• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS MAKNA KONOTATIF TRADISI BERBALAS PANTUN DALAM ADAT PERNIKAHAN MELAYU UJUNGBATU DAN RELEVANSI DENGAN PEMBELAJARAN MENULIS PANTUN DI SMPN 1 UJUNGBATU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS MAKNA KONOTATIF TRADISI BERBALAS PANTUN DALAM ADAT PERNIKAHAN MELAYU UJUNGBATU DAN RELEVANSI DENGAN PEMBELAJARAN MENULIS PANTUN DI SMPN 1 UJUNGBATU"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAKNA KONOTATIF TRADISI BERBALAS PANTUN DALAM ADAT PERNIKAHAN MELAYU UJUNGBATU DAN

RELEVANSI DENGAN PEMBELAJARAN MENULIS PANTUN DI SMPN 1 UJUNGBATU

OLEH

ANISA ISTIQOMAH NIM. 11811123291

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

1444 H/2022 M

(2)

PANTUN DI SMPN 1 UJUNGBATU

Skripsi

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

OLEH

ANISA ISTIQOMAH NIM. 11811123291

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

1444 H/2022 M

(3)

i

Pantun Dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu Dan Relevansi Dengan Pembelajaran Menulis Pantun Di SMPN 1 Ujungbatu”, yang ditulis oleh Anisa Istiqomah NIM. 11811123291 dapat diterima dan disetujui untuk diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Pekanbaru, 4 Jumadil Awal 1444 H 28 November 2022 Menyetujui,

Ketua Jurusan Pembimbing

Pendidikan Bahasa Indonesia

Dr. Nursalim, M. Pd Dra. Murny, M. Pd

NIP. 196604101993031005 NIP. 196600906 1993 03 2 002

(4)

ii

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Analisis Makna Konotatif Tradisi Berbalas Pantun dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu dan Relevansi dengan Pembelajaran Menulis Pantun di SMPN 1 Ujungbatu, yang ditulis oleh Anisa Istiqomah NIM. 11811123291 telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau pada tanggal 13 Jumadil Awal 1444 H /7 Desember 2022 M. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) pada jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.

Pekanbaru, 25 Jumadil Awal 1444 H 7 Desember 2022 M Mengesahkan

Sidang Munaqasyah

Penguji I Penguji II

Dr. Nursalim, M. Pd Rizki Erdayani, M. A

NIP. 196604101993031005 NIP. 199508302020122016

Penguji III Penguji IV

Dr. Martius, M. Hum Dr. Afdhal Kusumanegara, M. Pd

NIP. 196601041993031004 NIP. 198909032019031012

Dekan

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Dr. H. Kadar, M. Ag NIP. 196505211994021001

(5)

iii

PERNYATAAN

(6)

iv

KATA PENGANTAR

مي ِح هرلا ِنَمْح هرلا ِ هاللَّ ِمْسِب

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil‟alamiin. Puji syukur ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Analisis Makna Konotatif Tradisi Berbalas Pantun Dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu Dan Relevansi Dengan Pembelajaran Menulis Pantun Di SMPN 1 Ujungbatu, yang disusun dalam rangka melengkapi dan memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) pada Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam kita Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi Wassalam beserta keluarga, sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman.

Penyusunan dan penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari peran dan bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung, memotivasi, menasehati serta membimbing, baik secara moril maupun materil. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebanyak- banyaknya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Khairunnas, M. Ag., selaku Rektor UIN SUSKA Riau, Ibu Prof. Dr. Hj. Helmiati, M. Ag., selaku Wakil Rektor I UIN SUSKA Riau. Bapak Dr. H. Mas‟ud Zein, M. Pd., selaku Wakil Rektor II UIN SUSKA Riau. Bapak Prof. Edi Erwan, S. Pt., M. Sc., Ph. D., selaku Wakil Rektor III UIN SUSKA Riau yang telah memberikan izin, waktu dan memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

(7)

v

2. Bapak Dr. H. Kadar, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau. Bapak Dr. H. Zarkasih, M. Ag., selaku Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau.

Ibu Dr. Zubaidah Amir MZ., S. Pd., M. Pd selaku Wakil Dekan II Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau. Ibu Dr. Amirah Diniaty, M. Pd., Kons., selaku Wakil Dekan III Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau.

3. Bapak Dr. Nursalim, M. Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Bapak Drs. Akmal, M. Pd., selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia.

4. Bapak Dr. Martius, M. Hum., selaku pembimbing akademik penulis selama menjalani perkuliahan di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia.

5. Ibu Dra. Murny, M. Pd., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan, tenaga dan waktu luang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, pemahaman dan nasihat kepada penulis dalam menghadapi kehidupan.

6. Seluruh Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Ibu Vera Sardila, M. Pd., Ibu Dr. Herlinda, MA., Ibu Welli Marlisa, M. Pd., Ibu Cici Widiyanti, A. Md., Ibu Roza Afifah, S. Pd., M. Hum., Ibu Rizki Erdayani, M. Pd., Ibu Dr. Lusi Komala Sari, M. Pd., Ibu R. Hariyani Susanti, M. Hum., Ibu Dr. Ellya Roza, M. Hum., Bapak Dr. Afdhal Kusumanegara, M.

Pd., Bapak Noprieka Suriadiman, M. Pd., Bapak Syaiful Anuar, M.

Pd., yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan nasihat pada penulis dalam menyelesaikan studi di Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Univversitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

7. Seluruh dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan berlangsung dan hingga penyelesaian skripsi ini.

(8)

vi

Bapak//Ibu kepala dan seluruh karyawan perpustakaan UIN SUSKA Riau yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan berlangsung hingga penyelesaian skripsi ini.

8. Seluruh civitas Akademik Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Univversitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang telah memberikan kemudahan dalam pelayanan administrasi.

9. Ibu Elva Linda, S. Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Ujungbatu. Bapak H. Syamsidi, S.S., selaku Pembina TK. I SMP Negeri 1 Ujungbatu dan seluruh Bapak/Ibu Guru di SMP Negeri 1 Ujungbatu yang telah memberikan izin serta bekerja sama membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

10. Orang tua tersayang Abah Feri Arianto dan Mama Masnida serta Adik- adik tersayang Febri Yanda, Ibnu Fajriansyah dan Arsyla Athaya Mysha yang senantiasa melimpahkan kasih dan sayang, perhatian, dukungan, motivasii dan do‟a tulus kepada penulis.

11. Yang tersayang calon suami Tengku Zahran Syauqiy Arkan yang telah ikut berjuang dengan ketulusan memberikan pengertian dan dukungan susah senang dari awal penulisan skripsi sampai saat ini yang siap menjadi teman, atau sahabat, semangat, motivasi dan kebahagiaan kepada penulis.

12. Terima kasih untuk diri sendiri Anisa Istiqomah yang telah berjuang dengan penuh kesabaran, ketulusan dan semangat dalam menyelesaikan semua ini.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang selalu memberikan dukungan dan motivasi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga apa yang telah dilakukan oleh semua pihak yang banyak membantu dan mendukung penulis dalam penelitian ini di berikan balasan oleh Allah Subhanahu Wa Ta‟ala kepada semua pihak yang telah turut dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh

(9)

vii

karena itu, penulis berharap atas kritik dan saran yang bersifat mendukung membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi yang lebih baik lagi untuk kedepannya. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap pihak terutama para pembaca, semoga tujuan dari pembuatan skripsi ini dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Aamiin Yaa Rabbal

„Alamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pekanbaru, 19 Desember 2022

Anisa Istiqomah 11811123291

(10)

viii

PERSEMBAHAN

Syukur Alhamdulillah ku ucapkan kepada Mu Ya Allah

Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla dengan segala kemudahan dan waktu yang tepat atas kehendak-Nya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Dengan perasaan rendah hati

Kupersembahkan skripsi ini sebagai janji bukti padamu, Abah dan Mama Tercinta “Feri Arianto dan Masnida”

Semoga seberkas kertas ini dapat hadirkan senyum di wajahmu yang kian hari mulai dihiasi garis waktu. Aku akan berusaha agar masa tuamu tak susah seperti

dulukala kini tibalah waktuku tuk berikan kebahagian bagimu Abah dan Mama.

Terima kasih Abah, Terima kasih Mama atas semua yang telah engkau berikan semoga diberi kesehatan dan keberkahan umur agar dapat menemani langkah

kecil putrimu menuju kesuksesan.

Adik-adik dan calon suamiku tersayang

Untuk adik-adikku dan calon suamiku hanya karya kecil ini yang dapat aku persembahkan. Terima kasih telah memberikan semangat, dukungan dan inspirasi

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dosen Pembimbing Skripsiku

Dra. Murny, M. Pd., Izinkan aku mengantarkan ucapan terima kasih, untukmu dosen pembimbingku yang telah mengantarkanku menyandang gelar sarjana yang

aku impiankan.

Anisa Istiqomah

(11)

ix MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”

(QS. Ar- Rad 11)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

(QS. Al-Insyirah 6-8)

“Barang siapa keluar untuk mencari sebuah ilmu, maka ia akan berada di jalan Allah hingga ia kembali”

(HR. Tirmidzi)

“Barangsiapa yang menyampaikan satu ilmu saja dan ada orang yang mengamalkannya, maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal)

ia akan tetap memperoleh pahala”

(HR. Al-Bukhari)

(12)

x ABSTRAK

Anisa Istiqomah (2022) : Analisis Makna Konotatif Tradisi Berbalas Pantun dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu dan Relevansi dengan Pembelajaran Menulis Pantun di SMPN 1 Ujungbatu.

Menulis pantun membutuhkan proses kreatif yang tidak dapat dicapai siswa secara instan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan tentang pantun supaya siswa lebih mudah dalam menulis pantun. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan analisis makna konotatif tradisi berbalas pantun dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu dan relevansi dengan pembelajaran menulis pantun di SMPN 1 Ujungbatu. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli 2022 di Kecamatan Ujungbatu Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, rekaman dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan dua teknik yaitu teknik analisis data kualitatif yang digunakan untuk menganalisis data mengenai analisis makna konotatif tradisi berbalas pantun dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu dan teknik analisis data deskriptif digunakan untuk menganalisis makna konotatif tradisi berbalas pantun dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu dan relevansi dengan pembelajaran menulis pantun di SMPN 1 Ujungbatu. Hasil penelitian menunjukkan adanya tradisi berbalas pantun dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu dengan menggunakan tradisi hempang pintu pada tradisi berbalas pantun menyambut pengantin dan adanya relevansi pembelajaran menulis pantun dengan analisis makna konotatif tradisi berbalas pantun dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu berjumlah 14 bait pantun, 7 bait pantun mempelai laki-laki dan 7 bait pantun mempelai perempuan dan ditemukan data makna konotatif berjumlah 22 baris yang dijadikan anak tangga dalam pembelajaran menulis pantun karena pantun berperan sebagai alat pemelihara bahasa, kemampuan menjaga alur berpikir, melatih seseorang berpikir tentang makna kata dan sebagai pemerolehan ide atau gagasan baik pada bagian isi maupun sampiran dalam menulis pantun.

Kata Kunci: Makna Konotatif,Tradisi Berbalas Pantun,Menulis Pantun

(13)

xi

(14)

xii

(15)

xiii DAFTAR ISI

PERSETUJUAN ...i

KATA PENGANTAR ... ii

PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Masalah Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A. Landasan Teoretis ... 11

1. Semantik ... 11

2. Makna Konotatif ... 15

3. Pantun ... 18

4. Tradisi Berbalas Pantun dalam Adat Pernikahan Melayu... 26

5. Menulis ... 30

6. Menulis Pantun ... 35

B. Penelitian yang Relevan ... 36

C. Konsep Operasional ... 41

D. Kerangka Berpikir ... 43

(16)

xiv

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

A. Metode dan Jenis Penelitian ... 45

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 46

C. Informan, Subjek dan Objek Penelitian ... 46

D. Instrumen Penelitian... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Teknik Analisis Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Tradisi Berbalas Pantun dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu ... 51

1. Deskripsi Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu ... 51

2. Deskripsi Tradisi Berbalas Pantun dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu ... 59

3. Deskripsi Data ... 62

4. Analisis Data ... 65

B. Relevansi Pembelajaran Menulis Pantun dengan Analisis Makna Konotatif Tradisi Berbalas Pantun dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu ... 88

BAB V PENUTUP ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Karakteristik Pantun... 24

Tabel 4.1: Kumpulan Tradisi Berbalas Pantun Menyambut Pengantin ... 60

Tabel 4.2: Deskripsi Data Analisis Makna Konotatif Tradisi Berbalas Pantun dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu ... 63

Tabel 4.3: Jumlah Baris Makna Konotatif Tradisi Berbalas Pantun ... 64

Tabel 4.4: Data 1 ... 65

Tabel 4.4.1: Data 1.1 ... 67

Tabel 4.5: Data 2 ... 69

Tabel 4.5.1: Data 2.1 ... 70

Tabel 4.6: Data 3 ... 72

Tabel 4.6.1: Data 3.1 ... 74

Tabel 4.7: Data 4 ... 75

Tabel 4.7.1: Data 4.1 ... 76

Tabel 4.8: Data 5 ... 78

Tabel 4.8.1: Data 5.1 ... 80

Tabel 4.9: Data 6 ... 82

Tabel 4.9.1: Data 6.1 ... 83

Tabel 4.10: Data 7 ... 84

Tabel 4.10.1: Data 7.1 ... 86

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Berpikir ... 43

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Wawancara ... 97 Lampiran 2: Dokumentasi ... 113 Lampiran 3: Surat ... 117

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia yang sangat penting karena bahasa adalah sarana untuk menyampaikan pesan dari setiap maksud dan tujuan. Jadi, bahasa harus dapat dipahami secara baik bagi penuturnya sehingga pembaca atau pendengar akan lebih mudah dalam memahami apa yang disampaikan oleh penutur. Kridalaksana (1983) dan Djoko Kentjono (1982) dalam (N. Resmini, 2010) memberi batasan “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer atau manasuka yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri”. Dalam arti singkat, bahasa dapat dikatakan sebagai alat atau sarana untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama penggunanya.

Ayat yang menjelaskan tentang bahasa secara umum di dalam Al- Qur‟an, hanya ada satu ayat yaitu QS Ar-Rum: 22 yang terjemahannya sebagai berikut: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptanya langit dan bumi, dan perbedaan bahasamu serta warna kulitmu. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda bagi orang yang mengetahui”.

QS Ar-Rum: 22 ini, Sayyid Qutb di dalam Fi Zilalil Qur‟an menyatakan bahwa kebanyakan ilmuwan zaman sekarang dalam memaknai perbedaan bahasa dan warna kulit itu hanya kulit luarnya saja, lalu mereka melewatinya, tanpa melihat “tangan” Allah ada pada masalah tersebut. Mereka mempelajari fenomena ini secara objektif tetapi mereka tidak merenungkannya untuk kemudian mengagungkan Sang Khaliq (Yang Maha Pencipta) tentunya Allah SWT yang mengatur apa yang lahir dan apa yang batin. Hal itu disebabkan kebanyakan manusia tidak

(21)

mengetahui, sesuai dengan firman Allah “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dan kehidupan dunia.” (QS Ar-Rum: 7). Tentang perbedaan bahasa dan warna kulit itu dapat dipahami secara baik hanya oleh “orang yang mengetahui”(Hasjim, 2013).

Allah SWT Maha Sempurna menciptakan segala makluk-Nya yang berbeda-beda dari penciptaan langit dan bumi serta perbedaan dalam warna kulit mulai dari yang kulitnya putih sampai yang kulitnya hitam, dan perbedaan bahasa dari yang berbahasa halus sampai yang berbahasa kasar. Dapat dipahami bahwa Allah menunjukkan kekuasaan-Nya melalui berbagai macam ciptaan-Nya, semua bertujuan agar manusia bertambah keimanan, serta lebih mengenal penciptanya sehingga menjadi manusia yang bertakwa, karena sesungguhnya dengan ketakwaan manusia menjadi makhluk yang paling mulia di hadapan-Nya dengan tak merasa paling baik yang hanya disebabkan perbedaan warna kulit atau bahasa.

Semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti. Dengan demikian makna merupakan aspek penting dalam sebuah bahasa karena makna maka sebuah komunikasi dapat terjadi dengan lancar dan saling mengerti. Akan tetapi seandainya para pengguna bahasa dalam bertutur satu sama lain tidak saling mengerti makna yang ada dalam tuturan maka tidak mungkin tuturan berbahasa bisa berjalan secara komunikatif. Di sini dituntut antara penutur dan lawan tuturnya harus saling mengerti makna bahasa yang mereka tuturkan (Agustin, 2020).

Berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang jenis semantik dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif , berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteria lain dan sudut pandang lain

(22)

adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya (Chaer, 2009).

Penelitian ini dibatasi mengenai makna berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas pertunjukkan yang lugas pada sesuatu yang diluar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu. Makna ini bersifat objektif.

Sementara itu makna konotatif adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas perasaan dan pikiran yang ditimbulkan pada pembicara (penutur) dan pendengar (komunikan) (Helpianti, 2010).

Penelitian ini difokuskan pada makna makna konotatif, apabila sebuah kata memiliki nilai rasa, baik positif ataupun negatif maka sebuah kata tersebut dapat dikatakan mempunyai makna konotatif. Jika sebaliknya maka disebut tidak memiliki konotasi tetapi dapat juga dikatakan berkonotasi netral. Makna konotasi juga dapat berubah dari waktu ke waktu. Makna konotasi memberikan sebuah arti yang sangat besar dalam penentuan makna sebuah kata. Makna konotasi itu sendiri ialah tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata. Akan tetapi dalam penelitian ini akan mendeskripsikan mengenai analisis makna konotatif.

Analisis semantik juga harus disadari bahwa bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya.

Maka, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Konotasi adalah sebuah kata yang mengandung makna kias atau bukan kata sebenarnya.

Makna konotatif dipengaruhi oleh nilai dan norma yang dipegang oleh masyarakat. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan fungsi sosial kata dengan makna yang hampir sama karena berkaitan dengan nilai rasa.

Makna konotatif biasanya sering digunakan pada karya-karya sastra seperti puisi, pantun, cerpen, dan lain-lain.

(23)

Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata. Sering kali bercampur dengan bahasa-bahasa lain. Namun secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan (Winarni, 2011). Seorang pengarang sebagai salah satu anggota masyarakat yang kreatif dan selektif ingin mengungkapkan pengalamannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari kepada para penikmatnya (Tarigan, 1984:10) dalam (Pradotokusumo, 2005).

Pantun mudah saja diciptakan oleh setiap anggota masyarakat dengan latar belakang budayanya sendiri maka siapapun dari etnis dan latar belakang budaya mana pun boleh saja membuat pantun (Maulina, 2015). Pantun merupakan karya sastra lama yang berasal dari bahasa Melayu yang kemudian dipopulerkan di Indonesia. Pantun juga memiliki syarat-syarat tertentu yaitu memiliki irama, baris, isi dan sampiran.

Menurut R.O. Winsted (2009:138) dalam (Damayanti, 2017) menyatakan bahwa pantun mengandung ide yang kreatif dan kritis serta padat kandungan maknanya. Dalam kehidupan masyarakat Melayu sehari-hari, pantun merupakan jenis sastra lisan yang paling populer. Penggunaannya hampir merata di setiap kalangan (Fitria Rosa, 2017).

Masyarakat Melayu, kata adat tidak lagi hanya menunjukkan kepada perkataan atau perbuatan yang dilakukan berulang-ulang akan tetapi mengandung nilai tingkah laku yang seharusnya dipertahankan.

Selain adat di dalam kehidupan sosial masyarakat Melayu juga dikenal adanya istilah tradisi. Berbeda dengan adat, tradisi tidak berupa kaidah- kaidah dan peraturan-peraturan, melainkan hanya berupa kebiasaan- kebiasaan yang disampaikan secara lisan serta tidak memberi sanksi dalam pelaksanaannya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut dipandang sebagai tradisi karena adanya unsur kebajikan dan mendatangkan manfaat dalam kehidupan masyarakat kemudian kebiasaan itu diikuti dan dilestarikan serta diwarisi secara turun temurun, termasuk tradisi berbalas pantun dalam adat pernikahan Melayu tepatnya di Kecamatan Ujungbatu Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.

(24)

Suatu pembelajaran pun saat ini pantun masih dikembangkan dan menjadi pembelajaran di sekolah, terkhususkan pada materi pembelajaran menulis pantun yang merupakan salah satu materi pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII SMP dengan judul materi puisi rakyat yang terbagi atas tiga yaitu pantun, syair dan gurindam. Pantun dapat digunakan sebagai sarana untuk mengasah kepedulian siswa terhadap masalah-masalah sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai pengarahan yang mendidik. Pembelajaran adalah suatu proses atau upaya untuk mengarahkan timbulnya perilaku belajar peserta didik, atau upaya untuk membelajarkan seseorang (Jaya, 2019).

Menulis merupakan suatu aktivitas menuangkan pikiran secara sistematis ke dalam bentuk tertulis atau kegiatan memikirkan, menggali, dan mengembangkan suatu ide sambil menuliskannya (Yunus, 2014).

Sehubungan dengan itu, Menurut Henry Guntur Tarigan (2008:3) dalam (Ismiatun, 2016) keterampilan menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan pihak lain . Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif.

Tarigan (1982:27) dalam (Siddik, 2016) memberikan suatu batasan atau pengertian tentang menulis itu. Menurutnya bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka dapat memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Jadi, menulis berarti melahirkan atau mengungkapkan pikiran dan atau perasaan melalui suatu lambang (tulisan).

Konsep pembelajaran menurut Corey dalam (Afandi et al., 2013) (Sagala, 2010:61) adalah “suatu proses di lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”.

(25)

Lingkungan belajar hendaknya dikelola dengan baik karena pembelajaran memiliki peranan penting dalam pendidikan.

Jadi, analisis makna konotatif tradisi berbalas pantun dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu dan relevansi dengan pembelajaran menulis pantun akan membawa siswa pada satu pemikiran bahwa tradisi berbalas pantun ini dengan pembelajaran menulis pantun tid aklah hal yang sulit lagi ketika paham dan kenal dengan adat budaya setempat yang membantu dalam menambah wawasan untuk memperoleh ide dan mengembangkannya dan menjadi suatu hasil karya tulis pantun kemudian selain paham dan kenal dengan adat budaya dan tradisi juga akan paham dan mengerti bagaimana seharusnya menulis pantun sesuai dengan syarat dan ketentuan penulisan pantun itu sendiri dengan adanya acuan-acuan dari berbagai macam jenis pantun yang ada dalam tradisi berbalas pantun pada adat pernikahan Melayu Ujungbatu.

Tradisi berbalas pantun ini dapat dijadikan referensi untuk memudahkan dalam menemukan serta mengembangkan ide menulis pantun baik pada bagian sampiran maupun isi untuk dijadikan referensi atau acuan pada kesulitan menulis pantun. Dengan demikian, siswa akan bisa lebih paham dan terbantu untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menuangkan ide menulis pantun yang tentunya akan didukung oleh adanya faktor situasi, kondisi dan keadaan sosial yang terdapat dalam tradisi berbalas pantun tersebut yang akan membuat pemikiran siswa lebih terarahkan karena pada dasarnya dalam menulis pantun terlebih dahulu kita harus mengetahui kita membuat pantun ini digunakan untuk tujuan dan waktu apa saja, misalnya menulis pantun untuk digunakan pada saat pembukaan atau penutup dalam pidato atau bahkan pantun untuk acara adat pernikahan.

Menulis pantun membutuhkan proses kreatif yang tidak dapat dicapai siswa secara instan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan tentang pantun agar siswa lebih mudah dalam menulis pantun. Salah satu penyebab kurangnya kemampuan siswa dalam menulis pantun adalah

(26)

karena kurangnya wawasan siswa tentang pantun dan bagaimana cara menuangkan secara tepat dalam bentuk pantun, pantun yang dibuat siswa tidak sepenuhnya sesuai dengan kriteria yang ada, daya imajinasi siswa kurang dan penggunaan gaya bahasa yang kurang menarik. Meskipun pembelajaran menulis pantun ini dipelajari pada siswa kelas VII di SMP dengan judul materi puisi rakyat yang terbagi atas tiga yaitu pantun, syair dan gurindam namun masih saja ditemukan kurangnya kemampuan serta minat siswa dalam menulis pantun. Dengan menulis pantun merupakan suatu cara mengekspresikan diri atau perasaan dalam bentuk sebuah tulisan, melalui kegiatan menulis pantun ini seseorang dapat menuangkan ide-ide atau meluapkan perasaannya dalam bahasa tulis.

Maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Dengan menganalisis makna konotatif yang terdapat pada tradisi berbalas pantun tersebut, ini akan membantu serta memudahkan dalam menulis pantun.

Dengan demikian, peneliti melakukan penelitian dengan mengambil judul

“Analisis Makna Konotatif Tradisi Berbalas Pantun Dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu dan Relevansi dengan Pembelajaran Menulis Pantun di SMPN 1 Ujungbatu”.

B. Masalah Penelitian 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

a. Rendahnya rasa ingin tahu akan tradisi adat budaya setempat.

b. Kurangnya keaktifan dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran menulis pantun dan pelajar masih kesulitan menuangkan ide dalam membuat pantun sehingga menjadi teks yang kurang padu.

c. Rendahnya pengetahuan mengenai makna dalam setiap pantun yang ada pada tradisi berbalas pantun adat pernikahan Melayu.

(27)

d. Kurangnya minat pada peserta didik dan kalangan muda dalam menulis pantun.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka penelitian ini dibatasi pada Analisis Makna Konotatif Tradisi Berbalas Pantun dalam Adat Pernikahan Melayu Ujungbatu dan Relevansi dengan Pembelajaran Menulis Pantun di SMPN 1 Ujungbatu.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

a. Bagaimana tradisi berbalas pantun dan makna konotatif dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu?

b. Bagaimana relevansi dengan pembelajaran menulis pantun di SMPN 1 Ujungbatu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tradisi berbalas pantun dan makna konotatif dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu.

b. Untuk mengetahui relevansi dengan pembelajaran menulis pantun di SMPN 1 Ujungbatu.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(28)

1. Secara Teoretis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan atau acuan dalam menulis pantun, memudahkan menemukan serta mengembangkan ide gagasan dalam menuli pantun dengan mengaitkan makna konotatif tradisi berbalas pantun pada adat pernikahan Melayu Ujungbatu dan menambahkan khazanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan serta informasi salah satu tradisi adat budaya Indonesia.

Adapun manfaat lainnya terkait dengan analisis makna konotatif dalam pembelajaran menulis pantun ini yaitu sebagai referensi dalam penelitian permasalahan dalam menulis pantun, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan atau rujukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya khususnya dalam konteks atau bidang kajian semantik, pantun dan karya sastra lainnya.

2. Secara Praktis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak yakni guru, siswa, peneliti, dan sekolah yaitu sebagai berikut:

a. Bagi Guru

Memberikan informasi dan gambaran kepada guru dalam pembelajaran menulis pantun serta membantu dalam memilih media alternatif yang sebaiknya digunakan dalam proses pembelajaran sehingga guru dapat mengambil tindakan dan sasarannya pun dalam kegiatan belajar mengajar dapat lebih tepat, efektif dan tentunya tepat guna dalam mengatasi masalah tersebut.

b. Bagi Siswa

Memberikan informasi dan pengalaman tentang pentingnya sebuah makna dalam sebuah pantun karena dengan memahami makna dari sebuah pantun dan relevansi dengan pembelajaran dapat meningkatkan konsentrasi, penalaran dan keterampilan bagi

(29)

peserta didik maupun kalangan lainnya dalam pembelajaran menulis pantun. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai salah satu acuan atau referensi dalam pengembangan budaya berpantun yang mulai redup (kurang dikenal oleh kalangan anak-anak).

c. Bagi Sekolah

Memberikan informasi dan gambaran tentang keadaan kegiatan belajar mengajar serta keadaan sekolah dalam menulis pantun dan penggunaan media tradisi adat budaya setempat dapat menjadi pertimbangan sebagai acuan dalam pembelajaran menulis pantun.

d. Bagi Peneliti

Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dan mendapatkan gelar Strata 1 (Sarjana Pendidikan atau S. Pd).

Selain itu, penelitian ini dilakukan guna untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi peneliti.

(30)

11 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teoritis

1. Semantik

Semantik yang semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu.

Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir.

Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa (a) bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu, (b) lambang- lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan tertentu, dan (c) seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu. Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan dengan struktur makna. Makna adalah maksud pembicaraan, pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi serta perilaku manusia atau kelompok(Aminuddin, 2015 : 15).

a. Pengertian Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda yang berarti “tanda”

atau “lambang”). Kata kerjanya adalah semaino yang berarti

“menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda

(31)

linguistik (Prancis: signe linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (1966), yaitu terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang mewujudkan bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini adalah merupakan tanda atau lambang sedangkan yang ditandai atau dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.

Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.

Atau dengan kata lain, bidang studi yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa (Chaer, 2009: 2). Ilmu semantik dapat diketahui tentang pemahaman makna, wujud makna, jenis-jenis makna, aspek-aspek makna hal yang berhubungan dengan makna, komponen makna, perubahan makna, penyebab kata hanya mempunyai satu makna atau lebih, dan cara memahami makna dalam sebuah kata, semuanya dapat ditelusuri melalui disiplin ilmu yang disebut semantik.

Semantik merupakan salah satu komponen tata bahasa.

Selain itu terdapat komponen sintaksis dan fonologi, kajian semantik juga dapat digunakan untuk teknik analisis ciri pembeda atau fitur distingtif. Kemampuan dalam menafsirkan makna pada sebuah kata maupun kalimat tidaklah mudah, seseorang harus dapat memahami maksud serta tujuan dari teks yang tertulis.

Kemampuan ini akan terwujud jika pemahaman teori makna yang dimiliki seseorang pengguna bahasa telah memadai dan cukup.

Studi semantik juga menyelidiki tingkat pemahaman seseorang agar dapat memahami makna dalam teks dan dapat menyimpulkan arti sesungguhnya yang ada dalam teks tersebut,

(32)

baik berupa kata maupun kalimat. Studi ini menggali banyaknya jenis makna yang akan terungkap, terutama dalam bentuk analisis yang akan diteliti serta ingin dipahami oleh setiap manusia.

Semantik merupakan bahasa yang terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila makna tersebut dihubungkan dengan objek pada pengalaman manusia. Makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri terutama pada kata-kata semantik. Kata semantik digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda atau lambang-lambang dengan hal-hal yang ditandainya dan disebut makna atau arti.

Dengan demikian menimbulkan suatu arahan bahwa makna akan muncul jika sebelumnya pengguna bahasa telah mendapatkan suatu pengalaman, kemudian pengalaman tersebut menjadi arah pada suatu referen. Dalam analisis semantik bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya maka analisis semantik suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja dan tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain (Chaer, 2009 : 4)

b. Makna

Menurut Djajasudarma (1993:5 ) dalam (Damayanti et al., 2017), makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata), sedangkan menurut Palmer (1976:30), makna hanya menyangkut unsur intrabahasa. Dengan demikian makna merupakan aspek penting dalam sebuah bahasa karena makna maka sebuah komunikasi dapat terjadi dengan lancar dan saling mengerti.

Tetapi seandainya para pengguna bahasa dalam bertutur satu sama lain tidak saling mengerti dan paham dengan makna yang ada dalam tuturan maka tidak mungkin tuturan berbahasa bisa berjalan secara komunikatif. Tentunya disini akan dituntut antara

(33)

penutur dan lawan tuturnya harus saling mengerti dengan makna bahasa yang mereka tuturkan (Damayanti et al., 2017).

Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna (D. N. Resmini & Pd, 1994). Makna kata merupakan bidang kajian yang dibahas dalam ilmu semantik. Semantik berkedudukan sebagai salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna suatu kata dalam bahasa, sedangkan linguistik merupakan ilmu yang mengkaji bahasa lisan dan tulisan yang memiliki ciri-ciri sistematik, rasional, empiris sebagai pemerian struktur dan aturan- aturan bahasa.

Makna ialah apa yang kita artikan atau apa yang kita maksud. Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Dengan demikian makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling dimengerti dan dipahami sehingga dapat lebih komunikatif.

Makna merupakan sebuah gagasan yang kompleks.

Kompleksitasnya tercermin dalam sebuah disiplin akademik yang bermuara pada kajian tentang gagasan tersebut. Menurut de Saussure buku semantik bahasa Indonesia dalam (Restrepo Klinge, 2019) setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan dan (2) yang mengartikan. Yang diartikan (signifie atau signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari suatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifian atau signifier) itu adalah tidak lain dari pada bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan.

Jadi, dengan kata lain setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini aalah unsur dalam

(34)

bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar bahasa (ekstralingual).

Hubungan kata dengan maknanya bersifat arbitrer. Artinya tidak ada hubungan wajib antara deretan fonem pembentuk kata itu dengan maknanya. Namun, hubungannya bersifat konvensional.

Artinya, disepakati oleh setiap anggota masyarakat suatu bahasa untuk mematuhi aturan tersebut, sebab jika tidak maka suatu komunikasi verbal yang dilakukan tersebut akan mendapat hambatan.

2. Makna Konotatif

Menurut Kridalaksana (1993) dalam (D. N. Resmini & Pd, 1994) memberikan pengertian bahwa makna konotatif (Connotative Meaning) sama dengan konotasi, yaitu aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca). Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotatif dapat berubah dari zaman ke zaman. Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap kata yang diucapkan atau didengar. Makna konotatif adalah makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar makna leksikalnya.

Makna konotatif adalah suatu jenis makna yang mengandung makna emosional. Konotasi atau makna konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju atau tidak setuju, senang atau tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar, dipihak lain kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama. Makna konotatif adalah makna denotasi yang mengalami penambahan.

(35)

Makna konotatif adalah makna kata atau satuan bahasa, dan merupakan makna tambahan berupa nilai rasa (Hardiyanto, 2008:2) dalam (Ariyanti et al., 2021) . Makna konotatif ini dapat memiliki nilai rasa semua akan tergantung dengan bagaimana makna tersebut diposisikan. Dalam menganalisis sebuah makna akan terdapat kenyatan bahwa tidak selalu “yang menandai” dan “yang ditandai”

berhubungan sebagai satu satu lawan satu, artinya setiap tanda linguistik hanya memiliki satu makna.

Makna konotatif (connotative meaning) muncul sebagai akibat asosiasi perasaan pemakain bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca. Zgusta (1971: 38) berpendapat makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Harimurti (1982: 91) berpendapat “aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).

Misalnya kata amplop, kata amplop bermakna sampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang akan disampaikan kepada orang lain atau kantor instansi. Makna ini adalah makna denotasinya. Tetapi pada kalimat “Berilah ia amplop agar urusanmu segera selesai”, maka kata amplop dan uang masih ada hubungan karena uang dapat saja diisi di dalam amplop. Dengan kata lain, kata amplop mengacu kepada uang dan lebih khusus lagi uang pelancar, uang pelicin dan uang sogok. Di sini terdapat fakta bahwa makna kata amplop tidak sebagiamana adanya lagi, tetapi mengandung makna yang lain, yang kadang-kadang masih berhubungan dengan sifat, rasa, benda, peristiwa yang dimaksudkan. Dengan kata lain, makna bergeser dari makna yang sebenarnya (Pateda, 2010).

(36)

Menganalisis sebuah makna harus disadari bahwa bahasa itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya dan tentunya hal ini juga dikarenakan bahasa itu bersifat unik maka dari itu analisis sebuah makna dari suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Misalnya:

a. Kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup dalam air dan biasanya dimakan sebagai lauk.

b. Dalam bahasa Inggris yaitu fish.

c. Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan berarti „ikan‟ atau

„fish‟, melainkan juga berarti daging yang digunakan juga sebagai lauk, teman saat makan nasi, justru semua lauk seperti tempe dan tahu juga sering disebut lauk.

Makna dalam sebuah bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja dan makna yang timbul ataupun ditimbulkan tersebut pada saatnya akan dapat berubah dari zaman ke zaman tergantung dengan bagaimana hubungan antara bahasa (ujaran) dengan budaya masyarakat pemakai bahasa itu sendiri, pikiran dan realitas di alam.

Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila mempunyai nilai rasa, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral (Abdul Chaer, 2009).

Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa yang positif dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif. Jadi, makna konotatif adalah makna yang tidak sebenarnya, makna yang telah mengalami penambahan pada makna dasarnya, yakni hanya

(37)

tambahan yang sifatnya memberi nilai rasa baik positif maupun nilai rasa negatif. Makna konotatif atau konotasi kata yang mengacu pada makna kias atau makna bukan sebenarnya. Makna konotatif mengandung imajinasi, nilai rasa dan dimaksudkan untuk menggugah rasa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan makna konotatif adalah makna yang tidak sebenarnya, makna yang telah mengalami penambahan pada makna dasarnya, yakni hanya tambahan yang sifatnya memberikan nilai rasa, baik positif maupun negatif. Makna konotatif atau konotasi kata mengacu pada makna kias atau makna bukan sebenarnya, makna konotatif mengandung nilai rasa dan dimaksudkan untuk menggugah rasa dan tentunya untuk memperindah suatu bahasa.

3. Pantun

a. Pengertian Pantun

Karya sastra adalah salah satu bagian aset budaya suatu bangsa. Bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang tidak hanya memiliki hasil karya sastra bangsanya tetapi juga menghargai dan memberikan apresiasi terhadap karya sastra sebagai hasil karya bangsa itu sendiri (Z.F., 2014). Dengan demikian, pantun juga merupakan salah satu karya sastra Indonesia.

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun adalah salah satu jenis puisi lama yang mengungkapkan perasaan seseorang yang ia tuliskan dengan kata-kata indah dan memiliki makna yang begitu dalam. Pantun menjadi sarana yang efektif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Pantun pun sudah sangat begitu kuat mengakar dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Hampir semua suku

(38)

bangsa di tanah air kita Indonesia memiliki khas pantunnya masing-masing.

Menurut Sunarti (1994:2) dalam (Maulina, 2015) kata pantun pada orang Jawa menyebutnya parikan, orang Sunda menyebutnya sisindiran atau susualan, orang Mandailing menyebutnya ende-ende, orang Aceh menyebutnya rejong atau boligoni sementara orang Melayu, Minang dan Banjar menyebutnya dengan kata pantun. Dibandingkan dengan genre atau jenis puisi rakyat lainnya, pantun merupakan puisi rakyat yang murni berasal dari kecerdasan linguistik lokal genius bahasa Indonesia sendiri.

Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lainnya (Winarni, 2011). Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang.

Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat pengukat penyampaian pesan.

Menurut R.O. Winsted (2009:138) dalam (Damayanti, 2017) menyatakan bahwa pantun bukanlah sekedar gubahan kata- kata yang mempunyai rima dan irama, tetapi merupakan rangkaian kata-kata yang sangat indah untuk menggambarkan kehangatan seperti cinta, kasih saying, dan rindu dendam penuturnya. Dengan kata lain pantun mengandung ide yang kreatif dan kritis, serta padat kandungan maknanya. Pantun dapat digunakan sebagai alat komunikasi, untuk menyelusupkan nasihat atau wejangan, atau

(39)

bahkan untuk melakukan kritik sosial, tanpa mencederai atau melukai perasaan siapa pun. Itulah kelebihan dari sebuah pantun.

Jadi pantun bukan saja digunakan sebagai alat hiburan, sindiran, melampiaskan rasa rindu dendam, tetapi yang lebih menariknya dari sebuah pantun ialah peranannya sebagai media dalam menyampaikan tunjuk ajar. Pantun juga turut berfungsi sebagai media untuk menyampaikan hasrat seni atau rahasia yang tersembunyi melalui penyampaian yang berkias. Orang Melayu menciptakan sebuah pantun untuk melahirkan atau mengungkapkan perasaan mereka secara berkesan tetapi ringkas, kemas, tepat dan menggunakan bahasa yang sangat indah-indah.

Dalam kehidupan masyarakat Melayu sehari-hari, pantun merupakan jenis sastra lisan yang paling populer. Penggunaannya hampir merata di setiap kalangan masyarakat. Dalam praktiknya, pantun ini diklasifikasi ke dalam beberapa jenis, yaitu pantun nasihat, pantun berkasih sayang, pantun pujian, pantun teka-teki, pantun jenaka dan lain sebagainya. Pantun juga berfungsi sebagai bentuk interaksi yang saling berbalas, baik itu dilakukan pada situasi formal maupun informal.

Pantun pada masyarakat Melayu mengalir berdasarkan tema apa yang tengah diperbincangkan. Ketika seseorang mulai memberikan pantun, maka rekan lainnya berbalas dengan tetap menjaga tali perbincangan. Dalam interaksi berbalas pantun ini berlatar belakang pada situasi formal maupun situasi informal.

Pada situasi formal semisalnya ketika meminang atau juga membuka sebuah pidato, sedangkan pada situasi informal seperti perbincangan antar rekan sebaya (Fitria Rosa, 2017).

Pantun adalah genre sastra tradisional yang paling dinamis, karena dapat digunakan pada situasi apapun. Sebagaimana dikatakan bahwa : “Di mana orang berkampung di sana pantun bersambung. Di mana ada nikah kawin di sana pantun terjalin. Di

(40)

mana orang berunding di sana pantun bergandeng. Di mana orang bermufakat di sana pantun diangkat. Di mana ada adat dibilang, di sana pantun terulang. Di mana adat dibahas di sana pantun dilepas”.

Karena itu tidak pandang latar belakang apapun, pantun dapat digunakan baik untuk semua kalangan masyarakat, baik itu anak-anak, orang muda maupun orangtua. Sebagai masyarakat sosial manusia merupakan makhluk yang berbudaya, dengan kaya akan ide, gagasan, wawasan dan tentunya ilmu pengetahuan.

Dengan demikian semua manusia bisa saja menciptakan atau membuat salah satu karya sastra yaitu pantun yang bisa saja isinya mengarah kepada konsep fenomena realitas konteks kehidupan manusia (Pradotokusumo, 2005).

Pantun merupakan sastra lisan bentuk puisi lama asli Indonesia dikenal sebagai bumbu dalam pembicaraan supaya pesan yang akan disampaikan tidak terkesan menggurui. Sastra lisan ini tentunya disampaikan secara khas dan mengandung pesan yang bersifat relatif dan tidak lepas dari kebudayan yang secara langsung berkaitan dan berperan dalam kehidupan suatu masyarakat. pantun bukan hanya sebagai satu di antara jenis karya sastra, tetapi pantun dapat dijadikan sebagai satu di antara alat komunikasi.

Tradisi berpantun merupakan bahasa lisan yang dipakai oleh masyarakat Melayu di kehidupan sehari-hari untuk beromunikasi satu sama lain. Pantun merupakan karya sastra yang menuntut kreativitas yang tinggi dengan tetap mempertimbangkan konvensi yang berlaku dan sekaligus juga memperlihatkan kepiawaian dalam berbahasa. Dengan semikian, pantun yang secara sederhana itu di dalamnya justru kaya dengan makna (Tuti Andriani, 2012). Tradisi berpantun satu diantara budaya masyarakat Melayu dan masih menjadi kebanggaan tersendiri bagi

(41)

masyarakatnya karena pantun juga merupakan tunjuk ajar bagi masyarakat Melayu.

Sesuai yang dikatakan oleh Tenas Effendy dalam (Tuti Andriani, 2012) bahwa hakekat atau isi dari pantun Melayu adalah tunjuk ajar yang di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma yang dianut masyarakat. penyampaian nilai-nilai tersebut bervariasi, ada yang melalui sindiran, nyanyian dan lain sebagainya. Sehingga muncul anggapan bahwa pantun Melayu ada yang berisi tunjuk ajar dan ada pula yang hanya hiburan belaka. Padahal apabila jika pantun tersebut disimak dan dipahami, apapun wujud pantunnya, di dalam pantun pasti memuat nilai-nilai luhur budaya Melayu untuk menyindir, membujuk dan mendidik manusia. Walaupun demikian dalam sebuah pantun tentu saja kekentalan isinya berbeda-beda, tergantung pada pemahaman dan kecerdasan orang dalam mengubah dan menyampaikan pantun.

Saat ini pantun berpantun masih digunakan di dalam berbagai kegiatan. Tradisi ini pun diyakini dan diwarisi oleh sekelompok masyarakat di dalamnya, namun masih ada yang tidak mengikuti adat sehingga terjadilah penyimpangan dan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan bahkan sudah terpengaruh oleh budaya modern lainnya. Jika hal ini dibiarkan maka sedikit demi sedikit tradisi berpantun ini akan hilang ditelan zaman dan generasi penerus tidak akan mengenal tradisi berpantun khususnya penggunaan pantun dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu. Oleh karena itu para generasi muda haruslah dibimbing dipandu agar para generasi dapat meneruskan dan melestarikan kebudayaan ini dari generasi ke generasi yang mendatang. Konsep ini tercermin dalam penggunaan pantun dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu tidak akan musnah di muka bumi ini.

(42)

b. Ciri-ciri Pantun

Adapun ciri-ciri pantun antara lain:

1. Tiap bait pantun terdiri atas empat baris (larik) 2. Tiap baris terdiri dari 8 sampai 12 suku kata 3. Bersajak a-b-a-b, a-a-b-b.

4. Satu baris terdiri dari 4-5 kata, 8-12 suku kata.

5. Bentuk pantun terdiri atas dua bagian, yaitu bagian sampiran dan bagian isi.

Sampiran adalah dua baris pertama, yang biasanya sangat erat berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima atau sajak. Dua baris terakhir merupakan bagian isi, yang merupakan tujuan atau maksud dari sebuah pantun tersebut. Sultan Takdir Alisjahbana dalam (Damayanti, 2017) mengatakan bahwa fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan karya sastra lisan.

c. Struktur Isi dan Kaidah Kebahasaan Teks Pantun 1) Struktur Teks Pantun

Dilihat dari segi strukturnya, pantun dibangun atas empat unsur yaitu bait, larik, rima, da nisi. Selain unsur tersebut, sebuah pantun juga mementingkan irama pada saat pengucapan atau penyampaian. Pantun terdiri atas empat larik/baris dan bersajak a-b-a-b, memiliki sampiran dan isi.

Sampiran biasanya berupa sketsa alam/suasana (mencirikan masyarakat pendukungnya) berfungsi sebagai pengantar (paling tidak menyiapkan rima/sajak dan irama dua baris terakhir)

(43)

untuk mempermudah pemahaman isi patun. Berikut bagan struktur dasar teks pantun (Maulina, 2015).

2) Kaidah Kebahasaan Teks Pantun

Kaidah kebahasaan dalam teks pantun sering juga disebut dengan unsur bentuk. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya) dan tidak mempunyai hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi yang merupakan tujuan dari pantun tersebut (Winarni, 2011). Unsur bentuk adalah unsur yang membangun sebuah pantun secara fisik, yaitu korespondensi (hubungan antarbait, antarlarik dan antarkata), diksi (pilihan kata), bahasa kiasan, imaji dan bunyi yang terdiri atas rima dan ritme.

Berikut ini adalah karakteristik pantun:

Tabel 2.1: Karakteristik Pantun

No. Struktur Pantun Kaidah Pantun

1 Bait: pantun disusun dalam bentuk bait

Satu bait terdiri atas 4 baris

2 Baris: kumpulan kata yang berjajar Satu baris atas 8 sampai 12 suku kata 3 Sajak: perulangan bunyi pantun

menggunakan sajak a-b-a-b

Mengandung sampiran dan isi Sumber: (Winarni, 2011)

3) Jenis-jenis Pantun

Berdasarkan isinya dalam (Tuti Andriani, 2012), pantun dapat dikelompokkan menjadi lima jenis sebagai berikut:

(44)

a. Pantun Anak-anak

Pantun anak-anak berisi tentang dunia anak-anak.

Umumnya pantun anak-anak digunakan pada saat bermain atau bersenda gurau. Pantun anak-anak menggambarkan perasaan yang dialami anak-anak. Berdasarkan isinya pantun anak-anak dapat dibedakan menjadi dua yaitu pantun bersuka cita dan pantun berduka cita.

b. Pantun Remaja (Muda)

Pantun remaja atau dewasa mengggambarkan kehidupan orang remaja ataupun dewasa. Tema pantun ini biasanya tentang cinta dan perjuangan hidup. Misalnya pantun nasib, pantun nasib ini ditulis orang untuk mengenang nasibnya. Biasanya mengungkapkan perasaan sedih, tertekan, merana karena harus merantau jauh dari kampung halaman.

Kemudian adapun pantun perkenalan, yiatu pantun yang berisi ungkapan untuk mengenal seseorang atau berisi ungkapan perasaan hati atau pujaan terhadap orang yang ingin diajak berkenalan.

c. Pantun Orang Tua

Pantun orang tua pada umumnya berhubungan dengan berbagai nasihat. Maklumlah orang tua sudah cukup lama hidup serta banyak pengalaman yang dimilikinya, suka duka silih berganti dirasakannya. Demikian pula banyak ragam penanggungan dalam perjalanan hidup yang ditempuhnya.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman inilah tercurah berupa nasihat-nasihat dalam puisi yang berbentuk pantun diantaranya yaitu:

(45)

(1) Pantun nasihat merupakan rangkaian kata-kata yang mempunyai makna untuk mengarahkan atau menegur seseorang untuk lebih baik lagi.

(2) Pantun adat yaitu pantun yang menggunakan gaya bahasa bernuansa kedaerahan dan kental akan unsur adat kebudayaan tanah air, pantun adat biasanya bertutur pada kearifan local di mana pantun tersebut berada.

(3) Pantun agama merupakan pantun yang di dalamnya mengandung kata-kata nasihat atau petuah yang memiliki makna mendalam sebagai sebuah pedoman dalam menjalani hidup, yang biasanya berisi kata-kata yang mendorong seseorang untuk tidak melanggar aturan agama, baik untuk kepentingan diri maupun bagi orang lain.

(4) Pantun budi merupakan pantun yang berisi pengajaran untuk berbuat baik pada semua orang. Pantun budi juga mengingatkan bahwa kebaikan yang diperbuat seseorang tidak akan hilang.

(5) Pantun kepahlawanan yaitu pantun yang digunakan untuk memberi semangat seseorang dalam melakukan sesuatu atau untuk menunjukkan jasa pahlawan.

(6) Pantun teka-teki, berisi pertanyaan yang akan dijawab. Pantun ini biasanya digunakan anak-anak untuk bermain tebak-tebakan atau berbalas pantun.

(7) Pantun jenaka yaitu pantun yang digunakan untuk menghibur hati, bersenang-senang dan akan membuat orang lain tertawa.

4. Tradisi Berbalas Pantun pada Adat Pernikahan Melayu

Istilah adat berasal dari Bahasa Arab yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia bermakna “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan adalah tingkah laku seseorang yang terus menerus

(46)

dilakukan dengan cara tertentu dan iikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang sama. Dengan memiliki beberapa unsur dianataranya adanya tingkah laku seseorang, dilakukan terus menerus, adanya dimensi waktu dan diikuti oleh orang lain. Adat istiadat menunjukkan bentuk, sikap, tindakan atau perubahan manusia pada masyarakat hukum adat untuk mempertahakan adat istiadat yang berlaku di lingkungan wilayahnya. Adat istiadat terkadang dipertahankan karena kesadaran masyarakatnya (Ridwan1 et al., n.d.).

Menurut Ramli (2016) istilah adat mengalami proses perkembangan yang dinamik dalam pemikiran orang Melayu.

Istilah adat identik dan sinonim dengan istilah kebudayaan.

Menurut Koetjaraningrat (2009) culture merupakan kata asing yang artinya kebuudayaan, berasal dari kata latin colere yang berarti mengolah atau mengerjakan, terutama mengolah sawah. Dalam arti ini berkembang arti culture sebagai segala upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam dalam proses kehidupan manusia. Senada dengan pendapat tersebut Taylor (Horton& Chester, 1996) kebudayaan adalah kompleks keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan semua kemampuan dan kebiasaan yang lainnya yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota masyarakat (Malasari & Darmawan, 2017).

Adat perkembangannya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja. Orang-orang tertentu di sini maksudnya yaitu orang- orang yang berada pada organisasi adat atau orang-orang tua yang masih mengingat adat dari generasi-generasi sebelumnya yang paham atau ahli, terkhususkan tentang tradisi adat pernikahan.

Tradisi berbalas pantun pada adat pernikahan Melayu Ujungbatu hanya sebagian dari sekian banyak acara yang harus diketahui

(47)

seperti: suluh ayie, kampung penghulu, masuk suku, membuka tepak tando, antar belanjo, malam berinai, akad nikah, tepung tawar, menyembah dan menjelang mentuo. Jadi begitulah gambaran kekayaan adat resam Melayu Ujungbatu pada umunya yaitu bersendi syarak, syarak bersendikan kitabullah, dan juga nilai-nilai luhur budaya nenek moyang serta norma-norma sosial yang ada dalam masyarakatnya, menyebabkan adat dalam masyarakat Ujungbatu memegang peranan penting dan kedudukan terhormat baik di dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Masyarakat Ujungbatu dalam adat juga mampu mewujudkan berbagai kemuliaan dan manfaat dalam sendi dan sisi kehidupan, salah satu perwujudannya adalah prinsip tungku tigo sejorangan atau tali berpilin tigo, yang mencerminkan perpaduan unsur pemerintah, ulama dan tokoh adat. Dalam konteks budaya, kebudayaan adat Melayu Ujungbatu Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau juga terdapat nilai-nilai atau sikap yang positif selaku warga negara Indonesia seperti: sikap saling percaya, sikap kemampuan bekerja sama, religi, tanggung jawab, solidaritas, musyawarah, kebersamaan dan gotong royong. Adapun serangkaian kegiatan atau beberapa tahapan yang dilaksankan dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau sebagai berikut:

1. Tahap Pra Pernikahan

Ketika seorang laki-laki atau perempuan hendak menikah tentu saja diawali dengan proses yang cukup panjang.

Proses yang paling awal menuju pernikahan yang dimaksud adalah penentuan siapa jodoh yang cocok untuk dirinya atau yang di dalam adat Melayu Ujungbatu biasanya disebut

(48)

dengan istilah mencolo (merisik dan meninjau). Dengan beberapa tahapan yaitu: suluh ayie (merisik atau meninjau), mempa‟al (merasi) dan masuk suku atau mengambil suku.

2. Tahap Proses Pernikahan

Tahap proses pernikahan meliputi beberapa tahapan yaitu: membuka tepak tanda (antar tanda) atau meminang (pertunangan), antar tanda ini dilakukan setelah dirasa bahwa pasangan yang akan menikah sudah cocok, langkah atau tahap selanjutnya adalah tahapan melamar dan meminang. Kemudian antar belanjo (hantaran), antar belanjo dilakukan oleh wali pihak calon pengantin laki-laki kepada pihak calon pengantin perempuan selama masa pertunangan.

Selanjutnya kampung pengulu, acara ini dilakukan satu minggu sebelum pesta pernikahan dengan mengumpulkan semua pihak keluarga dan para mamak suku. Dan setelah itu adapun tahap selanjutnya yaitu akad nikah, kemudian upacara menyembah. Jadi, setelah upacara akad nikah selesai, kedua pengantin kemudian melakukan upacara menyembah kepada ibu, bapak dan seluruh sanak keluarga. Kemudian dilanjutkan dengan khatam Al-Qu‟an. Selanjutnya adapun malam berinai, upacara tepung tawa, upacara pembacaan doa dan pesta atau resepsi pernikahan.

Adapun tahap-tahap tradisi berbalas pantun pada pantun menyambut pengantin, diantaranya:

1. Pihak mempelai laki-laki jalan berarakan dengan rombongan keluarga dan ninik mamak atau mamak suku dari rumah pihak mempelai laki-laki ke rumah pihak mempelai perempuan yang diiringi dengan lantunan bediqi atau bersanji.

(49)

2. Ketika pihak mempelai laki-laki sampai ke tujuan depan rumah pihak perempuan dilanjutkan dengan tradisi berbalas pantun antara pihak mempelai laki-laki dengan pihak mempelai perempuan yang disertakan dengan adat tradisi lainnya yang dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki ke pihak mempelai perempuan seperti melemparkan beras kuning dan melemparkan logam kemudian mempelai perempuan membasuh kedua kaki mempelai laki-laki dan setelah semuanya selesai barulah pihak mempelai laki-laki disilahkan untuk masuk ke rumah mempelai perempuan untuk menyerahkan seserahan yang dibawakan pihak mempelai laki-laki untuk pihak mempelai perempuan.

Penjelasan tentang berbagai tahapan kegiatan dalam adat pernikahan Melayu Ujungbatu ini bertujuan supaya dapat ditanamkan kepada penerus atau generasi muda dari sejak lahir sampai dewasa dapat berjalan dengan cara alamiah atau natural dan spontan dengan melalui pendidikan informal (keluarga) dan nonformal (masyarakat). Tradisi adat budaya terkhususkan tradisi berbalas pantun pada adat pernikahan Melayu Ujungbatu supaya dapat mulai diajarkan di sekolah supaya para peserta didik lebih mengetahui, mencintai dan melestarikan sehingga peserta didik bisa mengembangkan adat istiadat kepada generasi-generasi muda penerus bangsa.

5. Menulis

Menurut Marwoto (1987: 12) dalam (Mahmud, 2017) menulis merupakan suatu kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide, pikiran, ilmu pengetahuan dan pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif, enak dibaca dan bisa dipahami oleh orang lain. Keterampilan menulis atau dengan sebutan menulis

Referensi

Dokumen terkait

Terkait syarat-syarat berpoligami dengan hal ini ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan

(2018a) mengungkapkan hasil yang berbeda dari penelitian diatas, dimana likuiditas yang menjadi salah satu faktor pada nilai perusahaan ini menunjukan pengaruh

usaha pemasaran yang lebih besar. Nice Bakery melakukan berbagai pengembangan usahanya mulai mencari informasi akan produk roti terbaru meningkatkan kreatifitas

a) Perbankan menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrument angket untuk mengidentifikasi manfaat dan keberadaan ilmu sains adalah sangat dapat diandalkan atau sangat reliabel

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan uji coba yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Siswa Baru dengan Logika Fuzzy

Oleh karena banyaknya kendala yang dihadapi dalam menerapkan konsep ini sehingga konsep ini bukan cara yang efektif dalam mengelola lingkungan, maka strategi pengelolaan

Berpengaruhnya secara simultan kompetensi dan komitmen sumber daya manusia secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai bagian keuangan pada