• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF, 11(2)(2022): DOI: /perspektif.v11i PERSPEKTIF. Available online

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERSPEKTIF, 11(2)(2022): DOI: /perspektif.v11i PERSPEKTIF. Available online"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Analisis Tingginya Tingkat Perceraian di Kota Medan Analysis of the High Divorce Rate in Medan City

Maria Ferba Editya Simanjuntak & Rayani Saragih*

Program Studi Hukum, Fakultas Sosial dan Hukum, Universitas Quality Berastagi, Indonesia Diterima: 12 November 2021; Disetujui: 13 November 2021; Dipublish: 31 Desember 2021

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja yang menjadi penyebab perceraian pada masyarakat Kota Medan, sekaligus menganalisis penyebab tertinggi perceraian yang diajukan pada Pengadilan Agama Kota Medan.

Penelitian ini difokuskan pada analisis latar belakang perceraian di Pengadilan Agama Kota Medan. Penelitian ini merupakan penelitian sosial dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang dapat menghasilkan data-data yang deskriptif berupa kata-kata tertulis, baik dari data Pengadilan Agama ataupun dari lisan Staf Pengadilan Agama Kota Medan. Penelitian ini menggunakan pendekatan naturalistik dengan wawancara sebagai metode pengumpulan data. Informan penelitian ditentukan secara acak di antara para janda dan duda di wilayah Kota Medan yang bercerai pada sepanjang tahun 2021 dan dari Pengadilan Agama. Analisis dan intepretasi data merujuk pada enam langkah analisis sebagaimana dikemukakan Creswell. Dan kajian ini menyimpulkan bahwa di tahun 2021 ini pendaftaran Perceraian di Pengadilan Agama menurun dikarenakan pembatasan jam kerja dan PPKM.

Kata Kunci: Analisis; Meningkat; Cerai.

Abstract

This study aims to find out what are the causes of divorce in the people of Medan City, as well as to analyze the highest cause of divorce filed at the Medan City Religious Court. This study focuses on the background analysis of divorce in the Medan City Religious Court. This research is a social research using qualitative research methods that can produce descriptive data in the form of written words, either from the data of the Religious Courts or from the oral staff of the Medan City Religious Courts. Penelitian ini menggunakan pendekatan naturalistik dengan wawancara (depth interview) sebagai metode pengumpulan data. Research informants were determined by snowball among widows and widowers in the Medan City area who were divorced throughout 2021 and from the Religious Courts. Data analysis and interpretation refers to the six steps of analysis as stated by Creswell. And this study concludes that in 2021 the registration of Divorce in the Religious Courts decreased due to restrictions on working hours and PPKM.

Keywords: Analysis; Increase; Divorced

How to Cite: Simanjuntak, M.F., & Saragih, R., (2022). Analisis Tingginya Tingkat Perceraian di Kota Medan. PERSPEKTIF, 11 (2): 692-699

*Corresponding author:

E-mail:rayani.saragih.sembuyak @gmail.com ISSN 2085-0328 (Print)

ISSN 2541-5913 (online)

(2)

PENDAHULUAN

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Hilman, 2007) Perkawinan adalah “suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa untuk saling berpasangan, bahwa semua yang di ciptakanNya adalah suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, bahwa semua yang diciptakannya senantiasa berpasang-pasangan, misalnya siang dan malam, langit dan bumi, negatif dan positif, terang dan gelap, begitu pula setiap makluk hidup termasuk manusia, ada pria (laki-laki) ada wanita (perempuan), pada hewan ada jantan dan betina. Sudah merupakan kodrat dan fitrahnya manusia itu, sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, bahwa antara pria dan wanita itu saling ingin mendekati, bergaul, dan bekawin (Hamid, 1988).

Meski telah diatur oleh undang-undang mempertahankan rumah tangga memang tidak semudah yang dipikirkan, dalam suatu rumah tangga harus di barengi dengan kesabaran, komunikasi dan komitmen untuk mempertahankan rumah tangga tersebut dengan mengesampingkan ego masing-masing, saling memahami, menjalin komunikasi yang baik dan memberikan perhatian yang cukup terhadap pasangan untuk mempertahankan suatu hubungan. Ada dua macam perceraian, yaitu perceraian dengan talak dan perceraian dengan gugatan. Perceraian dengan talak biasa disebut dengan cerai talak hanya berlaku bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam (Maimon, & Arifin, 2018).

Banyak terjadi perceraian di pengadilan- pengadilan agama yang disebabkan dengan berbagai alasan, diantaranya karena faktor ekonomi, karena Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perselingkuhan baik dari pihak suami maupun istri, karena masalah keluarga, karena masalah komunikasi, salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya sebagaimana mestinya, dan ketidak mampuan seorang suami memberikan nafkah baik lahir maupun batin.

Perceraian juga dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang adab peraturan pernikahan dalam hukum Islam, padahal jika seseorang mengerti dan memahami sekaligus melaksanakan segala peraturan agama dalam pernikahan akan timbul ketentraman dalam

rumah tangga dan sangat jauh sekali dari kata perceraian. Karenanya, diperlukan suatu pemecahan masalah untuk mengatasi tingginya angka perceraian terutama di wilayah Kota Medan.

Setiap pasangan menginginkan keutuhan dalam membangun rumah tangga. Namun realitas menunjukkan angka perceraian kian meningkat. Adanya tekanan sosial di masyarakat bahwa bercerai bukan merupakan hal yang tabu atau aib di masyarakat, bercerai sudah menjadi hal yang biasa. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka (Matondang, 2014). Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan.

Subekti (1998) memberikan batasan tentang perceraian yakni “Penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.” Razak (2001) mengatakan bahwa perceraian adalah “putusnya hubungan perkawinan”. Sedangkan dalam UU No. 1 Tahun 1974, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan perceraian adalah: "Terlepasnya ikatan perkawinan antara kedua belah pihak, setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap berlaku sejak berlangsungnya perkawinan".

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan di dukung peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang dikenal ada dua jenis perceraian yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak adalah perceraian yang sepenuhnya merupakan inisiatif dari pihak suami. Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab Tata Cara Perceraian Pasal 129 menjelaskan bahwa

“Seorang suami yang yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya pengajuakan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu” (Refeldi, 2015). Sedangkan cerai

(3)

gugat adalah perceraian yang terjadi akibat adanya gugatan dari pihak isteri. Menurut Zaenuddin Ali “Cerai Gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan yang di ajukan oleh isteri ke Pengadilan Agama, yang kemudian Termohon (suami) menyetujui, sehingga Pengadilan Agama mengabulkan permohonan dimaksud (Zaenuddin, 2014). Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidak stabilan perkawianan dimana pasangan suami isteri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku (Rodliyah, 2014)

Perceraian merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang ada di masyarakat yang dianggap tidak tidak sesuai dengan tujuan perkawinan. Perceraian adalah bukan hak yang direncanakan oleh pasangan suami isteri, karena perceraian itu dapat terjadi kapan saja.

Banyak perceraian faktor penyebabnya adalah faktor ekonomi, tanggung jawab, gangguan dari pihak ketiga dan keharmonisan.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata

“cerai” dimaknai dengan pisah atau putusnya hubungan sebagai suami-istri. Sehingga

“perceraian” merupakan kata yang merujuk kepada keadaan dari makna kata “cerai”

tersebut. Sehingga dapat dipahami bahwa dalam sebuah perceraian, yang putus itu hanyalah hubungan sebagai suami dan istri, oleh karena itu keduanya tidak dibolehkan lagi bergaul layaknya suami dan istri pada umumnya (Alghifari et al., 2020). Sedangkan menurut Spremo (2020), menjelaskan bahwa perceraian merupakan peristiwa kehidupan dengan tingkat stres yang tinggi bagi seluruh anggota keluarga. Bahkan penelitian Sbarra (2015) menyatakan, pengalaman perpisahan atau perceraian memberikan resiko terhadap kesehatan yang memburuk dan resiko pada tingkat kematian. Untuk itu, tidak ada seseorang yang mengharapkan perceraian dalam rumah tangga yang telah dibangun.

Perceraian tanpa melibatkan aspek hukum perundangan-undangan yang berlaku dapat membawa dampak-dampak buruk yang tidak diharapkan (Rodliyah, 2014), hal ini menjadi perhatian berbagai pihak terutama seiring dengan kenyataan meningkatnya angka perceraian akibat pademi Covid-19 di Indonesia (Fauziah et al., 2020; Hidayati, 2021;

Radhitya et al., 2020; Subardhini, 2021).

Tidak ada satupun pasangan yang ingin mengalami keretakan dalam kehidupan rumah tangganya yang berakhir dengan jalan perceraian (Tristanto, 2020). Sebab dampak yang ditimbulkan dari perceraian tidak hanya dialami oleh pelaku perceraian saja, yaitu suami dan istri, namun juga pada keluarga besar kedua belah pihak dan yang lebih parah lagi adalah anak-anak bisa mendapatkan dampak yang besar dari sebuah perceraian (Hasanah, 2020). Menurut DeVito (2007) dalam Equtiy Theory, keseimbangan sebuah hubungan sangat dibutuhkan dalam mempertahankan hubungan. Keseimbangan yang dimaksud tidak hanya berupa materi, namun dapat berupa perhatian, pengorbanan, dan pembagian tugas dalam hubungan. Jika keseimbangan tidak terwujud, maka keutuhan hubungan dapat terancam. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja yang menjadi penyebab perceraian pada masyarakat Kota Medan, sekaligus menganalisis penyebab tertinggi perceraian yang diajukan pada Pengadilan Agama Kota Medan.

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan yuridis empiris yang akan bertumpu pada data primer yang bersumber dari hasil penelitian di lapangan. Pendekatan yuridis merupakan pendekatan dengan menitik beratkan berdasarkan peraturan dan ketentuan- ketentuan yang ada, sedangkan pendekatan empiris merupakan pendekatan yang dilakukan dnegan penelitian lapangan dengan melihat serta mengamati penerapan peraturanperaturan tersebur dalam prakteknya di masyarakat. Pendekatan empiris dipergunakan mengingat permasalahan yang diteliti mengangkat faktor sosial masyarakat (Soemitro,1990).

Penelitian ini merupakan peneliitan deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dimaksud untuk memberi data tentang keadaan dan gejala-gejalanya. Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini tidak hanya terbatas hanyaa sampai pada pengumpulan dan penyusunan data saja tapi juga meliputi analisis dan interprestasi data yang ada pada akhirnya dapat diambil kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan pada penelitian data itu.

(4)

Penelitian ini akan dilakukan di Kantor PA Medan Jalan Sisingamangaraja No.km 8,8 no. 198, Timbang Deli, Kec. Medan Amplas, Kota Medan, Sumatera Utara 20148. Penelitian dilakukan terhitung dimulai dari Bulan April sampai Bulan September 2021.

Jenis penelitian hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif empiris.

Metode penelitian normatif empiris pada dasarnya merupakan pengabungan antara pendekatan hukum normatif (undang-undang) dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat (Moleong, 2005)

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data sekunder dan data tersier. Data Primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitanya dengan permasalahan yang dibahas (Soemitro, 1990). Data Sekunder yang memberikan penjelasan terhadap bahan primer, diperoleh melalui mediasi peraturan atau secara tidak langsung yang berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang dipublikasi maupun yang tidak dipublikasi secara umum. Bahan hukum sekunder yaitu berupa buku-buku hukum, yang berkaitan dengan peningkatan kasus perceraian di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Agama Medan (Marzuki, 2005). Data Tersier adalah data yang berfungsi sebagai pelengkap yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yaitu berupa: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Hukum, Literatur, Koran, Websaite, yang berkaitan dengan peningkatan kasus perceraian di wilayah Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Agama Medan (Sugono,2003) .

Teknik pengumpulan data dalam peneliitan ini ialah: a) Penelitian lapangan yang dukumpulkan dengan mengadakan peneliitan secara langsung di lapangan untuk mendapatkan data yang akurat dengan cara wawancara (interview), yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dengan para pihak di PA Medan. Pengamatan (observasi) yakni mengadakan pengamatan langsung terhadap

objek yang diteliti, dokumentasi dengan cara mencatat dokumen-dokumen/arsip yang berkaitan dengan permasalahan penelitian tersebut; b) Penelitian kepustakaan, yaitu data yang dikumpulkan dengan cara menelaah/menganalisis literatur serta bahan- bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian in

Penelitina ini menggunakan metode analisis kualitatif, dengan penjabaran data berdasarkan hasil temuan lapangan dan studi kepustakaan, data yang diperoleh tersebut akan dibentuk dalam penyusunan data kemudian dilakukan pengelolaan data dan selanjutnya diambil kesimpulan untuk menjawaab pokok permasalahan penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Penyebab Tinginya Angka Perceraian di Medan menurut Pengadilan Agama Kota Medan

Dari hasil wawancara dengan Panitera Muda Hukum menyatakan bahwa Latar belakang penyebab tertinggi perceraian di wilayah Kota Medan adalah latar belakang ekonomi, disusul dengan latar belakang suami yang tidak bertanggung jawab, kemudian latar belakang tidak ada keharmonisan, kemudian latar belakang yang lain seperti: krisis moral, KDRT, cemburu, dan gangguan pihak ketiga.

Menurut beliau (Panitera Muda Hukum), latar belakang ekonomi menjadi penyebab perceraian tertinggi di Kata Medan sebanyak 968 (sembilan ratus enam puluh delapan) kasus dari rentang waktu Juli 2020-Juli 2021, hal ini disebabkan oleh beberapa factor.

Individu. Rasa malas seorang suami dalam mencari nafkah, dan tidak adanya tanggung jawab untuk menunaikan kewajiban dalam hal nafkah kepada istri maupun anak menjadi latar belakang penyebab perceraian ditinjau dari latar belakang ekonomi.

Sempitnya Lapangan Pekerjaan. Jika melihat jumlah penganguran di Kota Medan pada tahun 2020-2021 mengalami peningkatan dikarenakan angka kelulusan sekolah pun cukup tinggi dan Pandemi COVID-19.

Tingkat Pendidikan yang Rendah. Jika melihat jumlah penduduk di Kota Medan Tahun 2020 berkisar 2.983.689 (Dua juta sembilan ratus delapan puluh tiga ribu enam ratus delapan puluh sembilan). Jika meniliki kasus perkara di Pengadilan Agama, kasus terbanyak adalah gugat cerai hal ini berbanding dengan

(5)

rendahnya tingkat pendidikan perempuan di Kata Medan yang berakibat pada tingginya angka perceraian.

Lingkungan. Teman atau lingkungan yang tidak bagus akan sangat mempengaruhi seseorang dalam bersikap, karena watak buruk akan lebih cepat menular dibanding dengan watak baik sehingga akan timbul rasa malas dan sangat mempengaruhi kepada etos kerja yang berdampak buruk pada tanggung jawab seorang suami kepada istri sehingga sering terjadi keributan dalam rumah tangga dan berujung kepada perceraian.

Suami Tidak Bisa Memenuhi Kebutuhan Istri. Fakta di lapangan ketika suami mencari pekerjaan atau sedang bekerja sang istri banyak menuntut yang diluar kemampuan suami, istri beranggapan suami tidak mampu memenuhi kebutuhannya dan tidak mau membantu suami dalam hal ekonomi.

Faktor Penyebab Tinginya Angka Perceraian di Medan menurut Suami/Istri yang bercerai

Tingkat pendidikan perempuan atau laki- laki yang melakukan perceraian yang menjadi informan penelitian sangat beragam mulai dari tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai dengan tingkat Sarjana Strata 2 (S2).

Sedangkan usia pernikahan yang telah dijalani oleh para informan penelitian berada pada rentang 2 – 35 tahun. Fenomena ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan usia perkawinan tidak sepenuhnya dapat menjamin langgengnya hubungan suami isteri untuk tetap menjaga dan membina keutuhan ikatan perkawinan.

Tidak jauh berbeda dengan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti dari Pengadilan Agama Kota Medan,Kantor Urusan Agama Kecamatan Kota Medan, dan berbagai referensi lainnya, penyebab perceraian menurut pengakuan informan penelitian juga sangat beragam. Berbagai penyebab perceraian itu di antaranya karena pasangan tidak memiliki keturunan;

pernikahan dilakukan secara jarak jauh (long distance); suami tidak menafkahi dan jarang pulang; kekerasan dalam rumah tangga (KDRT); Perekonomian keluarga belum mantap; kesenjangan ekonomi antara suami dengan isteri, penghasilan isteri jauh lebih tinggi dibanding suami; dan pihak perempuan yang tidak bersedia dimadu. Berbagai alasan

yang menjadi penyebab perceraian ini dapat dinilai bahwa para pihak ada yang berpegang pada hal-hal yang dianggapnya prinsip, namun terdapat juga hal yang sebenarnya bukan tergolong prinsip untuk dapat dijadikan penyebab perceraian.

Tabel 1. Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Medan Juli 2020 – Juli 2020 2020 Bulan Cerai Tala Cerai Gugat Jumlah

Juli 47 228 275

Agustus 33 147 180

Sep 44 205 249

Okt 47 173 220

Nov 53 193 246

Des 50 194 244

2021 Januari 35 138 173 Februari 47 200 247

Maret 61 185 246

April 58 200 258

Mei 34 187 221

Juni 58 225 283

Juli 43 147 190

*Sumber Laporan Statistika Perkara pengadilan Agama Medan 2020-2021

Angka gugat cerai (perceraian berdasarkan kehendak isteri) jauh lebih banyak dibandingkan dengan cerai talak (perceraian atas kehendak suami). Pada tahun Juli 2020 – Juli 2021, rata-rata perkara permohonan gugatan cerai yang diajukan dan diselesaikan oleh Pengadilan Agama Medan adalah 65% dari perkara perceraian.

Sedangkan permohonan talak hanya 35%

(Laporan Tahunan Pengadilan Agama Klas I A Medan, tahun 2020). Tingginya angka gugatan cerai di Pengadilan Agama Medan dapat dijadikan sebagai salah satu indikasi bahwa perempuan semakin pintar, mapan, mandiri, dan semakin sadar dalam menyuarakan hak- haknya.

Selain itu kemungkinan adanya faktor penyebab meningkatnya angka cerai gugat perempuan adalah perubahan pemahaman perempuan terhadap perceraian, akibatnya sesuatu yang dianggap tabu dan memalukan sudah dianggap hal yang wajar. Perubahan konstruksi sosial menjadi salah satu penyebab perubahan persepsi perempuan terhadap perceraian. Untuk itu, perubahan persepsi perempuan ini merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut karena ini merupakan suatu perkembangan yang terjadi dalam kehidupan sosial.

(6)

Analisis Penggugat Cerai di Pengadilan Agama Medan

Analisis data mulia dari bulan Juli 2020 sampai Juli 2021, untuk memulai menganalisis tingginya angka perceraian di Kota Medan Tahun 2020-2021 disini perlu kiranya mengetahui usia penggugat perceraian di Pengadilan Agama Medan, sabagai berikut :

Tabel 2. Usia Penggugat Cerai

No Usia Jumlah %

1 25 Thn kebawah 6 30%

2 26 s/d 35 Thn 10 50%

3 36 Thn keatas 4 20%

Total (n =20) 20 100%

*Sumber Data Penelitian yang sudah diolah Peneliti Berdasarkan data umur penggugat perceraian hasil dari pengembangan peneliti di Pengadilan Agama di atas dalam ditabel dapat di lihat dari 20 orang sampel menggugat cerai, usia yang paling tinggi antara 25 tahun sampai dengan 35 tahun dengan jumlah 10 dan persentasenya 50%. Sedangkan 25 tahun kebawah dengan jumlah 6 dan persentasenya 30% serta 36 tahun keatas hanya memiliki jumlah 4 dengan persentase 20%. Dengan ini dapat diketahui bahwa rata-rata usia penggugat perceraian lebih dominan pada usia 26 sampai usia 35 dan usia 25 kebawah yang persentasenya 50% dan 30%. Sedangkan angka penggugat cerai yang mengetahui penyebab perceraian pasangan suami isteri di dalam rumah tangganya dalam pengembangan peneliti di Pengadilan Agama Medan, adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Alasan Penggugat Cerai

No Alasan Jumlah %

1 Mengetahui 20 100%

2 Tidak Mengetahui 0 0

Total (n=10) 20 100%

*Sumber Data Penelitian yang sudah diolah Peneliti Dari 20 sampel responden berdasarkan tabel di atas secara keseluruhan yang menetahui penyebab utama dalam perceraianya tersebut dengan persentase 100%. Hal ini menjelaskan, bahwa penggugat sudah paham dengan alasan terjadinya perceraian yang terjadi dalam rumah tangga mereka yang berakhir perpisahan (perceraian). Menurut Ibu Husna Ulfa SH,

bahwa cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Medan dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan baik secara procedural maupun tidak prosedural yang berkaitan kaulitas dan kuantitas penggugat cerai. Dalam 1 tahun terakhir ini di tahun 2021 cerai gugat ini malah sebaliknya mengalami penurunan di pengadilan yang ada di Kota Medan.

Faktor Penyebab Tingginya Angka Perceraian di Kota Medan 2020-2021

Perceraian merupakan jalan terakhir yang di tempuh oleh pasangan suami isteri, ketika terjadi konflik dalam rumah tangganya masalah-masalah yang tidak bisa mencari jalan keluar sehingga memilih untuk berpisah (bercerai). Dari hasil pengembangan peneliti menemukan dan menyimpulkan apa faktor penyebab tingginya angka perceraian di kota Medan tahun 2020. Berikut ini adalah merupakan uraian analaisis pengembangan peneliti tentang faktor yang menyebabkan tingginya angka perceraian di Kota Medan, sebagai berikut :

Tidak ada lagi rasa keharmonisan dalam rumah tangga yang menyebabkan perceraian pasangan suami isteri, hal tersebut terjadi permasalahan berupa perbedaan kasta, tingkat pendidikan yang minim, serta kurangnya pemahaman dalam membina mahligai bahtera rumah tangga yang bertujuan menciptakan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah bagi pasangang hidup yang sah.

Faktor ekonomi hal yang sudah biasa ditemukan di lapangan yang bisa menyebabkan perceraian pasangan suami isteri. Faktor ekonomi biasa terjadi karena seorang suami gagal menjadi tulang punggul untuk memberi nafkah kepada keluarganya tidak mencukupi sehingga seorang isteri tidak tahan akhirnya menggugat cerai suaminya yang tidak memenuhi nafkah dalam kelauarga.

Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini bisa memicu konflik pasangan suami isteri dalam rumah tangga, dikarenakan kekerasan fisik sering terjadi yang membuat bagian tubuh isteri cacat sehingga tidak tahan akan tindakan kekerasan itu dan isteri memmilih memutuskan berpisah (bercerai) dengan suaminya.

Tidak ada tanggung jawab suami dan kurangnya kepercayaan antara suami isteri dalam rumah tangga, mengakibatkan kelalaian

(7)

seorang suami dalam memberi nafkah lahir maupun batin dan kelalaian seorang isteri dalam mengurus rumah tangga. Kurangnya tanggung jawab merupakan permasalahan yang tidak mudah untuk diselasaikan dalam rumah tangga, Subardhini, M. (2021).

Pernikahan di usia muda biasanya belum bisa mempersiapkan kehidupan berumah tangga bagi pasangan muda, sehingga dalam menjalini kehidupan dalam rumah tangga renta dengan perceraian karena kematang berpikir masih belum dewasa dan mudah terpengaruh dari orang ketiga dan sekitarnya sehingga bisa memicu konflik dalam rumah tangga.

SIMPULAN

Covid-19 yang menghebohkan dunia, termasuk di Indonesia tentu memiliki dampak negatif bagi dunia, negara serta terhadap rumah tangga. Salah satu penyebabnya adalah perekonomian yang semakin menurun sehingga dirasa kurang dalam nafkah keluarga yang menyebabkan sering terjadinya perdebatan serta kekerasan dalam rumah tangga bahkan hingga berujung pada perceraian, Hanoatubun, S. (2020). Perceraian telah diatur dalam Islam dan perundang- undangan di Indonesia. Namun, perceraian merupakan suatu perbuatan halal yang Allah benci sehingga sebaiknya perceraian tersebut dapat dihindari dengan berbagai upaya pencegahan sebagaimana ditekankan dalam perundang - undangan di Indonesia. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi khalayak luas.

Hasil dan pembahasan penelitian ini memaparkan bahwa secara umum faktor penyebab perceraian pada masa pandemi Covid-19 terjadi karena adanya konflik dalam rumah tangga yang disebabkan oleh permasalahan ekonomi, ketidak seimbangan aktivitas dan waktu bersama, KDRT, berubah pola komunikasi, dan faktor usia dalam membina rumah tangga. Penelitian ini menyimpulkan bahwa inti perceraian adalah karena tidak ada keharmonisan. Penelitian ini merekomendasikan perlu adanya pola pencegahan agar tidak terjadinya perceraian dalam mengatasi masalah perkawinan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih peulisan ucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) kementrianriset dan tekhnologi dengan Kontrak No.187/LL1/PG/2021. Terima Kasih Kepada Ibu Hasna Ulfa Panitera Muda Hukum dan narasumber yang telah berkontribusi membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alghifari, A., Sofiana, A., dkk. (2020). Faktor Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Kasus Perceraian Era Pandemi COVID-19 dalam Tinjauan Tafsir Hukum Keluarga Islam (UIN Raden Intan, Lampung). Civil and Islamic Family Law 1(2): 1689-1699

Fauziah, A. S. N., Fauzi, A. N., & Ainayah, U. (2020).

Analisis Maraknya Perceraian Pada Masa Covid 19. Mizan: Journal of Islamic Law, 4(2), 181–192.

Hamid, H. Z. (1988). Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Bani Cipta.

Hanoatubun, S. (2020). Dampak COVID-19 Terhadap Perekonomian Indonesia (Universitas Kristen Satya Wacana).

Education, Psychology, and Counseling 2(1):

146-153

Hidayati, L. (2021). Fenomena Tingginya Angka Perceraian di Indonesia Antara Pandemi dan Solusi. Khuluqiyya 3(1):71-87

Hilman Hadikusuma,( 2007) Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung:CV. Mandar Maju, Maimon, M., & Arifin, M., (2018). Fenomena

Tingginya Angka Cerai-Gugat Dan Faktor Penyebabnya: Analisis Reflektif Atas kasus- kasus Perceraian Di madura. ISLAMUNA Jurnal Studi Islam, 5 (2) 157-167

Marzuki, (2005), Metodologi Riset, Yogyakarata:

Ekonisia.

Matondang, A., (2014). Faktor-faktor Yang Mengakibatkan Perceraian di Desa Harapan Kecamatan Tanah Pinem Kabupaten Dairi, JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political UMA), 2 (2): 156-165

Moleong, L.J., (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Radhitya, T.V., Nurwati, N., & Irfan, M. (2020).

Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Kekerasandalam Rumah Tangga. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 2(2), 111–119.

Rodliyah, N. (2014). Akibat Hukum Perceraian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Keadilan Progresif, 5(1), 121-136

(8)

Roni H.S (1990), Metodologi Penelitian Hukum, PT.

Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Subardhini, M. (2021). Perceraian Di Masa Pandemi Covid-19: Masalah dan Solusi. Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung.

Subekti, R, (1985), Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, Cetakan Kedua puluh, Sugono, D. (2003). Bahasa Indonesia dalam Media

Massa Cetak. Jakarta: Progres.

Tristanto, A. (2020). Perceraian di Masa Pandemi COVID-19 dalam Perspektif Ilmu Sosial (Universitas Andalas, Sumatera Barat). Sosio Informa 6(3): 292-304

Zaenuddin, H.M. (2007), Cerai: tanya, kenapa? Suara Rakyat Merdeka. Selasa, 13 Maret 2007 (Pemred NonStop)

Gambar

Tabel 1. Perkara Perceraian di Pengadilan  Agama Medan Juli 2020 – Juli 2020  2020  Bulan  Cerai Tala Cerai Gugat  Jumlah
Tabel 2. Usia Penggugat Cerai

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, terlepas dari peran dan tugas relawan demokrasi dalam kegiatan sosialisasi, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Pidie juga menggunakan kegiatan

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Biro Analisis Dan Kajian Strategi Badan Pendidikan Dan Pelatihan Pusat DPP PDI Perjuangan, Utomo (2021), partai dalam

calon yang akan diusung oleh partai dalam Pemilukada. Kandidat Hasil Seleksi, Dalam rangka memperoleh calon kandidat terbaik yang hendak diusung dan/atau didukung

Ini berarti responden yang berumur 20-24 tahun saat melahirkan pertama kali akan cenderung memiliki lebih dari 2 anak lahir hidup daripada tidak memilki anak lahir

Mengingat pesan komunikasi di era siber juga dilakukan dengan kanal termediasi, maka strategi hubungan masyarakat, menurut Holtz (2002), perlu memerhatikan beberapa aspek

Untuk mempermudah dalam membaca hasil penelitian maka tingkat partisipasi masyarakat terhadap kebersihan lingkungan di Kelurahan Sei Kera Hilir II berdasarkan 5

Tujuan dari penelitian ini yaitu apakah program rumah pintar pemilu mempunyai pengaruh terhadap partisipasi politik masyarakat (studi kasus pada kantor komisi pemilihan umum

Adanya kendala tersebut di atas harus benar-benar menjadi fokus pelayanan DPMPTSP Kota Medan dalam memberikan pelayanan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) serta