KAJ IAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN DOSIS PUPUK
MAJ EMUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL
UMBI TAHUN KE DUA
SKRIPSI
Oleh :
Hanif Septia Kurniawan 1025010005
F AK UL T AS P E R T A NI AN
UNI VE R SI T A S P E M B ANG UNAN NASI O NAL “ VE T E R AN J AW A T I M UR SUR AB AYA
2014
Disusun Oleh :
Hanif Septia Kurniawan Npm. 1025010005
Telah dipertahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skiripsi Pr ogram Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal, 24 J uli 2014
Telah disetujui oleh :
Pembimbing : Tim Penguji:
Mengetahui :
1. Ketua
F. Deru Dewanti, SP. MP
2. Sekretaris
Ir. Yonny Koentjoro, MM
3. Anggota
Ir. Guniarti, MM
Ketua Program Studi Agroteknologi Dekan Fakultas Pertanian
2. Pembimbing Pendamping
Ir. Yonny Koentjoro, MM 1. Pembimbing Utama
F. Deru Dewanti, SP. MP
4. Anggota
Telah Direvisi
Tanggal : ...,.... 2014
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
F. Deru Dewanti, SP. MP Ir. Yonny Koentjoro, MM
MAJ EMUK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PORANG (Amorphophallus
Onchophyllus) ASAL BULBIL KE DUA Dibawah Bimbingan F. Der u Dewanti, SP, MP da n Ir .
Yonny Koentjor o, MM
Tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus) dikenal juga dengan nama Iles-Iles merupakan tumbuhan semak (herba) yang memiliki tinggi 100 – 150 cm, batang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Tanaman porang mempunyai karakteristik pertumbuhan yang khas, yaitu dapat tumbuh dan berproduksi tinggi pada lahan yang ternaungi. Bahkan dapat tumbuh dibawah tegakan pohon dengan intensitas matahari sampai dengan 50%. Bahan makanan yang berasal dari porang atau iles-iles banyak disukai oleh masyarakat Jepang berupa mie atau konyaku.
Kendala di Indonesia, tanaman ini belum dikembangkan karena keterbatasan informasi mengenai fungsi dan penggunaan bahan baku tersebut. Kebutuhan akan ekspor saat ini hanya dipenuhi melalui petani yang mengumpulkan iles-iles yang tumbuh liar baik di lingkungan perkebunan maupun kehutanan.
Salah satu upaya pemacuan pertumbuhan tanaman adalah dengan menggunakan aplikasi zat pengatur tumbuh, seperti Atonik. Pertumbuhan tanaman porang memerlukan pupuk majemuk seperti pupuk Phonska yang mengandung NPK yang bertujuan untuk menjaga terpeliharanya keseimbangan unsur hara dalam tanah, serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Tujuan dari kegiatan penelitian budidaya tanaman porang adalah untuk mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh yang efektif dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman porang dan Mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk majemuk yang baik untuk pertumbuhan tanaman porang.
Bahan penelitian yang digunakan yaitu tanah, polibag, bulbil (katak) tanaman porang serta zat pengatur tumbuh (ATONIK), pupuk anorganik (PHONSKA). Alat yang digunakan adalah cangkul, sekrop, label, bambu, gembor, jangka sorong, sprayer, pengaris, meteran, kamera, dan alat tulis.
Percobaan ini merupakan percobaan dengan 2 (dua) faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan di ulang sebanyak tiga kali.
Faktor I, Kosentrasi Atonik (A) :
A0. Tanpa pemberian Atonik , A1. ATONIK = 1000 ppm/ l, A2. ATONIK = 2000 ppm/ l, A3. ATONIK = 3000 ppm/ l
Faktor II, Dosis Pupuk Anorganik (P) : P1. Dosis Pupuk NPK (Phonska 200 kg/ha), P2. Dosis Pupuk NPK (Phonska 300 kg/ha), P3. Dosis Pupuk NPK (Phonska 400 kg/ha)
Perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK menunjukkan pengaruh interaksi yang nyata hanya pada parameter tinggi tanaman pada umur tanam 8 mst, perlakuan A2P1 yaitu Atonik 2000 ppm/l dengan dosis pupuk majemuk 200 kg/hmenghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi.
(kontrol) menunjukkan perlakuan yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya. Perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik tidak berpengaruh nyata terhadap hari pecah tunas, jumlah bulbil, dan bobot umbi.
Perlakuan dosis pupuk majemuk NPKtidak menunjukan pengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan. Namun ada kecenderungan perlakuan komposisi 300 kg pupuk majemuk (P2) menghasilkan rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas
segala rahmat dan hidayahNya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi, dengan judul “KAJ IAN ZAT PENGATUR TUMBUH
DAN DOSIS PUPUK MAJ EMUK TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL UMBI
TAHUN KE DUA”
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memenuhi
sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi
Agroteknologi di Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.
Dengan disertai harapan semoga laporan dalam penyusunan skripsi ini
dapat diterima, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
sebesar besarnya kepada :
1. Bapak dan Ibu saya yang telah mendo’akan, dan mendukung saya secara
penuh baik secara moril serta biaya sehingga saya bisa kuliah dan
menyusun skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sukendah MSC, selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN “Veteran”
Jawa Timur Surabaya.
3. Ir. Mulyadi, MS, selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agrotekonologi
4. F. Deru Dewanti, SP, MP, selaku dosen pembimbing utama.
5. Ir. Yonny Kentjoro, MM, selaku dosen pembimbing pendamping.
6. Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS, selaku dosen pembimbing Akademik yang
ii
UPN “Veteran” Jawa Timur khususnya Program Studi Agroteknologi
yang bersedia membimbing saya dengan sabar selama ini.
7. Kakak dan adik saya tercinta serta keluarga dan kerabat dekat yang
memberi dorongan, semangat, do’a dan kasih sayang
8. Sahabat-sahabat saya dari masjid Istiqomah UPN “Veteran” Jawa Timur
yang selalu memberi semangat dan bantuannya dalam penulisan.
9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 jurusan agroteknologi UPN
“veteran” Jawa Timur yang selalu memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga proposal
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Surabaya, 24 Juli 2014
Penulis
iii
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang ... 1
1. 2. Tujuan ... 3
1. 3. Hipotesis ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Botani Tanaman Porang ... 5
2. 2 . Syarat Tumbuh Tanaman Porang ... 6
2. 2. 1. Keadaan Iklim ... 7
2. 2. 2. Keadaan Tanah ... 7
2. 2. 3. Kondisi Lingkungan ... 7
2. 3. Budidaya Tanaman Porang ... 7
2. 3. 1. Persiapan Lahan ... 7
2. 3. 2. Penanaman ... 8
2. 2. 3. Pemeliharaan Tanaman ... 8
2. 3. 4. Pertumbuhan ... 8
2. 3. 5. Pemanenan ... 9
iv
2. 4. 1. Perkembangbiakan dengan Bulbil ... 9
2. 4. 2. Perkembangbiakan dengan Biji/Buah ... 10
2. 4. 3. Perkembangbiakan dengan Umbi ... 10
2. 5. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang ... 10
2. 6. Zat Pengatur Tumbuh ... 11
2. 7. Pengaruh Pupuk Majemuk terhadap Tanaman ... 12
III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Tempat dan Waktu ... 14
3. 2. Bahan dan Alat ... 14
3. 3. Metode Penelitian ... 14
3. 4. Pelaksanaan Penelitian ... 17
3. 4. 1. Persiapan Media Tanam ... 17
3. 4. 2. Persiapan Umbi tahun ke 2 ... 17
3. 4. 3. Penanaman... 17
3. 4. 4. Perlakuan ... 17
3. 4. 5. Pemeliharaan ... 19
3. 4. 6. Pengamatan ... 19
3. 5 Analisa Data ... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Hasil……… 21
. 4. 1. 1. Waktu Pecah Tunas ... 21
4. 1. 2. Tinggi Tanaman Porang ... 22
4. 1. 3. Lebar Kanopi Daun Tanaman Porang... 24
v
4. 1. 6. Bobot Umbi Tanaman Porang ... 28
4. 2. Pembahasan ... 29
4. 2. 1. Interaksi Antara Perlakuan ZPT Atonik dan Dosis Pupuk NPK ... 30
4. 2. 2. Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik ... 31
4. 2. 3. Perlakuan Dosis Pupuk Majemuk NPK ... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Tanaman porang (Amorphopallus oncophillus) merupakan tanaman yang
hidup di hutan tropis. Tanaman ini juga ditanam di dataran rendah dan mudah
hidup di antara tegakan pohon hutan seperti misalnya Jati dan Pohon Sono.
Porang di daerah Jawa dikenal dengan nama iles-iles atau suweg. Termasuk
tumbuhan semak (herba) yang memiliki tinggi 100 – 150 cm dengan umbi yang
berada di dalam tanah. Batang tunggal bercabang menjadi tiga batang sekunder
dan akan bercabang lagi sekaligus menjadi tangkai daun. Pada setiap ketiak akan
tumbuh bulbil/katak berwarna coklat kehitam-hitaman sebagai salah satu alat
perkembangbiakan tanaman porang. Selain dengan menggunakan bulbil porang
juga dapat berkembang biak dengan menggunakan umbi dan biji. Umbi inilah
yang akan dipungut hasilnya karena memiliki zat glukomanan yang nilai jualnya
tinggi (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al.,1996 dalam Sumarwoto, 2004).
Tanaman porang mempunyai karateristik pertumbuhan yang khas, yaitu
dapat tumbuh dan berproduksi tinggi pada lahan yang ternaungi. Bahkan dapat
tumbuh dibawah tegakan pohon dengan intensitas matahari <50% (Sumarwoto,
2008).
Kegunaan tanaman porang adalah untuk keperluan industri antara lain
untuk mengkilapkan kain, perekat kertas, cat kain katun, wool dan bahan imitasi
yang memiliki sifat lebih baik dari amilum serta harganya yang lebih murah.
Selain itu bahan ini juga dapat dipergunakan sebagai pengganti agar-agar, sebagai
bahan pembuat negatif film, isolator dan seluloid karena sifatnya yang mirip
selulosa.
Bahan makanan yang berasal dari porang atau iles-iles banyak disukai
oleh masyarakat Jepang berupa mie atau konyaku, hal ini membuka peluang usaha
untuk ekspor umbi tanaman porang ke negara konsumen. Tanaman porang itu
sendiri dapat dipanen setelah berumur 3 tahun (3 kali pertumbuhan). Dengan
perkiraan harga saat ini sekitar Rp. 2000,-/kg dalam keadaan basah. Sedangkan
apabila dijual dalam bentuk irisan keripik yang kering (Chips), dapat dijual
seharga Rp. 20.000,-/kg. Apabila kita mampu menjualnya langsung ke pihak
investor dari Jepang kita akan dihargai sekitar USD 18/kg. Dalam setiap pohon
dapat memanen hasil sebanyak 2 kg umbi, dan dalam setiap hektarnya dapat
diperoleh 12 ton atau sekitar 1,5 ton kering. Untuk pasar luar negeri, masih sangat
terbuka yaitu terutama untuk tujuan Jepang, Taiwan, Korea dan beberapa negara
Eropa.
Di Indonesia, tanaman ini belum dikembangkan karena keterbatasan
informasi mengenai fungsi dan penggunaan bahan baku tersebut. Kebutuhan akan
ekspor saat ini hanya dipenuhi melalui petani yang mengumpulkan iles-iles yang
tumbuh liar baik di lingkungan perkebunan maupun kehutanan. Upaya budidaya
yang intensif tentu saja harus ditunjang oleh beberapa hal salah satunya ialah:
3
Tanaman porang ini pertumbuhannya tergantung pada musim, sehingga
pada awal musim hujan tiba dan menjelang akhir musim hujan dorman atau
periode tumbuhnya hanya 4 bulan per tahun. Jadi pertumbuhannya dapat dipacu
dengan zat pengatur tumbuh tanaman. Salah satu upaya untuk pemacuan
pertumbuhan tanaman dengan aplikasi zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh
ini merupakan jenis sitokinin sintetis yang efektif memacu pertumbuhan, dengan
menggunakan zat pengatur tumbuh diharapkan tanaman mampu tumbuh dengan
baik sehingga tanaman tersebut mampu berproduksi dengan maksimal.
Pertumbuhan tanaman porang memerlukan pupuk yang bertujuan untuk
menjaga terpeliharanya keseimbangan unsur hara dalam tanah, serta
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Dampak yang di hasilkan dari
pemakaian pupuk yaitu memperbaiki pertumbuhan tanaman, pembungaan dan
pembuahan. Pupuk yang di gunakan adalah pupuk Phonska yang memiliki
kandungan N=16%, Fosfat=16%, Kalium Oksida=16% (Syarif, 1986).
1. 2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan penelitian budidaya tanaman porang adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh yang efektif dalam
memperbaiki pertumbuhan tanaman porang.
2. Mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk majemuk terhadap
pertumbuhan tanaman porang.
1. 3. Hipotesis
1. Diduga terdapat pengaruh nyata pemberian Zat Pengatur Tumbuh terhadap
pertumbuhan tanaman porang.
2. Diduga terdapat pengaruh nyata pemberian Pupuk Majemuk terhadap
pertumbuhan tanaman porang.
3. Diduga terdapat interaksi nyata antara pemberian Zat Pengatur Tumbuh
II. TINJ AUAN PUSTAKA
2. 1. Botani Tanaman Porang
Klasifikasi tanaman porang ( Saifudin, 2013) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arales
Famili : Araceae (suku talas-talasan)
Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus oncophyllus
Porang merupakan komoditi tanaman yang termasuk kedalam family
araceae yang merupakan tumbuhan semak (herbal) dengan umbi di dalam tanah.
Porang banyak tumbuh di hutan karena hanya memerlukan penyinaran 50-60
persen. Batang tanaman porang merupakan batang tunggal, tidak berkayu dan
tidak bercabang. Sepanjang batang yang berwarna hijau terdapat bercak-bercak
putih. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh bulbil berwarna coklat
kehitam-hitaman sebagai alat perkembangbiakan tanaman porang. Tinggi tanaman dapat
mencapai 1,5 meter sangat tergantung umur dan kesuburan tanah. Umbi inilah
yang akan dipungut hasilnya karena memiliki zat glukomanan (Rijono,1999).
Bunga muncul apabila simpanan energi berupa tepung di umbi sudah
mencukupi untuk pembungaan. Sebelum bunga muncul, seluruh daun termasuk
tangkainya akan layu. Bunga tersusun majemuk berupa struktur khas talas-talasan,
yaitu bunga-bunga tumbuh pada tongkol yang dilindungi oleh seludang bunga.
Kuntum bunga tidak sempurna, berumah satu, berkumpul di sisi tongkol, dengan
bunga jantan terletak di bagian distal (lebih tinggi) daripada bunga betina.
Struktur generatif ini pada saat mekar mengeluarkan bau bangkai yang memikat
lalat untuk membantu penyerbukannya, pemekaran berlangsung sekitar tiga hari
(Syaefullah, 1990).
Setelah dilakukan pemanenan, umbi porang dibersihkan dari kotoran
berupa tanah dan akar yang menempel. Umbi diiris dengan ketebalan sekitar 0,5
Cm. Proses selanjutnya yaitu menjemurnya di bawah terik matahari hingga
benar-benar kering. Proses penjemuran ini memerlukan waktu sekitar 5 hari. Pada tahap
ini porang harus benar-benar kering, untuk menghindari timbulnya jamur yang
dapat mengurangi kualitas dan harga jual porang (Junaidi, 2012).
2. 2. Syar at Tumbuh Tanaman Porang
Menurut Sumarwoto (2004), tanaman porang pada umumnya dapat
tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun demikian agar usaha budidaya tanaman
porang dapat berhasil dengan baik perlu diketahui hal-hal yang merupakan
syarat-syarat tumbuh tanaman porang, terutama yang menyangkut iklim dan
7
2. 2. 1. Keadaan Iklim
Tanaman porang mempunyai sifat khusus yaitu mempunyai toleransi yang
sangat tinggi terhadap naungan atau tempat teduh (tahan tempat teduh). Tanaman
porang membutuhkan cahaya maksimum hanya sampai 40%. Tanaman porang
dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 700 m dpl. Namun yang paling bagus pada
daerah yang mempunyai ketinggian 100 - 600 m dpl (Sumarwoto, 2004).
2. 2. 2. Keadaan Tanah
Tanaman porang menghendaki tanah yang gembur/subur serta tidak becek
(tergenang air). Derajat keasaman tanah yang ideal adalah antara pH 6 - 7 serta
pada kondisi jenis tanah apa saja (Sumarwoto, 2004).
2. 2. 3. Kondisi Lingkungan
Wijayanto, Nurheni dan Pratiwi (2011), mengatakan naungan yang ideal
untuk tanaman porang adalah pertumbuhan porang lebih baik pada tegakan
sengon bernaungan 30% daripada tegakan sengon bernaungan 80%.
2. 3. Budidaya Tanaman Porang
2. 3. 1. Persiapan Lahan
Lahan dibersihkan dari semak-semak liar/gulma lalu dibuat guludan
selebar 50 cm dengan tinggi 25 cm dan panjang disesuaikan dengan lahan. Jarak
antara guludan adalah 50 cm. Lahan dibersihkan tidak perlu diolah. Lalu dibuat
lubang tempat ruang tumbuh bibit yang dilaksanakan pada saat penanaman.
Persiapan bibit Porang dapat diperbanyak dengan cara vegetatif dan generatif
(biji, tetas/bupil). Untuk bibit yang baik dipilih dari umbi dan bulbil yang sehat
(Hartojo, 2012).
2. 3. 2. Penanaman
Porang sangat baik di tanam ketika turun hujan, yaitu sekitar
November-Desember. Tahapan dalam menanam porang yaitu bibit yang sehat satu persatu di
masukkan ke dalam lubang tanam dengan letak bakal tunas menghadap ke atas.
Tutup bibit tersebut dengan tanah halus atau tanah olahan setebal sekitar 3 cm.
Tiap lubang tanaman di isi satu bibit porang jarak tanam tergantung kebutuhan
(Dwiyono dan Kisroh, 2009).
2. 3. 3. Pemeliharaan Tanaman
Tanaman porang merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan tidak
memerlukan pemeliharaan secara khusus. Namun untuk mendapatkan hasil
melalui pertumbuhan dan produksi yang maksimal, dapat dilakukan dengan
melaksanakan perawatan yang intensif, diantaranya dengan penyiangan dan
pemupukan (Suherman, 1995)
Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berupa
rumput-rumput liar yang dapat menjadi pesaing tanaman porang dalam hal kebutuhan air,
unsur hara dan faktor lainnya. Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan sebulan
setelah umbi porang ditanam. Sedangkan penyiangan berikutnya dapat dilakukan
kapan saja jika gulma muncul. Setelah dilakukan penyiangan, selanjutnya gulma
yang terkumpul ditimbun dalam sebuah lubang agar membusuk dan menjadi
kompos (Rijono, 1999)
2. 3. 4. Pertumbuhan
Tanaman porang hanya mengalami pertumbuhan selama 4-5 bulan setiap
9
mengalami masa istirahat/dorman dan daunnya akan layu sehingga tampak
seolah-olah mati. Tanaman akan tumbuh kembali pada musim penghujan dan
umbi yang berada di dalam tanah akan tumbuh membesar (Sufiani, 1993).
2. 3. 5. Pemanenan
Tanaman porang setelah ditanam selama tiga tahun baru dapat dipanen
untuk pertama kalinya. Waktu panen biasanya dilakukan pada bulan April sampai
Juli pada saat tanaman mengalami masa dormansi. Ciri-ciri tanaman sudah
saatnya dipanen adalah sebagian besar atau seluruh tanaman sudah mati dan
tersisa batang kering dan lubang kecil yang menjadi petunjuk keberadaan tanaman
porang tersebut. Umbi yang dipanen adalah umbi yang sudah besar yang beratnya
mencapai 1 kg/umbi, sedangkan umbi yang masih kecil ditinggalkan untuk
dipanen pada daur berikutnya. Rata-rata produksi umbi porang sekitar 10 ton per
hektar (Suherman, 1995).
2. 4. Per kembangbiakan Tanaman Porang
Menurut Dwiyono (2009), bahwa perkembangbiakan tanaman porang
dapat dilakukan dengan cara generatif dengan biji maupun vegetatif dengan umbi
dan bulbil. Secara umum perkembangbiakan tanaman Porang dapat dilakukan
melalui berbagai cara yaitu:
2. 4. 1. Per kembangbiakan dengan Bulbil
Bulbil ini pada masa panen dikumpulkan kemudian disimpan sehingga
bila memasuki musim hujan bisa langsung ditanam pada lahan yang telah
disiapkan. Dalam 1 kg berisi sekitar 100 butir bulbil (Syaefullah, 1990).
2. 4. 2. Per kembangbiakan dengan Biji/Buah
Tanaman porang pada setiap kurun waktu empat tahun akan menghasilkan
bunga yang kemudian menjadi buah atau biji. Dalam satu tongkol buah bisa
menghasilkan biji sampai 250 butir yang dapat digunakan sebagai bibit porang
dengan cara disemaikan terlebih dahulu (Sufiani, 1993).
2. 4. 3. Per kembangbiakan dengan Umbi
Umbi yang kecil, ini diperoleh dari hasil pengurangan tanaman yang sudah
terlalu rapat sehingga perlu untuk dikurangi. Hasil pengurangan ini dikumpulkan
yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai bibit. Umbi yang besar bisa dilakukan
dengan cara umbi yang besar tersebut dipecah-pecah sesuai dengan selera,
selanjutnya ditanam pada lahan yang telah disiapkan (Wirawati, 2007).
2. 5. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang
Tanaman porang hanya mengalami pertumbuhan selama 4-5 bulan setiap
tahunnya yaitu pada musim penghujan. Tanaman porang akan tumbuh tunas pada
bulan November setelah memasuki bulan Desember terjadi pertumbuhan vegetatif
yang cepat terhadap tanaman porang. Pada bulan Januari terjadi puncak tumbuh
bulbil (Hartojo, 2012).
Bulan Pebruari terjadi peningkatan laju pertumbuhan batang dan bulbil
tanaman porang secara maksimal. Memasuki bulan Maret sebagian tanaman
porang sudah mulai roboh dan memasuki masa dormansi. Pada bulan April batang
tanaman porang roboh, batang dan daun mengering akan tetapi masih melekat
pada mata tunas dibagian umbi. Panen umbi porang dan bulbil dilakukan pada
11
2. 6. Zat Pengatur Tumbuh
Pertumbuhan tanaman ditentukan adanya faktor lingkungan dan genetis.
Pertumbuhan dikehendaki secara alami oleh adanya hormon endogen. Hormon
adalah senyawa molekul-molekul yang kegiatanya mengatur reaksi-reaksi
metabolisme penting. Molekul-molekul ini dibentuk didalam organisme dengan
proses metabolik dan merupakan senyawa yang bukan hara atau bukan berfungsi
sebagai nutrisi (Wilkins, 1992).
Dalam tubuh tumbuhan zat pengatur tumbuh memiliki peranan yang
sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan
hidupnya. Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu
Auxin, Gibberellin, Cytokinin, Ethylene dan Inhibitor (Abidin, 1985).
Menurut Abidin. Z. 1985 untuk memperoleh hasil yang maksimal
pertumbuhan tanaman porang dipacu dengan Zat Pengatur Tumbuh Atonik yang
mempunyai bahan aktif seperti Natrium Para-Nitrofenol 3.0 g/l, Natrium
Orto-Nitrofenol 2.0 g/l, Natrium 5- Nitroguaiakol, Natrium 2-4 Dinitrofenol. Sitokinin
merupakan hormon tanaman yang mendorong pembelahan sel, perkecambahan,
menunda penuaan, memainkan peranan penting dalam pengaturan berbagai proses
biologis seperti aktivitas pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme. Cara
kerja hormon Sitokinin yaitu dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan
perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga dapat menunda penuaan daun,
bungan, dan buah dengan cara mengontrol proses kemunduran yang menyebabkan
kematian sel-sel tanaman (Junaidi, 2010).
Sitokinin merupakan nama kelompok ZPT yang sangat penting sebagai
pemacu pertumbuhan morfologi dalam kultur jaringan (Junaidi 2010). Zat
pengatur tumbuh sitokinin mempunyai peranan dalam pembelahan sel. Abidin
(1985) mengemukakan bahwa ZPT sitokinin mempunyai peranan dalam
mendukung perpanjangan sel, aktifitas kambium dan mendukung pembentukan
RNA baru serta sintesa protein. Pemberian Sitokinin selain menambah tingi
tanaman juga menambah luas daun, berat kering tanaman, mencegah ambibisi dan
mendorong pembentukan buah (Yusnita, 2003).
2. 7. Pengaruh Pupuk Majemuk terhadap Tanaman.
Pupuk Anorganik diperlukan untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif
dan generatif tanaman. Penggunaan pupuk NPK dalam bentuk majemuk untuk
tanaman sangat baik dan lebih efisien bila dibandingkan dengan pemberian pupuk
tunggal. Pupuk NPK merupakan unsur pupuk yang diperlukan dalam jumlah
banyak (Rukmana, 1994).
Hasil penelitian Bukit (2008) menunjukan bahwa pemupukan Anorganik
terhadap hasil kentang pada dosis 12 gr/ tanaman memberikan rata-rata tinggi
tanaman dan jumlah daun tertinggi. Lebih lanjut Rukmana, (1994)
mengemukakan pemberian pupuk anorganik dengan dosis 250 kg/ha dapat
menghasilkan bobot umbi kentang sebesar 230 g/ tanaman, serta pada dosis yang
sama diperoleh jumlah umbi sebanyak 6 umbi pertanaman.
Peranan dan fungsi pupuk NPK diharapkan dapat memberikan kemudahan
dalam pengaplikasian di lapangan dan dapat meningkatkan kandungan unsur hara
13
Pemberian pupuk anorganik ke dalam tanah dapat menambah ketersediaan hara
yang cepat bagi tanaman (Daud. S, 2008).
Fungsi N untuk tanaman yaitu sebagai penyusun protein, untuk pertumbuhan
pucuk tanaman dan menyuburkan pertumbuhan vegetatif sehingga sesuai untuk
tanaman. Fungsi P sebagai salah satu unsur penyusun protein, dibutuhkan untuk
pembentukan bunga, buah, dan biji, serta merangsang pertumbuhan akar menjadi
memanjang dan tumbuh kuat sehingga tanaman akan tahan kekeringan.
Kekurangan pupuk P akan menyebabkan tanaman akan tumbuh kerdil,
pembungaan dan pembentukan biji akan terhambat, serta tanaman menjadi lemah
sehingga tanaman mudah roboh. Unsur K berperan dalam proses metabolisme
seperti fotosintesis dan respirasi yang merupakan hal terpenting dalam
pertumbuhan (Daud. S, 2008).
Pupuk yang memberikan unsur N, P dan K disebut pupuk lengkap. Kelas
pupuk (grade atau analisis) merupakan persen dalam berat dari nitrogen
(dinyatakan sebagai unsur N), fosfor (dinyatakan sebagai P2O5), dan kalium
(dinyatakan sebagai K2O) karena telah menjadi kebiasaan. Pupuk yang
mengandung lebih dari 2 unsur hara disebut pupuk majemuk. Pupuk majemuk
NPK yang umum telah dikenal, secara resmi di tulis dalam kadar N-PO2-K2O,
misalnya 15-15-15 yang artinya kadar N, P2O5, dan K2O berturut-turut 15%,
15%, dan 15% (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Pupuk Phonska merupakan
pupuk majemuk NPK (N 15%, P2O5 15%, K2O 15%) dan sedikit sulfur
(belerang).
III. METODE PENELITIAN
3. 1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur, mulai bulan Desember sampai dengan bulan Maret 2014.
3. 2. Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan yaitu tanah, polibag, bulbil (katak)
tanaman porang serta zat pengatur tumbuh (ATONIK), pupuk anorganik
(PHONSKA). Alat yang digunakan adalah cangkul, sekrop, label, bambu,
gembor, jangka sorong, sprayer, pengaris, meteran, kamera, dan alat tulis.
3. 3. Metode Penelitian
Percobaan ini merupakan percobaan faktorial dengan 2 (dua) faktor yaitu
pengaruh zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK.
Percobaan yang akan dilaksanakan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dan di ulang sebanyak tiga kali.
Faktor I, Kosentrasi Atonik (A) :
A0. Tanpa pemberian Atonik
A1. ATONIK = 1000 ppm/ l
A2. ATONIK = 2000 ppm/ l
A3. ATONIK = 3000 ppm/ l
Di dalam anjuran yang tertera pada botol ATONIK yaitu dengan
15
Faktor II, Dosis Pupuk Majemuk (P) :
P1. Dosis Pupuk Majemuk NPK (Phonska 200 kg/ha)
P2. Dosis Pupuk Majemuk NPK (Phonska 300 kg/ha)
P3. Dosis Pupuk Majemuk NPK (Phonska 400 kg/ha)
Di dalam anjuran yang tertera pada bungkus pupuk NPK PHONSKA yaitu
dengan menggunakan dosis 300 kg/ha untuk tanaman berjenis umbi-umbian.
Dari kedua faktor tersebut apabila digabungkan akan diperoleh 12
perlakuan kombinasi dan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 36 satuan
percobaan. Rincian dari 12 kombinasi perlakuan adalah sebagai berikut :
A0P1 Adalah Tanaman Porang tanpa Atonik dengan Dosis Pupuk Phonska (200
kg/ha).
A0P2 Adalah Tanaman Porang tanpa Atonik dengan Dosis pupuk Phonska (300
kg/ha).
A0P3 Adalah Tanaman porang tanpa Atonik dengan Dosis Pupuk Phonska (400
kg/ha).
A1P1 Adalah Konsentrasi Atonik 1000 ppm Dosis Pupuk Phonska (200 kg/ha)
Pertanaman Porang.
A1P2 Adalah Konsentrasi Atonik 1000 ppm Dosis Pupuk Phonska (300 kg/ha )
Pertanaman Porang.
A1P3 Adalah Konsentrasi Atonik 1000 ppm Dosis Pupuk Phonska (400 kg/ha)
Pertanaman Porang.
A2P1 Adalah Konentrasi Atonik 2000 ppm Dosis Pupuk Phonska (200 kg/ha)
Pertanaman Porang.
A2P2 Adalah Konsentrasi Atonik 2000 ppm Dosis Pupuk Phonska (300 kg/ha)
Pertanaman Porang.
A2P3 Adalah Konsentrasi Atonik 2000 ppm Dosis Pupuk Phonska (400 kg/ha)
Pertanaman Porang.
A3P1 Adalah Kosentrasi Atonik 3000 ppm Dosis Pupuk Phonska (200 kg/ha)
Pertanaman Porang.
A3P2 Adalah Kosentrasi Atonik 3000 ppm Dosis Pupuk Phonska (300 kg/ha)
Pertanaman Porang.
A3P3 Adalah Kosentrasi Atonik 3000 ppm Dosis Pupuk Phonska (400 kg/ha)
Pertanaman Porang.
U
A1P21 A3P32 A2P32
A2P21 A3P21 A3P13
A0P12 A1P22 A2P12
A0P31 A0P22 A2P31
A0P21 A0P32 A0P11
A2P33 A2P32 A2P22
A3P22 A2P23 A0P13
A2P13 A0P33 A3P11
A3P23 A0P23 A1P33
A3P31 A2P11 A1P23
A1P11 A1P12 A3P12
A3P33 A1P13 A1P21
17
3. 4. Pelaksanaan Penelitian
3. 4. 1. Persiapan Media Tanam
Tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah tanah yang telah
digemburkan. Selanjutnya media tersebut dimasukkan kedalam polybag dengan
ukuran 35x35 sampai dengan bobot berat 5 kg/polybag.
3. 4. 2. Persiapan Umbi Tahun ke Dua
Umbi tahun ke 2 adalah hasil panen dari umbi yang di dapat dari penelitian
tanaman porang sebelumnya, perlakuan umbi tanaman porang sebelumnya
berbeda dengan perlakuan umbi tahun ke 2, dimana untuk mengatasi hal tersebut
umbi bibit yang digunakan untuk penanaman tahun ke 2 merupakan umbi porang
yang telah di sortasi terlebih dahulu berdasarkan bobotnya yaitu umbi bibit yang
mempunyai berat rata-rata sekitar 20-25 gram.
3. 4. 3. Penanaman
Umbi yang akan dipergunakan dipilih yang sudah memperlihatkan
pertumbuhan tunas. Penanaman dilakukan pada sore hari hal ini dilakukan agar
tidak terkena sinar matahari yang menyebabkan kelayuan pada bibit dan benih
porang.
3. 4. 4. Per lakuan
Aplikasi Atonik sesuai dengan perlakuan masing-masing dilakukan
dengan menyemprotkan larutan Atonik yang telah dibuatkan larutan stoknya dan
penyemprotannya secara merata keseluruh mata tunas pada pagi hari. Menurut
Husniya (2012), pembuatan larutan stok dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
Untuk pembuatan larutan stok 1000 ppm :
1000 ppm =
. .
= .
.
=
Jadi untuk mencari konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh dapat dilakukan
dengan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
M1 x V1 = M2 x V2
Keterangan :
V1 = Volume larutan standart yang diencerkan
V2 = Volume larutan pengenceran
M1 = Konsentrasi larutan yang diencerkan
M2 = konsentrasi larutan pengenceran
Aplikasi Pemberian pupuk di lakukan dengan cara di benamkan di sekitar
batang porang. Pupuk anjuran yang diberikan yaitu pupuk majemuk NPK
Phonska dengan anjuran pemakaian 300 kg/ha. Pembuatan dosis pupuk majemuk
NPK dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
/
1 /
/
/
19
3. 4. 5. Pemeliharaan
a. Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari agar tanaman tidak
mengalami kekeringan yang bisa menyebabkan kelayuan pada tanaman.
b. Pengendalian OPT
Dilakukan pengendalian hama dilakukan jika tanaman porang tersebut
menunjukkan gejala terserang hama. Hama yang menyerang yaitu ulat daun
kepala besar (Papilio molytes L), ulat kantong (Mahasena orbetti L), dan
belalang (Locus sp) dilakukan secara manual disertai dengan insektisida.
c. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan pada umur 2 minggu – 4 minggu setelah tanam
dengan tujuan menegakkan kembali tanaman yang akan roboh akibat terkikis oleh
air hujan sehingga tanah yang ada di sekitar tanaman tidak mampu lagi menopang
tegaknya tanaman.
d. Penyiangan
Pemeliharaan tanaman pokok meliputi penyiangan gulma, pengendalian
gulma dilakukan jika terdapat gulma pada media tanam. Pengendalian gulma
dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara mencabut gulma menggunakan
tangan.
3. 4. 6. Pengamatan
Pengamatan dilakukan mulai tanaman berumur 14 hari setelah tanam,
selanjutnya pengamatan dilakukan dengan interval waktu 2 minggu sekali.
Adapun peubah pengamatan sebagai berikut :
- Waktu Pecah Tunas
Dihitung ketika tunas telah pecah pada hari setelah tanam.
- Tinggi Tanaman
Di ukur dari permukaan tanah sampai titik percabangan daun setelah pecah
tunas.
- Lebar Kanopi
Di ukur kanopi daun yang paling lebar dari bagian sisi kiri dan kanan(cm)
setelah daun membuka dengan sempurna.
- Diameter batang
Di ukur pada diameter terbesar dengan menggunakan jangka sorong(cm)
setelah pecah tunas.
- Jumlah bulbil
Di hitung jumlah bulbil per tanaman(kg) yang tumbuh pada percabangan
daun yang muncul.
- Berat umbi
Di hitung bobot/berat umbi setelah panen.
3. 5. Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova).
Apabila F hitung > F tabel maka dilanjutkan dengan uji lanjut dengan
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT 5%) (Sastrosupardi, 1995).
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Hasil
4. 1. 1. Waktu pecah tunas
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan kombinasi antarazat
pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPKmenunjukkan pengaruh
tidaknyata terhadap waktu pecah tunastanaman porang. Perlakuan zat pengatur
tumbuhAtonik tidak berpengaruh terhadap waktu pecah tunas, begitu pula
perlakuan dosis pupuk majemuk NPK terhadap waktu pecah tunas juga tidak
berpengaruh pada parameter pengamatan waktu pecah tunas. (Tabel Lampiran
1).Nilai rata-rata jumlah hari pecah tunas tanaman porang oleh pengaruh
pembelahan umbi dan komposisi media tanam di sajikan pada tabel 1.
Tabel 1.Rata-rata Waktu Pecah Tunas Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 2 (MST).
Perlakuan Pecah tunas
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata
Tabel 1 diatas dapatdiketahui bahwa,perlakuan zat pengatur tumbuh
Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
hari pecah tunas tanaman porang pada pengamatan umur 2 mst. Perlakuan dosis
pupuk majemuk NPK menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap jumlah
hari pecah tunas tanaman porang.Walaupun tidak berbeda nyata perlakuan zat
pengatur tumbuh atonik semakin banyak konsentrasi yang diberikan
makakecenderungan tanaman porang mempercepat waktupecah tunas tanaman
porang. Begitu pula dengan perlakuan dosis pupuk majemuk, semakin banyak
pemberian dosisi pupuk majemuk maka semakin cenderung mempercepat waktu
pecah tunas meski tidak berbeda nyata.
4. 1. 2. Tinggi Tanaman Porang
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan kombinasi antarazat
pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPKmenunjukkan pengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman porang pada umur 8 MST (Tabel 3). Sedangkan
pada perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik tidak berpengaruh terhadap tinggi
tanaman pada semua umur pengamatan kecuali pada umur 10, 12, 14 MST dan
tidak berpengaruh nyata pada awal pengamatan umur 2, 4, 6. Begitu pula
perlakuan pupuk majemuk NPK terhadap tinggi tanaman juga tidak berpengaruh
nyata pada semua umur pengamatan (Tabel Lampiran 2-8).Nilai rata-rata tinggi
tanaman porang oleh perlakuan kombinasi antara zat pengatur tumbuh Atonik dan
dosis pupuk majemuk NPK di sajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK minggu ke 2-14 (MST).
Perlakuan Umur Tanaman (MST)
23
Tabel 2 tersebut diatas menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur
tumbuh Atonik pada setiap konsentrasi tidak meningkatkan tinggi tanaman
bahkan justru semakin meningkatnya konsentrasi pemberian zat pengatur tumbuh
(ZPT) cenderung menurunkan tinggi tanaman. Sedangkan pada perlakuan dosis
pupuk majemuk NPK, semakin meningkatnya pemberian dosis pupuk majemuk
NPK terhadap tanaman maka tinggi tanaman semakin menurun.
Tabel 3.Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 8 (MST).
Perlakuan Kombinsi Umur Tanam (MST)
8 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Tabel 3 diatas, menunjukkan bahwa adanya interaksi antar perlakuan
antara zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK terhadap
tinggi tanaman porang pada minggu ke 8 mst. Hasil tertinggi terdapat pada
perlakuan A2P1 konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik 2000 ppm/l dan dosis
pupuk majemuk 200 kg/ha.
Gambar 2. Grafik Tinggi Tanaman Pada Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu Ke 8 MST
4. 1. 3. Lebar Kanopi Daun Tanaman Porang
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan kombinasi
antarazat pengatur tumbuh Atonik dan pupuk majemuk NPK menunjukkan
pengaruh tidak nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang. Sedangkan perlakuan
zat pengatur tumbuh Atonik berpengaruh nyata terhadap lebar kanopi daun
tanaman porang pada umur 8, 10, 12, dan 14 mst,dan tidak berpengaruh nyata
terhadap lebar kanopi daun tanaman porang pada umur 2, 4, dan 6. Begitu pula
perlakuan dosis pupuk majemuk NPK terhadap lebar kanopi daun tanaman porang
juga tidak berpengaruh nyata pada semua umur pengamatan. (Tabel Lampiran 9,
10, 11, 12, 13, 14, 15). Nilai rata-rata lebar kanopi tanaman porang oleh pengaruh
perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK disajikan
pada Tabel 4. 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00
25
Tabel 4.Rata-rata Lebar Kanopi Daun (cm) Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 8-14 (MST)
Perlakuan Umur Tanaman (MST)
2 4 6 8 10 12 14
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa setiap pemberian konsentrasi zat
pengatur tumbuh Atonik tidak meningkatkan lebar kanopi daun tanaman porang,
bahkan justru cenderung menurunkan lebar kanopi daun tanaman porang. Hal ini
seperti yang terjadi pada pengamatan tinggi tanaman porang, dimana tinggi
tanaman porang tidak tumbuh dengan baik (Tabel 2). Lebar kanopi daun tanaman
porang cenderung menurun apabila semakin meningkatnya pemberian konsentrasi
zat pengatur tumbuh terhadap tanaman porang. Hasil tertinggi terdapat pada
perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik kontrol (A0).
Sedangkan pada pemberian dosis pupuk majemuk NPK jika semakin
meningkatnya pemberian dosis pupuk majemuk NPK maka pengaruh terhadap
lebar kanopi daun tanaman porang cenderung tidak tumbuh, demikian pula jika
kekurangan dosis pupuk majemuk NPK maka hasil lebar kanopi daun tanaman
porang juga tidak tumbuh. Hasil tertinggi perlakuan dosis pupuk majemuk NPK
dengan menggunakan dosis pupuk 300 kg (P2).
4. 1. 4. Diameter Batang Tanaman Porang
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan kombinasi antara zat
pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK menunjukkan pengaruh
tidak nyata terhadap diameter batang tanaman porang di semua umur pengamatan.
Sedangkan perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik berpengaruh nyata terhadap
diameter batang pada umur pengamatan 8, 10, 12, dan 14 mst, dan tidak berbeda
nyata pada umur tanam ke 2, 4, dan 6.
Sedangkan perlakuan dosis pupuk majemuk NPK terhadap diameter
batang tanaman porang tidak berpengaruh nyata pada semua umur pengamatan.
(Tabel Lampiran16, 17, 18, 19, 20, 21, dan 22).Nilai rata-rata diameter batang
tanaman porang olehpengaruh zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk
majemuk NPK di sajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata Diameter Batang(mm) Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Pupuk Majemuk NPK Pada Minggu ke 2-14 (MST)
Perlakuan Umur Tanaman (MST)
2 4 6 8 10 12 14
Tabel 5 menunjukkan bahwa, perlakuan konsentrasi zat pengatur
tumbuhAtonik menunjukkan semakin meningkatnya pemberian konsentrasi zat
27
Sedangkan perlakuan dosis pupuk majemuk menunjukkan hasil tidak
berpengaruh nyata terhadap pengamatan diameter batang padasemua umur
pengamatan.Semakin menurunnya pemberian dosis pupuk majemuk NPK
semakin tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman
porang, demikian juga semakin berkurangnya pemberian dosis pupuk majemuk
NPK, semakin tidak mempengaruhi pertumbuhan diameter batang tanaman
porang. Perlakuan dosis pupuk majemuk NPK 300kg (P2) menunjukan hasil
terbesar pada pengamatan umur tanam minggu ke 2 sampai 14 mst dibanding
perlakuan lain.
4. 1. 5.J umlah Bulbil Tanaman Porang.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan kombinasi antara zat
pengatur tumbuh atonik dan dosis pupuk majemuk NPK menunjukkan pengaruh
tidaknyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang di semua umur pengamatan.
Sedangkan perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik tidak berpengaruh terhadap
jumlah bulbil pada semua umur pengamatan, begitu pula perlakuan dosis pupuk
majemuk NPK terhadap jumlah bulbil juga tidak berpengaruh pada semua umur
pengamatan. (Tabel Lampiran23, 24, dan 25).Nilai rata-rata jumlah bulbil
tanaman porang oleh pengaruh zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk
majemuk NPK di sajikan pada Tabel 6.
Tabel 6.Rata-rata Jumlah Bulbil Akibat Perlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk Pada Umur10-14 MST.
Perlakuan Umur Tanaman (MST)
10 12 14
Tabel6 diketahui bahwa,zat pengatur tumbuh tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah bulbil tanaman porang pada setiap pengamatan umur tanam.
Walaupun tidak berbeda nyata pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh atonik,
semakin banyak konsentrasi yang di berikan maka semakin berpengaruh terhadap
jumlah bulbil tanaman porang. Perlakuan kontrol (A0) menunjukan hasil
terbanyak pada setiap pengamatan umur tanam dibandingkan perlakuan yang lain.
Sedangkan pada perlakuan dosis pupuk majemuk NPK, menunjukkan
hasil tidak berbeda nyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang. Perlakuan dosis
pupuk majemuk NPK 300kg (P2) menunjukan hasil terbanyak pada setiap
pengamatan dibandingkan perlakuan yang lain.
4. 1. 6. Bobot Umbi Tanaman Porang
Hasil analisis ragam konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis
Pupuk majemuk NPK menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap bobot umbi
(Tabel Lampiran 26). Rata-rata bobot umbi porang oleh pengaruh konsentrasi zat
29
Tabel 7. Rata-rataperlakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk Terhadap Bobot Umbi Tanaman Porang
Perlakuan Bobot umbi (g)
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata
Tabel 7 diatas diketahui bahwa konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik
menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata.Perlakuan konsentrasi zat pengatur
tumbuh Atonik 2000 ppm/l (A2) menunjukan hasil tertinggi dengan nilai sebesar
76,53 g. Perlakuan 1000 ppm/l menunjukan hasil terendah dibandingkan
perlakuan lainnya, dengan nilai sebesar 71,88 g.
Uji beda nyata terkecil 5% (BNT 5%) perlakuan dosis pupuk majemuk
NPK menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap bobot umbi tanaman
porang. Perlakuan dosis pupuk majemuk NPK 300kg (P2) menunjukan hasil
tertinggi dengan nilai sebesar 86,30 g.
4. 2.Pembahasan
Pertumbuhan adalah faktor kompleks yang dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal (Syiraini, 2011). Pertumbuhan tanaman porang
diawali dengan munculnya mata tunas. Mata tunas ialah kuncup porang yang
terletak pada tengah umbi. Kuncup ini tumbuh dari pangkal tumbuh ke atas.
Tunas yang tumbuh berpeluang menjadi batang porang baru.
4. 2. 1. Interaksi Antara Per lakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Majemuk NPK
Hasil percobaan kajian zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk
majemuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman porang (Amorphophallus
onchophyllus), menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi tersebut terdapat interaksi pada umur 8 MST kecuali pada parameter waktu pecah tunas, jumlah
bulbil, dan bobot umbi (Tabel 1, 6, dan 7). Pada pengamatan waktu pecah tunas
dan jumlah bulbil serta bobot umbi tidak terdapat interaksi nyata antara perlakuan
zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk majemuk NPK.
Tidak terdapatnya interaksi antar perlakuan diduga tanaman porang
merupakan tanaman yang memiliki masa tumbuh berbeda pada tanaman pada
umumnya, tanaman porang akan tumbuh hanya pada awal musim penghujan atau
awal bulan Oktober, tidak adanya pengaruh pada pengamatan waktu pecah tunas
bisa disebabkan akibat pengaruh sifat bawaan porang, begitu juga dengan
parameter pengamatan jumlah bulbil. Hal tersebut dikarenakan tanaman porang
memiliki jumlah bulbil yang relative sama, sehingga perlakuan yang diberikan
tidak memberi pengaruh yang signifikan. Hal tersebut di karenakan jumlah bulbil
lebih dipengaruhi oleh sifat genotip atau bawaan tanaman porang, menurut Putri
(2013) Pertumbuhan tanaman merupakan fungsi dari genotip dan lingkungan.
Hasil penelitian berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa
perlakuan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik kontrol (A0) dan
dosis pupuk majemuk NPK 300 kg (P2) menghasilkannilai rata-rata lebih tinggi
hampir disetiap parameter pengamatan. Hal ini sesuai menurut (Srita, 2012)
makanan merupakan sumber energi serta materi untuk menghasilkan berbagai
31
dan magnesium. Jika tanaman tidak mendapat unsur-unsur tersebut sesuai
keperluan, pertumbuhan tanaman dapat terganggu dan bahkan tanaman dapat
mati.
4. 2. 2. Per lakuan Zat Pengatur Tumbuh Atonik
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik
(A) nyata pengaruhnya pada pengamatan tinggi tanaman pada minggu ke 8-14mst
(Tabel 2). Akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap waktu pecah tunas,jumlah
bulbil, dan bobot umbi. Adanya pengaruh nyata pada pengamatantinggi tanaman
menunjukan bahwa zat pengatur tumbuh Atonik mempengaruhi pertumbuhan
tanaman porang.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan zat
pengatur tumbuh Atonikpada parameter pengamatan tinggi tanamanmenunjukkan
bahwa nilai rata-ratapemberian zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi kontrol
(A0) memberikan hasil terbaik, tinggi tanaman yang diberikan perlakuan zat
pengatur tumbuh ternyata tidak menunjukkan hasil peningkatannya dibandingkan
tanaman porang tanpa aplikasi zat pengatur tumbuh, hal ini diduga karena
konsentrasi yang diberikan kurang tepat serta larutan atonik yang tidak menyerap
secara optimal pada tanaman porang karena pengaruh intensitas cahaya dan suhu
yang tinggi.
Diduga pula Penyerapan larutan atonik yang tidak optimal disebabkan
terjadinya penguapan sebelum zat pengatur tumbuh atonik diserap sempurna oleh
tanaman karena intensitas cahaya dan suhu yang tinggi.Penguapan yang terjadi
karena intensitas cahaya dan suhu yang tinggi berlangsung bersamaan dengan
transpirasi. Intensitas cahaya dan suhu pada saat pengamatan tergolong cukup
tinggi.Intensitas cahaya dan suhu yang tinggi menyebabkan zat pengatur tumbuh
atonik lebih cepat menguap sebelum terjadi penyerapan yang sempurna oleh
tanaman.
Menurut Koentjoro (2008) peranan senyawa fenol terhadap pertumbuhan
ditunjukkan dengan senyawa monofenol yang berperan sebagai kofaktor dari
enzim IAA oksidase, sehingga aktifitas dari enzim ini meningkat dan jumlah IAA
akan menurun, tetapi sebaliknya senyawa difenol dan polifenol justru
menghambat aktifitas enzim IAA oksidase sehingga jumlah IAA akan meningkat.
Pengamatan lebar kanopi perlakuan zat pengatur tumbuh menunjukkan hasil
berpengaruh tidak nyata pada pengamatan umur 2, 4, dan 6 mst. Perlakuan zat
pengatur tumbuh Atonik kontrol tanpa perlakuan ZPT (A0) menunjukkan hasil
tertinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini diduga semakin banyak
konsentrasi pemberian zat pengatur tumbuh Atonik terhadap tanaman porang
maka semakin menurunnya hasil tanaman porang. Hal ini diduga pula
pertumbuhan batang turut mempengaruhi pertumbuhan daun karena batang
merupakan tempat melekat dan tumbuhnya daun.
Pengamatan diameter batang menunjukan bahwa nilai rata-rata perlakuan
zat pengatur tumbuh Atonik menunjukkan berbeda nyata terhadap diameter
batang tanaman porang pada umur tanam 8-14 mst. Perlakuan zat pengatur
tumbuh kontrol (A0) menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan yang
lain, hal ini diduga karena konsentrasi dan frekuensi penyemprotan larutan atonik
yang tidak tepat dapat menghambat terbentuknya stolon.
Dikarenakan sumber bibit yang berasal dari bulbil tidak memiliki ketiak
daun sehingga bulbil yang tumbuh berada di pangkal daun. Menurut Hidayat R,
33
Sedangkan bobot umbi menunjukkan bahwa konsentrasi zat pengatur
tumbuh Atonik menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata. Perlakuan
konsentrasi zat pengatur tumbuh Atonik 2000 ppm/l (A2) menunjukan hasil
tertinggi dengan nilai sebesar 76,53 g. Perlakuan 1000 ppm/l menunjukan hasil
terendah dibandingkan perlakuan lainnya, dengan nilai sebesar 71,88 g. Hal ini
Diduga dengan keseragaman besar benih tanaman porang yang berasal dari bulbil
mengakibatkan pengaruh yang sama juga terhadap berat dan diameter umbi
panen. Didukung oleh Jedeng (2011), semakin besar umbi benih maka kandungan
proteinnya semakin banyak. Besar benih berpengaruh terhadap kecepatan
pertumbuhan dan produksi, karena berat benih menentukan besarnya kecambah
pada saat pertumbuhan vegetatif.
4. 2. 3. Per lakuan Dosis Pupuk Majemuk NPK
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pupuk majemuk NPK tidak
berbeda nyata terhadap semua parameter yang diamati yaitu waktu pecah tunas,
tinggi tanaman, lebar kanopi, diameter batang, jumlah bulbil, dan bobot umbi. Hal
ini diduga karena meningkatnya pH tanah sangat berpengaruh pada ketersediaan
unsur hara terutama pada unsur phosfat (P) dan kalium (K), suplai unsur-unsur
hara tersebut akan terhambat karena diikat oleh unsur kalsium (Ca) yang tinggi
sehingga dapat menurunkan tingkat pertumbuhan. Menurut Setiadi (2009), tanah
yang paling baik untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman umbi adalah tanah
yang berdrainase baik, tekstur sedang, gembur atau sedikit mengandung pasir agar
mudah diresapi air, dan banyak mengandung bahan organik (humus yang tinggi).
Hal ini diduga pula karena salah satu faktor berpengaruh lebih kuat dari
pada faktor lainya, maka pengaruh faktor tersebut tertutupi dan diduga pula
masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda pengaruh dan sifat
kerjanya maka akan menghasilkan hubungan yang berpengaruh tidak nyata dalam
mendukung suatu pertumbuhan tanaman. Menurut Brady (1990) bahwa bahan
organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh
tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti
vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi
bahan organik.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan dosis
pupuk majemuk NPK pada peubah pengamatan tinggi tanaman,lebar kanopi,
diameter batang dan jumlah bulbil, serta bobot umbi menunjukkan bahwa nilai
rata-rataperlakuan dosis pupuk majemuk NPK 300 kg (P2) memberikan hasil
terbaik hampir disemua umur pengamatan.Dari hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan karena pemupukan dengan kondisi lembab menjadikan nutrisi yang
terkandung didalamnya mudah diserap oleh akar tanaman yang dipergunakan
untuk melakukan pertumbuhan vegetatif, diantaranya pertumbuhan dan
pembentukan daun.
Haris, (2010) menambahkan bahwa konsentrasi pupuk yang tepat akan
membantu tanaman untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga
mampu memberikan hasil yang maksimal baik pada tahap pertumbuhan maupun
pada tahap produksi, jadi pemberian yang terlalu pekat belum tentu akan
memberikan hasil yang optimal tapi justru akan menurunkan pertumbuhan dan
V.KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh Atonik dan dosis pupuk
majemuk NPK menunjukkan pengaruh interaksi yang nyata hanya pada
parameter tinggi tanaman pada umur tanam 8 mst, perlakuan A2P1 yaitu
Atonik 2000 ppm/l dengan dosis pupuk majemuk 200 kg/hmenghasilkan
pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi.
2. Perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman porang, lebar kanopi daun tanaman porang, dan diameter batang
tanaman porang pada umur 8-14 mst, perlakuan A0 (kontrol)
menunjukkan perlakuan yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya.
Perlakuan zat pengatur tumbuh Atonik tidak berpengaruh nyata terhadap
hari pecah tunas, jumlah bulbil, dan bobot umbi.
3. Perlakuan dosis pupuk majemuk NPK tidak menunjukan pengaruh nyata
terhadap semua parameter pengamatan. Namun ada kecenderungan
perlakuan komposisi 300 kg pupuk majemuk (P2) menghasilkan rata-rata
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
5. 2. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada konsentrasi zat pengatur tumbuh
atonik yang lebih rendah (di bawah 1,5 ml/liter) untuk mendapatkan konsentrasi
yang tepat dengan intensitas waktu pemberian zat pengatur tumbuh atonik yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa Bandung. Bandung. 85 hal. Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kentang. Skripsi. Program studi agronomi departemen, departemen pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara (USU). Medan. (tidak dipublikasikan). 54 Hal.
Daud, S. 2008. Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Pada Berbagai Dosis Terhadap pH, P Potensial dan P Tersedia serta Pada Fluventic Eutrudepts Jatinangor.
Dewi I. R. A. 2008. Peranan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman, jurnal. 45 hal.
Dwiyono , Kisroh, 2009. Tanaman Iles-Iles {Amorphophallus Muelleri Blume) Dan Beberapa Manfaatnya. Biodiversitas vol 6, no 3 hal 185-190 Hartojo. 2012. Panduan Budidaya Tanaman Porang: 34-40 Hal.
Haris. (2010). “Pertumbuhan dan Produksi Kentang Pada Berbagai Dosis Pemupukan”. Jurnal Agrisistem. 6, (1), 15-22.
Hidayat R, Dewanti F. D , dan Hartojo .2012. Mengenal Karakteristik, Manfaat, Dan Budidaya Tanaman Porang UPN ‘‘veteran’’ JATIM Press. Surabaya 51hal.
Jedeng. I.W , 2011, Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana, (Tidak Dipublikasikan).61 Hal.
Junaidi,W. 2010. Hormon sitokinin. http://wawan-junaidi.blogspot.com
. 2012. Hormon sitokinin. http://wawan-junaidi.blogspot.com.
37
Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 1998. Pupup dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB Bogor.
Poerwowidodo.1992.Telaah Kesuburan Tanah .Angkasa.Bandung 78 hal.
Putri. A. D, 2013. Pengaruh Komposisi Media Tanam Pada Teknik Bud Chip Tiga Varietas Tebu (Saccharum Officinarum). Jurnal Volume 1 No 1.
Rijono. 1999. Buku Pengelolaan Tanaman Iles-iles (Amorphophallus onchophyllus). Madiun: Perum Perhutani KPH Saradan, Madiun, Jawa Timur.
Rukmana, 1994. Kesuburan dan Pemupukan. Kanisius. Yogyakarta. 55 halaman.
Saifudin, 2013. Porang dan Pemanfaatannya. Penerbit Parist Kudus. Cetakan I, Januari 2013
Setiadi. (2009). Budi Daya Kentang. Jakarta : Penebar Swadaya
Srita, 2012. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
http://ilovebiologymsrita.com. Diakses pada tanggal 29 Juni 2014
Sufiani, S, 1993.Porang (Amorphophallus); Jenis, Syrat Tumbuh dan Budidaya. Balitbantan DEPTAN. Jakarta. 11-16 hal.
Suherman, 1995. Penelian lanjutan dan Penganekaragaman Tanaman Iles-Iles. Bogor: BALITRO. Suryabrata (45-55).
Sumarwoto, 2004. Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Bulbil Terhadap Pertumbuhan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada Tanah Ber-Al Tinggi. Jurnal Ilmu Pertanian-Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Sumarwoto, 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya. Biodiversitas. Volume 6, Nomor 3 Juli 2005
Sumarwoto, 2008. Uji Zat Pengatur Tumbuh Dari Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Pada Stek Daun Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume). jurnal Agroland 15
Syaefullah, M. 1990. Studi Karakteristik Glukomanan dan Sumber “Indegenous” Iles-iles (Amorphophallus Oncophyllus) dengan Variasi Proses Pengeringan dan Dosis Perendaman. Tesis Fakultas Pasca Sarjana IPB.Bogor.
Syarif, 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit Swadaya. Jakarta. 149 hal
Wijayanto, Nurheni dan Emma Pratiwi, 2011. Pengaruh Naungan dari Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) terhadap Pertumbuhan Tanaman Porang (Amorphophallus onchophyllus). Jurnal Silvikultur Tropika vol 2 no1 April 2011, hal 46-51
Wilkins, M.B. 1992. Fisiologi Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. 454 hal.
Wirawati, T, 2007. Usaha peningkatan potensi daun porang sebagai bahan stek tanaman melalui pemacu zat pengatur tumbuh (ZPT). Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas PGRI Yogyakarta. Vol 1 (31-42)