PERSPEKTIF
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif
Analisis Aktor Politik Pembangunan Dalam Organisasi Al Washliyah Sumatera Utara
Analysis of Development Political Actors in Al Washliyah Organization, North Sumatra
M. Fathin Arditri, Humaizi & Heri Kusmanto*
Program Studi Ilmu Magister Pembangunan, Universitas Sumatera Utara, Indonesia Diterima: 29 Desember 2021; Direview: 04 Januari 2022; Disetujui: 17 April 2022
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami kajian, pemikiran, peran dan strategi aktor politik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah yang dilakukan oleh DR.H. Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, S.H, M.SP.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mengukur secara cermat terhadap fenomena sosial tertentu yang terjadi. Secara sepesifik, metode penelitian ini juga menggunakan metode life history. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagai aktor politik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara, dimana ia berperan dalam pembentukan dan pengomptimalan akselerasi pada tiga amal ittifaq Al Washliyah, yaitu: Pendidikan;
Dakwah; dan Amal Sosial. Fungsi Dedi Iskandar Batubara sebagai aktorpolitik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara yaitu pembenahan tatakelola organisasi yang bertujuan untuk menyinergikan program- program yang dirumuskan pada visi akselerasi. Faktor pendukung aktor poltik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara yaitu faktor orang (kader) dari penguatan SDM, dimana dibelakang pelaksanaan sebuah program akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah program dan dengan pemenanfaatan digitalisasi (media sosial) yang merupakan sebuah konsep media infromasi dalam melakuakan berbagai kegiatan, seperti halnya dibidang dakwah dan rapat-rapat yang dapat meminimalisir biaya-biaya yang dikeluarkan serta efesiensi waktu yang digunakan. Faktor penghambatnya dapat dilihat bahwa belum terlihat terlalu besar adanya hambatan dalam menterjemahkan berbagai program dan rencana kerja yang sudah diamanahkan oleh musyawarah Al Wasliyah (Muktamar XIII).
Kata Kunci: Pemikiran; Peran; Strategi; Aktor Politik Pembangunan; Al Washliyah, Abstract
The purpose of this study was to identify and understand the study, thoughts, roles and strategies of developmental political actors in the Al Washliyah organization conducted by DR.H. Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, S.H, M.SP. The type of research used in this research is descriptive with a qualitative approach. Qualitative research methods are used to measure carefully certain social phenomena that occur. Specifically, this research method also uses the life history method. The results showed that as a political actor of development in the Al Washliyah organization in North Sumatra, where he played a role in the formation and optimization of acceleration in three Al Washliyah ittifaq charities, namely: Education; Da'wah; and Social Charity. The function of Dedi Iskandar Batubara as a development political actor in the Al Washliyah organization in North Sumatra is to improve organizational management which aims to synergize the programs formulated in the acceleration vision. The supporting factors for development political actors in the Al Washliyah organization in North Sumatra are the people (cadres) factor from strengthening human resources, where behind the implementation of a program will greatly determine the success or failure of a program and by utilizing digitalization (social media) which is a concept of information media in carrying out various activities, such as in the field of da'wah and meetings that can minimize the costs incurred and the efficiency of the time used.
The inhibiting factor can be seen that there are not too big obstacles in translating various programs and work plans that have been mandated by the Al Wasliyah deliberations (Muktamar XIII).
Keywords: Thinking; Role; Strategy; Development Political Actors; Al Washliyah
How to Cite: Aditri, M.F., Humaizi., & Kusmanto, H. (2022). Analisis Aktor Politik Pembangunan Dalam Organisasi Al Washliyah Sumatera Utara. PERSPEKTIF, 11 (3): 1077-1091
1078
*Corresponding author:
E-mail: [email protected]
ISSN 2085-0328 (Print) ISSN 2541-5913 (online)
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi sudah semestinya menempatkan kedaulatan di tangan rakyat seperti yang telah tertulis dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,”
sehingga rakyatlah yang seharusnya menjadi pemegang kedaulatan yang sejati.
Organisasi masyarakat (Ormas) merupakan perwujudan dari berlangsungnya masyarakat sipil yang berfungsi menjembatani, memperjuangkan, dan membela kepentingan rakyat dari dominasi kepentingan modal dan politik praktis. Dengan kekuatan kolektivitas, kemampuan, dan pengorganisasian massa, Ormasberfungsi mengawasi dan terlibat dalam kebijakan-kebijakan atau program-program pembangunan demi kepentingan publik. Di samping itu, Ormas juga memiliki fungsi menjaga stabilitas politik dan sosial untuk menengahi berbagai kepentingan yang terjadi di antara kelompok masyarakat sehingga dapat meminimalisir potensi konflik social (Sembiring et al., 2018; Ulfa et al., 2019; Siregar et al., 2020).
Al Jam’iyatul Washliyah yang selanjutnya disebut Al Washliyah merupakan organisasi kemasyarakatan Islam yang meyakini bahwa melalui gerakan perubahan kultural menjadi suatu model yang paling memungkinkan untuk dijalankan melakukan pengIslaman kehidupan masyarakat. Gerakan kultural yang berbasiskan ajaran-ajaran Islam sebagai basis Ideologis dengan strategi dakwah ternyata lebih efektif dalam mengembangkan kebudayaan Islam daripada gerakan-gerakan Islam formal yang mensyaratkan adanya Negara Islam dalam melakukan pembangunan Islam. Model politik pembangunan seperti inilah yang ternyata membuat organisasi kemasyarakatan tersebut mampu bertahan dalam berbagai masa dan berbagai tantangannya (Heri dan Warjo, 2018).
Dalam hal ini peneliti akan meninjau Al- washliyah, organisasi yang cukup besar di Sumatera Utara. Konsep model politik pembangunan organisasi kemasyarakatan Islam Al Washliyah yang memperoleh dorongan utamanya daripada kalangan masyarakat yang hidup di pedesaan sebenarnya didirikan oleh kalangan pelajar Islam dan ulama. Al Washliyah didirikan dengan tujuan untuk berdakwah
menyebarluaskan Islam dalam aliran pemikiran tradisionalis, serta untuk membendung upaya pengkristenan. Mereka pun mendirikan berbagai lembaga pendidikan dari Taman Kanak-kanak hingga peringkat Universitas. Selain itu membina panti asuhan untuk mengurusi anak yatim piatu, serta orang- orang jompo. Mereka juga mengupayakan berbagai usaha, seperti usaha percetakan, penerbitan, koperasi, baitul mal wattanwil dan sebagainya (Heri dan Warjo, 2019)
Terkait dengan kepemimpinan Al- Washliyah, dalam hal ini Ketua Pengurus Wilayah Al-Washliyah Sumatera Utara periode 2020-2025, DR. H. Dedi Iskandar Batubara, MSP yang peneliti telusuri pada website jariungu.com, bahwa DR. H. Dedi Iskandar Batubara, MSP memiliki pengalaman pada sejumlah organisasi. Tentu hal tersebut sangat berpengaruh pada tingkat kepopuleran yang bersangkutan pada pemilihan legislatif (Pileg) yang diikutinya sehingga dapat terpilih kembali pada Pileg 2019-2024.
DR. H. Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, S.H, MSP adalah seorang petahana yaitu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode sebelumnya pada 2014-2019 yang kembali mencalonkan diri dan hanya beliau yang masih bisa mempertahankan kursi legislatif untuk periode berikutnya menjadi anggota DPD dari Provinsi Sumatera Utara untuk periode 2019- 2024.
Seiring dengan dinamika dan perkembangan pembangunan suatau organisasi yang terus berkembang, terjadi perubahan dalam kiprah dan peran aktor/pimpinan organisasi. Dimana pimpinan suatau organisasi yang mewakili organisasi kemasyarakatan menjadi simbol dalam organisasi tersebut. Sehingga peran aktor/pemipin saat ini menunjukkan intensifikasinya.
Penelitian Iskandar (2019) menyimpulkan bahawa politik pembangunan ideologi Al Wasliyah sebagai organisasi yang didirikan para ulama dan pada perkembanganya telah melahirkan banyak ulama. Dalam usaha mencapai tujuannya, Al Washliyah sejak awal berdiri fokus pada strategi politik pembangunan dalam bidang pendidikan, dakwah dan amal sosial. Adanya hubungan umat Islam merupakan represntasi masyarakat sipil yang menjadi pemeluk agama mayoritas di Indonesia.
Aktor politik di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dipelajari dan diteliti, mengingat bahwa banyak ulama yang tidak berminat terjun langsung berpolitik untuk mengembangkan organisasi keagamaan Islam. Mengingat bahwa.
mengembangkan organisasi masyarakat bagian dari pemabangunan bangsa dan negara.
DR.H. Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, S.H, M.SP yang terpilih sebagai Ketua Pengurus Wilayah Al Washliyah Sumatera Utara pada periode 2020-2025. Analisadaily.com mengabarkan pada Musyawarah Wilayah XIII Al Washliyah Sumatera Utara yang dilaksanakan di Danau Toba, Parapat, Jumat (28/2/2020). Ada sebanyak tiga orang kandidat yang mencalonkan, Dedi Iskandar memenangkan voting dengan meraih 152 suara. Sementa itu pesaingnya Prof. H. Saiful Akhyar Lubis diposisi kedua dengan perolehan suara sebanyak 132 suara dan H. Iwan Zulhami, S.H, M.AP dengan 74 suara. Suara batal 4 suara dan abstain 1 suara dari jumlah total keseluruhan ada 363 suara.
Hubungan dari tokoh/pemimpin ataupun sebuah aktor politik dalam pembangunan organisasi masyarakat sebenarnya merupakan mata rantai dari peran aktor politik pada masa- masa sebelumnya. Namun, sebagai organisasi modern Al-Washliyah memang tidak bisa menghindar dari berbagai dimensi kehidupan yang melingkupi masyarakat Islam. Besarnya pengikut organisasi Al Washliyah di Sumatera Utara, hal ini menjadikan organisasasi keagamaan merepresentasikan sebuah kekuatan sosial maupun politik yang terlibat secara aktif dalam pembangunan bangsa dan negara.
Oleh karena itu disisi lain Dr. H. Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, S.H, M.SP selaku ketua dituntun perlu mengakomodir tumbuh kembanganya Al Wasliyah agar menjadi lebih baik lagi kedepannya dan untuk pembinaan struktural, yang sudah memiliki banyak bidang-bidang sosial dan keagamaan, dimana dengan bidang-bidang ini akan menjadi wadah untuk melihat individu untuk mengembangkan kualitas dan kapasitasnya.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti sementara bahwa aktivitas organisasi yang bersangkutan sangat kental dengan kelembagaan. Dalam hal ini ia juga merupakan pengurus besar Al Wasliyah. Keterlibatannya dalam pembangunan organisasi masyarakat
(oramas) Islam di Indonesia sebenarnya mata rantai dari peran dan fungsi sebagai aktor poltik pembangunan. Hal ini tentu sangat menarik untuk diteliti dan eksistensi organisasi Al Wasliyah yang dapat memberikan posisi bargaining dalam mengembangkan progaram utama tersebut.
Secara profesi ide pengembangan kapasitas dan karir para kader ada di bawah pembinaan Dr. H. Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, S.H, M.SP sebagai tokoh sentral pembinanya dan para perencana dapat menyampaikan ide, gagasan, saran yang yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi dan profesionalisme mereka ke pembina teknis, atau dapat juga melalui wadah profesi.
Kemudian ide ini secara bersama-sama dibicarakan dengan arah tujuan dari pembangunan Al Washliyah. Memang sebaiknya pembina teknis harus mengetahui tentang ide, gagasan dan masukan kegiatan tentang pembinaan dalam hal pembangunan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti sementara, bahwa aktivitas yang bersangkutan sangat baik sebagai pengurus wilayah Al Jam’iyatul Wasliyah Sumatera Utara, sehingga pada periode kedua pencalonan yang bersangkutan sebagai calon anggota legislatif mendapatkan sambutan positif dari para pemilihnya di Sumatera Utara
Kenyataaan tersebut mungkin bukan sesuatu yang muncul dan terjadi begitu saja, akan tetapi peneliti menyimpulkan sementara bahwa ada peran penting lembaga yang digeluti dalam memberikan pengaruh pada elektoral yang diterima dan peran aktor itu sendiri dalam upaya menjalankan strategi politik pembangunan yang berkapasitas pada pemilihan legislatif berikutnya.
Penilitan yang dilakukan Tito Handoko dan Erman Muchtar (2017), konfigurasi aktor dalam penetapan calon Kepala Daerahdari PAN tergambar bahwa aktor daerah (lokal) tidak memiliki pengaruh yangcukup signifikan karena pada akhirnya penetapan calon menjadi domain DPPPAN. Asumsi ini diperkuat dengan diberikannya status kader kepada IrvanHerman yang jelas-jelas belum mengikuti kaderisasi (LKAD) pada Partai Amanat Nasional. Penelitian selanjutnya yang dilakukan Himbo Wahyu Setyo Pramono (2018), ada muatan politis dari keterlibatan kesenian ini, ketika pasangan calon melibatkan
kesenian Reyog dalam kampaye. Indikasi tersebut diperkuat dalam dominasi partai yang melibatkan elit-elit apratai politik yang memegang kedudukan penting dalam oraganisasi ini. Penelitian Ahmad Patoni (2007), motif partisipasi kiai pesantren dalam partai politk di dasari alasan untuk memperjuangkan Islam melalui jalur struktural, sekeligus di dasari atas dasar moralitas politk yang wajib diperjuangkan.
Penelitian Ary Ganjar Erdiansyah (2016), Ormas dan LSM merupakan perwujudan dari berlangsungnya masyarakat sipil yang berfungsi, memperjuangkan dan membela kepentingan rakyat dari dominasi kepentingan modal, dan poltik praktis. Penelitian Alexandra Anggelina Agnes (2020), aktor yang terlibat dalam penetapan agenda menjalankan peran mereka sebagai bagian dari subsistem kebijakan dengan otonomi yang terbatas dan tidak lepas dari kepentingan politik. Penelitian H Herianto (2020), peran media sebagai aktor politik dimana media sebagai sumber yang menyampaikan sumber informasi kepada khalayak banyak. Peran media juga bersifat persuasif dimana media bisa mempengaruhi masyarakat. Penelitian Felicia dan Riris Loisa (2019), buzzer profesional atau buzzer dengan imbalan tertentu berperan untuk memperluas suatu infirmasi melalui aktivitas retweet terkait narasi dan hashtag harian hingga dapat dapat dilihat oleh masyarakat dalam bentuk trending topic.
Penelitian Muhammad Zainul Arifin (2019) anggota DPD lahir sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kepasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional.
Utusan daerah ditunjuk oleh DPRD provinsi di daerah, sedangkan utusan golongan ditunjuk oleh organisasi kemasyarakatan, hal ini jugalah yang mendasari untuk meniadakan utusan daerah dan utusan golongan dan diganti dengan terbentuknya lembaga baru yaitu DPD, lembaga ini terbentuk dalam kerangka demokrasi. Penilitian H.S Tinambunan dan D.E Prasetio (2019) menjelaskan Dewan Perwakilan Daerah atau DPD merupakan lembaga legislatif yang lahir dari gejolak reformasi 1998 yang keberadaan yurisdis terkait DPD dan kewenangannya didasarkan Pasal 22D UUD NRI 1945.
Penelitian Muhammad Ramadhana Alfaris (2018) yaitu kedudukan peran DPD RI dalam menjalankan organ masih belum merepresentasikan daerah dan rakyat daerahnya. Meskipun secara kewenangannya masih terbatas, seyogianya digunakan secara optimal untuk rakyat daerah. Dapat diakatan, masih terdapat konflik dalam tubuh DPD kepentingan sehingga mendominasikan tindakan-tindakan yang cendrung menggunakan tindakan efektif dan tradisioanl lantaran problematikan yang ada di daerah selalu mengharapkan kehadiran DPD di tengah- tengah daerahnya masing-masing.
Pada hakikatnya organisasi Al Wasliyah bukanlah merupakan suatu mesin partai layaknya partai-partai yang ada. Eksistensinya juga tidak berafiliasi pada mesin partai manapun. Namun yang bersangkutan bisa menjadi anggota DPD yang lolos pada dua periode pemilihan legislatif yang ada, mengalahkan kader-kader dari partai-partai yang sudah memiliki nama dan reputasi besar selama bertahun-tahun. Hal ini tentu sangat menarik untuk diteliti dan eksistensi Dedi Iskandar dalam organisasi Al Wasliyah dapat memberikan posisi bargaining dalam pemilihan ketua pengurus wilayah Al Washliyah Sumatera Utara. Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami kajian, pemikiran, peran dan strategi aktor politik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah yang dilakukan oleh DR.H. Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, S.H, M.SP
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara untuk mendapatkan kebenaran ilmiah dari suatu permasalahan yang ada. Oleh karena itu dalam suatu penelitian diperlukan suatu cara pendekatan terhadap permasalahan yang diteliti. Arikunto (2006) mengatakan bahwa:
“Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.” Begitu juga halnya dengan permasalahan penelitian yang akan peneliti kaji, haruslah menggunakan suatu metode penelitian sehingga mendapatkan kebenaran ilmiah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mengukur secara cermat terhadap fenomena sosial tertentu yang
terjadi. Secara sepesifik, metode penelitian ini juga menggunakan metode life history. Metode life history adalah sebuah metode yang lazim digunakan oleh antropolog untuk menceritakan kualitas sebuah fenomena secara lebih mendalam. Menurut Nawawi (2012 : 89) mengatakan baahwa “Metode deskriptif adalah sebagai pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan objek yang diteliti, seperti individu, lembaga, masyarakat dan lain- lain pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Berdasarkan dengan tujuan kualitatif, maka pada prosedur sampling , yang terpenting adalah bagaimana penetuan informan (key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat informan sesuai denagan syarat penelitian.
Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan analisis aktor politik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara., maka dilakukan wawancara secara mendalam (indebt interview) dengan informan yang telah diterntukan. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Dr.
H.Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, S.H, M.SP berperan sebagai aktor politik pembanguanan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara.
Data sekunder diperoleh melalui: Studi kepustakaan (liberary Research), dengan menggali berbagai sumber bacaan yang berkaitan denagaan penelitian yang dikutip secara objektif. Observasi, studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengmatan dan pencatatan terkait pemikiran, peran dan praktik-praktik aktor politik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara Data primer diperoleh melalui:
Wawancara mendalam (indepth interview), dari para informan yang terpercaya kepastiannya dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) sebagai panduan yang berisi seperangkat pertanyaan terbuka sesuai dengan aspek-aspek yang ingin didapatkan informasinya. Jumlah informan telah ditentukan berjumlah 2 orang yang merupakan pengurus wilayah organisasi Al Washliyah tingkat atas (top organization). Yang menjadi informan adalah Alim Nur Nasution, M.M sebagai sekretaris PW Al Washliyah Sumatera Utara dan Abdul Hafiz Harahap, M.I.Kom sebagai bendahara PW Al Washliyah Sumatera Utara.
Dokumen, sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagaian besar data yang tersedia adalah bentuk surat-surat, catatan harian, cendramata, laporan foto, dan sebagaimya. Sifat utama data ini tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal- hal yang pernah terjadi di waktu silam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Dedi Iskandar Batubara Membangun Al Washliyah Sumatera Utara Komunikasi.
Dedi Iskandar Batubara menyampaikan bahawasanya intinya ada beberapa target- target yang utama yang ingin dicapai.Alwasiliyah inikan organisasi kader, jadi proses pelahiran regrenasi kader tokoh itu adalah keniscayaan dengan program pertama yaittu pengutan mahasiswa alwasliyah, pelajar alwasliyah untuk terus melakukan kaderasi sesuai dengan jenajng kebutuhannya.
Kemudian Dedi Iskandar Batubara menjelaskan bahwaBerbagai kondisi objektif yang terjadi menjadi acuan dalam merumuskan akselerasvisi sebgai jalan keluar dimana ia berperan dalam pembentukan dan pengomptimlanan aklerasi tersebut, dimana akselerasi Al Washliyah sebagai “jalan keluar”
bagi pembenahan organisasi ini. Istilah
“akselerasi“ digunakan untuk menekankan upaya percepatan dalam berbagai cara guna merespon perubahan zaman yang juga terjadi begitu cepat. Orang bisa saja an sich mengamini kemajuan teknologi informasi sebagai “berkah”
bagi dunia organisasimengingat dampak negatifnya tidak cukup kentara. Padahal, dari sudut pandang yang lain, media sosial sebagai produk kemajuan teknologi informasi seyogianya telah berperan menjadi “antitesa”
bagi keberadaan organisasi itu sendiri.
Jika organisasi dipahami sebagai wadah berkumpulnya sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang sama, maka kehadiran media sosial pada dasarnya telah menggantikan fungsi organisasi. Faktanya, di zaman ini banyak orang yang mampu menyelesaikan sendiri berbagai permasalahan, bahkan merasa telah membangun hubungan sosial, hanya melalui gadget dartangannya.
Situasi di atas tentunya harus disikapi dengan cara menjadikan AlWashliyah sebagai
“kebutuhan” masyarakat, bukan sekedar organisasi yang bergerak pasif. Dalam hal inilah
visi akselerasi Al Washliyah menjadi penting dirumuskan guna menyelaraskan organisasi ini dengan paradigma kekinian. Menyelaraskan tidak berarti totalitas mengikuti perubahan zaman, tapi upaya melahirkan berbagai inovasi agar keberadaan Al Washliyah tidak tergerus akibat perubahan-perubahan itu.Visi akselerasi ini dirumuskan dengan berpijak pada tiga amal ittifaq Al Washliyah, yaitu: Pendidikan;
Dakwah; dan Amal Sosial. Hematnya, tiga amal inilah yang menjadi ciri autentik keberadaan Al Washliyah, landasan filosofis yang harus selalu dipertahankan sepanjang organisasi ini berdiri.
Akselerasi di Bidang Pendidikan.
Disadari bahwa membangun sekolah baru bukanlah perkara yang mudah; tapi juga bukan berarti sulit jika seluruh sumber daya yang dimiliki Al Washliyah saling diintegrasikan satu sama lain. Dengan model struktur organisasi berbasis satuan pendidikan, paling tidak dapat dijadikan sebagai instrumen menuntut komitmen pengurus di berbagai tingkatan.
Pada kawasan di mana telah berdiri madrasah atau sekolah milik Al Washliyah, komitmen yang dituntut dapat berupa pemberdayaan pada madrasah atau sekolah terkait; sedangkan kawasan yang belum memiliki madrasah atau sekolah, komitmen pengurus dapat diukur dengan perencanaan yang matang untuk mendirikan madrasah atau sekolah di wilayah administrasinya.
Akselerasi di Bidang Dakwah. Melalui visi akselerasi ini kami ingin melakukan revitalisasi terhadap dakwah Al Washliyah di daerah pedalaman. Istilah mengenai “daerah pedalaman” ini sendiri memang disadari belum memiliki rumusan yang jelas; ia kerap dicirikan sebagai daerah pinggiran yang secarasosial, ekonomi, dan fisik, tersisih dari jalur utama.
Jika meminjam definisi yang lebih lawas, terutama dalam narasi sejarah awal perkembangan Al Washliyah, istilah untuk daerah pedalaman ini umumnya akan merujuk pada daerah-daerah minoritas muslim.
Memang cukup unik, bahwa daerah minoritas muslim jika merujuk pada sejarah awal perkembangan Al Washliyah, orientasinya akan mengarah pada daerahdaerah di tanah Karo.
Asumsi ini bisa dimakslumi mengingat pada mulanya Al Washliyah banyak bekerjasama dengan Kesultanan Deli dalam upaya pengislaman Tanah Karo. Jika dilihat keadaan statistik saat ini, Tanah Karo masih merupakan daerah minoritas muslim, meskipun daerah
yang lebih representatif sebenarnya adalah daerah yang merupakan “Jantung Tanah Batak,” seperti: Samosir, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, dan Tapanuli Utara.
Selain itu, Pulau Nias juga merupakan daerah representatif minoritas muslim. Melalui visi akselerasi ini, kami ingin melakukan revitalisasi terhadap program dakwah pedalaman sebagaimana pernah dilakukan Al Wahliyah di masa-masa terdahulu. Namun demikian, dakwah pedalaman yang kami maksud di sini tidak hanya terbatas pada dakwah yang dilakukan di daerah-daerah minoritas muslim, melainkan pada daerah- daerah yang teridentifikasi sebagai “kawasan terbelakang” di mana penganut agama Islam membutuhkan pemberdayaan dakwah
Akselerasi di Bidang Amal Sosial. Satu di antara inovasi yang kami maksud dan sangat urgen untuk segera dieksekusi melalui visi akselerasi ini adalah pendirian Badan Zakat, Infaq dan Sedekah Al Washliyah. Biar bagaimanapun, sebagai organisasi Islam Al Washliyah tentunya harus mengedepankan instrumen pengendalian problematika sosial- ekonomi yang berlandaskan pada ajaran Islam.
Pengelolaan infaq dan sedekah mungkin akan lebih mudah diupayakan jika badan zakat Al Washliyah bisa diupayakan berdiri, mengingat zakat jauh lebih mengikat dibanding infaq dan sedekah. Di samping itu, hal lain yang patut dipertimbangkan adalah eksistensi zakat yang belakangan mulai memengaruhi perekonomian nasional. Dalam penelitian yang digarap seorang mahasiswi program doktoral Ekonomi Islam UIN Sumatera Utara tentang kedudukan zakat sebagai penerimaan Negara, diperoleh informasi potensi penerimaan zakat nasional yang berhasil dikumpulkan oleh BAZNAS.
BAZNAS sendiri merupakan Lembaga Pemerintah non struktural yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional, sekaligus sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan sertifikasi terhadap lembaga zakat swasta yang berdiri di Indonesia.
Fungsi Dr.H. Dedi Iskandar Batubara S.Sos, S.H, M.SP dalam pembangunan Al Washliyah Sumatera Utara
Dedi Iskandar Batubara menjelaskan terkait fungsinya dimana diawlai dari akselerasi Al Washliyah yang dirumuskan melalui pengintegrasian amal ittifaq dengan pemberdayaan ekonomi kader dan warga
sebagaimana kami jelaskan pada bagian terdahulu, hanya akan efektif diwujudkan dengan melakukan pembenahan tata kelola organisasi. Pembenahan tatakelola organisasi bertujuan untuk menyinergikan program- program yang dirumuskan pada visi akselerasi ini dengan seluruh unit organisasi, meliputi bidang-bidang (majelis) yang include dalam struktur sejajar, struktur organisasi bawahan, dan simpul-simpul pada organisasi otonom.
Sungguhpun Al Washliyah terikat aturan main yang dicerminkan melalui AD/ART dan Peraturan Organisasi, namun harus disadari juga dampak perlambatan akibat pengelolaan yang terlalu birokratis. Pada hal-hal yang bersifat prinsip AD/ART dan Peraturan Organisasi tentunya harus menjadi acuan mutlak, tapi ada pula hal-hal yang semestinya dikelola secara fleksibel sehingga organisasi dapat berjalan efektif dan efisien. Tanpa mengabaikan hal-hal yang bersifat prinsip, pemebenahan tatakeloka organisasi sebagai kerangka dasar mewujudkan visi akselerasi Al Washliyah ingin kami terapkan dengan cara- cara yang fleksibel. Terakit fungsi tersebut dapat diperjelas beberapa hal berikut diantaranya :
Konsolidasi organisasi Al Washliyah.
Konsolidasi organisasi merupakan langkah paling awal yang akan ditempuh untuk melakukan pembenahan tatakelola organisasi.
Secara harfiah konsolidasi organisasi dipahami sebagai upaya memperkuat dan menyatukan persepsi dalam berbagai keputusan organisasi.
Sayangnya, dalam banyak praktik konsolidasi organisasi seringkali dimanfaatkan hanya untuk kepentingan sesaat, bahkan sepihak, yang tidak memiliki dampak berkelanjutan bagi organisasi. Sebut saja pelaksanaan rapat kerja (Raker) yang seyogianya bisa berperan menjadi wadah baku bagi kegiatan konsolidasi organisasi. Di lingkungan Al Washliyah Sumatera Utara, ada semacam tradisi bahwa Raker seringkali dilaksanakan hanya pada momentum tertentu saja, terutama berkaitan dengan keputusan-keputusan politik.
Bukannya hal itu terlarang untuk dilakukan, tapi jika dipahami kembali makna generik konsolidasi organisasi, maka ia harus menyangkut semua aspek yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. Dalam rumusan kami, ada tiga komponen penting yang harus dipenuhi untuk menerjemahkan secara utuh konsolidasi organisasi. Tiga
komponen itu ingin kami sebut sebagai “Trilogi Konsolidasi Organisasi,” yang terdiri dari:
Rapat Kerja; Monitoring dan Evaluasi (Monev);
serta Rencana Tindak Lanjut (RTL). Sebagai organisasi yang memiliki aturan main, rapat kerja adalah wadah yang paling ideal untuk melakukan konsolidasi organisasi. Bukan sekedar menyangkut pemenuhan tuntutan AD/ART yang mengamanahkan pelaksanaan rapat kerja minimal satu kali dalam satu periodisasi kepengurusan; melainkan dianggap ideal karena wadah ini memiliki agenda yang terukur; dijalankan dengan mekanisme yang terarah; serta melibatkan seluruh stakeholder terkait. Atas dasar itulah kami menempatkan rapat kerja sebagai komponen pertama dari trilogi konsolidasi organisasi.
Penertiban Administrasi Keanggotaan. Pembenahan tatakelola organisasi juga ingin kami fokuskan untuk menertibkan administrasi keanggotaan.
Langkah yang akan ditempuh dalam hal ini adalah menerbitkan “Kartu Anggota Terintegrasi.” Seperti pernah kami tegaskan pada bagian terdahulu, bahwa jumlah anggota Al Washliyah belum terdokumentasi dengan baik, sementara kuantitas merupakan instrumen mutlak untuk mengukur besar atau kecilnya sebuah organisasi. Lebih dari itu, kebutuhan menetibkan administrasi keanggotaan ini dipandang mendesak untuk mengidentifikasi siapa saja yang berhak dianggap sebagai “Orang Al Washliyah.
Training Center. Pembenahan tatakelola organisasi pada tahap selanjutnya ingin kami wujudkan dengan menghadirkan “Training Center” Al Washliyah. Biar bagaimanapun, proses regenerasi di tubuh Al Washliyah memiliki peran penting dalam keberlangsungan organisasi. Bila proses regenerasi terhambat, maka proses berjalannya organisasi juga ikut terganggu.
Training center tentunya akan ber- fungsi sebagai wadah untuk melahirkan regenrasi Al Washliyah melalui penciptaan kader. Kader yang dimaksud di sini adalah individu mapun kelompok yang bergabung ke Al Washliyah melalui proses kaderisasi. Memang, kader secara otomatis akan menjadi warga Al Washliyah, tapi tidak sebaliknya, bahwa warga Al Washliyah akan secara otomatis bisa disebut sebagai kader. IPA dan HIMMAH merupakan organisasi otonom berbasis kader di tubuh Al Washliyah yang memiliki sistem rekrutmen
anggota lebih ketat dan sistematis. Karenanya, dalam pengelolaan training center ini nantinya, kedua laboratorium kader di tubuh Al Washliyah itu akan dilibatkan secara aktif.
Faktor Pendukung Dedi Iskandar Batubara dalam Pembangunan Al Washliyah Sumatera Utara
Dedi Iskandar Batubara menejalaskan bahwa ada faktor penting yang sangat mendukung dalam pengorganisasian ini yaitu faktor orang (kader) dari penguatan SDM, dimana dibelakang pelaksanaan sebuah program akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah program. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa dalam pengorganisasian harus ada kerjasama yang baik diantara orang-orang yang terlibat dalam pembagian tugas tersebut. Harapan itu pula yang diinginkan oleh Majelis Pendidikan Al Washliyah Sumatera Utara agar program peningkatan mutu dakwah pendidikan dan sosial dalam berjalan sesuai amanat orgnaisasi.
Kompetensi orang yang ditugaskan dalam bidang-bidang tersebut Al Washliyah yang sudah cukup berkompeten dan memiliki keseriusan, tanggung jawab dan kehadiran dalam menjalankan tugas-tugas peningkatan mutu pendidikan Al Washliyah. Selanjutnya tinggal keaktifan pengurus dalam pelaksanaan program yang harus dapat dapat dimaksimalkan.
Kemudian faktor penting atau pendukung lainnyanya ialah dari pemanfaatn digitalisasi, dimana menyikapi perubahan-perubahan ekstrim yang begitu cepat terjadi, Al Washliyah ingin menghadirkan “Ruang Dakwah Digitial,”
mengingat ada banyak objek dakwah yang tidak terikat dengan ruang sosial yang bersifat konvensional. Berdasarkan data yang dirilis Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia telah mencapai 171,17 juta jiwa, memiliki rasio 64,8 persen dari total penduduk yang berjumlah 264,16 juta jiwa. Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 10,12 persen dari tahun sebelumnya yang berada di kisaran 143,26 juta jiwa. Dimana Sumatera Utara sendiri merupakan pengguna internet terbesar kedua setelah Pulau Jawa. Mengacu pada sumber yang sama, pengguna internet di Pulau Jawa mencapai rasio sebesar 55,7 persen dari total seluruh pengguna internet di Indonesia;
sementara Pulau Sumatera merupakan
pengguna terbesar kedua dengan rasio 21,6 persen. Sumatera Utara adalah pengguna terbesar dari seluruh provinsi yang terdapat di Pulau Sumatera. Dalam kondisi inilah kami menilai kehadiran ruang dakwah digital sangat dibutuhkan. Karenanya, melalui visi akselerasi ini, kami ingin mengupayakan media dakwah baru tersebut sebagai bagian dari misi dakwah Al Washliyah dengan melibatkan sumber daya para kader yang kompeten di bidang itu.
Pemenanfaatan digitalisasi merupakan sebuah konsep pemahaman dari perkembangan zaman mengenai teknologi dan sains, dari semua yang bersifat manual menjadi otomatis ,dan dari semua yang bersifat rumit menjadi ringkas. Adanya digital adalah sebuah metode yang Complex, dan fleksibel yang membuatnya menjadi sesuatu yang pokok dalam kehidupan manusia.Teori Digital selalu berhubungan dengan media.
New Media adalah media yang sedang berkembang saat ini dalam konteks teknologi,informasi maupun komunikasi.
Media Modern menjadi payung kehidupan yang menghubungkan manusia dengan manusia, dan manusia dengan Teknologi pada abad ini.
Contoh Media Modern / New Media : Internet, Mobile Phone Sosial Network dan Web.
Implementasi sebuah new media merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan konvergensi antara teknologi digital yang terkomputerisasi serta terhubung ke dalam jaringan. Tekonologi merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan perubahan diberbagai bidang. Teknologi menjadikan jarak dan ruang menjadi datar (the world is flat ; Thomas Friedman) semuanya menjadi lebih dekat dan transparan, contohnya : internet, program televisi, film, majalah, buku dll.
Internet sendiri telah membuat revolusi dunia komputer dan dunia komunikasi yang tidak pernah diduga sebelumnya.Penemuan telegram, telepon, radio, dan komputer merupakan rangkaian kerja ilmiah yang menuntun menuju terciptanya Internet yang lebih terintegrasi dan lebih berkemampuan dari pada alat-alat tersebut. Internet memiliki kemampuan penyiaran ke seluruh dunia, memiliki mekanisme diseminasi informasi, dan sebagai media untuk berkolaborasi dan berinteraksi antara individu dengan komputernya tanpa dibatasi oleh kondisi geografis.
Era Internet of Everything(IoE) semakin terasa dimana internet menghubungkan manusia data proses dan hal lainnya. Internet bukan lagi sekedar akses komunikasi, namun lebih dari itu. Peran internet juga semakin mempengaruhi proses bisnis. Bisnis akan semakin efesien dan efektif menjangkau pasar yang lebih luas. Internet bukan lagi sekedar alat promosi, namu menjadi infrastuktur yang mendukung kelancaran program yang dilakukan oleh lembaga organisasi.
Dalam hal ini, internet mempunyai banyak kegunaan yang menguntungkan sebagai faktor pendukung Dedi Iskandar Batubara dalam pembangunan Al Washliyah Sumatera Utara antara lain: Informasi yang didapatkan lebih cepat dan murah dengan menggunakan berbagai aplikasi antara lain : email, NewsGroup, www, FTP; Mengurangi biaya kertas dan biaya distribusi, contoh : koran, majalah dan brosur, dan biaya-biaya finasial)keuangan yang dikeluaran organisasi;
Sebagai media promosi, contoh : pengenalan dan pemesanan produk; Komunikasi interaktif, meliputi : email, dukungan pelanggan dengan www, video, conferencing, internet relay chat, internet phone.
Sebagai alat untuk research dan development.Dapat disimpulkan bahwa resolusi dari internet menciptakan image baru, yaitu sebuah new media yang kebanyakan orang sudah menggunakannya pada saat ini.
Merupakan sebuah implementasi dari perluasan ikon yang bersumber pada internet.
Contoh new media yang telah digunakan oleh masyarakat antara lain : mobile (handphone), komputer, tv online, radio online, mp3 online, foto gallery, memory, slide show serta aplikasi- aplikasi dalam internet sebagai ikon new media, misalnya youtube, myspace, facebook, twitter, google, yahoo,dll. Ciri-ciri new media ini ditandai antara lain : Digitalisasi (dari koran, radio, TV); Model berita yang realtime (aktual, breaking news); Konvergensi (teks, foto, video); Adanya interaksi dengan masyarakat (kontribusi, kontrol); Reader driven (pembaca punya kuasa karena banyak pilihan) dan kebiasaan membaca sambil bergerak (mobile readership). Oleh sebab itu, beragam aplikasi bisnis bebasis internet kini semakin mudah dimanfaatkan dalam pembangunan Al Washliyah Sumatera Utara dibidang dkawah, pendidikan ataupun sosial.
Faktor Penghambat Dedi Iskandar Batubara dalam membangun Al Washliyah Sumatera Utara
Meskipun ada hambatan secara fisik tidak biasa melakukan aktifitas secara normal, tetapi ia melihat ini sebagai peluang besar karena bisa menekan biaya-biaya formal organisasi yang selama hari ini mungkin dialokasikan untuk kegiatan orang banyak hari ini tidak dibututhkan lagi karena kita dapat menggunakan perangkat-perangkat teknologi ataupun perangkat-perangkat media menunjang aktifitas dan kegiatan organisasi.
Meskipun juga harus diakui sebagian insfratuktur di setiap wilayah misalnya cabang/daerah ataupun sampai pusat adanya yang terbiasa menggunkan prangkat media ini, tetapi lambat laut ini sudah tidak jadi persoalan lagi, bahkan dalam pengambilan keputusan sudah menggunkan perangkat-perangkat media seperti zoom meeting dan jenis lainnya untuk melakukan rapat-rapat dan sebagainya.
Dilihat bahwa tidak terliahat terlalau besar adanya hambatan dari pandemi covid ini dalam menterjemahkan berbagai program dan rencana kerja yang sudah diamanahkan oleh musyawarah Alwasliyah 13.
Pembangunan mutlak diperlukan pada suatu Negara, karena dengan pembangunan mengindikasikan tercapainya kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari pembangunana suatau organisasi yang berdampak ke maslahatan umum yaitu kepada masyarakat.
Pada Hakekatnya tujuan pembangunan suatu Negara dilaksanakan adalah untuk mensejahterakan masyarakat, demikian halnya dengan Negara Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa tujuan Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia.Untuk mewujudkan tujuan tersebut dilaksanakan pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Dalam merealisasikan tujuan pembangunan, maka segenap potensi alam harus digali, dikembangkan, dan dimanfaatkan sebaik- baiknya. Begitu pula dengan Potensi manusia berupa penduduk yang banyak jumlahnya harus ditingkatkan pengetahuan dan
keterampilannya sehingga, mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi alam secara maksimal, dan pelaksanaan program pembangunan dapat tercapai.
Pada kenyataannya pelaksanaan pembangunan hampir disemua daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terkesan menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan warga Negara hanya menjadi objek dari pembangunan. Yang diharapkan adalah swadaya dari masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, mengingat hasil dari pembangunan hakekatnya untuk masyarakat itu sendiri. Masyarakat cenderung lebih menggantungkan pelaksanaan pembangunan kepada pemerintah, sehingga walaupun sudah mendesak terhadap produk dari suatu pembangunan, harus menunggu tindakan dari pemerintah. Perilaku ketergantungan ini lebih nyata pada masyarakat yang bermukim di daerah perkotaan, dimana kebanyakan masyarakat lebih baik menunggu action dari pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan khususnya infrastruktur.
Partisipasi masyarakat perkotaan dalam organisasi, mungkin saja dapat ditingkatkan melalui penguatan kapasitas para tokoh-tokoh masyarakat yang ada melalui pengaruh yang diberikan, Dedi Iskandar batubara dinilai telah memainkan peran yang maksimal dalam kegiatan mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi. Tokoh masyarakat cenderung mempunyai kedekatan ikatan emosional dengan masyarakat, maka untuk mengakomodir berbagai gagasan-gagasan untuk kepentingan masyarakat, tokoh masyarakat diharapkan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat. Keberadaan tokoh masyarakat, cenderung masih terikat oleh nilai- nilai lama yakni tradisi dan ikatan kulturalnya.
Kekuatan tokoh/pimpinan memang masih bertumpu pada ikatan primordial, khususnya pada sebuah organisasi dalam melakukan pembangunnya. Pembangunan Al Jam’iyatul WashliyahAl Jam’iyatul Washliyah merupakan sebuah ORMAS Islam yang merupakan pengejawantahan dari masyarakat sipil yang memiliki pola fikir yang konsisten dalam pembangunan bangsa. Dengan sikap yang saling memberi manfaat terhadap satu sama lain seperi; institusi, lembaga-lembaga lainnya. Al Jam’iyatul Washliyah tumbuh dan berkembang sesuai dengan wujud awal pendirian dengan menafsirkan kehidupan
sosial merupakan langkah dalam merajut hubungan silaturrahmi yang berazaskan Islam dan mampu mengamalkan asas tunggal Pancasila sebagai asas berorganisasi. Tentu menjadikan sebuah masyarakat sipil yang mampu bersosial dengan masyarakat sipil lainnya. Sebagai cara dalam mengimplementasikan hal tersebut ormas Al Jam’iyatul Washliyah memiliki tiga program utama yakni, pendidikan, sosial dan dakwah kepada masyarakat secara umum.
Capaian untuk kerja lima tahunan PB Al Washliyah. Pendidikan, pengembangan agama dengan Mazhab Syafi’i Yang tersebar di seluruh tanah air dengan banyaknya para ulama dan masyarakat yang tergabung dalam keluarga besarAlwashliyah dan perlu dicatat adalah organisasi Al Washlaiyah mampu berkembang dengan pesat hingga sampai ke Timur Tengah dan jauh lebih awal diperkenalkan Oleh Ismail Banda yang menaikkan bendera yang menyatakan Indonesia merdeka pada awal pendirian. Al Jam’iyatul Washliyah mengartikulasikan sosial sebagai sebuah pola perilaku dari setiap individu masyarakat yang tersusun sebagai suatu sistem. Sejak berdiri, Al Jam’iyatul Washliyah memang memiliki perhatian intens terhadap dunia pendidikan, sebagai salah satu peranannya adalah perubahan kondisi umat Islam.
Sejarah mencatat ada tiga poin penting memberikan perhatian besar yakni;
Pendidikan, Dakwah dan Sosial. Metode dakwah yang digunakan Al Jam’iyatul Washliyah masih menggunakan pola lama dengan retorika dan di atas mimbar sehingga hasilnya yang diperoleh tentu sama dengan awal pendiriannya. Banyak umat yang tidak tergarap oleh ajaran agama yang baik dan benar, karena mimbar dengan metode retorika hanya dapat menyerap sekitar 5% umat Islam.
dari segi manajemennya, dakwah Al Jam’iyatul Washliyah belum tertata dengan baik, yang patut disoroti antara kelembagaan dakwah Al Jam’iyatul Washliyah yang belum mampu berkoordinir da’i yang sudah beredar di berbagai daerah. Selain itu dari segi materi dakwah juga belum terlihat banyak perubahan.
Orientasi dakwah yang masih berputar pada masalah ukhrawi membuat dakwah Al Jam’iyatul Washliyah tidak mampu membuat kebutuhan orang banyak. Dakwah sebagai komunitas politik pembangunan Al Washliyah.
Tidak sedikit dikalangan elit Al Jam’iyatul
Washliyah menjadi promotor dalam organisasi eksternal termasuk di partai politik. Elit politik tersebut sering menjadi alim ulama yang berkapasitas sebagai penceramah yang menjadikan dakwah sebagai alat untuk mendekatkan diri terhadap konstituen.
Terdapat lima pemberdayaan untuk melakukan agenda perubahan melalui dakwah.
Pertama, pemberdayaan atas hal yang bersifat rohani atau mental spiritual. Kedua, pemberdayaan yang bersifat fisik atau jasmani.
Ketiga, pemberdayaan menyangkut sosial.
Keempat, pemberdayaan yang berkaitan dengan ekonomi. Kelima, pemberdayaan politik. Untuk itu kader dakwah harus menjadi agen perubahan di masyarakat dari merekalah disusun agenda perubahan dengan arah dan cita-cita dakwah. Hakikat dakwah yang sedang dan telah berjalan di Al Jam’iyatul Washliyah tidak sepenuhnya seragam dengan apa yang di kemukakan diatas namun hanya saja ada kemiripan yang tidak signifikan dalam proses perjalanan strategi dakwa yang dilakukan oleh Al Jam’iyatul Washliyah. Sementara untuk sektor pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah banyak dipengaruhi oleh pola Timur Tengah dengan menonjolkan metode menghafal dengan mempergunakan bahasa arab. Namun pada akhir-akhir ini kurikulumnya sudah mulai disesuaikan dengan kurikulum yang dikembangkan oleh departemen agama.
Peranan Al Jam’iyatul Washliyah dalam dunia pendidikan yang dipimpin oleh Dedi Iskandar Batubara memiliki peranan yang sangat besar bagi perubahan kondisi umat Islam Sumatera Utara. Dalam menyelenggarakan pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah membentuk sebuah majelis yang mengurusi pendidikan. Pada tahun 1934 majelis tersebut diberi nama Tarbiyah pada tahun 1955 majelis tersebut berganti menjadi nama majelis pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang sering disebut (MPPK).
majelis pendidikan, pengajaran dan kebudayaan dibagi menjadi tiga yakni pendidikan rumah tangga (informal), madrasah/perguruan (formal), masyarakat(informal). Al Jam’iyatul Washliyah memandang bahwa ketiga variabel di atas sangat erat kaitannya untuk memajukan dunia pendidikan Islam di Indonesia apabila salah satu variabel lemah maka variabel lainnya tentu akan mengalami pengaruh yang buruk bagi lingkungan pendidikan lainnya.
Pada Muktamar ke empat belas di Medan pada variabel pendidikan informal membentuk rumah tangga yang bahagia, harmonis dan penuh rasa tanggung jawab dan rasa bertakwa kepada Alllah Swt. Untuk pendidikan madrasah membentuk manusia mukmin yang takwa, berpengetahuan luas dan dalam cerdas dan tangkas dalam berjuang menuntut ilmu.
Sementara untuk tujuan pendidikan masyarakat adalah membina masyarakat umat yang beriman dan takwa kepada Allah SWT memiliki rasa sosial dan perikemanusiaan yang mendalam. Sebagai organisasi pembaharu pendidikan Islam, Al- Washliyah memiliki komitmen tinggi terhadap pengembangan kualitas pendidikan Indonesia.
Dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Al- Jam’iyatul Washliyah disebutkan bahwa salah satu usaha Al Jam’iyatul Washliyah dalam mencapai tujuannya yaitu menegakkan ajaran Islam untuk terciptanya masyarakat yang beriman, bertakwa, cerdas, amanah, adil, makmur dan diridai Allah SWT adalah dengan cara mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dalam semua jenis dan jenjang pendidikan, serta mengatur kesempurnaan pendidikan dan pengajaran dan kebudayaan. Usaha lain organisasi ini adalah melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dengan cara memperbanyak tabligh, tazkir, ta’lim, penerangan dan penyuluhan di tengah-tengah umat.
Pencapaian Al Washliyah dalam pendidikan dapat dilihat dari banyaknya pendirian sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Tentu dengan kehadiran beberapa perguruaan tinggi hingga dasar yang dimiliki oleh Al Jam’iyatul Washliyah merupakan sebuah fakta sosial bahwa ormas atau masyarakat sipil ini mampu turut serta dalam membangun bangsa. Sebagai masyarakat sipil yang wajib ikut serta mengikuti putusan peraturan pemerintah secara kolektif dan telah diuraikan sehingga dapat membatasi moral dan perilaku dari tiap- tiap individu di dalam struktur kelembagaan Al Washliyah. Kehadiran Al Washliyah kehadapan masyarakat begitu berdampak positif sebab kehadiranya adalah untuk kepentingan bangsa dan negara.
Pecapaian Al Washliyah sesudah barang tentu tidak diragukan lagi itu terlihat dari telah
banyak ikut serta dalam membangun bangsa sejak awal pendiriannya namun tidak terlalu naik kepermukaan seperti ormas lain atau masyarakat sipil lainnya tentu ini merupakan kesedihan tersendiri didalam tubuh Al Washliyah. Sungguh sangat jarang ditemukan Al Washliyah mau berdebat secara anarki untuk kebesaran Al Washliyah dan hadir dihadapan negara sebagai salah satu alat untuk menjadikan negara menjadi kuat dan bermartabad di hadapan negara lain. Tujuan yang hendak diinginkan adalah ingin menunjukkan keberhasilan Al Washliyah sektor pendidikan dengan semarak pendirian sekolah yang samakin menggurita di level daerah dan kota.
Aktivitas pembangunan sebuah organisasi keislaman adalah satu cara mengabadikan atau beribadah kepada Allah S.W.T. pembangunan berteraskan Islam yang dimaksudkan bahwa pembangunan yang bergabung antara dua bentuk pembangunan:
pembangunan material dan pembangunan kerohanian dan dilaksanakan menurut garis panduan yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam.
Sumatera Utara akan menjadi bagian paling penting dalam perbincangan tentang Al Washliyah, mengingat di provinsi inilah sejarahnya dimulai. Alih-alih menyangkut sejarah, organisasi yang turut mewarnai perjuangan merebut kemerdekaan di kawasan Sumatera Timur ini juga menampakkan dinamika perkembangan yang berbeda dari kebanyakan wilayah lainnya di Indonesia.
Perbedaan dimaksud berkaitan dengan tumbuh kembang Al Washliyah, terutama di Pantai Timur Sumatera Utara, yang cenderung berbanding lurus dengan tradisi keislaman masyarakat. Di provinsi ini, Al Washliyah tidak hanya bisa dilihat sebagai organisasi strukturalfungsional semata, namun juga mewakili tradisi keagamaan mainstream.
Terkait peran dan fungsi Dedi Iskandar dalam pembangunan Al Washliyah Sumatera Utara tidak terlepas dari aklerasi Pendidikan;
Dakwah; dan Amal Sosial, Dalam pendidikanm, dimana Al Washliyah dan dunia pendidikan adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain; itu sebabnya kami pernah menegaskan: “Pendidikan merupakan ruhnya Al Washliyah.” Setidaknya terdapat 1000-an lebih lembaga pendidikan dalam berbagai tingkatan; mulai dari madrasah, sekolah,
hingga perguruan tinggi; yang berada di bawah naungan Al Washliyah yang menyebar di beberapa wilayah Indonesia; 600-an di antaranya berada di Sumatera Utara. Bukan besaran jumlah lembaga pendidikan itu yang membuat keberadaan Al Washliyah kerap dihubung dengan dunia pendidikan; namun kelahiran organisasi ini sendiri memang benar- benar bergenealogi dengan gerakan pendidikan di Sumatera Timur. Karel A.
Steenbrink bahkan memandang, kurang lengkap rasanya membincangkan sejarah pertumbuhan dan perkembangan dunia pendidikan modern di wilayah Kesultanan Melayu Deli tanpa melibatkan Al Washliyah di dalamnya. Kembali mengenang sejarah, Al Washliyah ditelurkan dari Maktab Islam Tapanuli (MIT) yang berdiri pada tahun 1916 dengan kesadaran pentingnya pengelolaan
Kemudian meskipun belakangan Al Washliyah lebih lekat dengan dunia pendidikan, sebagai lembaga sosial-keagamaan pada dasarnya Al Washliyah juga mengambil peran menjadi organisasi dakwah. Hal ini dapat disandarkan pada latar belakang pendirian organisasi ini sekaligus peran yang ditunjukkannya di tengah masyarakat luas. Jika dirujuk kembali sejarah berdirinya Al Washliyah, selain fokus pada dunia pendidikan, perhatian utama organisasi ini pada mulanya adalah menarik penduduk yang belum beragama untuk memeluk Islam. Eksistensi Al Washliyah sebagai organisasi dakwah juga dapat dibuktikan dengan keberhasilannya menghambat Zending Kristen di Sumatera Utara, dan kerjasamanya dengan Sultan Deli dalam pengembangan Islam di Tanah Karo.
Harus diakui bahwa belakangan ini program Dakwah Al Washliyah di daerah pedalaman mulai mengalami penurunan. Memang, Al Washliyah bukannya sama sekali absen dalam pergerakan dakwah mengingat ada banyak dai yang terjun ke tengah masyarakat dan dikenal sebagai pendakwah Al Washliyah. Namun de mikian, pergeseran waktu kelihatannya mulai membuat kegiatan dakwah ini tidak lagi terorganisir melalui Al Washliyah; para dai cenderung tampil sebagai dirinya sendiri sehingga kurang berperan membesarkan nama Al Washliyah; sebaliknya, Al Washliyah juga tidak banyak melakukan pemberdayaan terhadap para dai-nya.
Keberadaan Panti Asuhan Al Washliyah merupakan wujud amal ittifaq yang paling
kongkrit di bidang amal sosial. Secara fisik, rumah yatim piatu yang berada di bawah kewenangan PB Al Washliyah itu masih tampak sampai hari ini. Bukannya Al Washliyah tidak menyentuh aspek lain di bidang amal sosial, namun selain panti asuhan, kegiatan-kegiatan Al Washliyah di bidang ini kelihatannya masih bersifat aksidental, semisal: bantuan kemanusiaan dalam kasus bencana, dsb.
Padahal, sebagai organisasi Islam yang cukup diperhitungkan di Sumatera Utara, Al Washliyah sejatinya memiliki potensi dan peluang yang cukup besar untuk menghadirkan kegiatan-kegiatan amal sosial yang bersifat sistemik dan terorganisir yang dampaknya lebih melekat ketimbang kegiatan-kegiatan yang bersifat aksidental. Ada banyak lembaga layanan sosial yang tumbuh dan berkembang di Sumatera Utara yang hanya dikelola oleh sumber daya yang sangat terbatas. Pada tahun 2015 misalnya, seorang mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara, mendirikan Rumah Singgah bagi anak jalanan dan anak berkebutuhan khusus dengan memanfaatkan rumah tinggalnya yang dibantu oleh beberapa orang relawan. Orang-orang yang memiliki kepedulian sosial melakukan berbagai cara, bahkan hanya mengandalkan sumber daya personal, untuk membantu banyak orang di sekelilingnya. Dengan mekanisme yang lebih terorganisir dan sumber daya yang cukup mapan, Al Washliyah seyogianya harus mengambil peran yang sama dengan melahirkan inovasi dan gagasan guna memberikan bantuan kepada banyak orang.
Kemudian untuk dapat menjalankan fungsi kepemimpinan ini dengan baik, Dedi Isakandar Batubara memiliki sifat kreatif, inovatif, dan komunikatif yaitu kemampuan untuk mentransfer dan menerapkan gagasan serta praktik pembauran yang berdaya guna dan berhasil guna bagi kepentingan lembaga dan orang banyak. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kepemimpinan seorang pemimpin yaitu karakteristik kepribadian, kelompok yang dipimpin, dan situasi (keadaan). Dalam kepemimpinannya adanya beberap asepek yaitu : Pemimpin eksekutif, yaitu fungsi seorang pemimpin yang menempati posisi kepemimpinan eksekutif adalah menerjemahkan kebijakan perusahaan menjadi suatu kegiatan yang bersifat operasional. Dialah yang membuat keputusan dan memerintahkan operasionalnya.
Pemimpin penengah ialah pemimpin yang cenderung menginginkan supaya setiap keputusannya dilaksanakan dengan taat. Dalam masyarakat moderntanggungjawab keadilan terletak di tangan para pemimpin dengan keahliannya yang khas dan ditunjuk secara khusus.
Mencermati temuan pengorganisasian merupakan suatu proses di mana pekerjaan yang ada dibagi dalam komponen-komponen yang dapat ditangani. Untuk itu Dedi Iskandar Batubara telah membagi tugas kepengurusan kepada beberapa bidang, Bidang-bidang tersebut juga dibawah koordinasi para wakil ketua dan ketua majelis pendidikan sebagai penanggung jawab. Secara umum pembagian tugas dalam arti menempatkan personalia pengurus sesuai kapasitas dan kompetensinya pada Al Washliyah Sumatera Utara sudah berjalan dengan baik. Pengorganisasian merupakan suatu hal yang berkaitan dengan penetapan tugas untuk dilakukan, siapa yang melakukannya, bagaimana tugas-tugas itu dikelompokkan, siapa yang melaporkan kepada siapa, dan di mana keputusan di buat. Artinya, ada faktor penting yang sangat mendukung dalam pengorganisasian ini yaitu faktor “man”
(orang) dibelakang pelaksanaan sebuah program akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah program. am akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah program.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa dalam pengorganisasian harus ada kerjasama yang baik diantara orang- orang yang terlibat dalam pembagian tugas tersebut. Harapan itu pula yang diinginkan oleh Majelis Pendidikan Al Washliyah Sumatera Utara agar program peningkatan mutu pendidikan dalam berjalan sesuai amanat orgnaisasi. Kompetensi orang yang ditugaskan dalam bidang-bidang Majelis Pendidikan Al Washliyah yang sudah cukup tersebut berbanding terbalik dengan keseriusan, tanggung jawab dan kehadiran dalam menjalankan tugas-tugas peningkatan mutu pendidikan Al Washliyah. Persoalan ketidak aktifan pengurus ini sebenarnya juga diakibatkan oleh faktor dana organisasi yang belum mampu mensejahterakan para pengurusnya. Ini merupakan hal serius yang harus segera dicari solusinya, agar keaktifan pengurus dalam pelaksanaan program dapat dimaksimalkan
SIMPULAN
DR. H. Dedi Iskandar Batubara, S.Sos, S.H, M.SP sebagai aktor politik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara, dimana ia berperan dalam pembentukan dan pengomptimalan aklerasi pada tiga amal ittifaq Al Washliyah, yaitu: Pendidikan; Dakwah; dan Amal Sosial. Fungsi Dedi Iskandar Batubara sebagai aktorpolitik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara yaitu pembenahan tatakelola organisasi yang bertujuan untuk menyinergikan program- program yang dirumuskan pada visi akselerasi diantaranya: Konsolidasi organisasi Al Washliyah, Penertiban Administrasi Keanggotaan danTraining Center. Faktor pendukung aktor poltik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara yaitu faktor orang (kader) dari penguatan SDM, dimana dibelakang pelaksanaan sebuah program akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah program dan dengan pemenanfaatan digitalisasi (media sosial) yang merupakan sebuah konsep media infromasi dalam melakuakan berbagai kegiatan, seperti halnya dibidang dakwah dan rapat-rapat yang dapat meminimalisir biaya-biaya yang dikeluarkan serta efesiensi waktu yang digunakan. Saat ini faktor penghambat aktor politik pembangunan dalam organisasi Al Washliyah Sumatera Utara dilihat bahwa belum terlihat terlalu besar adanya hambatan dalam menterjemahkan berbagai program dan rencana kerja yang sudah diamanahkan oleh musyawarah Al Wasliyah (Muktamar XIII).
Oleh kareana itu dapat disimpulakan belum adanya hambatan dalam pembangunan Al Washliyah Sumatera Utara.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes, A. A. (2020). Analisis Peran Aktor dalam Penetapan Agenda Kebijakan Pembangunan Taman Kota di surabaya (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Alfaris, M. R. (2018, October). Peran Dan Tindakan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Konteks Kekuasaan Dan Kewenangan Yang Merepresentasikan Rakyat Daerah.
In Conference on Innovation and Application of Science and Technology (CIASTECH) (Vol.
1, No. 1, pp. 212-220).
Arifin, M. Z. (2019). Suatu Pandangan Tentang Eksistensi Dan Penguatan Dewan Perwakilan Daerah. Jurnal Thengkyang, 1(1), 1-15.
Arikunto, S. (2006), Metode Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Bumi Aksara,
Batubara, D.I, (2019), Politik Pembangunan Al Jam’iyatul Washliyah Ideologi, Strategi Dan Pencapaian, Disertasi Program Doktor Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Batubara, D.I, (2019), Visi Akselerasi Al Jam’iyatul Washliyah (Pokok-pokok Pikirian Dedi Iskandar Batu Bara , Medan :DIB Center 2019 Felicia, F., & Loisa, R. (2019). Peran buzzer politik dalam aktivitas kampanye di media sosial twitter. Koneksi, 2(2), 352-359.
Handoko, T, and Muchtar, E., (2018). "Konfigurasi Aktor dan Institusi Politik dalam Penetapan Bakal Calon Kepala Daerah pada Pilkada Kota Pekanbaru Tahun 2017. Kemudi: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (2), 1–23
Herdiansah, A. G. (2016). Peran organisasi masyarakat (Ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam menopang pembangunan di Indonesia. Sosioglobal:
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, 1(1), 49-67.
HERIANTO, H. (2020). Realitas, Fungsi dan Eksistensi Media Sebagai Aktor Politik.
Kusmanto, H. & Warjio (2019) Politik Pembangunan Organisasi Kemasyarakatan Islam Indonesia – Malaysia. JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political Social UMA), 7 (2): 186-198
Kusmanto, H. & Warjio. (2018). Model Politik Pembangunan Organisasi Kemasyarakatan Islam Muhammadiyah dan Al Washliyah di Kota Medan. JPPUMA: JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political UMA), 6 (2): 142- 155.
Nawawi, H, (2012), Methode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta Press.
Patoni, A. (2007). Peran Kiai Pesantren dalam Partai Politik. Pustaka Pelajar.
Pramono, H. W. S. (2018). INSTRUMENTASI
ORGANISASI PURBAYA DALAM
PEMENANGAN KHOFIFAH-EMIL DI PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TIMUR 2018 (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Sembiring, J. Sihombing, M. & Suriadi, A. (2018).
Analisis Perencanaan Pembangunan Lahan Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Jurnal Administrasi Publik : Public Administration Journal : Public Admnistration Journal. 8 (1):
39-46.
Siregar, B., Kusmanto, H., & Warjio, W. (2020).
Politik Pembangunan Organisasi Himpunan Keluarga Besar Mandailing “HIKMA” di Sumatera Utara. PERSPEKTIF, 9(2), 285-295.
doi:https://doi.org/10.31289/perspektif.v9i 2.3547
Tinambunan, H. S. R., & Prasetio, D. E. (2019).
Rekonstruksi Konstitusi Dalam Regional Representative Dewan Perwakilan Daerah Terhadap Fungsi Legislatif. Masalah-Masalah Hukum, 48(3), 266-274.
Ulfa, M., Kusmanto, H., & Warjio, W. (2019). Politik Pembangunan Wisata Halal di Kota Sabang.
Jurnal Administrasi Publik : Public Administration Journal, 9(1), 75-84.
doi:https://doi.org/10.31289/jap.v9i1.2229