• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN DOSIS PUPUK MAJEMUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL UMBI TAHUN KE DUA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN DOSIS PUPUK MAJEMUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL UMBI TAHUN KE DUA."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

KAJ IAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN DOSIS PUPUK

MAJ EMUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL

UMBI TAHUN KE DUA

SKRIPSI

Oleh :

Hanif Septia Kurniawan 1025010005

F AK UL T AS P E R T A NI AN

UNI VE R SI T A S P E M B ANG UNAN NASI O NAL “ VE T E R AN J AW A T I M UR SUR AB AYA

2014

(2)

Disusun Oleh :

Hanif Septia Kurniawan Npm. 1025010005

Telah dipertahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skiripsi Pr ogram Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal, 24 J uli 2014

Telah disetujui oleh :

Pembimbing : Tim Penguji:

Mengetahui :

1. Ketua

F. Deru Dewanti, SP. MP

2. Sekretaris

Ir. Yonny Koentjoro, MM

3. Anggota

Ir. Guniarti, MM

Ketua Program Studi Agroteknologi Dekan Fakultas Pertanian

2. Pembimbing Pendamping

Ir. Yonny Koentjoro, MM 1. Pembimbing Utama

F. Deru Dewanti, SP. MP

4. Anggota

(3)

Telah Direvisi

Tanggal : ...,.... 2014

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

F. Deru Dewanti, SP. MP Ir. Yonny Koentjoro, MM

(4)

MAJ EMUK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PORANG (Amorphophallus

Onchophyllus) ASAL BULBIL KE DUA Dibawah Bimbingan F. Der u Dewanti, SP, MP da n Ir .

Yonny Koentjor o, MM

Tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus) dikenal juga dengan nama Iles-Iles merupakan tumbuhan semak (herba) yang memiliki tinggi 100 – 150 cm, batang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Tanaman porang mempunyai karakteristik pertumbuhan yang khas, yaitu dapat tumbuh dan berproduksi tinggi pada lahan yang ternaungi. Bahkan dapat tumbuh dibawah tegakan pohon dengan intensitas matahari sampai dengan 50%. Bahan makanan yang berasal dari porang atau iles-iles banyak disukai oleh masyarakat Jepang berupa mie atau konyaku.

Kendala di Indonesia, tanaman ini belum dikembangkan karena keterbatasan informasi mengenai fungsi dan penggunaan bahan baku tersebut. Kebutuhan akan ekspor saat ini hanya dipenuhi melalui petani yang mengumpulkan iles-iles yang tumbuh liar baik di lingkungan perkebunan maupun kehutanan.

Salah satu upaya pemacuan pertumbuhan tanaman adalah dengan menggunakan aplikasi zat pengatur tumbuh, seperti Atonik. Pertumbuhan tanaman porang memerlukan pupuk majemuk seperti pupuk Phonska yang mengandung NPK yang bertujuan untuk menjaga terpeliharanya keseimbangan unsur hara dalam tanah, serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Tujuan dari kegiatan penelitian budidaya tanaman porang adalah untuk mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh yang efektif dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman porang dan Mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk majemuk yang baik untuk pertumbuhan tanaman porang.

Bahan penelitian yang digunakan yaitu tanah, polibag, bulbil (katak) tanaman porang serta zat pengatur tumbuh (ATONIK), pupuk anorganik (PHONSKA). Alat yang digunakan adalah cangkul, sekrop, label, bambu, gembor, jangka sorong, sprayer, pengaris, meteran, kamera, dan alat tulis.

Percobaan ini merupakan percobaan dengan 2 (dua) faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan di ulang sebanyak tiga kali.

Faktor I, Kosentrasi Atonik (A) :

A0. Tanpa pemberian Atonik , A1. ATONIK = 1000 ppm/ l, A2. ATONIK = 2000 ppm/ l, A3. ATONIK = 3000 ppm/ l

Faktor II, Dosis Pupuk Anorganik (P) : P1. Dosis Pupuk NPK (Phonska 200 kg/ha), P2. Dosis Pupuk NPK (Phonska 300 kg/ha), P3. Dosis Pupuk NPK (Phonska 400 kg/ha)

Perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK menunjukkan pengaruh interaksi yang nyata hanya pada parameter tinggi tanaman pada umur tanam 8 mst, perlakuan A2P1 yaitu Atonik 2000 ppm/l dengan dosis pupuk majemuk 200 kg/hmenghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi.

(5)

(kontrol) menunjukkan perlakuan yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya. Perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik tidak berpengaruh nyata terhadap hari pecah tunas, jumlah bulbil, dan bobot umbi.

Perlakuan dosis pupuk majemuk NPKtidak menunjukan pengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan. Namun ada kecenderungan perlakuan komposisi 300 kg pupuk majemuk (P2) menghasilkan rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas

segala rahmat dan hidayahNya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi, dengan judul “KAJ IAN ZAT PENGATUR TUMBUH

DAN DOSIS PUPUK MAJ EMUK TERHADAP PERTUMBUHAN

TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL UMBI

TAHUN KE DUA”

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memenuhi

sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi

Agroteknologi di Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.

Dengan disertai harapan semoga laporan dalam penyusunan skripsi ini

dapat diterima, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih

sebesar besarnya kepada :

1. Bapak dan Ibu saya yang telah mendo’akan, dan mendukung saya secara

penuh baik secara moril serta biaya sehingga saya bisa kuliah dan

menyusun skripsi ini.

2. Dr. Ir. Sukendah MSC, selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN “Veteran”

Jawa Timur Surabaya.

3. Ir. Mulyadi, MS, selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agrotekonologi

4. F. Deru Dewanti, SP, MP, selaku dosen pembimbing utama.

5. Ir. Yonny Kentjoro, MM, selaku dosen pembimbing pendamping.

6. Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS, selaku dosen pembimbing Akademik yang

(7)

ii

UPN “Veteran” Jawa Timur khususnya Program Studi Agroteknologi

yang bersedia membimbing saya dengan sabar selama ini.

7. Kakak dan adik saya tercinta serta keluarga dan kerabat dekat yang

memberi dorongan, semangat, do’a dan kasih sayang

8. Sahabat-sahabat saya dari masjid Istiqomah UPN “Veteran” Jawa Timur

yang selalu memberi semangat dan bantuannya dalam penulisan.

9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 jurusan agroteknologi UPN

“veteran” Jawa Timur yang selalu memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum

sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua

pihak yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga proposal

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surabaya, 24 Juli 2014

Penulis

(8)

iii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Tujuan ... 3

1. 3. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Botani Tanaman Porang ... 5

2. 2 . Syarat Tumbuh Tanaman Porang ... 6

2. 2. 1. Keadaan Iklim ... 7

2. 2. 2. Keadaan Tanah ... 7

2. 2. 3. Kondisi Lingkungan ... 7

2. 3. Budidaya Tanaman Porang ... 7

2. 3. 1. Persiapan Lahan ... 7

2. 3. 2. Penanaman ... 8

2. 2. 3. Pemeliharaan Tanaman ... 8

2. 3. 4. Pertumbuhan ... 8

2. 3. 5. Pemanenan ... 9

(9)

iv

2. 4. 1. Perkembangbiakan dengan Bulbil ... 9

2. 4. 2. Perkembangbiakan dengan Biji/Buah ... 10

2. 4. 3. Perkembangbiakan dengan Umbi ... 10

2. 5. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang ... 10

2. 6. Zat Pengatur Tumbuh ... 11

2. 7. Pengaruh Pupuk Majemuk terhadap Tanaman ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Tempat dan Waktu ... 14

3. 2. Bahan dan Alat ... 14

3. 3. Metode Penelitian ... 14

3. 4. Pelaksanaan Penelitian ... 17

3. 4. 1. Persiapan Media Tanam ... 17

3. 4. 2. Persiapan Umbi tahun ke 2 ... 17

3. 4. 3. Penanaman... 17

3. 4. 4. Perlakuan ... 17

3. 4. 5. Pemeliharaan ... 19

3. 4. 6. Pengamatan ... 19

3. 5 Analisa Data ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Hasil……… 21

. 4. 1. 1. Waktu Pecah Tunas ... 21

4. 1. 2. Tinggi Tanaman Porang ... 22

4. 1. 3. Lebar Kanopi Daun Tanaman Porang... 24

(10)

v

4. 1. 6. Bobot Umbi Tanaman Porang ... 28

4. 2. Pembahasan ... 29

4. 2. 1. Interaksi Antara Perlakuan ZPT Atonik dan Dosis Pupuk NPK ... 30

4. 2. 2. Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik ... 31

4. 2. 3. Perlakuan Dosis Pupuk Majemuk NPK ... 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

(11)

I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Tanaman porang (Amorphopallus oncophillus) merupakan tanaman yang

hidup di hutan tropis. Tanaman ini juga ditanam di dataran rendah dan mudah

hidup di antara tegakan pohon hutan seperti misalnya Jati dan Pohon Sono.

Porang di daerah Jawa dikenal dengan nama iles-iles atau suweg. Termasuk

tumbuhan semak (herba) yang memiliki tinggi 100 – 150 cm dengan umbi yang

berada di dalam tanah. Batang tunggal bercabang menjadi tiga batang sekunder

dan akan bercabang lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap ketiak akan

tumbuh bulbil/katak berwarna coklat kehitam-hitaman sebagai salah satu alat

perkembangbiakan tanaman porang. Selain dengan menggunakan bulbil porang

juga dapat berkembang biak dengan menggunakan umbi dan biji. Umbi inilah

yang akan dipungut hasilnya karena memiliki zat glukomanan yang nilai jualnya

tinggi (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al.,1996 dalam Sumarwoto, 2004).

Tanaman porang mempunyai karateristik pertumbuhan yang khas, yaitu

dapat tumbuh dan berproduksi tinggi pada lahan yang ternaungi. Bahkan dapat

tumbuh dibawah tegakan pohon dengan intensitas matahari <50% (Sumarwoto,

2008).

Kegunaan tanaman porang adalah untuk keperluan industri antara lain

untuk mengkilapkan kain, perekat kertas, cat kain katun, wool dan bahan imitasi

yang memiliki sifat lebih baik dari amilum serta harganya yang lebih murah.

Selain itu bahan ini juga dapat dipergunakan sebagai pengganti agar-agar, sebagai

(12)

bahan pembuat negatif film, isolator dan seluloid karena sifatnya yang mirip

selulosa.

Bahan makanan yang berasal dari porang atau iles-iles banyak disukai

oleh masyarakat Jepang berupa mie atau konyaku, hal ini membuka peluang usaha

untuk ekspor umbi tanaman porang ke negara konsumen. Tanaman porang itu

sendiri dapat dipanen setelah berumur 3 tahun (3 kali pertumbuhan). Dengan

perkiraan harga saat ini sekitar Rp. 2000,-/kg dalam keadaan basah. Sedangkan

apabila dijual dalam bentuk irisan keripik yang kering (Chips), dapat dijual

seharga Rp. 20.000,-/kg. Apabila kita mampu menjualnya langsung ke pihak

investor dari Jepang kita akan dihargai sekitar USD 18/kg. Dalam setiap pohon

dapat memanen hasil sebanyak 2 kg umbi, dan dalam setiap hektarnya dapat

diperoleh 12 ton atau sekitar 1,5 ton kering. Untuk pasar luar negeri, masih sangat

terbuka yaitu terutama untuk tujuan Jepang, Taiwan, Korea dan beberapa negara

Eropa.

Di Indonesia, tanaman ini belum dikembangkan karena keterbatasan

informasi mengenai fungsi dan penggunaan bahan baku tersebut. Kebutuhan akan

ekspor saat ini hanya dipenuhi melalui petani yang mengumpulkan iles-iles yang

tumbuh liar baik di lingkungan perkebunan maupun kehutanan. Upaya budidaya

yang intensif tentu saja harus ditunjang oleh beberapa hal salah satunya ialah:

(13)

3

Tanaman porang ini pertumbuhannya tergantung pada musim, sehingga

pada awal musim hujan tiba dan menjelang akhir musim hujan dorman atau

periode tumbuhnya hanya 4 bulan per tahun. Jadi pertumbuhannya dapat dipacu

dengan zat pengatur tumbuh tanaman. Salah satu upaya untuk pemacuan

pertumbuhan tanaman dengan aplikasi zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh

ini merupakan jenis sitokinin sintetis yang efektif memacu pertumbuhan, dengan

menggunakan zat pengatur tumbuh diharapkan tanaman mampu tumbuh dengan

baik sehingga tanaman tersebut mampu berproduksi dengan maksimal.

Pertumbuhan tanaman porang memerlukan pupuk yang bertujuan untuk

menjaga terpeliharanya keseimbangan unsur hara dalam tanah, serta

meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Dampak yang di hasilkan dari

pemakaian pupuk yaitu memperbaiki pertumbuhan tanaman, pembungaan dan

pembuahan. Pupuk yang di gunakan adalah pupuk Phonska yang memiliki

kandungan N=16%, Fosfat=16%, Kalium Oksida=16% (Syarif, 1986).

1. 2. Tujuan

Tujuan dari kegiatan penelitian budidaya tanaman porang adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh yang efektif dalam

memperbaiki pertumbuhan tanaman porang.

2. Mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk majemuk terhadap

pertumbuhan tanaman porang.

(14)

1. 3. Hipotesis

1. Diduga terdapat pengaruh nyata pemberian Zat Pengatur Tumbuh terhadap

pertumbuhan tanaman porang.

2. Diduga terdapat pengaruh nyata pemberian Pupuk Majemuk terhadap

pertumbuhan tanaman porang.

3. Diduga terdapat interaksi nyata antara pemberian Zat Pengatur Tumbuh

(15)

II. TINJ AUAN PUSTAKA

2. 1. Botani Tanaman Porang

Klasifikasi tanaman porang ( Saifudin, 2013) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili : Araceae (suku talas-talasan)

Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus oncophyllus

Porang merupakan komoditi tanaman yang termasuk kedalam family

araceae yang merupakan tumbuhan semak (herbal) dengan umbi di dalam tanah.

Porang banyak tumbuh di hutan karena hanya memerlukan penyinaran 50-60

persen. Batang tanaman porang merupakan batang tunggal, tidak berkayu dan

tidak bercabang. Sepanjang batang yang berwarna hijau terdapat bercak-bercak

putih. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh bulbil berwarna coklat

kehitam-hitaman sebagai alat perkembangbiakan tanaman porang. Tinggi tanaman dapat

mencapai 1,5 meter sangat tergantung umur dan kesuburan tanah. Umbi inilah

yang akan dipungut hasilnya karena memiliki zat glukomanan (Rijono,1999).

(16)

Bunga muncul apabila simpanan energi berupa tepung di umbi sudah

mencukupi untuk pembungaan. Sebelum bunga muncul, seluruh daun termasuk

tangkainya akan layu. Bunga tersusun majemuk berupa struktur khas talas-talasan,

yaitu bunga-bunga tumbuh pada tongkol yang dilindungi oleh seludang bunga.

Kuntum bunga tidak sempurna, berumah satu, berkumpul di sisi tongkol, dengan

bunga jantan terletak di bagian distal (lebih tinggi) daripada bunga betina.

Struktur generatif ini pada saat mekar mengeluarkan bau bangkai yang memikat

lalat untuk membantu penyerbukannya, pemekaran berlangsung sekitar tiga hari

(Syaefullah, 1990).

Setelah dilakukan pemanenan, umbi porang dibersihkan dari kotoran

berupa tanah dan akar yang menempel. Umbi diiris dengan ketebalan sekitar 0,5

Cm. Proses selanjutnya yaitu menjemurnya di bawah terik matahari hingga

benar-benar kering. Proses penjemuran ini memerlukan waktu sekitar 5 hari. Pada tahap

ini porang harus benar-benar kering, untuk menghindari timbulnya jamur yang

dapat mengurangi kualitas dan harga jual porang (Junaidi, 2012).

2. 2. Syar at Tumbuh Tanaman Porang

Menurut Sumarwoto (2004), tanaman porang pada umumnya dapat

tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun demikian agar usaha budidaya tanaman

porang dapat berhasil dengan baik perlu diketahui hal-hal yang merupakan

syarat-syarat tumbuh tanaman porang, terutama yang menyangkut iklim dan

(17)

7

2. 2. 1. Keadaan Iklim

Tanaman porang mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai toleransi yang

sangat tinggi terhadap naungan atau tempat teduh (tahan tempat teduh). Tanaman

porang membutuhkan cahaya maksimum hanya sampai 40%. Tanaman porang

dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 700 m dpl. Namun yang paling bagus pada

daerah yang mempunyai ketinggian 100 - 600 m dpl (Sumarwoto, 2004).

2. 2. 2. Keadaan Tanah

Tanaman porang menghendaki tanah yang gembur/subur serta tidak becek

(tergenang air). Derajat keasaman tanah yang ideal adalah antara pH 6 - 7 serta

pada kondisi jenis tanah apa saja (Sumarwoto, 2004).

2. 2. 3. Kondisi Lingkungan

Wijayanto, Nurheni dan Pratiwi (2011), mengatakan naungan yang ideal

untuk tanaman porang adalah pertumbuhan porang lebih baik pada tegakan

sengon bernaungan 30% daripada tegakan sengon bernaungan 80%.

2. 3. Budidaya Tanaman Porang

2. 3. 1. Persiapan Lahan

Lahan dibersihkan dari semak-semak liar/gulma lalu dibuat guludan

selebar 50 cm dengan tinggi 25 cm dan panjang disesuaikan dengan lahan. Jarak

antara guludan adalah 50 cm. Lahan dibersihkan tidak perlu diolah. Lalu dibuat

lubang tempat ruang tumbuh bibit yang dilaksanakan pada saat penanaman.

Persiapan bibit Porang dapat diperbanyak dengan cara vegetatif dan generatif

(biji, tetas/bupil). Untuk bibit yang baik dipilih dari umbi dan bulbil yang sehat

(Hartojo, 2012).

(18)

2. 3. 2. Penanaman

Porang sangat baik di tanam ketika turun hujan, yaitu sekitar

November-Desember. Tahapan dalam menanam porang yaitu bibit yang sehat satu persatu di

masukkan ke dalam lubang tanam dengan letak bakal tunas menghadap ke atas.

Tutup bibit tersebut dengan tanah halus atau tanah olahan setebal sekitar 3 cm.

Tiap lubang tanaman di isi satu bibit porang jarak tanam tergantung kebutuhan

(Dwiyono dan Kisroh, 2009).

2. 3. 3. Pemeliharaan Tanaman

Tanaman porang merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan tidak

memerlukan pemeliharaan secara khusus. Namun untuk mendapatkan hasil

melalui pertumbuhan dan produksi yang maksimal, dapat dilakukan dengan

melaksanakan perawatan yang intensif, diantaranya dengan penyiangan dan

pemupukan (Suherman, 1995)

Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berupa

rumput-rumput liar yang dapat menjadi pesaing tanaman porang dalam hal kebutuhan air,

unsur hara dan faktor lainnya. Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan sebulan

setelah umbi porang ditanam. Sedangkan penyiangan berikutnya dapat dilakukan

kapan saja jika gulma muncul. Setelah dilakukan penyiangan, selanjutnya gulma

yang terkumpul ditimbun dalam sebuah lubang agar membusuk dan menjadi

kompos (Rijono, 1999)

2. 3. 4. Pertumbuhan

Tanaman porang hanya mengalami pertumbuhan selama 4-5 bulan setiap

(19)

9

mengalami masa istirahat/dorman dan daunnya akan layu sehingga tampak

seolah-olah mati. Tanaman akan tumbuh kembali pada musim penghujan dan

umbi yang berada di dalam tanah akan tumbuh membesar (Sufiani, 1993).

2. 3. 5. Pemanenan

Tanaman porang setelah ditanam selama tiga tahun baru dapat dipanen

untuk pertama kalinya. Waktu panen biasanya dilakukan pada bulan April sampai

Juli pada saat tanaman mengalami masa dormansi. Ciri-ciri tanaman sudah

saatnya dipanen adalah sebagian besar atau seluruh tanaman sudah mati dan

tersisa batang kering dan lubang kecil yang menjadi petunjuk keberadaan tanaman

porang tersebut. Umbi yang dipanen adalah umbi yang sudah besar yang beratnya

mencapai 1 kg/umbi, sedangkan umbi yang masih kecil ditinggalkan untuk

dipanen pada daur berikutnya. Rata-rata produksi umbi porang sekitar 10 ton per

hektar (Suherman, 1995).

2. 4. Per kembangbiakan Tanaman Porang

Menurut Dwiyono (2009), bahwa perkembangbiakan tanaman porang

dapat dilakukan dengan cara generatif dengan biji maupun vegetatif dengan umbi

dan bulbil. Secara umum perkembangbiakan tanaman Porang dapat dilakukan

melalui berbagai cara yaitu:

2. 4. 1. Per kembangbiakan dengan Bulbil

Bulbil ini pada masa panen dikumpulkan kemudian disimpan sehingga

bila memasuki musim hujan bisa langsung ditanam pada lahan yang telah

disiapkan. Dalam 1 kg berisi sekitar 100 butir bulbil (Syaefullah, 1990).

(20)

2. 4. 2. Per kembangbiakan dengan Biji/Buah

Tanaman porang pada setiap kurun waktu empat tahun akan menghasilkan

bunga yang kemudian menjadi buah atau biji. Dalam satu tongkol buah bisa

menghasilkan biji sampai 250 butir yang dapat digunakan sebagai bibit porang

dengan cara disemaikan terlebih dahulu (Sufiani, 1993).

2. 4. 3. Per kembangbiakan dengan Umbi

Umbi yang kecil, ini diperoleh dari hasil pengurangan tanaman yang sudah

terlalu rapat sehingga perlu untuk dikurangi. Hasil pengurangan ini dikumpulkan

yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai bibit. Umbi yang besar bisa dilakukan

dengan cara umbi yang besar tersebut dipecah-pecah sesuai dengan selera,

selanjutnya ditanam pada lahan yang telah disiapkan (Wirawati, 2007).

2. 5. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang

Tanaman porang hanya mengalami pertumbuhan selama 4-5 bulan setiap

tahunnya yaitu pada musim penghujan. Tanaman porang akan tumbuh tunas pada

bulan November setelah memasuki bulan Desember terjadi pertumbuhan vegetatif

yang cepat terhadap tanaman porang. Pada bulan Januari terjadi puncak tumbuh

bulbil (Hartojo, 2012).

Bulan Pebruari terjadi peningkatan laju pertumbuhan batang dan bulbil

tanaman porang secara maksimal. Memasuki bulan Maret sebagian tanaman

porang sudah mulai roboh dan memasuki masa dormansi. Pada bulan April batang

tanaman porang roboh, batang dan daun mengering akan tetapi masih melekat

pada mata tunas dibagian umbi. Panen umbi porang dan bulbil dilakukan pada

(21)

11

2. 6. Zat Pengatur Tumbuh

Pertumbuhan tanaman ditentukan adanya faktor lingkungan dan genetis.

Pertumbuhan dikehendaki secara alami oleh adanya hormon endogen. Hormon

adalah senyawa molekul-molekul yang kegiatanya mengatur reaksi-reaksi

metabolisme penting. Molekul-molekul ini dibentuk didalam organisme dengan

proses metabolik dan merupakan senyawa yang bukan hara atau bukan berfungsi

sebagai nutrisi (Wilkins, 1992).

Dalam tubuh tumbuhan zat pengatur tumbuh memiliki peranan yang

sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan

hidupnya. Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu

Auxin, Gibberellin, Cytokinin, Ethylene dan Inhibitor (Abidin, 1985).

Menurut Abidin. Z. 1985 untuk memperoleh hasil yang maksimal

pertumbuhan tanaman porang dipacu dengan Zat Pengatur Tumbuh Atonik yang

mempunyai bahan aktif seperti Natrium Para-Nitrofenol 3.0 g/l, Natrium

Orto-Nitrofenol 2.0 g/l, Natrium 5- Nitroguaiakol, Natrium 2-4 Dinitrofenol. Sitokinin

merupakan hormon tanaman yang mendorong pembelahan sel, perkecambahan,

menunda penuaan, memainkan peranan penting dalam pengaturan berbagai proses

biologis seperti aktivitas pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme. Cara

kerja hormon Sitokinin yaitu dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan

perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga dapat menunda penuaan daun,

bungan, dan buah dengan cara mengontrol proses kemunduran yang menyebabkan

kematian sel-sel tanaman (Junaidi, 2010).

(22)

Sitokinin merupakan nama kelompok ZPT yang sangat penting sebagai

pemacu pertumbuhan morfologi dalam kultur jaringan (Junaidi 2010). Zat

pengatur tumbuh sitokinin mempunyai peranan dalam pembelahan sel. Abidin

(1985) mengemukakan bahwa ZPT sitokinin mempunyai peranan dalam

mendukung perpanjangan sel, aktifitas kambium dan mendukung pembentukan

RNA baru serta sintesa protein. Pemberian Sitokinin selain menambah tingi

tanaman juga menambah luas daun, berat kering tanaman, mencegah ambibisi dan

mendorong pembentukan buah (Yusnita, 2003).

2. 7. Pengaruh Pupuk Majemuk terhadap Tanaman.

Pupuk Anorganik diperlukan untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif

dan generatif tanaman. Penggunaan pupuk NPK dalam bentuk majemuk untuk

tanaman sangat baik dan lebih efisien bila dibandingkan dengan pemberian pupuk

tunggal. Pupuk NPK merupakan unsur pupuk yang diperlukan dalam jumlah

banyak (Rukmana, 1994).

Hasil penelitian Bukit (2008) menunjukan bahwa pemupukan Anorganik

terhadap hasil kentang pada dosis 12 gr/ tanaman memberikan rata-rata tinggi

tanaman dan jumlah daun tertinggi. Lebih lanjut Rukmana, (1994)

mengemukakan pemberian pupuk anorganik dengan dosis 250 kg/ha dapat

menghasilkan bobot umbi kentang sebesar 230 g/ tanaman, serta pada dosis yang

sama diperoleh jumlah umbi sebanyak 6 umbi pertanaman.

Peranan dan fungsi pupuk NPK diharapkan dapat memberikan kemudahan

dalam pengaplikasian di lapangan dan dapat meningkatkan kandungan unsur hara

(23)

13

Pemberian pupuk anorganik ke dalam tanah dapat menambah ketersediaan hara

yang cepat bagi tanaman (Daud. S, 2008).

Fungsi N untuk tanaman yaitu sebagai penyusun protein, untuk pertumbuhan

pucuk tanaman dan menyuburkan pertumbuhan vegetatif sehingga sesuai untuk

tanaman. Fungsi P sebagai salah satu unsur penyusun protein, dibutuhkan untuk

pembentukan bunga, buah, dan biji, serta merangsang pertumbuhan akar menjadi

memanjang dan tumbuh kuat sehingga tanaman akan tahan kekeringan.

Kekurangan pupuk P akan menyebabkan tanaman akan tumbuh kerdil,

pembungaan dan pembentukan biji akan terhambat, serta tanaman menjadi lemah

sehingga tanaman mudah roboh. Unsur K berperan dalam proses metabolisme

seperti fotosintesis dan respirasi yang merupakan hal terpenting dalam

pertumbuhan (Daud. S, 2008).

Pupuk yang memberikan unsur N, P dan K disebut pupuk lengkap. Kelas

pupuk (grade atau analisis) merupakan persen dalam berat dari nitrogen

(dinyatakan sebagai unsur N), fosfor (dinyatakan sebagai P2O5), dan kalium

(dinyatakan sebagai K2O) karena telah menjadi kebiasaan. Pupuk yang

mengandung lebih dari 2 unsur hara disebut pupuk majemuk. Pupuk majemuk

NPK yang umum telah dikenal, secara resmi di tulis dalam kadar N-PO2-K2O,

misalnya 15-15-15 yang artinya kadar N, P2O5, dan K2O berturut-turut 15%,

15%, dan 15% (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Pupuk Phonska merupakan

pupuk majemuk NPK (N 15%, P2O5 15%, K2O 15%) dan sedikit sulfur

(belerang).

(24)

III. METODE PENELITIAN

3. 1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN

“Veteran” Jawa Timur, mulai bulan Desember sampai dengan bulan Maret 2014.

3. 2. Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan yaitu tanah, polibag, bulbil (katak)

tanaman porang serta zat pengatur tumbuh (ATONIK), pupuk anorganik

(PHONSKA). Alat yang digunakan adalah cangkul, sekrop, label, bambu,

gembor, jangka sorong, sprayer, pengaris, meteran, kamera, dan alat tulis.

3. 3. Metode Penelitian

Percobaan ini merupakan percobaan faktorial dengan 2 (dua) faktor yaitu

pengaruh zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK.

Percobaan yang akan dilaksanakan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dan di ulang sebanyak tiga kali.

Faktor I, Kosentrasi Atonik (A) :

A0. Tanpa pemberian Atonik

A1. ATONIK = 1000 ppm/ l

A2. ATONIK = 2000 ppm/ l

A3. ATONIK = 3000 ppm/ l

Di dalam anjuran yang tertera pada botol ATONIK yaitu dengan

(25)

15

Faktor II, Dosis Pupuk Majemuk (P) :

P1. Dosis Pupuk Majemuk NPK (Phonska 200 kg/ha)

P2. Dosis Pupuk Majemuk NPK (Phonska 300 kg/ha)

P3. Dosis Pupuk Majemuk NPK (Phonska 400 kg/ha)

Di dalam anjuran yang tertera pada bungkus pupuk NPK PHONSKA yaitu

dengan menggunakan dosis 300 kg/ha untuk tanaman berjenis umbi-umbian.

Dari kedua faktor tersebut apabila digabungkan akan diperoleh 12

perlakuan kombinasi dan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 36 satuan

percobaan. Rincian dari 12 kombinasi perlakuan adalah sebagai berikut :

A0P1 Adalah Tanaman Porang tanpa Atonik dengan Dosis Pupuk Phonska (200

kg/ha).

A0P2 Adalah Tanaman Porang tanpa Atonik dengan Dosis pupuk Phonska (300

kg/ha).

A0P3 Adalah Tanaman porang tanpa Atonik dengan Dosis Pupuk Phonska (400

kg/ha).

A1P1 Adalah Konsentrasi Atonik 1000 ppm Dosis Pupuk Phonska (200 kg/ha)

Pertanaman Porang.

A1P2 Adalah Konsentrasi Atonik 1000 ppm Dosis Pupuk Phonska (300 kg/ha )

Pertanaman Porang.

A1P3 Adalah Konsentrasi Atonik 1000 ppm Dosis Pupuk Phonska (400 kg/ha)

Pertanaman Porang.

A2P1 Adalah Konentrasi Atonik 2000 ppm Dosis Pupuk Phonska (200 kg/ha)

Pertanaman Porang.

(26)

A2P2 Adalah Konsentrasi Atonik 2000 ppm Dosis Pupuk Phonska (300 kg/ha)

Pertanaman Porang.

A2P3 Adalah Konsentrasi Atonik 2000 ppm Dosis Pupuk Phonska (400 kg/ha)

Pertanaman Porang.

A3P1 Adalah Kosentrasi Atonik 3000 ppm Dosis Pupuk Phonska (200 kg/ha)

Pertanaman Porang.

A3P2 Adalah Kosentrasi Atonik 3000 ppm Dosis Pupuk Phonska (300 kg/ha)

Pertanaman Porang.

A3P3 Adalah Kosentrasi Atonik 3000 ppm Dosis Pupuk Phonska (400 kg/ha)

Pertanaman Porang.

U

A1P21 A3P32 A2P32

A2P21 A3P21 A3P13

A0P12 A1P22 A2P12

A0P31 A0P22 A2P31

A0P21 A0P32 A0P11

A2P33 A2P32 A2P22

A3P22 A2P23 A0P13

A2P13 A0P33 A3P11

A3P23 A0P23 A1P33

A3P31 A2P11 A1P23

A1P11 A1P12 A3P12

A3P33 A1P13 A1P21

(27)

17

3. 4. Pelaksanaan Penelitian

3. 4. 1. Persiapan Media Tanam

Tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah tanah yang telah

digemburkan. Selanjutnya media tersebut dimasukkan kedalam polybag dengan

ukuran 35x35 sampai dengan bobot berat 5 kg/polybag.

3. 4. 2. Persiapan Umbi Tahun ke Dua

Umbi tahun ke 2 adalah hasil panen dari umbi yang di dapat dari penelitian

tanaman porang sebelumnya, perlakuan umbi tanaman porang sebelumnya

berbeda dengan perlakuan umbi tahun ke 2, dimana untuk mengatasi hal tersebut

umbi bibit yang digunakan untuk penanaman tahun ke 2 merupakan umbi porang

yang telah di sortasi terlebih dahulu berdasarkan bobotnya yaitu umbi bibit yang

mempunyai berat rata-rata sekitar 20-25 gram.

3. 4. 3. Penanaman

Umbi yang akan dipergunakan dipilih yang sudah memperlihatkan

pertumbuhan tunas. Penanaman dilakukan pada sore hari hal ini dilakukan agar

tidak terkena sinar matahari yang menyebabkan kelayuan pada bibit dan benih

porang.

3. 4. 4. Per lakuan

Aplikasi Atonik sesuai dengan perlakuan masing-masing dilakukan

dengan menyemprotkan larutan Atonik yang telah dibuatkan larutan stoknya dan

penyemprotannya secara merata keseluruh mata tunas pada pagi hari. Menurut

Husniya (2012), pembuatan larutan stok dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

(28)

Untuk pembuatan larutan stok 1000 ppm :

1000 ppm =

. .

= .

.

=

Jadi untuk mencari konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh dapat dilakukan

dengan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :

M1 x V1 = M2 x V2

Keterangan :

V1 = Volume larutan standart yang diencerkan

V2 = Volume larutan pengenceran

M1 = Konsentrasi larutan yang diencerkan

M2 = konsentrasi larutan pengenceran

Aplikasi Pemberian pupuk di lakukan dengan cara di benamkan di sekitar

batang porang. Pupuk anjuran yang diberikan yaitu pupuk majemuk NPK

Phonska dengan anjuran pemakaian 300 kg/ha. Pembuatan dosis pupuk majemuk

NPK dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

/

1 /

/

/

(29)

19

3. 4. 5. Pemeliharaan

a. Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari agar tanaman tidak

mengalami kekeringan yang bisa menyebabkan kelayuan pada tanaman.

b. Pengendalian OPT

Dilakukan pengendalian hama dilakukan jika tanaman porang tersebut

menunjukkan gejala terserang hama. Hama yang menyerang yaitu ulat daun

kepala besar (Papilio molytes L), ulat kantong (Mahasena orbetti L), dan

belalang (Locus sp) dilakukan secara manual disertai dengan insektisida.

c. Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan pada umur 2 minggu – 4 minggu setelah tanam

dengan tujuan menegakkan kembali tanaman yang akan roboh akibat terkikis oleh

air hujan sehingga tanah yang ada di sekitar tanaman tidak mampu lagi menopang

tegaknya tanaman.

d. Penyiangan

Pemeliharaan tanaman pokok meliputi penyiangan gulma, pengendalian

gulma dilakukan jika terdapat gulma pada media tanam. Pengendalian gulma

dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara mencabut gulma menggunakan

tangan.

3. 4. 6. Pengamatan

Pengamatan dilakukan mulai tanaman berumur 14 hari setelah tanam,

selanjutnya pengamatan dilakukan dengan interval waktu 2 minggu sekali.

Adapun peubah pengamatan sebagai berikut :

- Waktu Pecah Tunas

Dihitung ketika tunas telah pecah pada hari setelah tanam.

(30)

- Tinggi Tanaman

Di ukur dari permukaan tanah sampai titik percabangan daun setelah pecah

tunas.

- Lebar Kanopi

Di ukur kanopi daun yang paling lebar dari bagian sisi kiri dan kanan(cm)

setelah daun membuka dengan sempurna.

- Diameter batang

Di ukur pada diameter terbesar dengan menggunakan jangka sorong(cm)

setelah pecah tunas.

- Jumlah bulbil

Di hitung jumlah bulbil per tanaman(kg) yang tumbuh pada percabangan

daun yang muncul.

- Berat umbi

Di hitung bobot/berat umbi setelah panen.

3. 5. Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova).

Apabila F hitung > F tabel maka dilanjutkan dengan uji lanjut dengan

menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT 5%) (Sastrosupardi, 1995).

(31)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Hasil

4. 1. 1. Waktu pecah tunas

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan kombinasi antarazat

pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPKmenunjukkan pengaruh

tidaknyata terhadap waktu pecah tunastanaman porang. Perlakuan zat pengatur

tumbuhAtonik tidak berpengaruh terhadap waktu pecah tunas, begitu pula

perlakuan dosis pupuk majemuk NPK terhadap waktu pecah tunas juga tidak

berpengaruh pada parameter pengamatan waktu pecah tunas. (Tabel Lampiran

1).Nilai rata-rata jumlah hari pecah tunas tanaman porang oleh pengaruh

pembelahan umbi dan komposisi media tanam di sajikan pada tabel 1.

Tabel 1.Rata-rata Waktu Pecah Tunas Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 2 (MST).

Perlakuan Pecah tunas

Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata

Tabel 1 diatas dapatdiketahui bahwa,perlakuan zat pengatur tumbuh

Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah

hari pecah tunas tanaman porang pada pengamatan umur 2 mst. Perlakuan dosis

pupuk majemuk NPK menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap jumlah

hari pecah tunas tanaman porang.Walaupun tidak berbeda nyata perlakuan zat

pengatur tumbuh atonik semakin banyak konsentrasi yang diberikan

(32)

makakecenderungan tanaman porang mempercepat waktupecah tunas tanaman

porang. Begitu pula dengan perlakuan dosis pupuk majemuk, semakin banyak

pemberian dosisi pupuk majemuk maka semakin cenderung mempercepat waktu

pecah tunas meski tidak berbeda nyata.

4. 1. 2. Tinggi Tanaman Porang

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan kombinasi antarazat

pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPKmenunjukkan pengaruh

nyata terhadap tinggi tanaman porang pada umur 8 MST (Tabel 3). Sedangkan

pada perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik tidak berpengaruh terhadap tinggi

tanaman pada semua umur pengamatan kecuali pada umur 10, 12, 14 MST dan

tidak berpengaruh nyata pada awal pengamatan umur 2, 4, 6. Begitu pula

perlakuan pupuk majemuk NPK terhadap tinggi tanaman juga tidak berpengaruh

nyata pada semua umur pengamatan (Tabel Lampiran 2-8).Nilai rata-rata tinggi

tanaman porang oleh perlakuan kombinasi antara zat pengatur tumbuh Atonik dan

dosis pupuk majemuk NPK di sajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK minggu ke 2-14 (MST).

Perlakuan Umur Tanaman (MST)

(33)

23

Tabel 2 tersebut diatas menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur

tumbuh Atonik pada setiap konsentrasi tidak meningkatkan tinggi tanaman

bahkan justru semakin meningkatnya konsentrasi pemberian zat pengatur tumbuh

(ZPT) cenderung menurunkan tinggi tanaman. Sedangkan pada perlakuan dosis

pupuk majemuk NPK, semakin meningkatnya pemberian dosis pupuk majemuk

NPK terhadap tanaman maka tinggi tanaman semakin menurun.

Tabel 3.Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 8 (MST).

Perlakuan Kombinsi Umur Tanam (MST)

8 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%

Tabel 3 diatas, menunjukkan bahwa adanya interaksi antar perlakuan

antara zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK terhadap

tinggi tanaman porang pada minggu ke 8 mst. Hasil tertinggi terdapat pada

perlakuan A2P1 konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik 2000 ppm/l dan dosis

pupuk majemuk 200 kg/ha.

(34)

Gambar 2. Grafik Tinggi Tanaman Pada Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu Ke 8 MST

4. 1. 3. Lebar Kanopi Daun Tanaman Porang

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan kombinasi

antarazat pengatur tumbuh Atonik dan pupuk majemuk NPK menunjukkan

pengaruh tidak nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang. Sedangkan perlakuan

zat pengatur tumbuh Atonik berpengaruh nyata terhadap lebar kanopi daun

tanaman porang pada umur 8, 10, 12, dan 14 mst,dan tidak berpengaruh nyata

terhadap lebar kanopi daun tanaman porang pada umur 2, 4, dan 6. Begitu pula

perlakuan dosis pupuk majemuk NPK terhadap lebar kanopi daun tanaman porang

juga tidak berpengaruh nyata pada semua umur pengamatan. (Tabel Lampiran 9,

10, 11, 12, 13, 14, 15). Nilai rata-rata lebar kanopi tanaman porang oleh pengaruh

perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK disajikan

pada Tabel 4. 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

(35)

25

Tabel 4.Rata-rata Lebar Kanopi Daun (cm) Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 8-14 (MST)

Perlakuan Umur Tanaman (MST)

2 4 6 8 10 12 14

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa setiap pemberian konsentrasi zat

pengatur tumbuh Atonik tidak meningkatkan lebar kanopi daun tanaman porang,

bahkan justru cenderung menurunkan lebar kanopi daun tanaman porang. Hal ini

seperti yang terjadi pada pengamatan tinggi tanaman porang, dimana tinggi

tanaman porang tidak tumbuh dengan baik (Tabel 2). Lebar kanopi daun tanaman

porang cenderung menurun apabila semakin meningkatnya pemberian konsentrasi

zat pengatur tumbuh terhadap tanaman porang. Hasil tertinggi terdapat pada

perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik kontrol (A0).

Sedangkan pada pemberian dosis pupuk majemuk NPK jika semakin

meningkatnya pemberian dosis pupuk majemuk NPK maka pengaruh terhadap

lebar kanopi daun tanaman porang cenderung tidak tumbuh, demikian pula jika

kekurangan dosis pupuk majemuk NPK maka hasil lebar kanopi daun tanaman

porang juga tidak tumbuh. Hasil tertinggi perlakuan dosis pupuk majemuk NPK

dengan menggunakan dosis pupuk 300 kg (P2).

(36)

4. 1. 4. Diameter Batang Tanaman Porang

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan kombinasi antara zat

pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK menunjukkan pengaruh

tidak nyata terhadap diameter batang tanaman porang di semua umur pengamatan.

Sedangkan perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik berpengaruh nyata terhadap

diameter batang pada umur pengamatan 8, 10, 12, dan 14 mst, dan tidak berbeda

nyata pada umur tanam ke 2, 4, dan 6.

Sedangkan perlakuan dosis pupuk majemuk NPK terhadap diameter

batang tanaman porang tidak berpengaruh nyata pada semua umur pengamatan.

(Tabel Lampiran16, 17, 18, 19, 20, 21, dan 22).Nilai rata-rata diameter batang

tanaman porang olehpengaruh zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk

majemuk NPK di sajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Diameter Batang(mm) Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 2-14 (MST)

Perlakuan Umur Tanaman (MST)

2 4 6 8 10 12 14

Tabel 5 menunjukkan bahwa, perlakuan konsentrasi zat pengatur

tumbuhAtonik menunjukkan semakin meningkatnya pemberian konsentrasi zat

(37)

27

Sedangkan perlakuan dosis pupuk majemuk menunjukkan hasil tidak

berpengaruh nyata terhadap pengamatan diameter batang padasemua umur

pengamatan.Semakin menurunnya pemberian dosis pupuk majemuk NPK

semakin tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman

porang, demikian juga semakin berkurangnya pemberian dosis pupuk majemuk

NPK, semakin tidak mempengaruhi pertumbuhan diameter batang tanaman

porang. Perlakuan dosis pupuk majemuk NPK 300kg (P2) menunjukan hasil

terbesar pada pengamatan umur tanam minggu ke 2 sampai 14 mst dibanding

perlakuan lain.

4. 1. 5.J umlah Bulbil Tanaman Porang.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan kombinasi antara zat

pengatur tumbuh atonik dan dosis pupuk majemuk NPK menunjukkan pengaruh

tidaknyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang di semua umur pengamatan.

Sedangkan perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik tidak berpengaruh terhadap

jumlah bulbil pada semua umur pengamatan, begitu pula perlakuan dosis pupuk

majemuk NPK terhadap jumlah bulbil juga tidak berpengaruh pada semua umur

pengamatan. (Tabel Lampiran23, 24, dan 25).Nilai rata-rata jumlah bulbil

tanaman porang oleh pengaruh zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk

majemuk NPK di sajikan pada Tabel 6.

(38)

Tabel 6.Rata-rata Jumlah Bulbil Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk Pada Umur10-14 MST.

Perlakuan Umur Tanaman (MST)

10 12 14

Tabel6 diketahui bahwa,zat pengatur tumbuh tidak berpengaruh nyata

terhadap jumlah bulbil tanaman porang pada setiap pengamatan umur tanam.

Walaupun tidak berbeda nyata pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh atonik,

semakin banyak konsentrasi yang di berikan maka semakin berpengaruh terhadap

jumlah bulbil tanaman porang. Perlakuan kontrol (A0) menunjukan hasil

terbanyak pada setiap pengamatan umur tanam dibandingkan perlakuan yang lain.

Sedangkan pada perlakuan dosis pupuk majemuk NPK, menunjukkan

hasil tidak berbeda nyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang. Perlakuan dosis

pupuk majemuk NPK 300kg (P2) menunjukan hasil terbanyak pada setiap

pengamatan dibandingkan perlakuan yang lain.

4. 1. 6. Bobot Umbi Tanaman Porang

Hasil analisis ragam konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis

Pupuk majemuk NPK menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap bobot umbi

(Tabel Lampiran 26). Rata-rata bobot umbi porang oleh pengaruh konsentrasi zat

(39)

29

Tabel 7. Rata-rataperlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk Terhadap Bobot Umbi Tanaman Porang

Perlakuan Bobot umbi (g)

Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata

Tabel 7 diatas diketahui bahwa konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik

menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata.Perlakuan konsentrasi zat pengatur

tumbuh Atonik 2000 ppm/l (A2) menunjukan hasil tertinggi dengan nilai sebesar

76,53 g. Perlakuan 1000 ppm/l menunjukan hasil terendah dibandingkan

perlakuan lainnya, dengan nilai sebesar 71,88 g.

Uji beda nyata terkecil 5% (BNT 5%) perlakuan dosis pupuk majemuk

NPK menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap bobot umbi tanaman

porang. Perlakuan dosis pupuk majemuk NPK 300kg (P2) menunjukan hasil

tertinggi dengan nilai sebesar 86,30 g.

4. 2.Pembahasan

Pertumbuhan adalah faktor kompleks yang dipengaruhi oleh faktor

internal dan faktor eksternal (Syiraini, 2011). Pertumbuhan tanaman porang

diawali dengan munculnya mata tunas. Mata tunas ialah kuncup porang yang

terletak pada tengah umbi. Kuncup ini tumbuh dari pangkal tumbuh ke atas.

Tunas yang tumbuh berpeluang menjadi batang porang baru.

(40)

4. 2. 1. Interaksi Antara Per lakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK

Hasil percobaan kajian zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk

majemuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman porang (Amorphophallus

onchophyllus), menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi tersebut terdapat interaksi pada umur 8 MST kecuali pada parameter waktu pecah tunas, jumlah

bulbil, dan bobot umbi (Tabel 1, 6, dan 7). Pada pengamatan waktu pecah tunas

dan jumlah bulbil serta bobot umbi tidak terdapat interaksi nyata antara perlakuan

zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK.

Tidak terdapatnya interaksi antar perlakuan diduga tanaman porang

merupakan tanaman yang memiliki masa tumbuh berbeda pada tanaman pada

umumnya, tanaman porang akan tumbuh hanya pada awal musim penghujan atau

awal bulan Oktober, tidak adanya pengaruh pada pengamatan waktu pecah tunas

bisa disebabkan akibat pengaruh sifat bawaan porang, begitu juga dengan

parameter pengamatan jumlah bulbil. Hal tersebut dikarenakan tanaman porang

memiliki jumlah bulbil yang relative sama, sehingga perlakuan yang diberikan

tidak memberi pengaruh yang signifikan. Hal tersebut di karenakan jumlah bulbil

lebih dipengaruhi oleh sifat genotip atau bawaan tanaman porang, menurut Putri

(2013) Pertumbuhan tanaman merupakan fungsi dari genotip dan lingkungan.

Hasil penelitian berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa

perlakuan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik kontrol (A0) dan

dosis pupuk majemuk NPK 300 kg (P2) menghasilkannilai rata-rata lebih tinggi

hampir disetiap parameter pengamatan. Hal ini sesuai menurut (Srita, 2012)

makanan merupakan sumber energi serta materi untuk menghasilkan berbagai

(41)

31

dan magnesium. Jika tanaman tidak mendapat unsur-unsur tersebut sesuai

keperluan, pertumbuhan tanaman dapat terganggu dan bahkan tanaman dapat

mati.

4. 2. 2. Per lakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik

(A) nyata pengaruhnya pada pengamatan tinggi tanaman pada minggu ke 8-14mst

(Tabel 2). Akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap waktu pecah tunas,jumlah

bulbil, dan bobot umbi. Adanya pengaruh nyata pada pengamatantinggi tanaman

menunjukan bahwa zat pengatur tumbuh Atonik mempengaruhi pertumbuhan

tanaman porang.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan zat

pengatur tumbuh Atonikpada parameter pengamatan tinggi tanamanmenunjukkan

bahwa nilai rata-ratapemberian zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi kontrol

(A0) memberikan hasil terbaik, tinggi tanaman yang diberikan perlakuan zat

pengatur tumbuh ternyata tidak menunjukkan hasil peningkatannya dibandingkan

tanaman porang tanpa aplikasi zat pengatur tumbuh, hal ini diduga karena

konsentrasi yang diberikan kurang tepat serta larutan atonik yang tidak menyerap

secara optimal pada tanaman porang karena pengaruh intensitas cahaya dan suhu

yang tinggi.

Diduga pula Penyerapan larutan atonik yang tidak optimal disebabkan

terjadinya penguapan sebelum zat pengatur tumbuh atonik diserap sempurna oleh

tanaman karena intensitas cahaya dan suhu yang tinggi.Penguapan yang terjadi

karena intensitas cahaya dan suhu yang tinggi berlangsung bersamaan dengan

transpirasi. Intensitas cahaya dan suhu pada saat pengamatan tergolong cukup

tinggi.Intensitas cahaya dan suhu yang tinggi menyebabkan zat pengatur tumbuh

(42)

atonik lebih cepat menguap sebelum terjadi penyerapan yang sempurna oleh

tanaman.

Menurut Koentjoro (2008) peranan senyawa fenol terhadap pertumbuhan

ditunjukkan dengan senyawa monofenol yang berperan sebagai kofaktor dari

enzim IAA oksidase, sehingga aktifitas dari enzim ini meningkat dan jumlah IAA

akan menurun, tetapi sebaliknya senyawa difenol dan polifenol justru

menghambat aktifitas enzim IAA oksidase sehingga jumlah IAA akan meningkat.

Pengamatan lebar kanopi perlakuan zat pengatur tumbuh menunjukkan hasil

berpengaruh tidak nyata pada pengamatan umur 2, 4, dan 6 mst. Perlakuan zat

pengatur tumbuh Atonik kontrol tanpa perlakuan ZPT (A0) menunjukkan hasil

tertinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini diduga semakin banyak

konsentrasi pemberian zat pengatur tumbuh Atonik terhadap tanaman porang

maka semakin menurunnya hasil tanaman porang. Hal ini diduga pula

pertumbuhan batang turut mempengaruhi pertumbuhan daun karena batang

merupakan tempat melekat dan tumbuhnya daun.

Pengamatan diameter batang menunjukan bahwa nilai rata-rata perlakuan

zat pengatur tumbuh Atonik menunjukkan berbeda nyata terhadap diameter

batang tanaman porang pada umur tanam 8-14 mst. Perlakuan zat pengatur

tumbuh kontrol (A0) menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan yang

lain, hal ini diduga karena konsentrasi dan frekuensi penyemprotan larutan atonik

yang tidak tepat dapat menghambat terbentuknya stolon.

Dikarenakan sumber bibit yang berasal dari bulbil tidak memiliki ketiak

daun sehingga bulbil yang tumbuh berada di pangkal daun. Menurut Hidayat R,

(43)

33

Sedangkan bobot umbi menunjukkan bahwa konsentrasi zat pengatur

tumbuh Atonik menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata. Perlakuan

konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik 2000 ppm/l (A2) menunjukan hasil

tertinggi dengan nilai sebesar 76,53 g. Perlakuan 1000 ppm/l menunjukan hasil

terendah dibandingkan perlakuan lainnya, dengan nilai sebesar 71,88 g. Hal ini

Diduga dengan keseragaman besar benih tanaman porang yang berasal dari bulbil

mengakibatkan pengaruh yang sama juga terhadap berat dan diameter umbi

panen. Didukung oleh Jedeng (2011), semakin besar umbi benih maka kandungan

proteinnya semakin banyak. Besar benih berpengaruh terhadap kecepatan

pertumbuhan dan produksi, karena berat benih menentukan besarnya kecambah

pada saat pertumbuhan vegetatif.

4. 2. 3. Per lakuan Dosis Pupuk Majemuk NPK

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pupuk majemuk NPK tidak

berbeda nyata terhadap semua parameter yang diamati yaitu waktu pecah tunas,

tinggi tanaman, lebar kanopi, diameter batang, jumlah bulbil, dan bobot umbi. Hal

ini diduga karena meningkatnya pH tanah sangat berpengaruh pada ketersediaan

unsur hara terutama pada unsur phosfat (P) dan kalium (K), suplai unsur-unsur

hara tersebut akan terhambat karena diikat oleh unsur kalsium (Ca) yang tinggi

sehingga dapat menurunkan tingkat pertumbuhan. Menurut Setiadi (2009), tanah

yang paling baik untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman umbi adalah tanah

yang berdrainase baik, tekstur sedang, gembur atau sedikit mengandung pasir agar

mudah diresapi air, dan banyak mengandung bahan organik (humus yang tinggi).

Hal ini diduga pula karena salah satu faktor berpengaruh lebih kuat dari

pada faktor lainya, maka pengaruh faktor tersebut tertutupi dan diduga pula

(44)

masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda pengaruh dan sifat

kerjanya maka akan menghasilkan hubungan yang berpengaruh tidak nyata dalam

mendukung suatu pertumbuhan tanaman. Menurut Brady (1990) bahwa bahan

organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh

tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti

vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi

bahan organik.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan dosis

pupuk majemuk NPK pada peubah pengamatan tinggi tanaman,lebar kanopi,

diameter batang dan jumlah bulbil, serta bobot umbi menunjukkan bahwa nilai

rata-rataperlakuan dosis pupuk majemuk NPK 300 kg (P2) memberikan hasil

terbaik hampir disemua umur pengamatan.Dari hasil penelitian tersebut dapat

disimpulkan karena pemupukan dengan kondisi lembab menjadikan nutrisi yang

terkandung didalamnya mudah diserap oleh akar tanaman yang dipergunakan

untuk melakukan pertumbuhan vegetatif, diantaranya pertumbuhan dan

pembentukan daun.

Haris, (2010) menambahkan bahwa konsentrasi pupuk yang tepat akan

membantu tanaman untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga

mampu memberikan hasil yang maksimal baik pada tahap pertumbuhan maupun

pada tahap produksi, jadi pemberian yang terlalu pekat belum tentu akan

memberikan hasil yang optimal tapi justru akan menurunkan pertumbuhan dan

(45)

V.KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk

majemuk NPK menunjukkan pengaruh interaksi yang nyata hanya pada

parameter tinggi tanaman pada umur tanam 8 mst, perlakuan A2P1 yaitu

Atonik 2000 ppm/l dengan dosis pupuk majemuk 200 kg/hmenghasilkan

pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi.

2. Perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman porang, lebar kanopi daun tanaman porang, dan diameter batang

tanaman porang pada umur 8-14 mst, perlakuan A0 (kontrol)

menunjukkan perlakuan yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya.

Perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik tidak berpengaruh nyata terhadap

hari pecah tunas, jumlah bulbil, dan bobot umbi.

3. Perlakuan dosis pupuk majemuk NPK tidak menunjukan pengaruh nyata

terhadap semua parameter pengamatan. Namun ada kecenderungan

perlakuan komposisi 300 kg pupuk majemuk (P2) menghasilkan rata-rata

lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

5. 2. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada konsentrasi zat pengatur tumbuh

atonik yang lebih rendah (di bawah 1,5 ml/liter) untuk mendapatkan konsentrasi

yang tepat dengan intensitas waktu pemberian zat pengatur tumbuh atonik yang

berbeda.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin,Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa Bandung. Bandung. 85 hal. Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kentang. Skripsi. Program studi agronomi departemen, departemen pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara (USU). Medan. (tidak dipublikasikan). 54 Hal.

Daud, S. 2008. Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Pada Berbagai Dosis Terhadap pH, P Potensial dan P Tersedia serta Pada Fluventic Eutrudepts Jatinangor.

Dewi I. R. A. 2008. Peranan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman, jurnal. 45 hal.

Dwiyono , Kisroh, 2009. Tanaman Iles-Iles {Amorphophallus Muelleri Blume) Dan Beberapa Manfaatnya. Biodiversitas vol 6, no 3 hal 185-190 Hartojo. 2012. Panduan Budidaya Tanaman Porang: 34-40 Hal.

Haris. (2010). “Pertumbuhan dan Produksi Kentang Pada Berbagai Dosis Pemupukan”. Jurnal Agrisistem. 6, (1), 15-22.

Hidayat R, Dewanti F. D , dan Hartojo .2012. Mengenal Karakteristik, Manfaat, Dan Budidaya Tanaman Porang UPN ‘‘veteran’’ JATIM Press. Surabaya 51hal.

Jedeng. I.W , 2011, Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana, (Tidak Dipublikasikan).61 Hal.

Junaidi,W. 2010. Hormon sitokinin. http://wawan-junaidi.blogspot.com

. 2012. Hormon sitokinin. http://wawan-junaidi.blogspot.com.

(47)

37

Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 1998. Pupup dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Poerwowidodo.1992.Telaah Kesuburan Tanah .Angkasa.Bandung 78 hal.

Putri. A. D, 2013. Pengaruh Komposisi Media Tanam Pada Teknik Bud Chip Tiga Varietas Tebu (Saccharum Officinarum). Jurnal Volume 1 No 1.

Rijono. 1999. Buku Pengelolaan Tanaman Iles-iles (Amorphophallus onchophyllus). Madiun: Perum Perhutani KPH Saradan, Madiun, Jawa Timur.

Rukmana, 1994. Kesuburan dan Pemupukan. Kanisius. Yogyakarta. 55 halaman.

Saifudin, 2013. Porang dan Pemanfaatannya. Penerbit Parist Kudus. Cetakan I, Januari 2013

Setiadi. (2009). Budi Daya Kentang. Jakarta : Penebar Swadaya

Srita, 2012. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman

http://ilovebiologymsrita.com. Diakses pada tanggal 29 Juni 2014

Sufiani, S, 1993.Porang (Amorphophallus); Jenis, Syrat Tumbuh dan Budidaya. Balitbantan DEPTAN. Jakarta. 11-16 hal.

Suherman, 1995. Penelian lanjutan dan Penganekaragaman Tanaman Iles-Iles. Bogor: BALITRO. Suryabrata (45-55).

Sumarwoto, 2004. Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Bulbil Terhadap Pertumbuhan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada Tanah Ber-Al Tinggi. Jurnal Ilmu Pertanian-Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Sumarwoto, 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya. Biodiversitas. Volume 6, Nomor 3 Juli 2005

Sumarwoto, 2008. Uji Zat Pengatur Tumbuh Dari Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Pada Stek Daun Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume). jurnal Agroland 15

Syaefullah, M. 1990. Studi Karakteristik Glukomanan dan Sumber “Indegenous” Iles-iles (Amorphophallus Oncophyllus) dengan Variasi Proses Pengeringan dan Dosis Perendaman. Tesis Fakultas Pasca Sarjana IPB.Bogor.

Syarif, 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit Swadaya. Jakarta. 149 hal

(48)

Wijayanto, Nurheni dan Emma Pratiwi, 2011. Pengaruh Naungan dari Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) terhadap Pertumbuhan Tanaman Porang (Amorphophallus onchophyllus). Jurnal Silvikultur Tropika vol 2 no1 April 2011, hal 46-51

Wilkins, M.B. 1992. Fisiologi Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. 454 hal.

Wirawati, T, 2007. Usaha peningkatan potensi daun porang sebagai bahan stek tanaman melalui pemacu zat pengatur tumbuh (ZPT). Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas PGRI Yogyakarta. Vol 1 (31-42)

Gambar

Tabel 1.Rata-rata Waktu Pecah Tunas Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 2 (MST)
Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK minggu ke 2-14 (MST)
Tabel 3.Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Akibat  Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 8 (MST)
Gambar 2. Grafik Tinggi Tanaman Pada Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik             dan Dosis Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu Ke 8 MST
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil analisa juga diperoleh bahwa perlakuan terbaik untuk uji bakteri ini adalah pada konsentrasi cuka kayu 10% dan lama perendaman 1 jam pada penyimpanan

Agar klien memiliki kesadaran untuk selalu memeriksakan keadaan kehamilannya secara teratur sehingga akan merasa lebih yakin dan nyaman karena mendapatkan gambaran tentang

Setiap Departemen terintegrasi dengan mengandalkan sistem informasi serta jaringan internet untuk menunjang serta memudahkan dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga

Berdasarkan sistem yang selama ini dilakukan pada Poliklinik Umum dan Spesialis Rejosari Husada Delanggu, maka penulis terdorong untuk mengadakan penelitian dan pembangunan sebuah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang diperoleh, maka disimpulkan, bahwa perlakuan asam sulfat dapat mematahkan dormansi benih pala

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa penerapan model scramble berbasis power point dapat meningkatkan keterampilan guru dalam

pergantian diperbolehkan atas keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara laki-laki dan perempuan yang telah meninggal lebih dulu, baik mereka mewaris

Manfaat pertumbuhan ini bisa dihitung dengan menggunakan metode PEGR yang merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur manfaat pertumbuhan ekonomi bagi