• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi Analisis Residu Pestisida Karbaril, Klorpirifos, dan Dimetoat dalam Buah Menggunakan Metode QuEChERS dan LC-MS/MS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Validasi Analisis Residu Pestisida Karbaril, Klorpirifos, dan Dimetoat dalam Buah Menggunakan Metode QuEChERS dan LC-MS/MS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Validasi Analisis Residu Pestisida Karbaril, Klorpirifos, dan Dimetoat dalam Buah Menggunakan Metode QuEChERS dan LC-MS/MS

Risa Arrahmi Ekaputri

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

arrahmi.risa@gmail.com

Abstrak

Pestisida dipercaya dapat menurunkan populasi hama dengan cepat sehingga meluasnya hama dapat dicegah. Residu pestisida menimbulkan efek yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa gangguan pada sistem syaraf serta metabolisme enzim. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar residu pestisida yang terdapat dalam buah apel, anggur, pir dan stroberi. Sebuah metode Liquid Chromatography-tandem Mass Spectrometry (LC-MS/MS) yang cepat dan sensitif, dalam mode ionisasi elektrospray positif, telah dikembangkan untuk penentuan multi-kelas pestisida.

Ekstrak diperoleh dengan menggunakan asetonitril dengan teknik preparasi sampel berbasis QuEChERS (quick, easy, cheap, effective, rugged and safe). Untuk acuan uji digunakan 3 jenis bahan aktif pestisida dari 2 golongan organofosfat dan karbamat. Dari metode validasi yang dilakukan, diperoleh nilai koefisien korelasi, R2 ≥ 0,996 dengan rentang 0-1000 ppb dan 0-1 ppm. Rentang batas deteksi (LOD) dan batas kuantisasi (LOQ) dari ketiga senyawa berkisar dari konsentrasi 0,01 ppm – 0,215 ppm. Persen perolehan kembali berkisar antara 38%-44% dengan standar deviasi relatif <16%. Berdasarkan hasil analisis, pestisida dimetoat tidak terdapat dalam sampel buah anggur, stroberi, dan pir yang telah diuji. Sedangkan, residu pestisida karbaril dan klorpirifos ditemukan dalam buah-buahan tersebut dengan intensitas yang sangat rendah sehingga tidak terdeteksi oleh alat karena berada dibawah batas deteksi. Sehingga disimpulkan bahwa buah-buahan tersebut masih aman untuk dikonsumsi karena berada dibawah Batas Maksimum Residu yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dalam SNI 7313:2008.

Kata Kunci : residu pestisida, LC-MS/MS, QuEChERS

1. PENDAHULUAN

Belakangan ini, buah impor seperti anggur, apel, dan per makin melimpah di pasaran dan makin banyak anggota masyarakat yang cenderung memilih buah impor daripada buah lokal. Buah impor tersebut umumnya berpenampilan menarik dan buah impor jenis tertentu justru lebih murah daripada buah lokal. Salah satu kekhawatiran yang sering muncul di masyarakat adalah bahaya residu

yang terdapat dalam buah-buahan impor. Usaha produksi buah-buahan seperti anggur, apel, dan per di luar negeri umumnya dilakukan dengan teknik budidaya yang intensif, termasuk dalam penggunaan pestisida (Sobari, 1991).

Pakar Keamanan Pangan dan Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Ahmad Sulaeman mengingatkan masyarakat

(2)

untuk mewaspadai buah-buahan impor. Ia menilai, buah-buahan impor berisiko mengandung pestisida yang dapat memengaruhi kesehatan terutama perkembangan organ reproduksi. Beliau juga menerangkan, bahwa supaya buah tahan di suhu dingin, tidak kering dan tidak keriput, maka kulit buah dilapisi lilin. Dalam lilin itu juga ditambahkan fungisida agar buah tidak berjamur (Antara, 2012).

Dewasa ini jenis pestisida yang paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama penyakit tanaman secara terpadu adalah jenis organofosfat dan karbamat. Tiga jenis insektisida yang sering digunakan adalah klorpirifos dan dimetoat yang termasuk golongan organofosfat dan juga karbaril yang termasuk dalam golongan karbamat. Senyawa organofosfat dan karbamat bersifat menghambat enzim cholinesterase, yaitu enzim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf.

Metode QuEChERS “Quick Easy Cheap Effective Rugged and Safe” adalah persiapan metodologi sampel sederhana untuk pestisida multi residu analisis yang pertama kali dilaporkan pada tahun 2003 (Anastassiades, Lehotay, Stajnbaher, &

Schenck, 2003). Meskipun metode ini relatif baru, saat ini banyak digunakan dan sudah diterima oleh komunitas analisis residu pestisida internasional.

Prosedur QuEChERS melibatkan ekstraksi awal dengan asetonitril diikuti oleh ekstraksi atau langkah partisi setelah penambahan campuran garam. Sebuah alikuot dari ekstrak mentah ini kemudian dibersihkan oleh dispersif padat-fase ekstraksi (d-SPE). Ekstrak terakhir dalam asetonitril langsung dianalisis dengan kromatografi cair (LC) dan/atau kromatografi gas (GC). Metode QuEChERS sangat efektif dan mencakup berbagai analit, termasuk yang sangat polar dan pestisida nonpolar serta zat yang sangat asam. Selain itu, keuntungan dari metode ini termasuk jumlah sampel yang banyak dan hanya dibutuhkan jumlah

pelarut yang sedikit. Metode ini telah sering digunakan untuk semua jenis sampel, seperti lemak, minyak, buah, dan sayuran.

Kromatografi cair (LC) digabungkan dengan spektrometer massa (MS) adalah teknik yang paling kuat dan lebih disukai. Pendekatan untuk analisis senyawa yang berasal dari volatilitas rendah dan polaritas tinggi. LC sangat efektif dalam memisahkan analit, sedangkan MS memungkinkan untuk identifikasi dan konfirmasi. Beberapa tahun terakhir, aplikasi LC-MS telah banyak digunakan untuk analisis residu pestisida pada buah-buahan, sayuran dan makanan lainnya. LC-MS/MS saat ini telah menjadi alat yang kuat untuk analisis residu pestisida dalam berbagai matriks kompleks, karena selektivitas dan sensitivitas, pengurangan substansial dari langkah perawatan sampel dibandingkan dengan lain metodologi seperti GC- MS, dengan kuantifikasi yang dapat diandalkan dan penetapan pada tingkat konsentrasi rendah.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan senyawa pestisida yang terdapat dalam buah anggur, apel, dan per impor, kemudian dibandingkan dengan BMR pestisida yang berlaku di Indonesia (SNI 7313:2008). Kadar residu yang melebihi batas maksimum residu (BMR/MRL = maximum residu limit) yang ditetapkan akan membahayakan kesehatan konsumen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kadar residu pestisida yang terdapat dalam buah anggur, apel, stroberi, dan per impor bagi masyarakat yang banyak mengkonsumsi buah-buahan tersebut dan bagi instansi terkait seperti Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, dan Departemen Perdagangan.

2. METODE PENELITIAN

Proses preparasi sampel dilakukan di laboratorium penelitian Departemen Kimia FMIPA

(3)

UI, sedangkan untuk analisis residu pestisida dalam buah menggunakan LC-MS/MS di laboratorium instrumentasi Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia.

Buah contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah ape1 ”washington”, buah anggur “red globe”, stroberi, dan pir yang diambil dari dua lokasi yang sama, yaitu salah satu toko swalayan di Depok dan pedagang kaki lima di Depok.

2.1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu seperangkat instrumen LC-MS/MS lengkap (UFLC SHIMADZU CORP-MS/MS 3200 QTRAP ABSCIEX) dengan bahan-bahan senyawa pestisida karbaril, klorpirifos, dan dimetoat, asetonitril (Baker analyzed HPLC Ultra gradient solvent), aseton, toluen, akuabides, MgSO4, PSA sorbent, amonium format, natrium klorida, dam metanol.

2.2. Preparasi Larutan Induk Baku

Larutan standar pestisida karbaril dan dimetoat dilarutkan dalam akuabides hingga mencapai konsentrasi 10 mg/L. Untuk larutan standar klorpirifos dilarutkan dalam metanol hingga mencapai konsentrasi 10 mg/L dan kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada 2-8oC

2.3. Kondisi LC-MS/MS

Sampel dianalisis menggunakan LC- MS/MS dengan detektor spektrometer massa 3200 Qtrap, kolom Phenomenex C18 (50 mm x 2.0 mm) pada temperatur 30 ˚C. Dua jenis fasa gerak yang digunakan, yaitu eluen A: akuabides dan amonium format, eluen B: metanol dan amonium format. Aliran digunakan elusi gradien 30%-90%

eluen B. Volume injeksi sampel yaitu 10 µL, dengan laju alir 0.5 mL/min dan waktu analisis selama 15 menit.

2.4. Optimasi Kondisi Spektrometer Massa

Kondisi spektrometer massa diatur sedemikian rupa dengan cara memvariasikan beberapa parameter guna mendapatkan kondisi optimum pada quadrupole 1 (Q1) dan quadrupole 3 (Q3) sehingga mampu memilih prekursor ion serta produk ion yang tepat untuk senyawa-senyawa pestisida yang akan dianalisis. Adapun parameter- parameter tersebut antara lain adalah declustering potential (DP), enterance potential (EP), collision energy (CE), dan collision cell exit potential (CXP).

2.5. Optimasi Kondisi Sumber Ion (Ion Source)

Kondisi sumber ion (ion source) diatur sedemikian rupa dengan cara memvariasikan beberapa parameter guna mendapatkan kondisi optimum kelima senyawa mampu mengion dan mampu memisahkan ion molekul analit dari pelarutnya. Adapun parameter - parameter tersebut antara lain adalah curtain gas (CUR), collision gas (CAD), ion spray voltage (IS), suhu (TEM), nebulizer gas 1 (GS1) dan nebulizer gas 2 (GS2).

2.6. Optimasi Kondisi Kromatografi

Kondisi kromatografi diatur sedemikian rupa dengan cara memvariasikan beberapa parameter guna mendapatkan kondisi optimum pemisahan senyawa-senyawa pestisida dalam buah yang akan dianalisis. Adapun parameter- parameter tersebut antara lain adalah komposisi serta laju alir fasa gerak yang digunakan. Kondisi optimum kromatografi yang terpilih merupakan kondisi yang

(4)

akan menghasilkan pemisahan ketiga analit dengan baik pada waktu retensi yang relatif singkat.

2.7. Metode Validasi

2.7.1. Linearitas

Linearitas dilakukan dengan membuat deret standar dari masing masing larutan standar berbagai konsentrasi. Masing-masing konsentrasi larutan standar ditentukan sebanyak 5 kali pengulangan sehingga diperoleh persamaan garis lurus dengan R2 > 0,996.

2.7.2. Akurasi

Akurasi terhadap kelima analit dilakukan dengan menggunakan metode penambahan baku atau spiking. Masing-masing larutan standar Karbaril, Klorpirifos, dan Dimetoat dengan konsentrasi 10 ppm ditambahkan ke dalam sampel terpilih lalu dianalisa kembali kadarnya. Akurasi ditentukan dengan menghitung persen perolehan kembali (% recovery).

2.7.3. Presisi

Uji presisi dilakukan terhadap masing- masing larutan standar ketiga analit. Nilai presisi akan diwakilkan oleh nilai simpangan deviasi (SD) dan persen simpangan deviasi relatif (%RSD) dari keterulangan atau repeatability masing- masing deret standar yang diukur pada suatu konsentrasi dengan multi replikasi (5 kali pengulangan).

2.7.4. Batas Deteksi dan Batas Kuantisasi

Penentuan batas deteksi dan batas kuantisasi dilakukan terhadap larutan standar dengan batasan konsentrasi yang lebih luas yaitu dari 0,2 ppm hingga 1 ppm. Dari deret standar yang

diukur kemudian ditentukan konsentrasi terkecil dimana senyawa Karbaril, Klorpirifos, dan Dimetoat masih dapat terdeteksi dengan baik oleh instrumen dan masih dapat memberikan respon seksama.

2.8. Analisis Sampel

Proses ekstraksi sampel dilakukan menurut metode QuEChERS:

Sampel dihomogenkan dengan blender

Pindahkan 15 g sampel ke tabung 50 ml + 15 ml asetonitril

Sonikasi 2 menit lalu vortex 5 menit

Tambahkan 6 g MgSO4 anhidrat + 1,5 g sodium klorida

Kocok kuat-kuat selama 1 menit lalu sentifuge (3000) rpm selama 5 menit

Pindahkan 5 ml fasa atas ke dalam tabung 15 ml dan tambahkan 1,8 g MgSO4 anhidrat + 0,3 g PSA

Kocok selama 20 detik

Sentrifuge (1500 rpm) selama 1 menit

Analisis LC-MS/MS

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan analisis residu pestisida dalam buah-buahan dengan melakukan prosedur validasi dan optimasi kondisi LC-MS/MS terlebih dahulu untuk penentuan

(5)

senyawa pestisida karbaril, klropirifos dan dimetoat dalam buah apel, anggur, stroberi, dan pir.

Sebelumnya pengujian residu pestisida dalam makanan (buah) dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS) dan metode HPLC (High-performance liquid chromatography) yang membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan analisis, tetapi situasi saat ini menuntut waktu yang cepat dimana analisis harus diselesaikan dalam waktu 24-48 jam setelah sampel diserahkan ke laboratorium. Dengan demikian, perlu untuk memiliki metode analisis yang secara bersamaan dapat menentukan target pestisida dalam sampel apapun oleh upaya tunggal dengan setara atau efisiensi yang unggul secara keseluruhan.

Metode QuEChERS (quick, easy, cheap, effective, rugged and safe) terkenal karena penerapannya secara simultan analisis sejumlah besar pestisida dalam berbagai matriks makanan.

Metode ini telah diterima di seluruh dunia karena kesederhanaan dan waktu pengerjaan yang singkat, memungkinkan laboratorium untuk memproses jumlah signifikan lebih besar dari sampel dalam waktu tertentu dibandingkan dengan metode sebelumnya. Baru-baru ini, metode QuEChERS telah menerima perbedaan dari metode AOAC resmi untuk pestisida beberapa buah-buahan dan sayuran. Penerapan HPLC dihubungkan pada tandem spektrometri massa (LC-MS/MS) dalam multi-kelas analisis residu pestisida telah membuat analisis lebih cepat dan mudah dengan menawarkan kemungkinan simultan penentuan sejumlah besar pestisida dengan bervariasi fisiko-kimia tanpa perlu pemisahan dasar kromatografi.

3.1. Optimasi Kondisi LC-MS/MS

Sebelum dilakukan analisis untuk senyawa pestisida karbaril, klorpirifos, dan dimetoat dengan LC-MS/MS, perlu dilakukan optimasi kondisi pada bagian instrumen dari LC-MS/MS tersebut, seperti optimasi pada spektrometer massa, sumber ion (ion source), dan kromatografi cair. Pencarian kondisi optimum dari setiap parameter yang berlaku pada instrumen LC-MS/MS sangat penting agar ketiga senyawa tersebut dapat dideteksi dengan baik dan berguna untuk pengukuran selanjutnya, yaitu pada pengujian sampel untuk mengetahui adanya kandungan residu pestisida.

Optimasi kondisi spektrometer masa dilakukan untuk memperoleh ion prekursor dan ion produk atau fragmentasi (m/z) yang maksimum dari masing-masing larutan standar. Proses optimasi ini dilakukan dengan memasukkan masing-masing larutan standar, karbaril, klorpirifos dan dimetoat kedalam vial dengan konsentrasi yang sama yaitu 10 ppm kemudian masing-masing larutan standar disaring terlebih dahulu dengan filter nylon 0,20 µL agar senyawa lebih murni dari gangguan pengotor- pengotor. Setelah difilter, larutan standar kemudian dimasukkan dalam syringe dan dilakukan injeksi dengan mode polarisasi positif.

Dalam spektrometer masa terdapat beberapa parameter yang harus dipenuhi untuk mendapatkan keadaan optimum, dimana alat dapat mendeteksi analit dengan baik dan memberikan fragmentasi (m/z) untuk masing-masing senyawa.

Parameternya antara lain DP (declustering potential), EP (entrance potential), CE (collision energy), dan CXP (collision cell exit potential).

Declustering potential (DP) merupakan beda potensial antara dasar dengan pelat.

Digunakan untuk meminimalkan ion klaster pelarut, yang mungkin menempel pada sampel. Semakin tinggi tegangan semakin besar jumlah fragmentasi.

Rentang kerja declustering potential biasanya 0

(6)

Tabel 1. Kondisi optimum spektrometer massa Nama

Senyawa

Q1 Q3 DP EP CE CXP

Karbaril 202,1 145,1 31 10 16 3

202,1 127,1 31 10 39 3

Dimethoat 230,0 198,9 21 9,5 13 0

230,0 124,9 21 9,5 29 0

Klorpirifos 350,0 198,0 36 5 25 0

350,0 97,0 36 5 47 0

sampai 100 V, meskipun dapat ditetapkan lebih tinggi, namun jika ditetapkan terlalu tinggi akan berakibat buruk bagi LC-MS/MS. Entrance potential (EP) merupakan tegangan yang berfungsi untuk mengontrol potensi masuk dan memfokuskan ion ketika melalui daerah Q0 yang bertekanan tinggi. Collision energy (CE) adalah energi yang di terima ion prekursor untuk dipercepat masuk ke dalam sel tabrakan. Semakin tinggi energi umumnya menghasilkan fragmentasi yang lebih besar. Collision energy yang besar menghasilkan fragmentasi yang lebih besar intensitasnya dibandingkan molekul induk. Collision cell exit potential (CXP) merupakan tegangan yang berguna untuk mengeluarkan ion dari Q3 untuk masuk ke detektor ion.

Parameter-parameter tersebut didapatkan untuk pemilihan ion konfirmasi dan kuantifikasi dari masing-masing analit tergantung pada sifat fisik dan kimianya. Sensitifitas maksimum untuk kuantifikasi ion dicapai pada tingkat energi yang berbeda. Parameter MS yang dioptimalkan dengan tujuan: (i) memperoleh molekul terprotonasi dan (ii) memilih transisi dengan massa molekul yang lebih tinggi untuk menghindari matriks efek yang mengganggu, sejauh mungkin.

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa setiap senyawa telah memiliki dua ion produk dengan intensitas tertinggi. Hasil ini dapat digunakan untuk

indentifikasi dan konfirmasi dari ketiga senyawa analit di atas untuk mengetahui keberadaannya dalam sampel buah yang akan diuji.

Kondisi sumber ion (ion source) diatur sedemikian rupa dengan cara memvariasikan beberapa parameter guna mendapatkan kondisi terbaik bagi kelima senyawa sehingga mampu mengion dan mampu memisahkan ion molekul analit dari pelarutnya. Adapun parameter- parameter tersebut antara lain adalah curtain gas (CUR), collision gas (CAD), ion spray votage (IS), suhu (TEM), nebulizer gas 1 (GS1) dan nebulizer gas 2 (GS2).

Tabel 2. Kondisi optimum sumber ion (ion source)

Parameter Nilai Optimum

CUR 20

CAD 5

IS 5000

TEM 300

GS1 40

GS2 60

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dengan menggunakan kondisi sumber ion seperti Tabel 2 seluruh analit mampu mengion dan mampu memisahkan ion molekul analit dari pelarut. Hal ini teruji dengan terdeteksinya setiap senyawa pada analis masa Q1 dan Q3.

(7)

Pemisahan yang baik dihasilkan dengan penggunaan sistem gradien pada elusi fase gerak.

Sistem gradien diberlakukan pada volume eluen B dengan perincian sesuai dengan Tabel :

Tabel 3. Gradien eluen B 30%-90%

Waktu (menit) B (%)

0,01 Start

3 30

7 90

11 90

13 30

15 Stop

Elusi bergradien untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.

Sistem gradien mampu menghasilkan peak pada waktu elusi masing-masing dari larutan standar dan dengan intensitas yang cukup baik, dapat dilihat pada hasil spektrum waktu retensi ketiga standar pestisida berikut:

Gambar 1. Spektrum waktu retensi senyawa Karbaril

Gambar 2. Spektrum waktu retensi senyawa Klorpirifos

Gambar 3. Spektrum waktu retensi senyawa Dimetoat

3.2. Metode Validasi

Setelah memperoleh kondisi optimum pada setiap bagian instrumen LC-MS/MS, selanjutnya dilakukan validasi metode LC-MS/MS kepada senyawa standar pestisida karbaril dan klorpirifos. Validasi dilakukan untuk mengkonfirmasi bahwa alat yang digunakan untuk analisis cocok untuk digunakan. Hasil dari validasi metode dapat digunakan untuk menilai kualitas, kehandalan dan konsistensi hasil analisis, yang mana merupakan bagian integral dari suatu praktek analitis yang baik.

Berdasarkan pengukuran terhadap luas area dari larutan standar pestisida pada rentang konsentrasi 0,2 ppm – 1 ppm dengan pengulangan sebanyak 5 kali untuk setiap standar, maka diperoleh persamaan garis lurus dengan R2 ≥ 0,997.

(8)

Uji linearitas diperlukan untuk mengetahui kemampuan standar, sehingga dapat membuktikan adanya hubungan linier antara konsentrasi analit dengan respon detektor. Dari perhitungan untuk standar karbaril diperoleh persamaan linier y = 2E+06x + 15620 dengan regresi linier (R² = 0,999).

Sedangkan untuk standar klorpirifos diperoleh persamaan linier y = 17280x - 274,8 dengan regresi linier (R² = 0,998). Untuk standar dimetoat diperoleh persamaan linier y = 378,42x – 2581,2 dengan regresi linier 0,999 tanpa pengulangan.

Kurva linearitas dimetoat dapat dilihat pada lampiran. Nilai koefisien korelasi dari kedua senyawa standar diperoleh R2 ≥ 0,997, untuk suatu metode analisis yang baik.

Nilai presisi yang dinyatakan dengan persentase parameter standar deviasi relatif (%RSD) dimana kriteria seksama diperoleh jika metode memberikan simpangan baku relatif kurang

≤ 16 %. Uji presisi yang dilakukan merupakan repeatability atau uji keterulangan dengan melakukan pengukuran terhadap luas area secara berulang sebanyak 5 kali pengulangan pada kondisi yang sama untuk masing-masing larutan karbaril, klorpirifos, dan dimetoat. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran presisi yang dilakukan memenuhi kriteria seksama atau dengan kata lain presisi pengukurannya sangat baik karena masing-masing standar diperoleh % RSD ≤ 16%.

Dari pengulangan 5 kali pengukuran standar juga didapatkan batas deteksi (LOD) dari standar karbaril yaitu 0,044 ppm sedangkan untuk klorpirifos yaitu 0,056 ppm. Batas deteksi diperlukan untuk mengetahui konsentrasi analit terendah yang masih dapat terdeteksi oleh alat.

Batas kuantisasi (LOQ) juga diperoleh dari hasil pengukuran standar dengan 5 kali pengulangan.

Batas kuantisasi merupakan konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama dan dapat dikuantifikasi

dengan akurasi dan presisi yang baik. Berdasarkan perhitungan, nilai LOQ untuk standar karbaril yaitu 0,145 ppm dan 0,188 ppm untuk standar klorpirifos.

Untuk standar dimetoat dilakukan pengukuran dengan deret konsentrasi 0 ppb sampai 1000 ppb tanpa pengulangan menghasilkan LOD 0,026 ppm dan LOQ 0,086 ppm.

Tabel 4. Batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi

(LOQ) standar

Senyawa LOD (ppm) LOQ (ppm)

Karbaril 0.044 0.145

Klorpirifos 0.056 0.188

Dimetoat 0.026 0,086

Persen perolehan kembali sangat penting dilakukan untuk menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya sebagai salah satu parameter keandalan metode.

Persen perolehan kembali dilakukan dengan metode penambahan baku atau spiking yaitu dengan menambahkan masing-masing 0,9 ml larutan standar karbaril, klorpirifos, dan dimetoat dengan konsentrasi 10 ppm ke dalam sampel. Selanjutnya sampel mengalami proses ekstraksi dengan perlakuan yang sama dengan sampel tanpa penambahan larutan standar. Spiking atau penambahan larutan baku pestisida dilakukan pada sampel. Hasil uji perolehan kembali klorpirifos dalam sampel pir yaitu 38,17, dimetoat dalam sampel pir 44,02, dan karbaril dalam sampel stroberi yaitu 38,20. Persen recovery yang rendah memberikan kesimpulan bahwa efisiensi proses preparasi dan pengujian sampel adalah kurang baik.

Hal ini dikarenakan nilai LOD yang rendah, kelarutan senyawa dalam pelarut yang digunakan, dan juga komponen matriks yang terdapat dalam sampel.

(9)

3.3. Analisis Sampel

Prosedur yang dilakukan untuk menganalisa adanya kandungan senyawa pestisida karbaril, klorpirifos dan dimetoat dalam buah yaitu pertama dengan menghomogenkan sampel buah dengan diblender, setelah itu memindahkan dalam tabung dan ditambahkan 15 ml asetonitril. Sonikasi selama 2 menit lalu vorteks selama 5 menit.

Kemudian menambahkan 6 g MgSO4 anhidrat dan 1,5 g sodium klorida kepada campuran larutan.

Kocok kuat-kuat selama 1 menit lalu sentifuge (3000) rpm selama 5 menit. Setelah itu memindahkan 5 ml fasa atas ke dalam tabung 15 ml dan tambahkan 1,8 g MgSO4 anhidrat serta 0,3 g PSA. Kemudian kocok selama 20 detik, dan sentrifuge kembali (3000 rpm) selama 1 menit.

Pindahkan hasil ke vial lalu injek dengan LC- MS/MS.

Untuk menentukan residu pestisida dalam matriks makanan, pelarut yang biasa digunakan seperti aseton, etil asetat, dan asetonitril, karena semua dari mereka memastikan hasil pemulihan analit yang besar. Ekstrak asetonitril dari makanan (buah dan sayur) mengandung sedikit zat pengganggu dibandingkan dengan etil asetat dan ekstrak aseton, dan juga asetonitril dapat dipisahkan cukup mudah dari air, sehingga asetonitril adalah pelarut ekstraksi pilihan dalam metodologi QuEChERS.

Untuk menghindari penggunaan pelarut yang memiliki sifat toksik dan mahal, serangkaian percobaan dilakukan selama pengembangan metodologi QuEChERS dengan penambahan berbagai garam yang dimaksudkan untuk mendorong pemisahan fasa. Garam-garam memungkinkan pestisida dari polaritas yang berbeda untuk dianalisis. Di antara berbagai garam yang diuji, magnesium sulfat dengan efektif memisahkan fase cair dari fase organik,

memfasilitasi partisi analit polar ke fase organik dan menghasilkan persen recovery terbesar dari pestisida, terutama yang sangat polar. MgSO4 tampaknya menjadi pilihan terbaik sebagai garam yang digunakan dalam metode, tetapi selektivitas dari proses ekstraksi juga harus dipertimbangkan.

Dengan memvariasikan jumlah NaCl yang ditambahkan ke sampel selama partisi dengan MgSO4, memungkinkan untuk mengendalikan polaritas dari metode dan begitu juga dengan jumlah interferens dalam ekstrak.

Air dipisahkan dari asetonitril dengan penambahan magnesium sulfat anhidrat dan natrium klorida. Ekstrak tersebut kemudian dibersihkan dengan PSA, yang efisien menghilangkan banyak zat pengganggu polar yang terdapat dalam matriks. Percobaan juga menunjukkan bahwa campuran 6g MgSO4 dan 1,5 g NaCl menghindari co-ekstraksi dari beberapa interferens (seperti fruktosa). Selain itu, magnesium sulfat juga untuk memisahkan air dari pelarut organik, sedangkan primary secondary amine (PSA) yaitu untuk menghapus berbagai asam-asam organik polar, pigmen polar, dan sebagian gula dan asam lemak dan asetonitril sebagai pelarut.

Pada penelitian ini digunakan sampel buah apel, pir, anggur dan stroberi untuk menganalisa adanya kandungan pestisida dalam buah tersebut.

Tabel 5. Hasil analisis sampel Sampel Karbaril

(ng/ml)

Kloririfos (ng/ml)

Dimetoat (ng/ml)

Apel ND ND ND

Pir ND ND ND

Angggur ND ND ND

Stroberi ND ND ND

Pir ND ND ND

Keterangan : Not Detected (ND) karena berada di bawah nilai batas deteksi (LOD).

(10)

Berikut contoh hasil kromatogram ion dari sampel di atas:

Gambar 4. Kromatogram ion untuk senyawa dimetoat pada apel

Berdasarkan hasil analisis, pestisida dimetoat tidak terdapat dalam sampel buah anggur, stroberi, dan pir yang telah diuji. Sedangkan, residu pestisida karbaril dan klorpirifos ditemukan dalam buah-buahan tersebut dengan intensitas yang sangat rendah sehingga tidak terdeteksi oleh alat karena berada dibawah batas deteksi. Sehingga disimpulkan bahwa buah-buahan tersebut masih aman untuk dikonsumsi karena berada dibawah Batas Maksimum Residu yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dalam SNI 7313:2008.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang diperoleh antara lain :

a) Ion prekursor dari senyawa karbaril yaitu m/z 202,1 dengan ion produknya yaitu m/z 145,1 dan m/z 127,1

Ion prekursor dari senyawa klorpirifos yaitu m/z 350 dengan ion produk yaitu m/z 198 dan m/z 97 Ion prekursor senyawa dimetoat yaitu m/z 230 dengan ion produk yaitu m/z 199 dan m/z 125 b) Uji presisi dari senyawa karbaril dan klorpirifos dengan metode pengulangan memberikan hasil

%RSD < 16 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa pengukuran presisi yang dilakukan memenuhi kriteria seksama atau dengan kata lain presisi pengukurannya sangat baik

c) Rentang batas deteksi (LOD) dan batas kuantisasi (LOQ) dari ketiga senyawa yaitu dari konsentrasi 0,01 ppm – 0,215 ppm. Dimana alat hanya dapat mendeteksi suatu analit sampai pada batas terkecil 0,1 ppm.

d) Berdasarkan hasil analisis sampel, pestisida dimetoat tidak terdapat dalam buah anggur, stroberi, dan pir yang telah diuji. Sedangkan, residu pestisida karbaril dan klorpirifos ditemukan dalam buah-buahan tersebut dengan intensitas yang sangat rendah sehingga tidak terdeteksi oleh alat karena berada dibawah batas deteksi. Sehingga disimpulkan bahwa buah-buahan tersebut masih aman untuk dikonsumsi karena berada dibawah Batas Maksimum Residu yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dalam SNI 7313:2008.

e) Metode QuEChERS mampu beradaptasi dan dapat dengan mudah disesuaikan untuk mengatasi matriks baru melalui pemilihan alternatif pelarut.

DAFTAR ACUAN

Agilent Technologies, (2001), Agilent LC-MS Primer. U.S.A 5988-2045EN.

Agilent Technologies, (2010), Agilent SampliQ QuEChERS Kits. U.S.A 5990-3562EN.

Badan Standardisasi Nasional. 2008. Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. SNI 7313:2008, ICS 65.

100.01.

Extension Toxicology Network (1996) Pesticide Information Profiles.

Gustini, S., Hendra, P., & Djoko, P. (2001). Residu Pestisida Pada Tiga Jenis Buah Impor.

Buletin Kimia,1, 113-118.

(11)

Kmellár, B., et al. Validation and uncertainty study of a comprehensive list of 160 pesticide residues in multi-class vegetables by liquid chromatography–tandem mass spectrometry, Journal of Chromatography A, 1215 (2008) 37–50.

Lehotay, Steven J. (2004). Quick, Easy, Cheap, Effective, Rugged and Safe (QuEChERS) Approach for Determining Pesticide Residues. In Press Pesticide Analysis in Methods in Biotechnology, Eds. J.L. Vidal Martinez and A. Garrido Frenich, Humana Press, USA.

Michael J. Taylor, Kenneth Hunter, Kirsty B.

Hunter, David Lindsay, and Soazig Le Bouhellec, Multi-residue method for rapid screening and confirmation of pesticides in crude extracts of fruits and vegetables using isocratic liquid chromatography with electrospray tandem mass spectrometry, Journal of Chromatography A, 982 (2002) 225–236.

QuEChERS Procedure for Multi-Residue Pesticide Analysis, (2011), DisQuE Dispersive Sample Preparation. U.S.A 720003643EN.

Sukesh Narayan Sinha, K. Vasudev, & M. Vishnu Vardhana Rao, Quantification of organophosphate insecticides and herbicides in vegetable samples using the

„„Quick Easy Cheap Effective Rugged and Safe‟‟ (QuEChERS) method and a high- performance liquid chromatography–

electrospray ionisation–mass spectrometry (LC–MS/MS) technique. Food Chemistry 132 (2012) 1574–1584.

Referensi

Dokumen terkait

2. ,emotivasi pasien dan keluarga untuk kontrol bila obat akan habis serta konsultasi kepada dokter bila ada keluhan yang lain. =apak7buk luka operasi insya&lt;llah bagus$bila

Seorang perempuan umur 35 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan muka merot ke kanan dan mata kiri tidak dapat menutup, yang dialami sejak 2 hari yang lalu..

Persebaran geografu dari hidrate di samudera dunia, berumur sekarang hingga Pleistosen dan bersifat air tawar ,tidak dapt dijelaskan dengan istilah ( batuan

Penelitian ini melibatkan dua kelas XI MIPA 1 dan XI MIPA 3 yang berjumlah 27 orang siswa (kelas eksperimen) dan 25 orang siswa (kelas kontrol). Kelas dipilih dengan

Pendidikan Pancasila yang mencakup unsur filsafat Pancasila di perguruan Tinggi dengan. kompetensinya bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mencari cara yang terbaik untuk memisahkan glukomanan dari pati pada umbi talas, iles-iles yang masih segar dan iles-iles yang sudah

Dalam rangka mengembangkan potensi clan daya saing Indonesia, dibutuhkan sebuah grand design sebagai strategi baru pengembangan Indonesia yang dirancang dengan mengutamakan

Pengaruh Lama Periode Indukan (Brooding) dan Level Protein Ransum Periode Starter terhadap Tingkah Laku Pada Ayam Kedu Hitam Umur 0-10 Minggu dan penelitian yang