Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah

10  Download (1)

Full text

(1)

Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah

Rahmat Ramadhani

Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara E-mail: rahmatramadhani@umsu.ac.id

Abstrak

Tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah otomatis akan menimbulkan permasalahan pertanahan sebagaimana dikemukakan di atas. Tidak jarang di atas tanah yang dimiliki atau dikuasai masih memunculkan orang bersengketa, baik antara pemilik dan bahkan yang bukan pemilik yang menginginkan tanah tersebut, maupun dengan pihak lain yang pernah merasakan bahwa tanah itu pernah menjadi miliknya,atau bahkan dengan pemerintah. Sengketa bisa muncul di akibatkan ketidak jelasan status kepemilikan tanah, penguasaan tanah secara ilegal dan lain sebagainya. Penelitian ini mempergunakan alat pengumpul data berupa studi kepustakaan/ studi dokumen. Berdasarkan Pasal 19 UUPA diperintahkan kepada pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan kewajiban mendaftarkan menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) adalah pertama, Penguluran, perpetaan dan pembukuan tanah; Kedua, Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut dan Pemberian surat-surat tanah bukti hak yang berlaku sebagai alasan pembuktian yang kuat. Peraturan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan berdasar PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, dan sejak 8 Oktober 1977 disempurnakan dengan PP No. 24 Tahun 1997.

Pendaftaran tanah diberlakukan mulai tanggal 24 September 1961 berdasarkan Pasal 19 UUPA. Alasan diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 didasarkan kepada beberapa hal, seperti yang tersebut dalam konsiderans menimbang bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan; bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya oleh UUPA ditugaskan kepada pemerintah merupakan sarana dalam memberikan jaminan kepastian hokum yang dimaksudkan; bahwa PP No 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan.

Kata Kunci:

Pendaftaran Tanah, Kepastian Hukum, Hak Atas Tanah

Abstract

The imbalance between the supply of land and the need for land will automatically cause land problems as stated above. Not infrequently on land that is owned or controlled, people still have disputes, both between owners and even non-owners who want the land, as well as with other parties who have felt that the land was once theirs, or even with the government. Disputes can arise due to unclear land ownership status, illegal land tenure and so on. This research uses a data collection tool in the form of literature study/document study. Based on Article 19 of the LoGA, the government is ordered to conduct land registration throughout the territory of the Republic of Indonesia. What is meant by the obligation to register according to the Basic Agrarian Law (UUPA) is first, stretching, mapping and bookkeeping of land; Second, the registration of land rights and the transfer of these rights and the provision of valid land certificates as evidence of strong evidence. Land registration regulations are implemented for the first time based on PP no. 10 of 1961 concerning Land Registration, and since October 8, 1977 it has been enhanced by PP No. 24 of 1997. Land registration took effect on September 24, 1961 based on Article 19 of the LoGA. The reason for the amendment of Government Regulation Number 10 of 1961 is based on several things, such as those stated in the consideration considering that continuous improvement of National Development requires legal certainty in the land sector; that land registration whose implementation by the LoGA is assigned to the government is a means of providing guarantees for the intended legal certainty; that PP No. 10 of 1961 concerning Land Registration is deemed no longer able to fully support the achievement of more tangible results in national development, so it is necessary to make improvements.

Keyword:

Land Registration, Legal Certainty, Land Rights

(2)

How to cite:

Ramadhani, R. (2021). “Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah”, SOSEK: Jurnal Sosial & Ekonomi 2, No. 1, 31-41.

A. Pendahuluan

Meningkatnya jumlah penduduk secara tidak langsung mengakibatkan kebutuhan akan tanah semakin meningkat. Di samping meningkatnya kebutuhan pembangunan juga untuk pemukiman dan kebutuhan tanah kepentingan lain, dan saat itu tanah yang tersedia jumlahnya mulai terasa sangat terbatas terbatas (dalam arti tidak bertambah). Kondisi ini dapat memicu meningkatnya konflik pertanahan seperti penguasaan tanah tanpa hak, penggarapan tanah liar, dan tumpang tindihnya penggunaan lahan (Muhammad Yamin dan Zaidar, 2018). Tanah merupakan alat bagi terwujudnya kesejahteraan manusia. Keberadaan tanah bukan hanya sebagai suatu kebutuhan atas tempat tinggal saja akan tetapi merupakan faktor pendukung tumbuh kembang segala aspek kehidupan manusia baik ekonomi, sosial, politik maupun budaya. Tanah dan sertifikasi tanah, menjadi sangat penting mengingat jumlah dan luas tanah yang dikuasai negara tetap, sedangkan pertumbuhan penduduk semakin lama semakin cepat pertambahan jumlahnya.

Begitu kuatnya hubungan manusia dengan tanah, sehingga diperlukan adanya suatu kekuatan hukum didalamnya. Kekuatan hukum ini, bisa jadi akan didapatkan jika sipemilik tanah mendaftarkan tanahnya (sebagaimana perintah dari Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria).

Dengan terdaftarnya hak-hak atas tanah atau diberikanya hak atas tanah kepada subjek hak, secara administratif ini tentu akan tercapailah jaminan kepastian hukum bagi subjek tersebut, artinya subjek hak dijamin secara adminsitartif untuk menggunakan hak kepemilikan tanah tersebut untuk apa saja asal penggunaan hak tersebut sesuai peruntukannya. Oleh karena itu, apabila semua bidang tanah telah terdaftar dan dimanfaatkan oleh pemegang hak, idealnya secara yuridis telah ada jaminan kepastian hak terhadap semua bidang tanah yang telah terdaftar dan dampak positifnya dapat mengurangi permasalahan pertanahan, khususnya yang menyangkut penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta tidak mustahil apabila harga tanah dari waktu ke waktu mengalami kenaikan akibat adanya tanda terdaftarnya ha katas tanah seseorang tersebut (Zaki Ulya, 2015).

Tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah otomatis akan menimbulkan permasalahan pertanahan sebagaimana dikemukakan di atas. Tidak jarang di atas tanah yang dimiliki atau dikuasai masih memunculkan orang bersengketa, baik antara pemilik dan bahkan yang bukan pemilik yang menginginkan tanah tersebut, maupun dengan pihak lain yang pernah merasakan bahwa tanah itu pernah menjadi miliknya,atau bahkan dengan pemerintah. Sengketa bisa muncul di akibatkan ketidak jelasan status kepemilikan tanah, penguasaan tanah secara ilegal dan lain sebagainya (Zainuddin, Zaki Ulya, 2018). Dapat dipastikan pengaruh dari masih banyak masyarakat yang belum memahami fungsi dari pendaftaran tanah. Apalagi menurut mereka tanah bermakna semprna sebagai pemilik jika tanah yang mereka kuasai ada suratnya (surat apapun namanya dan siapapun yang menerbitkannya), asalkan terkait pembuatannya dengan instansi pemerintahan, maka masyarakat akan memaknai tanah mereka sudah terdaftar, ( misalnya: surat bukti pembayaran PBB atau surat lainnya, seperti surat jual beli di bawah tangan, jual beli yang diketahui/disetujui kepala desa/lurah/camat dan sebagainya). Pemahaman yang salah ini tidak boleh dibiarkan terus berkembang dan harus diupayakan agar makna yang sebenarnya sesuai dengan pemahaman hukum dan memberikan kenyamanan untuk digunakan atau diusahakan dan jika akan dialihkan pemiliknya tidak terhalang dan dalam lalulintas hukum yanag legal.

Kepastian hukum akan tanah merupakan sesuatu hal yang mutlak yang harus ada guna menjaga kestabilan penggunaan tanah dalam pembangunan serta mewujudkan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi sesame masyarakat yang mau berhubungan dengan tanah tersebut. Kepastian hukum yang dimaksudkan dalam pendaftaran tanah akan membawa akibat diberikannya surat tanda bukti hak atas

(3)

tanah (sertifikat) oleh BPN sebagai lembaga penyelenggara administrasi negara kepada yang berhak, dan dapat diandalkan pemilik atas miliknya untuk berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap hak-hak atas tanah seseorang tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah:

rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, yang berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidangbidang tanah satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Menurut Pasal 2 pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik pokok permasalahan yaitu:

1. Bagaimana pengaturan hukum pendaftaran tanah sebagai langkah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak atas tanah?

2. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah sebagai langkah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak atas tanah?

3. Bagaimana kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang telah didaftarkan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum pendaftaran tanah sebagai langkah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak atas tanah

2. Untuk Mengetahui pelaksanaan pendaftaran tanah sebagai langkah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak atas tanah

3. Untuk Mengetahui kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang telah didaftarkan D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (Normatif Law Research). Sesuai dengan jenis dan sifat penelitiannya, sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku, jurnal ilmiah, makalah dan artikel ilmiah yang dapat memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer (Zainuddin dan Rahmat Ramadhani, 2021:244). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research) dengan analisis data dilakukan secara kualitatif (Rahmat Ramadhani, 2020:33). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan masalahnya adalah dengan melakukan pendekatan hasil kajian empiris teoritik dengan melihat berbagai pendapat para ahli, penulis dan kajian-kajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan persoalan berdasarkan asas-asas hukum dan merumuskan definisi hukum (Rahmat Ramadhani, 2020:2).

E. Pembahasan

1. Pengaturan Hukum Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah

Berdasarkan Undang-undang pokok agraria terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer yaitu ; Hak milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP). Dalam hak katas tanah tersebut akan memiliki kepastian hukum yang kuat dengan mendaftarkan terlebih dahulu hak-hak tersebut di kantor Badan Pertanhan Nasional (BPN) dan agar hak-hak tersebut terjamin memiliki akta otentik. Disebabkan oleh perkembangan perekonomian yang pesat dan banyaknya tanah yang tersangkut dalam kegiatan ekonomi, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, dan lainnya, maka dianggap perlu adanya jaminan kepastian dan kepastian hak dalam bidang ke agraria. Oleh karena itu

(4)

pasal 19 UUPA diperintahkan kepada pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan kewajiban mendaftarkan menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) adalah pertama, Penguluran, perpetaan dan pembukuan tanah; Kedua, Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut dan Pemberian surat-surat tanah bukti hak yang berlaku sebagai alasan pembuktian yang kuat (Amoury Adi Sudiro dan Ananda Prawira Putra, 2020)

Pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah. Penegasan akan hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 19 ayat (1) UUPA jo. Pasal 3 huruf (a) PP No. 24 Tahun 1997 yang pada intinya tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah. Dalam rangka mencapai tujuan pedaftaran tanah tersebut di atas, maka akhir dari proses pendaftaran tanah menghasilkan sertipikat hak atas tanah sebagai produk pendaftaran tanah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997.

Peraturan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan berdasar PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, dan sejak 8 Oktober 1977 disempurnakan dengan PP No. 24 Tahun 1997.

Pendaftaran tanah diberlakukan mulai tanggal 24 September 1961 berdasarkan Pasal 19 UUPA. Alasan diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 didasarkan kepada beberapa hal, seperti yang tersebut dalam konsiderans menimbang:

a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan;

b. bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya oleh UUPA ditugaskan kepada pemerintah merupakan sarana dalam memberikan jaminan kepastian hokum yang dimaksudkan;

c. bahwa PP No 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan.

Sehubungan dengan itu maka dalam UUPA dalam Pasal 19 dengan jelas memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dalam hak atas tanah.

Jadi pendaftaran tanah dibuat untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang selengkap- lengkapnya mengenai bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya belum lengkap dan terbuka untuk menjadi sengketa.Dengan model ini diharapkan kepastian hukum dalam bidang pertanahan terwujud.

Kepemilikan hak atas tanah merupakan mutlak diperlukan sehingga patut didukung sepenuhnya atas program pemerintah tersebut agar hak-hak sebagai warga negara Indonesia mampu diraihkan dengan mengedepankan rasa keadilan yang berkesinambungan bagi Warga Negara Indonesia seutuhnya bisa terwujud.

Penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran tanah saat ini memulai era baru dengan diberlakukannya PP No. 24 Tahun 1997 sebagai pengganti pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang dinyatakan sudah tidak berlaku lagi. Meskipun demikian, peraturan-peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau diubah atau diganti berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 (Adrian, 136). Perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan disebut dalam Penjelasan Umum PP No. 24 Tahun 1997, yaitu:

“dalam menghadapi kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para pihak berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditur,

(5)

untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan pertanahan.

Pendaftaran tanah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah tertentu, pengelolaan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanhanan termasuk penerbitan tanda bukti kepemilikannya. Tujuan pendaftaran diatur dalam pasal 3 PP nomor 24 tahun 1997 yang menyatakan pendaftaran bertujuan:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak dalam suatu bidang tanah.sistem rumah susun dari hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dan dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyesuaikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pmerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah di daftar.

c. Untuk terselengaranya tertib administrasi pendaftaran.

2. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah

Pendaftaran tanah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah tertentu, pengelolaan, penyimpanan dan pennyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk penerbitan tanda bukti kepemilikan. Prosedur pendaftaran hak milik atas tanah pertama kali adalah kegiatan pendaftaran terhadap sebidang tanaah yang semula belum di daftarkan meurut ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan. Pendaftaran menggunakan sebagai dasar objek satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil (parsel), yang merupakan bagian-bagian permukaan bumi yang terbatas dan berdimensi dua dengan ukuruan luas yang umumnya dinyatakan dalam meter persegi. Berikut data yang dihimpun pada dasarnya meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan, antara lain; (Amoury Adi Sudiro dan Ananda Prawira Putra, 2020)

a. Kegiatan di bidang fisik mengenai tanahnya. Yaitu sebagaimana telah dikemukakan bahwa untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas-batas luasnnya, bangunan-bangunan dan atau tanaman-tanaman penting yang ada diatasnya. Setelah dipastikan letak tanah, kegiatan dimulai dengan penetapan batas-batas serta pemberian tanda-tanda batas disetiap sudutnya.

b. Kegiatan bidang yuridis yaitu bertujuan untuk memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidak adanya hak pihak lain yang membebaninya.

c. Kegiatan penerbitan surat tanda bukti haknya.bentuk kegiatan pendaftaran dan hasilnya, termasuk apa yang merupakan surat tanda bukti hak, tergantung pada sistem pendaftaran yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah oleh negara yang bersangkutan.

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara,yaitu: (Amoury Adi Sudiro dan Ananda Prawira Putra, 2020)

a. Secara Sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. hal ini diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan suatu rencana kerja panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan peraturan Menteri Negara/Kepala Pendafataran tanah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus menerus dan teratur berupa

(6)

pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanahtanah tertentu yang ada di wilayah tertentu, pengelolaan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya. Dalam suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematis pendaftaran tanah secara dilaksanakan secara seporadik.

b. Secara Sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.pendaftaran itu sangat penting dan tersebut didaftarkan untuk kepentingan ekonomi atau pendaftaran dilakukan untuk kepentinga dari penggunaan terhadap tanah, sehingga akan terlihat pemanfaatan dari tanah tersebut,artinya pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kejelasan atau keterangan supaya tidak menimbulkan pemasalahan dan di bidang pertanahan terutama terhadap status tanah tersebut. Sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUPA yang berbunyi sebagai berikut : Hak milik adalah hak turun temurun, terikat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat kebutuhan dalam pasal 6.

Hak memiliki dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pendaftaran tanah secara sistematik salah satunya dalah dengan cara melakukan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Legalisasi aset masyarakat melalui PTSL didasarkan target kegiatan PTSL yang ditetapkan setiap Tahun anggaran sesuai dengan jumlah alokasi anggaran yang diterima oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Dalam rangka perencanaan penetapan subyek dan obyek program legalisasi aset masyarakat melalui PTSL serta supaya dapat memenuhi target penyelesaian tepat waktu dan tepat sasaran, maka Kepala Kantor Pertanahan Kota Jakarta Timur membuat perencanaan secara sistematis dengan melakukan pra inventarisasi calon lokasi dan calon peserta. Kepala Kantor Pertanahan menetapkan lokasi kegiatan PTSL di wilayah kerjanya, penetapan lokasi dapat dilakukan dalam satu wilayah desa/kelurahan atau secara bertahap bagian demi bagian dalam satu hamparan. Penetapan lokasi dilakukan dengan ketentuan : berdasarkan ketersediaan anggaran khusus PTSL yang telah dialokasikan dalam APBN/APBD; diprioritaskan pada lokasi desa/kelurahan yang ada kegiatan PRONA/PRODA, dana desa,lintas sektor, massal swadaya masyarakat, corporate social responsibility (CSR) dan/atau program pendaftaran tanah massal lainnya, atau berdasarkan ketersediaan dana yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk 1 (satu) desa/kelurahan PTSL; mempertimbangkan ketersediaan peta kerja, ketersediaan dan kemampuan optimal pelaksana PTSL pada masing-masing Kantor Pertanahan. Dalam hal lokasi yang ditetapkan terdiri dari beberapa desa/kelurahan, diupayakan agar desa/kelurahan yang menjadi obyek PTSL letaknya berdekatan (Arif Tanri, dkk, 2020).

Sesuai dengan target dari Presiden RI dalam Tahun 2017 untuk PTSL sebesar 5 juta bidang seluruh Indonesia. Pelaksanaan PTSL dilakukan dengan tahapan: (Arif Tanri, dkk, 2020)

a. Perencanaan dan persiapan;

b. Penetapan lokasi kegiatan PTSL;

c. Pembentukan dan penetapan Panitia Ajudikasi PTSL;

d. Penyuluhan;

e. Pengumpulan Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah;

f. Pemeriksaan tanah;

g. Pengumuman Data Fisik dan data Yuridis bidang tanah serta pembuktian hak;

h. Penerbitan keputusan pemberian atau pengakuan Hak atas tanah;

i. Pembukuan dan penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah;

(7)

3. Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah Yang Telah Didaftarkan

Salah satu penyebab terjadinya Konflik Pertanahan dikarenakan belum dilakukan Pendaftaran Tanah secara nasional Tujuan dari Pendaftaran Tanah adalah:

a. Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah

b. Untuk memberikan informasi bagi para pihak, baik bagi pemegang hak maupun pemerintah c. Untuk tertib administrasi pertanahan.

Keinginan hukum untuk mewujudkan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia jelas akan membantu mengatasi konflik pertanahan, Hal ini dikarenakan penguasaan tanah tanpa dikuatkan dengan alat bukti kepemilikan jelas akan memudahan munculnya konflik/ sengketa atas tanah, baik sengketa antara masyarakat dengan pemerintah, antara masyarakat dengan perusahaan maupun antara orang perorangan. Konflik yang berkepanjangan apabila dibiarkan dengan tidak adanya peraturan hukum yang kurang jelas akan menggangu keseimbangan tatanan hidup bermasyarakat dan ketertiban masyarakat dalam berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk mengakhiri adanya konflik diantara pihakpihak atau penyandang kepentingan tersebut maka diperlukan adanya perangkat atau aturan tentang hak dan kewajiban yang jelas, yang tertuang dalam peraturan hukum yang dibuat oleh negara.

Stigma penegakan hukum saat ini dihadapkan pada tantangan yang semakin komplek dengan tingkat volume dan modus kejahatan yang semakin tinggi dan terorganisir. Dilihat dari sisi pelaku dan ruang lingkup kejahatan yang semakin luas menuntut kerja keras dari semua pihak terutama pemerintah melalui perangkat hukum yang ada untuk menjawab tuntutan masyarakat.Penegakan hukum yang tegas dan terukur terhadap pelaku tindak pidana korupsi, telah banyak memberikan warna baru dalam perkembangan hukum nasional dari masa ke masa (Erman Syafrudianto, dkk, 2021).

Hal ini sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap hak seseorang atau suatu masyarakat hukum, maka negara wajib memberi jaminan kepastian hukum terhadap kepemilikan (tanah) masyarakat tersebut melalui proses pendaftaran tanah, bahwa perlindungan atas kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah merupakan syarat mutlak dalam dunia usaha demi kelancaran investasi.

Kasus-kasus pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana, hal ini membawa dampak yang negatif bagi perkembangan dunia usaha. Sengketa dan konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang sifatnya kompleks dan multidimensi. Oleh karena itu usaha pencegahan, penanganan dan penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik hukum maupun non hukum.

Seringkali penanganan dan penyelesaian terhadap sengketa dan konflik pertanahan dihadapkan pada dilema-dilema antara berbagai kepentingan yang sama-sama penting (Indra Yudha Koswara, 2016).

Pendaftaran atas bidang tanah dilakukan agar mendapatkan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah maupun pihak lain yang berkepentingan dengan tanah. Dengan telah melakukan pendaftaran dan mendapatkan sertifikat, pemegang hak atas tanah memiliki bukti yang kuat atas tanah tersebut.

Undang-Undang Pokok Agraria mengatur bahwa Pemerintah mengadakan pendaftaran Tanah di seluruh wilaya Republik Indonesia yang bertujuan untuk menjamin kepastian Hukum atas hak-hak atas tanah Demikian dinyatakan juga fungsi sertifikat dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, karena itu, siapapun dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah bila telah jelas namanya tercantum dalam sertifikat itu. Selanjutnya dapat membuktikan mengenai keadaan-keadaan dari tanahnya itu misalnya luas, batas-batas, ataupun segala sesuatu yang berhubungan dengan bidang tanah dimaksud. Sejalan dengan itu kitab undang-undang hukum perdata juga nenyatakan dalam pasal 1865 dan pasal 1866 tentang pembuktian pada umumnya yang berbunyi : setiap orang yang mendalikan bahwa ia mempunyai sesuatu haak,atau guna meneguhkan haknya sendiri mupun membantu suatu hak orang lain,menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut

(8)

dengan alat-alat buki yang terdiri atas : bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan- persangkaan, pengakuan, sumpah dan segala sesuatu dengan mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan (Fandri Entiman Nae, 2013).

Apabila dikemudian hari terjadi tuntutan hukum di pengadilan tentang hak kepemilikan/penguasaan atas tanah, maka semua keteranagan yang dimuat dalam sertifikat hak atas tanah itu mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat dan karenanya hakim harus menerima sebagai keterangan-keterangan yang benar, sepanjang tidak ada bukti lain yang mengingkarinya atau membuktikan sebaliknya. Tetapi jika ternyata ada kesalahan didalamnya, maka diadakan perubahan / pembetulan seperlunya. Dalam hal ini yang berhak melakukan pembetulan bukanlah pengadilan melainkan instansi yang menerbitkannya yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan jalan pihak yang dirugikan mengajukan permohonan perubahan sertifikat dengan melampirkan surat keputusan pengadilan yang menyatakan adanya kesalahan dimaksud. Kajian mengenai kekuatan berlakunya sertifikat sangat penting, setidak-tidaknya karena: (Fandri Entiman Nae, 2013).

a. Sertifikat memberikan kepastian hukum pemilikan tanah bagi Orang yang namanya tercantum dalam sertifikat Pemilik sertifikat merasa tenang dan tentram karena dilindungi dari tindakan sewenang-wenang oleh siapapun.

b. penerbitan sertifikat dapat mencegah sengketa tanah.

c. Dengan adanya sertifikat pemilik hak atas tanah tersebut dapat melakukan perbuatan hukum apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan.

d. Selain itu juga sertifikat mempunyai nilai ekonomi yang tinggi apabila dijadikan jaminan utang (sala satu Fungsi Sertifikat).

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria sebagai landasan hukum bidang pertanahan di Indonesia, Pasal 19 ayat (2) sub c sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat. Pengertian dari sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat adalah bahwa data fisik dan yuridis yang sesuai dengan data yang tertera dalam Buku Tanah dan Surat Ukur yang bersangkutan harus dianggap sebagai data yang benar kecuali dibuktikan sebaliknya oleh pengadilan. Sehingga selama tidak bisa dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari, maupun dalam berperkara dipengadilan, sehingga data yang tercantum benar-benar harus sesuai dengan surat ukur yang bersangkutan, karena data yang diambil berasal dari surat ukur dan buku tanah tersebut. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dalam ketentuan Pasal 32 yang menyebutkan bahwa:

a. Ayat (1) Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam Surat Ukur dan Buku Tanah hak yang bersangkuta;

b. Ayat (2) dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikat baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) Tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut”.

Ketentuan Pasal 32 tersebut adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Dalam melakukan pendaftaran pemerintah harus menggunakan sistem yaitu sistem publikasi negatif Khususnya pada ayat (2) pasal 32 tersebut bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama seseorang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak

(9)

dikeluarkannya sertifikat itu dia tidak menuntut/mengajukan gugatan pada pengadilan mengenai penguasaan hak atas atau penerbitan sertifikat tersebut. Jadi sertifikat hak atas merupakan salinan buku tanah atau dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran yang suda ada haknya dan kemudian dijilid menjadi satu dengan sampul yang telah ditetapkan bentuknya, sehingga terciptalah sertifikat hak atas tanah. Jelaslah apabila seseorang memiliki sertifikat hak atas tanah akan merasa terjamin akan kepastian hak atas tanah yang dimilikinya, sebab apabila terjadi pelanggaran atas tanah hak miliknya maka pemilik tanah dapat menuntut haknya kembali.

Dengan demikian sertifikat tanah merupakan alat bukti yang sangat penting bagi subyek hukum hak atas tanah, sehingga baik sekali apabila Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 yang merupakan peraturan operasional dari Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 hanya mensyaratkan alat bukti yang memiliki bobot sangat ringan, yaitu alat bukti saksi dalam melakukan proses penerbitan sertifikat tanah,apalagi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 telah memperkenalkan prinsip kepastian hukum yang diatur dalam Pasal 32 yang merefleksikan terjadinya pergeseran stelsel yang dianut oleh pendaftaran tanah di Indonesia dari stelsel negatif menjadi stelsel negatif plus. Sengketa pertanahan dapat pula timbul dari dasar penerbitan suatu sertifikat tanah.

Selanjutnya untuk memperdalam analisa tentang kompetensi peradilan, perlu juga dicermati tentang alat bukti yang terbit dari suatu proses Pendaftaran Tanah dan merupakan unsur yang dominan untuk menentukan kompetensi peradilan (Fandri Entiman Nae, 2013).

F. Penutup

1. Kesimpulan

Berdasarkan Pasal 19 UUPA diperintahkan kepada pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan kewajiban mendaftarkan menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) adalah pertama, Penguluran, perpetaan dan pembukuan tanah; Kedua, Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut dan Pemberian surat-surat tanah bukti hak yang berlaku sebagai alasan pembuktian yang kuat.

Peraturan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan berdasar PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, dan sejak 8 Oktober 1977 disempurnakan dengan PP No. 24 Tahun 1997. Pendaftaran tanah diberlakukan mulai tanggal 24 September 1961 berdasarkan Pasal 19 UUPA. Alasan diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 didasarkan kepada beberapa hal, seperti yang tersebut dalam konsiderans menimbang bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan; bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya oleh UUPA ditugaskan kepada pemerintah merupakan sarana dalam memberikan jaminan kepastian hokum yang dimaksudkan;

bahwa PP No 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan. Prosedur pendaftaran hak milik atas tanah pertama kali adalah kegiatan pendaftaran terhadap sebidang tanaah yang semula belum di daftarkan meurut ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan. Pendaftaran menggunakan sebagai dasar objek satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil (parsel), yang merupakan bagian- bagian permukaan bumi yang terbatas dan berdimensi dua dengan ukuruan luas yang umumnya dinyatakan dalam meter persegi. Berikut data yang dihimpun pada dasarnya meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan. Ketentuan Pasal 32 tersebut adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Dalam melakukan pendaftaran pemerintah harus menggunakan sistem yaitu sistem publikasi negatif Khususnya pada ayat (2) pasal 32 tersebut bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama seseorang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertifikat itu dia tidak

(10)

menuntut/mengajukan gugatan pada pengadilan mengenai penguasaan hak atas atau penerbitan sertifikat tersebut

2. Saran

Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ex BPN RI) sebagai lembaga yang bertanggungjawab langsung terkait pelaksanaan pendaftaran tanah agar menjalankan kegiatan pendaftaran tanah dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, baik secara sistematik maupun sporadik, karena pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang dimiliki oleh seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

Amoury Adi Sudiro dan Ananda Prawira Putra. (2020). “Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Pendaftaran Tanah Dan Hak Kepemilikan Atas Tanah Yang Telah Didaftarkan”, Jurnal Magister Ilmu Hukum Vol. V No. 1.

Arif Tanri, dkk. (2020). “Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap”, Jurnal Notarius Vol. 13 No. 2.

Erman Syafrudianto, dkk. (2021). “Peran Jaksa Selaku Penyidik Dan Penuntut Umum Dalam Mempercepat Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Studi Pada Kejaksaan Negeri Medan)”, Jurnal Iuris Studia Vol. 2 No. 2.

Fandri Entiman Nae. (2013). “Kepastian Hukum Terhadap Hak Milik Atas Tanah Yang Sudah Bersertifikat”, Jurnal Lex Privatum Vol. 1 No. 5.

Indra Yudha Koswara. (2016). “Pendaftaran Tanah Sebagai Wujud Kepastian Hukum Dalam Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (Mea)”, Jurnal Hukum Positum Vol. 1 No. 1.

Muhammad Yamin dan Zaidar. (2018). “Pendaftaran Tanah Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum Atas Kepemilikan Tanah Dan Upaya Meminimalisir Konflik Pertanahan”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol. 13 No. 2.

Ramadhani, R. (2020). “Legal Consequences of Transfer of Home Ownership Loans without Creditors' Permission”. IJRS: International Journal Reglement & Society 2, No. 1.

Ramadhani, R. (2020). “Peran Poltik Terhadap Pembangunan Hukum Agraria Nasional”. SOSEK:

Jurnal Sosial dan Ekonomi 1, No. 1.

Zainuddin dan Rahmat Ramadhani. (2021). “The Legal Force Of Electronic Signatures In Online Mortgage Registration”. Jurnal Penelitian Hukum De Jure 2, No. 21.

Zainuddin, Zaki Ulya. (2018). Domein Verklaring Dalam Pendayagunaan Tanah Di Aceh, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol. 13, No. 1.

Zaki Ulya. (2015). Eksistensi Badan Pertanahan Aceh Sebagai Perangkat Daerah Di Aceh Dalam Aspek Kepastian Hukum Bidang Pertanahan, Jurnal Konstitusi, Vol. 12 No. 3.

Figure

Updating...

References

Scan QR code by 1PDF app
for download now

Install 1PDF app in