• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Asuhan Keperawatan Profesional

2.1.1 Definisi Model Asuhan Keperawatan Profesional

Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart &

Woods, 1996 dalam Hamid, 2001).

Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan professional. Mc. Laughin, Thomas dean Barterm (1995) mengidentifikasikan 8 model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di rumah sakit adalah Keperawatan Tim dan Keperawatan Primer (Marquis & Huston, 2013).

Setiap jenis model dasar pengelolaan asuhan keperawatan telah mengalami banyak modifikasi sehingga mengahasilkan isitilah baru, saat ini keperawatan primer sering disebut sebagai model praktik profesional dan keperawatan tim sering disebut mitra dalam asuhan atau mitra layanan pasien dan berbagai nama serupa lainnya (Burns dalam Marquis & Huston, 2013). Lima model utama pengelolaan asuhan keperawatan untuk pemberian asuhan pasien adalah (1) asuhan pasien total, (2) keperawatan professional, (3) tim dan keperawatan modular, (4) keperawatan primer dan (5) manajemen kasus.

Pemilihan model pengelolaan pemberian asuhan pasien yang paling tepat untuk setiap unit atau organiasi bergantung (Marquis & Huston 2013) pada:

9

(2)

a. Keterampilan dan keahlian staf

b. Ketersediaan perawat professional yang terdaftar c. Sumber daya ekonomi dari organisasi

d. Keakutan pasien

e. Kerumitan tugas yang harus diselesaikan

Setiap perubahan akan berdampak terhadap stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam, 2015) yaitu:

a. Sesuai dengan visi dan misi institusi.

b. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.

c. Efisien dan efektif penggunaan biaya.

d. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.

e. Kepuasan kinerja perawat.

f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dalam Perubahan MAKP 2.1.2.1 Kualitas pelayanan keperawatan

Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara mengenai kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:

a. Meningkatkan asuhan keperawatn kepada pasien b. Menghasilkan keuntungan

c. Mempertahankan eksistensi institusi d. Meningkatkan kepuasan kerja

e. Meningkatkan kepercayaan konsumen f. Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar

(3)

2.1.2.2 Standar Praktik

Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh DEPKES RI terdiri atas beberapa standar yaitu:

a. Menghargai hak-hak pasien.

b. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit.

c. Observasi keadaan pasien.

d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi.

e. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif.

f. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif.

g. Pendidikan kepada pasien dan keluarga.

h. Pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

2.1.3 Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional ( MAKP)

Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan professional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan dimasa depan dalam menghadapi trend keperawatan (Nursalam, 2015).

Tabel 2.1 Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional

Model Deskripsi Penanggung

Jawab Fungsional

(bukan model MAKP)

a. Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan.

b. Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada.

c. Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal.

Perawat yang bertugas pada tindakan tertentu.

Kasus a. Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi keperawatan.

b. Perawat bertanggung jawan terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu.

c. Rasio: I : I (pasien : perawat). Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat

Manajer keperawatan

(4)

yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk khusus seperti isolasi, perawatan insentif.

Tim a. Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan.

b. Enam sampai tujuh perawat profesional dan perawat pelaksana bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh ketua tim.

c. Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.

Ketua tim

Primer a. Berdasarkan pada tindakan yang komperehensif dari filosofi keperawatan.

b. Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan.

c. Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana.

Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Perawat primer (PP)

Sumber: Grant & Massey (1997) dalam Marquis & Huston (2013)

2.1.3.1 Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim

Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim/

group yang terdiri dari tenaga professional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Metode ini biasa

(5)

digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat (Nursalam, 2015).

Nursalam (2015) menjelaskan konsep pelaksanaan metode tim ruang rawat antara lain:

a. Ketua tim sebagai perawat professional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan.

b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.

c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.

d. Peran kepala ruangan penting dalam model tim, model ini akan berhasil bila didukung oleh kepala ruangan.

Kelebihan pelaksanaan metode tim (Nursalam, 2015) antara lain:

memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanakaan proses keperawatan dan memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.

Skema 2.1 Organisasi metode Tim Kepala Ruang

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Staf Perawat

Staf Perawat Staf Perawat

Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien

(6)

Kelemahan pelaksanaan metode tim (Nursalam, 2015) ialah komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

Berikut ini adalah uraian tanggung jawab perawat dalam pelaksanaan MAKP metode tim (Nursalam, 2015):

a. Tanggung jawab anggota tim:

1) Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya.

2) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim.

3) Memberikan laporan.

b. Tanggung jawab ketua tim:

1) Membuat perencanaan.

2) Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi.

3) Mengenal/ mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien.

4) Mengembangkan kemampuan anggota.

5) Menyelenggarakan konferensi.

c. Tanggung jawab kepala ruang:

1) Perencanaan

a) Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing- masing.

b) Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.

c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi dan persiapan pulang bersama ketua tim.

d) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/ penjadwalan.

e) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.

(7)

f) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologis, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.

g) Mengatur dan mengendalikan asuhan keparawatan:

- Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan.

- Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keparawatan.

- Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah.

- Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk RS.

h) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri.

i) Membantu membimbing terhadap peserta didik keprawatan.

j) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan di rumah sakit.

2) Pengorganisasian

a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan.

b) Merumuskan tujuan metode penugasan.

c) Membuat rincian tugas tim dan anggota tim secara jelas.

d) Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan ketua tim membawahi 2 – 3 perawat.

e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan:

membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain- lain.

f) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.

g) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.

(8)

h) Mendelegasikan tugas kepala ruang tidak berada di tempat, kepada ketua tim.

i) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien.

j) Identifikasi masalah dan cara penanganannya.

3) Pengarahan

a) Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.

b) Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik.

c) Memberikan motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap.

d) Menginformasikan hal – hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan askep pasien.

e) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.

f) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.

g) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

4) Pengawasan

a) Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim dalam pelaksanaan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

b) Melalui supervisi:

- Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/ mengawasi kelemahannya yang ada saat itu juga.

(9)

- Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.

- Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim.

- Audit keperawatan.

2.1.4 Tingkatan dan Spesifikasi MAKP

Tabel 3.2 Tingkatan dan Spesifikasi MAKP

TINGKAT PRAKTIK KEPERA-

WATAN

METODE ASKEP

KETENAGAAN DOKU- MENTASI

ASPEK RISET

MAKP Pemula

Mampu memberikan asuhan keperawatan profesi tingkat pemula

Modifikasi keperawatan primer

1. Jumlah sesuai tingkat

ketergan-tungan pasien

2. Skp/Perawat /DIV (1: 25-30 pasien) sebagai CCM

3. D3 Keperawatan sebagai PP perawat pemula

Standar Renpra (masalah actual)

-

MAKP I Mampu memberikan asuhan keperawatan professional tingkat I

Modifikasi keperawatan primer

1. Jumlah sesuai tingkat

ketergantungan pasien

2. Spesialis keperawatan (1:9-10 pasien) sebagai CCM 3. S.Kep/Perawat

sebagai PP 4. D3 keperawatan

sebagai PA

Standar renpra (masalah actual dan masalah risiko)

1. Riset deskriptif oleh PP 2. Identifi-

kasi masalah riset 3. Peman-

faatan hasil riset

MAKP II Mampu memberikan asuhan

Manajemen kasus dan

1. Jumlah sesuai tingkat

ketergantungan

Clinikal pathway/stan dar renpra

1. Riset eskperi- men oleh

(10)

keperawatan tingkat II

keperawatan pasien 2. Spesialis

keperawatan (1:3 PP) 3. Spesialis

keperawatan (1:9-10 pasien) 4. D3 keperawatan

sebagai PA

(masalah aktul dan risiko)

spesialis 2. Identifi-

kasi masalah riset 3. Pemanfaat

an hasil riset

MAKP III Mampu memberikan asuhan keperawatan tingkat III

Manaje-men kasus

1. Jumlah sesuai tingkat

ketergantungan pasien

2. Doktor keperawatan (konsultan) 3. Spesialis

keperawatan (1:3 PP) 4. S.Kep/ Perawat

keperawatan sebagai PA

Clinical pathway

1. Riset interensi lebih banyak 2. Identifikas

i masalah riset 3. Pemanfaat

an hasil riset

2.2 Konsep Kinerja Perawat

Nursalam (2014) dalam bukunya menyatakan kinerja dalam organisasi diartikan sebagai keberhasilan menyelesaikan tugas atau memenuhi target yang ditetapkan. Definisi kinerja (Irawan, 2003) adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

Perawat adalah tenaga professional yang mempunyai kemampuan baik inteketual, teknikal, interpersonal dan moral, bertanggung jawab serta berwennag melaksanakan asuhan keperawatan. Keperawatan menurut Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 adalah suatu bentuk pelayanan integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Triwibowo, 2013).

(11)

Triwibowo (2013) mendefinisikan kinerja perawat adalah bentuk pelayanan profesiona yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Dalam sistem asuhan keperawatan, kinerja dapat diartikan melalui kepatuhan perawat professional dalam melaksanakan asuhan sesuai standar.

Skema 2.2 Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja (Gibson, James L, Ivancevich, John M, dan Donelly JR, James H, 1997 dalam Nursalam, 2014).

Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu kompetensi dan produktivitas. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi tingkat kinerjanya. Produktifitas yaitu kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan ke dalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

Menurut Gibson (1997) dalam Nursalam (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: variabel individu, variabel psikologi, dan

Variabel Individu : 1. Kemampuan dan

keterampilan : a. Mental b. Fisik 2. Latar Belakang :

a. Keluarga b. Tingkat Sosial c. Pengalaman 3. Demografis :

a. Umur b. Etnis

c. Jenis Kelamin

Psikologi : 1. Persepsi 2. Sikap 3. Kepribadian 4. Belajar 5. Motivasi

Perilaku Individu ( Apa yang dikerjakan)

Kinerja

(Hasil yang diharapkan)

Variabel Organisasi : 1. Sumber Daya 2. Kepemimpinan 3. Imbalan 4. Struktur

5. Desain Pekerjaan

(12)

variabel organisasi. Kelompok variabel individu terdiri atas variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan geografis. Menurut Gibson (1997) dalam Nursalam (2014) variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Kelompok variabel psikologi terdiri atas variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya, dan variabel demografis. Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1997) dalam Nursalam (2015) terdiri atas variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

2.1.1 Variabel Individu

2.1.1.1 Pengetahuan (keterampilan dan kemampuan fisik serta mental) Pemahaman tentang keterampilan dan kemampuan diartikan sebagai suatu tingkat pencapaian individu terhadap upaya untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan efisien.

Pemahaman dan keterampilan dalam bekerja merupakan suatu totalitas diri pekerja baik secara fisik maupun mental dalam menghadapi pekerjaannya. Keterampilan fisik didapatkan dari belajar dengan mengunakan skill dalam bekerja. Keterampilan ini dapat diperoleh dengan cara pendidikan formal dalam bentuk pendidikan terlembaga maupun informal, dalam bentuk bimbingan dalam bekerja. Pengembangan keterampilan ini dapat dilakukan dalam bentuk training. Sedangkan pemahaman mental diartikan sebagai kemampuan berpikir pekerja kearah bagaimana seseorang bekerja secara matang dalam menghadapi permasalahan pekerjaan yang ada, tingkat pematangan mental pekerja sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dalam diri individu.

(13)

Notoatmodjo (2007) dalam Setiyajati (2014).Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai berikut:

a. Mengetahui (know), artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (comprehension), artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat meginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Menggunakan (application), artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata.

d. Menguraikan (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Menyimpulkan (syntesis), maksudnya suatu kemampuan untuk meletakkan atau mneghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Mengevaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.1.1.2 Latar Belakang (keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman) Performa seseorang sangat dipengaruhi bagaimana dan apa yang didapatkan dari lingkungan keluarga. Sebuah unit interaksi yang utama dalam mempengaruhi karakteristik individu adalah organisasi keluarga. Hal demikian karena keluarga berperan dan berfungsi sebagai pembentukan sistem nilai yang akan dianut oleh masing-masing anggota keluarga. Hasil proses interaksi yang lama dengan anggota keluarga menjadikan pengalaman dalam diri anggota keluarga. Pengalaman (masa kerja) biasanya

(14)

dikaitkan dengan waktu mulai bekerja dimana pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa kerja, maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaanya. Seseorang akan mencapai kepuasaan tertentu bila sudah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin lama karyawan bekerja mereka cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan mereka.

Para karyawan yang relatif baru cenderung terpuaskan karena berbagai pengharapan yang tinggi.

2.1.1.3 Demografis a. Umur

Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas karyawan. Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun kedewasaan psikologis. Pada umumnya, kinerja personil meningkat sejalan dengan peningkatan umur pekerja. Menurut Siagian (2002), prestasi kerja mulai meningkat bersamaan dengan meningkatnya umur dan kemudian menurun menjelang tua.

Semakin lanjut umur seseorang semakin meningkat pula kedewasaan teknisnya, demikian pula dengan psikologis serta menunjukkan kematangan jiwa.

Gibson (1987) dalam Setiarini (2012), menyatakan bahwa umur terhadap kinerja memiliki hubungan yang positif, artinya makin tua umur karyawan makin tinggi kinerjanya.

Setidaknya sampai dengan umur karyawan menjelang pensiun pada pekerjaan yang dikuasainya. Jika melihat kepada teori karakteristik individu yaitu teori Siagian (2002), apapun yang disebabkan umur berdampak pada produktivitas namun jika ada suatu kemerosotan karena

(15)

umur, sering diimbangi oleh pengolahan karena pengalaman. Umur yang semakin dewasa, meningkat pula motivasi kerja dan kinerja. Semakin lanjut umur akan bersikap lebih dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan keinginan, dan cita-cita.

b. Jenis Kelamin

Saat ini isu yang banyak diperdebatkan mengenai apakah kinerja wanita sama terhadap kinerja pria ketika bekerja.

Sementara studi-studi psikologis menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk memenuhi wewenang dan pria lebih agresif. Ada sisi lain yang positif dalam karakter wanita yaitu ketaatan dan kepatuhan dalam bekerja, hal ini akan mempengaruhi kinerja secara personal.

c. Tingkat Pendidikan

Menurut Arikunto (2000) pendidikan adalah suatu proses unsur-unsurnya terdiri dari masukan yaitu sarana pendidikan, keluaran yaitu sesuatu bentuk perilaku baru atau kemampuan baru dari sarana pendidikan. Jadi, pendidikan sengaja dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan sehingga dapat diperoleh hasil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang.

2.1.2 Variabel Psikologi 2.1.2.1 Motivasi

Motivation adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketentuan seorang individu untuk mencapai. Tiga elemen utama dalam motivasi ini adalah intensitas, arah dan ketekunan.

Perawat perlu dipupuk motivasi yang tinggi sebagai bentuk pengabdian dan altruisme pada kebutuhan pasien untuk

(16)

kesembuhan. Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang.

Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu. Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan, terutam dalam berperilaku (Nursalam, 2015).

Menurut Gibson (1996) dalam Setriani (2012) motivasi adalah konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang memulai dan mengarahkan perilaku.

Motivasi adalah kemauan atau keinginan didalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang yang menggerakan diri karyawan kearah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi.

Motivasi merupakan hasil interaksi antara individu dan situasinya, sehingga setiap manusia mempunyai motivasi yang berbeda antara yang satu dengan yang lain .

Stanford dalam Luthans (1970), membagi tiga poin penting dalam pengertian motivasi yaitu hubungan antara kebutuhan dorongan dan tujuan. Kebutuhan muncul karena adanya sesuatu yang dirasakan kurang oleh seseorang, baik bersifat fisiologis ataupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan tadi, sedangkan tujuan adalah akhir dari siklus motivasi (Suarli dan Bahtiar, 2015:30).

Sadirman (2003) dalam Nursalam (2015) menyatakan bahwa motivasi dibedakan menjadi dua:

a. Motivasi Internal

(17)

Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Keperluan dan keinginan yang ada di dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internalnya. Motivasi internal dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1) Fisiologis yang merupakan motivasi alamiah seperti rasa lapar, haus, dan lain-lain.

2) Psikologis yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori:

a) Kasih sayang, motivasi untuk menciptakan kehangatan, keharmonisan, kepuasan batin/emosi dalam berhubungan dengan orang lain.

b) Mempertahankan diri, untuk melindungi kepribadian, menghindari luka fisik dan psikologis, menghindari rasa malu dan ditertawakan orang serta kehilangan muka, mempertahankan gengsi dan mendapatkan kebanggaan diri.

3) Memperkuat diri, mengembangkan kepribadian, berprestasi, mendapatkan pengakuan dari orang lain, memuaskan diri dengan penguasaannya terhadap orang lain.

b. Motivasi eksternal

Motivasi eksternal tidak dapat dilepaskan dari motivasi internal. Motivasi eksternal adalah motivasi yang timbul dari luar atau lingkungan, misal motivasi eksternal dalam belajar antara lain penghargaan, pujian, hukuman atau celaan yang diberikan oleh guru, teman dan keluarga.

Bakri (2017) mengaitkan teori motivasi ini dengan kegiatan pemberian asuhan keperaawatan terhadap pasien oleh perawat.

Pemberian asuhan keperawatan inilah wujud perilaku

(18)

keperawatan di dalam duia pelayanan keperawatan. Dengan adanya dasar berupa dorongan atau kebutuhan melakukan kegiatan asuhan keperawatan, maka seorang perawat akan mampu melakukan kegiatan tersebut secara professional.

Krietner dan Kinicki (2000) menyatakan motivasi ini bisa muncul karena kesadaran akan kebutuhan, penguatan diri dan rasa keadilan.

2.1.3 Variabel Organisasi

Struktur dan desain pekerjaan mengenai kewajiban-kewajiban pekerja dan mencakup kualifikasi artinya merinci pendidikan dan pengalaman minimal yang diperlukan bagi seorang pekerja untuk melaksanakan kewajiban dari kedudukannya serta memuaskan. Desain pekerjaan yang baik akan mempengaruhi pencapaian kerja seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan yaitu motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan, aspek ekonomi, teknis dan perilaku karyawan.

2.4.1.1 Kepemimpinan

Pengertian kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok (Nursalam, 2015). Kepemimpinan dapat diartikan sebagai pengaruh dalam proses pekerjaan yang bertujuan untuk memotivasi pegawai dalam mencapai sasaran dalam pekerjaannya baik didalam maupun diluar organisasi (Melsyana, 2012)

Teori kepemimpinan dalam teori Interaktif oleh Schein (1970) berasumsi sebagai berikut:

(19)

a. Manusia memiliki karakterisik yang sangat kompleks.

Mereka memupnyai motivasi yang bervariasi dalam melakukan suatu pekerjaan

b. Motivasi seseorang tidak tetap tetapi berkembang sesuai perubahan waktu

c. Tujuan bisa berbeda pada situasi yang berbeda pula

d. Penampilan seseorang dan produktivitas dipengaruhi oleh tugas yang harus diselesaikan, kemampuan seseorang, pengalaman dan motivasi

e. Tidak ada strategi yang paling efektif bagi pemimpin dalam setiap situasi

Asumsi diatas dikuatkan oleh Hollander (1968) dalam Nursalam (2015). Ia menekankan bahwa antara pemimpin dan staf dipengaruhi peran yang lain. Ia juga menjelaskan bahwa pemimpin adalah sebagai proses dua arah yang dinamis.

Pemimpin yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggunakan proses penyelesaian masalah, mempertahankan kelompok secara efektif, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, meunujukkan kejujuran dalam memimpin, kompeten, kreatif, dankemampuan mengembangkan identifikasi kelompok.

Hasil penelitian oleh Khaerunnisa (2014) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara faktor organisasi yakni kepemimpinan dengan kinerja perawat RSUD Kabupaten Sinjai.

Kepemimpinan yang baik dari seorang pimpinan dapat mempengaruhi kinerja seseorang menjadi lebih baik. Handoko dalam Khaerunnisa (2014) berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan inti manajemen, karena kepemimpinan adalah motor penggerak bagi sumber daya manusia dan sumber daya alam lainnya. Pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia

(20)

merupakan keharusan mutlak. Kurang pemeliharaan dan perhatian kepada tenaga kerja bisa menyebabkan semangat kerja rendah, cepat bosan serta lamban menyelesaikan tugas sehingga menurunkan prestasi kerja tenaga kerja yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa kepemimpinan berdasarkan teori Interaktif dibedakan dua jenis yaitu kepemimpinan yang efektif dan tidak efektif.

2.4.1.2 Imbalan

Gibson (1989) dalam Melsyana (2012), imbalan diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu ekstrinsik dan instrinsik. Imbalan intrinsik ialah imbalan yang berasal dari pekerjaan. Imbalan tersebut mencakup uang, status, promosi dan rasa hormat. Gaji atau upah merupakan imbalan ekstrinsik yang utama. Selain itu yang termasuk dalam imbalan ekstrinsik adalah tunjangan.

Dalam beberapa hal, tunjangan bersifat finansial yang dari kebanyakan organisasi ialah salah satunya adalah program pensiun. Begitu juga dengan tunjangan-tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan, tunjangan keluarga dan jaminan sosial.

Namun ada juga tunjangan yang bersifat finansial seperti program rekreasi.

Melsyana (2012) menjelaskan pengakuan juga termasuk imbalan ekstrinsik. Pengakuan adalah penggunaan manajerial atas pengakuan atau penghargaan yang melibatkan pengetahuan manajemen tentang pelaksanaan pekerjaan yang baik. Pengakuan dari manajen dapat mencakup pujian di depan umum, pernyataan tentang pekerjaan yang telah dikerjakan dengan baik, atau perhatian khusus. Tingkat pengakuan yang bersifat motivasi sebagaimana imbalan, tergantung atas nilai yang dirasakan

(21)

individu dan kaitan nilai tersebut dengan perilaku menurut persepsi individu yang bersangkutan.

Imbalan intrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri. Imbalan tersebut mencakup rasa penyelesaian, prestasi, otonomi dan pertumbuhan. Pencapaian prestasi adalah imbalan yang ditata tersendiri yang diperoleh jika seseorang mencapai tujuan yang menantang. Otonomi adalah keinginan seseorang dalam pekerjaannya yang memberikan mereka hak istimewa dalam membuat keputusan. Dan pertumbuhan pribadi setiap individu adalah suatu pengalaman dalam diri untuk mengembangkan kesanggupan dan memaksimalkan potensi keahlian (Gibson, 1989 dalam Melsyana, 2012).

Apabila karyawan menerima imbalan rendah maka tidak ada kemauan untuk bekerja keras, hal ini disebabkan karena imbalan dalam alat untuk memenuhi kebutuhan dasar, sejalan dengan teori Frederick Herzberg tentang faktor dissatisfier atau ketidakpuasan imbalan jasa akan membuat pekerja merasa kecewa dan akan banyak menimbulkan masalah yang sangat berpengaruh terhadap kinerja individu dalam suatu organisasi Ruky dalam Khaerunnisa (2014).

2.4.1.3 Desain Pekerjaan

Desain pekerjaan adalah fungsi penetapan kegiatan kerja seseorang atau sekelompok karyawan secara organisasional.

Tujuannya untuk mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi (Nursalam, 2015). Ruky dalam Khaerunnisa (2014) mengemukakan bahwa desain pekerjaan akan memberikan ketegasan dan standar tugas yang harus dicapai

(22)

oleh setiap karyawan, apabila desain pekerjaan yang diberikan kurang jelas akan mengakibatkan karyawan kurang mengetahui tugas dan tanggung jawabnya yang bermuara pada rendahnya kinerja individu. Desain pekerjaan yang baik akan mempengaruhi pencapaian kerja seseorang.

Irnanda (2011) membuktikan adanya pengaruh desain pekerjaan terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Firmansyah tentang pengaruh karakteristik organisasi terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk membantu promosi kesehatan di Rumah Sakit Umum Sigli menunjukkan bahwa karakteristik organisasi memiliki pengaruh signifikan secara stastistik terhadap kinerja, yaitu variabel sumber daya, kepemimpinan, struktur organisasi dan desain pekerjaan, dengan adanya kejelasan desain pekerjaan yang diberikan maka dengan mudah perawat menjalankan tugasnya sehingga berdampak baik terhadap pelayanan terhadap pasien dan berdampak baik pula terhadap rumah sakit (Khairunnisa, 2014).

Dessler (2015) menerangkan bahwa sebuah desain pekerjaan merupakan pernyataan tertulis tentang apa yang harus dilakukan oleh pekerja, bagaimana orang itu melakukannya, dan bagaimana kondisi kerjanya. Desain pekerjaan mencakup hal-hal berikut ini:

a. Identitas pekerjaan. Identitas pekerjaan merupakan jabatan pekerjaan yang berisi nama pekerjaan seperti penyelengara operasional dan manajer pemasaran. Handoko (2000) menambahkan bila pekerjaan tidak mempunyai identitas, karyawan tidak akan, atau kurang bangga dengan hasil- hasilnya. Ini berarti kontribusi mereka tidak tampak.

(23)

b. Hubungan tugas dan tanggung jawab, yakni perincian tugas dan tanggung jawab secara nyata diuraikan secara terpisah agar jelas diketahui. Rumusan hubungan hendaknya menunjukkan hubungan antara pelaku organisasi.

c. Standar wewenang dan pekerjaan, yakni kewenangan dan standar pekerjaan yang harus dicapai oleh setiap pejabat harus jelas. Pekerjaan yang memberikan kepada para karyawan wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan, berarti menambah tanggung jawab. Hal ini akan cendrung meningkatkan perasaan dipercaya dan dihargai.

d. Syarat kerja harus diuraikan dengan jelas, seperti alat-alat, mesin, dan bahan baku yang akan dipergunakan untuk melakukan pekerjaan tersebut.

e. Ringkasan pekerjaan atau jabatan harus menguraikan bentuk umum pekerjaan dan mencantumkan fungsi-fungsi dan aktifitas utamanya.

f. Penjelasan tentang jabatan dibawah dan diatasnya, yaitu harus dijelaskan jabatan dari mana petugas dipromosikan dan kejabatan mana petugas akan dipromosikan.

Menurut Sunarto (2005) dalam Irnanda (2011) desain pekerjaan memiliki tujuan yaitu sebagai berikut:

a. Efisiensi operasional, produktifitas dan kualitas pelayanan menjadi optimal.

b. Fleksibilitas dan kemampuan melaksanakan proses kerja secara horizontal dan hirarki.

c. Minat, tantangan, dan prestasi menjadi optimal.

d. Tanggung jawab tim ditetapkan sedemikian rupa, sehingga bisa meningkatkan kerja sama dan efektifitas tim.

e. Integrasi kebutuhan individu karyawan dengan kebutuhan organisasi.

(24)

2.3 Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja diartikan sebagai pengawasan untuk menilai atau mengevaluasi berdasarkan standar tertentu (Swansburg, 2000). Melalui penilaian kinerja dapat diketahui seberapa baik pegawai menjalankan tugas yang diberikan kepadanya (Marquis & Huston, 2013). Penilaian kinerja menurut Ellis & Bach (2015) Performance appraisal is one method that managers use to regulate how well individual carry out their responsibilities (penilaian kinerja adalah satu metode yang digunakan manajer untuk mengatur seberapa baik setiap individu melaksanakan tanggung jawab mereka.

Menurut Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, (2001) dalam Nursalam (2015) menyatakan bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui:

a. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas yaitu kesanggupan karyawan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

b. Penyelesaian pekerjaan melebihi target yaitu apabila karyawan menyelesaikan pekerjaan melebihi target yang ditentukan oleh organisasi.

c. Bekerja tanpa kesalahan yaitu tidak berbuat kesalahan terhadap pekerjaan merupakan tuntutan bagi setiap karyawan.

Dalam hal penilaian kinerja perawat terkait Model Asuhan Keperawatan Profesional dapat dilihat dengan memperhatikan uraian tugas dari kegiatan MAKP dan focus pengkajian pelaksanaan MAKP. Fokus pengkajian pelaksanaan MAKP di ruangan dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 3.3 Fokus Pengkajian Pelaksanaan MAKP

No. Metode Data Fokus yang Dinilai 1 Penerapan

MAKP

Contoh Metode TIM.

 Mekanisme pelaksanaan.

a. Ketua Tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan.

b. Komunikasi efektif agar kontunuitas rencana keperawatan terjamin.

c. AnggotaTim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.

(25)

 Tupoksi (Tanggung jawab KetuaTim).

a. Membuat perencanaan.

b. Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi.

c. Mengenal atau mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien.

d. Mengembangkan kemampuan anggota.

e. Menyelenggarakan konferensi.

 Tanggung jawab AnggotaTim.

a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya.

b. Kerja sama dengan anggota tim dan antar tim.

c. Memberikan laporan.

 Tanggung jawab Kepala Ruang.

a. Perencanaan.

b. Pengorganisasian.

c. Pengarahan.

d. Pengawasan.

2. Timbang Terima

 Persiapan (Pra)

a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian sif/operan.

b. Semua pasien baru masuk dan pasien yang dilakukan timbang terima khususnya pasien baru masuk dan pasien yang memilki permasalahan yang belum teratasi.

c. Semua sarana prasarana terkait pelayanan keperawatan dilaporkan dan dioperkan.

 Pelaksanaan di nurse station dan di bed pasien.

a. Kedua kelompok dinas sudah siap.

b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan c. Kepala ruang membuka acara timbang terima.

d. Perawat yang sedang jaga menyampaikan timbang terima perawat berikutnya.

e. Perawat sif dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab, dan validasi.

f. Melakukan validasi keliling ke bed pasien.

 Pasca.

a. Diskusi/klarifikasi.

b. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung tanda tangan pergantian sif serta penyerahan laporan.

c. Ditutup oleh kepala ruangan.

3. Ronde keperawatan

 Persiapan (Pra).

a. Menentukan kasus dan topik.

b. Menentukan tim ronde.

c. Mencari sumber atau literatur.

d. Mempersiapkan pasien: informed consent

e. Membuat proposal (Studi Kasus/resume keperawatan).

 Pelaksanaan.

a. Penjelasan/penyajian tentang pasien oleh perawat yang mengelola pasien.

b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.

c. Ke bed pasien, perawat lain/konselor/tim kesehatan lainnya melakukan pemeriksaan/validasi dengan cara observasi;

membaca status/dokumen lainnya; dan menayanyakan.

(26)

 Pasca di nurse station.

a. Pemberian justifikasi oleh perawat tentang data, masalah pasien, rencana, tindakan yang akan dilakukan dan kriteria evaluasi.

b. Kesimpulan dan rekomendasi untuk asuhan keperawatan selanjutnya oleh Kepala Ruang/pimpinan ronde.

4. Pengelolaan Logistik dan Obat

Penerimaan resep/obat.

Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruang yang dapat didelegasikan kepada staf yang ditunjuk (perawat primer atau ketua Tim).

Ke bed pasien/keluarga; Penjelasan dan permintaan persetujaun tentang sentralisasi obat.

Format sentralisasi obat berisi: nama, no. register, umur, ruangan.

Pemberian obat.

Perhatikan 6 tepat (pasien, obat, dosis, cara, waktu, dokumentasi) dan IW (Waspada/monitoring).

Penyimpanan

Mekanisme penyimpanan.

a. Obat yang diterima dicatat dalam buku besar persediaan atau dalam kartu persediaan.

b. Periksa persediaan obat, pemisahan antara obat untuk penggunaan oral dan obat luar.

5. Penerimaan Pasien Baru

Persiapan.

Pelaksanaan.

Penjelasan tentang 3 P.

1) Pengenalan kepada pasien, tenaga kesehatan lain.

2) Peraturan rumah sakit.

3) Penyakit termasuk sentralisasi obat.

Penandatanganan penjelasan.

6. Discharge Planning

Persiapan.

Mengidentifikasi kebutuhan pemulangan pasien, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang, antara lain: pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit; kebutuhan psikologis;

bantuan yang diperlukan pasien, pemenuhan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan, minum, eliminasi, dan Iain-Iain; sumber dan sistem yang ada di masyarakat;

sumber finansial; fasilitas saat di rumah; kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah.

Pelaksanaan: dilakukan secara kolaboratif serta disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada.

7. Supervisi Prasupervisi.

Supervisi dilakukan oleh kepala ruang terhadap kinerja dari tim (ketua dan anggota) dan atau Perawat Primer dalam melaksanakan ASKEP

Pelaksaaan supervisi dilihat aspek; tanggung jawab, kemampuan, dan kepatuhan dalam menjalankan delegasi

Pascasupervisi-3F:

a. penilaian (fair),

b. feedback dan klarifikasi,

c. reinforcement dan follow up perbaikan.

(27)

8 Dokumentasi Format model dokumentasi yang digunakan (pengkajian dan catatan asuhan keperawatan).

Pengisian dokumentasi: legalitas, lengkap, akurat, relevan, baru (LLARB).

2.4 Knowledge Management

2.4.1 Definisi Knowledge Management

Definisi menurut Uriarte Jr (2008) knowledge management is the process through which organizations generate value from their intellecttual and knowledgebased assets. Yan Mi (2008) mendefinisikan KM sebagai proses penggunaan teknologi informasi untuk menemukan, menyimpan, berbagi, aplikasi dan menciptakan pengetahuan dalam perusahaan, pada saat yang sama untuk mengubah struktur organisasi, struktur ini menyediakan lingkungan yang terbuka dan harmonis, dalam rangka meningkatkan kompetensi inti perusahaan.

Sementara itu KMS merupakan alat dalam proses mencapai tujuan KM tersebut (Karma & Sembiring, 2012).

Serrat (2009) Barclay & Murray (2009) dalam Sintiasih (2015) Knowledge management merupakan serangkaian proses mengubah data dan informasi menjadi pengetahuan bermanfaat untuk berbagai kepentingan organisasi. Koenig (1998); Bose (2003); Award & Ghaziri (2004) dalam Sintiasih (2015) Proses knowledge management meliputi penciptaan, akuisisi, penyimpanan, berbagi, dan penggunaan pengetahuan. Bentuk dan kemampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan (knowledge management) sangat mempengaruhi kualitas pengetahuan yang dihasilkan dan pada akhirnya kualitas tindakan ataupun keputusan dari penggunaan knowledge tersebut.

Keberhasilan implementasi KM menurut Ansari (2012) harus didukung oleh 5 variabel berikut ini:

1. Budaya Organisasi (kepercayaan, kolaborasi, open climate, Belajar dari kesalahan, kreativitas dan inovasi, serta Sharing pengetahuan)

(28)

2. Struktur Organisasi (sentralisasi, formalisasi dan chanel komunikasi)

3. Sumber daya manusia (partisipasi Karyawan, Pelatihan karyawan) 4. Infrastruktur teknologi informasi (akses pada infrastrutur jaringan

dan perangkat keras, Kemudahan akse penggunaan software, flexibility, petugas IT)

5. Kepemimpinan dan strategi (strategi pengetahuan, kebijakan penghargaan, dan dukungan dari pimpinan puncak)

Ahsan (2015) mengutarakan bahwa penciptaan pengetahuan baru sangat mutlak diperlukan dalam asuhan keperawatan berbasis knowledge untuk selalu memperbaiki pengetahuan dan kemampuan tenaga keperawatan, juga mengetahui perkembangan pasien secara terus menerus.

Berdasarkan pernyataan beberapa ahli diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa knowledge management adalah rangkaian proses pengelolaan pengetahuan yang dimiliki oleh organisai meliputi penciptaan, modifikasi, penyimpanan, berbagi, dan menggunakan pengetahuan untuk tujuan organisasi.

2.4.2 SECI Model’s

Nawawi (2012) mengungkapkan Knowledge Management-SECI (Socialization, Externalization, Combination, and Internalization) merupakan suatu cara untuk membangun suatu pengetahuan baru untuk mendukung organisasi dari pengetahuan, pengalaman dan kreativitas para staf untuk perbaikan organisasi (Harianto dkk, 2015).

Model konversi penemuan atau penambahan pengetahuan menurut Sangkala (2007) dalam Ahsan (2014) dari tacit knowledge dan explicit knowledge yaitu pengetahuan diubah melalui interaksi antar individu,

(29)

yaitu belajar dari ahlinya, dengan observasi, peniruan, latihan, pengalaman. Melalui proses pengkombinasian dengan menukarkan pengetahuan melalui pertemuan, percakapan, telepon, selanjutnya pengetahuan disortir, ditambahkan dikategorisasi dan dikontekstualisasikan kembali menjadi pengetahuan baru (Nonaka 1995 dalam Ahsan 2014).

Nonaka, Konno dan Toyama (2001) mendeskripsikan model SECI sebagai proses terus menerus dalam menciptakan pengetahuan.Sedangkan Nezafati, dkk (2009) menggambarkannya sebagai model dasar pengukuran yang bersifat dinamis terutama dapat menghasilkan ukuran tentang (1) volume pengetahuan; (2) nilai pengetahuan; (3) transformasi kecepatan jenis pengetahuan yang berbeda; dan (4) keuntungan dan biaya pengetahuan (Karma &

Sembiring, 2012).

Empat moda konversi pengetahuan SECI menurut Nonaka dan Takeuchi

2.5.2.1 Socialization (Sosialisasi)

Sosialisasi adalah proses berbagi pengetahuan terpendam (tacit knowledge) dengan cara berbagi pengalaman yang sama melalui aktivitas bersama, seperti tinggal, meluangkan waktu atau berada pada lingkungan yang sama Nonaka (2008) dalam Karma & Sembiring (2012). Menurut Nonaka dan Takeuchi dalam Budiharjo (2016) Sosialisasi adalah transfer pengetahuan dari tacit ke tacit. Melalui sosialisasi seseorang diharapkan menangkap tacit knowledge orang lain atau sebaliknya. Suatu contoh, seorang anak yang sejak kecil ikut membantu orang tuanya bersnis akan menyerap tacit knowledge berbisnis.

Ketika dewasa, ia akan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap suatu situasi dan kondisi bisnis. Suatu contoh lain

(30)

adalah ketika perusahaan Matsushita mengirim tim khusus ke hotel Osaka hanya untuk mengmati, mencermati serta mmperhatikan para pembuat roti terkenal itu untuk menyerap tacit knowledge yang krusial untuk menyempurnakan mesin pembuat roti yang tidak berhasil menghasilkan roti serasa roti hotel Osaka.

Proses pengamatan tersebut lazim disebut sebagai proses sosialisasi; proses tersebut sering didukung oleh proses sumbang saran (tama dashi kai). Seorang karyawan baru magang pada karyawan senior dimaksudkan agar ia mampu menyerap “tacit knowledge” seniornya. Magang merupakan salah satu cara yang efektif untuk menerima transfer pengetahuan yang bersifat tacit. Dewasa ini, banyak sekolah memiliki program home-stay baik di dalam negeri maupun diluar negeri dengan tujuan agar para siswa menyerap nilai- nilai atau keterampilan khas yang tidak mudah diajakan hanya di kelas saja.

2.5.2.2 Externalization (Eksternalisasi)

Eksternalisasi merupakan proses mengartikulasikan pengetahuan terpendam menjadi pengetahuan teraktualisasi (explicit knowledge) berupa kegiatan mengaktualisasikan pengalaman, ide atau keinginan menjadi sumber pengetahuan seperti prototype, model, buku, blog, dan jenis referensi lainnya. Menurut Nonaka dan Takeuchi dalam Budiharjo (2016) Eksternalisasi adalah transfer pengetahuan yang dilakukan dari tacit ke explicit. Proses ini berupaya mengonkretkan pengetahuan unarticulated (tacit) menjadi explicit melalui metafora, analogi atau model.

(31)

Menurut Nonaka dan Takeuchi mencontohkan pelaksanaan proses eksternalisasi dalam Budiharjo (2016) Pemimpin proyek KM perusahaan Honda pada waktu itu Watanabe menggunakan semantik “evolusi mobil yaitu suatu metafra untuk

“memancing” penciptaan mobil berkonsep baru yaitu ruang interior yang luas dan tinggi serta mampu membuat banyak penumpang. Dari metafora tersebut “terciptalah”konsep yang kemudian disligankan “man-maximum, machine minimum”

(ruang untuk penumpang yang luas dan ruang untuk mesin yang kecil. Melalui slogan tersebut muncul gagasan-gagasan bahwa mobil berkonsep baru tersebut harus bisa memuat lebih banyak penumpang dengan meminimkan ruang mobil yang tidak relevan. Dengan metafora dan slogan “man-maximum, machine minimum”tersebut berhasil melahirkan konsep mobil yang tinggi dengan ruang interior yang luas yang kemudian mobil tersebut disebut sebagai Tall Boy. Konsep tersebut diwujudkan dalam produk nyata yaitu mobil Honda City, berinterior luas dan mampu menampung lebih banyak penumpang.

2.5.2.3 Combination (Kombinasi)

Kombinasi adalah proses integrasi sumber-sumber pengetahuan teraktualisasi yang bentuknya berbeda-beda (blog, wiki, web organisasi, hasil diskusi, rekaman pembahasan kegiatan, video, dll) menjadi kesatuan (Nonaka, 2008 dalam Karma &

Sembiring, 2012). Dalam ungkapan lain Nonaka dan Takeuchi dalam Budiharjo (2016) Kombinasi adalah proses membuat konsep-konsep secara sistematik menjadi suatu pengetahuan yang terstruktur. Kombinasi adalah proses pengayaan suatu pengetahuan eksplisit dengan pengetahuan eksplisit lain.

Contoh: pengkombinasian pengetahuan melalui media seperti dokumen, pertemuan, jejaring komunikasi melalui komputer.

(32)

Dalam dunia usaha, proses kombinasi terjadi pada saat seorang manajer mengoperasionalisasi suatu konsep bisnis; Ia berdiskusi dengan rekan kerja dan mencari berbagai informasi untuk menciptakan suatu terobosan atau inovasi baru yang lebih efektif dan efisien. Contoh lain keterlibatan para pemimpin dengan anak buahnya dalam membuat perencanaan kerja merupakan proses diseminasi pengetahuan explicit- explicit.

2.5.2.4 Internalization (Internalisasi)

Internalisasi adalah proses pembelajaran bagi pengguna pengetahuan dengan melakukan percobaan berdasarkan pengetahuan teraktualisasi, sehingga akan terbentuk pengetahuan terpendam berupa pengalaman dan atau ide baru (learning by doing). Pengetahuan terpendam sendiri adalah pengetahuan yang hanya dimiliki oleh individu dan berbeda- beda konsepnya walaupun terhadap objek yang sama. Sebagai contoh pengalaman menggunakan komputer akan berbeda setiap orangnya tergantung dimana, kapan dan apa yang terjadi saat itu. Pengetahuan terpendam bersifat personal akan sangat sulit dibagi dan dikomunikasikan dengan yang lain (Nonaka et al 2001). Sedangkan pengetahuan teraktualisasi adalah pengetahuan yang sudah dinyatakan dalam bentuk yang kongkrit seperti tulisan, artikel, angka, buku, dll. Jenis pengetahuan ini lebih mudah untuk ditransfer kepada orang lain secara formal dan sistematis.

Menurut Nonaka dan Takeuchi dalam Budiharjo (2016) internalisasi merupakan suatu proses dari explicit ke tacit.

Proses ini dilakukan misalnya melalui pembiasaan LBD (Learning by doing). Jika seseorang mampu mengoperasikan

(33)

suatu mesin tanpa melihat buku intruksi/manual maka dapat dikatakan Ia telah memperoleh pengetahuan tacit pengoperasian mesin. Dalam suatu perusahaan, internalisasi pengetahuan ini dapat dilakukan melalui pelatihan (on the job training). Learning by doing atau pengkondisian melalui pelatihan yang intensif yang dikombinasikan dengan sistem reward and punishment. Keterlibatan para pemimpin bersama anak buahnya dalam melakukan suatu eksperimen tertentu akan membuat pengetahuan ekplicit menjadi tacit. Simulasi bisnis merupakan salah satu contoh metode transfer pegetahuan yang diharapkan dapat membuat pengetahuan yang dilatihan menjadi tacit.

Gambar 2.1 Siklus Pencipataan Pengetahuan pada Knowledge Management SECI

Tabel 3.4 Proses dengan Alat Knowledge Management

No KM Process KM Tool

1 Socialization (tacit to tacit: sharing experiences, and there by creating tacit knowledge such as shared mental models and technical skills

—Opportunities to share experiences; not have to employ language

—Observation, imitation, practice;

apprenticeship

—Interaction with customers 2 Externalization (tacit to explicit:

articulating tacit knowledge into explicit concepts; takes the shape of

—Dialogue/collective reflection

—Validation by trial periods, evaluation, measurement

(34)

metaphors, analogies, concepts, hypotheses, or models)

3 Internalization (explicit to tacit:

“learn by doing” internalized in individual, then group in shared mental models or technical know- how)

—Helps if knowledge is verbalized or diagrammed into documents, manuals, or oral stories

4 Combination (explicit to explicit:

reconfiguration of existing information; opportunities for individual learning)

—Databases (sort, add, combine, categorize}

—Formal education/training

—Individuals exchange/combine knowledge through such media as documents, meetings, phone conversations, communication networks

—Middle managers break down and translate corporate visions, business, products, service concepts

(Sumber Orzano et al: 2008 Willey Inter Science)

Gambar

Tabel 3.2 Tingkatan dan Spesifikasi MAKP
Gambar  2.1  Siklus  Pencipataan  Pengetahuan  pada  Knowledge  Management  SECI

Referensi

Dokumen terkait

KPU Kabupaten Bangka Tengah telah menetapkan Sasaran Strategis Meningkatnya Kapasitas Lembaga Penyelenggara Pemilu/Pemilihan yang diukur melalui Persentase

b. Dengan menggunakan jangka, lukislah dua buah lingkaran kongruen dengan titik pusat A dan B serta berjari-jari sama dengan tali busur AB.. Tentukan titik potong dari kedua

Perbandingan kenaikan lingkar kepala bayi sebelum dan sesudah perlakuan pijat bayi dilakukan dengan uji paired t-test yang menunjukkan bahwa terdapat rata-rata

Berdasarkan surat bertarikh 1 Oktober 1988 yang dihantar oleh Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri kepada Ketua Pengarah JPN, telah pun disahkan

T.T : cih (angsel) ; pemain cak secara bersama menggerakan kedua tangan ke arah kiri dihentakan pada hitungan sir dengan posisi tangan yang kiri lurus, kanan

Variabel tingkat upah adalah signifikan dan memiliki slope yang negatif, sehingga hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat upah, maka probabilitas

Penelitian yang dilakukan oleh Muhlisin (2016) dengan judul Regulasi Diri Santri Penghafal Al-Qur’an yang Bekerja merupakan penelitian kualitatif fenomenologis dengan

Kinerja produksi Ikan Lele Sangkuriang ( Clarias gariepinus var sangkuriang ) yang dipeliharan oleh pembudidaya di daerah penelitian pada daerah rawa menunjukkan hasil yang