• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERMASALAHAN DAN SOLUSI PENGENDALIAN HAMA PBK PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT

DI DESA SURO BALI KABUPATEN KEPAHIANG

Kusmea Dinata, Afrizon, Siti Rosmanah dan Herlena Bidi Astuti

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Email: Kusmeadinata@yahoo.com

ABSTRAK

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditi utama di Kabupaten Kepahiang. Usaha pengembangan kakao tentunya memiliki kendala dalam meningkatkan produktivitasnya, salah satunya yaitu adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). OPT utama yang paling sering menyerang dan merugikan pada pertanaman kakao yaitu hama Penggerek Buah Kakao (PBK). Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi permasalahan hama PBK serta memberikan solusi pengendaliannya. Penelitian ini dilakukan pada salah satu sentra perkebunan kakao rakyat di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang dari bulan April s/d Juni 2012. Metode yang dilakukan yaitu survei dengan substansi aspek hama PBK dan aspek budidayanya. Survei dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, dan wawancara dengan petani untuk mendapatkan informasi pendukung melalui kuesioner. Dari hasil identifikasi status serangan hama PBK di desa Suro Bali dikatagorikan berat dengan persentase buah terserang rerata 98,66% dengan intensitas serangan 55,7%, maka perlu dilakukan usaha pengendalian hama secara terpadu. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara budidaya tanaman sehat yaitu meliputi pemupukan berimbang, pemangkasan tanaman dan tanaman pelindung secara teratur, dan pengaturan populasi tanaman pendamping, pengendalian cara mekanik dapat dilakukan dengan penyarungan buah, pengendalian secara hayati dengan memanfaatkan semut hitam dan jamur Beauveria bassiana.

Keyword : permasalahan, hama PBK, pengendalian, kakao rakyat

PENDAHULUAN

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditi utama di Kabupaten Kepahiang. Komoditi ini termasuk penting dalam perdagangan internasional, biji kakao sebagai produk utama dari tanaman kakao yang pada giliranya diolah menjadi produk makanan, minuman dan kosmetik. Produk lain yang belum banyak digunakan yaitu kulit buah. Kulit buah ini berpotensi sebagai pakan ternak, bahan mulsa dan bahan pembuat pupuk organik.

Di kabupaten Kepahiang pengembangan kakao dimulai pada tahun 2006 dengan menanam jenis klon kakao hibrida F1 yaitu; ICS 01, ICS 06, ICS 12 dan pada tahun 2007 menanam jenis Klon Somatik Embriogenesis yaitu; ICCRI 03, ICCRI 04, SCAVINA 6, SULAWESI 01, SULAWESI 02. Hingga saat ini luas areal tanaman kakao di kabupaten kepahiang tanaman belum menghasilkan seluas 1565,3 ha dan yang sudah menghasilkan seluas 1622,2 ha (BPS, 2010).

Dalam usaha pengembangan kakao tentunya memiliki kendala dalam meningkatkan produktivitasnya, salah satunya yaitu adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). OPT yang paling sering menyerang pada pertanaman kakao yaitu hama Penggerek Buah Kakao (PBK), hama penghisab buah Helopeltis sp, penyakit busuk buah Phytopthora sp (Haryadi et al., 2009). Hama PBK merupakan hama utama dari tanaman kakao, dimana kerugian akibat serangan ini dapat mengakibatkan turunnya kuantitas dan kualitas biji kakao. Buah kakao yang diserang oleh hama ini bobot bijinya berkurang serta kualitas biji menurun dan tidak dapat difermentasi karena biji lengket serta kematangan buah yang tidak sempurna. Sementara pasar dunia menuntut standar biji kakao untuk ekspor adalah biji yang telah difermentasi, hal inilah yang menjadi kendala pada saat ini.

(2)

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilakukan pada salah satu sentra perkebunan rakyat di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang dari bulan April s/d Juni 2012. Metode yang gunakan yaitu survei dengan substansi aspek hama PBK dan aspek budidayanya. Pengamatan dilakukan dengan cara langsung di lapangan dan juga melakukan wawancara dengan petani melalui kuesioner untuk mendapatkan informasi pendukung. Untuk mengamati perkembangan hama PBK pada tanaman kakao dilakukan pengamatan dengan menentukan beberapa tanaman sampel pada 5 blok diambil sebanyak 10 pohon sampel, sehingga ada 50 tanaman sampel. Pengamatan dilakukan dengan cara memanen sampel buah kakao, kemudian dihitung persentase buah terserang dan intensitas serangannya, data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara statistik deskriptif. Persentase buah terserang dan intensitas serangan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 1. Persentase buah terserang

I = n x 100%

N

Keterangan: I = Intensitas serangan n = Jumlah buah terserang N = Jumlah buah yang diamati

2. Intensitas serangan

I = ∑ (ni x vi) x 100% N x Z

Keterangan: I = Intensitas serangan

ni = Jumlah sampel pada katagori kerusakan vi = Skor pada sampel

N = Jumlah total sampel

Z = Skor tertinggi dari katagori serangan

Tabel 1. Katagori intensitas serangan OPT.

Kisaran intensitas serangan OPT Katagori

<25% 25 - <50% 50 - 75% >75%

Intensiatas ringan Intensitas sedang Intensitas berat

Sangat Berat

Sumber: Direktorat perlindungan tanaman pangan 2008.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaaan Wilayah

Desa Suro Bali berada pada wilayah Kecamatan Ujan Mas merupakan desa dengan penduduk mayoritas berasal dari Bali. Desa Suro Bali mempunyai wilayah dengan luas 185 ha, sawah tadah hujan 20 ha, perkebunan 150,25 ha, dan peruntukan lain-lain 14,75 ha. Wilayah Desa Suro Bali berada pada ketinggian 600-800 m dpl dengan suhu diantara 28-320C, curah hujan rata-rata 3.400 mm/tahun. Jenis tanah sebagian besar wilayah Desa Suro Bali adalah Andosol dengan tekstur remah warna coklat kehitaman. Derajat kemasaman tanah atau pH berada antara 5,5-6,5.

(3)

Keadaan Budidaya Perkebunan Kakao

Berdasarkan hasil survei, bibit yang ditanam oleh petani di Desa Suro Bali merupakan bibit yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Kepahiang berupa bibit hibrida F1 yang terdiri dari 3 klon yaitu ICS 01, ICS 06, dan ICS 12. Budidaya tanaman kakao diusahakan dengan diversifikasi kopi dan kakao. Jarak tanam antar tanaman kakao 3 m x 3 m, dan diantara tanaman kakao ditanam dengan tanaman kopi sebagai tanaman pendamping.

Pemeliharaan tanaman kakao yang dilakukan oleh petani di Desa Suro Bali belum optimal. Pemangkasan secara rutin baru dilaksanakan oleh 46% petani itu pun belum sempurna dalam pelaksanaanya. sedangkan sisanya belum melakukan pemangkasan secara rutin. Pemupukan tanaman kakao secara optimal belum dilakukan oleh petani dengan baik, sebanyak 60% petani tidak melakukan pemupukan. Pengendalian gulma rata-rata dilakukan oleh petani dengan menggunakan kimia dan mekanis. Hama penyakit yang banyak menyerang areal tanaman kakao petani di Desa Suro Bali adalah hama PBK, hama penghisab Helopeltis, busuk buah Phytopthora dan hama bajing. Pengendalian hama penyakit tersebut dilakukan hanya dengan cara kimia.

Penanganan panen dan pasca panen belum dilakukan secara optimal oleh petani di Desa Suro Bali. Panen biasanya dilakukan dengan periode yang tidak menentu dengan alat yang digunakan parang. Fermentasi yang dilakukan setelah buah dipecah dengan tujuan untuk menghancurkan pulp dan meningkatkan aroma serta memperbaiki warna, baru dilaksanakan oleh 30% petani sedangkan sisanya belum melakukan proses fermentasi.

Status Serangan Hama PBK

Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh data persentase buah terserang dapat mencapai 100%, dengan intensitas serangan berkisar antara 47,14% - 60,61%. Tingginya buah yang terserang menggambarkan bahwa populasi di perkebunan kakao cukup tinggi, karena peletakan telur oleh ngengat dewasa hampir pada seluruh buah. Hal ini sejalan dengan intensitas serangannya yang juga tinggi yaitu dengan rerata 52,7% pada katagori serangan berat (Tabel 2). Beratnya serangan hama PBK pada perkebunan kakao di desa Suro Bali lebih disebabkan oleh pengelolaan kebun yang belum baik, seperti pemangkasan yang belum sempurna, pemupukan yang belum banyak dilakukan oleh petani, pengaturan populasi tanaman pendamping berupa kopi dan tanaman pelindung yang terlalu rapat, serta sanitasi terhadap kulit buah kakao terserang yang sudah dikupas tidak dikubur oleh petani. Kondisi tersebut akan sangat mendukung perkembangan hama PBK karena kelembaban kebun menjadi tinggi dan siklus perkembangan hama tidak terputus.

Tabel 2. Data pengamatan persentase buah terserang dan intensitas serangan hama PBK setiap dua minggu sekali dari bulan Mei-Juni 2012.

Pengamatan ke Buah terserang (%) Intensitas serangan (%) Katagori serangan

1 100,00 50,35 Berat

2 100,00 60,61 Berat

3 96,00 47,14 Sedang

Rerata 98,66 52,70 Berat

Hama Penggerek buah kakao berkembang biak dengan cara bertelur, hama ini biasanya meletakkan telur setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao yang berlekuk (Depparaba 2002; Laode 2004; Tjatjo et al. 2008). Setelah telur menetas, larva segera membuat lubang ke dalam buah agar terhindar dari pemangsa (predator). Larva yang masuk ke dalam buah akan tinggal selama 12-14 hari dan menggerek jaringan lunak seperti pulp, plasenta, dan saluran makanan yang menuju biji, sehingga bila kulit buah dibuka akan tampak lubang berwarna merah muda yang berliku-liku di dalam buah (Kalshoven, 1981). Jaringan buah yang telah rusak menimbulkan perubahan fisiologis pada kulit buah, yaitu kulit buah tampak hijau berbelang merah atau jingga (Wardojo, 1994).

(4)

pengendalian hama menjadi lebih sulit karena di samping sulit mengidentifikasi adanya gejala kerusakan buah sejak dini, juga larva akan selalu terlindung dari cara pengendalian apapun yang dilakukan.

Serangan hama PBK pada buah kakao akan menyebabkan biji gagal berkembang, biji saling melekat, serta bentuknya kecil dan keriput. Hal ini menjadi permasalahan dalam pengelolaan pasca panen serta menurunkan kualitas dan kuantitas biji kakao yang dihasilkan. Biji kakao yang lengket membuat proses pemecahan buah menjadi lebih susah dan lambat dibandingkan dengan buah yang tidak terserang PBK. Biji yang terserang tidak dapat difermentasi karena biasanya buah yang terserang selain rusak, kematangan buah juga tidak sempuna dan apabila tetap difermentasi biji akan busuk karena adanya infeksi sekunder pada biji.

Solusi Pengendalian Hama PBK

Dari hasil identifikasi permasalah hama PBK di Desa Suro Bali maka perlu dilakukan usaha pengendalian secara terpadu. Pengendalian ini berhubungan dengan beberapa aspek teknik-teknik pengendalian diantaranya yaitu budidaya tanaman sehat, secara mekanik, pemanfaatan agens hayati dan penggunaan pestisida secara bijaksana.

a. Pengendalian dengan cara budidaya tanaman sehat Pengendalian dengan cara budidaya tanaman sehat terdiri dari:

1. Pemupukan secara teratur, tepat waktu dan dosis sehingga tanaman dapat tumbuh sehat dan tahan terhadap serangan OPT. karena dari hasil identifikasi di lapang petani belum melakukan pemupukan secara teratur dan tepat bahkan ada yang belum melakukan pemupukan sama sekali. Dosis rekomendasi pemupukan umum untuk tanaman kakao menghasilkan berdasarkan kebutuhan hara yaitu pupuk N 100 g/pohon/tahun, P2O5 80 g/pohon/tahun, K2O 100 g/pohon/tahun dan MgO 30 g/pohon/tahun. Pemupukan biasanya dilakukan dua kali yaitu pada awal musim hujan dan akhir musim hujan (Puslitkoka, 2004)

2. Memperbaiki pola tananam, sebaiknya perlu dilakukan penjarangan (dikurangi) tanaman pendamping berupa tanaman kopi yang ditanam disela-sela tanaman kakao. Hal ini bertujuan mengurangi kelembaban dengan masuknya cahaya matahari. Disamping itu juga akan mengurangi persaingan hara dengan pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat. Cahaya yang diteruskan sebaiknya 60-75% dari intensitas matahari penuh (Puslitkoka, 2004).

3. Melakukan pemangkasan secara teratur terhadap tanaman kakao dan tanaman pelindung akan membuat kondisi kelembaban pertanaman kakao menjadi tidak terlalu tinggi karena masuknya cahaya matahari. Kondisi ini kurang disukai dan menghambat perkembangan hama PBK. Selain dapat mengendaliakan serangan OPT pemangkasan juga bertujuan agar tajuk tanaman tidak terlalu tinggi sehingga mudah dalam melakukan penyeprotan dan pemanenan.

4. Sanitasi kebun, yaitu tetap menjaga kebersihan kebun terutama terhadap sisa kulit buah yang terserang hama PBK harus dikubur untuk memutuskan siklus hidup hama tersebut.

b. Pemanfaatan agens hayati

Pengendalian dengan memanfaatakan agens pengendali hayati seperti pemanfaatan semut hitam untuk pengendalian hama PBK. Mekanisme pengendaliannya yaitu dengan cara semut hitam menghalangi peletakan telur hama PBK. Pemanfaatan semut hitam ini yaitu dengan cara membuat sarang pada pohon kakao yang terbuat dari daun kakao atau daun kelapa kering, kemudian diberi gula batu untuk memancing keberadaan semut tersebut.

(5)

c. Pengendalian Secara Mekanik

Pengendalian secara mekanik dengan melakukan penyarungan terhadap buah kakao. Pengendalian dengan cara ini dapat menghalangi aktifitas hama PBK untuk meletakkan telur pada kulit buah. Penyarungan dilakukan pada buah muda dengan ukuran buah antara 8-10 cm, menggunakan plastik ukuran 30 x 15 cm. pengendalian hama PBK dengan menggunakan penyarungan buah dapat mengurangi serangan hingga 0% (Morsamdono dan Wardojo, 1984.; Mustafa, 2005).

KESIMPULAN

1. Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan informasi permasalahan hama PBK di Desa Suro Bali dimana status serangan dikatagorikan berat dengan persentase buah terserang rerata 98,66% dengan intensitas serangan 55,7%.

2. Pengendalian OPT pada buah kakao dapat dilakukan dengan cara budidaya tanaman sehat (meliputi pemupukan berimbang, pemangkasan tanaman dan tanaman pelindung secara teratur, dan pengaturan populasi tanaman pendamping).

3. Pengendalian cara mekanik yaitu dengan penyarungan buah, serta pengendalian secara hayati dapat dengan memanfaatkan semut hitam dan jamur Beauveria bassiana.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Bengkulu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Ditlintan. 2008. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Direkrorat Jendaral Tanaman Pangan. Jakarta.

Depparaba, F. 2002. Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.) dan Penanggulangannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21(2): 69−74.

Hariyadi, Sehabudin, U dan Winasa, I.W. 2009. Identifikasi Permasalahan dan Solusi Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat Di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Prosd. Seminar Hasil-Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor. ;75-88

Junianto, Y.D. dan E. Sulistyowati. 2000. Produksi dan Aplikasi Agens Pengendali Hama Tanaman Utama Kopi dan Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ictiar Baru Van Houve. Jakarta.

Laode, A. 2004. Seleksi dan Karakterisasi Morfologi Tanaman Kakao Harapan Tahan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Jurnal Sains & Teknologi (3): 109−122. Musamdono dan S. Wardojo. 1984. Kemajuan Dalam Percobaan Perlindungan Buah Coklat Dengan

Katong Plastik Dan Serangan Acrocercops cramerella SN. Menara Perkebunan. 52(4):93-96. Mustafa. B. 2005. Kajian Penyarungan Buah Muda Kakao Sebagai Suatu Metode Pengendalian

Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snell. (Lepidoptera : Gracilariidae). Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan FPI XVI Komda Sulawesi Selatan. Makasar. ;23-35

Puslitkoka. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan kakao Indonesia. Jember.

Tjatjo, A.A., Baharuddin dan A. Laode. 2008. Keragaman Morfologi Buah Kakao Harapan Tahan Hama Penggerek Buah Kakao Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Jurnal Agrisistem 4(1):

37−43.

Wardojo, S. 1994. Strategi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Disampaikan pada; Gelar Teknologi dan Pertemuan Regional Pengendalian PBK di Kabupaten

Polmas, Sulawesi Barat, 3−4 Oktober 1994. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi

Gambar

Tabel 1. Katagori intensitas serangan OPT.

Referensi

Dokumen terkait

Demikian pengumuman dari kami harap

Pengguna Anggaran (PA) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Ende mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa untuk Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2013,

• Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan. kekuasaannya

Berdasarkan hasil Evaluasi Dokumen Penawaran dan Evaluasi Kualifikasi Pemilihan Langsung, dengan ini kami mengundang Perusahaan Saudara untuk melakukan Pembuktian

pembayaran kepada Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Faktor Penyebab Korupsi 27 FAKTOR EKSTERNAL, PEMICU PERILAKU KORUP YANG DISEBABKAN OLEH FAKTOR DI LUAR DIRI PELAKU. 

dengan kualitas yang buruk, akses rakyat terhadap pendidikan dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu negara terancam, kerusakan lingkungan hidup, dan citra pemerintahan

Pada komponen Prop (P) dengan setup cost dan holding cost sebesar $109 dan $18, order policy yang ditentukan adalah mencari solusi yang optimal sehingga total cost