• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUNASABAH | Karya Tulis Ilmiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MUNASABAH | Karya Tulis Ilmiah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MUNASABAH

2.1 Pengertian Munasabah

Secara etimologi, munasabah semakna dengan musykalah dan muqarabah yang berarti serupa dan berdekatan. Secara terminologis, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat Al-qur’an. Hubungan tersebut bisa berbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan atau keniscayaan adalah pikiran, seperti hubungan sebab dan musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan, munasabah juga bisa dalam bentuk penguatan, penafsiran dan penggantian.

Adapun pengertian munasabah yang lain adalah pengertian yang dikemukakan oleh para imam diantaranya yaitu :

Menurut az-zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala di hadapkan pada akal, pasti akal itu akan menerimanya.

Menurut Manna’ al-Qaththan, munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam suatu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surat di dalam al-Qur’an.

Menurut Ibnu al-Arabi, munasabah keterkaitan ayat-ayat Al-qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga seolah-olah terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis.

Berdasarkan kajian munasabah, ayat-ayat Al-qur’an dianggap tidak terasing antara satu dari yang lain. Ia mempunyai keterkaitan, hubungan, dan keserasian. Hubungan itu terletak antara ayat dengan ayat, antara nama surah dengan isi surah, awal surah dengan akhir surah, antara kalimat-kalimat yang terdapat dalam setiap ayat, dan lain sebagainya.

(2)

pertama dari Q. S al-‘Alaq. Surat yang kedua turun adalah Q. S al-Muddatsir. Sementara surat kedua dalam mushaf yang digunakan sekarang adalah Q. S al-Baqoroh.

Tokoh yang pertama sekali melakukan kajian terhadap ilmu munasabah ini adalah Abu Bakr An-Naysaburi. Selain darinya, terdapat pula Abu Ja’far bin Zubair dengan karyanya “Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar Al-qur’an, Burhanuddin Al-Biqa’i dengan karyanya “Nuzhum Adh-Dhurar fi Tanasub Al-Ayi wa As-Suwar” dan As-Sayuti dengan karyanya “Tanasuq Adh-Dhurar fi Tanasub As-Suwar”.

2.2 Macam-macam Munasabah

Para mufassir melihat banyak bemtuk munasabah Al-qur’an. Akan tetapi, secara garis besar dapat diklasifikasikan kepada dua bentuk, yaitu Zhahir (jelas) dan Mudhamar (tersembunyi).

Munasabah zhahir terdiri dari beberapa bentuk, yaitu :

1. Suatu ayat menyempurnakan penjelasan ayat sebelumnya. Artinya, penjelasan suatu ayat mengenai suatu persoalan kadang-kadang belum sempurna atau lengkap, kemudian ayat berikutnya menyempurnakan penjelasan itu. Hal ini, misalnya dapat dilihat dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 3-5.

2. Tawkid (menguatkan). Suatu ayat menguatkan isi kandungan ayat lainnya. Hal ini, sebagai contoh dapat dilihat dalam firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 149-150.

(3)

Munasabah yang tersembunyi (mudhamar) adalah keterkaitan atau keserasian yang tidak jelas. Pada lahirianya seolah-olah, suatu ayat terasing dari ayat yang lain atau alur pembicaraannya tidak ada ketersambungan. Tetapi apabila dianalisis secara dalam akan terlihat keterkaitannya. Munasabah ayat-ayat seperti ini dapat ilihat dari empat aspek, yaitu :

1. Ayat tersebut dihubungkan oleh huruf ‘athaf, seperti yang terlihat dalam surah Saba’ ayat 2. Munasabah dengan waw’athaf ini biasanya menghubungkan dua hal yang berlawanan, seperti masuk dan keluar, turun dan naik, langit dan bumi, rahmat dan azab.

2. Al-Mudhaddah (berlawanan), yaitu dua ayat berurutan yang memperbincangkan dua hal yang berlawanan seperti surga dan neraka serta kafir dan iman. Hal ini, misalnya terlihat dalam surah An-Nisa’ ayat 150-152.

3. Istithrad (sampai), yaitu perbincangan suatu ayat mengenai suatu masalah sampai kepada hal lain yang tidak berkaitan langsung dengan masalah yang sedang diperbincangkan itu. Hal ini seperti yang terdapat dalan surah Al-A’raf ayat 26.

Macam-macam hubungan tersebut apabila diperinci akan menjadi sebagai berikut :

1. Munasabah Antara Surat dengan Surat

Keserasian hubungan atau munasabah antar surat ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surat dengan surat lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing surat, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan surat-surat lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya, baik secara umum maupun parsial. Salah satu contoh yang dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surat beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah (1), Q. S al-Baqarah (2), dan Q. S al-Imran (3).

Satu surah berfungsi menjelaskansurat sebelumnya, misalnya di dalam surat al-Fatihah / 1 : 6 disebutkan :

) ميقتسملا طارصلا اندهإ 6

(4)

Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Q. S al-Fatihah / 1 : 6)

Lalu dijelaskan dalam surat al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan :

)نيقتملل ىده هيف بير ل باتكلا كلت 2

(

Artinya : “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Q. S al-Baqarah / 2 : 2)

2. Munasabah Antara Nama Surat dengan Kandungan Isinya

Nama satu surat pada dasarnya bersifat tauqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya). Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surat terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surat dengan isi atau uraian yang dimuat dalam suatu surat. Kaitan antara nama surat dengan isi ini dapat di identifikasikan sebagai berikut :

a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. Nama surat al-Fatihah disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya.

b. Nama diambil dari perumpamaan , peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surat : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.

c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-Ikhlas karena mengandung ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan : al-Mulk mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.

d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar diberbagai surat. Contoh al-Hajj (dengan spesifik tema haji), al-Nisa’ (dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa’ yang berarti kaum wanita adalah irrig keharmonisan rumah tangga.

(5)

terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad, dan Qaf.

3. Munasabah Antara Satu Kalimat dengan Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat

Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini memperlihatkan irri-ciri ta’kid / tasydid (penguat / penegasan) dan tafsir / i’tiradh (interfretasi /penjelasan dan cirri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :

Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘athaf’ dan terkadang tidak ada. Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :

a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah. Salah satu contoh : b.Munasabah berbentuk istishrad (penjelasan lebih lanjut). Contoh :

) ___ ___

هرقبلا يه لق هلهلا نع كنولأسي 189

(

c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil (hubungan sebanding) atau mudhaddah / ta’kis (hubungan kontradiksi). Contoh :

)___ ___

ةرقبلا ربلا نكلو برغملاو كرشملا لبق مكهوجو اولوت نا ربلا سيل 177

(

4. Munasabah Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat

(6)

ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.

Misalnya surat al-Mu’minun dimulai dengan :

نونمؤملا حلفا دق Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”. Kemudian dibagian akhir surat ini ditemukan kalimat

نورفاكلا حلفي ل هنا Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”. 5. Munasabah Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu Sendiri

Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin (mengukuhkan isi ayat), al-Tashdir (memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya), al-Tawsyih (mempertajam relevansi makna) dan al-Ighal (tambahan penjelasan). Sebagai contoh :

نيقلاخلا نسحا هللا كرابتف mengukuhkan ةقلع ةفطنلا انقلخ مث bahkan mengukuhkan hubungan dengan dua ayat sebelumnya (al-mukminun: 12-14).

6. Munasabah Antara Awal Uraian Surat dengan Akhir Uraian Surat Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kimani bahwa Q. S al-Mu’minun di awali dengan (respek Tuhan kepada orang-orang mukmin) dan di akhiri dengan (sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang kafir). Dalam Q. S al-Qasash, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surat dengan Nabi Muhammad SAW yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Musa AS dan Muhammad SAW, serta jaminan Allah bahwa akan memperoleh kemenangan.

7. Munasabah Antara Penutup Suatu Surat dengan Awal Surat Berikutnya Misalnya akhir surat al-Waqi’ah / 96 :

ميظعلا كبر مساب حبسف “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.

Lalu surat berikutnya, yakni surat al-Hadid / 57 : 1 :

(7)

“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

8. Munasabah Antar Ayat dengan Satu Tema

Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh Sayuthi, pertama-tama dirintis oleh Kisa’i dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abdullah al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.

Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q. S al-Nisa’ / 4 : 34 :

.مهلاومأ نم اوقفنأ امبو ضعب ىلع مهضعب هللا لضف امب ءاسنلا ىلع نوماوق لاجرلا

Dan Q. S al-Mujadalah / 58 : 11 :

.ريبخ نولمعت امب هللاو تاجرد ملعلا وتوا نيذلاو مكنم اونما نيذلا هللا عفري

Tegaknya qiwamah (konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa’) erat sekali kaitannya dengan faktor ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q. S an-Nisa’ menunjuk kata kunci “bimaa fadhdhala” dan “al-ilm”. Antara “bimaa fadhdhala” dengan “yarfa” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ‘ilm.

Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi (tauqifi). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam kitab al-Qur’an.

2.3 Signifikasi Munasabah

(8)

Ayat-ayat Al-qur’an itu banyak bercerita tentang umat-umat terdahulu, baik peristiwa yang berlaku pada mereka maupun kewajiban-kewajiban yang pernah dibebankan atas mereka. Jika suatu ayat dipelajari, tanpa meliht keterkaitannya dengan ayat-ayat lain, maka mungkin akan terjadi penetapan hukum yang sebenarnya hukum itu hanya dibebankan kepada umat sebelum Nabi Muhammad SAW, yang tidak diwajibkan kepada umat Muhammad.

Signifikasi munasabah pengetahuan tentang Al-qur’an terutama bagi seorang mufassir sangat penting, antara lain :

1. Membongkar makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimah-kalimah, ayat-ayat, dan surah-surah Al-qur’an sehingga bagian-bagian dari Al-qur’an itu saling berhubungan dan tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan berkaitan satu sama lainnya. Ia dinamakan oleh Sayyid Qutb sebagai Al-Wahdah Al-Madhu’iyyah (kesatuan topik).

2. Memudahkan pemahaman qur’an, misalnya ayat enam dari surah Al-Fatihah yang artinya “tunjukanlah kami kepada jalan yang lurus” yang engkau anugerahi nikmat atas mereka”. Antara kedua ayat tersebut terdapat hubungan penjelas yaitu jalan yang lurus yang dimaksudkan adalah jalan orang-orang yang telah mendapatkan nikmat dari Allah SWT.

3. Mengukuhkan keyakinan akan kebenaran Al-qur’an sebagai wahyu Allah. Meskipun Al-qur’an diturunkan dan ditulis ditempat , keadaan dan peristiwa yang berbeda, selama 20 tahun lebih namun dalam susunannya mengandung makna yang mendalam berupa hubungan yang kuat antara satu bagian dengan bagian yang lain.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul “Analisis Perbandingan Hasil Pertumbuhan Miopi Dan Astigmat Antara Pengguna Lensa OPTRON Anti-EMI SV Dan Lensa Bagi Penderita Rabun Jauh Menggunakan Metode Z

Penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa kemampuan membaca permulaan siswa kelas satu sekolah dasar ada peningkatan melalui pembelajaran kesadaran fonemik dengan

deskripsi dengan penerapan model picture and picture terjadi peningkatan pada siklus I yaitu 3,4 dikategorikan baik dalam hal ini dapat dilihat bahwa guru telah

Kemudian bersama-sama dengan teman sejawat (observer) menyepakati fokus observasi dan kriteria yang akan digunakan pada pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama dan

perusahaan akan diukur dengan ROA, leverage dan ukuran perusahaan, dan variabel GCG akan diukur dengan proporsi dewan komisaris independen, komite audit dan kualitas audit..

Dan kesalahan secara umum adalah, biasanya pasien yang terkena penyakit tertentu dan termasuk kanker, selalu ingin cepat sembuh sehingga hanya

Figure 7: Computed Eigenvalues According to the Proposed Counter Measures (OPF Control Variables: Transformers, Generator Voltages, and Generated Real Power at two Gen- erators)

Wa’ad dapat dinilai mengikat secara hukum apabila dalam wa’ad tersebut dikaitkan dengan suatu sebab atau dengan adanya pemenuhan suatu kewajiban, baik sebab itu disebutkan