• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRESENTASI METROSEKSUAL DALAM VIDEO MUSIK SEVENTEEN THANKS (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Dalam Video Musik Seventeen Thanks )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PRESENTASI METROSEKSUAL DALAM VIDEO MUSIK SEVENTEEN THANKS (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Dalam Video Musik Seventeen Thanks )"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

i

PRESENTASI METROSEKSUAL

DALAM VIDEO MUSIK SEVENTEEN “THANKS”

(Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Dalam Video Musik Seventeen “Thanks”)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG

2021

(2)

ii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR BAGAN ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Fokus Penelitian ... 7

1.3 Identifikasi Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Kegunaan Penelitian... 8

1.5.1 Kegunaan Teoritis ... 8

1.5.2 Kegunaan Praktis ... 8

1.6 Waktu dan Periode Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Rangkuman Teori ... 9

2.1.1 Video Musik Sebagai Marketing Mix ... 9

2.1.2 Dampak Pesan Metroseksual Dalam Video Musik ... 11

2.1.3 Pesan Metroseksual Pada Video Musik ... 12

2.1.4 Karakteristik Metroseksual Pada Penampilan ... 13

2.1.5 Profil Video Musik “Thanks” Milik Boyband Seventeen ... 14

2.1.6 Sejarah dan Perkembangan Semiotika ... 16

2.2 Penelitian Terdahulu ... 18

2.3 Kerangka Pemikiran ... 36

(3)

iii

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Paradigma Penelitian ... 37

3.2 Metode Penelitian ... 37

3.3 Objek dan Subjek Penelitian... 40

3.3.1 Objek Penelitian ... 40

3.3.2 Subjek Penelitian ... 40

3.4 Unit Analisis Penelitian ... 40

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.5.1 Data Primer ... 43

3.5.2 Data Sekunder ... 44

3.6 Teknik Analisis Data ... 44

3.7 Teknik Keabsahan Data... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN ... 49

(4)

iv DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Waktu dan Periode Penelitian ... 8 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 18 Tabel 3.1 Unit Analisis Penelitian ... 41

(5)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Model Triangle Meaning Peirce ... 39

(6)

vi DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran ... 36

(7)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Potongan Scene Video Musik Seventeen ‘Thanks’

(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dilansir dari ThoughtCo., budaya populer diartikan sebagai sebuah tradisi atau budaya utama dari sebuah kelompok masyarakat tertentu. Budaya populer meliputi musik, seni, literasi, gaya busana, tarian, film, budaya cyber, televisi, dan radio yang diminati oleh kebanyakan masyarakat. Budaya populer adalah sebuah media yang dapat diakses dan diminati secara massa (Crossman, 2019). Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa masyarakat cenderung menjadi pengikut dibanding pembuat trend. Budaya popular merupakan budaya kelas bawah yang menjadi sebuah trend di masyarakat. Budaya populer diartikan sebagai sebuah budaya yang disukai masyarakat. Selain itu, budaya populer juga memiliki arti budaya yang berasal dari rakyat dan dibuat untuk rakyat (Tumanan, 2015). Salah satu budaya populer yang sedang marak di masyarakat adalah Korean Wave. Korean Wave merupakan sebuah budaya populer yang sudah dikenal oleh dunia dan dinikmati oleh masyarakat. Keberadaan hal-hal yang berhubungan dengan Korea Selatan seperti musik dan film berhasil menarik perhatian penggemar (Service, 2011). Musik asal Korea Selatan yang dirilis juga tak jauh dari adanya produksi sebuah video musik. Video musik adalah sebuah film promosi untuk musik populer yang mulai tersebar secara luas di televisi pada awal tahun 1980 (Carson, 2010). Video musik di Korea Selatan mengangkat beragam isu, seperti LGBTQ+, feminisme dan maskulinisme, metroseksual, hingga kesehatan mental. Salah satu video musik yang memunculkan fenomena metroseksual adalah video musik Thanks milik boyband Korea Selatan bernama Seventeen. Seventeen merupakan sebuah boyband asal Korea Selatan yang melakukan debutnya di tahun 2015. Pada tahun 2018, Seventeen merilis sebuah single berjudul Thanks. Video musik dari single tersebut berhasil memuncaki

tangga lagu dengan posisi ke 4 pada tangga lagu The World Digital Song Sales dan posisi ke 2 pada tangga laguu Heatseekers Album. Selain itu, Seventeen hampir mendapatkan sembilan juta penonton di YouTube untuk video musik Thanks.

Dalam video musik Thanks, anggota Seventeen terlihat secara terang-terangan menunjukan rutinitas mereka sebagai seseorang yang bekerja dalam industri

(9)

2 hiburan serta rutinitas perawatan diri mereka dengan menggunakan riasan dan pemilihan busana. Mereka melakukan hal tersebut agar dapat diterima dan menarik perhatian masyarakat terutama penggemar terhadap penampilan yang mereka miliki sebagai seorang pria yang menggunakan riasan. Dikutip dari Billboard “-- spotlighting their beauty routine is likely being used as a way to further pull in fans and viewers, not turn them off.” (Benjamin, 2018). Dari kutipan tersebut, diperoleh informasi mengenai bagaimana anggota Seventeen secara terbuka menunjukan rutinitas mereka untuk merawat penampilan sebelum naik ke panggung dengan menggunakan produk riasan. Sebagai sebuah video musik dengan pencapaian pada tangga lagu yang baik yang menunjukan secara jelas kegiatan perawatan diri bagi seorang pria yang merupakan salah satu ciri dari pria metroseksual, penulis memutuskan untuk menjadikan video musik Thanks milik Seventeen sebagai objek penelitian.

Maskulinitas di Asia khususnya yang terkena pengaruh dari budaya populer Korea yang menciptakan fenomena Hallyu dan Korean Wave telah memberikan kesadaran pada dunia tentang pergeseran persepsi mengenai maskulinitas (Jung, 2011). Hal ini membuat banyak video musik milik artis Korea Selatan yang memunculkan fenomena keanekaragaman maskulinitas, baik dari segi berpakaian hingga gaya hidup.

Terjadi infiltrasi dimana adanya pemberian pengaruh dari fenomena budaya populer Korea seperti musik video K-POP, drama Korea, dan budaya Korea lainnya secara tidak sadar kepada masyarakat, misalnya dalam gaya berpakaian dan perubahan pola hidup. Contohnya adalah akun instagram @kadavroom milik seorang pria bernama Dama, anggota dance cover K-POP yang menunjukan adanya penerimaan budaya K-POP dari cara berpenampilan. Dama merupakan anggota dari dance cover bernama Invasion Dance. Sebagai seorang anggota dance cover K-POP, Dama mendapatkan pengaruh berupa gaya berpenampilan mulai dari cara berpakaian hingga gaya rambut yang diwarnai seperti yang sering ditampilkan oleh idol K-POP pada umumnya. Dalam dunia K-POP, selain penampilan live dan acara meet and greet, keberadaan video musik menjadi salah satu bahan promosi dari sebuah boygroup atau girlgroup K-POP (Cobb, 2021).

Setiap penyanyi Korea Selatan merilis lagu baru, para penggemar juga akan

(10)

3 menantikan video musik yang dirilis bersamaan sebagai salah satu bentuk promosi dari lagu yang dirilis. Hal tersebut menunjukan bahwa video musik yang merupakan hal penting dalam K-POP, sebagai salah satu budaya populer, menjadi sebuah kekuatan untuk merubah pikiran masyarakat, salah satunya mengenai pergeseran budaya gender.

Adanya pergeseran budaya gender salah satunya dipengaruhi oleh tuntutan yang ada dari setiap orang di lapisan masyarakat untuk merawat penampilan mereka, baik wanita mau pun pria. Mengganti gaya rambut, menggunakan aksesoris, mengenakan pakaian yang modis, menggunakan riasan dapat dikategorikan sebagai cara untuk merawat penampilan. Setiap orang dapat merawat penampilan mereka dengan cara yang sederhana, tanpa memerlukan banyak biaya, dan melakukannya di rumah. Tapi, tak sedikit juga orang yang memberikan usaha lebih untuk merawat penampilan mereka. Orang-orang tersebut melakukan perawatan secara khusus di salon yang dilakukan setiap periode waktu tertentu. Tentunya, perawatan tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Bahkan, ada tempat perawatan yang mematok harga hingga jutaan rupiah untuk sekali perawatan. Namun, semua hal tersebut tidak menjadikan penghalang bagi mereka untuk mendapatkan kepuasan dan penampilan yang maksimal. Tidak hanya wanita, pria pun tidak akan ragu untuk melakukan hal yang sama.

Banyaknya fenomena tersebut menjadikan seorang pria dapat melakukan perawatan diri untuk meningkatkan penampilan mereka baik dalam kehidupan sehari-hari hingga ranah profesional. Adanya suasana baru berupa pentingnya merawat penampilan sejak kehadiran wanita yang memperhatikan penampilannya dalam dunia kerja membuat pria dituntut untuk turut memperhatikan penampilannya juga, terutama pria yang hidup di kota-kota metropolitan (A.

Mulyana, 2015b).

Jaman yang kian maju merubah lingkungan masyarakat dan menjadikan perawatan diri sebagai hal yang penting untuk dilakukan. Namun, perawatan diri yang dilakukan untuk kaum pria masih terbilang jarang. Pria biasanya merawat diri dengan cara-cara sederhana dan tidak memerlukan banyak biaya serta waktu. Pria yang menghabiskan waktu dan uang untuk melakukan perawatan diri seperti pergi ke salon untuk mendapatkan perawatan khusus dalam periode waktu tertentu atau bahkan menggunakan riasan agar terlihat lebih menarik masih jarang ditemui.

(11)

4 Salah satu faktor dari fenomena tersebut adalah karena masyarakat masih menganggap bahwa seorang pria yang melakukan perawatan diri layaknya seorang wanita adalah hal yang tidak biasa. Ini disebabkan karena masyarakat masih terpaku pada pandangan maskulinitas tradisional. Merawat diri bukan lah hal yang diidentikan pada seorang pria. Seorang pria sering kali dituntut oleh lingkungan untuk memenuhi standar maskulinitas yang ada. Dr. Ronald F. Levant mendeskripsikan nilai-nilai maskulinitas tradisional bahwa seorang pria seharusnya menghindari hal-hal feminim, tidak menunjukan emosi, membedakan seks dan cinta, tidak bergantung pada orang lain, bersifat agresif dan mengutamakan kekuatan fisik, serta bersifat homopobik (A. Mulyana, 2015b).

Hal-hal feminim yang telah disinggung di atas salah satunya adalah perawatan diri.

Dalam hal merawat diri, masyarakat masih membedakan perawatan yang dilakukan seseorang berdasarkan gender. Padahal, setiap orang bisa melakukan perawatan apa pun tanpa memandang gender mereka. Baik pria mau pun wanita memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perawatan diri tanpa memandang adanya perbedaan gender. Sebenarnya, yang membedakan hal tersebut bukan lah gender, melainkan adanya standar maskulinitas dan feminitas di masyarakat.

Gender adalah sebuah konstruksi multi-dimensi yang merujuk pada peran, tanggung jawab, dan batasan yang berbeda tergantung pada pribadi masing- masing. Gender yang dibentuk secara biologis terdiri dari pria dan wanita.

Sedangkan feminitas dan maskulinitas adalah sebuah bentuk konstruksi sosial yang tidak ada hubungannya dengan gender secara biologis. (Bano & Sharif, 2016). Ada pula studi tentang gender yang mempelajari tentang bagaimana sebuah gender begitu penting untuk dipelajari secara kritis dari berbagai pandangan.

Gender tidak terpaku pada faktor yang dapat menentukan posisi seseorang di lingkungan masyarakat, seperti orientasi seksual, ras, kasta, kemampuan, agama, tempat asal, status kependudukan, pengalaman hidup, dan keberaaan seseorang (Zaborskis, 2018). Pertanyaan tersebut menunjukan bahwa keberadaan gender yang dimiliki oleh seseorang tidak menentukan hak mereka untuk melakukan perawatan diri.

Pria yang memiliki keinginan untuk melakukan perawatan terhadap dirinya sendiri mulai bermunculan di kehidupan masyarakat. Faktor tuntutan seperti pekerjaan pun menjadi salah satu hal yang mendorong terjadinya fenomena

(12)

5 tersebut. Pria-pria tersebut ingin memiliki penampilan yang maksimal dan enak dipandang dengan cara mendapatkan perawatan khusus di salon, penggunaan pakaian yang modis, penggunaan aksesoris, atau bahkan penggunaan riasan seperti wanita yang selama ini lebih sering melakukan hal tersebut. Dengan adanya fenomena pria yang gemar merawat diri, maka hadir lah istilah metroseksual.

Istilah metroseksual muncul pada akhir abad ke-20 dan tersebar di seluruh dunia termasuk di Indonesia, terutama di kota-kota besar khususnya DKI Jakarta (Mulyana, 2015). Istilah ini awalnya dicetuskan oleh seorang jurnalis asal Inggris bernama Mark Simpson. Mark Simpson mencetuskan istilah metroseksual di sebuah artikel berjudul “Here Come the Mirror Men” dan mengartikannya sebagai sebuah ciri khas yang dimiliki pria perkotaan dari berbagai orientasi seksual yang memiliki naluri estetika yang kuat dan menghabiskan waktu serta uang mereka untuk penampilan dan gaya hidup. Seorang pakar pemasaran bernama Hermawan Kertajaya juga mengartikan bahwa metroseksual adalah pria pesolek yang memerhatikan penampilan mereka (Mulyana, 2015). Pria yang tinggal di perkotaan memiliki tuntutan tertentu mulai dari dalam dunia pekerjaan hingga pergaulan di lingkungan sehari-hari untuk selalu tampil semenarik mungkin.

Salah satu pekerjaan yang menuntut seorang pria untuk tampil menarik dalam kehidupan sehari-hari adalah pekerjaan di dunia hiburan. Tuntutan mengenai penampilan yang dialami pria yang bekerja di dunia hiburan ditampilkan dalam video musik Thanks milik Seventeen. Video musik Thanks milik Seventeen menampilkan para anggotanya berada di sebuah ruangan dengan produk riasan yang memenuhi meja di ruangan tersebut. Mereka sedang bersiap-siap untuk melakukan sebuah pertunjukan dengan membubuhkan riasan di wajah mereka yang dibantu oleh perias artis. Dalam video musik juga ditunjukan bahwa mereka melakukan hal tersebut karena mereka adalah seorang publik figur. Hal tersebut yang memunculkan ciri pria metroseksual dari kegiatan yang dilakukan oleh anggota Seventeen.

Penelitian ini dilakukan untuk merubah pandangan masyarakat mengenai batasan-batasan yang dimiliki oleh seorang pria sebab adanya maskulinitas tradisional yang salah satunya membuat seorang pria tidak dapat melakukan perawatan diri seperti kaum wanita. Sedangkan di lingkungan masyarakat terutama di dunia kerja, seseorang dituntut untuk tetap berpenampilan menarik tanpa

(13)

6 memandang jika orang itu pria atau wanita. Bem pada tahun 1974 berpendapat bahwa orang-orang dibagi menjadi dua kategori yaitu maskulin dan feminim dan mereka wajib mengikuti salah satu dari kategori tersebut berdasarkan gender biologis yang mereka miliki. Seorang laki-laki harus lebih cenderung memiliki karakteristik maskulinitas, sedangkan wanita harus memiliki karakteristk yang feminim. Hal tersebut membuat pria dan wanita dituntut untuk menjadi berbeda.

Mereka harus memiliki sikap, kesukaan, bahkan hak yang berbeda berdasarkan apa yang sudah ditetapkan oleh lingkungan sosial (Bano & Sharif, 2016). Pandangan ini yang membuat hak seorang pria untuk merawat dirinya dibatasi, hingga akhirnya muncul istilah metroseksual dimana seorang pria pun layak untuk mendapatkan perawatan diri tanpa memandang gender yang mereka miliki.

Di penelitian sebelumnya, ditemukan banyak topik yang membahas tentang fenomena metroseksual. Fenomena tersebut dibahas dari berbagai bidang, mulai dari bidang pemasaran dimana pria metroseksual memberikan keuntungan di bidang pemasaran, penerimaan masyarakat terhadap pria metroseksual, hingga munculnya pria metroseksual di media populer seperti televisi, majalah, video musik, dan film. Ada pun penelitian terdahulu tentang “Analisis Semiotika Representasi Pria Metroseksual dalam Video Musik Seventeen “Thanks””, jurnal milik Grace Harpono dan H.H Daniel Tamburian. Dalam penelitian tersebut, peneliti terdahulu membahas tentang fenomena metroseksual dalam video musik Seventeen “Thanks” dengan metode analisis yang digunakan adalah metode analisis semiotika milik Roland Barthes. Penelitian terdahulu menggunakan analisis Roland Barthes sebagai metode analisis yang beraliran strukturalis, sedangkan penulis akan menganalisis video musik Thanks milik Seventeen menggunakan semiotika Charles Sanders Peirce yang beraliran pragmatis.

Video musik Thanks milik Seventeen yang merupakan media populer dapat menyampaikan pesan dan menampilkan tanda-tanda fenomena metroseksual melalui adegan-adegan di dalamnya. Dengan adanya fenomena metroseksual dan pergeseran struktur maskulinitas di dunia hiburan akan mengubah pandangan masyarakat mengenai bagaimana sebuah gender tidak mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan hak dalam merawat dirinya dan adanya bentuk maskulinitas baru yang telah hadir di masyarakat. Maka, dalam penelitian ini penulis hendak menggunakan kajian semiotika untuk menemukan makna yang menunjukan

(14)

7 fenomena metroseksual dari adegan-adegan yang ada dalam video musik Thanks milik Seventeen. Kajian semiotika yang akan digunakan adalah kajian semiotika milik Charles Sanders Peirce. Kajian semiotika milik Charles Sanders Peirce dengan trikotomi tanda yang terdiri dari representamen, objek, dan interpretan.

Dalam menganalisis data, digunakan trikotomi tanda berupa qualisign, sinsign, legisign, ikon, indeks, simbol, rhema, dicising, dan argument. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian untuk menemukan tanda-tanda fenomena metroseksual yang dimunculkan dalam video musik Thanks milik Seventeen berdasarkan teori kajian semiotika milik Charles Sanders Peirce dalam penelitian berjudul “Presentasi Metroseksual Dalam Video Musik Seventeen

“Thanks” (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Dalam Video Musik Seventeen “Thanks”)”.

1.2 Fokus Penelitian

Dari uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang penelitian, penulis menetapkan sebuah topik yang menjadi fokus permasalahan yang akan diteliti, yaitu interpretasi tanda-tanda yang menunjukan fenomena metroseksual dalam video musik Thanks milik Seventeen.

1.3 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka peneliti menetapkan identifikasi masalah dalam penelitian ini berupa:

1. Bagaimana presentasi tanda metroseksual yang terdapat pada video musik?

2. Bagaimana makna tanda metroseksual pada video musik berdasarkan trikotomi tanda Charles Sanders Peirce?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui presentasi tanda yang terdapat pada video musik.

2. Untuk mengetahui makna tanda metroseksual pada video musik berdasarkan trikotomi tanda Charles Sanders Peirce.

(15)

8 1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Kegunaan Teoritis

Hasil yang didapatkan dari penelitian diharapkan bisa menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan membahas tentang gender, maskulinitas, dan metroseksual dengan menggunakan metode kualitatif.

Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan menggunakan teori kajian semiotika milik Charles Sanders Peirce.

1.5.2 Kegunaan Praktis

Hasil yang didapatkan dari penelitian diharapkan bisa memberikan informasi kepada pembaca mengenai metroseksual. Selain itu, diharapkan juga pembaca dapat memahami keberadaan fenomena metroseksual sebagai bentuk baru dari maskulinitas dalam sebuah media seperti video musik.

1.6 Waktu dan Periode Penelitian

Tabel 1.1 Waktu dan Periode Penelitian

No

Kegiatan 2021-2022

OKT NOV DES JAN FEB MAR

a. Pengajuan Judul b.Penyusunan Proposal c. Desk Evaluation 2. a. Pengumpulan Data

b. Analisis Data 3. Tahap Penyusunan

Hasil Penelitian 4. Sidang Skripsi

Sumber: Olahan Peneliti (2021)

(16)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rangkuman Teori

2.1.1 Video Musik Sebagai Marketing Mix

Dari perspektif pemasaran, video musik digunakan untuk mempromosikan penjualan dari pekerjaan yang dibuat oleh seorang penyanyi seperti lagu. Dengan menceritakan sebuah cerita melalui video musik, audiens akan terdorong untuk mendengar dan memberikan perhatian mereka, sehingga mereka akan membeli album berisi lagu-lagu milik penyanyi pemilik video musik tersebut. Membentuk pengalaman dalam bentuk visual yang menempel dalam benak audiens akan meningkatkan penjualan lagu (Haf, 2020).

Setelah merilis sebuah album, tentunya sebuah perusahaan rekaman harus melakukan proses promosi agar album terutama lagu utama yang dimiliki seorang penyanyi dikenal di masyarakat. Terdapat 4 marketing mix menurut Philip Kotler yang dapat dilakukan agar produk, berupa album serta lagu yang dimiliki oleh seorang penyanyi, dapat dikenal di masyarakat, yaitu:

1. Product

Dalam tahapan ini, sebuah perusahaan harus tahu produk apa yang akan dipasarkan. Sebuah produk adalah bentuk pertahanan utama untuk bersaing harga. Brand akan menumbuhkan kepercayaan dan kenyamanan serta membentuk sebuah citra kualitas yang baik. Sebuah produk yang kuat harus memiliki ciri khas yang dapat menempel di benak khalayak, memiliki manfaat, dapat menunjukan karakteristik dari produk tersebut, dapat menawarkan hal yang memiliki kaitan dengan produk tersebut, dan suatu produk harus dapat menggambarkan karakter pengguna produk tersebut.

2. Price

Setelah perusahaan membuat produk untuk dipasarkan, langkah selanjutnya adalah mematok harga. Sebuah produk yang dapat menunjukan nilai dan perbedaan yang dimiliki sebagai pembeda dari produk lainnya dapat memiliki harga yang lebih tinggi di pasaran. Harga suatu produk ditentukan guna menarik perhatian kelompok tertentu.

(17)

10 3. Place

Produk yang dipasarkan oleh perusahaan pun harus didistribusikan pada khalayak. Sebuah perusahaan harus mendistribusikan produk mereka. Semakin besar jumlah distribusi, semakin besar pula jangkauan pasar yang diperoleh.

Namun, semakin besar distribusi yang dilakukan pun, sebuah perusahaan harus mengembangkan kemampuan kontrol pasar mereka.

4. Promotion

Akhirnya, perusahaan harus mengkomunikasikan tentang produk mereka kepada khalayak. Tahapan ini dimaksudkan untuk menarik perhatian khalayak. Dalam tahapan promosi ini, sebuah produk dapat dipublikasikan kepada khalayak lewat berbagai macam saluran (Kotler, 2005).

Video musik adalah sebuah produk yang dimiliki oleh musisi. Produk tersebut dibuat dengan konsep dan ciri khas tertentu yang menggambarkan musisi pemilik video musik. Perusahaan atau label musik yang menaungi musisi pemilik video musik akan mencapai tahap price dimana mereka mematok harga untuk lagu yang dijual, biasanya lagu mereka dijual dalam bentuk album. Melalui video musik, para musisi juga menjual belikan lagu mereka melalui berbagai macam platform streaming seperti Spotify, YouTube, dan Apple Music dimana tahapan ini adalah tahap distribusi atau place. Dalam tahapan promotion, video musik biasa dipromosikan melalui iklan YouTube, sosial media, hingga billboard di pusat kota.

Pada proses perilisan video musik ini, video musik dijadikan sebagai alat penjualan (selling) dan pemasaran (marketing) agar masyarakat dapat mengetahui lagu yang dirilis melalui video musik. Selain mendapatkan keuntungan dari kegiatan promosi, perusahaan rekaman juga dapat mengetahui konsep lagu dan video musik seperti apa yang disukai oleh masyarakat dari kegiatan pejualan (selling) dan pemasara (marketing).

Sebuah lagu butuh dipromosikan dan di dunia musik yang sudah mulai jenuh ini terkadang penyanyi yang berkualitas sering kali terabaikan. Video musik dapat mendorong penyanyi agar lebih dikenal khalayak sehingga khalayak dapat melakukan mencari tahu lebih dalam mengenai penyanyi yang ada dalam video musik. Video musik dibuat untuk pembentukan image seorang musisi.

(18)

11 Video musik juga dibuat agar masyarakat dapat mengenal musisi yang memiliki video musik, sehingga akan meningkatkan penjualan karya yang dibuat (Achmad, 2012).

Video musik menjadi jalan lain yang digunakan untuk mempromosikan dan memasarkan lagu yang hendak ditampilkan. Ada pun fungsi dari sebuah video musik, antara lain:

1. Mempromosikan penjualan album dan juga lagu,

2. Mempromosikan penyanyi baru kepada audiens dan memertahankan audiens untuk tetap fokus terhadap penyanyi yang sudah ada,

3. Mempromosikan citra sebuah penyanyi ada band secara menarik dan dinamis, 4. Menghibur audiens dan mendorong keinginan audiens untuk terus memutar

ulang video musik, dan

5. Membentuk sebuah visual yang mengandung makna dan alur cerita dari sebuah lagu. (BBC, 2021)

2.1.2 Dampak Pesan Metroseksual Dalam Video Musik

Pria metroseksual adalah pria yang gemar menghabiskan waktu dan penghasilan mereka untuk melakukan perawatan diri. Salah satu bentuk dari perawatan diri adalah penggunaan riasan. Salah satu fenomena penggunaan riasan ditunjukan pada video musik Seventeen “Thanks”. Pada video musik tersebut, ditunjukan bagaimana para anggota Seventeen yang sedang berada di ruang rias dengan banyak produk riasan di sekitar mereka. Selain itu, dalam beberapa adegan juga terdapat anggota Seventeen yang mendapatkan perawatan berupa penggunaan riasan.

Pesan mengenai penggunaan riasan bagi kaum pria yang ditunjukan dalam video musik tersebut memberikan dampak besar dalam bidang kecantikan pria.

Dilansir dari Billboard, terdapat penyebaran luas dan penerimaan, baik dari kelompok heteroseksual mau pun homoseksual, mengenai penggunaan riasan bagi kaum pria. Produk riasan terkenal seperti Milk Makeup dan Anastasia Beverly Hills pun sudah memulai untuk menginvestasikan kampanye riasan untuk gender netral. Seventeen pun memberikan sebuah gerakan sederhana namun memiliki dampak besar melalui video musik mereka (Benjamin, 2018).

(19)

12 Selain itu, Korean Wave turut serta dalam menyebarluaskan metroseksual.

Penyanyi Korea seperti G-Dragon Big bang, Kevin U-Kiss, Leeteuk dan Sungmin Super Junior, Jinwoon 2AM, Hong Ki FT Island adalah pelopor dari perawatan pria. Para artis Korea Selatan berbeda dengan artis barat, mereka menyebarluaskan citra pria yang ‘baik’, seseorang yang maskulin namun tetap lemah lembut (Loke & Omar, 2020). Terdapat pula perubahan persepsi yang terjadi terhadap pria Asia sebagai pria yang memiliki keinginan untuk memiliki kepribadian yang lembut, wajah tampan, dan tubuh atletis. Pria dalam industri hiburan di Korea Selatan atau lebih dikenal sebagai K-POP juga memberikan model alternatif untuk sebuah bentuk maskulinitas yaitu sebuah bentuk maskulinitas yang berada di antara soft masculinity dan hard masculinity (Tunstall, 2014).

2.1.3 Pesan Metroseksual Pada Video Musik

Casey Teniakoya, seorang direktor di Prague, menyampaikan pendapatnya mengenai video musik. Ia berpendapat bahwa sebuah video musik menceritakan sebuah kisah. Sebuah video musik tidak hanya tentang seseorang yang menyanyikan sebuah lagu, tapi tentang bagaimana sebuah cerita dari banyak orang dibawakan ke dalam sebuah musik dan karakter seseorang secara bersamaan. Ia juga berpendapat bahwa seorang artis yang memiliki musik yang berbeda di dalam sebuah video musik yang berbeda memiliki berbagai macam pesan untuk disampaikan di dalamnya. Hal tersebut memberikan perasaan yang berbeda yang membuat musik masuk ke dalam kehidupan seseorang dengan cara yang epik (Herron, 2021). Sebuah video musik seakan-akan membawa audiensnya ke dalam semesta yang bersifat abtrak, dimana mereka akan terbuai dengan suara dan visual yang ada (Herron, 2021).

Salah satu pesan yang disampaikan dalam video musik adalah pesan mengenai fenomena metroseksual. Contohnya adalah pada video musik salah satu boyband asal Indonesia bernama Smash berjudul I Heart U, Rindu Ini, Patah Hati, dan Senyum semangat yang diteliti oleh Sandi Arganata Qodaralam. Pada empat video musik tersebut, terdapat berbagai macam simbol yang menunjukan pesan metroseksual dari para personil boyband Smash. Pesan tersebut dikelompokan menjadi gaya berpakaian, gaya busana, dan gaya rambut. Pada

(20)

13 empat video musik tersebut, terdapat simbol yang menunjukan pesan metroseksual antara lain, penggunaan jas atau tuxedo, penggunaan baju bermotif, baju dengan kerah ‘V’, rambut berponi, mohawk, dan cepak, penggunaan aksesoris anting, cincin, kacamata hitam, topi, kalung, dan kawat gigi (Qodaralam, 2013). Selain itu, ada pula video musik Thanks milik Seventeen.

Dalam video musik, ditunjukan kegiatan ke-13 anggota Seventeen yang sedang melakukan rekaman di studio, latihan koreografi di ruang latihan, hingga menaiki bus bersama. Kegiatan dalam video musik ditunjukan secara realistis, mengingat Seventeen dikenal sebagai sebuah boyband yang menulis lagu, menciptakan lagu, serta membuat koreografi mereka sendiri (Benjamin, 2018).

Pekerjaan dalam bidang model, industri musik, pelayanan, dan olahraga merupakan pekerjaan yang biasa diminati pria metroseksual (Hall, 2014).

Berdasarkan keterangan di atas, pada video musik Thanks milik Seventeen, para anggota Seventeen menunjukan pekerjaan mereka sebagai seorang penyanyi yang bekerja di industri musik kepada khalayak yang merupakan salah satu pekerjaan yang biasa diminati oleh pria metroseksual.

Pada video musik juga, Seventeen secara terbuka menunjukan bentuk normalisasi penggunaan riasan sebagai aktivitas sehari-hari mereka. Rutinitas kecantikan para anggota Seventeen dijadikan sebagai sebuah sorotan untuk menarik perhatian penggemar serta khalayak (Benjamin, 2018). Hal tersebut menunjukan adanya karakteristik dari pria metroseksual berupa perawatan diri yang ditunjukan pada video musik Thanks milik Seventeen.

2.1.4 Karakteristik Metroseksual Pada Penampilan

Mulyana mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki pandangan tersendiri terhadap penampilan seseorang. Seseorang sering kali memberikan makna tertentu pada karakteristik orang lain (Mulyana, 2013). Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengetahui karakter seseorang adalah melalui arah minat dan pandangan orang tersebut terhadap nilai-nilai tertentu. Busana yang digunakan seseorang adalah arah minat dan pandangan berupa nilai yang dimiliki seseorang (Sihabuddin, 2020). Busana bisa menjadi sebuah simbol bagi orang lain yang melihatnya. Hal tersebut menunjukan bahwa busana dapat memberikan

(21)

14 makna di benak seseorang sehingga membentuk sebuah proses komunikasi (Sihabuddin, 2020).

Burgoon menjelaskan bahwa physical appearance adalah satu dari tujuh kode non-verbal. Ia menjelaskan bahwa physical appearance atau penampilan fisik adalah bentuk komunikasi non-verbal yang ada pada anggota tubuh seseorang. Bahkan kosmetik adalah salah satu bentuk dari komunikasi non- verbal (Burgoon dalam Sihabuddin, 2020). Duncan mengungkapkan bahwa faktor artifaktual seperti pakaian dan kosmetik adalah satu dari enam jenis pesan non-verbal (Rakhmat, 2012).

Pria metroseksual sangat memerhatikan penampilan mereka. Para pria tersebut menggunakan pendapatannya guna mengikuti trend berbusana dan meluangkan waktu untuk melakukan perawatan di salon (Mulyana, 2015).

Dalam majalah Men’s Health, pria metroseksual dikonstruksikan sebagai seorang pria yang memiliki tubuh atletis, wajah tampan, mengenakan busana bermerk dan sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Selain itu, pria metroseksual digambarkan sebagai seorang pria yang memeiliki kulit wajah yang segar dan terlihat muda serta tubuh yang harum (Mulyana, 2015). Para pria metroseksual menggunakan parfum, produk perawatan wajah, melakukan spa, dan merawat kuku mereka sebagai bentuk perawatan tubuh demi menjaga citra diri yang mereka miliki (Mulyana, 2015).

Dari uraian di atas, dapat dianalisis bahwa penampilan merupakan salah satu bentuk komunikasi non-verbal. Dalam berpenampilan, seseorang biasanya memiliki nilai-nilai tersendiri yang hendak dipenuhi melalui penampilan mereka.

Melalui penampilan, seseorang dapat menilai karakter orang lain. Karakteristik seseorang yang ditunjukan melalui penampilan orang tersebut membentuk sebuah pesan di dalam pikiran orang lain yang membuat proses komunikasi berjalan secara non-verbal.

2.1.5 Profil Video Musik “Thanks” Milik Boyband Seventeen

Lagu Thanks milik boyband Seventeen dirilis tanggal 5 Februari 2018 bersamaan dengan video musiknya. Thanks merupakan salah satu lagu yang

(22)

15 berada di dalam album Director's Cut. Pada deskripsi video musik Thanks yang diunggah oleh saluran YouTube SEVENTEEN, dijelaskan bahwa lagu ini berusaha untuk mengantarkan pesan berupa rasa terima kasih kepada para penggemar karena telah membuat kenangan indah bersama mereka.

Tidak lama dari waktu rilis lagu serta video musik Thanks, Billboard mengunggah sebuah artikel mengenai video musik Thanks berjudul Seventeen's 'Thanks' Video Marks a Progressive Moment for Men's Beauty. Dalam artikel ini dijelaskan bagaimana adegan-adegan dalam video musik Thanks ditampilkan terutama saat adegan dimana para anggota Seventeen berada di sebuah ruang rias dan mendapatkan riasan sebelum mereka tampil.

Billboard melansir, “After vocalist DK introduces viewers to a backstage dressing room, the full group is seen is seen sitting and laughing with one another surrounded by loads of makeup and cosmetic products (blushes, hair rollers, eye curlers and tons of makeup brushes) as the guys get touch-ups (Seungkwan gets powder on his cheeks while Jun appears to be preparing to apply some type of concealer)” (Benjamin, 2018). Dalam artikel ini dijelaskan beberapa adegan di dalam video musik Thanks. Dimulai dari seorang vokalis bernama DK yang menunjukan ruang rias yang berada di belakang panggung, dilanjutkan dengan para anggota lain yang sedang duduk sembari tertawa dengan satu sama lain dikelilingi oleh produk kecantikan di sekitar mereka. Dalam video musik ini juga ditampilkan seorang anggota bernama Seungkwan dan Jun yang sedang diberikan riasan.

Billboard juga melansir, “While it's no secret that celebrities of any gender wear makeup out in public, male stars openly talking about or applying makeup is still very rare -- it's usually an assistant giving a touch-up or splash of power with the man rarely an active participant. With the narrative of the music video focusing so much on the band's day-to-day schedule, Seventeen is not just being open about their use of makeup but normalizing it as an everyday activity. Plus, with the video obviously styled to show Seventeen in a very desirable spotlight - - this isn't just one of K-pop's most popular acts but one of the world's most active artists on social media, mind you -- spotlighting their beauty routine is likely being used as a way to further pull in fans and viewers, not turn them off”

(Benjamin, 2018).

Kutipan tersebut mengungkapkan bahwa banyak selebritas yang menggunakan riasan untuk tampil di hadapan publik tanpa memandang gender mereka. Namun, fenomena dimana seorang selebritas pria secara terbuka membicarakan tentang bagaimana mereka menggunakan riasan masih terbilang

(23)

16 sangat jarang. Dalam video musik ini, ditunjukan bagaimana kegiatan sehari-hari anggota Seventeen termasuk bagaimana para anggota secara terbuka memberi tahu kepada khalayak tentang mereka yang selalu menggunakan riasan untuk kebutuhan sehari-hari. Rutinitas kecantikan tersebut dilakukan untuk menarik perhatian para penggemar dan audiens.

2.1.6 Sejarah dan Perkembangan Semiotika

Semiotika berasal dari kata Yunani menurut Etimologis, yaitu semeion yang memiliki arti tanda. Tanda yang dimaksud adalah tanda yang sudah disetujui dan dianggap memiliki arti untuk hal lain (Wahjuwibowo, 2018).

Secara singkat, semiotika memiliki arti berupa ilmu tentang tanda. Semiotika mengkaji segala hal yang berhubungan dengan sistem tanda (Lantowa et al., 2017)

Sedangkan, secara terminologis, semiotika adalah sebuah upaya untuk mempertanyakan tanda-tanda yang aneh atau belum jelas. Tanda sendiri menurut Littlejohn merupakan dasar dari segala kegiatan komunikasi (Wahjuwibowo, 2018). Semiotika digunakan untuk melakukan analisis mengenai tanda budaya dan pendekatan untuk menganalisis tanda arsitektur (Lantowa et al., 2017).

Semiotika merupakan bidang ilmu yang membahas tentang tanda yang hadir dalam kehidupan manusia. Konsep tanda dalam semiotika digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara absentia (signified) dan tanda (signifier).

Tanda sendiri merupakan gabungan antara penanda (signifier) dan petanda (signified) (Lantowa et al., 2017). Charles Morris membagi semiotika menjadi tiga cabang penyelidikan (Branches of inquiry), yaitu:

1. Sintaktik (syntatics), merupakan cabang semiotika yang membahas tentang hubungan formal antara satu tanda dengan tanda lainnya. Pada cabang ini lebih terfokus pada kaidah tuturan dan interpretasi. Sintaktik juga dikenal sebagai gramatika.

2. Semantik (semantics), yaitu cabang yang mempelajari tentang hubungan tanda dengan designata atau objek acuannya. Designata merupakan tanda yang digunakan dalam tuturan tertentu.

(24)

17 3. Pragmatik (pragmatics), adalah cabang yang mempelajari hal mengenai hubungan antar tanda dengan interpreter atau pemakainya. Pragmatik memiliki kaitan dengan aspek komunikasi (Wahjuwibowo, 2018).

Ada pula tokoh-tokoh semiotika, seperti:

1. Ferdinand De Saussure, adalah seorang tokoh semiotika yang berfokus pada semiotika linguistik. Saussure memakai pendekatan anti historis dimana bahasa dilihat sebagai sebuah sistem utuh dan harmonis secara internal atau dinamakan sebagai langue. Saussure memiliki lima pandangan, yaitu signifier (penanda), signified (petanda), langue (bahasa) dan parole (tuturan), form (bentuk) dan content (isi), synchronic (sinkronik) dan diachronic, dan syntagmatic dan associative atau paradigmatik.

2. Roland Barthes, merupakan tokoh semiotika yang mengungkapkan konsep megenai konotasi dan denotasi sebagai hal yang utama dari analisisnya.

Roland Barthes menjadikan tanda (sign) sebagai sistem yang terdiri dari sebuah ekspresi (E) atau hubunagan signifier (R) dengan consent (signified) (C): ERC.

3. Charles Sanders Peirce, adalah tokoh semiotika yang teorinya sering disebut sebagai ‘ground theory’. Artinya, gagasan yang diungkapkan oleh Peirce memiliki sifat menyuruh dan deskripsi yang struktural dalam sistem penandaannya. Peirce mengidentifikasikan partikel dasar tanda guna digabungkan dengan semuka komponen ke dalam struktur tunggal. Dalam membedakan tipe tanda, Peirce mengklasifikasikannya menggunakan tipologi tanda. Selain itu, Peirce juga berpendapat bahwa sebuah tanda (representamen) memiliki kaitan triadik dengan interpretan dan objeknya.

Pada kesempatan ini penulis menggunakan penelitian semiotika Charles Sanders Peirce sebab penulis hendak menemukan tanda-tanda metroseksual menggunakan trikotomi tanda yang terdapat pada analisis semiotika Charles Sanders Peirce (Wahjuwibowo, 2018).

(25)

18 2.2 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai pembanding serta untuk memperkaya teori dalam penelitian yang sedang dilakukan. Berikut adalah penelitian terdahulu berupa jurnal nasional, jurnal internasional, dan skripsi yang digunakan sebagai referensi.

Literatur Penelitian Terdahulu

Judul Representasi Laki-Laki Metroseksual Dalam Iklan Vaseline Men Face Moisturizer

Nama Peneliti Arnie Mellawatie, Eni Maryani, Nindi Aristi Lokasi Penelitian Universitas Padjajaran

Teknik Analisis Data

Analisis Semiotika Roland Barthes

Hasil Penelitian Jurnal ini berisi tentang keberadaan metroseksual yang ada pada sebuah iklan Vaseline Men Face Moisturizer TVC.

Penelitan dari jurnal ini memfokuskan pada empat scene yang memiliki tanda-tanda metroseksual yang paling dominan. Tanda- tanda tersebut terdiri dari bentuk tubuh laki- laki, kulit wajah, produk kosmetik, dan ketertarikan wanita pada laki-laki metroseksual. Kelima hal tersebut dijadikan tanda penting yang membangun makna dan struktur teks terkait metroseksual. Metode yang digunakan adalah metode semiotika oleh Roland Barthes. Peneliti menganalisis tanda- tanda metroseksual berdasarkan tanda denotasi dan konotasi. Peneliti juga menganalisis dengan melihat teks sebagai rangkaian peristiwa yang membentuk

(26)

19 sejumlah narasi atau cerita. Sedangkan mitos yang ditemukan adalah mitos maskulinitas dalam konsep metroseksual dan mitos tokoh idola laki-laki metroseksual.

Perbedaan Objek penelitian pada penelitian ini adalah pesan yang ada pada sebuah iklan Vaseline Men Face Moisturizer TVC, sedangkan objek penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah musik video Seventeen berjudul Thanks.

Judul Representasi Pria Metroseksual pada Iklan OVO-Tokopedia Edisi Playcoy Nama Peneliti Wa Ode Sitti Nurhaliza, Ratna Puspita, Pipit

Dwi Lestari

Lokasi Penelitian Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Bekasi

Teknik Analisis Data

Analisis Semiotika John Fiske

Hasil Penelitian Dalam jurnal ini membahas tentang fenomena laki-laki metroseksual pada iklan OVO- Tokopedia edisi Playcoy. Peneliti menggunakan metode semiotika John Fiske.

Dalam iklan ini pria metroseksual ditampilkan melalui cara berpakaian trendi dengan aksesoris yang digunakan di tokoh pria. Pada iklan OVO-Tokopedia edisi Playcoy menampilkan pria pekerja, sukses, narsis dan percaya diri. Hal ini terlihat dari penampilan, kostum, perilaku hingga gesture serta ekspresi tokoh pria. Level representasi terdiri dari kode teknis berupa pengambilan gambar dan lighting dan representasi konvensional. Ada pula level ideologi dalam iklan OVO- Tokopedia edisi Playcuy merepresntasikan

(27)

20 pria metroseksual yang ditampilkan dari tampilan yang memberi kode verbal dan non- verbal. Iklan ini merepresentasikan pria metroseksual yang konsumerisme, kapitalisme dan narsisme.

Perbedaan Objek penelitian pada penelitian ini adalah pesan yang ada pada sebuah iklan OVO- Tokopedia edisi Playcoy dan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis semiotika John Fiske, sedangkan objek penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah musik video Seventeen berjudul Thanks dan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

Judul Representasi Metroseksual Pada Fashion Stefandy Yanata Harilasso (Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Foto Stefandy Yanata Harilasso Pada Akun Instagram @Andyyanata)

Nama Peneliti Anisa Dwi Pramesti, Dina Anik Rahayu, Ade Kusuma

Lokasi Penelitian Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur Teknik Analisis

Data

Metode Analisis Semiotika Roland Barthes

Hasil Penelitian Jurnal ini membahas tentang metroseksual yang muncul sebab masyarakat modern dan perkotaan, gaya berpakaian mengalami pergeseran yang cukup berarti. Gaya berpakaian menjelaskan identitas sosial seseorang. Pandangan tradisional membedakan pakaian dan aksesoris berdasarkan gender tertentu. Merah muda atau

(28)

21 pink adalah warna untuk perempuan, sedangkan biru identik dengan laki-laki.

Adanya metroseksual di Indonesia memberikan fenomena baru tentang gaya hidup dan selera laki-laki perkotaan yang modern. Hal tersebut memiliki peneliti ingin meneliti tentang representasi metroseksual yang ditampilkan pada akun Instagram

@andyyanata atau Stefandy Yanata Harilasso, seorang selebgram yang modis dan merupakan seorang pecinta kecantikan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes. Peneliti menemukan bagaimana gaya berpenampilan laki-laki yang modern, tanpa menghilangkan unsur maskulinitas seperti halnya sosok yang tegas, kuat, dan mendominasi, tapi juga berani menunjukan sisi feminitas dalam foto-foto Stefandy di akun Instagram @andyyanata.

Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa metroseksual adalah gambaran identitas dan gaya hidup yang tercermin dari gaya berpakaian laki-laki modern dan perkotaan.

Perbedaan Objek penelitian pada penelitian ini adalah tanda-tanda metroseksual pada gaya berpakaian Stefandy Yanata Harilasso pada akun instagram @Andyyanata, sedangkan objek penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah musik video Seventeen berjudul Thanks.

Judul Penerimaan Penggemar K-Pop Terhadap Gambaran Pria Soft Masculine Boyband

(29)

22 EXO di Music Video “Miracle in

December”

Nama Peneliti Pratiwi Try Astuti

Lokasi Penelitian Universitas Kristen Petra Surabaya Teknik Analisis

Data

Metode Analisis Resepsi

Hasil Penelitian Pada jurnal ini membahas tentang bagaimana penggemar K-Pop beranggapan mengenai fenomena pria soft masculine di video musik

“Miracle in December” milik boyband Korea Selatan bernama EXO. Teori yang digunakan oleh peneliti adalah teori resepsi dan pria soft masculine. Metode yang digunakan adalah reception analysis yang terdiri dari tiga kriteria yaitu tender charisma, purity dan politeness. Soft masculine merupakan konstruksi dari maskulinitas Jepang, Hollywood, dan maskulinitas konfusianisme.

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa dua informan menerima keberadaan pria soft masculine yang ditunjukkan EXO dalam music video “Miracle in December”.

Sedangkan dua informan lain tidak menolak namun memberikan pandangan tersendiri tentang soft masculine. Informan juga mengaitkan dengan konteks cultural setting yang mereka miliki yaitu pengalaman dan pengetahuan.

Perbedaan Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah metode analisis resepsi, sedangkan teknik analisis data yang

(30)

23 dilakukan oleh peneliti adalah metode analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

Judul Analisis Semiotika Representasi Pria Metroseksual dalam Video Musik Seventeen “Thanks”

Nama Peneliti Grace Harpono, H.H Daniel Tamburian Lokasi Penelitian Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas

Tarumanagara Teknik Analisis

Data

Metode Analisis Semiotika Roland Barthes

Hasil Penelitian Anggota Seventeen menunjukan cuplikan yang berisi representasi pria metroseksual dalam video musik seperti penggunaan riasan wajah, aksesoris, pakaian, dan gaya rambut.

Dalam penelitian ini meneliti kehidupan pria di perkotaan yang mengikuti perkembangan zaman dengan melakukan perawatan diri agar terlihat menarik. Penulis dalam penelitian ini juga memhamai bagamana cara penyampaian pesan melalui gambar dan lirik yang ada pada video musik.

Perbedaan Penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis data semiotika Roland Barthes, sedangkan teknik analisis data yang digunakan oleh penulis adalah teknik analisis data semiotika Charles Sanders Peirce.

Judul Prettiness as a Shield: The Romantic Perpetuation of Patriarchy through the Representation of Pretty Boy in Popular Korean Dramas in Malaysia

Nama Peneliti Soh Weng Khai, Juliana Abdul Wahab Lokasi Penelitian Universiti Sains Malaysia

(31)

24 Teknik Analisis

Data

Metode Analisis Konten Kualitatif

Hasil Penelitian Fenomena adanya laki-laki cantik sudah diakui di wilayah Asia terutama sejak maraknya Korean Wave pada tahun 1990 akhir dimana orang-orang melihat tampilan laki-laki pada drama Korea yang memiliki kedua sisi maskulin dan feminim. Laki-laki tersebut memiliki ciri-ciri tubuh yang tinggi, wajah kecil, gaya berbusana yang baik, sifat yang romantis. Keberadaan laki-laki cantik disebut sebagai bentuk maskulinitas baru.

Dalam jurnal ini, peneliti meneliti drama Korea berjudul Moon Embracing the Sun dan The Heirs yang menampilkan laki-laki Korea yang terlihat feminim dari beberapa scene dan cara pengambilan gambar secara close up serta penggunaan pakaian dengan warna terang dan beragam. Mereka pun tidak menutupi emosi dan perasaan mereka. Dalam jurnal ini juga disebutkan bahwa metroseksual menganggap diri mereka berbeda dari feminim dan queer.

Namun, fenomena laki-laki cantik dianggap pula berbeda dari maskulinitas pada umumnya dan lebih dipandang sebagai tampilan yang feminim.

Perbedaan Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah metode analisis konten kualitatif dan objek yang diteliti adalah drama Korea, sedangkan teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah metode

(32)

25 analisis semiotika Charles Sanders Peirce dan objek yang diteliti adalah video musik.

Judul The Impact of Korean Wave on Malaysian Metrosexual Grooming Attitude and Behaviour: The Moderating Role of Visual Media Consumption

Nama Peneliti Loke Mun Sin, Bahiyah Omar

Lokasi Penelitian Universiti Tunku Abdul Rahman Malaysia, Universiti Sains Malaysia

Teknik Analisis Data

Partial Least Square (PLS)

Hasil Penelitian Jurnal ini membahas tentang bagaimana hal- hal yang identik dengan budaya Korea seperti drama, musik, dan selebriti mempengaruhi perilaku orang-orang metroseksual di Malaysia dalam melakukan perawatan diri dan penerapan perilaku konsumtif. Dalam jurnal ini, peneliti menggunakan teori sebab akibat dan model cultural diamond. Dalam jurnal ini juga membahas tentang pengaruh peran media terutama pada fenomena Korean Wave yang ditampilkan di berbagai media. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan survey kepada 205 metroseksual yang ada di Malaysia mengenai penerapan budaya-budaya yang dibawa oleh Korean Wave terhadap kehidupan sehari-hari. Hasil dari penelitian menunjukan adanya perilaku perawatan diri dan kecantikan yang dibawa dari budaya Korea yang diterapkan di kehidupan bermasyarakat dan penggunaan media yang menunjukan tentang kehidupan selebriti di Korea turut andil dalam memberikan

(33)

26 pengaruh tersebut. Dengan adanya fenomena metroseksual memberikan peluang bagi pasar produk kecantikan dan perawatan Korea.

Perbedaan Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah Partial Least Square (PLS) dan objek yang diteliti adalah masyarakat, sedangkan teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah metode analisis semiotika Charles Sanders Peirce dan objek yang diteliti adalah video musik.

Judul Males, Media and Metrosexuality: An Exploratory Study of Persuasion Nama Peneliti Jaiman Preet Kaur, Dr. Jagmeet Bawa Lokasi Penelitian IKG Punjab Technical University,

Kapurthala, Punjab Teknik Analisis

Data

Analisis varians (Analysis of variance)

Hasil Penelitian Jurnal ini dibuat berdasarkan adanya peningkatan fenomena dimana laki-laki mulai menunjukan ketertarikan mereka pada bidang fashion dan kecantikan. Mereka mulai mementingkan penampilan mereka dengan penggunaan produk dan kelayanan kecantikan untuk merawat diri mereka. Fenomena tersebut lah yang melahirkan metroseksual di lingkungan sosial dimana adanya peralihan bentuk maskulinitas tradisional. Fenomena ini memberi kesempatan pada dunia periklanan untuk mempromosikan produk dan jasa dalam bidang kecantikan. Peneliti dalam jurnal ini meneliti dampak media pada keberadaan laki- laki metroseksual yang memiliki karakter

(34)

27 maskulinitas yang berbeda dari bentuk karakter maskulinitas tradisional. Laki-laki metroseksual meningkatkan rasa percaya diri mereka dengan perawatan diri yang dilakukan.

Penelitian dalam jurnal ini dilakukan dengan analisis statistik melalui SPSS. Dalam jurnal ini, peneliti menganalisis data dengan pendapat yang didapat dari kelompok demografi yang berbeda untuk mengetahui hal tentang pengaruh dari iklan terhadap fenomena metroseksual dan perbedaan laki- laki metroseksual dengan laki-laki yang memiliki maskulinitas tradisional.

Perbedaan Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah analisis varians (Analysis of variance) dan objek yang diteliti adalah masyarakat, sedangkan teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah metode analisis semiotika Charles Sanders Peirce dan objek yang diteliti adalah video musik.

Judul Metrosexual: Emerging and Lucrative Segment for Marketers

Nama Peneliti Sobia Bano, Md Akhir Mohd Sharif Lokasi Penelitian Universiti Teknologi Malaysia Teknik Analisis

Data

-

Hasil Penelitian Jurnal ini berisi tentang bagaimana metroseksual yang muncul di abad ke-21 menantang keberadaan maskulinitas tradisional. Metroseksual adalah pria perkotaan mapan yang menghabiskan penghasilan mereka untuk melakukan

(35)

28 perawatan diri. mereka memedulikan penampilan mereka dan turut mengikuti busana tren terbaru. Fenomena ini menyebar di seluruh lapisan dunia. Perkembangan penjualan produk perawatan laki-laki menunjukan bahwa identitas tradisional seorang pria sudah berubah. Perusahaan mulai menghabiskan modal untuk menyediakan pelayanan dari permintaan konsumen pria.

Dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana nilai di masyarakat berubah seiring dengan perkembangan dari fenomena metroseksual. Dalam penelitian ini juga dibahas tentang asal-usul maskulinitas dan feminitas, perkembangannya, dan kepudaran peran gender. Berdasarkan dari literasi dan penelitian yang telah dipublikasi, penelitian ini akan membahas tentang berbagai macam statistik mengenai penjualan dan peningkatan penggunaan jasa perawatan pria secara global.

Di akhir penelitian akan dibahas tentang bagaimana metroseksual merupakan segmen yang menguntungkan bagi pemasaran dalam bidang produk perawatan pria yang menunjukan tren positif dan laki-laki yang lebih memiliki pendapatan sekali pakai.

Perbedaan Objek yang diteliti pada jurnal adalah masyarakat, sedangkan objek yang diteliti oleh peneliti adalah video musik.

Judul Motivations to Male Grooming: The New &

the Old Masculinity Nama Peneliti Nandini Likhar

(36)

29 Lokasi Penelitian Symbiosis Institute of Business Management,

[SIBM] Bengaluru Teknik Analisis

Data

Analisis konten kualitatif

Hasil Penelitian Jurnal ini membahas dampak dari konsep terbaru maskulinitas dengan konsep tradisionalnya yang mengantarkan pada perubahan dunia yang memotivasi penggunaan produk perawatan bagi pria metroseksual. Penggunaan produk metroseksual yang dulunya dianggap sebagai hal yang feminim seperti di India, yang terkenal secara sejarah memiliki masyarakat yang patrial. Penelitian yang berlangsung dilakukan melalui diskusi secara satu-persatu dengan sepuluh pria metroseksual, yang merupakan pengguna aktif produk perawatan untuk mengetahui apa yang memotivasi mereka dalam menggunakan produk tersebut dan juga mencari tahu tentang faktor sosiokultur di lingkungan mereka yang memperkuat mereka untuk menggunakan produk perawatan tersebut. Responden dalam penelitian ini diberikan pertanyaan berdasarkan produk perawatan dan merk yang mereka sukai, serta penggunaan mereka bersamaan dengan proses diskusi mengenai maskulinitas dan lingkungan sosial. Penelitian ini menemukan tingkatan yang luar biasa dari pengaruh maskulinitas tradisional dan juga tekanan dari masyarakat yang menahan mereka. Tapi, definisi baru mengenai maskulinitas sepertinya memaksa faktor

(37)

30 sosialkultur yang baru seperti pekerjaan, perawatan diri, dan penggunaan sosial media untuk meningkatkan penggunaan produk perawatan pria.

Perbedaan Objek yang diteliti pada jurnal adalah masyarakat, sedangkan objek yang diteliti oleh peneliti adalah video musik. Topik bahasan pada penelitian lebih terfokus pada peralihan maskulinitas tradisional ke maskulinitas modern berupa metroseksual, sedangkan topik bahasan yang dibahas peneliti membahas tentang metroseksual.

Judul Konsep Diri Pria Metroseksual (Studi Etnografi Dikota Medan)

Nama Peneliti Mira Silvia Nasution Lokasi Penelitian Universitas Sumatera Utara Teknik Analisis

Data

Studi Etnografi

Hasil Penelitian Skripsi tersebut menjelaskan tentang bagaimana pria metroseksual yang mencintai dirinya sendiri dan memiliki kebutuhan untuk tampil dan diakui oleh lingkungan. Citra yang diciptakan dari penampilannya itu yang memunculkan sebuah konsep diri. Penelitian pada skripsi ini bertujuan untuk mengetahui konsep diri pria metroseksual dengan studi Etnografi di Family Fitness dan Gym Medan Focal Point di Kota Medan. Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian deskriptif atau descriptive research. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan wawancara, observasi lapangan, studi

(38)

31 literatur, pencarian di internet, dan dokumentasi. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pria metroseksual dengan jenis pekerjaan yang berbeda di Family Fitness Focal Point memiliki konsep dirinya masing- masing. Mereka memperhatikan penampilan, etika berkomunikasi, dan cara berkomunikasi yang mereka lakukan. Hal tersebut membentuk konsep diri pria metroseksual berupa seseorang yang ingin menunjukan bahwa mereka adalah seseorang yang menarik dan ingin dihargai oleh lingkungan mereka.

Perbedaan Objek yang diteliti pada jurnal adalah pria metroseksual di Family Fitness dan Gym Medan Focal Point di Kota Medan, sedangkan objek yang diteliti oleh peneliti adalah video musik. Metode yang digunakan dalam skripsi adalah studi etnografi sedangkan peneliti meneliti dengan metode semiotika Charles Sanders Peirce.

Judul Studi Fenomenologi Tentang Dinamika Komunikasi Sosial Pria Metroseksual di Kota Makassar

Nama Peneliti Suci Rachmadani

Lokasi Penelitian Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Teknik Analisis

Data

Studi Fenomenologi

Hasil Penelitian Penelitian pada skripsi ini menggunakan studi fenomenologi sebab dianggap lebih sistematis, komprehensif, dan praktis untuk mengetahui sebuah gejala atau fenomena.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan

(39)

32 dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pria metroseksual di Makassar sangat memerhatikan etika berkomunikasi. Mereka menggunakan komunikasi verbel dan non-verbal yang tepat saat berkomunikasi dengan lingkungan sosial.

Hal ini memberikan bentuk timbal balik yang positif. Mereka ingin dihargai dan diakui oleh masyarakat tanpa dipandang negatif dengan cara berpenampilan mereka.

Perbedaan Objek yang diteliti pada jurnal adalah pria metroseksual di Kota Makassar, sedangkan objek yang diteliti oleh peneliti adalah video musik. Metode yang digunakan dalam skripsi adalah studi fenomenologi, sedangkan peneliti meneliti dengan metode semiotika Charles Sander Peirce.

Judul Citra Diri Pria Metroseksual di Kota Makassar (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Member Celebrity Fitness) Nama Peneliti Muhammad Taher Rabbani

Lokasi Penelitian Universitas Hasanuddin Teknik Analisis

Data

Metode analisis data interaktif Miles dan Huberman

Hasil Penelitian Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif kualitatif. Data yang diambil berdasarkan observasi, wawancara dengan teknik purposive sampling terhadap pria metroseksual, studi literatur, dan pencarian di internet. Teknik analisis data dilakukan dengan metode analisis data interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukan bahwa citra diri seorang pria metroseksual

(40)

33 dibagi menjadi citra diri bagian tubuh seperti penampilan wajah, potongan rambutm bentuk bahu, bentuk lengan, bentuk kaki, serta perut dan citra diri keseluruhan tubuh yang meliputi tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh.

Perkembangan citra diri tersebut dipengaruhi oleh jenis kelamin, media massa, dan lingkungan. Pria metroseksual berkomunikasi secara verbal dengan bahasa Indonesia yang baik dan terkadang disertai bahasa asing, serta adanya penggunaan aksen tertentu. Sedangkan tampilan non-verbalnya meliputi kinestics, hepatics, paralanguage, artifak, postur tubuh, olfaction, dan warna.

Perbedaan Objek yang diteliti pada jurnal adalah pria metroseksual di Kota Makassar, sedangkan objek yang diteliti oleh peneliti adalah video musik. Metode yang digunakan dalam skripsi adalah metode analisis data interaktif Miles dan Huberman, sedangkan peneliti meneliti dengan metode semiotika Charles Sanders Peirce.

Judul Representasi Pria Metroseksual

Dalam Iklan Nivea Men Creme Dan Deo Nama Peneliti Raffael Ferdinan Susanto

Lokasi Penelitian Universitas Multimedia Nasional Teknik Analisis

Data

Analisis semiotika Roland Barthes

Hasil Penelitian Pada penelitian ini, terdapat representasi metroseksual pada dua iklan Nivea Men. Di iklan Nivea Men Crème #RealMen ditunjukan bahwa pria metroseksual merupakan seseorang yang bersih, bergaya, dan menarik

(41)

34 bagi lawan jenis dan sesame jenis. Sedangkan di iklan Nivea Men Deep Espresso Deo

#SegarTerusMenangTerus, pria metroseksual digambarkan dengan seseorang yang gemar menghabiskan waktu di daerah perkotaan, berani berekspresi di depan publik, dan wangi.

Perbedaan Penelitian ini menggunakan iklan sebagai objek penelitian dan teknik analisis semiotika Roland Barthes, sedangkan penlitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan objek berupa video musik dan teknik analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

Judul Representasi Nilai-Nilai Metroseksual Di Dalam Majalah Men’s Guide

Nama Peneliti Ricki Apriliono

Lokasi Penelitian Universitas Diponegoro Teknik Analisis

Data

Analisis semiotika Charles Sanders Peirce

Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini bersifat deskriptif kualitatif dan menggunakan metode analisis data semiotika Charles Sanders Peirce. Penelitian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda yang digambarkan dari pria yang ada pada artikel Profile Guide di majalah Men’s Guide. Pria tersebut digambarkan sebagai pria yang menjaga penampilan, memiliki karakter sensitif, lembut, memiliki kepedulian, ramah, mahir dalam berkomunikasi, dan bersikap baik terhadap pria atau wanita. Pria-pria tersebut adalah pemenang di ajang bergaya male peageant yang dilaksanakan untuk menginspirasi masyarakat agar dapat hidup

(42)

35 sehat. Majalah Men’s Guide mendorong pria untuk merawat penampilan mereka dengan memiliki tubuh atletis yang dapat dibentuk melalui kegiatan olahraga di gym atau fitness center serta memerhatikan cara berpakaian mereka.

Perbedaan Objek yang diteliti pada jurnal adalah pria yang ada di majalah Men’s Guide, sedangkan objek yang diteliti oleh peneliti adalah video musik. Metode yang digunakan dalam skripsi adalah metode semiotika Charles Sanders Peirce, sedangkan peneliti meneliti dengan metode semiotika Charles Sanders Peirce.

Sumber: Olahan Peneliti (2021)

(43)

36 2.3 Kerangka Penelitian

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Olahan Peneliti (2021)

Melalui pengamatan pada video musik Thanks, penulis mencari adegan yang mengandung tanda-tanda metroseksual. Kemudian, tanda-tanda metroseksual yang ditemukan dianalisis menggunakan teknik analisis semiotika Charles Sanders Peirce berdasarkan trikotomi tanda yang terdiri dari representamen, objek, dan interpretan.

Setelah dianalisis setiap adegannya, maka ditemukan lah fenomena metroseksual pada video musik Thanks milik Seventeen.

Video Musik Thanks milik Seventeen

Fenomena metroseksual dalam video musik Thanks milik Seventeen

Triangle Meaning Peirce

Tanda-tanda metroseksual pada video musik Thanks milik Seventeen

Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce

Representamen Objek Interpretan

(44)

37 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian

Moleong mengungkapkan bahwa pada hakikatnya suatu penelitian merupakan upaya yang digunakan untuk menemukan kebenaran maupun membenarkan kebenaran. Usaha untuk mencapai kebenaran tersebut dilakukan para praktisi, peneliti, atau filsuf melalui beberapa model tertentu. Model tersebut dikenal sebagai paradigma (Moleong, 2014). Paradigma dideskripsikan sebagai sebuah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai, dan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan visi realitas (Moleong, 2014).

Dalam menyusun penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma kontruktivisme. Paradigma konstruktivisme bersifat reflektif dan dialektikal.

Artinya adalah harus ada empati dan interaksi dialektis antara peneliti dan subjek yang diteliti agar mampu melakukan rekonstruksi realitas hal yang diteliti menggunakan metode kualitatif (Bungin, 2001). Paradigma konstruktivisme memandang subjek sebagai faktor utama dalam kegiatan komunikasi dan hubungan-hubungan sosial yang ada di dalamnya. Subjek tersebut memiliki kuasa untuk memiliki kendali terhadap maksud-maksud yang ada dalam wacana. Subjek tersebut berperan untuk melakukan konstruksi terhadap relitas sosial melalui pemberian makna atau pemahaman perilaku (Ardianto & Q-Anees, 2009).

Dengan paradigma konstruktivisme, peneliti mencoba untuk menemukan makna yang ada pada objek penelitian berupa fenomena metroseksual dalam video musik Thanks milik boyband Seventeen dengan semiotika Charles Sanders Peirce.

Paradigma konstruktivisme dianggap sesuai sebab dengan paradigma ini peneliti dapat mengungkap fakta tentang fenomena metroseksual yang ada di dalam video musik Thanks milik boyband Seventeen.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah yang dilakukan untuk memperoleh data dengan tujuan dan manfaat tertentu. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan semiotika.

Gambar

Tabel 1.1 Waktu dan Periode Penelitian
Gambar 3.1  Sumber: Vera (2020)

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengikuti pembelajaran dengan model discovery learning,dan metode diskusi dengan cara tanya jawab dan menggali informasi, dengan menumbuhkan sikap gotong royong,

Karena nilai CR lebih besar dari 1,96 menunjukkan adanya pengaruh yang positif antara kerjasama dengan efektivitas hubungan pemasaran. Dengan demikian menunjukkan

Ekonomik Kebahagiaan belumlah menjadi mainstrem dari perkembangan ekonomi saat ini, tetapi seiring dengan perkembangan waktu dan penelitian yang kian banyak maka penulis

Uji t yang dilakukan menunjukkan bahwa thitung > ttabel yaitu 3,070 > 1,676 yang berarti penggunaan permainan monopoli sebagai media chemo-edutainment dapat

Pemberian konsentrat sebagai suplemen dengan level 0,5%; 0,75% dan 1% menghasilkan kualitas fisik daging (susut masak, daya ikat air, keempukan dan pH) yang relatif sama pada otot

Dengan mengambil kira pelbagai faktor semasa yang kurang memberi ruang kepada remaja untuk menyuarakan isu moral yang dihadapi atau yang dilihat sebagai dilema

Secara umum, praktik yang menjadi tradisi ini menandai adanya keunikan dalam setiap kebudayaan manusia, yakni bahwa nenek moyang manusia menunjukkan ekspresi nilai

Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan anak didik baik langsung