• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN LAHAN KERING SUBOPTIMAL KAWASAN DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT

Winardi dan Azwir

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat [email protected]

ABSTRAK

Kawasan Danau Singkarak di Sumatera Barat dengan luas wilayah 1.291,25 km2 yang berbatasan langsung dengan pinggiran Danau Singkarak tercakup ke dalam 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Tananah Datar dan Kabupaten Solok. Dua wilayah yang termasuk Kabupaten Tanah Datar adalah Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan Rambatan. Sedangkan 5 wilayah yang termasuk Kabupaten Solok adalah Kecamatan Junjung Sirih, Kecamatan X Koto Singkarak, Kecamatan Kubung, Kecamatan X Koto Diatas dan Kecamatan IX Koto Sungai Lasi. Secara agroekologi kawasan Danau Singkarak relatif seragam, yaitu curah hujan bervariasi dari rendah (sekitar 500 mm/tahun) hingga sedang (2000 mm/tahun), luasnya penyebaran lahan kering suboptimal (28.741 ha), dan ditemukannya berbagai komoditas utama, seperti sawo dan kacang tanah Pitala sebagai komoditas spesifik lokasi dari Kecamatan Batipuh Selatan dan jeruk Kacang sebagai komoditas spesifik lokasi yang mulai langka dari Kecamatan X Koto Singkarak. Berbagai alternatif pengembangan pertanian lahan kering pada kawasan Danau Singkarak adalah sebagai berikut: 1). Menerapkan praktek budidaya lorong dan atau pertanian terpadu untuk lahan pekarangan khususnya sistem integrasi tanaman-ternak (SITT); 2). Melakukan intensifikasi terutama pengadaan bibit bermutu buah-buahan, perbaikan sistem usahatani dan pasca penen serta melakukan tindakan konservasi untuk lahan perkebunan; dan 3). Melakukan rehabilitasi dan pelestarian pada lahan kehutanan khususnya menerapkan sistem wanatani untuk lahan kehutanan.

Kata kunci: Lahan kering suboptimal, Sistem usahatani dan Sumatera Barat.

PENDAHULUAN

Danau Singkarak adalah sebuah danau di Sumatera Barat yang membentang antara dua kabupaten yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Danau Singkarak tergolong danau Vulkanik yang didominasi oleh bahan tuff vulkan dengan ketinggian 363,5 meter diatas permukaan laut (dpl). Luas permukaan air Danau Singkarak mencapai 11.200 hektar dengan panjang maksimum 20 kilometer dan lebar 6,5 kilometer dan kedalaman 268 meter. Danau ini merupakan danau terluas ke-2 di Pulau Sumatera (Anonymous, 2012c). Yang dimaksud dengan kawasan Danau Singkarak adalah wilayah yang terletak di sekitar danau tersebut. Secara administratif wilayah yang berada di sekitar Danau Singkarak mencakup dua kecamatan di dalam Kabupaten Tanah Datar yakni Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan Rambatan serta lima kecamatan di dalam Kabupaten Solok, masing-masingnya Kecamatan Junjung Sirih, Kecamatan X Koto Singkarak, Kecamatan Kubung, Kecamatan X Koto Diatas dan Kecamatan IX Koto Sungai Lasi.

Dibanding dengan wilayah lainnya di Sumatera Barat, kawasan Danau Singkarak memiliki kekhususan terutama ditinjau secara agroekologi. Wilayah ini memiliki curah hujan relatif rendah yang erat kaitannya dengan posisi geografi yakni terletak di sekitar patahan Semangko. Gugusan Pegunungan Bukit Barisan di sebelah Barat banyak menghalangi jatuhnya hujan di wilayah ini. Dengan kata lain kawasan Danau Singkarak terletak di dalam zona bayangan hujan dan topografi kawasan Danau Singkarak adalah bergelombang hingga berbukit dengan kemiringan di atas 35 persen. Ketinggian tempat antara 500 – 1000 meter dpl. Jenis tanah umumnya Andosols yang sangat peka terhadap erosi. Menurut Hosen et al. (2004) hanya 32 persen saja kawasan Danau Singkarak yang bisa diusahakan untuk pertanian.

Luas lahan kering suboptimal dikawasan Danau singkarak terus meningkat setiap tahunnya. Hutan lindungpun semakin berkurang akibat aktifitas perladangan dan kebakaran hutan. Pada tahun 2002 luas lahan kering suboptimal mencapai 28.741 hektar, yaitu 19.145 hektar di luar kawasan hutan dan 9.596 hektar di dalam kawasan hutan. Luas lahan kering suboptimal di kawasan Danau Singkarak senilai 20,49 persen dari total lahan kritis di Propinsi Sumatera Barat (Kusuma et al, 1990).

(2)

sayuran). Tanaman yang dominan pada lahan pekarangan juga bervariasi antar nagari sehingga menunjukan potensi yang berbeda antar nagari tersebut. Tanaman perkebunan yang diusahakan pada lahan pekarangan antara lain kelapa, kemiri, kapuk, sawo, mangga dan jeruk. Ternak yang dominan adalah sapi potong yang hampir terdapat pada setiap nagari. Lahan perkebunan yang terletak relatif jauh dari pemukiman biasanya ditanami dengan kemiri, kopi, kayu manis, kapuk dan lain-lain termasuk buah-buahan dengan pola usahatani campuran. Lahan kering relatif datar dengan kemiringan < 15 % ditanami dengan cabe dan bawang merah. Tanaman semusim ini ditanam satu kali setahun yakni pada musim hujan (Hosen et al., 2004).

Pengelolaan usahatani baik tanaman maupun ternak di wilayah Singkarak dan sekitarnya masih dilakukan secara tradisional sehingga hasilnya belum optimal. Hal tersebut disebabkan terbatasnya pengetahuan petani sehingga belum menerapkan teknologi pertanian sebagaimana mestinya. Hijaun makanan ternak relatif terbatas sehingga sulit ternak untuk berkembang. Kawasan Barat wilayah tersebut secara sporadis ditumbuhi alang-alang yang tergolong kritis. Secara teknis sebagian lahan di wilayah Singkarak dan sekitarnya tidak bisa ditanami karena solum tanah dangkal dan berbatu (Hosen et al., 2004).

Di kawasan Danau Singkarak ditemukan pula berbagai komoditas spesifik lokasi, seperti sawo di Kecamatan Batipuh Selatan dan Jeruk Kacang di Kecamatan X Koto Singkarak. Namum jeruk tersebut sudah semakin langka karena adanya serangan penyakit CVPD. Durian di Kecamatan X Koto Diatas termasuk buah-buahan yang mempunyai kualitas baik namun belum mendapat sentuhan teknologi. Banyak lagi komoditas yang mulai berkembang di wilayah ini, antara lain tanaman kakao di Kecamatan Rambatan.

Makalah ini mencoba untuk menelaah alternatif pemberdayaan lahan kering suboptimal di kawasan Danau Singkarak berdasarkan kondisi agroekologi yang kurang menguntungkan, potensi wilayah yang ada serta hambatan dan keterbatasan lainnya di wilayah tersebut.

IDENTIFIKASI KAWASAN DANAU SINGKARAK

Menurut Hosen et al. (2004) kawasan Danau Singkarak ditinjau dari Daerah Tangkapan Hujan (DTA) terdiri dari 40 Nagari yang berada pada 4 kabupaten (Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kabupaten Solok dan Kota Solok). Nagari adalah tingkat pemerintahan terendah atau setingkat Desa di Provinsi Sumatera Barat.

(3)

Tabel 1. Posisi geografis, ketinggian tempat dan luas wilayah sekitar Danau Singkarak, Sumatera Barat

Kabupaten Kecamatan Posisi Geografis Ketinggian Tempat

(m dpl)

Anonymous, 2009 2) Anonymous, 2010.

Berdasarkan Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1:1.000.000 wilayah di sekitar Danau Singkarak didominasi oleh Satuan Peta Tanah (SPT) 147 yakni kompleks Kandiudults dan Dystrudepts. Sedikit arah Timur Laut ditemukan SPT 135 dan sedikit arah Barat ditemukan SPT 49. SPT 135 merupakan kompleks Hapludands dan Dystrudepts sedangkan SPT 49 merupakan kompleks Dystruedepts dan Eutrudepts (Anonymous, 2000). Sedangkan menurut Kusuma (1996) jenis tanah di sekitar danau Singkarak dapat digolongkan ke dalam tanah Regosol, Podsolik Merah Kuning, Podsolik Coklat, kompleks Podsolik Merah Kuning, sedikit Latosol dan Aluvial. Spesifikasi lahan di sekitar Danau Singkarak berdasarkan Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1:1.000.000 dapat pada Tabel 2.

Curah hujan di kawasan Danau Singkarak bervariasi dari rendah hingga sedang. Sebagai contoh rata-rata curah hujan tahunan di Kecamatan X Koto Diatas hanya 495 mm, Kecamatan X Koto Singkarak 948 mm dan Kecamatan IX Koto Sungai Lasi 723 mm pada tahun 2009 (Anonymous, 2009). Menurut Kusuma et al (1996) curah hujan di bagian Utara dan bagian Barat bervariasi antara 1.500 hingga 3.600 mm dengan hari hujan 132 – 240 hari tiap tahun. Sedangkan di bagian Selatan dan Timur curah hujan termasuk sedang yaitu antara 1.090 – 2.200 mm dengan hari hujan antara 120 hingga 156 hari tiap tahun.

Tabel 2. Spesifikasi tanah di sekitar Danau Singkarak, Sumatera Barat1).

SPT2) Klasifikasi Tanah

ISSS 1998 Bahan Induk Sub-landform Luas Relief

49 Dystrudepts Eutrudepts Batu gamping Pegunungan karst Bergunung

135 Hapludands Dystrudepts Volkanik Dataran volkan Berombak –

bergelombang

174 Kandiudults Dystrudepts Volkanik Dataran volkan Bergunung

1) Anonymous (2000); 2) SPT = Satuan Peta Tanah.

(4)

ditemukan pola curah hujan IV C yaitu curah hujan 3000 hingga 4.000 mm per tahun dengan pola ganda. Spesifikasi pola curah hujan III C dan IV C untuk selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi pola curah hujan di sekitar Danau Singkarak, Sumatera Barat1).

Pola Curah

Potensi Lahan Kering Suboptimal Pada Kawasan Danau Singkarak

Lahan suboptimal adalah lahan yang dimanfaatkan dan dikelola untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan atau pelestarian lingkungan namun belum memberikan manfaat optimal. Lahan yang sering juga disebut lahan terlantar atau lahan marjinal bisa berbentuk lahan rawa pasang surut, kering, kering masam, salin dan di bawah tegakan (Anonymous, 2012a). Sedangkan lahan kering suboptimal merupakan lahan yang diusahakan untuk pertanian secara tadah hujan.(dry land). Masalah utama yang ditemukan pada lahan kering suboptimal adalah tingginya biaya pengolahan tanah dan kekurangan air (Anonymous, 2012b)

Di Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar lahan kering suboptimal merupakan wilayah dominan untuk usaha pertanian. Secara total terdapat lahan kering suboptimal 3.012 hektar yang tersebar sebagai tegalan, perkebunan dan kebun campuran. Sedangkan di Kecamatan Rambatan ditemukan pula lahan kering suboptimal seluas 5.008 hektar (Anonymous, 2009). Sebaran penggunaan lahan di kedua kecamatan tersebut untuk selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, 2009 (Ha) 1).

Kecamatan Pemukiman Sawah Lahan kering Hutan/Semak Danau lainnya Jumlah

Batipuh Selatan

(5)

Tabel 5. Sebaran komoditas pertanian di Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, 20091).

Komoditas Kecamatan Batipuh Selatan Kecamatan Rambatan Jumlah

Tanaman semusim (ha)

- Jagung 77,00 1.100,00 1.177,00

- Ubi kayu 2,00 210,00 212,00

- Kacang tanah 66,00 75,00 141,00

- Bawang merah 5,00 - 5,00

- Cabe merah 7,00 32,00 39,00

Buah-buahan (ha)

- Alpukat 78,41 37,79 116,20

- Mangga 9,99 22,54 32,53

- Rambutan 14,30 117,45 131,75

- Jeruk 6,08 - 6,08

- Durian 37,24 54,70 91,94

- Sawo 225,78 38,90 264,68

- Pepaya 5,71 3,69 9,40

- Pisang 14,90 5,38 20,28

Tanaman Industri (ha)

- Kakao 2,00 43,00 45,00

- Cengkeh 54,00 56,00 110,00

- Kayu manis 138,00 55,00 193,00

- Kelapa 124,00 537,00 661,00

- Kapuk 24,00 75,00 99,00

- Kemiri 23,00 13,00 36,00

- Kopi Robusta 84,00 - 84,00

- Lada - 45,00 45,00

- Pala 16,00 - 16,00

Peternakan (ekor)

- Sapi 2.309 4.800 7.109

- Ayam Buras 3.850 40.107 43.957

1)Anonymous, 2009.

(6)

Tabel 6. Sebaran komoditas pertanian di beberapa kecamatan dari Kabupaten Solok pada kawasan Danau Singkarak, Sumatera Barat, 20101).

Komoditas

Telah disinggung sebelumnya bahwa lokasi untuk berusahatani pada kawasan Danau Singkarak terdiri dari lahan pekarangan dan lahan perkebunan. Selain itu terdapat pula kawasan hutan yang mulai rusak baik karena aktifitas perladangan oleh penduduk maupun peristiwa kebakaran. Pada kawasan Danau Singkarak ditemukan pula komoditas utama yang cukup beragam baik termasuk kelompok tanaman muda, buah-buahan, tanaman tua/industri dan peternakan. Jenis komoditas antar kecamatan atau antar nagari juga berbeda satu sama lainnya. Juga ditemukan komoditas spesifik, komoditas yang sudah langka atau komoditas yang mulai berkembang. Hal-hal seperti ini patut dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan pertanian pada kawasan Danau Singkarak. Berikut ini akan dijelaskan beberapa alternatif pengembangan pertanian untuk kawasan yang dimaksud.

Lahan Pekarangan

Pada kawasan ini dapat diterapkan praktek budidaya lorong ataupun pertanian terpadu. Budidaya lorong (alley cropping) adalah sistem pertanaman kombinasi antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan, dengan penataan tanaman tahunan yang ditanam dalam larikan atau barisan secara teratur sehingga membentuk lorong-lorong atau ruang antara barisan tanaman tahunan yang dimanfaatkan untuk tanaman semusim.

(7)

Pertanian terpadu (integrated farming) adalah pertanian yang melibatkan berbagai makhluk hidup (tanaman, tenak, ikan) dalam jangka waktu dan tempat tetentu dalam proses produksi sehingga dapat dipanen secara berimbang. Dengan pertanian terpadu diperoleh berbagai keuntungan, seperti: peningkatan ba han organik dan hara tanaman. Disamping itu pertanian terpadu akan meningkatkan hasil produksi dan menekan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiliki beragam sumber penghasilan. Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman.

Salah satu bentuk pertanian terpadu adalah integrasi tanaman -ternak. Menurut Bamualim (2011) konsep integrasi tanaman ternak menerapkan prinsip-prinsip pertanian secara terpadu, berkelanjutan, lintas sektoral dan ramah lingkungan. Dalam skala luas, integrasi tanaman-ternak akan memberikan dampak luas terhadap peningkatan kesejahteraan, meningkatkan efektivitas pengelolaan limbah dan membuka lapangan kerja. Selanjutnya dikatakan bahwa sistem integrasi tanaman-ternak” merupakan salah satu alternatif potensial dalam upaya mendukung pengembangan komoditas tanaman pangan dan perkebunan di Sumatera Barat.

Pengkajian yang dilakukan oleh Wirdahayati et al (2011) di Kecamatan Rambatan menunjukan bahwa integrasi sapi-kakao dan padi memberi keuntungan dalam meningkatkan efisiensi tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan sapi 1,23 kg/ekor/hari. Integrasi tanaman-ternak tersebut juga memberi keuntungan karena dihasilkannya pupuk kandang atau kompos sebagai pupuk tanaman. Selain itu pemanfaatan kulit kakao menjamin sanitasi kebun. Dengan demikian pertanian terpadu, khususnya integrasi tanaman-ternak dapat diterapkan di kawasan Danau Singkarak terutama di wilayah pertanaman kakao dan jagung dengan pasokan jerami dari sawah sekitarnya.

Lahan Perkebunan

Pengertian lahan perkebunan dalam tulisan ini adalah lahan yang terletak di luar dan relatif jauh dari lahan pekarangan/pemukiman masyarakat. Lahan ini umumnya digunakan untuk mengusahakan tanaman tua/tanaman perkebunan/tanaman industri. Status lahan perkebunan umumnya merupakan hak ulayat kaum. Komoditas yang sering dijumapai di lapangan adalah kemiri, kopi, kayu manis, kapuk, karet dan lain-lain termasuk buah-buahan dengan pola usahatani campuran.

Untuk pengembangan lahan perkebunan dianjurkan untuk mengusahakan tanaman tua/tanaman perkebunan/tanaman industri yang sesuai dengan lingkungan setempat dan mempunyai prospek yang menguntungkan bagi masyarakat. Untuk pengembangan lahan perkebunan maka usaha intensifikasi dan konservasi lahan perlu menjadi perhatian utama. Usaha intensifikasi dapat dilakukan dengan penyediaan bibit tanaman bermutu, perbaikan sistem usahatani dan pasca panen. Penanaman tanaman pada lahan perkebunan dilakukan sesuai dengan kaedah konservasi, antara lain: (1) membuat teras, (2) menanam pada guludan yang dibuat menurut garis kontur, dan (3) menanam pada teras individu sesuai dengan keadaan lereng.

Hasil penelitian Kusuma et al (1996) di Desa Balimbing, Keamatan Rambatan menunjukan bahwa penanaman tanaman tua/perkebunan/industri dalam pola budidaya lorong mampu mengurangi tingkat erosi dan meningkatkan pendapatan petani. Pola budidaya lorong yang direkomendasikan adalah penanaman dalam sabuk yang terdiri empat strata. Strata pertama ditanam Ylang-ylang, melinjo dan kemiri. Selanjutnya arah ke bawah, strata kedua ditanam dengan kayu manis, strata ketiga ditanam dengan King grass dan strata keempat ditanam dengan Akar wangi. Sedangkan lorong antar sabuk ditanam dengan tanaman semusim. Disebutkan juga bahwa pola tersebut disukai masyarakat.

Lahan Kehutanan

Hutan terdiri dari hutan negara seperti hutan lindung dan hutan kemasyarakatan (social forestry). Hutan kemasyarakatan di dalam tulisan ini dimaksdkan sebagai wilayah hutan di sekitar pemukiman dan kebun yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk budidaya pertanian atau memungut hasil hutan. Dengan demikian pengertian tersebut tidak berkaitan dengan hak/status kepemilikan lahan. Di wilayah ini masyarakat terbiasa melakukan usaha, seperti: penebangan kayu untuk bangunan, bertanam tanaman tua dan tanaman semusim.

(8)

tersebut dengan melakukan reboisasi atau penghijauan. Selain rehabilitasi, fungsi hutan di wilayah ini dapat juga dijaga dengan praktek wanatani (agroforestry). Wanatani adalah semua pola tata guna lahan yang berkesinambungan atau lestari, yang dapat mempertahankan dan meningkatkan hasil optimal panen keseluruhan dengan mengkombinasikan tanaman pangan, tahunan, dan tanaman pohon bernilai ekonomi, dengan atau tanpa ternak atau ikan piaraan (Hendrawan, 2010). Adapun komoditas yang dianjurkan dalam praktek wanatani adalah pohon yang bersifat serbaguna (multi purpose tree species/MPTS), seperti Alpukat, Kemiri dan Kayu Manis.

Sedangkan hutan lindung yang menjadi hak dan tanggung jawab negra sepenuhnya perlu dijaga kelestariannya. Pelestarian itu dengan cara tidak melakukan intervensi atau melakukan pengrusakan hutan. Untuk itu masayarakat di sekitar hutan perlu diberi pemahaman mengenai pelestarian hutan.

Lain-lain

Selain melakukan praktek budidaya lorong atau tanaman terpadu pada lahan pekarangan, intensifikasi dan kenservasi pada lahan perkebunan, melakukan rehabilitasi dan pelestarian pada lahan kehutanan maka perlu juga dilakukan berbagai hal strategis untuk pengembangan pertanian pada kawasan danau singkarak. Upaya tersebut antara lain: a). Melakukan pengembangan komoditas unggulan spesifik dan potensial serta komoditas yang mulai langka, seperti sawo Sumpur, jeruk Kacang dan kacang tanah Pitala; b). Menyusun peta pewilayahan komoditas sehingga setiap wilayah atau nagari tidak bersaing dalam menghasilkan produk pertanian unggulan; dan c). mengembangkan sentra produksi buah-buahan.

Untuk pengembangan kawasan Danau Singkarak perlu kiranya dilakukan kerjasama antara dua Kabupaten bertetangga yakni Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok serta dinas/instansi terkait.

KESIMPULAN

Kesimpulan

 Kawasan Danau Singkarak merupakan wilayah yang terletak di sekitar Danau Singkarak dengan kondisi agroekologi relatif seragam, yaitu curah hujan bervariasi dari rendah hingga sedang, luasnya sebaran lahan kering suboptimal dan ditemukannya berbagai komoditas utama (komomoditas potensial, komoditas spesifik lokasi, komoditas mulai langka dan komoditas sedang berkembang).

 Berbagai alternatif pengembangan pertanian di kawasan Danau Singkarak antara lain:

1). Menerapkan praktek budidaya lorong dan atau pertanian terpadu untuk lahan pekarangan khususnya sistem integrasi tanaman-ternak (SITT

2). Melakukan intensifikasi terutama pengadaan bibit bermutu buah-buahan, perbaikan sistem usahatani dan pasca penen serta melakukan tindakan konservasi untuk lahan perkebunan; 3). Melakukan rehabilitasi dan pelestarian pada lahan kehutanan khususnya menerapkan sistem

wanatani.

 Usaha strategis lain perlu dilakukan, antara lain:

1). Mengembangkan komoditas unggulan spesifik lokasi; 2). Menyusun peta pewilayahan komoditas;

3). Mengembangkan sentra produksi buah-buahan.

S a r a n

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Balittanak. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia Skala 1:1.000.000. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor.

BPS Kab. Tanah Datar. 2009. Kabupaten Tanah Datar Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Datar bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar. Batusangkar. BPS Kab. Tanah Datar. 2010. Kabupaten Solok Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Solok bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Solok. Solok.

BPTP Sumbar. 2012. Proposal Analisis Kebijakan Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di Wilayah Singkarak dan Sekitarnya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Sukarami.

Bamualim, A. 2011. Sistem Integrasi Padi, Jagung dan Kakao Dengan Ternak Sapi Di Sumatera Barat. Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari Integrasi Tanaman –Ternak. Padang, 6 Desember 2011. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Sukarami.

Hosen, N., Asyiardi, Buharman B dan Dedy Azwardi. 2004. Keragaan Ekonomi Masyarakat Pada Kawasan Danau Singkarak. Dalam: Prosd. Seminar Nasional Penerapan Agro Inovasi Mendukung Ketahanan Pangan dan Agribisnis. Sukarami, 10-11 Agustus 2004. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Sukarami. ;797-811.

Kusuma, I., Y. Rubaya dan Ansyarullah. 1996. Penanggulangan Erosi dan Perbaikan Status Hara Tanah dengan Berbagai Pola Tanam Ylang-Ylang Pada Lahan Kritis Di Sekitar Danau Singkarak. Dalam: Hasil Penelitian Tahunan 1995/1996. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sukrami. ;104-115.

Lukito. 2009. Pergiliran Tanaman. http://2blog.wordpress.com.2009/07/14/pergiliran-tanaman. Diunduh 28 Desember 2011.

Wirdahayati, R.B., A.M. Bamualim, Y. Hendri, R.A. Dewi, Agusviwarman dan Supriyadi. 2011. Laporan Akhir Tahun Pendampingan PSDS/K Melalui Inovasi Teknologi Pakan Lokal Sapi Potong Berbiaya Murah Memanfaatkan Kulit Kakao Fermentasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Sukarami.

HASIL DISKUSI

Tanya : Bagaimana bentuk ril kerjasama kelembagaan yang dapat diterapkan oleh pemerintah kabupaten?

Gambar

Tabel 2.  Spesifikasi tanah di sekitar Danau Singkarak, Sumatera Barat1).
Tabel 3.  Spesifikasi pola curah hujan di sekitar Danau Singkarak, Sumatera Barat1).
Tabel 5. Sebaran komoditas pertanian di Kecamatan Batipuh Selatan dan Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, 20091)
Tabel 6. Sebaran komoditas pertanian di beberapa kecamatan dari Kabupaten Solok pada kawasan Danau Singkarak, Sumatera Barat, 20101)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan terhadap populasi dan intensitas penyakit tungro disajikan pada Gambar 1. Namun demikian intensitas serangan penyakit tungro fluktuatif. Kondisi tersebut

Pengamatan sesaat sesudah perendaman menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata baik pada perlakuan nitrogen maupun silikat pada semua peubah.. Pengamatan sesaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi yang meliputi luas lahan, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, tenaga kerja, jenis benih,

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : Galur Harapan Padi Sawah Irigasi Tipologi Lahan Sawah yang lebih sesuai dibudidayakan di Desa Sei

Dengan kondisi biofisik yang demikian, maka pengembangan lahan rawa lebak untuk usaha pertanian khususnya tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan dalam skala

Pada Tabel 6 (Data mutu benih pada enam bulan penyimpanan) terlihat bahwa perlakuan jenis pengemas terhadap kedua varietas memberikan pengaruh/perbedaan pada daya

Sub model ini disusun untuk menganalisis dampak perubahan tataguna lahan terhadap dinamika produksi pakan dalam jangka panjang di Bali. Data-data dan asumsi yang

Hasil analisis regresi model menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) diperoleh sebesar 0,641 artinya secara bersama-sama variabel luas lahan, jumlah populasi,