• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II GEOLOGI REGIONAL"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II.1. Fisiografi dan Morfologi

Berdasarkan tataan fisiografi (Van Bemmelen, 1949), daerah Tulungagung termasuk dalam Lajur Pegunungan Selatan Pulau Jawa, yang bagian utaranya berbatasan dengan Lajur depresi yang ditempati oleh Gunung Wilis (Gambar II.1).

Morfologi daerah Tulungagung dapat dibagi menjadi 3 satuan, yaitu perbukitan, dataran dan karst (Gambar II.2).

Gambar II.1. Tatanan Fisiografi Pulau Jawa (Van Bemmelen, 1949).3

Satuan perbukitan menempati wilayah sekitar 15% luas daerah, memiliki ketinggian 300-987 m di atas permukan laut, puncak tertinggi pada satuan ini adalah Gunung Jawar (987 m). Satuan ini disusun oleh batuan gunungapi dan endapan turbidit Oligo-Miosen. Beberapa tonjolan bukit pada satuan ini dibentuk oleh batuan terobosan tersusun oleh batuan beku tipe asam hingga menengah (Nahrowi dkk, 1978). Sungai besar yang mengalir pada satuan ini adalah Sungai Pandeyan dan Sungai Gede. Sungai tersebut berpola meranting membentuk lembah yang

(2)

6

curam dan dalam. Satuan ini dominan tersebar di bagian barat dan utara. Tebing curam berbentuk melingkar terdapat di sekitar Teluk Sumbreng di pantai selatan dan di barat Kampak (Nahrowi dkk, 1978).

Gambar II.2. Geomorfologi Regional Kabupaten Tulungagung (Nahrowi dkk, 1978).4

Satuan pedataran yang merupakan satuan terluas mencakup sekitar 50% luas Lembar. Sebarannya meliputi bagian tengah Lembar, dan meluas ke timur. Satuan ini menurut (Nahrowi dkk, 1978) disusun oleh endapan aluvial yang rata-rata memiliki ketinggian 0-50 m di atas muka laut. Sungai utama pada satuan ini adalah

(3)

7

Sungai Brantas dan Sungai Growo. Sungai ini memiliki percabangan yaitu Sungai Gasinan, Sungai Munjungan dan Sungai Campurdarat. Tulungagung merupakan daerah dataran banjir Sungai Brantas. Daerah rawa-rawa di sekitar Campurdarat dikenal sebagai Rawa Gabak dan Rawa Bening (Nahrowi dkk, 1978). Sungai- sungainya mempunyai aliran yang berkelok-kelok (meander) dan berlembah lebar.

Beberapa bukit menjulang lebih dari 200 m di atas muka laut di selatan Trenggalek yang disusun oleh batuan Oligo-Miosen (Nahrowi dkk, 1978).

Satuan perbukitan karst menempati sekitar 35% dari total luas Lembar Tulungagung. Satuan ini rata-rata menjulang lebih dari 250 m di atas muka laut, disusun oleh batuan karbonat. Beberapa ketinggian pada satuan ini disusun oleh batuan sedimen dan batuan gunungapi. Sungai-sungai pada satuan ini umumnya berlembah sempit dan curam (Nahrowi dkk, 1978).

II.2. Tatanan Stratigrafi

Dilihat dari peta geologi regional Lembar Tulungagung (Gambar II.3), satuan tertua yang tersingkap di Lembar Tulungagung berupa himpunan batuan Oligo-Miosen kelompok Grendulu. Himpunan batuan ini terdiri dari Formasi Arjosari (Toma) berupa jajaran endapan turbidit yang kearah mendatar berangsur berubah menjadi batuan gunungapi Formasi Mandalika (Tomm). Kelompok Orcubulu ditindih selaras oleh Formasi Campurdarat (Tmcl) yang disusun oleh batuan karbonat berumur Miosen Awal. Ketiga Formasi di atas dipengaruhi oleh terobosan batuan beku bersusunan asam hingga menengah (Tomi; di, da, an). Formasi ini juga tertindih tak selaras oleh Formasi Jaten, Formasi Wuni dan Formasi Nampol.

Formasi Jaten (Tmj) berumur Akhir Miosen Awal dan merupakan kumpulan batuan klastik hasil rombakan batuan yang lebih tua. Satuan ini ditindih selaras oleh jajaran batuan gunungapi dan klastika gunungapi Formasi Wuni (Tmw) yang berumur Awal Miosen Tengah. Formasi Nampol (Tmn) yang juga berumur Awal Miosen Tengah disusun oleh batuan klastika, menindih selaras Formasi Wuni. Satuan ini ditindih selaras oleh himpunan batuan karbonat Formasi Wonosari (Tmwl) yang berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Batuan Gunungapi Wilis (Qpwv) yang

(4)

8

berumur Pleistosen menindih tak selaras satuan yang lebih tua. Satuan termuda di Lembar ini adalah aluvium (Qa) yang merupakan endapan sungai, pantai dan rawa (Samodra dkk, 1992). (lihat Gambar II.4).

Gambar II.3. Geologi Regional Kabupaten Tulungagung.(Samodra dkk, 1992)5

II.2.1 Endapan Permukaan

Aluvium (Qa) terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur.

Aluvium ini merupakan endapan sungai, pantai dan rawa. Daerah Tulungagung merupakan dataran aluvial dan daerah dataran banjir selatan. Daerah berawa-rawa dijumpai di sekitar campurdarat yaitu Rawa Babuk dan Rawa Bening.

II.2.2 Batuan Sedimen a) Formasi Arjosari (Toma)

Formasi ini terdiri dari beberapa jenis litologi seperti breksi, batupasir, batulanau, batulempung, dan konglomerat dengan sisipan batuan gunungapi. Breksi pada formasi ini berwarna kelabu hingga kelabu kehijauan terdiri dari komponen andesit, dasit, diorit, batupasir, batulanau, batulempung dan batugamping. Komponen pada batuan ini umumnya berukuran 5-25 cm, menyudut membundar tanggung, terpilah

(5)

9

buruk, bermasadasar batupasir kasar tufan. Tebal batuan ini berkisar antara 2 dan 10 m. Batuan ini umumnya telah terubah dan tersilikakan.

Batupasir pada formasi ini berwarna kelabu atau kelabu kehijauan, berbutir kasar hingga sangat kasar, berlapis baik, tufan dan setempat mengandung lensa-lensa kecil batulempung. Tebal lapisan batupasir ini berkisar antara 1 hingga 2 m.

Batulanau pada formasi ini berwarna kelabu kecoklatan atau kelabu kekuningan.

Sebagian dari batuan ini tersilikakan dan berlapis baik. Tebal lapisan antara 10-20 cm.

Batulempung pada formasi ini berwarna kelabu kecoklatan atau cokelat kehijauan, berlapis, tufan dan sebagian tersilikakan. Tebalnya berkisar antara 5-10 cm.

Konglomerat pada formasi ini berwarna kelabu kehijauan; terdiri dari fragmen andesit, diorit, dasit, batupasir dan batulempung. Fragmen pada batuan ini berukuran 2-5 cm, membundar tanggung hingga membundar, kemas terbuka dan bermasadasar pasir tufan kasar. Batuan ini sebagian mengalami ubahan sehingga berwarna kehijauan. Batuan ini mempunyai ketebalan antara 1-3 m. Batuan gunungapi pada formasi ini berupa breksi gunungapi, lava dan tuf. Batuan ini umumnya menempati bagian atas formasi.

Foraminifera yang dapat digunakan untuk menentukan umur satuan tidak dijumpai (Nahrowi dkk, 1978). Fosil yang terdapat dalam batugamping, merupakan komponen di dalam breksi. Fosil ini umumnya telah terkristalin ulang sehingga sulit dikenali. Pada Lembar Pacitan satuan ini banyak mengandung bongkahan atau lensa batugamping berfosil. Struktur perlapisan bersusun dijumpai pada breksi dan konglomerat. Struktur perlapisan juga dapat dijumpai pada batupasir berbutir sangat kasar dibeberapa tempat.

Batulempung dan batulanau mempunyai struktur konvolut. Sedangkan struktur sejajar dan struktur menggelombang banyak dijumpai pada lapisan batupasir.

Perulangan batupasir dan batulempung serta adanya endapan sungai yang didominasi oleh breksi memberikan pendugaan bahwa satuan ini merupakan jajaran

(6)

10

endapan turbidit proksimal. Tebal seluruh satuan diduga lebih dari 500 m. Sebagian besar batuannya terubah sedang hingga kuat akibat pengaruh terobosan. Selain itu, batuan yang ada di daerah ini telah tersilikakan dan terkloritkan sehingga berwarna kehijauan. Satuan ini tersebar di bagian barat hingga utara Lembar dan menempati wilayah perbukitan yang menerus ke barat hingga Lembar Pacitan. Nama Formasi Arjosari pertama kali diusulkan oleh (Samodra dkk, 1992) untuk jajaran endapan turbidit Oligo-Miosen di Lembar Pacitan. Formasi ini mempunyai kesamaan umur dengan batuan gunung api, sehingga keduanya dikelompokkan dalam Kelompok Grendulu. Letak singkapan yang baik untuk mengamati formasi ini terdapat di Sungai Grendulu, di Lembar Pacitan, Jawa Timur.

b) Formasi Campurdarat (Tmcl)

Formasi ini terdiri dari batugamping kristalin bersisipan batulempung karbonatan.

Batugamping kristalin berwarna kelabu muda hingga tua, kompak, pejal dan berfosil. Sebagian terpualamkan dan terpiritkan. Batugamping berongga yang tersingkap di Sukoharjo mengandung mangan. Tebal batuan ini berkisar antara 10- 50 m. Batugamping pada formasi ini banyak mengandung koral, ganggang, moluska, duri echinoid dan foraminifera. Beberapa foraminifera yang dapat dikenali adalah Lepidocyclina sp., Miogypsina sp., Operculina sp., Gypsina sp., Amphistegina sp., Pullenia sp., Quinquelocullina sp., Marginopora sp., dan Flosculinella sp. Kumpulan fosil tersebut menunjukkan umur dikisaran Miosen Awal. Lingkungan pengendapan batuan ini adalah laut dangkal yang berhubungan dengan terumbu. Batugamping dari satuan ini mirip dengan lensa batugamping dalam jajaran batuan klastika dan batuan gunungapi Formasi Jaten, Formasi Wuni dan Formasi Nampol. Satuan ini menjemari kearah samping dengan satuan-satuan batuan yang berumur Akhir Miosen Awal.

Formasi campurdarat ditindih secara selaras oleh Formasi Arjosari dan batuan gunungapi Oligo-Miosen. Selain itu, Formasi Campurdarat juga dipengaruhi oleh batuan terobosan sehingga sebagian terpualamkan dan terpiritkan. Formasi ini tersebar di beberapa tempat di bagian barat, tengah, utara dan timur lembar. Sebaran formasi ini menerus ke barat Lembar Pacitan hingga ke timur Lembar Blitar. Tebal

(7)

11

keseluruhan formasi ini diduga tidak kurang dari 300 m. Nama Formasi Campurdarat diajukan untuk memberi nama jajaran batuan karbonat di Lembar ini.

Gambar II.4. Tatanan Stratigrafi Lembar Tulungagung. (Samodra dkk, 1992).6

Pada tatanan stratigrafi Lembar Tulungagung, batugamping yang umurnya Awal Miosen Tengah disatukan dengan batugamping Miosen Awal. Lingkungan pengendapan kedua batugamping tersebut berada pada laut dangkal yang berhubungan dengan terumbu dan terendapkan secara tidak selaras dengan formasi- formasi yang ada dibawahnya.

(8)

12 1) Formasi Jaten (Tmj)

Formasi ini terdiri dari perulangan batupasir kuarsa, batulempung dan konglomerat bersisipan lignit dan tuf, serta batugamping di beberapa tempat. Batupasir kuarsa berwarna kecoklatan, agak kompak, berlapis baik, dan berbutir sedang-kasa. Batuan ini terdiri dari kuarsa, felspar dan hornblende. Butiran pada batuan ini menyudut tanggung-membundar tanggung, dan terpilah sedang-baik. Tebal lapisannya berkisar antara 20-50 cm. Di beberapa tempat formasi ini ditemukan berstruktur lapisan sejajar dan menggelombang.

Batulempung pada formasi ini berwarna kelabu kehitaman, karbonatan agak padat, dan berlapis tipis antara 10-20 cm. Sebagian dari batulempung pada formasi ini menyerpih dengan serpihan berbitumen. Konglomerat pada formasi ini berwarna coklat kekuningan terdiri dari komponen andesit, dasit, batupasir, batulempung.

Fragmen tersebut berukuran 2-4 cm dan bermasadasar batupasir kasar dengan tingkat kebundaran membundar-membundar tanggung. Batuan ini mempunyai kemas terbuka, terpilah sedang, dan mempunyai struktur perlapisan. Tebal lapisannya berkisar antara 40-60 cm.

Lignit berwarna hitam atau hitam kelabu, umumnya dijumpai sebagai sisipan di bagian bawah dan tengah formasi. Tebal batuan ini rata-rata sekitar 10 cm. Tuf pada formasi ini berwarna cokelat kemerahan, berbutir halus-sedang. Tuf ini terdiri dari mineral feldspar, kuarsa, hornblenda dan pecahan kaca gunungapi. Batuan ini sebagian besar telah mengalami pelapukan. Tuf dan lignit pada formasi ini merupakan sisipan di bagian bawah dan tengah formasi.

Batugamping pada formasi ini memiliki warna coklat kelabu, kompak, dan berfosil.

Batuan ini merupakan sisipan atau lensa di bagian tengah dan atas formasi. Tebal batuan ini berkisar antara 20-50 cm. Batugamping pada formasi ini mengandung koral, ganggang, duri echinoid, dan Lepidocyclina sp., yang menunjukkan umur sekitar Miosen. Berdasarkan letak stratigrafinya, satuan ini diduga berumur Akhir Miosen Awal (Samodra dkk, 1992). Lingkungan pengendapan formasi ini adalah kawasan peralihan hingga daratan yang dipengaruhi oleh kondisi reduksi pada laut dangkal atau lagun (Sartono, 1964). Formasi ini memiliki ketebalan dengan kisaran

(9)

13

100 m. Formasi ini tersebar di bagian barat dan utara lembar namun singkapannya hanya didapati secara setempat. Formasi Jaten yang tersingkap di bagian utara Lembar menerus hingga Lembar Madiun (Hartono dkk, 1992). Formasi ini menindih selaras Formasi Campurdarat, meskipun ada kecenderungan berhubungan secara menjemari ke arah samping. Nama Formasi Jaten pertama kali diusulkan oleh Sartono (1964) yang ditemukan di Desa Jaten, Lembar Pacitan, Jawa Timur.

2) Formasi Nampol (Tmn)

Formasi Nampol (Tmn) terdiri dari perulangan batulempung, batupasir, dan tuf bersisipan konglomerat dan breksi. Batulempung pada formasi ini berwarna kecoklatan atau kelabu, berlapis baik, sebagian kompak dan keras, karbonatan dan lignitan. Tebal lapisannya berkisar antara 20-30 cm.

Batupasir yang ditemukan pada formasi ini memiliki warna coklat kekuningan, berlapis, tufan, dan berbutir sedang-kasar. Batuan ini tersususn dari felspar, kuarsa dan mineral mafik. Pada sebagian tempat, batuan ini dijumpai memiliki perlapisan.

Tebal lapisan batuan ini berkisar antara 20-40 cm.

Tuf pada formasi ini memiliki warna merah hati atau coklat kemerahan. Secara umum batuan ini sudah mengalami pelapukan. Batuan ini berukuran pasir-lapili dan merupakan tuf kristalin yang disusun oleh kuarsa, felspar, hornblenda dan pecahan kaca gunungapi. Lithic tuff juga banyak dijumpai di sebagian tempat yang mengandung komponen batuan beku yang bersifat pasiran. Selain itu batuan ini mempunyai struktur perlapisan sejajar dan silang-siur. Tuf pada formasi ini memiliki ketebalan beragam, antara 30-60 cm.

Konglomerat pada formasi ini memiliki warna coklat kemerahan dan sebagian besar telah mengalami pelapukan. Batuan ini terdiri dari komponen batupasir, batulempung, tuf dan batuan beku. Fragmen batuan ini memiliki ukuran 2-5 cm, membundar tanggung-membundar, kemas terbuka dan terpilah buruk. Struktur

(10)

14

sedimen yang dapat dijumpai adalah perlapisan. Batuan ini berupa sisipan di dalam batupasir yang memiliki ketebalan berkisar antara 20-30 cm.

Breksi pada formasi ini memiliki warna coklat kelabu, kompak dan sebagian besar disusun oleh andesit, dasit, diorit, batulempung, dan batupasir secara setempat.

Batuan ini memiliki ukuran 10-30 cm, menyudut tanggung-membundar tanggung, bermasa dasar batupasir kasar tufan, terpilah buruk dan mempunyai kemas terbuka.

Breksi ini tebalnya berkisar antara 1-2 m dan merupakan sisipan di bagian bawah formasi. Formasi Nampol di Lembar ini bersentuhan langsung dengan Formasi Campurdarat yang berumur Miosen Awal. Bagian bawah formasi ini mempunyai kecenderungan menjemari dengan bagian atas dari batugamping Miosen Awal.

Batulempung pada formasi ini dapat disebandingkan dengan batulempung karbonatan Formasi Campurdarat yang merupakan sisipan di bagian atas satuan batugamping. Berdasarkan kedudukan stratigrafi dan kesebandingannya dengan satuan sejenis di Lembar Pacitan (Samodra dkk, 1992), satuan ini diduga berumur Miosen Tengah. Satuan ini terbentuk dilingkungan laut dangkal yang berdekatan dengan daerah peralihan. Tebal keseluruhan dari formasi ini kurang dari 100 m.

Nama Formasi Nampol pertama kali diusulkan oleh Sartono (1964), dengan lokasi singkapan di Sungai Nampol, di Lembar Pacitan, Jawa Timur.

3) Formasi Wonosari (Tmwl)

Formasi Wonosari (Tmwl) terdiri dari batugamping terumbu, batugamping berlapis, batugamping berkepingan, batugamping pasiran kasar, batugamping tufan dan napal. Batugamping terumbu pada formasi ini berwarna putih kelabu, kompak, dan banyak dijumpai foraminifera, ganggang dan briozoa yang permukaannya kasar dan tajam. Batugamping berlapis pada formasi ini berwarna kelabu.

Perlapisan pada batuan ini memliki ketebalan beberapa mm sampai beberapa cm.

Batuan ini juga memiliki fosil foraminifera yang tersingkap dengan batuan lainnya secara berselingan. Batugamping berkepingan pada formasi ini berwarna kelabu- coklat dan mengandung fosil foraminifera yang ukuran kepingannya berkisar antara 0,5-3 cm. Batuan ini terdiri dari material klastika, tuf dan batuan beku.

(11)

15

Batugamping pasiran kasar pada formasi ini berwarna kelabu-kuning keruh. Batuan ini memiliki butir yang kasar dengan komponen kristalin seperti mineral kalsit, kuarsa, mineral mafik dan pecahan batuan. Batugamping tufan pada formasi ini memiliki warna kelabu-putih keruh dan di beberapa tempat dijumpai fosil foram, moluska dan ganggang. Tebal perlapisan pada batuan ini berkisar antara 0,5-20 cm berupa sisipan dalam batugamping pasiran.

Napal pada formasi ini memiliki warna kelabu kehijauan, berlapis tipis antara 5-20 cm. Batuan ini mengandung fosil foraminifera dan moluska serta sisa tumbuhan dan sisipan lignit dengan ketebalan antara 3-10 cm. Formasi ini menindih selaras Formasi Jaten dan Formasi nampol. Tebal formasi ini diperkirakan sekitar 80-400 m dan tersebar di utara Lembar yang menerus ke arah utara pada Lembar Madiun.

Formasi ini juga menerus dari bagian tenggara Lembar hingga ke arah timur pada Lembar Blitar. Nama Formasi Wonosari diajukan oleh (Sartono, 1964) dengan lokasi singkapan terletak di Wonosari, Jawa Tengah.

II.2.3 Batuan Gunungapi 1) Formasi Mandalika (Tomm)

Formasi ini terdiri dari breksi gunungapi, lava dan tuf, bersisipan batupasir dan batulanau. Breksi gunungapi pada formasi ini memiliki warna kelabu kecoklatan hingga kelabu kehijauan, kompak, dan pejal. Batuan ini terdiri dari fragmen andesit, dasit, diorit dan basal dengan ukuran 3-30 cm. Fragmen pada batuan ini mempunyai bentuk menyudut-membundar tanggung, kemas tertutup, terpilah sangat buruk dan bermasa dasar batupasir tufan kasar. Sebagian besar batuannya terubah dan tersilikakan sehingga berwarna kehijauan. Tebal batuan ini beragam mulai dari 5 sampai lebih dari 10 m. Batuan ini banyak mengandung urat kuarsa secara setempat yang arahnya tidak teratur.

Lava pada formasi ini berwarna kehitaman, kelabu kehitaman atau hitam kehijauan.

Batuan ini memiliki bentuk yang kompak, tersusun atas andesit-basal dan mempunyai tekstur porfiritik yang halus. Batuan ini tersusun atas mineral plagioklas dan piroksin dengan masadasar mikrolit plagioklas. Batuan ini umumnya

(12)

16

terpropilitkan dan tersilikakan serta membentuk kekar kolom dan melembar dibeberapa tempat. Bidang pada kekar kolom ini terisi oleh pirit.

Tuf pada formasi ini berwarna coklat kekuningan dan berukuran halus-sedang.

Sebagian tuf pada formasi ini juga terksilikakan. Batuan ini memiliki ketebalan berkisar antara l-2 m. Tuf pada formasi ini umumnya menempati bagian tengah dan atas satuan bersama dengan breksi gunungapi dan lava.

Batupasir dan batulanau pada formasi ini bersifat tufan hadir sebagai sisipan di bagian bawah formasi. Batuan ini memiliki ketebalan berkisar antara 20-50 cm.

Sebagian besar juga mengalami ubahan sehingga berwarna kehijauan. Kedua batuan tersebut saling berselang lapis. Satuan ini diterobos oleh batuan granit, dasit dan andesit seperti yang dijumpai di sekitar Munjungan. Fosil tidak ditemukan dalam satuan ini, sehingga penentuan umurnya dilakukan dengan melihat kesetaraan dengan satuan sejenis di Lembar Pacitan (Samodra dkk, 1992).

2) Formasi Wuni (Tmw)

Formasi Wuni (Tmw) terdiri dari breksi gunungapi, tuf, batupasir, dan batulanau yang umumnya bersifat tufan dengan sisipan batu gamping. Breksi gunungapi pada formasi ini berwarna coklat kelabu, kompak, dan pejal. Batuan ini terdiri dari fragmen andesit, dasit dan basal yang berukuran 10-40 cm. Bentuk fragmen pada batuan ini menyudut tanggung hingga menyudut dengan masadasar batupasir tufan kasar. Secara setempat batuan ini mengandung serpihan kayu tersilikakan.

Tuf pada formasi ini berwarna putih kekuningan, berbutir halus-kasar dan secara setempat mengandung bongkahan silika. Umumnya batuan ini merupakan tuf kristalin yang berbutir kasar berupa lithic tuff yang banyak mengandung komponen batuan beku. Tebal batuan ini beragam berkisar antara 20-50 cm.

Batupasir pada formasi ini berwarna coklat kekuningan, berbutir sedang-kasar dan bersifat tufan. Batuan ini disusun oleh mineral kuarsa, felspar, piroksen dan sedikit

(13)

17

komponen batuan beku. Batupasir ini berupa sisipan di dalam breksi gunungapi, ketebalan batuan ini berkisar antara 10-40 cm.

Batulanau pada formasi ini berwarna kecoklatan, bersifat tufan dan bersama batupasir menjadi sisipan di dalam breksi gunungapi. Tebal lapisan batuan ini rata- rata sekitar 20 cm. Batugamping pada formasi ini berwarna coklat kekuningan, pejal, dan berfosil. Batuan ini merupakan sisipan atau lensa-Iensa di bagian tengah dan atas satuan dengan ketebalan lapisan rata-rata berkisar 25 cm. Fosil yang terdapat pada batugamping ini diantaranya adalah ganggang, echinoid, Lepidocyclina sp., Globigerinoides trilobus, Sphaeroidinellopsis sp., dan Planorbulina sp., yang menunjukkan umur Miosen Tengah. Pada Lembar ini, bagian bawah satuan tersebut bersentuhan langsung dengan Formasi Mandalika dan Formasi Campurdarat. Satuan ini juga ditindih selaras oleh Formasi Nampol.

Berdasarkan ke sebandingannya dengan satuan sejenis di Lembar Pacitan (Samodra dkk, 1992), satuan ini diduga berumur Akhir Miosen Awal, yaitu sesudah pengendapan Formasi Jaten dan sebelum pembentukan Formasi Nampol.

Lingkungan pengendapan formasi ini adalah kawasan darat hingga peralihan.

Sebaran formasi ini hanya setempat dan menempati wilayah perbukitan menggelombang di bagian tengah dan timur lembar. Bagian dari formasi ini yang tersingkap di bagian utara lembar merupakan lanjutan satuan tersebut dari Lembar Madiun (Hartono dkk., 1990). Ketebalan formasi diduga kurang dari 100 m. Nama Formasi Wuni pertama kali diusulkan oleh Sartono (1964) dengan lokasi singkapan di Sungai Wuni, di Lembar Pacitan, Jawa Timur.

3) Formasi Gnungapi Wilis (Qpwv)

Formasi ini terdiri dari lava andesite-basalt yang memiliki warna kelabu kehitaman, dan kompak. Secara setempat formasi ini menunjukkan struktur aliran, porfiritik, bertektur halus, berkomposisi plagioklas, hornblenda, piroksen, dan bijih di dalam masadasar mikrolit plagioklas. Lava ini sebagian terkekarkan secara melembar dan membentuk perulangan dengan breksi gunungapi. Ketebalan batuan ini beragam antara 1-2 m. Breksi gunungapi pada formasi ini berwarna kelabu kecoklatan, pejal, dan kompak. Batuan ini terdiri dari komponen andesite dan basalt berukuran 10-50

(14)

18

cm, membundar tanggung, kemas terbuka dan terpilah buruk. Tebal singkapannya berkisar dari 5 sampai lebih dari 10 m. Tuf pada formasi ini berwarna merah kecoklatan, sebagian besar lapuk, berbutir sedang hingga kasar. Secara setempat banyak mengandung komponen batuapung. Ketebalan lapisan batuan ini berkisar antara 2-5 m. Sebaran satuan ini terbatas di bagian utara Lembar dan menerus ke Lembar Madiun (Hartono dkk, 1992). Tebal seluruh satuan diduga tidak kurang dari 100 m. Berdasarkan kesebandingannya dengan formasi yang terdapat dilembar Madiun, batuan gunungpi ini berumur Plistosen (Hartono dkk, 1992). Satuan ini menindih tidak selaras batuan yang lebih tua.

II.2.4 Batuan Terobosan

Batuan terobosan di Lembar Tulungagung umumnya terdiri dari batuan asam hingga menengah. Bentuknya yang sangat khas memberikan pendugaan kalau beberapa diantaranya berupa stock. Batuan terobosan tersebut terdiri dari:

1) Batuan Diorit (Tomi; di)

Diorit (Tomi; di) memiliki ciri batuan yang segar berwarna kelabu dan agak kecoklatan apabila mengalami pelapukan. Pada pengamatan petrografi menunjukkan tekstur porfiritik dengan komposisi plagioklas 50%, ortoklas 20%, hornblenda 10%, kuarsa 10%, biotit 5% dan bijih 5%. Fenokris pada batuan ini berukuran 0,6-0,8 mm dan berbentuk subhedral. Secara setempat ditemukan jenis diorit lainnya diantaranya diorit kuarsa dan mikrodiorit.

2) Batuan Andesit (Tomi; an)

Batuan ini memiliki ciri warna kelabu kehitaman. Sayatan tipis batuan ini menunjukkan tekstur porfiritik dengan komposisi andesin 40%, kuarsa 20%, ortoklas 15%, biotit 10%, bijih 5%. Mineral pada batuan ini umumnya berukuran 0,3-0,5 mm yang berbentuk subhedral. Mineral ini tertanam di dalam masadasar mikrolit plagioklas dan kaca gunungapi sebesar 15%. Sebagian felsparnya telah mengalami pelapukan sehingga menjadi mineral lempung.

(15)

19 3) Batuan Dasit (Tomi; da)

Batuan dasit (Tomi; da) memiliki ciri warna kelabu tua hingga agak kehitaman apabila segar dan berwarna kecoklatan apabila telahv lapuk. Sayatan tipis batuan ini memperlihatkan tekstur porfiritik dengan komposisi plagioklas 30%, ortoklas 10%, kuarsa 30%, biotit 10%, dan bijih 5%. Mineral ini berukuran 0,5-1 mm yang berbentuk subhedral. Mineral pada batuan ini terdapat didalam masadasar mikrolit kuarsa dan felspar sebesar 15%. Formasi batuan yang dipengaruhi oleh terobosan ini batuan dasit ini adalah Formasi Arjosari, Mandalika, dan Campurdarat.

Terobosan ini secara setempat mengubah batulempung menjadi lebih keras dan berwarna hitam serta mengubah sebagian batugamping menjadi pualam. Formasi- formasi tersebut selain terpropilitkan juga tersilikakan dan terpiritkan. Batuan terobosan ini diduga terbentuk pada Miosen Tengah sebelum pembentukan Formasi Jaten. Batuan terobosan ini tersebar secara terpisah terutama di sekitar Teluk Prigi dan tersingkap kecil di bagian baratlaut.

II.3. Struktur dan Tektonika

Secara struktur Lembar Tulungagung ditempati oleh sesar-sesar yang berarah barat laut-tenggara dan timurlaut-baratdaya (Gambar II.5). Gerakan mendatar dari sesar- sesar tersebut lebih banyak dibandingkan dengan gerakan turunnya sehingga ditafsirkan sebagai sesar geser-jurus. Sesar yang berarah timurlaut-baratdaya adalah sesar geser-jurus mengiri (sinistral) seperti Sesar Puger dan Sesar Kambengan.

Sementara itu sesar yang arahnya baratlaut-tenggara mempunyai gerakan mendatar menganan (dekstral) diantaranya Sesar Ngajaran. Beberapa sesar yang diduga cerminan dari kelurusan yang arahnya barat-timur atau hampir utara-selatan adalah sesar turun. Beberapa sesar di daerah ini menerus ke Lembar Pacitan dan Lembar Madiun. Lipatan yang terdapat di Lembar ini adalah Sinklin yang menyebabkan pelapukan pada lapisan batugamping Miosen Awal Formasi Campurdarat. Sinklin ini mempunyai sumbu yang arahnya timurlaut-baratdaya. Arah penekanan tersebut berkaitan dengan kegiatan penunjaman Lempeng Samudera Hindia-Australia ke bawah Lempeng Benua Asia pada Oligo-Miosen. Kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya kegiatan gunungapi bawah laut yang menghasilkan jajaran batuan

(16)

20

gunungapi yang berhubungan dengan pembentukan endapan turbidit di sepanjang lereng curam yang dikenal sebagai Kelompok Grendulu.

Gambar II.5. Struktur Geologi Regional Kabupaten Tulungagung.(Samodra dkk, 1992) 7

Tulungagung

(17)

21 II.4. Pola Aliran Sungai

Pola aliran sungai di Lembar Tulungagung adalah dendritik (Nahrowi dkk, 1978).

Aliran sungainya yang berkelok dan lembahnya yang lebar memberikan pendugaan bahwa erosinya berstadium dewasa hingga tua dan berlembah lebar. (Gambar II.6).

Gambar II.6. Pola Aliran Sungai di Lembar Tulungagung.(Nahrowi dkk, 1978). 8

Gambar

Gambar II.5. Struktur Geologi Regional Kabupaten Tulungagung. (Samodra dkk, 1992) 7

Referensi

Dokumen terkait

pembentukan formasi yang paling tua yaitu Formasi Menanga (Km), dan memiliki jeda waktu untuk pembentukan empat formasi secara bersama dan diendapkan secara tidak

Berdasarkan pada peta geologi regional Lembar Obi (Sudana dkk, 1994) urut-urutan pembentukan batuan di daerah Obi dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

Klastik Tondo berasal dari erosi lapisan Pra-Miosen selama tumbukan Buton dan Muna/Sulawesi Tenggara yang terjadi pada Miosen Awal-Tengah.. Fasies klastik

Secara umum, stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah tersusun atas beberapa unit formasi, mulai dari paling tua hingga yang paling muda adalah Batuan Dasar (Basement),

Satuan Formasi Lemau merupakan batuan sedimen zaman Tersier berumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir yang pada umumnya berupa batupasir tufan atau

Lengan utara terdiri dari batuan busur vulkanik yang berhubungan dengan subduksi Lempeng Laut Maluku ke arah barat pada Paleogen Akhir sampai Neogen (Jezek dkk.,

Fasies kedua adalah fasies yang terbentuk selama akhir syn rift dan berkembang pada bagian bawah ekuivalen Formasi Talang Akar pada formasi ini batuan indukk

Pada Kala Miosen Awal berlangsung aktivitas gunungapi dengan batuan bersifat basalt sampai andesit yang berasal dari selatan dan terendapkan dalam Cekungan Bogor yang pada kala