

(keluarga).39 waktu pembayaran diyat pembunuhan menyerupai

sengaja adalah tiga tahun sejak meninggalnya korban menurut Imam

38 ibid, 172

(48)

Syafi’i dan Imam Ahmad, sedangkan menurut Imam Abu Hanifah

adalah mulai dijatuhkan vonis atas pembunuh.40

b. Kifa>rat

Menurut jumhur ulama, selain Malikiyah, hukuman kifa>rat

diberlakukan dalam pembunuhan menyerupai sengaja. Hal ini karena

statusnya dipersamakan dengan pembunuhan karena kesalahan,

dalam hal tidak dikenakannya qis}a>s}, pembebanan diyat kepada

‘aqilah dan pembayaran dengan angsuran selama tiga tahun. Kifa>rat

dalam pembunuhan menyerupai sengaja ini merupakan hukuman

pokok yang kedua. Jenis hukuman kifa>rat yaitu memerdekakan

hamba sahaya yang mukmin, apabila hamba sahaya tidak ditemukan

maka diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut.

Malikiyah menganggap pembunuhan menyerupai sengaja sebagai

pembunuhan sengaja yang tidak wajib dikenakan kifa>rat. Dengan

demikian, menurut mereka hukuman pokok untuk tindak pidana ini

hanya satu.41

c. Ta’zi>r

Apabila hukuman diyat gugur karena suatu sebab pengampunan

atau lainnya, hukuman tersebut diganti dengan hukuman ta’zi>r.

Seperti halnya dengan pembunuhan sengaja, dalam pembunuhan

(49)

menyerupai sengaja ini, hakim diberi kebebasan untuk memilih jenis

hukuman ta’zi>r yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh

pelaku.42

d. Hukuman tambahan

Seperti halnya dengan pembunuhan sengaja dalam pembunuhan

menyerupai sengaja juga terdapat hukuman tambahan, yaitu

penghapusan hak waris dan hak wasiat.

3. Sanksi Pembunuhan Tersalah

a. Diyat

Diyat merupakan hukuman pokok dalam pembunuhan tersalah,

namun memiliki ketentuan yang berbeda dengan pembunuhan sengaja

dan pembunuhan menyerupai sengaja, yaitu berupa seratus ekor unta

yang terdiri dari 20 ekor unta betina umur 1-2 tahun, 20 ekor unta

jantan umur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina umur 2-3 tahun, 20 ekor

unta hiqqah (umur 3-4 tahun) dan 20 ekor unta jadzaah (umur 4-5

tahun).43

b. Kifa>rat

Kifa>rat untuk pembunuhan tersalah merupakan hukuman pokok.

Adapun jenisnya yaitu memerdekakan hamba sahaya yang mukmin,.

(50)

Di samping sebagai hukuman, kifa>rat juga merupakan ibadah, oleh

karena itu, hukuman ini dibebankan sepenuhnya kepada harta pelaku

dan tidak dibantu oleh orang lain.44

c. Hukuman pengganti dan hukuman tambahan

Hukuman pengganti dalam pembunuhan tersalah yaitu puasa dua

bulan berturut-turut sebagai pengganti hukuman kifa>rat, sedangkan

hukuman tambahannya yaitu hapusnya hak waris dan hak wasiat.

(51)

42 BAB III

DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 163/PID.SUS/2015/PN.LBH TENTANG

KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENGAKIBATKAN

MENINGGAL DUNIA

A. Deskripsi Kasus dan Landasan Hukum

Identitas terdakwa:

1. Nama lengkap : Jumardi Alias La Juma

2. Tempat lahir : Desa Sofan

3. Umur/tanggal lahir : 23Tahun/ 3 Oktober 1991

4. Jenis kelamin : Laki-laki

5. Kebangsaan : Indonesia

6. Tempat tinggal : Desa Sofan, Kecamatan Taliabu Timur Selatan,

Kabupaten Pulau Taliabu

7. Agama : Islam

8. Pekerjaan : Mahasiswa1

Bahwa ia terdakwa JumardiI alias La Juma pada hari Rabu tanggal 18

Februari 2015 sekitar pukul 02.30 WIT atau setidak-tidaknya dalam waktu

lain pada bulan Februari tahun 2015 bertempat di Desa Kabuno Kecamatan

(52)

Tabona Kabupaten Pulau Taliabu atau setidak tidaknya di tempat lain yang

masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Labuha, yang

berwenang untuk memeriksa dan mengadili “menempatkan, membiarkan,

melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan

terhadap anak yang mengakibatkan mati”, perbuatan terdakwa dilakukan

dengan cara sebagai berikut;

Berawal pada hari Rabu tanggal 18 Februari 2014 sekitar pukul 02.30

WIT dalam acara pesta perkawinan di Desa Kabuno Kecamatan Tabona

Kabupaten Pulau Taliabu, terdakwa dan korban Asrul Tabona alias Nai-Nai

sedang berjoget dan pada saat berjoget tersebut terdakwa dan korban saling

dorong; Bahwa pada saat terdakwa dan saksi La Sati selesai berjoget,

kemudian berjalan pulang dari tempat joget tersebut menuju rumah saksi La

Ware, kemudian korban bersama dengan saksi Bihurudin Buamona dan Ade

Onal mengikuti dan menghampiri terdakwa, lalu mengajak terdakwa berkenalan dan korban bertanya kepada terdakwa dengan mengatakan “orang

mana”, kemudian terdakwa menjawab “orang sofan”, setelah itu korban

langsung meninju terdakwa dengan menggunakan kepalan tangan sebanyak 2

(dua) kali dan mengenai mata sebelah kanan terdakwa, kemudian terdakwa

mencari saksi La Sati, namun saksi La Sati melarikan diri.

Bahwa selanjutnya terdakwa melarikan diri menuju tempat menginap

(53)

terdakwa tetap terus berusaha berlari namun terdakwa juga sempat

ditendang dari arah belakang sebanyak 1 (satu) kali dan mengenai tubuh

terdakwa bagian belakang hingga terdakwa terjatuh ke tanah dan terdakwa

berusaha untuk berdiri selanjutnya melarikan diri ke rumah saksi La Ware,

namun korban bersama saksi Bihurudin Buamona dan Ade Onal tetap

mengejar terdakwa; Bahwa sesampainya terdakwa di rumah saksi La Ware,

selanjutnya masuk ke dalam rumah tersebut dan langsung membuka baju

kemeja yang dipakainya yang terbuat dari kain levis berwarna biru dan

menaruh kemeja tersebut di atas kursi dan saat itu terdakwa hanya memakai

kaos kutang berwarna putih, kemudian terdakwa mengganti celana jeans

yang dipakainya dengan celana pendek jeans berwarna biru tua dan pada saat

terdakwa mengambil celana pendek jeans tersebut pisau badik yang

tersimpan di lipatan celana pendek jeans tersebut terjatuh dan saat itu

terdakwa juga mendengar korban, saksi Bihurudin Buamona dan Ade Onal

berteriak dari luar, dengan teriakan “woe keluar tong bunuh ose (keluar kami

bunuh kamu)”; Bahwa kemudian terdakwa keluar dari rumah saksi La Ware

dengan membawa pisau badik tersebut menuju samping perempatan untuk

menemui korban, saksi Bihurudin Buamona dan Ade Onal, namun yang

terdakwa dapati hanyalah korban, di saat terdakwa mendekati korban dan

saling berhadapan, terdakwa melihat korban memegang 1 (satu) buah kayu

(54)

korban langsung berbalik kanan dan pada saat itu juga terdakwa langsung

menikamkan badik tersebut ke arah lengan tangan korban sebelah kiri

sebanyak 1 (satu) kali, selanjutnya korban melarikan diri ke arah sabua

(tempat pelaksanaan joget) dan terdakwa tidak mengejarnya dan pulang ke

rumah saksi La Ware.

Bahwa sesampainya terdakwa di halaman rumah saksi La Ware, lalu

terdakwa menyampaikan kepada teman-temannya yakni saksi Marno La

Maini, saksi Rival Ali alias La Man, saksi Endri Kamir, saksi Soni La Ante

alias La Suni, saksi Haslan La Lili alias Tison, saksi Andri La Ona, saksi

Arsan La Mara alias La Una bahwa “ beta abis tikam orang (saya selesai

tikam orang)” sambil terdakwa menunjukkan pisau badik yang digunakannya

untuk menikam korban.

Bahwa tidak lama kemudian terjadi pelemparan batu yang dilakukan

oleh orang-orang dari Desa Tabona ke arah rumah saksi La Ware, kemudian

terdakwa dan teman-temannya tersebut pergi melarikan diri ke Desa Sofan,

sementara dalam perjalanan pulang ke Desa Sofan, terdakwa pun

menyampaikan lagi kepada teman-temannya “beta ada tikam orang yang

dusu beta tadi (saya sudah tikam orang yang kejar saya tadi)”.

Bahwa pada saat korban melarikan diri dan sampai di sekitar tempat

pesta joget tersebut, korban bertemu dengan saksi Bihurudin Buamona

sambil berkata “ada orang tabona” kemudian saksi Bihurudin Buamona

(55)

lengan kirinya dan pada saat itu juga saksi Bihurudin Buamona pergi

meninggalkan korban untuk memberitahukan kepada saksi Armin Jainahu

dan setelah bertemu saksi Bihurudin Buamona mengatakan “Nai-Nai dapa

tikam, orang sofan yang tikam (Asrul Tabona alias Nai-Nai dapat tikam, orang Desa Sofan yang tikam)”, setelah saksi Armin Jainahu mendengar hal

tersebut kemudian saksi memanggil Eka Sibela dan Dahir Sangaji untuk

pergi melihat korban, dan setelah bertemu saksi Armin Jainahu melihat

korban sedang memegang pagar dan langsung terjatuh dalam posisi terlentang, kemudian saksi Armin Jainahu menanyakan kepada korban “sapa

yang tikam se (siapa yang tikam kamu)” dan korban menjawab bahwa

“bantu beta anak-anak tikam beta (bantu saya anak-anak tikam saya)”

kemudian saksi Armin Jainahu tanyakan kembali ke korban bahwa “anak

-anak sapa (-anak-anak siapa)” korban pun menjawab bahwa “anak-anak

sofan” lalu saksi Armin Jainahu menanyakan lagi bahwa “anak-anak sofan

siapa” namun korban tidak menjawab dan hanya berdiam diri sambil

menjerit kesakitan dan pada saat itu saksi Armin Jainahu juga melihat darah

yang mengalir di tangan kiri korban, kemudian saksi Armin Jainahu

mengangkat lengan baju milik korban sebelah kiri dan melihat luka pada

bagian dalam lengan tangan kiri korban yang tembus dari bagian luar ke

bagian dalam lengan tangan kiri korban, kemudian saksi Armin Jainahu

(56)

malam dan akhirnya saksi Armin Jainahu pun langsung membawa dan

membaringkan korban di dalam sabua (tempat joget), sedangkan Eka Sibela

dan Dahir Sangaji mencari pemuda Desa Sofan untuk membalasnya.

Bahwa setelah korban dibaringkan di dalam sabua, kemudian saksi

Armin Jainahu pergi mencari Bidan Desa Kabuno namun tidak ketemu,

selanjutnya saksi Armin Jainahu pergi mencari teman-temannya yang sedang

mengamuk di perempatan Desa Kabuno untuk melakukan pembalasan ke

pemuda Desa Sofan dan setelah situasi reda, saksi Armin Jainahu beserta

teman-temannya dari Desa Tabona langsung pergi melihat korban yang

sedang terbaring di dalam sabua;

Bahwa setibanya saksi Armin Jainahu dan teman-temannya tersebut di

tempat korban terbaring, saksi Armin Jainahu melihat orang-orang telah

banyak berkumpul dan keadaan korban pada saat itu sudah tidak bergerak

dan meninggal dunia.

Bahwa sebagaimana hasil pemeriksaan mayat bernama Asrul Tabona

alias Nai-Nai Nomor : 01/440/337/PKM-TBN/II/2015 tanggal 19 Februari

2015 yang dibuat dan ditandatangani Mustina, Amd., Kep. Perawat pada

Puskesmas Desa Tabona didapatkan hasil pemeriksaan:

1. Pada jenazah didapatkan luka robek atau tusuk dengan kedalaman 10 cm,

panjang 8 cm, lebar 4 cm pada lengan kiri atas;

(57)

Kesimpulan :

Bahwa korban terdapat luka robek / tusuk, terdapat pembuluh darah

besar (aorta) putus akibat benturan benda tajam; Bahwa Keterangan Tentang

Diri Siswa atas nama Asrul Tabona yang diterbitkan SD Alhilaal 2 Tabona

dan ditandatangani Suratmi Djainahu selaku Kepala Sekolah SD Alhilaah 2

Tabona tanggal 17 Juli 2006 menerangkan bahwa Asrul Tabona lahir pada

tanggal 15 April 2000, dengan demikian pada saat kejadian tersebut korban

Asrul Tabona alias Nai Nai masih berusia 14 (empat belas) tahun dan masih

dalam kategori anak. Perbuatan terdakwa Jumardi alias La Juma tersebut

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 80 ayat (3) jo. Pasal

76C Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas

Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2

(58)

B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor

163/Pid.Sus/2015/PN.Lbh tentang Kekerasan Terhadap Anak yang

Mengakibatkan Meninggal Dunia

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan

Terdakwa, dan barang bukti yang satu dengan lainnya saling bersesuaian,

maka Majelis Hakim mendapatkan fakta-fakta sebagai berikut :3

1. Bahwa benar pada hari Rabu tanggal 18 Februari 2015 sekitar pukul 02.30

WIT di jalan umum samping perempatan Desa Kabuno Kecamatan

Tabona Kabupaten Pulau Taliabu, terdakwa telah melakukan penikaman

terhadap korban Asrul Tabona alias Nai Nai (almarhum).

2. Bahwa benar awalnya terdakwa dan rekan terdakwa yakni saksi La Sati

sementara berjalan pulang dari tempat joget menuju rumah saksi La Ware

saat masih berada dalam perjalanan, korban dan kedua rekannya yang

terdakwa tidak kenal datang dan menghampiri terdakwa dan korban

sempat mengajak terdakwa untuk berkenalan, kemudian korban mengatakan kepada terdakwa bahwa “orang mana” terdakwa pun

menjawab “orang sofan” tiba-tiba saksi korban langsung meninju

terdakwa dengan menggunakan kepalan tangan dan mengenai bagian

sebelah kanan mata terdakwa sebanyak 2 (dua) kali, kemudian terdakwa

berbalik hendak mencari teman terdakwa yakni saksi La Sati tetapi

(59)

terdakwa tidak melihat saksi La Sati karena entah pergi melarikan diri

kemana.

3. Bahwa benar karena takut terdakwa pun berlari untuk menyelamatkan diri

menuju tempat menginap terdakwa yakni di rumahnya saksi La Ware,

saat terdakwa sementara lari, terdakwa sempat merasakan pukulan yang

mengenai kepala terdakwa sebelah kanan dengan menggunakan kayu

sebanyak 1 (satu) kali namun terdakwa tidak tahu siapa yang

memukulnya, tetapi terdakwa terus berusaha untuk melarikan diri, namun

terdakwa sempat ditendang juga dari arah belakang hingga mengenai

tubuh terdakwa bagian belakang sebanyak 1 (satu) kali hingga terdakwa

langsung terjatuh ke atas jalan beraspal, saat terdakwa berdiri dan

berusaha untuk melarikan diri menuju ke rumah saksi La Ware, korban

dan kedua rekannya tetap mengejar terdakwa hingga terdakwa masuk ke

dalam rumah saksi La Ware, terdakwa langsung membuka baju kemeja

terdakwa dan terdakwa meletakannya di atas kursi sehingga saat itu yang

terdakwa kenakan hanyalah baju kaos kutang berwarna putih, kemudian

terdakwa

Gambar

gambar burung dan di bawah gambar burung terdapat tulisan I

Referensi

Dokumen terkait

Pada halaman ini anggota dapat memberikan usulan buku apa saja yang menurut mereka, harus ditambahkan kedalam koleksi perpustakaan perpustakaan. Yaitu dengan cara mengisi

Dinas Pendapat Daerah Kabuapaten Malang dapat memberikan Kepastian Hukum Pengenaan NPOPTKP (Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak) atas BPHTB (Bea Perolehan

Analisis internal dilakukan untuk mendapatkan faktor kekuatan yang akan digunakan dan faktor kelemahan yang akan diantisipasi terkait dari hasil daya dukung

Potensi wisata adalah sumberdaya alam yang beraneka ragam, dari aspek fisik dan hayati, serta kekayaan budaya manusia yang dapat dikembangkan untuk pariwisata. Banyu

pengalaman ajaran Islam terutama tentang peradaban Islam sejak pasca-Khulafaur Rasyidin sampai tumbuhnya gerakan-gerakan dakwah Islam yang berskala nasional maupun

Today, teaching profession is faced with changing roles, where, instead of undisputed authority figures, teachers are seen as facilitators, helpers, guides and coordinators

(sambil menujuk urut kartu huruf bergambar binatang”, lalu anak-anak menjawab “ayam, bebek, ular” dan saat guru menunjuk kartu huruf berawalan huruf i anak-anak

Metode setor adalah memperdengarkan hafalan-hafalan baru kepada pembimbing atau ustadz. Metode ini wajib dilakukan oleh seluruh santri, karena pada waktu ini