• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Strategis. Direktorat Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Perumahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rencana Strategis. Direktorat Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Perumahan"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Direktorat Rumah Umum dan Komersial

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Perumahan Direktorat Rumah Umum dan Komersial

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Taufiq serta Hidayah-Nya sehingga penyusunan Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial, Direktorat Jenderal Perumahan Tahun 2020-2024 dapat diselesaikan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial Tahun 2020-2024 disusun sebagai dokumen perencanaan dan acuan penganggaran Direktorat Rumah Umum dan Komersial untuk periode lima tahun mendatang. Rencana Strategis ini memuat Kondisi Umum, Potensi dan Permasalahan, Tujuan dan Sasaran Unit Kerja, Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan, serta Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan masing-masing program pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat Rumah Umum dan Komersial.

Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial menyajikan secara garis besar rencana kerja yang menjadi bahan acuan dan panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat

Rumah Umum dan Komersial. Rencana Strategis ini disusun dengan berpedoman pada Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional Tahun 2020-2024, Permen PUPR Nomor 23 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2020-2024, dan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perumahan Tahun 2020-2024. Panduan tersebut sekaligus dimaksudkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pencapaian sasaran, agenda dan misi pembangunan Presiden RI Tahun 2020-2024, sebagaimana diamanatkan pada RPJMN 2020-2024. Mengingat hal tersebut, maka semua unit kerja, pimpinan dan staf Direktorat Rumah Umum dan Komersial harus melaksanakannya secara akuntabel dan berorientasi pada peningkatan kinerja guna menjamin keberhasilan pelaksanaannya dan mewujudkan pencapaian tujuan dari Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial.

Jakarta, November 2020

Direktur Rumah Umum dan Komersial

Ir. M. Hidayat, MM.

NIP. 19650630 199503 1 001

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Taufiq serta Hidayah-Nya sehingga penyusunan Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial, Direktorat Jenderal Perumahan Tahun 2020-2024 dapat diselesaikan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial Tahun 2020-2024 disusun sebagai dokumen perencanaan dan acuan penganggaran Direktorat Rumah Umum dan Komersial untuk periode lima tahun mendatang. Rencana Strategis ini memuat Kondisi Umum, Potensi dan Permasalahan, Tujuan dan Sasaran Unit Kerja, Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan, serta Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan masing-masing program pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat Rumah Umum dan Komersial.

Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial menyajikan secara garis besar rencana kerja yang menjadi bahan acuan dan panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat

Rumah Umum dan Komersial. Rencana Strategis ini disusun dengan berpedoman pada Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional Tahun 2020-2024, Permen PUPR Nomor 23 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2020-2024, dan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perumahan Tahun 2020-2024. Panduan tersebut sekaligus dimaksudkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pencapaian sasaran, agenda dan misi pembangunan Presiden RI Tahun 2020-2024, sebagaimana diamanatkan pada RPJMN 2020-2024. Mengingat hal tersebut, maka semua unit kerja, pimpinan dan staf Direktorat Rumah Umum dan Komersial harus melaksanakannya secara akuntabel dan berorientasi pada peningkatan kinerja guna menjamin keberhasilan pelaksanaannya dan mewujudkan pencapaian tujuan dari Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial.

Jakarta, November 2020

Direktur Rumah Umum dan Komersial

Ir. M. Hidayat, MM.

NIP. 19650630 199503 1 001

(6)
(7)
(8)

1.1.6.2

Posisioning Rumah Umum dan Komersial Dalam

Perencanaan Perumahan Berbasis

Pengembangan Kawasan ... 26

1.1.7

Tantangan Penyelenggaraan Rumah Umum dan

Komersial ... 28

1.1.7.1

Penerapan Konsep Hunian Berimbang ... 37

1.1.7.2

PSU dalam Rumah Umum dan Komersial ... 40

1.1.7.3

Konsep KPBU untuk Kebutuhan Rumah Umum

dan Komersial ... 42

1.2

Capaian Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan

Komersial Tahun 2015 – 2019 ... 43

1.3 Potensi dan Permasalahan ... 46

1.3.1

Isu Strategis Penyediaan Perumahan ... 46

1.3.2

Analisis Permasalahan Penyelenggaraan Rumah Umum

dan Komersial ... 49

1.3.3 Potensi dalam Lingkup Penyelenggaraan Rumah Umum

dan Komersial ... 54

1.3.4

Permasalahan dalam Lingkup Penyelenggaraan Rumah

Umum dan Komersial ... 54

BAB 2 TUJUAN DAN SASARAN

2.1

Tujuan Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial ... 58

2.2

Sasaran Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial ... 62

BAB 3 ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN

KERANGKA KELEMBAGAAN

3.1

Arahan Kebijakan dan Strategi Kementerian ... 70

3.1.1 Arah Kebijakan dan Strategi Lintas Sektor ... 70

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... 2

Daftar Isi ... 4

Daftar Tabel ... 7

Daftar Gambar ... 9

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Kondisi Umum ... 02

1.1.1

Perumahan dan Penyelesaiannya di Indonesia ... 02

1.1.2 Capaian Pembangunan Perumahan ... 07

1.1.3

Perencanaan ... 09

1.1.3.1

Defini Rumah dan Perumahan ... 09

1.1.3.2

Perencanaan Tata Ruang dan Perumahan ... 10

1.1.3.3 SDGs ... 12

1.1.3.4 New Urban Agenda (NUA) ... 13

1.1.4

Peraturan Perundangan ... 15

1.1.4.1

UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman ... 15

1.1.4.2

UU No .20/2011 tentang Rumah susun ... 17

1.1.4.3

Arah Kebijakan RPJMN Tahun 2020-2024 ... 18

1.1.5

Tantangan Penyediaan Perumahan ... 20

1.1.6

Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial ... 23

1.1.6.1

Pemahaman Rumah Umum dan Komersial ... 23

(9)

1.1.6.2

Posisioning Rumah Umum dan Komersial Dalam

Perencanaan Perumahan Berbasis

Pengembangan Kawasan ... 26

1.1.7

Tantangan Penyelenggaraan Rumah Umum dan

Komersial ... 28

1.1.7.1

Penerapan Konsep Hunian Berimbang ... 37

1.1.7.2

PSU dalam Rumah Umum dan Komersial ... 40

1.1.7.3

Konsep KPBU untuk Kebutuhan Rumah Umum

dan Komersial ... 42

1.2

Capaian Rencana Strategis Direktorat Rumah Umum dan

Komersial Tahun 2015 – 2019 ... 43

1.3 Potensi dan Permasalahan ... 46

1.3.1

Isu Strategis Penyediaan Perumahan ... 46

1.3.2

Analisis Permasalahan Penyelenggaraan Rumah Umum

dan Komersial ... 49

1.3.3 Potensi dalam Lingkup Penyelenggaraan Rumah Umum

dan Komersial ... 54

1.3.4

Permasalahan dalam Lingkup Penyelenggaraan Rumah

Umum dan Komersial ... 54

BAB 2 TUJUAN DAN SASARAN

2.1

Tujuan Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial ... 58

2.2

Sasaran Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial ... 62

BAB 3 ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN

KERANGKA KELEMBAGAAN

3.1

Arahan Kebijakan dan Strategi Kementerian ... 70

3.1.1 Arah Kebijakan dan Strategi Lintas Sektor ... 70

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... 2

Daftar Isi ... 4

Daftar Tabel ... 7

Daftar Gambar ... 9

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Kondisi Umum ... 02

1.1.1

Perumahan dan Penyelesaiannya di Indonesia ... 02

1.1.2 Capaian Pembangunan Perumahan ... 07

1.1.3

Perencanaan ... 09

1.1.3.1

Defini Rumah dan Perumahan ... 09

1.1.3.2

Perencanaan Tata Ruang dan Perumahan ... 10

1.1.3.3 SDGs ... 12

1.1.3.4 New Urban Agenda (NUA) ... 13

1.1.4

Peraturan Perundangan ... 15

1.1.4.1

UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman ... 15

1.1.4.2

UU No .20/2011 tentang Rumah susun ... 17

1.1.4.3

Arah Kebijakan RPJMN Tahun 2020-2024 ... 18

1.1.5

Tantangan Penyediaan Perumahan ... 20

1.1.6

Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial ... 23

1.1.6.1

Pemahaman Rumah Umum dan Komersial ... 23

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tujuan Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman ... 14

Tabel 2. Tanggung Jawab Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah Dalam

Pelaksanaan Hunian Berimbang ... 39

Tabel 3 Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Penyediaan PSU ... 41

Tabel 4. Pencapaian Program Direktorat Rumah Umum dan Komersial

Tahun 2015-2019 ... 43

Tabel 5. Pencapaian Kegiatan Fasilitas Rumah Umum melalui Bantuan PSU

Rumah Umum Tahun 2015-2019 ... 44

Tabel 6. Matriks Analisis Situasi ... 53

Tabel 7. Sasaran dan Kelompok Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan

Komersial ... 65

Tabel 8. Kebijakan dan Strategi Penyediaan Perumahan ... 75

Tabel 9. Target Kuantitatif Ditjen Perumahan dalam RPJMN

Tahun 2020 – 2024 ... 80

Tabel 10. Strategi dan Arahan Program ... 81

Tabel 11 Kerangka Regulasi Bidang Perumahan ... 83

Tabel 12. Kebutuhan Regulasi Rumah Umum dan Komersial ... 83

Tabel 13. Organisasi Direktorat Rumah Umum dan Komersial ... 85

Tabel 14. Rekapitulasi Anggaran Direktorat Rumah Umum dan Komersial

Tahun Anggaran 2020-2024 ... 93

Tabel 15. Penjelasan Program dan Perinciannya dalam Kerangka Pendanaan

Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2020-2024 ... 94

3.1.2

Arah Kebijakan dan Strategi Utama ... 74

3.1.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan

Perumahan ... 75

3.2

Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal ... 77

3.2.1

Arah Kebijakan dan Strategi ... 77

3.2.2

Program dan Kegiatan ... 79

3.3

Arah Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan Rumah

Umum dan Komersial ... 81

3.4

Kerangka Regulasi ... 82

3.5

Kerangka Kelembagaan ... 84

BAB 4 TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

4.1

Target Kinerja ... 90

4.2

Kerangka Pendanaan ... 92

4.3 Pendelegasian Pelaksanaan Program Bantuan PSU Perumahan

MBR ... 98

BAB 5 PENUTUP

LAMPIRAN

Lampiran I Matriks Kinerja dan Kerangka Pendanaan Direktorat Rumah Umum dan Komersial Lampiran II Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2021

Lampiran III Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2021 Lampiran IV Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2022 Lampiran V Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2023 Lampiran VI Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2024

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tujuan Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman ... 14

Tabel 2. Tanggung Jawab Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah Dalam

Pelaksanaan Hunian Berimbang ... 39

Tabel 3 Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Penyediaan PSU ... 41

Tabel 4. Pencapaian Program Direktorat Rumah Umum dan Komersial

Tahun 2015-2019 ... 43

Tabel 5. Pencapaian Kegiatan Fasilitas Rumah Umum melalui Bantuan PSU

Rumah Umum Tahun 2015-2019 ... 44

Tabel 6. Matriks Analisis Situasi ... 53

Tabel 7. Sasaran dan Kelompok Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan

Komersial ... 65

Tabel 8. Kebijakan dan Strategi Penyediaan Perumahan ... 75

Tabel 9. Target Kuantitatif Ditjen Perumahan dalam RPJMN

Tahun 2020 – 2024 ... 80

Tabel 10. Strategi dan Arahan Program ... 81

Tabel 11 Kerangka Regulasi Bidang Perumahan ... 83

Tabel 12. Kebutuhan Regulasi Rumah Umum dan Komersial ... 83

Tabel 13. Organisasi Direktorat Rumah Umum dan Komersial ... 85

Tabel 14. Rekapitulasi Anggaran Direktorat Rumah Umum dan Komersial

Tahun Anggaran 2020-2024 ... 93

Tabel 15. Penjelasan Program dan Perinciannya dalam Kerangka Pendanaan

Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2020-2024 ... 94

3.1.2

Arah Kebijakan dan Strategi Utama ... 74

3.1.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan

Perumahan ... 75

3.2

Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal ... 77

3.2.1

Arah Kebijakan dan Strategi ... 77

3.2.2

Program dan Kegiatan ... 79

3.3

Arah Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan Rumah

Umum dan Komersial ... 81

3.4

Kerangka Regulasi ... 82

3.5

Kerangka Kelembagaan ... 84

BAB 4 TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

4.1

Target Kinerja ... 90

4.2

Kerangka Pendanaan ... 92

4.3 Pendelegasian Pelaksanaan Program Bantuan PSU Perumahan

MBR ... 98

BAB 5 PENUTUP

LAMPIRAN

Lampiran I Matriks Kinerja dan Kerangka Pendanaan Direktorat Rumah Umum dan Komersial Lampiran II Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2021

Lampiran III Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2021 Lampiran IV Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2022 Lampiran V Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2023 Lampiran VI Rincian Kegiatan Direktorat Rumah Umum dan Komersial TA 2024

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Permasalahan Pengadaan Lahan Untuk Perumahan ... 06

Gambar 2. Capaian Program Sejuta Rumah ... 08

Gambar 3. Pemberian Hak Atas Tanah Berdasarkan Rencana Tata Ruang ... 11

Gambar 4. Kebijakan Umum KASIBA/LISIBA ... 27

Gambar 5. Ilustrasi Prinsip Dasar Pelaksanaan Kasiba/Lisiba BS ... 27

Gambar 6. Konsep Konsolidasi Tanah ... 35

Gambar 7. Sebaran Lokasi Bantuan PSU dan Konsentrasi Pemberian

Bantuan PSU TA 2015 – 2019 ... 45

Gambar 8. Peta Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial ... 63

Gambar 9. Struktur Organisasi Direktorat Rumah Umum dan Komersial ... 86

Tabel 16. Rekapitulasi Target Bantuan PSU Rumah bagi MBR menurut Provinsi

dan Wilayah Kerja Tahun 2020-2024 ... 98

Tabel 17. Rekapitulasi Anggaran Bantuan PSU Rumah bagi MBR menurut

Provinsi dan Wilayah Kerja Tahun 2020-2024 ... 99

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Permasalahan Pengadaan Lahan Untuk Perumahan ... 06

Gambar 2. Capaian Program Sejuta Rumah ... 08

Gambar 3. Pemberian Hak Atas Tanah Berdasarkan Rencana Tata Ruang ... 11

Gambar 4. Kebijakan Umum KASIBA/LISIBA ... 27

Gambar 5. Ilustrasi Prinsip Dasar Pelaksanaan Kasiba/Lisiba BS ... 27

Gambar 6. Konsep Konsolidasi Tanah ... 35

Gambar 7. Sebaran Lokasi Bantuan PSU dan Konsentrasi Pemberian

Bantuan PSU TA 2015 – 2019 ... 45

Gambar 8. Peta Strategis Direktorat Rumah Umum dan Komersial ... 63

Gambar 9. Struktur Organisasi Direktorat Rumah Umum dan Komersial ... 86

Tabel 16. Rekapitulasi Target Bantuan PSU Rumah bagi MBR menurut Provinsi

dan Wilayah Kerja Tahun 2020-2024 ... 98

Tabel 17. Rekapitulasi Anggaran Bantuan PSU Rumah bagi MBR menurut

Provinsi dan Wilayah Kerja Tahun 2020-2024 ... 99

(14)
(15)

01

Secara lebih mendalam perumahan dapat dimaknai sebagai kumpulan rumah yang

merupakan bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan

prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

(16)

pemerintah harus hadir dalam mengatasi persoalan tersebut. Perumahan dan kawasan permukiman pada hakekatnya untuk mewujudkan kondisi permukiman perkotaan dan pedesaan yang layak huni (livable), aman (safe), nyaman

(comfortable), damai (peaceful) dan

sejahtera (prosperous) serta berkelanjutan (sustainable).

Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh perumahan yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan perumahan dan Kawasan permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar, penyediaan perumahan yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses

penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi, serta penciptaan sosial dan budaya.

Salah satu pokok persoalan masih

rendahnya rumah tangga yang menempati rumah layak huni adalah rendahnya daya jangkau masyarakat untuk mendapatkan perumahan yang layak huni. Untuk itu pemerintah terus berupaya mendorong tersedianya perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang selanjutnya disebut MBR. Ditargetkan pada tahun 2024 sebesar 70% rumah tangga telah menempati rumah layak huni baik rumah sewa maupun rumah milik.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Kondisi Umum

1.1.1

Perumahan dan

Penyelesaiannya di

Indonesia

Penyediaan perumahan yang layak huni, sehat, dan terjangkau merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional dalam rangka pemenuhan hak konstitusi warga Negara. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 menegaskan bahwa

Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

Secara lebih mendalam perumahan dapat dimaknai sebagai kumpulan rumah yang merupakan bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya

pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan Kawasan permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Pemenuhan kebutuhan perumahan menjadi isu yang terus mengemuka saat ini, berkembang menjadi persoalan permukiman yang semakin besar dan kritis. Masih rendahnya angka rumah tangga yang menempati rumah layak huni yang mencapai 54% menegaskan bahwa

(17)

pemerintah harus hadir dalam mengatasi persoalan tersebut. Perumahan dan kawasan permukiman pada hakekatnya untuk mewujudkan kondisi permukiman perkotaan dan pedesaan yang layak huni (livable), aman (safe), nyaman

(comfortable), damai (peaceful) dan

sejahtera (prosperous) serta berkelanjutan (sustainable).

Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh perumahan yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan perumahan dan Kawasan permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar, penyediaan perumahan yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses

penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi, serta penciptaan sosial dan budaya.

Salah satu pokok persoalan masih

rendahnya rumah tangga yang menempati rumah layak huni adalah rendahnya daya jangkau masyarakat untuk mendapatkan perumahan yang layak huni. Untuk itu pemerintah terus berupaya mendorong tersedianya perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang selanjutnya disebut MBR. Ditargetkan pada tahun 2024 sebesar 70% rumah tangga telah menempati rumah layak huni baik rumah sewa maupun rumah milik.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Kondisi Umum

1.1.1

Perumahan dan

Penyelesaiannya di

Indonesia

Penyediaan perumahan yang layak huni, sehat, dan terjangkau merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional dalam rangka pemenuhan hak konstitusi warga Negara. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 menegaskan bahwa

Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

Secara lebih mendalam perumahan dapat dimaknai sebagai kumpulan rumah yang merupakan bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya

pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan Kawasan permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Pemenuhan kebutuhan perumahan menjadi isu yang terus mengemuka saat ini, berkembang menjadi persoalan permukiman yang semakin besar dan kritis. Masih rendahnya angka rumah tangga yang menempati rumah layak huni yang mencapai 54% menegaskan bahwa

(18)

Solusi dalam mengatasi backlog antara lain adalah melalui peningkatan alokasi anggaran pemerintah untuk sektor perumahan. Skema KPR FLPP dan SSB telah dijalankan oleh Kementerian PUPR dengan cukup baik sebagai salah satu cara dalam memberikan kemudahan kepada rakyat untuk memperoleh rumah yang layak, namun perlu dikembangkan inovasi skema pembiayaan lainnya yang tepat, antara lain skema KPBU menjadi salah satu solusi dalam menjawab tantangan

backlog.

Persoalan lainnya yang dihadapi dalam penyediaan perumahan adalah

ketersediaan lahan dan belum mantapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Kapasitas pemerintah masih relatif terbatas untuk dapat melaksanakan secara efektif penyelenggaraan administrasi pertanahan yang memadai sehingga dapat menjamin kecukupan persediaan lahan. Hingga saat ini dapat dikatakan bahwa pemerintah belum mampu

mengembangkan pasar lahan secara efisien dan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan, harga lahan semakin tidak terkendali dan cenderung dipengaruhi oleh mekanissme pasar berdasarkan

kestrategisan suatu lokasi/kawasan.

Harapannya tentu pemerintah harus dapat mengurangi hambatan hukum dan sosial terhadap akses yang adil dan seimbang kepada lahan bagi seluruh kelompok masyarakat.

Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar akan selalu dihadapkan kepada masalah tanah yang sulit dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan pemerintah baik pusat maupun daerah karena semakin tidak logisnya harga tanah tersebut. Ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan permintaan akan sarana hunian selalu meningkat setiap saatnya.

Rencana Tata Ruang yang berperan sebagai pengarah atas alokasi

pemanfaatan dan peruntukan ruang suatu kawasan diharapkan dapat memberikan arahan terhadap persebaran kawasan permukiman dan pemerataan penyebaran kependudukan, sehingga pesatnya perkembangan suatu kawasan/wilayah akan diiringi oleh pembangunan perumahan yang dapat memnfasilitasi kebutuhan semua kelompok masyarakat. Namun kekurangsiapan daerah dengan sistem perencanaan dan pengelolaan ruang yang tepat dalam mengantisipasi

Dalam mengatasi backlog perumahan, pemerintah telah memberlakukan program satu juta rumah yang masuk dalam proyek strategis. Program satu juta rumah merupakan program yang

mendukung nawacita dan telah dituangkan dalam Perpres tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional

Pada 2017, capaian program sejuta rumah sebanyak 908.758 unit dan 2018

meningkat menjadi 1.132.621 unit. Pada tahun 2019 jumlah unit rumah yang terbangun mencapai 1.257.852 unit. Untuk memudahkan akses masyarakat terhadap perumahan telah digulirkan beberapa program dalam kepemilihan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, antara lain bantuan stumulan, susbidi, dan insentif pembiayaan. Selain itu, berbagai kemudahan kemudahan juga diberikan, sejak tahun 2015 telah diterbitkan berbagai peraturan untuk memberikan kemudahan, baik bagi para penyedia perumahan maupun bagi para calon konsumen.

Penyebab tingginya angka backlog

perumahan ini disebabkan rendahnya

pembiayaan sektor perumahan dari pemerintah maupun swasta. Kementerian PUPR sebagai institusi yang bertanggung jawab menangani permasalahan backlog

perumahan tentu tidak akan mampu menyelasaikan sendiri dengan proporsi APBN yang cukup terbatas. Sebagaimana amanat UU No. 1 tahun 2011 dibutuhkan peran serta seluruh stakeholder terutama sektor swasta untuk menyelesaikan persoalan backlog tersebut, pemerintah daerah berperan dalam menentukan alokasi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang serta pemberian ijin pembangunan perumahan, pengembang untuk meningkatkan pembangunan rumah dengan variasi harga yang terjangkau oleh seluruh kelompok masyarakat termasuk MBR melalui pendekatan pembangunan hunian berimbang serta masyarakat itu sendiri dengan kemampuannya secara swadaya membangun rumah yang layak huni.

(19)

Solusi dalam mengatasi backlog antara lain adalah melalui peningkatan alokasi anggaran pemerintah untuk sektor perumahan. Skema KPR FLPP dan SSB telah dijalankan oleh Kementerian PUPR dengan cukup baik sebagai salah satu cara dalam memberikan kemudahan kepada rakyat untuk memperoleh rumah yang layak, namun perlu dikembangkan inovasi skema pembiayaan lainnya yang tepat, antara lain skema KPBU menjadi salah satu solusi dalam menjawab tantangan

backlog.

Persoalan lainnya yang dihadapi dalam penyediaan perumahan adalah

ketersediaan lahan dan belum mantapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Kapasitas pemerintah masih relatif terbatas untuk dapat melaksanakan secara efektif penyelenggaraan administrasi pertanahan yang memadai sehingga dapat menjamin kecukupan persediaan lahan. Hingga saat ini dapat dikatakan bahwa pemerintah belum mampu

mengembangkan pasar lahan secara efisien dan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan, harga lahan semakin tidak terkendali dan cenderung dipengaruhi oleh mekanissme pasar berdasarkan

kestrategisan suatu lokasi/kawasan.

Harapannya tentu pemerintah harus dapat mengurangi hambatan hukum dan sosial terhadap akses yang adil dan seimbang kepada lahan bagi seluruh kelompok masyarakat.

Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar akan selalu dihadapkan kepada masalah tanah yang sulit dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan pemerintah baik pusat maupun daerah karena semakin tidak logisnya harga tanah tersebut. Ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan permintaan akan sarana hunian selalu meningkat setiap saatnya.

Rencana Tata Ruang yang berperan sebagai pengarah atas alokasi

pemanfaatan dan peruntukan ruang suatu kawasan diharapkan dapat memberikan arahan terhadap persebaran kawasan permukiman dan pemerataan penyebaran kependudukan, sehingga pesatnya perkembangan suatu kawasan/wilayah akan diiringi oleh pembangunan perumahan yang dapat memnfasilitasi kebutuhan semua kelompok masyarakat. Namun kekurangsiapan daerah dengan sistem perencanaan dan pengelolaan ruang yang tepat dalam mengantisipasi

Dalam mengatasi backlog perumahan, pemerintah telah memberlakukan program satu juta rumah yang masuk dalam proyek strategis. Program satu juta rumah merupakan program yang

mendukung nawacita dan telah dituangkan dalam Perpres tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional

Pada 2017, capaian program sejuta rumah sebanyak 908.758 unit dan 2018

meningkat menjadi 1.132.621 unit. Pada tahun 2019 jumlah unit rumah yang terbangun mencapai 1.257.852 unit. Untuk memudahkan akses masyarakat terhadap perumahan telah digulirkan beberapa program dalam kepemilihan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, antara lain bantuan stumulan, susbidi, dan insentif pembiayaan. Selain itu, berbagai kemudahan kemudahan juga diberikan, sejak tahun 2015 telah diterbitkan berbagai peraturan untuk memberikan kemudahan, baik bagi para penyedia perumahan maupun bagi para calon konsumen.

Penyebab tingginya angka backlog

perumahan ini disebabkan rendahnya

pembiayaan sektor perumahan dari pemerintah maupun swasta. Kementerian PUPR sebagai institusi yang bertanggung jawab menangani permasalahan backlog

perumahan tentu tidak akan mampu menyelasaikan sendiri dengan proporsi APBN yang cukup terbatas. Sebagaimana amanat UU No. 1 tahun 2011 dibutuhkan peran serta seluruh stakeholder terutama sektor swasta untuk menyelesaikan persoalan backlog tersebut, pemerintah daerah berperan dalam menentukan alokasi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang serta pemberian ijin pembangunan perumahan, pengembang untuk meningkatkan pembangunan rumah dengan variasi harga yang terjangkau oleh seluruh kelompok masyarakat termasuk MBR melalui pendekatan pembangunan hunian berimbang serta masyarakat itu sendiri dengan kemampuannya secara swadaya membangun rumah yang layak huni.

(20)

1.1.2

Capaian Pembangunan

Perumahan

Selama periode 2015 – 2019, kebijakan pembangunan perumahan ditujukan untuk memperluas akses terhadap tempat tinggal yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk seluruh kelompok masyarakat secara berkeadilan, melalui

pengembangan multi-sistem penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang, meliputi :

1. Pengendalian Perumahan Komersial, 2. Penguatan Perumahan Umum dan

Rumah Susun,

3. Pemberdayaan Perumahan Swadaya, dan

4. Fasilitas Perumahan Khusus Target Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Tahun 2015-2019 adalah :

1. Rumah Susun: 550.000 unit 2. Rumah Swadaya: 1.750.000 unit 3. Rumah Khusus: 50.000 unit

4. Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU): 676.950 unit

Pencapaian pembangunan perumahan hingga akhir tahun 2019 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penurunan kekurangan tempat tinggal (backlog) berdasarkan perspekrif menghuni telah mencapai 1.168.136. 2. Fasilitasi penyediaan hunian layak

berupa rumah susun, rumah khusus, dan rumah swadaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mencapai 115.765 unit

3. Fasilitasi penyaluran bantuan hunian layak mencapai 1.052.371

4. Fasilitasi peningkatan kualitas rumah tidak layak huni mencapai 662.907. 5. Penurunan backlog rumah MBR

dilakukan melalui fasilitasi pembiayaan hunian layak, termasuk bantuan pembiayaan melalui pemberian subsidi pembiayaan yang meliputi FLPP, SBUM, SSB, dan BP2BT. Fasilitasi Penyaluran Bantuan Hunian Layak mencapai 782.371 unit.

Sedangkan Capaian Renstra 2015-2019 menurut jenis bantuannya serta capaian Program Sejuta Rumah adalah sebagai berikut:

pertambahan penduduk berserta dinamika perkembangannya menambah persoalan yang dihadapi. Penyediaan lahan dan alokasi ruang yang kurang tepat akibat pasar lahan yang cenderung

mempengaruhi tata ruang berimplikasi pada alokasi ruang dan lahan yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan

pembangunan lain dan kondisi ekologis daerah yang bersangkutan.

Gambar 1.

Peta Permasalahan Pengadaan Lahan Untuk Perumahan

Terkait dengan penyediaan lahan, dperlukan berbagai terobosan agar penguasaan lahan untuk perumahan dapat lebih dioptimalkan baik di tingkat

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Disamping itu diperlukan juga peran pemerintah dan pemerintah daerah yang lebih optimal dalam penyediaan hunian berimbang sebagai antisipasi semakin mahalnya harga lahan.

(21)

1.1.2

Capaian Pembangunan

Perumahan

Selama periode 2015 – 2019, kebijakan pembangunan perumahan ditujukan untuk memperluas akses terhadap tempat tinggal yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk seluruh kelompok masyarakat secara berkeadilan, melalui

pengembangan multi-sistem penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang, meliputi :

1. Pengendalian Perumahan Komersial, 2. Penguatan Perumahan Umum dan

Rumah Susun,

3. Pemberdayaan Perumahan Swadaya, dan

4. Fasilitas Perumahan Khusus Target Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Tahun 2015-2019 adalah :

1. Rumah Susun: 550.000 unit 2. Rumah Swadaya: 1.750.000 unit 3. Rumah Khusus: 50.000 unit

4. Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU): 676.950 unit

Pencapaian pembangunan perumahan hingga akhir tahun 2019 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penurunan kekurangan tempat tinggal (backlog) berdasarkan perspekrif menghuni telah mencapai 1.168.136. 2. Fasilitasi penyediaan hunian layak

berupa rumah susun, rumah khusus, dan rumah swadaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mencapai 115.765 unit

3. Fasilitasi penyaluran bantuan hunian layak mencapai 1.052.371

4. Fasilitasi peningkatan kualitas rumah tidak layak huni mencapai 662.907. 5. Penurunan backlog rumah MBR

dilakukan melalui fasilitasi pembiayaan hunian layak, termasuk bantuan pembiayaan melalui pemberian subsidi pembiayaan yang meliputi FLPP, SBUM, SSB, dan BP2BT. Fasilitasi Penyaluran Bantuan Hunian Layak mencapai 782.371 unit.

Sedangkan Capaian Renstra 2015-2019 menurut jenis bantuannya serta capaian Program Sejuta Rumah adalah sebagai berikut:

pertambahan penduduk berserta dinamika perkembangannya menambah persoalan yang dihadapi. Penyediaan lahan dan alokasi ruang yang kurang tepat akibat pasar lahan yang cenderung

mempengaruhi tata ruang berimplikasi pada alokasi ruang dan lahan yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan

pembangunan lain dan kondisi ekologis daerah yang bersangkutan.

Gambar 1.

Peta Permasalahan Pengadaan Lahan Untuk Perumahan

Terkait dengan penyediaan lahan, dperlukan berbagai terobosan agar penguasaan lahan untuk perumahan dapat lebih dioptimalkan baik di tingkat

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Disamping itu diperlukan juga peran pemerintah dan pemerintah daerah yang lebih optimal dalam penyediaan hunian berimbang sebagai antisipasi semakin mahalnya harga lahan.

(22)

Adapun hambatan-hambatan dalam pencapaian Target Renstra 2015-2019 antara lain adalah :

1. Permasalahan teknis: Lahan, Perizinan, Basis Data, Regulasi 2. Delivery sistem kebijakan dan

kelembagaan yang kurang efektif 3. Penyusunan target yang terlalu

optimis

1.1.3

Perencanaan

1.1.3.1 Definisi Rumah dan

Perumahan

Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia. Dalam hal ini, setiap

orang/keluarga/rumah tangga menempati rumah yang layak huni. Hal ini

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuan 1945 Pasal 28H ayat (1), bahwa : setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Selanjutnya dalam UU No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Negara bertanggung jawab atas

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, yang pembinaannya

dilaksanakan oleh pemerintah”.

Selanjutnya dalam UU No.20/2011 tentang Rumah Susun pasal 5 ayat (1) dinyatakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyeleggaraan rumah susun yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.

Selain itu pula penegasan mengenai kebutuhan rumah yang layak hunian bagi masyarakat dijelaskan dalam RPJPN Tahun 2005-2025, yang mengatur bahwa sasaran pokok pembangunan perumahan dan permukiman dalam jangka panjang adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat, yang didukung oleh sistem pembiayaan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel, untuk mewujudkan kota tanpa kumuh.

Sumber : Direktorat Jenderal Perumahan, 2020

Gambar 2. Capaian Program Sejuta Rumah

08

(23)

Adapun hambatan-hambatan dalam pencapaian Target Renstra 2015-2019 antara lain adalah :

1. Permasalahan teknis: Lahan, Perizinan, Basis Data, Regulasi 2. Delivery sistem kebijakan dan

kelembagaan yang kurang efektif 3. Penyusunan target yang terlalu

optimis

1.1.3

Perencanaan

1.1.3.1 Definisi Rumah dan

Perumahan

Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia. Dalam hal ini, setiap

orang/keluarga/rumah tangga menempati rumah yang layak huni. Hal ini

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuan 1945 Pasal 28H ayat (1), bahwa : setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Selanjutnya dalam UU No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Negara bertanggung jawab atas

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, yang pembinaannya

dilaksanakan oleh pemerintah”.

Selanjutnya dalam UU No.20/2011 tentang Rumah Susun pasal 5 ayat (1) dinyatakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyeleggaraan rumah susun yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.

Selain itu pula penegasan mengenai kebutuhan rumah yang layak hunian bagi masyarakat dijelaskan dalam RPJPN Tahun 2005-2025, yang mengatur bahwa sasaran pokok pembangunan perumahan dan permukiman dalam jangka panjang adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat, yang didukung oleh sistem pembiayaan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel, untuk mewujudkan kota tanpa kumuh.

Sumber : Direktorat Jenderal Perumahan, 2020

Gambar 2. Capaian Program Sejuta Rumah

(24)

(Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan), SIPPT (Surat Ijin Penunjukkan Pengunaan tanah), IP4T (Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, Pemanfaatan tanah).

Hasil penyelenggaraan penataan ruang menjadi acuan pendaftaran tanah,

pemberian hak atas tanah khususnya guna penentuan jenis hak atas tanah yang akan diberikan, pengadaan tanah untuk

kepentingan umum, pembebasan tanah untuk kepentingan swasta, sistem informasi penggunaan dan pemanfaatan tanah, dan audit penegakan hukum. Peta RTRW memandu pemberian hak atas tanah guna memastikan atau

mengeluarkan tanah yang menjadi fungsi lindung.

Gambar 3. Pemberian Hak Atas Tanah

Berdasarkan Rencana Tata Ruang

1.1.3.2 Perencanaan Tata

Ruang dan Pertanahan

Rencana tata Ruang dari mulai RTRW dan turunannya adalah persyaratan penting untuk pemberian hak atas tanah kepada orang perseorangan atau badan hukum termasuk didalamnya pengaturan

penggunaan dan pemanfaatan tanah yang diperbolehkan atau dilarang. Dengan kata lain, rencana tata ruang merupakan alat untuk menentukan kelayakan terbitnya

hak atas tanah dan juga menjadi alat pengendalian penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Didalam rencana tata ruang termuat pengaturan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan tanah baik tanah yang telah memiliki hak atas tanah maupun tanah yang belum bersertifikat hak atas tanah. Alat kendali lain dalam penataan ruang menggunakan lembaga-lembaga perizinan, seperti : IMB, SP3L

(25)

(Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan), SIPPT (Surat Ijin Penunjukkan Pengunaan tanah), IP4T (Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, Pemanfaatan tanah).

Hasil penyelenggaraan penataan ruang menjadi acuan pendaftaran tanah,

pemberian hak atas tanah khususnya guna penentuan jenis hak atas tanah yang akan diberikan, pengadaan tanah untuk

kepentingan umum, pembebasan tanah untuk kepentingan swasta, sistem informasi penggunaan dan pemanfaatan tanah, dan audit penegakan hukum. Peta RTRW memandu pemberian hak atas tanah guna memastikan atau

mengeluarkan tanah yang menjadi fungsi lindung.

Gambar 3. Pemberian Hak Atas Tanah

Berdasarkan Rencana Tata Ruang

1.1.3.2 Perencanaan Tata

Ruang dan Pertanahan

Rencana tata Ruang dari mulai RTRW dan turunannya adalah persyaratan penting untuk pemberian hak atas tanah kepada orang perseorangan atau badan hukum termasuk didalamnya pengaturan

penggunaan dan pemanfaatan tanah yang diperbolehkan atau dilarang. Dengan kata lain, rencana tata ruang merupakan alat untuk menentukan kelayakan terbitnya

hak atas tanah dan juga menjadi alat pengendalian penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Didalam rencana tata ruang termuat pengaturan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan tanah baik tanah yang telah memiliki hak atas tanah maupun tanah yang belum bersertifikat hak atas tanah. Alat kendali lain dalam penataan ruang menggunakan lembaga-lembaga perizinan, seperti : IMB, SP3L

(26)

• Terwujudnya pembangunan kawasan metropolitan baru di luar Jawa sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) hingga tahun 2024. • Meningkatnya peran swasta,

organisasi masyarakat dan organisasi profesi secara aktif, dalam Forum Dialog Perencanaan dan

Pembangunan Kota Berkelanjutan.

1.1.3.4 New Urban Agenda

(NUA)

Kota harus dapat memenuhi fungsi sosialnya, yang berarti memenuhi hak rakyat untuk dapat bertempat tinggal dengan layak dan dapat memperoleh pelayanan dasar perkotaan yang berkualitas. Penyediaan perumahan dan sarpras dasar perkotaan merupakan upaya untuk menanggulangi kemiskinan di perkotaan, tanpa menelantarkan seorang pun. Semua orang, baik yang tinggal di permukiman formal maupun informal, berhak untuk hidup di kota dan memiliki kehidupan yang bermartabat.

“Tidak menelantarkan seorangpun, dengan mengakhiri segala bentuk dan dimensi kemiskinan, termasuk penanggulangan kemiskinan ekstrim; dengan memastikan adanya hak dan

peluang yang setara, […] dengan memastikan partisipasi masyarakat dalam menyediakan akses yang aman dan setara bagi semua; dan dengan menyediakan akses yang setara untuk semua di bidang infrastruktur fisik dan sosial dan layanan dasar, serta perumahan

yang layak dan terjangkau.”

(butir 14.a NUA)

Kota yang berkelanjutan tidak dapat diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur secara parsial. Perencanaan dan pengelolaan pembangunan

infrastruktur harus dilaksanakan secara terpadu antar sektor, lintas batas

administratif, dan terkoneksi dengan baik mulai dari skala kota (infrastruktur primer) hingga tingkat lingkungan (sekunder dan tersier). (Pasal 90-91 PP 14/2016). Dengan pendekatan perumahan lokal terpadu, penduduk di kawasan perumahan dengan mudah dapat mengakses layanan pendidikan, kesehatan, serta pekerjaan. Untuk itu, dibutuhkan strategi penataan ruang perkotaan yang dapat memperkuat perencanaan permukiman skala

lingkungan yang mengakomodasi dan memadukan perencanaan sektoral.

1.1.3.3 SDGs

Sebagai wujud komitmen politik pemerintah untuk melaksanakan SDGs, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden SDGs Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Perpres tersebut merupakan komitmen agar pelaksanaan dan pencapaian SDGs dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh pihak.

Tujuan global yang terkait dengan sektor perumahan adalah Tujuan 11 :

Menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan

berkelanjutan. Dengan sasaran global

yaitu :

• Pada tahun 2030, menjamin akses bagi semua terhadap perumahan yang layak, aman, terjangkau, termasuk

penataan kawasan kumuh, serta akses terhadap pelayanan dasar perkotaan. • Pada tahun 2030, memperkuat

urbanisasi yang inklusif dan berkelanjutan, serta kapasitas

partisipasi, perencanaan penanganan permukiman yang berkelanjutan dan terintegrasi di semua Negara.

Sasaran nasional terkait pencapaian SDGs tujuan ke 11 yang termuat dalam RPJMN 2020-2024 adalah :

• Tersedianya akses rumah tangga terhadap hunian yang layak dan terjangkau hingga tahun 2024. • Terwujudnya pemenuhan standar

pelayanan perkotaan kota yang aman, nyaman dan layak huni pada aspek permukiman paling sedikit di 10 Kawasan Perkotaan Metropolitan hingga tahun 2024.

• Terwujudnya pemenuhan standar pelayanan perkotaan kota yang aman, nyaman dan layak huni pada aspek hingga tahun 2024.

• Optimalisasi sedikitnya 20 kota sedang di luar Jawa yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi dan sebagai pusat

pertumbuhan utama yang mendorong keterkaitan kota dan desa.

(27)

• Terwujudnya pembangunan kawasan metropolitan baru di luar Jawa sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) hingga tahun 2024. • Meningkatnya peran swasta,

organisasi masyarakat dan organisasi profesi secara aktif, dalam Forum Dialog Perencanaan dan

Pembangunan Kota Berkelanjutan.

1.1.3.4 New Urban Agenda

(NUA)

Kota harus dapat memenuhi fungsi sosialnya, yang berarti memenuhi hak rakyat untuk dapat bertempat tinggal dengan layak dan dapat memperoleh pelayanan dasar perkotaan yang berkualitas. Penyediaan perumahan dan sarpras dasar perkotaan merupakan upaya untuk menanggulangi kemiskinan di perkotaan, tanpa menelantarkan seorang pun. Semua orang, baik yang tinggal di permukiman formal maupun informal, berhak untuk hidup di kota dan memiliki kehidupan yang bermartabat.

“Tidak menelantarkan seorangpun, dengan mengakhiri segala bentuk dan dimensi kemiskinan, termasuk penanggulangan kemiskinan ekstrim; dengan memastikan adanya hak dan

peluang yang setara, […] dengan memastikan partisipasi masyarakat dalam menyediakan akses yang aman dan setara bagi semua; dan dengan menyediakan akses yang setara untuk semua di bidang infrastruktur fisik dan sosial dan layanan dasar, serta perumahan

yang layak dan terjangkau.”

(butir 14.a NUA)

Kota yang berkelanjutan tidak dapat diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur secara parsial. Perencanaan dan pengelolaan pembangunan

infrastruktur harus dilaksanakan secara terpadu antar sektor, lintas batas

administratif, dan terkoneksi dengan baik mulai dari skala kota (infrastruktur primer) hingga tingkat lingkungan (sekunder dan tersier). (Pasal 90-91 PP 14/2016). Dengan pendekatan perumahan lokal terpadu, penduduk di kawasan perumahan dengan mudah dapat mengakses layanan pendidikan, kesehatan, serta pekerjaan. Untuk itu, dibutuhkan strategi penataan ruang perkotaan yang dapat memperkuat perencanaan permukiman skala

lingkungan yang mengakomodasi dan memadukan perencanaan sektoral.

1.1.3.3 SDGs

Sebagai wujud komitmen politik pemerintah untuk melaksanakan SDGs, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden SDGs Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Perpres tersebut merupakan komitmen agar pelaksanaan dan pencapaian SDGs dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh pihak.

Tujuan global yang terkait dengan sektor perumahan adalah Tujuan 11 :

Menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan

berkelanjutan. Dengan sasaran global

yaitu :

• Pada tahun 2030, menjamin akses bagi semua terhadap perumahan yang layak, aman, terjangkau, termasuk

penataan kawasan kumuh, serta akses terhadap pelayanan dasar perkotaan. • Pada tahun 2030, memperkuat

urbanisasi yang inklusif dan berkelanjutan, serta kapasitas

partisipasi, perencanaan penanganan permukiman yang berkelanjutan dan terintegrasi di semua Negara.

Sasaran nasional terkait pencapaian SDGs tujuan ke 11 yang termuat dalam RPJMN 2020-2024 adalah :

• Tersedianya akses rumah tangga terhadap hunian yang layak dan terjangkau hingga tahun 2024. • Terwujudnya pemenuhan standar

pelayanan perkotaan kota yang aman, nyaman dan layak huni pada aspek permukiman paling sedikit di 10 Kawasan Perkotaan Metropolitan hingga tahun 2024.

• Terwujudnya pemenuhan standar pelayanan perkotaan kota yang aman, nyaman dan layak huni pada aspek hingga tahun 2024.

• Optimalisasi sedikitnya 20 kota sedang di luar Jawa yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi dan sebagai pusat

pertumbuhan utama yang mendorong keterkaitan kota dan desa.

(28)

Perkembangan intensitas kegiatan di perkotaan tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan yang terbatas. Hal ini mengakibatkan nilai lahan dan perumahan melonjak sehingga sulit untuk dijangkau masyarakat, khususnya bagi MBR. Tanpa pengendalian pemanfaatan lahan yang baik, akan terjadi spekulasi lahan dan seringkali dimanfaatkan pengembang swasta untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya (private capture). Pengadaan lahan merupakan hal yang esensial dalam pembangunan perumahan rakyat, dan merupakan potensi untuk menggerakkan ekonomi perkotaan yang berkelanjutan. Namun isu pengadaan lahan masih menjadi persoalan besar dalam program perumahan rakyat, seperti: maraknya lahan informal, serta belum

memadainya kebijakan, peraturan, dan instrumen pengelolaan lahan. Dibutuhkan solusi tepat guna untuk mengatasi persoalan tersebut, yang membutuhkan keterlibatan semua pihak.

1.1.4

Peraturan Perundangan

1.1.4.1 UU No.1 Tahun 2011 Tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman

Berbeda dengan UU No.4 Tahun 1992 yang mengacu pada UUD 45 sebelum mengalami perubahan, UU No.1/2011 mengacu pada pasal paling penting dan paling banyak ditambahkan dalam UUD RI 1945 yaitu mengenai hak asasi manusia. Hak untuk mendapatkan tempat tinggal di lingkungan yang baik dan sehat kemudian Perencanaan skala lingkungan perlu

melibatkan penduduk setempat secara partisipatif pada semua tahap prosesnya, sehingga produk rencana yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.

Perumahan sebagai wujud “hak bertempat tinggal” merupakan hak asasi setiap warga negara, maka setiap orang – tanpa

terkecuali – memiliki hak untuk dapat mengakses perumahan, termasuk di perkotaan. Hak atas perumahan yang layak dan terjangkau harus diwujudkan secara progresif dengan melibatkan masyarakat dan para pemangku

kepentingan, sehingga dapat mendukung produksi sosial permukiman (social

production of habitat) dan dapat

menyejahterakan masyarakat. Sekalipun pembangunan perumahan rakyat perlu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, namun juga perlu

memperhatikan kesesuaiannya dengan rencana tata ruang wilayah sehingga dapat mencegah perkembangan kota yang tidak terkendali (urban sprawl). Pembangunan perumahan rakyat juga perlu melestarikan warisan budaya/kearifan lokal termasuk melalui arsitektural bangunannya.

Tabel 1.

Tujuan Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman

TUJUAN PENJELASAN

Inklusif dan Partisipatif

Melibatkan, mengikutsertakan, dan menyediakan layanan dasar bagi semua golongan

masyarakat, termasuk kelompok rentan

Mudah Diakses dan Terjangkau

Memiliki kedekatan spasial, serta dapat dibeli/terbayar dan mudah dicapai oleh semua golongan masyarakat. Terpadu Memiliki keterikatan (satu

kesatuan), saling melengkapi dan tidak bertentangan antar sektor, antar wilayah, antar aktor, dan antar tingkat pemerintahan.

Aman, Nyaman, dan Berketahanan

Enak dihuni, terbebas dari bahaya dan kriminalitas, memiliki daya tahan dari berbagai risiko/ancaman, dan menjamin kebutuhan

masyarakat saat ini dan di masa yang akan datang.

Sumber : New Urban Agenda Pembangunan perumahan yang terjangkau mencakup beberapa bagian yang saling terkait, mulai dari pengadaan lahan, hingga pembiayaan, hingga penyediaan perumahan rakyat.

(29)

Perkembangan intensitas kegiatan di perkotaan tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan yang terbatas. Hal ini mengakibatkan nilai lahan dan perumahan melonjak sehingga sulit untuk dijangkau masyarakat, khususnya bagi MBR. Tanpa pengendalian pemanfaatan lahan yang baik, akan terjadi spekulasi lahan dan seringkali dimanfaatkan pengembang swasta untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya (private capture). Pengadaan lahan merupakan hal yang esensial dalam pembangunan perumahan rakyat, dan merupakan potensi untuk menggerakkan ekonomi perkotaan yang berkelanjutan. Namun isu pengadaan lahan masih menjadi persoalan besar dalam program perumahan rakyat, seperti: maraknya lahan informal, serta belum

memadainya kebijakan, peraturan, dan instrumen pengelolaan lahan. Dibutuhkan solusi tepat guna untuk mengatasi persoalan tersebut, yang membutuhkan keterlibatan semua pihak.

1.1.4

Peraturan Perundangan

1.1.4.1 UU No.1 Tahun 2011 Tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman

Berbeda dengan UU No.4 Tahun 1992 yang mengacu pada UUD 45 sebelum mengalami perubahan, UU No.1/2011 mengacu pada pasal paling penting dan paling banyak ditambahkan dalam UUD RI 1945 yaitu mengenai hak asasi manusia. Hak untuk mendapatkan tempat tinggal di lingkungan yang baik dan sehat kemudian Perencanaan skala lingkungan perlu

melibatkan penduduk setempat secara partisipatif pada semua tahap prosesnya, sehingga produk rencana yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.

Perumahan sebagai wujud “hak bertempat tinggal” merupakan hak asasi setiap warga negara, maka setiap orang – tanpa

terkecuali – memiliki hak untuk dapat mengakses perumahan, termasuk di perkotaan. Hak atas perumahan yang layak dan terjangkau harus diwujudkan secara progresif dengan melibatkan masyarakat dan para pemangku

kepentingan, sehingga dapat mendukung produksi sosial permukiman (social

production of habitat) dan dapat

menyejahterakan masyarakat. Sekalipun pembangunan perumahan rakyat perlu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, namun juga perlu

memperhatikan kesesuaiannya dengan rencana tata ruang wilayah sehingga dapat mencegah perkembangan kota yang tidak terkendali (urban sprawl). Pembangunan perumahan rakyat juga perlu melestarikan warisan budaya/kearifan lokal termasuk melalui arsitektural bangunannya.

Tabel 1.

Tujuan Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman

TUJUAN PENJELASAN

Inklusif dan Partisipatif

Melibatkan, mengikutsertakan, dan menyediakan layanan dasar bagi semua golongan

masyarakat, termasuk kelompok rentan

Mudah Diakses dan Terjangkau

Memiliki kedekatan spasial, serta dapat dibeli/terbayar dan mudah dicapai oleh semua golongan masyarakat. Terpadu Memiliki keterikatan (satu

kesatuan), saling melengkapi dan tidak bertentangan antar sektor, antar wilayah, antar aktor, dan antar tingkat pemerintahan.

Aman, Nyaman, dan Berketahanan

Enak dihuni, terbebas dari bahaya dan kriminalitas, memiliki daya tahan dari berbagai risiko/ancaman, dan menjamin kebutuhan

masyarakat saat ini dan di masa yang akan datang.

Sumber : New Urban Agenda Pembangunan perumahan yang terjangkau mencakup beberapa bagian yang saling terkait, mulai dari pengadaan lahan, hingga pembiayaan, hingga penyediaan perumahan rakyat.

(30)

1.1.4.2 UU No. 20/2011 tentang Rumah susun

Perkembangan kawasan khususnya perkotaan menyebabkan permintaan rumah susun terus berkembang, kondisinya tidak lagi seperti tahun 1980-an dim1980-ana pemb1980-angun1980-an rumah susun cukup berkisar antara 4 atau 5 lantai namun saat ini kebutuhannya telah berubah menjadi rumah menara 10 sampai 20 lantai. Perkembangan ini telah merambah ke kota sekitar kota besar terutama sekitar Jakarta.

Rumah menara ini juga didorong oleh penanaman modal dan pemburu rente yang juga bersasal dari luar oleh makin sulitnya mendapatkan tanah. Rumah menara ini membutuhkan pengaturan baru yang terkait dengan: (a) keamanan

bangunan dan keselamatan penghuni, (b batasan intensitas penggunaan tanah (c) pengelolaan, pengoperasian,

pemeilharaan, (d) hak dan kewajiban penghuni, pemilik, pengelola, pengembang, (e) habisnya umur bangunan. Undang-undang ini telah dinyatakan sebagai kebutuhan dasar.

Namun penyelenggaran perumahan berbasis hak bukan soal yang sederhana. Perlu ada institusi yang kuat, tangguh, berpengatahuan dan berwibawa. Oleh karena itu bab mengenai pembinaan dan penyelenggaraan menjadi jiwa dan bagian paling penting dari undang-undang ini. Undang-undang menetapkan adanya tiga aras (level) pembinaan perumahan dan kawasan permukiman yaitu nasional, provinsi dan kabupaten kota masing-masing oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota. Sedang pembinaan sendiri mencakup perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan. Telah ada peraturan pelaksanaan tentang pembinaan yaitu PP No.88/2014, namun tidak menjelaskan apa bedanya liputan pembinaan yang menjadi tanggung jawab setiap aras. Misalnya apa bedanya perencanaan tingkat nasional. provinsi dan kabupaten.

Tentang penyelenggaraan lebih pelik lagi karena liputannya berdasarkan aneka kategori. Pertama kategori berdasarkan skala pembangunannya mulai dari: rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Kedua kategori berdasarkan siapa dan bagaimana

memproduksinya dan siapa konsumennya dan kemudian disebut sebagai jenis rumah umum, rumah komersial, rumah swadaya, rumah negara, rumah khusus. Ketiga kategori berdasarkan tipe bangunan: rumah tunggal rumah deret, rumah susun. Tentang rumah susun ini diamanatkan untuk diatur dengan undang-undang khusus. Keempat kategori berdasarkan perencanaannya yang disebut rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah. Peraturan Pemerintah No.14/2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman justru belum mempertimbangkan masing-masing kategori dan bagaimana hubungannya. Kementerian PUPR sendiri

mengorganisasikan pembinaan hanya berdasarkan jenis rumah yang mungkin menyebabkan implementasi UU No.1/2011 tidak optimal.

Selain mencakup pengembangan institusi, Undang-Undang No.1/2011 juga

menyentuh persoalan tanah dan pembiayaan. Tetapi keterkaitan dengan sistem dan kepranataan yang lebih besar dan lebih luas yang tidak mungkin dapat dicakup oleh kelembagaan yang ada, sehingga pasal yang mengatur hal tersebut lebih sebagai pengingat daripada mengatur.

(31)

1.1.4.2 UU No. 20/2011 tentang Rumah susun

Perkembangan kawasan khususnya perkotaan menyebabkan permintaan rumah susun terus berkembang, kondisinya tidak lagi seperti tahun 1980-an dim1980-ana pemb1980-angun1980-an rumah susun cukup berkisar antara 4 atau 5 lantai namun saat ini kebutuhannya telah berubah menjadi rumah menara 10 sampai 20 lantai. Perkembangan ini telah merambah ke kota sekitar kota besar terutama sekitar Jakarta.

Rumah menara ini juga didorong oleh penanaman modal dan pemburu rente yang juga bersasal dari luar oleh makin sulitnya mendapatkan tanah. Rumah menara ini membutuhkan pengaturan baru yang terkait dengan: (a) keamanan

bangunan dan keselamatan penghuni, (b batasan intensitas penggunaan tanah (c) pengelolaan, pengoperasian,

pemeilharaan, (d) hak dan kewajiban penghuni, pemilik, pengelola, pengembang, (e) habisnya umur bangunan. Undang-undang ini telah dinyatakan sebagai kebutuhan dasar.

Namun penyelenggaran perumahan berbasis hak bukan soal yang sederhana. Perlu ada institusi yang kuat, tangguh, berpengatahuan dan berwibawa. Oleh karena itu bab mengenai pembinaan dan penyelenggaraan menjadi jiwa dan bagian paling penting dari undang-undang ini. Undang-undang menetapkan adanya tiga aras (level) pembinaan perumahan dan kawasan permukiman yaitu nasional, provinsi dan kabupaten kota masing-masing oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota. Sedang pembinaan sendiri mencakup perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan. Telah ada peraturan pelaksanaan tentang pembinaan yaitu PP No.88/2014, namun tidak menjelaskan apa bedanya liputan pembinaan yang menjadi tanggung jawab setiap aras. Misalnya apa bedanya perencanaan tingkat nasional. provinsi dan kabupaten.

Tentang penyelenggaraan lebih pelik lagi karena liputannya berdasarkan aneka kategori. Pertama kategori berdasarkan skala pembangunannya mulai dari: rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Kedua kategori berdasarkan siapa dan bagaimana

memproduksinya dan siapa konsumennya dan kemudian disebut sebagai jenis rumah umum, rumah komersial, rumah swadaya, rumah negara, rumah khusus. Ketiga kategori berdasarkan tipe bangunan: rumah tunggal rumah deret, rumah susun. Tentang rumah susun ini diamanatkan untuk diatur dengan undang-undang khusus. Keempat kategori berdasarkan perencanaannya yang disebut rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah. Peraturan Pemerintah No.14/2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman justru belum mempertimbangkan masing-masing kategori dan bagaimana hubungannya. Kementerian PUPR sendiri

mengorganisasikan pembinaan hanya berdasarkan jenis rumah yang mungkin menyebabkan implementasi UU No.1/2011 tidak optimal.

Selain mencakup pengembangan institusi, Undang-Undang No.1/2011 juga

menyentuh persoalan tanah dan pembiayaan. Tetapi keterkaitan dengan sistem dan kepranataan yang lebih besar dan lebih luas yang tidak mungkin dapat dicakup oleh kelembagaan yang ada, sehingga pasal yang mengatur hal tersebut lebih sebagai pengingat daripada mengatur.

(32)

penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah; e. Pengembangan peran dunia

usaha termasuk BUMN/BUMD dalam penyediaan perumahan, yaitu Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas), PT. Sarana Multigriya Finansial (PT. SMF), dan Bank Tabungan Negara (BTN).

3. Sisi penciptaan lingkungan yang mendukung (enabling environment), meliputi:

a. Pembangunan implementasi standar keandalan dan tertib bangunan, kemudahan perizinan dan administrasi pertanahan, serta pengembangan teknologi dan bahan bangunan murah; b. Peningkatan kapasitas

pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam penyediaan perumahan;

c. Peningkatan kolaborasi antara pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha dalam penyediaan perumahan;

d. Pengembangan system insentif dan disinsentif dalam penyediaan perumahan;

e. Pengembangan badan layanan umum perumahan nasional dan daerah.

Melalui pelaksanaan 3 (tiga) strategi diatas, pembangunan nasional bidang perumahan ditargetkan akan

meningkatkan rasio rumah tangga yang menempati hunian layak secara nasional, dari baseline 56,1% pada tahun 2019 menjadi 70,00% pada tahun 2024. Pencapaian target rumah tangga yang menghuni rumah layak dilakukan melalui proses pembangunan secara kolaboratif yang melibatkan para stakeholder bidang perumahan. Lampiran RPJMN 20202024, antara lain mencantumkan K/L dan stakeholders yang berkontribusi mendukung pencapaian target, yaitu : Kementerian PUPR (kontribusi dari Ditjen Perumahan dan Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan), Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan, Polri, Pemerintah Daerah, BUMN, Swasta/Dunia Usaha dan masyarakat.

mengakomodasi atau paling tidak telah menandai adanya persoalan tersebut. Untuk dapat mengakomodasi rumah tower tersebut, pemerintah daerah juga dituntut mempunyai kemampuan untuk melakukan pengawasan dan perlindungan.

Sesungguhnya belum semua daerah siap untuk menerima kehadiran rumah menara terebut, tetapi undang-undang rumah susun belum mengaturnya.

1.1.4.3 Arah Kebijakan RPJMN

Tahun 2020-2024

RPJMN Tahun 2020 - 2024 menetapkan arah kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman adalah peningkatan akses masyarakat terhadap perumahan dan permukiman layak dan aman yang terjangkau untuk mewujudkan kota yang inklusif dan layak huni.

Pencapaian arah kebijakan diatas dilaksanakan melalui 3 (tiga) strategi, yaitu:

1. Sisi permintaan (demand side), meliputi :

a. Pemantapan system pembiayaan primer dan sekunder perumahan, termasuk optimalisasi

pemanfaatan sumber pembiayaan

jangka panjang seperti Tabungan dan Asuransi Pensiun (TASPEN) dan BPJSK etenagakerjaan; b. Reformasi subsidi perumahan

yang lebih efisien dan tepat sasaran;

c. Perluasan fasilitas pembiayaan perumahan terutama bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan membangun rumahnya secara swadaya;

d. Pengembangan layanan Badan Tabungan Perumahan Rakyat (BP-Tapera) untuk memperluas akses pembiayaan perumahan.

2. Sisi pasokan (supply side), meliputi: a. Peningkatan penyediaan

perumahan yang sesuai dengan tata ruang dan terpadu dengan layanan infrastruktur dasar permukiman, termasuk system transportasi publik;

b. Pengembangan system

perumahan public berbasis rumah susun perkotaan;

c. Peremajaan kota secara inklusif dan konsolidasi tanah dalam rangka mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh;

d. Pemanfaatan tanah milik

negara/BUMN untuk mendukung

(33)

penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah; e. Pengembangan peran dunia

usaha termasuk BUMN/BUMD dalam penyediaan perumahan, yaitu Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas), PT. Sarana Multigriya Finansial (PT. SMF), dan Bank Tabungan Negara (BTN).

3. Sisi penciptaan lingkungan yang mendukung (enabling environment), meliputi:

a. Pembangunan implementasi standar keandalan dan tertib bangunan, kemudahan perizinan dan administrasi pertanahan, serta pengembangan teknologi dan bahan bangunan murah; b. Peningkatan kapasitas

pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam penyediaan perumahan;

c. Peningkatan kolaborasi antara pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha dalam penyediaan perumahan;

d. Pengembangan system insentif dan disinsentif dalam penyediaan perumahan;

e. Pengembangan badan layanan umum perumahan nasional dan daerah.

Melalui pelaksanaan 3 (tiga) strategi diatas, pembangunan nasional bidang perumahan ditargetkan akan

meningkatkan rasio rumah tangga yang menempati hunian layak secara nasional, dari baseline 56,1% pada tahun 2019 menjadi 70,00% pada tahun 2024. Pencapaian target rumah tangga yang menghuni rumah layak dilakukan melalui proses pembangunan secara kolaboratif yang melibatkan para stakeholder bidang perumahan. Lampiran RPJMN 20202024, antara lain mencantumkan K/L dan stakeholders yang berkontribusi mendukung pencapaian target, yaitu : Kementerian PUPR (kontribusi dari Ditjen Perumahan dan Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan), Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan, Polri, Pemerintah Daerah, BUMN, Swasta/Dunia Usaha dan masyarakat.

mengakomodasi atau paling tidak telah menandai adanya persoalan tersebut. Untuk dapat mengakomodasi rumah tower tersebut, pemerintah daerah juga dituntut mempunyai kemampuan untuk melakukan pengawasan dan perlindungan.

Sesungguhnya belum semua daerah siap untuk menerima kehadiran rumah menara terebut, tetapi undang-undang rumah susun belum mengaturnya.

1.1.4.3 Arah Kebijakan RPJMN

Tahun 2020-2024

RPJMN Tahun 2020 - 2024 menetapkan arah kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman adalah peningkatan akses masyarakat terhadap perumahan dan permukiman layak dan aman yang terjangkau untuk mewujudkan kota yang inklusif dan layak huni.

Pencapaian arah kebijakan diatas dilaksanakan melalui 3 (tiga) strategi, yaitu:

1. Sisi permintaan (demand side), meliputi :

a. Pemantapan system pembiayaan primer dan sekunder perumahan, termasuk optimalisasi

pemanfaatan sumber pembiayaan

jangka panjang seperti Tabungan dan Asuransi Pensiun (TASPEN) dan BPJSK etenagakerjaan; b. Reformasi subsidi perumahan

yang lebih efisien dan tepat sasaran;

c. Perluasan fasilitas pembiayaan perumahan terutama bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan membangun rumahnya secara swadaya;

d. Pengembangan layanan Badan Tabungan Perumahan Rakyat (BP-Tapera) untuk memperluas akses pembiayaan perumahan.

2. Sisi pasokan (supply side), meliputi: a. Peningkatan penyediaan

perumahan yang sesuai dengan tata ruang dan terpadu dengan layanan infrastruktur dasar permukiman, termasuk system transportasi publik;

b. Pengembangan system

perumahan public berbasis rumah susun perkotaan;

c. Peremajaan kota secara inklusif dan konsolidasi tanah dalam rangka mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh;

d. Pemanfaatan tanah milik

negara/BUMN untuk mendukung

Gambar

Gambar 3.  Pemberian Hak Atas Tanah

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan bisnis proses penyelenggaraan jalan dimulai dari pelaksanaan penyusunan rencana, program dan anggaran pembangunan dan preservasi jalan dan jembatan dan

TARGET OPERASI JALAN TOL DAN LANJUTAN TAHUN 2017 TRANS SUMATERA TRANS JAWA 1. Dan lain-lain OPERASIONAL LANJUTAN

1) Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk massa

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyusun Renstra Kementerian PUPR 2015-2019 sebagai dokumen

(1) Apabila PIHAK KEDUA terbukti tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan-ketentuan Surat Perjanjian Pemberian Pekerjaan, maka PIHAK KESATU berhak memberikan

Pedoman atau tata cara administrasi maupun teknis dalam melaksanakan penetapan fungsi jalan sebagaimana amanat PP No.34 tahun 2006 tentang Jalan Pasal 61 ayat (1)

ASTM D471- : Standard Test Methods for Rubber Property-Effect of Liquids ASTM D395 : Standar Test Methods for Rubber Property - Compression set ASTM D545 : Standard Test

Faktor lain yag sangat mempengaruhi tidak dilaksanakannya program efisiensi adalah keterbatasan dana pada sebagian besar PDAM untuk melaksanakan program efisiensi energi, serta