• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELUSURAN EKSPERIMENTAL PROSES REDUKSI LANGSUNG PELLET PASIR BESI MENJADI INGOT BESI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TELUSURAN EKSPERIMENTAL PROSES REDUKSI LANGSUNG PELLET PASIR BESI MENJADI INGOT BESI"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

TELUSURAN EKSPERIMENTAL PROSES REDUKSI LANGSUNG PELLET PASIR BESI MENJADI INGOT

BESI

TESIS

Diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar magister ilmu material

Oleh :

WAHYU FIRMANSYAH 0706171554

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BAHAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA 2009

(2)

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Wahyu Firmansyah NPM : 0706171554

Tanda Tangan :

Jakarta, 20 Juni 2009

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh : Nama : Wahyu Firmansyah NPM : 0706171554

Program Studi : Magister Ilmu Bahan

Judul Tesis : Telusuran Eksperimental Proses Reduksi Langsung Pellet Pasir Besi Menjadi Ingot Besi

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Bahan Fakultas MIPA Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI Ketua Sidang : Dr. Bambang Soegijono Pembimbing I : Dr. Azwar Manaf, M.Met Pembimbing II : Dr. Nurul Taufiqu Rochman Penguji I : Dr. Rudi Subagja

Penguji II : Dr. Iskandar Muda

Ditetapkan di : Tanggal :

(4)

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat- Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Bahan pada Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Azwar Manaf, M.Met, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.

2. Dr. Nurul Taufiqu Rochman, M.Eng, selaku dosen pembimbing yang juga telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.

3. Ibu yang telah memberikan segenap do’a dan kasih sayang tak terkira sehingga semua pekerjaan terasa mudah dan ringan. (Almarhum) Bapak yang telah memberikan dorongan sejak kecil kepada penulis untuk senantiasa menuntut ilmu dan bekerja keras.

4. Ibu dan Bapak di Cilegon yang telah memberikan do’a restu, terima kasih.

5. Keluarga dan saudara-saudara di Bandung dan Cilegon.

6. Sahabat yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Rekan-rekan mahasiswa master dan doktor material sains UI yang tak terlupakan.

8. Rekan-rekan mahasiswa sarjana kimia ITB yang tak tergantikan.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Serpong, 20 Juni 2009

(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Wahyu Firmansyah NPM : 0706171554

Program Studi : Magister Ilmu Bahan Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Tesis S2

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Telusuran Eksperimental Proses Reduksi Langsung Pellet Pasir Besi Menjadi Ingot Besi

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/

formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Serpong, Pada tanggal : 20 Juni 2009

Yang Menyatakan

(6)

Nama : Wahyu Firmansyah Program Studi : Magister Ilmu Bahan

Judul Tesis : Telusuran Eksperimental Proses Reduksi Langsung Pellet Pasir Besi Menjadi Ingot Besi

Pada penelitian ini telah dilakukan pengolahan skala kecil pasir besi menjadi ingot besi dengan proses reduksi langsung menggunakan electric muffle furnace pada suhu 1350oC dengan variasi waktu pembakaran 5, 10, 15 dan 20 menit.

Komposisi pellet yang digunakan adalah pasir besi : grafit : kapur : bentonit berturut-turut 74:20:5:1 wt %. Dengan komposisi pellet yang sama dilakukan penelitian dalam skala lebih besar dan digunakan electric arc furnace sebagai alat pembakaran. Telah didapatkan hasil dari penelitian ini ingot besi berupa pig iron dengan kandungan besi 96,58 % dan karbon 3,40 %. Persen metalisasi yang diperoleh adalah 49,15 %. Pada slag masih terdapat besi dalam bentuk senyawa Fe2TiO4 dan FeO, yang membuktikan bahwa proses reduksi belum berjalan sempurna.

Kata kunci : Pasir besi, Ingot besi, Electric arc furnace, Slag.

(7)

ABSTRACT

Name : Wahyu Firmansyah

Study Program: Magister of Materials Sciences

Thesis Title : Experimentally Study of Direct Reduction Proses for Iron Sand Pellets into Iron Ingot.

In this experiment has been done laboratory scale processing of iron sand to be iron igot by direct reduction using electric muffle furnace at 1350oC by variying of burning time 5, 10, 15, and 20 minutes. The pellet was constituted by iron sand, graphite, limestone, and bentonite with composition of 74:20:5:1 wt % respectively. Using the similar composition, the experiment with larger scale has been conducted using electric arc furnace as a burning apparatus. From the experiments, iron ingot in the form of pig iron with iron content of 96,58 % and carbon content of 3,40 % has been yielded. The metallization process yielded 49,15 %. In the slag, there are still remain iron in the form of Fe2TiO4 and FeO compounds, which has proved that reduction process was still not conducted perfectly.

Key word : Iron sand, Iron ingot, Electric arc furnace, Sludge.

(8)

halaman

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

KATA PENGANTAR ...iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...v

ABSTRAK ...vi

ABSTRACT...vii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

BAB 1 PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ...3

1.3. Tujuan Penelitian...4

1.4. Manfaat Penelitian...4

1.5. Batasan Penelitian ...5

BAB 2 STUDI LITERATUR ...6

2.1. Teknologi Pembuatan Besi...6

2.2. Kandungan Mineral Magnetik Pasir Besi ...11

2.3. Reduksi Bijih Besi Menjadi Besi ...12

2.4. Penelitian Pasir Besi di Indonesia...18

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN...22

3.1. Alat dan Bahan...22

3.1.1. Peralatan...22

3.1.2. Bahan ...30

3.2. Diagran Alir Penelitian ...31

BAB 4 PEMBAHASAN...32

4.1. Persiapan dan Analisi Bahan Baku ...35

4.2. Milling Campuran Pellet Pasir Besi...40

4.3. Metalisasi ...41

4.4. Percobaan Pada Skala Lebih Besar...50

4.4.1. Perhitungan untuk Mencari Persen Metalisasi ...53

4.4.2. Analisis Besi Hasil Pembakaran...55

4.4.3. Analisis Slag Hasil Pembakaran...61

BAB 5 KESIMPULAN...69

5.1. Kesimpulan ...69

5.2. Saran ...69

DAFTAR REFERENSI ...71

DAFTAR LAMPIRAN...75

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Aplikasi Penggunaan Baja dalam Kehidupan Manusia ...1

Gambar 2.1. Penggunaan Teknologi Pembuatan Besi di Dunia ...6

Gambar 2.2. Diagram Dapur Tinggi ...8

Gambar 2.3. Mini Blast Furnace Untuk Mengolah Bijih Besi Kadar Tinggi Yang Ada Di Balai Pengolahan Mineral Lampung, Lipi ...8

Gambar 2.4. Plant Reduksi Langsung yang Digunakan oleh PT. Krakatau Steel ...9

Gambar 2.5. Plant Reduksi Langsung Berbasis Gas Alam (a) MIDREX ® Process, (b) HOTLINK ® Process ... 9

Gambar 2.6. Plant Reduksi Langsung Berbasis Gas Alam Fastmet ® Process Menggunakan Rotary Heart Furnace ...9

Gambar 2.7. ITmk3 ® Process Menggunakan Rotary Hearth Furnace...10

Gambar 2.8. Patent ITmk3 ® Menggunakan Finisher-Hearth-Melter (FHM) Furnace ... 10

Gambar 2.9. Diagram Fasa Segitiga Sistem Feo-Fe2O3-TiO2...11

Gambar 2.10. Ilustrasi Mekanisme Terjadinya Proses Reduksi Oksida Besi Oleh Karbon...13

Gambar 2.11. Hasil XRD Untuk 2:1 Molar Rasio Ilmenit:Si Yang Dimilling a). 100 Jam, b) 200 Jam Intensitas Rendah, c) Sampel B Yang Dianealing Selama 1 Jam Dlm Kondisi Argon, d). 50 Jam, e).100 Jam dan f). 200 Jam Intensitas Tinggi...15

Gambar 2.12. Furnace dengan Generator Gelombang Mikro...16

Gambar 2.13. Hubungan Antara % Berat Yang Hilang dengan Temperatur Pada Pellet Berdiameter 10, 15, Dan 20 Mm Yang Dipanaskan dengan Energi Gelombang Mikro...16

Gambar 2.14. Hasil XRD untuk Hasil Reduksi Pellet Magnetit Yang Direduksi Menggunakan Karbon Pada Suhu 800oC, 1050oC, 1150oC dan 1250oC ...16

Gambar 2.15. Gravity Separator untuk meningkatkan kadar Fe pada pasir besi..19

Gambar 2.16. Proses benefiasi pasir besi untuk meningkatkan kadar Fe ...20

Gambar 3.1. Magnetic Separator...22

Gambar 3.2. Disc Mill...23

Gambar 3.3. Planetary Ball Mill (PBM 4A), jar dan bola bola milling...24

Gambar 3.4. Alat Kompaksi Yang Digunakan dalam Penelitian...24

Gambar 3.5. Electric Furnace Nobertherm...25

Gambar 3.6. Electric Arc Furnace...27

Gambar 3.7. Optical Pyrometer Model IR-U ...27

Gambar 3.8. Micro Cutter...28

Gambar 3.9. Polisher ...28

Gambar 3.10. HR-SEM (JEOL JSM-6510LA) tandem EDX...29

Gambar 3.11. Langkah Kerja Eksperimen Skala Laboratorium Secara Skematik ...31

(10)

Gambar 4.1. Pasir Besi (a) Sebelum Separasi Dan (b) Setelah Separasi 3 Kali .36 Gambar 4.2. Pola Difraksi Sinar-X Pasir Besi Hasil Separasi Magnetik dengan

Menggunakan GSAS ...38

Gambar 4.3. XRD Campuran Pasir Besi Yang Telah Dimilling Selama 100 Jam dengan PBM4A ...40

Gambar 4.4. Proses Pengeluran Sampel Yang Telah Dipanaskan...41

Gambar 4.5. Metalisasi Pasir besi-Grafit dengan Suhu 1350°C (a) 5 menit, (b) 10 menit, (c) 15 menit dan (d) 20 menit ...42

Gambar 4.6. SEM dan EDS Dari Sampel Yang Dipanaskan Pada Suhu 1350°C Selama 5 Menit ...45

Gambar 4.7. SEM Dari Sampel Yang Dipanaskan Pada Suhu 1350°C Selama 10 Menit ...46

Gambar 4.8. SEM dan EDS Dari Sampel Yang Dipanaskan Pada Suhu 1350°C Selama 10 Menit ... 47

Gambar 4.9. SEM dan EDS Dari Sampel Yang Dipanaskan Pada Suhu 1350°C Selama 15 Menit ... 48

Gambar 4.10. SEM dan EDS Dari Sampel Yang Dipanaskan Pada Suhu 1350°C Selama 20 Menit ... 49

Gambar 4.11. Pellet Yang Dipanaskan Pada Temperature 1350oC dan Lama Pemanasan 10 Menit... 50

Gambar 4.12. Pellet dengan Ukuran Φ 3cm, Panjang 6cm ... 51

Gambar 4.13. Desain Awal Alat Arc Furnace, (a) Furnace (Tungku Pembakaran), dan (b) Elektroda Arc ... 52

Gambar 4.14. Metal Besi Yang Diperoleh Dari Smelting Arc Furnace (Kiri) dan Setelah Dikumpulkan (Kanan) ... 53

Gambar 4.15. Sampel Hasil Pembakaran (a). Ingot Besi dan Slag, (b) Ingot Besi, (c) Slag... 55

Gambar 4.16. Grafik Hasil Analisis XRD Ingot Besi... 57

Gambar 4.17. Mikrostuktur Ingot Besi... 57

Gambar 4.18. Hasil Analisis EDS Ingot Besi... 58

Gambar 4.19. Diagram Fasa Sistem Fe-C ... 59

Gambar 4.20. Mikrostruktur Ingot Besi Pada Daerah Batas Antara 2 Fasa. (a) Perbesaran 300x dan (b) Perbesaran 1200x... 59

Gambar 4.21. Hasil Analisis EDS Fasa Impuritas pada Ingot Besi... 60

Gambar 4.22. Hasil Analisis XRD pada Slag Menggunakan GSAS... 62

Gambar 4.23. Diagram fasa CaO-TiO2-SiO2 dari Muan dan Osborn... 64

Gambar 4.24. Struktur Mikro Slag ... 65

Gambar 4.25. Analisis Fasa Gelap Menggunakan EDS ... 66

Gambar 4.26. Hasil Analisis EDS Fasa Gelap... 67

Gambar 4.27. Analisis Fasa Terang Menggunakan EDS ... 67

Gambar 4.26. Hasil Analisis EDS Fasa Terang... 68

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Konsumsi Baja Dunia Tahun 2005-2007...2 Tabel 2.1. Perbandingan Reduksi Ilmenit Menggunakan Dua Metode ....14 Tabel 2.2. Perbandingan Produk Hasil Reduksi Pellet ...19 Tabel 4.1. Hasil XRF Pasir Besi Sebelum dan Sesudah Separasi Magnetik ....36 Tabel 4.2. Hasil Identifikasi Puncak Difraksi Pasir Besi Hasil Separasi

Magnetik...39 Tabel 4.3. Komposisi Campuran Pasir Besi Yang Digunakan dalam

Penelitian ...39 Tabel 4.4. Komposisi Campuran Senyawa Yang Digunakan dalam

Pembuatan Pelet ...51 Tabel 4.5. Variasi Pada Saat Pembakaran Pellet ...53 Tabel 4.6. Data Hasil Analalisis XRF Ingot Besi ...56 Tabel 4.7. Hasil Identifikasi Puncak Difraksi Ingot Besi Hasil Pembakaran ...57 Tabel 4.8. Hasil Identifikasi Unsur Pada Slag ...61 Tabel 4.9. Hasil Identifikasi Puncak Difraksi Slag...63

(12)

Lampiran 1. Hasil XRF Pasir Besi Sebelum Diseparasi Magnetik...75

Lampiran 2. Hasil XRF Pasir Besi Setelah Diseparasi Magnetik Sebanyak 3 Kali...76

Lampiran 3. Hasil XRF Bentonit Yang Digunakan...77

Lampiran 4. Hasil XRF Pellet Yang Dibakar ...78

Lampiran 5. Hasil XRF Ingot Besi Yang Dihasilkan ...79

Lampiran 6. Hasil XRF Slag Yang Terbentuk...80

Lampiran 7. Hasil Analisis XRD Pasir Besi Menggunakan GSAS ...81

Lampiran 8. Data Referensi ICDD untuk Puncak-Puncak FeTiO3 dan Fe3O484 Lampiran 9. Data Referensi ICDD untuk Puncak-Puncak Fe...85

Lampiran 10. Hasil Analisis SEM & EDS untuk Ingot Besi yang Didapatkan 86 Lampiran 11. Hasil Analisis XRD Slag Menggunakan GSAS ...89

Lampiran 12. Data Referensi ICDD untuk Puncak-Puncak Fe2TiO4, CaTiO3, TiO dan FeO ...93

Lampiran 13. Hasil Analisis SEM & EDS untuk Slag yang Didapatkan ...95

(13)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Baja atau sering disebut besi baja adalah bahan baku vital dalam dunia industri.

Sekitar 95% dari seluruh konsumsi produk yang terbuat dari logam didominasi oleh baja yang digunakan di hampir semua segmen kehidupan mulai dari peralatan dapur, kendaraan (seperti: mesin, bodi, lokomotif dll), generator pembangkit listrik, kerangka rumah, jembatan dan lain sebagainya. Gambar 1.1 menunjukkan aplikasi penggunaan baja dalam kehidupan manusia.

Gambar 1.1 Aplikasi Penggunaan Baja dalam Kehidupan Manusia Sumber : ”Telah diolah kembali” dari berbagai sumber.

Kebutuhan baja dunia dewasa ini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pembangunan industri secara global hampir di semua negara- negara. Berdasarkan laporan dari International Iron and Steel Institute, produksi baja dunia meningkat dari 1028.8 juta metrik ton dalam tahun 2005 menjadi 1.120 juta metrik ton pada tahun 2006. Peningkatan ini diproyeksi akan terjadi dari tahun ke tahun seiring dengan peningkatan konsumsi baja dunia (lihat Tabel 1.1).

(14)

Pada tahun 2005-2006 terjadi peningkatan 8,9 % dari tahun sebelumnya.

Peningkatan konsumsi baja di masing-masing negara mengindikasikan bahwa proses pembangunan dan pengembangan industri masih terus berlangsung.

Hingga saat ini, teknologi pengolahan baja skala besar yang digunakan di Indonesia masih menggunakan proses Direct Reduction dengan teknologi MIDREX. Teknologi dalam skala besar ini mensyaratkan penggunaan pellet yang bermutu tinggi dan penggunaan gas alam dengan jumlah yang besar. Sayangnya industri dalam negeri kita belum mampu menghasilkan pellet dan kokas bermutu tinggi sesuai yang dibutuhkan proses tersebut, disebabkan oleh bahan bakunya berupa bijih besi kadar Fe tinggi jumlahnya sangat sedikit di Indonesia.

Tabel 1.1 Konsumsi Baja Dunia Tahun 2005-2007

Sumber : International Iron and Steel Institute, 2006

Potensi sumber daya bijih besi Indonesia sangat mendukung untuk kemandirian industri baja nasional jika dilakukan pemilihan teknologi yang tepat. Dan salah satu kekayaan alam yang ada dalam jumlah melimpah di Indonesia adalah pasir besi. Mineral jenis ini tersebar luas disepanjang tepian Samudera Hindia, dari wilayah paling barat Pulau Sumatera hingga Pulau Bali, Lombok dan sekitarnya

(15)

3

yang dilewati oleh jalur sabuk vulkanik (Abidin, 20003), serta Indonesia merupakan negara yang memiliki gunung api paling banyak di dunia dan masih aktif (Tjetjep dan Wirakusumah, 2003). Berdasarkan keadaan ini dapat diduga bahwa pasir besi Indonesia memiliki variasi dan ciri yang khas. Para ahli geologi menggolongkan pasir besi sebagai endapan besi sekunder produk gunung api.

Secara faktual beberapa gunung api di Indonesia masih terus memuntahkan material vulkaniknya, sebagai contoh adalah letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Kelud di Jawa Timur. Dengan demikian pasir besi di Indonesia merupakan produk lokal yang dihasilkan secara berkesinambungan.

Pasir besi sampai saat ini hanya dimanfaatkan untuk beberapa keperluan yang bernilai ekonomi rendah, misalnya untuk bahan campuran semen atau bahan bangunan. Pemanfaatan seperti itu kurang optimal, sebab mineral oksida besi yang terkandung didalam pasir besi sebenarnya sangat potensial untuk diolah menjadi berbagai produk industri yang bernilai tinggi. Diantara produk industri yang dapat dihasilkan dengan menggunakan bahan dasar oksida besi adalah besi baja (Muta’alim et all., 1995), pewarna (Ozel et al., 2003), toner (Brezoi dan Ion, 2005), media rekam magnetik (Peng et al., 2003; Aso et al., 1999; Yamamoto et all., 2001), magnet ferit (Parkin et al., 2001). Dari berbagai produk tersebut, besi baja termasuk produk yang bernilai ekonomi tinggi dan sekaligus sangat strategis bagi kemandirian bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pengolahan pasir besi menjadi besi baja dipandang sebagai langkah yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, informasi tentang eksploitasi pasir besi mencuat dan menjadi topik berita yang sangat hangat. Pemerintah daerah yang wilayahnya terdapat kekayaan alam sejenis ini sangat berkeinginan untuk segera mengelolanya dan mengubahnya menjadi aset dana dengan cara menawarkan langsung produk pasir besi mentah kepada pembeli, yang umumnya berasal dari luar negeri. Penjualan pasir besi mentah tersebut menjadi bagian dari

(16)

sederetan cara yang kurang optimal dalam mengambil nilai manfaat pasir besi, sebab pasir besi sangat potensial untuk diolah menjadi berbagai produk yang bernilai ekonomi tinggi, salah satunya adalah produk besi baja. Masalahnya, saat ini data tentang pasir besi dan informasi mengenai cara pengolahannya menjadi berbagai produk industri masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena hasil riset tentang pasir besi dan teknologi pengolahannya di beberapa negara (contohnya : Selandia Baru dan China) yang memiliki kekayaan alam jenis ini dipandang sebagai sesuatu yang strategis sehingga tidak banyak dipublikasikan.

Dengan demikian untuk mengetahui peluang pengolahan pasir besi menjadi besi baja atau produk bernilai ekonomi tinggi lainnya, diperlukan kegiatan penelitian untuk menghasilkan informasi yang komprehensif yang dapat digunakan sebagai pijakan dalam pengolahan pasir besi.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kemungkinan dari reduksi langsung pellet pasir besi menjadi ingot besi khususnya pig iron atau besi cor dan mengetahui optimalisasi proses reduksi dengan menghitung % metalisasi yang terjadi, serta memahami proses reduksi yang terjadi pada saat pembentukan logam besi.

1.4 Manfaat Penelitian

Ditinjau dari beberapa segi, penelitian tentang pasir besi ini sangat perlu dilakukan karena memiliki beberapa nilai penting. Pertama, kajian tentang pasir besi ini bersifat unik dan memiliki nilai ilmiah yang tinggi, terutama dari sisi keaslian produk lokalnya. Pasir besi yang dijadikan bahan penelitian ini merupakan pasir besi yang berasal dari tanah air Indonesia, yang sudah tentu memiliki karakteristik berbeda dengan negara lain. Kedua, penelitian ini menghasilkan data informasi tentang pasir besi dan metode pengolahannya menjadi ingot besi. Ketiga, penelitian ini akan menghasilkan bahan hasil olahan pasir besi yang memiliki nilai ekonomi jauh lebih tinggi dibanding bahan aslinya.

Dengan demikian, selain memberi kontribusi pada khazanah pengembangan ilmu

(17)

5

pengetahuan dan teknologi, hasil dari penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh pihak pengambil keputusan dalam merumuskan kebijakan eksploitasi pasir besi di masa yang akan datang.

1.5 Batasan Penelitian

Pada penelitian ini hanya akan dilakukan proses reduksi langsung pada pellet pasir besi dalam skala laboratorium dan kemudian pada skala yang lebih besar.

Sebelum dibuat pellet pasir besi yang digunakan akan dibenefisiasi dengan menggunakan magnetik separator. Analisis terhadap ingot besi yang dihasilkan akan menunjukkan seberapa optimal proses reduksi langsung yang telah dilakukan dan analisis terhadap slag yang terbentuk akan menunjukkan jumlah besi yang masih belum dapat tereduksi dan dalam bentuk senyawanya.

(18)

2.1 Teknologi Pembuatan Besi

Teknologi yang banyak digunakan saat ini dalam proses pembuatan besi dari bijih besi ada dua yaitu Blast Furnace dan Direct Reduction Iron (DRI). Teknologi ini sudah cukup lama dan banyak digunakan di dunia. Gambar 2.1 menunjukan penggunaan teknologi pembuatan besi dengan teknologi DRI yang ada di dunia.

Gambar 2.1 Penggunaan Teknologi Pembuatan Besi di Dunia Sumber : International Iron and Steel Institute, 2006

Berdasarkan gambar diatas teknologi generasi kedua (direct reduction iron) seperti Midrex, Hyl dan Fastmet telah memproduksi total 55,9 metrik ton besi dunia pada tahun 2005. MIDREX teknologi merupakan teknologi yang paling banyak digunakan oleh perusahaan baja didunia. PT. Krakatau Steel juga mengunakan teknologi DRI ini yaitu Hyl yang berasal dari Meksiko. Teknologi banyak digunakan karena biaya investasi yang murah dibandingkan dengan teknologi generasi pertama dan bukan proses yang berkelanjutan. Bahan baku yang digunakan adalah Hematit/Magnetite dengan kadar Fe yang cukup tinggi sehingga tidak bisa dipenuhi oleh bijih besi lokal yang kadar Fe nya rendah.

(19)

7

Teknologi generasi pertama (blast furnace) adalah teknologi yang paling lama.

Teknologi ini merupakan proses yang berkelanjutan sehingga sangat cocok digunakan pada daerah dengan ketersedian bahan baku yang melimpah.

Kekurangan dari teknologi ini adalah membutuhkan bijih besi dengan kadar Fe yang tinggi dan juga kokas dengan spesifikasi yang bagus. Hal ini tidak bisa dipenuhi oleh dalam negeri dikarenakan rendahnya kadar Fe bijih besi Indonesia dan batubara Indonesia yang masih muda. Bagian-bagian dari dapur tinggi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Sementara Gambar 2.3 menunjukkan mini blast furnace yang telah di-set-up di Balai Pengolahan Mineral Lampung, LIPI sejak tahun 1985. Teknologi ini merupakan peleburan reduksi (reduction smelting) dan masuk kategori reduksi tidak langsung. Pembuatan besi dengan dapur tinggi membutuhkan kokas yang sangat mahal dan temperatur tungku yang tinggi sekitar 1500-2000oC. Proses pembuatan besi dengan teknologi ini merupakan proses yang berkelanjutan sehingga membutuhkan jaminan ketersediaan bahan baku.

Pellet besi yang digunakan memerlukan kualitas yang baik yaitu kadar Fe yang tinggi dan tidak adanya kandungan pengotor. Besi yang dihasilkan memiliki kandungan karbon 4-5% sehingga sangat getas.

Teknologi generasi kedua adalah pembuatan besi dengan menggunakan gas alam untuk mereduksi bijih besi sehingga didapat besi reduksi langsung (Direct Reduction Iron). Teknologi ini tidak sebesar dapur tinggi, investasinya lebih rendah dan sudah banyak dibangun di negara-negara berkembang. Teknologi ini juga digunakan oleh PT. Krakatau Steel yang disebut Hyl dari Meksiko.

Teknologi lain yang dikembangkan pada generasi kedua ini adalah MIDREX® Process (ditunjukkan oleh Gambar 2.5.a) dan Fastmet® Process (ditunjukkan oleh Gambar 2.6). Teknologi lain yang dikembangkan adalah HOTLINK® Process (ditunjukkan Gambar 2.5.b) yang merupakan pengembangan dari MIDREX® Process. Penggunaan teknologi generasi kedua ini jika dibandingkan dengan dapur tinggi meningkat secara drastis dari 800.000 ton pada tahun 1970 menjadi 55.000.000 ton pada tahun 2005 (Negami, 2001). Bijih besi yang digunakan pada proses ini adalah hematit dan magnetit, sehingga tetap membutuhkan Fe dengan kadar yang tinggi dan tanpa banyak pengotor.

(20)

1. Hembusan udara panas dari tungku 2. Daerah pencairan

3. Zona reduksi FeO (Ferrous Oxide) 4. Zona reduksi Fe2O3 (Ferric Oxide) 5. Daerah pemanasan awal

6. Tempat masuk Bijih besi, Kapur dan Kokas

7. Gas sisa pembakaran

8. Lajur Bijih besi, Kapur dan Kokas 9. Slag

10. pig iron

11. Saluran gas buang

Gambar 2.2 Diagram Dapur Tinggi

Mini Blast Furnace sejak 1985, di BPML, LIPI Lampung

Kapasitas: 10 rb ton/th

Gambar 2.3 Mini Blast Furnace Untuk Mengolah Bijih Besi Kadar Tinggi Yang Ada Di Balai Pengolahan Mineral Lampung, Lipi.

(21)

9

Gambar 2.4 Plant Reduksi Langsung Yang Digunakan Oleh PT. Krakatau Steel.

Gambar 2.5 Plant Reduksi Langsung Berbasis Gas Alam (a) MIDREX® Process, (b) HOTLINK®

Process.

Gambar 2.6 Plant Reduksi Langsung Berbasis Gas Alam Fastmet® Process Menggunakan Rotary Hearth Furnace.

a b

(22)

Teknologi generasi ketiga yang dikembangkan oleh Kobe Steel adalah IT Mark Three (ITmk3®) (Hoffman, 2004), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan 2.8.

Teknologi ini merupakan pengembangan dari Fastmet® process, yang merupakan reduksi langsung dengan menggunakan batu bara. ITmk3® adalah proses yang unik, karena Pellet direduksi dan dilelehkan pada suhu yang relatif rendah yaitu 1350oC. Pada proses ini besi dengan mudah terpisah dari slag. Reaksi pada ITmk3® berada pada fasa padat/ cair yang berbeda dengan teknologi pembuatan besi konvensional. Keunggulan lain dari teknologi ini adalah FeO sisa kurang dari 2% dan tidak merusak bata api. Bijih besi halus dan bijih besi kadar rendah bisa digunakan pada teknologi ini. Kobe steel dalam penelitiannya dalam waktu yang singkat (3-9 menit) telah berhasil mereduksi langsung bijih besi dengan teknologi ITmk3® dengan variasi temperatur. Seiring dengan penambahan waktu pada pemanasan 1350oC, metalisasi berjalan lebih sempurna dan terjadi pengumpulan/

pemisahan slag dari metal yang terbentuk.

Gambar 2.7 Itmk3® Process Menggunakan Rotary Hearth Furnace (Hoffman, 2004).

Gambar 2.8 Patent Itmk3® Menggunakan Finisher-Hearth-Melter (FHM) Furnace (Hoffman, 2003).

(23)

11

2.2 Kandungan mineral magnetik dalam pasir besi

Secara umum, mineral dalam pasir besi terdiri dari dua komponen dibedakan atas dasar sifat magnetiknya, yaitu mineral magnetik dan mineral non magnetik.

Mineral magnetic menjadi primadona bagi sebagian besar orang dikarenakan jumlahnya yang sangat melimpah dan kegunaannya yang bernilai ekonomi tinggi.

Oksida besi-titanium (FexTiyOz) adalah senyawa magnetik yang cukup dominan selain oksida besi lainnya. Kumpulan senyawa oksida besi-titanium ini terdiri dari mineral-mineral yang memenuhi diagram segitiga (ternery diagram) dengan anggota-anggota tepi (end members) terdiri dari TiO2, FeO dan Fe2O3, seperti terilhat dalam gambar 2.9 (Putnis, 1992).

Gambar 2.9 Diagram Fasa Segitiga Sistem Feo-Fe2O3-TiO2 (Putnis, 1992)

Sistem segitiga diatas menjelaskan berbagai komposisi kimia dari mineral-mineral oksida yang hampir selalu menjadi perhatian dalam mempelajari sifat kemagnetan batuan, yaitu FeO (wustite), Fe3O4 (magnetite), γ-Fe2O3 (maghemit), α-Fe2O3

(hematite), FeTiO3 (ilmenit), Fe2TiO4 (ulvospinel), Fe2TiO5 (pseudobrookite), dan FeTi2O5 (ilmeno-rutile atau ferropseudobrookite). Segitiga tersebut juga memuat informasi mengenai tiga deret sistem, yaitu titanomagnetite, titanohematite, dan

(24)

yang diperoleh dengan oksidasi titanomagnetit pada temperatur dibawah 300oC.

Dari keempat deret oksida besi titanium tersebut, yang membawa sifat magnetik paling menonjol adalah titanomagnetit. Sistem titanomagnetit, khususnya magnetit, merupakan komponen senyawa paling dominan yang terkandung dalam pasir besi (Yulianto, 2003). Secara alamiah keberadaan mineral besi oksida dalam pasir besi bercampur dengan berbagai mineral lainnya. Pasir besi merupakan salah satu produk dari batuan beku (Schon, 1998) sehingga komposisi mineral yang menyertai magnetit pasir besi sangat bervariasi bergantung pada batuan induk dan lokasinya.

2.3 Reduksi bijih besi menjadi ingot besi

Secara kimia proses reduksi terhadap senyawa besi oksida dapat dilakukan dengan reduktan C atau H2 yang akan menghasilkan produk gas CO atau uap air.

FenOm + mC Æ nFe + mCO(g) (1) FenOm + mH2(g) Æ nFe + mH2O(g) (2) Proses reduksi diatas biasa disebut dengan proses reduksi langsung (Direct Reduction), dimana terjadi interaksi langsung antara Fe dan C atau H2. Khusus pada reaksi dengan C juga biasa disebut dengan reaksi interaksi padat-padat, karena FenOm dan mC pada awal reaksi (sebelum diberikan energi) berwujud padat. Proses reduksi langsung akan berjalan jika terjadi kontak antara oksida besi dan karbon. Kontak oksida besi dan karbon telah didefinisikan dalam tiga keadaan (Kashiwaya, 2004) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10. Keadaan pertama adalah oksida besi dan karbon terpisah. Pada keadaan ini reduksi langsung tidak akan terjadi dan reduksi tidak langsung akan mendominasi pada proses tersebut.

Keadaan kedua adalah telah terjadi kontak antara oksida besi dan karbon tetapi kontaknya lemah. Hal ini dikarenakan kontaknya hanya terjadi pada tingkat makro dan tanpa tekanan sehingga keadaan pertama akan berulang dimana reduksi tidak langsung akan mendominasi. Keadaan ketiga adalah kontak yang kuat terjadi antara oksida besi dan karbon. Hal ini didapat dengan menggunakan mechanical alloying. Pada saat penghancuran dengan ball milling dimana ukuran partikel dan kristal mengecil seiring dengan lama waktu milling sehingga terjadi kontak area yang besar antara oksida besi dan karbon dalam level atom (Kashiwaya, 2004).

(25)

13

I. Oksida besi dan karbon terpisah

II. Terjadi kontak dalam level makroskopik

III. Terjadi kontak yang kuat antara oksida besi dengan karbon, sehingga reduksi langsung dimungkinkan terjadi

Gambar 2.10 Ilustrasi Mekanisme Terjadinya Proses Reduksi Oksida Besi Oleh Karbon (Kashiwaya, 2004)

Reduksi tidak langsung (3), dimana karbon monoksida (CO) sebagai reduktan digunakan dan reaksi reduksi dengan CO merupakan reaksi yang lebih cepat karena CO reduktan yang lebih kuat dari C. Gas CO ini didapatkan dari reaksi (4) yang disebut reaksi regenerasi CO.

mCO + FenOm Æ nFe + mCO2 (3) mCO2 + mC Æ 2mCO (4)

Dan jika didalam bijih terdapat oksida besi-titanium (contoh: ilmenit) maka reaksi reduksi yang akan terjadi adalah

FeTiO3 + C Æ Fe + CO(g) + TiO2 (5) FeTiO3 + CO(g) Æ Fe + CO(g) + TiO2 (6)

Reaksi reduksi ilmenit dengan karbon pada temperatur dibawah 1200oC sudah dapat menghasilkan besi dan oksida titanium (TinO2n-1) dan (Fe, Ti)3O5 (Francis, 2008). Sedangkan pada suhu diatas 1300oC reaksi reduksi ilmenit dengan karbon telah diketahui dapat menghasilkan cairan besi karbon jenuh dan titanium oksikarbida (Francis, 2008). Selain itu dengan menggunakan gelombang mikro (microwave) (Kelly et all., 1995) proses reduksi ilmenit dapat dipercepat dan lebih banyak menghasilkan produk metalisasi. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.

(26)

Tabel 2.1 Perbandingan Reduksi Ilmenit Menggunakan Dua Metode

Sumber : Kelly et all., 1995

Pada tabel diatas dapat diamati bahwa proses reduksi menggunakan metode konvensional dengan muffle furnace baru dapat menghasilkan besi pada suhu 900oC selama 4 jam waktu pembakaran, sedangkan dengan menggunakan gelombang mikro dengan daya 750 W selama 10 menit besi sudah dapat dihasilkan. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan gelombang mikro area permukaan dari pellet dapat diperbesar sehingga kontak dengan pereduksi akan lebih banyak yang pada akhirnya akan mempercepat reaksi. Metode lainnya untuk mereduksi ilmenit dilakukan oleh Welham, (1998). Ilmenit direduksi menggunakan silikon (Si) dengan bantuan ball mill, metode ini dinamakan metode mechanochemical karena memadukan reaksi kimia dengan gerakan mekanik dalam satu proses. Kemudian untuk mengontrol gerakan bola pada saat milling ditempatkan magnet pada vial. Digunakan dua magnet dengan intensitas berbeda (low/high intensity) untuk membedakan intensitas tumbukan bola pada saat milling. Perbandingan konsentrasi ilmenit dan silikon yang digunakan berturut-turut adalah 2:1, gambar 2.11 menunjukkan hasil analisis XRD penelitian tersebut.

(27)

15

Gambar 2.11 Hasil XRD Untuk 2:1 Molar Rasio Ilmenit:Si Yang Dimilling a). 100 Jam, b) 200 Jam Intensitas Rendah, c) Sampel B Yang Dianealing Selama 1 Jam Dlm Kondisi

Argon, d). 50 Jam, e). 100 Jam dan f). 200 Jam Intensitas Tinggi. (Welham, 1998)

Reaksi yang terjadi pada saat ilmenit direduksi oleh silikon:

2FeTiO3 + Si Æ 2Fe + SiO2 + 2TiO2 (7)

2FeTiO3 + 5Si Æ SiO2 + FeTiSi (8)

Pada penelitian yang dilakukan Welham ini juga dilakukan untuk 1:1 molar rasio ilmenit:Si dan reaksi yang terjadi adalah reaksi (8) karena pada analisis menggunakan XRD ditemukan fasa FeTiSi pada produk yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan konsentrasi silikon yang lebih banyak annealing pada suhu 600oC terjadi reaksi antara besi (Fe) dengan titanium silikat (TiSi) membentuk FeTiSi.

B. Americ dan S.K. Kawatra (2006) telah berhasil mereduksi magnetit menjadi pig iron dengan menggunakan batubara, limestone dan bentonite. Komposisi yang

(28)

digunakan adalah bijih besi magnetit, batubara, limestone dan bentonite secara berturut-turut 71,84% :20,00%: 7,5%: 0,66%, yang dibakar dengan furnace pada suhu 1450oC selama 22 mnt. Anameric berhasil mendapatkan pig iron yang memiliki kadar total Fe 96,49 %, selain itu dianalisis juga kandungan senyawa di dalam slag yang menunjukkan hampir seluruh pengotor (impurities) terpisah dengan baik. Metode pembakaran pellet besi oksida juga dikembangkan dengan menggunakan gelombang mikro (microwave) (gambar 2.12) dalam gas N2 (Nagata et all., 2006). Dengan menggunakan generator gelombang mikro berkekuatan 5 kW (2,45 GHz) besi dapat dipisahkan seluruhnya dari Pellet pada suhu 1350oC.

Hasil analisis XRD (gambar 2.14) pada sampel yang digunakan menunjukkan bahwa proses reduksi mulai terjadi pada suhu 850oC, dan pada suhu 1250oC logam besi sudah terbentuk tanpa oksida-oksida lainnya. Pada gambar 2.13 terlihat bahwa kecepatan pemanasan (reduksi) yang terjadi tidak tergantung pada massa pellet yang digunakan namun tergantung pada daya yang digunakan pada generator gelombang mikro. Reduksi besi oksida dengan menggunakan energi gelombang mikro juga dilakukan oleh Standish dan Huang (1990) yang melaporkan bahwa reaksi reduksi dengan karbon besi oksida magnetite atau hematite berjalan lebih optimal dan cepat dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro.

Gambar 2.12 Furnace dengan Generator Gelombang Mikro (Nagata et all., 2006)

(29)

17

Gambar 2.13 Hubungan Antara % Berat Yang Hilang dengan Temperatur Pada Pellet Berdiameter 10, 15, Dan 20 Mm Yang Dipanaskan dengan Energi Gelombang Mikro.

(Nagata et all. 2006)

Gambar 2.14 Hasil XRD untuk Hasil Reduksi Pellet Magnetit Yang Direduksi Menggunakan Karbon Pada Suhu 800oC, 1050oC, 1150oC dan 1250oC. (Nagata et all.

2006)

(30)

2.4 Penelitian Pasir Besi di Indonesia.

Karakteristik pasir besi Indonesia yang tersebar dan kadar Fe yang tidak terlalu tinggi menjadikan pasir besi Indonesia tidak efisien untuk diolah dengan menggunakan teknologi yang telah ada di Indonesia (Generasi pertama dan kedua). Pasir besi tersebut dapat digunakan tetapi membutuhkan proses yang panjang agar sesuai dengan karakteristik yang dipersyaratkan oleh teknologi tersebut. Selain itu harga kokas yang masih impor (generasi pertama) dan harga gas alam (generasi kedua) yang cenderung naik menjadi kendala lain dalam pengolahan pasir besi di Indonesia. Hal lainnya yang menyebabkan pengolahan pasir besi menjadi besi di Indonesia cukup sulit adalah jenis batuan oksida besinya berbentuk titanomagnetite (Fe2TiO4), Ilmenite (FeTiO3) dan Fe3O4. Ketiga bentuk senyawa oksida besi tersebut cukup sulit untuk direduksi menjadi besi dibandingkan dengan senyawa oksida besi lainnya seperti Fe2O3. Hal ini disebabkan karena ikatan antara oksigen dengan Fe lebih kompak, terlebih lagi ikatan antara Ti dengan oksigen.Selain itu kandungan titanium yang cukup tinggi sekitar 12-14% menyebabkan kandungan Fe relatif rendah sekitar 40-46%. Akan tetapi beberapa penelitian yang berkaitan dengan ekploitasi pasir besi telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia, baik dari kalangan industri, akademisi atau instansi pemerintah.

Peningkatan kadar Ferro dari dalam pasir besi diantaranya dipelajari oleh Azwar Manaf (2005) yang melakukan karakterisasi senyawa-senyawa di dalam pasir besi. Pemisahan pengotor yang digunakan adalah dengan metoda gravity separator (yang ditunjukkan oleh Gambar 2.15) dan pemisahan magnetis. Dengan metoda itu berhasil ditingkatkan kadar Fe pasir besi serta diidentifikasi bahwa sebagian Fe terikat sebagai senyawa FeTiO3 (16%) dan Fe3O4 (84%), prosentasi didasarkan atas total senyawa Fe. Walaupun ketelitian prosentasi unsur kimia masih kurang akurat karena tidak dilakukan analisa kimia, namun hasil studi ini yang didukung alat analisa X-ray Flourescence dan XRD, cukup memberikan petunjuk jenis senyawa Fe dan metoda pemisahan pengotor terutama Si guna meningkatkan kadar ferro dalam pasir besi.

(31)

19

Tim BPPT (2005) telah mencoba memisahkan TiO2 dari pasir besi yang berasal dari Yogyakarta dengan cara benefisiasi atau pengolahan mineral untuk meningkatkan kadar Fe. Percobaan dilakukan dengan menghaluskan pasir besi sampai – 400 mesh, pemisahan gravitasi, hydrocyclone dan magnetic separator yang ditunjukkan oleh Gambar 4.16. Walaupun ukuran kehalusan pasir besi sampai – 400#, namun hasil yang didapatkan adalah Fe total 58,6% dan TiO2

berkisar antara 8,5 – 9%. Kemudian pasir besi ditambahkan bahan pengikat 4,1%

batu gamping atau campuran kapur seduh 1% dan bentonit 1% untuk dibuat pellet (pelletasi). Pellet yang terbuat dari pasir besi lokal itu kemudian dicampurkan dengan pellet impor dengan variasi perbandingan 10-30% pellet lokal : 90-70%

pellet impor dan dibakar atau dilebur. Hasil dari peleburan ini dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbandingan Produk Hasil Reduksi Pellet.

Pellet Yogya Pellet Impor Hasil Uji Reduksi Hasil Uji Peleburan

10% 90% Baik Baik

20% 80% Baik Kurang Baik

30% 70% Kurang Baik Belum dilakukan

Sumber: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral, BPPT, (2005)

Gambar 2.15 Gravity Separator untuk meningkatkan kadar Fe pada pasir besi (Manaf, A., 2005)

(32)

Gambar 2.16 Proses benefiasi pasir besi untuk meningkatkan kadar Fe (BPPT, 2005)

Selanjutnya Pramusanto et all. (2000) melakukan percobaan peningkatan kadar Fe dengan magnetic separator intensitas rendah dan pencucian, sampai diperoleh konsentrat dengan Fe total 58% dan TiO2 12%. Hasil yang mirip dilaporkan oleh Woodcock, JT, untuk Industri baja di New Zealand. Komposisi pasir besi New Zealand mirip dengan komposisi pasir besi Yogya dan Cilacap. Kadar Fe ditingkatkan dari 45% ke 50% dengan magnetik separator intensitas 600 dan 300 gauss, selanjutnya dengan alat Reichart cone, dihasilkan konsentrat dengan kadar Fe 56 % s/d 58% dan TiO2 +/- 8%.

Sebelumnya telah dicoba dibuat Pellet pasir besi sebagai umpan reduksi langsung di PT. Krakatau Steel namun hasilnya kurang menggembirakan sehingga usaha tersebut tidak dilanjutkan (Panggabean, 1997). Dari pengalaman itu usaha pemanfaatan pasir besi lebih baik diarahkan pada pengolahan sampai menghasilkan pig iron yang digunakan sebagai bahan baku “antara” pabrik baja.

Pusat penelitian Metalurgi seperti dilaporkan Rudi Subagja pada lokakarya di tahun 2005, telah melakukan penelitian pasir besi skala laboratorium. Jalur

(33)

21

pengolahan yang dipilih adalah pellet komposit, reduksi pellet dan peleburan spons hasil reduksi. Pada tahap reduksi dipelajari pengaruh persentasi karbon dalam pellet terhadap reduksi dengan waktu reduksi tiga jam. Walaupun spons hasil reduksi berhasil dilebur menjadi hot metal, namun waktu reduksi selama tiga jam dirasakan masih terlalu lama untuk diterapkan dalam skala industri.

Disamping itu penelitian tentang metode peleburan yang tepat dalam skala yang lebih besar juga belum dilakukan. Untuk mengejar informasi tersebut dipelajari dari literatur luar negeri, proses pembuatan hot metal dari bijih halus menggunakan kupola udara panas yang dikenal dengan proses Pelletech (Weiss et all. 1986). Dalam proses ini Pellet dikeraskan dengan tekanan tinggi pada autoclave sehingga kapur didalamnya mengalami perubahan fasa dan berfungsi sebagai binder. Peleburan dikupola menggunakan udara panas dan udara yang diperkaya dengan oksigen. Walaupun dapat menghasilkan pig iron, proses ini tidak berkembang, hal diperkirakan karena skalanya yang kecil juga kemungkinan terjadinya peleburan reduksi yang memerlukan temperatur tinggi dan mengkonsumsi bata tahan api yang lebih cepat dari kupola yang biasa. Studi pengolahan pasir besi di Mozambique (Gonzales et all., 2001) menekankan pada strategi pemisahan awal pada tahap benefisiasi dengan memperhatikan kandungan senyawa yang berharga seperti TiO2 yang cukup tinggi (19%), secara ekonomis akan dipertimbangkan jalur proses yang akan menempatkan TiO2 sebagai produk utama dan konsentrat besi sebagai produk samping.

Jalur lain dalam reduksi Pellet komposit adalah menggunakan tungku putar sebagaimana digunakan di India dan New Zealand serta Afrika Selatan. Proses ini dikembangkan oleh SLRN dan telah terbukti dalam skala Industri. Proses yang lebih baru menggunakan Rotary Hearth Furnace yang diusulkan oleh Midrex (Tinnis et all., 1990) untuk mengolah bijih besi halus. Untuk meningkatkan efisiensi RHF, Lu dan Huang (2001) mempelajari proses reduksi di RHF dan mengusulkan ditambahnya ketinggian bed Pellet di RHF dari praktek saat ini setinggi 3 pellet ( 25 mm ) menjadi 120 mm. Diusulkan pula bentuk tungku yang lurus berpasangan sehingga dapat menurunkan biaya investasi dan efesiensi energi lebih baik.

(34)

3.1. Alat dan Bahan.

3.1.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Separator Magnetik

Separator atau pemisah magnetik ini dilengkapi dengan pengumpan getar yang berfungsi untuk meratakan dan mengatur jumlah pasir besi yang jatuh diatas sabuk pada bagian pemisah magnet yang menghubungkan antara rol penggerak dan rol magnet. Antara rol penggerak dan rol magnet dihubungkan juga oleh rol penghubung yang berfungsi untuk mengantarkan partikel magnetik dari rol magnet menuju tempat penampungan. Dengan sabuk penghubung tersebut, pasir besi diantarkan menuju rol magnet yang merupakan gabungan dari magnet magnet yang berdiameter sama pada posisi sejajar. Selama rol magnet berputar, partikel yang tidak bersifat magnet akan berjatuhan dan memisahkan diri dari partikel yang bersifat magnetik dengan utama adalah oksida besi. Pasir besi yang bersifat magnet akan terus melewati rol penghubung yang tidak bermagnet sehingga akan terjatuh pada tempat penampungan.

Gambar 3.1 Magnetic Separator

(35)

23

2. Diskmill

Alat diskmill yang digunakan dalam penelitian ini adalah Siebtechnik GmbH Platanenallee 46 45478 Mülheim an der Ruhr buatan Jerman. Alat ini terdapat di Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F LIPI) Serpong.

(a) (b) (c)

Gambar 3.2. Diskmill

3. Planetary Ball Mill (PBM 4A)

Suatu alat planetary ball mill bersudut yang memiliki 4 buah jar dimana poros pusat yang digerakkan dengan motor, dihubungkan dengan sabuk pada salah satu jar yang telah dihubungkan juga dengan tiga jar yang lain sehingga keempat jar tersebut berputar secara rotasi pada sumbunya sambil berputar secara revolusi mengitari poros pusatnya. PBM4A ini merupakan instrumaten hasil kreasi Pusat Penelitian Fisika LIPI. Pengaturan dan karakteristik Planetary Ball Mill untuk penelitian ini :

• Putaran

Perbandingan putaran plate dan jar : 1 : 26. Kecepatan putaran motor = 815 rpm, kecepatan putaran pulley bawah = kecepatan putaran pulley jar = 235 rpm, kecepatan putaran sumbu utama = 51.3 rpm, kecepatan putaran plate : 180.8 rpm dan kecepatan putaran jar = 470 rpm. Tipe putaran discontinue/hidup-mati, hidup : 12 menit, mati : 3 menit.

• Jar

Rechargerable atmosphere jar (gas Ar), volume max : 600 ml / jar.

Jenis material jar: besi baja SKD 11.

(36)

• Milling Ball

Material bola bola mill : Stainless chrome. Dengan ukuran bola besar

¾ inci dan bola kecil 3/8 inci. Perbandingan berat bola dan bahan (BPR) = 8 : 1.

Gambar 3.3 Planetary Ball Mill (PBM 4A), jar dan bola bola milling

4. Alat kompaksi

Alat kompaksi ini digunakan untuk membuat material kompak dari campuran bubuk besi dan besi murni yang telah dimiling, yang nantinya akan digunakan untuk proses pembakaran. Dengan alat kompaksi ini, material akan dikompaksi sampai tekanan sebesar 10 MPa.

(a) (b)

Gambar 3.4 Alat Kompaksi Yang Digunakan dalam Penelitian

5. Muffle (Electric) Furnace.

(37)

25

Alat tungku listrik (Electric Furnace) yang digunakan untuk membakar pellet pada skala laboratorium terdapat di Pusat Penelitian Metalugi LIPI PUSPIPTEK Serpong. Electric furnace ini dapat diprogram bekerja dalam suasana bebas udara, buatan Jerman bermerk Nabertherm ini dapat beroperasi sampai dengan suhu 1600 oC.

Gambar 3.5 Electric Furnace Nobertherm

6. Electric Arc Furnace

Alat tungku las (Arc Furnace) yang digunakan untuk membakar pellet terdapat di Pusat Penelitian Metalugi LIPI PUSPIPTEK Serpong. Electric arc furnace ini dibuat atas kerjasama dengan tim peneliti di Pusat Penelitian Metalurgi Serpong. Alat ini dapat beroperasi sampai dengan suhu 3000 oC.

Alat ini terdiri atas dua bagian, yaitu:

a. Elektroda arc.

Tinggi total ± 150 cm dengan material berupa besi, terdiri dari 2 bagian yaitu penyangga yang panjangnya ± 150 cm dan elektroda grafit yang panjang totalnya ± 60 cm berbentuk silinder dengan ujung runcing. Elektroda grafit dan penyangga ini dihubungkan oleh material yang bersifat isolator, sehingga pada saat arc furnace ini dijalankan tidak akan terjadi kontak listrik secara langsung antara teknisi dengan elektroda grafit. Perlu juga diketahui arus listrik yang digunakan pada alat ini ± 250 ampere dengan beda votensial ± 50 V sehingga daya listrik yang ada adalah ± 12,5 KW. Ketinggian elektroda grafit ini dapat disesuaikan dengan cara memutar tuas yang terdapat pada

(38)

penyangga, hal ini dimaksudkan untuk dapat melakukan pembakaran pelet yang merata dan optimal.

b. Furnace (Tungku pembakaran)

Furnace atau tungku pembakaran ini adalah tempat terjadinya proses pembakaran pelet pasir besi. Didalam tungku ini terjadi juga proses reduksi oksida besi pada pasir besi oleh senyawa-senyawa pereduksinya, seperti karbon atau hidrogen. Tungku pembakaran ini terbuat dari tiga bahan dasar, yaitu grafit, castable alumina C-18 dan Glass wool. Grafit berfungsi sebagai elektroda kerja. Grafit ini dihubungkan dengan listrik bertegangan tinggi, dan saat bertemu dengan grafit pada elektroda arc maka akan menimbulkan percikan api (las) pada saat proses pembakaran pelet pasir besi, suhu yang dihasilkan sangat tinggi yaitu dapat mencapai 1800-2000oC, untuk mengetahui suhu tersebut digunakan Optical Pyrometer model IR-U.. Bentuk grafit pada tungku pembakaran ini berbeda dengan grafit pada elektroda arc, bentuk grafit pada tungku pembakaran ini berbentuk batang yang memiliki panjang ± 50 cm, ± 30 cm dan ± 40 cm. Ketiga ukuran grafit ini ditempelkan pada kedua sisi dinding tungku dan juga pada alasnya sehigga berbentuk menyerupai huruf ”U”. Castable alumina C-18 digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat dinding tungku pembakaran. Bahan ini dipilih karena tahan pada suhu sampai 3000oC, selain juga mudah ditemukan dipasaran. Pada saat pembuatan dinding tungku pembakaran ini, castable C-18 dicampur dengan air kemudian dicetak sehingga berbentuk silinder mengerucut/menyempit ke bagian bawah dengan diameter atas dalam ± 25 cm, diameter bawah dalam ± 10 cm, tinggi ± 60 cm dengan ketebalan ± 6 cm. Glass wool digunakan sebagai bahan isolator antara castable alumina C-18 dengan rangka yang terbuat dari besi. Glass wool ini dipasang menyelimuti castable alumina C-18 agar tidak kontak dengan rangka besi, sehingga pada saat dilakukan pembakaran pelet pasir besi arus listrik yang ada dalam elektroda kerja tidak akan mengalir pada rangka besi. Ketebalan dari glass wool ini ± 5 cm.

(39)

27

Gambar 3.6 Electric Arc Furnace

Gambar 3.7 Optical Pyrometer Model IR-U.

7. Microcutter

Untuk memotong sampel pada ukuran yang diinginkan tanpa merusak morfologi dan diharapkan juga tidak merusak struktur mikronya maka digunakan microcutter yang terdapat di Pusat Penelitian Fisika LIPI Serpong.

(40)

Gambar 3.8 Micro Cutter

8. Polisher

Sebelum sampel dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan XRF, XRD maupun SEM maka terlebih dahulu sampel tersebut dihaluskan morfologi permukaannya menggunakan mesin polisher yang terdapat di Pusat Penelitian Fisika LIPI Serpong.

Gambar 3.9 Polisher

9. Scanning Electron Microscope (SEM)

Morfologi, permukaan dan mikrostruktur sampel ingot dan slag skala laboratorium dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan ESEM (XL30CP-Phillips), FE-SEM (S-4100H Hitachi) dan EDX (XL30CP-Phillips) yang terdapat di Kagoshima University Jepang. Sedangkan untuk morfologi

(41)

29

dan struktur ingot dan slag skala lebih besar dianalisis dengan menggunakan HR-SEM (JEOL JSM-6510LA) tandem EDX yang terdapat di PTBIN BATAN PUSPIPTEK Serpong.

Gambar 3.10 HR-SEM (JEOL JSM-6510LA) tandem EDX

10. X Ray Diffraction (XRD)

Alat XRD yang digunakan pada penelitian ini adalah alat XRD yang terdapat di Jurusan Ilmu Material, Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Indonesia. Spesifikasi dan pengaturan parameter alat XRD yang digunakan yaitu :

Diffractometer type : PW370 BASED, Tube anode : Co, Generator tension [kV]: 40, Generator current [mA]: 30, Wavelength Alpha1 [Å]: 1.78896, Wavelength Alpha1 [Å]: 1.79285, Intensity ratio (alpha2/alpha1): 0.500, Divergence slit: ¼ o, Receiving slit: 0.2, monochromator used: NO, Start angle [o2θ]: 20.025, end angle [o2θ]: 99.925, Step size [o2θ]: 0.050, maximum intensity: 2735.290, Time per step [s]: 1.000, Type of scan: CONTINUOUS, Minimum peak tip width: 0.00, maximum peak tip width: 1.00, Peak base width: 2.00, Minimum significance: 0.75.

11. X-Ray Fluoresence (XRF)

Alat uji XRF tipe JSX-3211 yang berada di Departemen Fisika UI dengan kapasitas voltasi tube 30 kV.

(42)

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang dipakai pada penelitian ini adalah : 1. Pasir Besi (dari Kec. Cidaun, Kab. Cianjur) 2. Grafit.

3. Bentonite.

4. NaF.

5. Kapur / CaCO3. 6. Tetes

7. Nital (2% HNO3 dalam pelarut Alkohol)

Pasir besi yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Pasir besi tersebut terhampar disepanjang garis pantai selatan lautan Hindia. Grafit yang digunakan sebagai reduktan pada penelitian ini berbentuk serbuk, mengandung lebih dari 90 % karbon. Bentonit yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari Pusat Penelitian Metalurgi LIPI dan analisis unsur yang terdapat didalamnya dapat dilihat pada Lampiran 3. NaF yang digunakan pada penelitian ini mengandung 99.0 % NaF murni produksi MERCK. Kapur yang digunakan didapatkan dari daerah Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Nital yang digunakan dalam preparasi sampel sebelum dianalisis menggunakan SEM dan EDS adalah larutan HNO3 2 % yang dilarutkan dalam alkohol.

(43)

31

3.2. Diagaram Alir Penelitian.

Gambar 3.11 Langkah Kerja Eksperimen Skala Laboratorium Secara Skematik.

Bubuk Grafit

Pemaduan Mekanik (Planetary Ball Mill)

Selama 100 jam

Karakterisasi Bubuk Hasil Pemaduan Mekanik

(XRD) Sampel bubuk

Karakterisasi hasil pembakaran (XRD, XRF, Mikrostruktur dan EDX)

Pasir Besi dengan kandungan senyawa yang bersifat magnetik

Dibakar dengan electric furnace pada 1350ºC, dengan variasi waktu 5, 10, 15 & 20 mnt.

Sejumlah Pasir Besi

Dihaluskan dengan Diskmill selama 10 mnt Campuran pasir besi, grafit, kapur

dan grafit dengan komposis berturut- turut 74, 20, 5 & 1% (wt%)

Dikompaksi dengan tekanan 70 Kg/cm2 Sampel Pellet

Magnetic Separator

(44)

Gambar 3.12 Langkah Kerja Eksperimen Skala Lebih Besar Secara Skematik.

Bubuk Grafit

Dihaluskan dengan Diskmill selama 10 mnt

Karakterisasi Bubuk Hasil Pemaduan Mekanik

(XRD) Sampel bubuk

Karakterisasi hasil pembakaran (XRD, XRF, Mikrostruktur dan EDX)

Pasir Besi dengan kandungan senyawa yang bersifat magnetik

Dibakar dengan arc furnace pada 1700ºC, dengan waktu 20 mnt.

Sejumlah Pasir Besi

Campuran pasir besi, grafit, kapur dan grafit dengan komposis berturut-

turut 74, 20, 5 & 1% (wt%)

Ditambahkan tetes untuk membuat pellet yang kompak

Sampel Pellet

Magnetic Separator

(45)

33

Gambar 3.11 menunjukkan langkah kerja penelitian skala laboratorium secara skematik. Bubuk grafit dan pasir besi (setelah melalui pemurnian dengan pemisahan magnetik dan penghalusan menggunakan diskmill) dimasukkan bersama-sama dengan kapur dan bentonite dengan komposisi berturut-turut 74 : 20 : 5 : 1 % wt%. dua macam ukuran bola-bola penghancur, masing-masing berdiameter 12,71 dan 7,95 mm ke dalam jar dengan volume 600 ml. Bahan dari bola-bola penghancur dan jar adalah besi baja SKD 11.

Perbandingan massa dari bola-bola penghancur terhadap massa campuran bubuk (Ball Powder Ratio, BPR) adalah 8:1. Sementara itu perbandingan volume di dalam pot dari bubuk, bola-bola penghancur dan ruang kosong adalah 1/3 : 1/3 : 1/3. Akhirnya didapatkan jumlah berat total bola yang digunakan adalah 1170 gr (perbandingan jumlah bola besar dan bola kecil 1:3) sehingga berat total sampel yang dapat dimasukkan ke dalam vial untuk sekali miliing adalah 146 gr. Milling dilakukan dengan menggunakan planetary ball mill selama 100 jam.

Sampel bubuk hasil penghalusan secara mekanik kemudian disiapkan untuk proses konsolidasi. Bubuk yang tersedia kemudian dikompaksi untuk mendapatkan pellet dalam bentuk tablet dengan ukuran diameter 3 cm dan tebal 0,5 cm. Sampel kemudian dibakar menggunakan electric furnace pada suhu 1350oC dengan variasi waktu 5, 10, 15 dan 20 mnt. Sampel hasil pembakaran ini kemudian dianalisis mikrostrukturnya menggunakan SEM dan analisis unsur menggunakan EDS.

Gambar 3.12 menunjukkan langkah kerja penelitian untuk skala lebih besar, secara keseluruhan prosesnya hampir sama dengan langkah kerja penelitian untuk skala laboratorium hanya terdapat beberapa perbedaan. Pada skala laboratorium digunakan PBM untuk menghaluskan sampel yang akan dijadikan pellet, namun pada skala yang lebih besar tidak dilakukan karena kurang efisien mengingat jumlah yang diharapkan sangat besar yaitu sampai pada skala 5-10 kg. Pada proses pembuatan pellet untuk skala lebih besar ditambahkan campuran tetes dan air (1:1) untuk membuat pellet yang kompak. Selain itu juga ditambahkan

(46)

senyawa NaF sebanyak 5 wt% dari total campuran pellet yang akan dibentuk/

dipeletasi. Proses pelletasi menggunakan pipa PVC berukuran diameter 3 cm dan tinggi 6 cm. Untuk proses pembakaran pellet digunakan electric arc furnace yang beroperasi pada tegangan 50 Volt dan arus 125 A selama 20 menit, suhu yang terukur dengan optical pyrometer adalah 1700-1800oC. Besi hasil metalisasi dan slag yang terbentuk dianalisis menggunakan XRF, XRD, SEM dan EDS.

(47)

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1. Persiapan dan analisis bahan baku

Untuk mendapatkan teknologi yang dapat diulang-ulang (repeatable) dengan bahan menggunakan bahan baku pasir besi dari Cianjur, maka perlu dilakukan eksperimen skala laboratorium. Eksperimen ini sangat diperlukan untuk mengetahui mekanisme metalisasi dan pemisahan slag dari hot-metal/ pig iron serta mendapatkan komposisi bahan baku dan parameter lainnya yang efisien.

Pertama, pasir besi dipisahkan dari pengotornya dengan menggunakan magnetic separator. Sampel yang diseparasi sebanyak 20 kg. Separasi dilakukan sampai warna dari pasir besi tidak berubah lagi atau hitam pekat. Seperti terlihat pada Gambar 4.1, pasir besi setelah pemisahan 3 kali berwarna hitam pekat.

Pembersihan pasir besi secara konvensional adalah dengan mengayak menggunakan saringan mesh -100. Kandungan Fe yang didapat dengan cara ini dibawah 50%. Pemisahan dengan magnet separator lebih baik dari pada proses konvensional karena pemisahan tidak berdasarkan besar partikel tetapi sifat magnetik dari pasir besi yang mengandung Fe3O4 (magnetite) atau senyawa lainnya yang memiliki sifat magnetik. Pada penelitian ini hanya digunakan satu magnet yang memiliki medan magnet rendah. Hasil dari proses separasi magnetik dapat dilihat pada Gambar 4.1

Analisis XRF pada pasir besi sebelum dan sesudah proses separasi magnetik ditunjukkan pada tabel 4.1.

(48)

Gambar 4.1 Pasir Besi (a) Sebelum Separasi Dan (b) Setelah Separasi 3 Kali.

Tabel 4.1. Hasil XRF Pasir Besi Sebelum dan Sesudah Separasi Magnetik.

No.

Atom

Nama Atom

Pasir Besi Sebelum diseparasi (wt %)

Pasir Besi Setelah diseparasi 3 kali (wt %)

12 Mg 1.6856 1.6319

13 Al 1.4674 1.8889

14 Si 3.2633 1.3394

20 Ca 0.5941 0.1110

22 Ti 14.1864 9.8348

23 V 0.4766 0.5337

24 Cr 0.0493 0.0683

25 Mn 0.6780 0.8253

26 Fe 77.5112 83.3887

52 Te 0.0880 -

Berdasarkan perbandingan data XRF diatas dapat disimpulkan bahwa benefesiasi besi magnetik dengan menggunakan magnetik separasi memberikan hasil yang cukup baik, persentase berat besi dalam pasir besi meningkat sebanyak 5.8775 % dan diduga unsur besi merupakan bagian dari senyawa besi oksida yang memiliki sifat magnetik cukup kuat. Berdasarkan pada literatur (Yulianto, 2003 dan Manaf, 2005) senyawa besi oksida yang terdapat dalam pasir besi setelah proses

b a

(49)

37

benefesiasi adalah magnetit (Fe3O4) dan ilmenit (FeTiO3). Masih bercampurnya senyawa FeTiO3 dalam pasir besi ini dikarenakan keterbatasan dari medan magnet yang digunakan, FeTiO3 dan Fe3O4 merupakan dua oksida besi yang memiliki sifat magnetik yang cukup dekat. Solusi untuk memisahkan kedua senyawa ini yaitu dengan menggunakan variasi magnet yang memiliki medan magnet yang berbeda namun tidak terlalu besar nilainya. Senyawa FeTiO3 yang mengandung logam Ti ini akan menjadi masalah pada saat proses pembakaran untuk menghasilkan ingot besi. Adanya logam Ti dalam bijih besi akan menyebabkan suhu metalisasi menjadi tinggi yaitu 1600oC (Gonzales et all, 2001).

Hasil analisis XRD pada pasir besi hasil separasi magnetik ini akan memperjelas senyawa besi oksida yang terkandung didalamnya. Pada Gambar 4.2 ditunjukkan pola difraksi pasir besi yang telah diolah dengan menggunakan GSAS. Parameter input untuk analisis GSAS yang digunakan adalah data kristalografi dari senyawa hasil identifikasi manual, antara lain senyawa Fe3O4 yang memiliki sistem kristal kubus dan space group Fd3m dengan parameter kisi a = 8,41 Ǻ, sesuai dengan PDF no. 02-1035 dan senyawa FeTiO3 yang memiliki sitem kristal rombohedral dan space group R3c dengan parameter kisi a = 5,123 Ǻ dan c = 13,760 Ǻ sesuai dengan PDF no 83-0192. Hasil fitting antara kurva pengukuran dan teoritik dari database ICDD memperlihatkan selisih yang kecil sekali mengindikasikan kesesuaian antara pola difraksi pengukuran dan teoritik. Hasil ini ditunjukkan pada tabel 4.2 yang membandingkan nilai d puncak-puncak difraksi setelah proses fitting dengan nilai d senyawa kimia dari PDF. Berdasarkan hasil pada tabel 4.2 tersebut, nilai d hasil fitting umumnya memiliki kesesuaian sampai 2 angka desimal dibelakang koma dengan nilai d senyawa FeTiO dan Fe O . Disamping

(50)

berhasilnya diidentifikasi jenis senyawa didalam pasir besi magnetik, melalui analisis GSAS juga berhasil ditentukan fraksi berat dari senyawa yang ada yaitu Fe3O4 91,04 wt% dan konsentrasi FeTiO3 sebesar 8,96 wt%. Hasil ini masih relevan dengan hasil yang dicapai oleh penelitian sebelumnya (Manaf, 2005) yang mendapatkan Fe3O4 sebesar 84,33 wt% dan FeTiO3 15,67 wt%.

Gambar 4.2 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Besi Hasil Separasi Magnetik dengan Menggunakan GSAS.

Untuk mencampurkan dan menghaluskan pasir besi digunakan planetary ball mill PBM4A buatan PPF LIPI. Perbandingan berat bola dan sampel adalah 8 : 1. Bola yang digunakan adalah campuran bola besar (20 mm) dan kecil (10 mm) dengan perbandingan 1 : 3. Bola besar sebanyak 30 buah dengan berat total adalah 855 g dan bola kecil sebanyak 90 buah dengan berat total 315 g. Sehingga berat total

(51)

39

bola adalah 1170 g dan berat sampel campuran 146 gr. Pasir besi dicampur grafit, bentonit dan kapur dengan perbandingan berturut-turut 90:10:0:0 dan 74:20:1:5.

Komposisi dari campuran pasir besi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Puncak Difraksi Pasir Besi Hasil Separasi Magnetik.

Titik dhkl Senyawa ICDD

No. Peak

ICDD Data Penelitian

hkl

Reff. No

1 4,8479 4,9421 111 Fe3O4 021035 2 2,9800 3,0121 220 Fe3O4 021035 3 2,7186 2,7562 104 FeTiO3 830192 4 2,5400 2,5527 311 Fe3O4 021035 5 2,4300 2,4460 222 Fe3O4 021035 6 2.0900 2,1181 400 Fe3O4 021035 7 1,7100 1,7204 422 Fe3O4 021035 8 1,6037 1,6265 018 FeTiO3 830192 9 1,4800 1,4896 440 Fe3O4 021035 10 1,2808 1,2829 220 FeTiO3 830192 11 1,2600 1,2680 622 Fe3O4 021035

Tabel 4.3. Komposisi Campuran Pasir Besi Yang Digunakan dalam Penelitian.

Pasir Besi (g) Grafit (g) Bentonit (g) Kapur (g)

Sampel 1 131.4 14.6 0 0

Sampel 2 108.04 29.2 1.46 7.3

Sebelum dihaluskan dan dicampurkan menggunakan PBM4A, ukuran pasir besi dikecilkan dengan menggunakan disk mill selama 20 menit. Hal ini bertujuan agar campuran pasir besi homogen dan penghancuran menjadi lebih efektif pada saat di PBM4A. Sampel yang telah di milling selama 100 jam dikompaksi dengan menggunakan alat kompaktor dengan tekanan 70 kg/cm2. Besar sampel hasil

Gambar

Gambar 1.1 Aplikasi Penggunaan Baja dalam Kehidupan Manusia  Sumber : ”Telah diolah kembali” dari berbagai sumber
Gambar 2.1 Penggunaan Teknologi Pembuatan Besi di Dunia  Sumber : International Iron and Steel Institute, 2006
Gambar 2.2 Diagram Dapur Tinggi
Gambar 2.4 Plant Reduksi Langsung Yang Digunakan Oleh PT. Krakatau Steel.
+7

Referensi

Dokumen terkait

yaitu, Bapak Moh.Thohir (alm) dan Ibunda tercinta Istifaiyah yang selalu memberikan do’a, dukungan, kasih sayang dan setia mendengarkan segala keluh kesah penulis

Perbaikan yang disarankan validator yaitu pada modul hasil penelitian uji toksisitas ekstrak kulit batang rengas (Gluta renghas) terhadap larva udang Artemia salina

pada media ogawa bahan dasar telur puyuh dan telur entok menunjukan rata-rata bakteri tumbuh pada hari ke- 17, sedang pada media ogawa telur ayam kampung bakteri rata-rata

Mevcut çalışmanın temel amaçlarından biri okul öncesi öğretmen adaylarının bebeklik döneminde kurum temelli eğitime ilişkin görülerini betimlemek iken, bir diğer amacı

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditentukan kriteria untuk mendapatkan tingkat pelayanan dari perusahaan tahu takwa di Kota Kediri, terbukti bahwa

Mengadakan Rapat Pleno Yudisium dan menanda tangani Berita Acara Yudisium pada akhir bulan sesuai dengan kalender akademik Memberikan Paraf Pengesahan pada Laporan Tugas

PERTAMA : Mengangkat dan menugaskan dosen mengajar matakuliah pada program studi S-1 Teknik Sipil Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan,

Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang