• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 dalam pengertian Bank Umum. yaitu:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 dalam pengertian Bank Umum. yaitu:"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 dalam pengertian Bank Umum yaitu:

“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara kontroversional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”

Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank Umum beberapa diantaranya yaitu:

 Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

 Memberikan kredit.

 Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada dasarnya beberapa kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank Umum seperti yang sudah disebutkan diatas yaitu menekankan fungsinya sebagai penerima simpanan yang menonjolkan fungsi bank sebagai lembaga yang memberikan kredit.

Begitu pentingnya dunia perbankan, sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan

“nyawa” untuk menggerakan roda perekonomian suatu Negara (Kasmir, 2015). Peran aktif dari lembaga keuangan khususnya bank dapat dilihat dari fungsi yang

(2)

dijalankannya, selain sebagai lembaga yang menghubungkan antara pihak-pihak yang membutuhkan dana, juga memiliki peran sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan atau tabungan yang mana akan disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana berupa kredit (Hari Setiawan &

Wisadha, 2014)

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Ativa Bank Umum, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:

a) cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;

b) pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang.

c) pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.

Berdasarkan pengertian kredit diatas, kredit memiliki manfaat cukup besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Bagi masyarakat, kredit merupakan suatu pendapatan untuk meningkatkan perekonomian mereka. Sedangkan bagi bank, kredit merupakan suatu pendapatan yang diperoleh dari bunga karena setiap kredit yang dikeluarkan oleh bank itu ada bunganya besar maupun kecil nominal bunga tersebut.

Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, terdapat jenis risiko yang harus dikelola atau dipertimbangkan oleh bank. Risiko yang harus dikelola dalam penerapan Manajemen Risiko meliputi : risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategic, dan risiko kepatuhan.

Dari kedelapan jenis risiko tersebut risiko kredit yang merupakan risiko yang terkait dengan pembahasan dalam latar belakang ini. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang penerapan Manajemen Risiko menyatakan bahwa risiko kredit adalah :

(3)

“Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank, termasuk Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko konsentrasi kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk”

Pemberian fasilitas kredit yang diberikan bank bukanlah suatu hal yang tidak mengandung risiko. Fasilitas kredit memiliki risiko yang cukup rawan dikarenakan adanya kemungkinan ketika debitur melalaikan kewajibannya untuk melunasi kredit yang telah ia peroleh. Hal ini menimbulkan efek berkepanjangan berupa kredit bermasalah (ketidak lancaran) hingga kredit macet (tidak dapat dibayar sama sekali).

(Kartika, 2014)

Permasalahan yang sering dihadapi bank dalam hal pemberian kredit, umumnya kredit yang diberikan berakhir menjadi kredit macet atau istilah perbankan disebut Non-Performing Loan (NPL). Tingginya NPL tidak terlepas dari kurang patuhnya bank-bank di Indonesia terhadap prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Prinsip-prinsip kredit yaitu 5C (character, capacity, capital, condition, collateral), 7P (personality, party, purpose, prospect, payment, profitability, protection), dan 3R (returns, repayment, risk bearingability) (Kasmir, 2015).

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional, risiko kredit bermasalah (non performing loan) secara neto lebih dari 5% (lima persen) dari total kredit. Maksudnya adalah salah satu risiko yang menjadi sumber penilaian kesehatan suatu bank adalah sumber pembiayaan/kredit yang dimana suatu bank harus mempunyai Non-Performing Loan (NPL) harus dibawah 5%.

Sebagaimana telah diketahui, sekarang ini persaingan antar bank semakin tinggi. Fenomena bermunculnya bank-bank yang semakin banyak dengan variasi kredit dan produk yang ditawarkan, mengakibatkan persaingan yang besar pula sehingga untuk mengantisipasinya pihak perbankan berlomba-lomba menyalurkan kredit sebesar mungkin dengan tetap harus menjaga kehati-hatian dalam melakukan kebijakan perkreditan melalui analisa kredit maupun kebijakan dalam pengelolaannya, diantaranya dengen memberikan berbagai kemudahan kredit dalam

(4)

pemberian kredit baik dari segi jangka waktu yang relative bervariasi, bunga yang relative lebih kecil, maupun fasilitas yang mudah terjangkau.

Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, untuk membantu bank agar dapat mengidentifikasi gejala risiko yang mungkin timbul dari kegiatan operasionalnya dan dapat menindaklanjutinya. Menurut (Mustikawati, Topowijono, & Dwiatmanto, 2013) tanpa manajemen risiko yang baik, petugas pemberi kredit hanya akan mengejar target dan berupaya meloloskan usulan kredit sebanyak dan sebesar mungkin tanpa mempertimbangkan hal-hal seperti: apakah dana dan bunga kredit yang diberikan akan dapat diterima kembali sesuai dengan yang telah dijanjikan dalam ikatan perjanjian kredit, apakah ada kemungkinan penyelewengan dana dari pihak debitur atau terjadi penyelewengan prosedur dari oknum intern pada saat proses pemberian kredit. Mengabaikan hal ini dapat menyebabkan munculnya kredit bermasalah.

Informasi yang dilansir dari www.kontan.co.id kali ini yang terjadi pada PT Bank Artos Indonesia. PT Bank Artos Indonesia Tbk mencatat rugi sepanjang 2017.

Rugi bersih di 2017 sebesar Rp 8,7 milair atau relatif membaik dari rugi bersih Rp 33,3 miliar pada 2016. Berdasarkan keterbukaan informasi, (20/4) lalu, tercatat rugi bersih ini karena pendapatan bunga bersih turun 10,9% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 29,6 miliar. Turunnya pendapatan bunga bersih ini karena penyaluran kredit yang hanya naik tipis 2,79% yoy menjadi Rp 480,3 miliar. Rasio kredit bermasalah (NPL) Bank Artos sebesar 8,33% atau naik 148bps secara yoy.

NPL ini disebabkan karena dua sektor pertama adalah sektor jasa dunia usaha dan kedua adalah sektor hotel dan restoran. Kenaikan NPL ini menyebabkan bank harus menaikkan jumlah dana cadangan kredit macet 42% yoy menjadi Rp 21,6 miliar.

Seiring dengan kinerja ini aset Bank Artos masih naik 8% yoy menjadi Rp 837 miliar. Saat ini Bank Artos masuk kategori bank kecil BUKU I dengan modal inti Rp 135 miliar.

(5)

Tabel 1. 1

NPL PT Bank Artos Indonesia

Tahun NPL

2014 3,65%

2015 2,32%

2016 6,82%

2017 8,3%

2018 6,17%

Sumber: www.kontan.co.id dan www.bankartos.co.id

Berdasarkan tabel 1.1 bahwa kondisi Non-Performing Loan (NPL) pada PT Bank Artos Indonesia terlihat tidak sehat dan mengalami ketidak wajaran, karena menurut ketentuan Bank Indonesia (BI) telah ditetapkan tingkat kesehatan NPL bagi sektor perbankan adalah dibawah 5%.

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tetang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum menyatakan bahwa manajemen risiko merupakan serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank. Selain itu menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 juga mengatakan bahwa risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko kredit timbul akibat kegagalan debitur atau peminjam untuk memenuhi kewajibannya. Atau dengan kata lain, terjadi kredit macet.

Pelaksanaan manajemen risiko merupakan sebuah tanggung jawab dari manajemen dengan melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki dan pelaksanaannya berlangsung secara berkesinambungan. Oleh karena itu, manajemen risiko dapat menjadi salah satu pendukung pada bagian pemberian kredit bagi pihak bank dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan untuk meminimalisir terjadinya kredit macet. Dalam hal ini fungsi dari adanya manajemen risiko sangat penting bagi

(6)

lembaga keuangan pemberi kredit, karena dampak dari adanya kredit yang macet berbanding terbalik terhadap laba. (Madina, 2017)

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang hasilnya akan dituangkan ke dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Manajemen Risiko Terhadap Penilaian Pemberian Kredit” (Studi Kasus pada PT Bank Artos Indonesia Kota Bandung).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disajikan diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah penelitian bahwa permasalahan yang sering dihadapi bank dalam hal pemberian kredit, umumnya kredit yang diberikan berakhir menjadi kredit macet atau istilah perbankan disebut Non-Performing Loan (NPL). Salah satu risiko yang menjadi sumber penilaian kesehatan suatu bank adalah sumber pembiayaan/kredit yang dimana suatu bank harus mempunyai Non-Performing Loan (NPL) harus dibawah 5%. Tingginya NPL tidak terlepas dari kurang patuhnya bank- bank di Indonesia terhadap prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Hampir setiap bank mengalami kredit macet alias nasabah tidak mampu lagi untuk melunasi kreditnya. Kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh dua faktor yaitu dari pihak perbankan dan dari pihak nasabah. Sehingga bila dilihat dari kasus tersebut dapat menunjukan jika bank yang telah menerapkan Manajemen Risiko belum tentu efektif terhadap pemberian kredit. Dari permasalahan ini peneliti tertarik untuk mengangkat menjadi topik penelitian yaitu “Pengaruh Manajemen Risiko terhadap Penilaian Pemberian Kredit” (Studi Kasus Pada PT Bank Artos Indonesia Kota Bandung).

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang dibahas sebagai berikut:

1. Penelitian ini tidak mengkaji seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini hanya mengkaji pengaruh

(7)

manajemen risiko terhadap penilaian pemberian kredit pada PT Bank Artos Indonesia Kota Bandung.

2. Digunakannya manajemen risiko sebagai faktor yang mempengaruhi kredit macet pada perusahaan karena dimungkinkan penerapan manajemen risiko pada perusahaan belum efektif dalam meminimalisir kredit macet. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kasus kredit macet yang dilakukan oleh PT Bank Artos Indonesia Kota Bandung.

3. Data yang diperoleh merupakan data yang berhubungan dengan penerapan manajemen risiko dan penilaian pemberian kredit yang dinyatakan melalui penyebaran kuesioner pada PT Bank Artos Indonesia Kota Bandung.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah disajikan diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah manajemen risiko berpengaruh terhadap penilaian pemberian kredit pada PT Bank Artos Indonesia Kota Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Reseller adalah pihak yang mampu memasarkan produk dari Kreateev Media, Reseller berhak untuk menaikkan harga sesuai keinginan dengan tujuan untuk mendapatkan income

Salah satu produk pegadaian yang pelaksanaannya berdasarkan pada prinsip syariah yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 92/DSN-MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan yang

Pengurangan biaya peralatan, karyawan yang bekerja melalui kantor virtual tidak lagi membutuhkan meja, kursi hingga lemari arsip di kantor secara fisik.. Jaringan komunikasi

Hubungan antara ARB (%) dengan frekuensi pengamatan longitudinal untuk penduga parameter b21 pada submodel-2 Tampak dari Gambar 4.20 bahwa semakin sering frekuensi

 Apabila terjadi peningkatan pertumbuhan sektor industri sebesar 1% maka akan terjadi peningkatan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri sebesar 0,000981%

yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan juga dasar pagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk

Terdapat 3 variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel independent (tingkat pengetahuan bidan tentang HIV/AIDS dan motivasi bidan tentang pencegahan HIV/AIDS), variabel

Sesuai visi dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung, maka terdapat tujuh misi untuk mewujudkannya. 1) Meningkatkan profesionalisme