• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI RESITASI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI RESITASI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP

KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI

MOTIVASI BELAJAR SISWA

Skripsi

Oleh :

Sri Gurendo Utomo K2306034

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP

KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI

MOTIVASI BELAJAR SISWA

Oleh :

Sri Gurendo Utomo K2306034

Skripsi

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I

Drs Darianto

NIP. 19460809 198303 1 001

Pembimbing II

(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan.

Pada hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua :

Drs. Supurwoko, M.Si

NIP. 19630409 199802 1 001 ( )

Sekretaris :

Drs. Edy Wiyono, M.Pd

NIP. 19510421 197501 1 001 ( )

Anggota I :

Drs. Darianto

NIP. 19460809 198303 1 001 ( )

Anggota II :

Elvin Yusliana E, M.Pd

NIP. 19770717 200501 2 002 ( )

Disahkan oleh,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan,

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Sri Gurendo Utomo. PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) ada atau tidak adanya

perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui

metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor, (2) ada atau tidak adanya

perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa kategori tinggi

dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor,

(3) Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan

konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif

fisika siswa pada materi kalor.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial

2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1

Sukoharjo kelas X semester genap Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah

sepuluh kelas, dari kelas X-1 sampai dengan kelas X-10. Sampel yang digunakan

sebanyak 2 kelas yang diambil dengan teknik cluster random sampling, sehingga didapat dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas X-1yang terdiridari 36

siswa dan kelas X-2 yang terdiri dari 31 siswa. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah teknik dokumentasi, teknik angket, dan teknik tes. Teknik

analisis data menggunakan uji anava dua jalan dengan isi sel tak sama, kemudian

dilanjutkan dengan uji komparasi ganda metode Scheffe dengan taraf signifikansi

0,05.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini,

hasil penelitian ini menunjukkan : (1) Tidak ada perbedaan pengaruh antara

(6)

commit to user

vi

kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa pada materi Kalor

(Fa 1,02F0,05;1;63 3,994). (2) Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar Fisika siswa kategori tinggi dan motivasi belajar Fisika katagori rendah terhadap

kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Kalor

(FB 5.09 F0,05; 1 ; 63 3,994). Sedangkan dari hasil uji lanjut ANAVA dengan

komparasi ganda metode Scheffe diperoleh hasil bahwa X1X2 (FB125.2571F0.05;1;63 3,994). Maka dapat dilihat bahwa tingkat motivasi

belajar Fisika siswa katagori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik bila

dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah

terhadap prestasi belajar Fisika siswa, (3) Tidak ada interaksi antara pengaruh

penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi dan

motivasi belajar Fisika yang dimiliki siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika

siswa pada materi Kalor (Fab2,058F0,05; 1 ; 633,994).

(7)

commit to user

vii ABSTRACT

Sri Gurendo Utomo. THE EFFECT OF USAGE APPROACH CONSTRUCTIVISM THROUGH DISCUSSION-RECITATION METHOD AGAINST COGNITIVE ABILITIES OF PHYSICS REVIEW OF HEAT SUBJECT MATTER IN SENIOR HIGH SCHOOL PERCEIVED FROM STUDENT LEARNING MOTIVATION. Research, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, June 2011.

This research aims to find out: (1) there is or not the differences in effect

between using constructivism approach through the discussion-recitation in a

group method and discussion-recitation individual method against cognitive

abilities of Physics for students in heat subject material, (2) there is or not the

differences in effect between the high and low category of student learning

motivation against cognitive abilities of Physics for students in heat subject

material, (3) there is or not the interaction of effect between using constructivism

approach through recitation in a group method and

discussion-recitation individual method with the student learning motivation against

cognitive abilities of Physics for students in heat subject material.

This research used the experimental method with factorial design 2 x 2.

The population of the research are all entire students in X class of SMAN 1

Sukoharjo at second semester of School Year 2009/2010, amounting to ten

classes, from class X-1 to X-10. Samples which used as many two class that taken

with a random cluster sampling technique so that the two classes obtained as a

sample of research, that is class X-1 consist of 36 students and class X-2 consist

of 31 students. Techniques of data gathering techniques used are the

documentation, polling techniques, and technical tests. Data analysis technique

used is two-step anava with the different content of cell, furthermore used the

double comparison test Scheffe method with the standards of significance 0.05.

Based on the results of data analysis in this research, the result of this

research shiow that: (1) There is no different effect between used of

constructivism approach through the discussion-recitation in a group method and

(8)

commit to user

viii

for students at the Heat subject matter (Fa 1,02F0,05;1;63 3,994). (2) There is different effect between the high and low category of student learning motivation

against cognitive abilities of Physics for students at the Heat subject matter (

994 , 3 09

.

5  005 1 63

, ; ;

B F

F ). And then, from the results of double comparison

test Scheffe method obtained the result that X1X2 (FB12 = 5.2571 > F0.05;1.63

= 3,994). So, the high category of student learning motivation give better influence with the low category of student learning motivation to study

achievement (3) there is no interaction between of different effect use of

constructivism approach through discussion-recitation method and student

learning motivation against cognitive abilities of Physics for students at the Heat

subject matter (Fab2,058F0,05; 1 ; 633,994).

(9)

commit to user

ix MOTTO

“Apabila orang merasa tidak tahu maka itulah awal dari ilmu dan ilmu akan

berakhir ketika orang tersebut sudah merasa tahu” (Penulis)

(10)

commit to user

x

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

 Bapak, Ibu & Keluargaku tercinta.  Bapak & Ibu Dosen Program Studi

Pendidikan Fisika.

 Fitria Ayu Wulandari yang selalu

memberikan semangat.

 Rekan-rekan Fisika 2006

seperjuangan

 Keluarga besar SMA Negeri 1

Sukoharjo

(11)

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya penulisan Skripsi ini akhirnya dapat

diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di Program Pendidikan Fisika Jurusan

P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini tidak terlepas

dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P. MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd. Selaku Koordinator Skripsi Program Studi

Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

5. Bapak Drs. Darianto Selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing

dalam penyusunan Skripsi ini

6. Ibu Elvin Yusliana E, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah

membimbing dalam penyusunan Skripsi ini

7. Bapak Sarimin, S.Pd selaku guru Fisika SMA Negeri 1 Sukoharjo yang telah

memberikan kesempatan bagi penulis dalam menjalankan penelitian untuk

Skripsi ini.

8. Bapak Joko selaku guru Fisika SMA Negeri 3 Sukoharjo yang telah

(12)

commit to user

xii

9. Keluarga besar SMA Negeri 1 Sukoharjo, SMA Negeri 3 Sukoharjo dan

SMA 6 Surakarta atas kesempatan mengajar yang diberikan selama studi.

10. Bapak dan Ibu serta keluarga besarku tercinta di Sukoharjo yang selalu

memberikan doa dan dukungan kepada penulis

11. Fitria Ayu Wulandari yang selalu memberikan semangat dan dukungannya

selama ini.

12. Semua rekan-rekan seperjuangan Pendidikan Fisika (khususnya angkatan

2006) dan rekan-rekan Fisika lainnya.

13. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Fisika Grafitasi khususnya Bidang

Pendidikan dan Kajian Ilmiah atas semua ilmu dan pengalaman yang

berharga selama ini

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Semoga segala bantuan, bimbingan, dukungan dan pengorbanan yang telah

diberikan kepada penulis menjadi amal baik dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala saran, kritik, maupun

masukan yang bersifat membangun. Namun demikian, penulis berharap semoga

Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada

umumnya.

Surakarta, Juni 2011

(13)

commit to user

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN ABSTRAK... v

HALAMAN ABSTRACK ... vii

HALAMAN MOTTO ... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ... x

KATA PENGANTAR... xi

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Proses Belajar Mengajar ... 11

2. Pembelajaran Fisika di SMA ... 14

3. Pendekatan Pembelajaran ... 17

4. Metode Mengajar ... 21

5. Kemampuan Kognitif Siswa ... 25

6. Motivasi Belajar ... 27

(14)

commit to user

xiv

B. Penelitian yang Relevan ... 36

C. Kerangka Berfikir ... 37

D. Pengajuan Hipotesis ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

1. Tempat Penelitian ... 42

2. Waktu Penelitian ... 42

B. Metode Penelitian ... 43

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 43

1. Populasi Penelitian ... 43

2. Sampel Penelitian ... 44

3. Teknik Pengambilan Sampel ... 44

D. Variabel Penelitian ... 44

1. Variabel Bebas ... 44

2. Variabel Terikat ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 46

1. Teknik Dokumentasi ... 46

2. Teknik Tes ... 46

3. Teknik Angket ... 46

F. Instrumen Penelitian ... 47

1. Instrumen Angket ... 48

2. Intrumen Tes ... 50

G. Teknik Analisis Data ... 56

1. Uji Kesamaan Keadaan Awal ... 56

2. Uji Prasarat Analisis ... 57

3. Pengujian Hipotesis ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 66

1. Data Keadaan Awal Siswa ... 66

2. Data Nilai Motivasi Belajar Fisika Siswa ... 68

(15)

commit to user

xv

B. Uji Kesamaan Keadaan Awal Fisika Siswa ... 71

1. Uji Normalitas ... 72

2. Uji Homogenitas ... 72

3. Uji t Dua Ekor ... 72

C. Uji Prasyarat Analisis ... 72

1. Uji Normalitas ... 73

2. Uji Homogenitas ... 73

D. Uji Pengajuan Hipotesis ... 73

1. Uji Analisis Variansi ... 73

2. Uji Lanjut Anava ... 76

E. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 77

1. Hipotesis Pertama ... 77

2. Hipotesis Kedua ... 78

3. Hipotesis Ketiga ... 79

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80

B. Implikasi ... 81

C. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Gambar 2.4

Gambar 4.1

Gambar 4.2

Gambar 4.3

Gambar 4.4

Skema Perubahan Wujud Zat ...

Grafik Suhu-Kalor Untuk Es yang Dipanaskan Menjadi

Uap ...

Laju Kalor Pada Sebuah Penghantar ...

Skema Kerangka Berfikir ...

Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas

Eksperimen ...

Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Kontrol

Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas

Eksperimen ...

Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas

Kontrol ... 31

32

33

40

67

68

70

(17)

commit to user xvii DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10

Daya Saing Indonesia Dibandingkan dengan Negara

ASEAN ...

Skor Indonesia Berdasar Survei PISA Oleh OECD ...

Desain Penelitian ...

Validitas Item Soal Angket ...

Kriteria Hasil Analisis Kualitatif Item Soal ...

Katagori Item Soal Berdasar Daya Pembedanya ...

Katagori Item Soal Berdasar Taraf Kesukaran ...

Katagori Item Soal Berdasarkan Fungsi Distraktor ...

Keputusan Item Soal yang Memenuhi Kriteria ...

Persiapan Uji Anava Dua Jalan ...

Data Komputasi ...

Rerata Sel AB ...

Rangkuman ANAVA ...

Deskripsi Data Keadaan Awal Fisika Siswa ...

Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas

Eksperimen ...

Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas

Kontrol ...

Deskripsi Data Motivasi Belajar Fisika Siswa ...

Deskripsi Data Kemampuan Kognitif Fisika Siswa ...

Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika

Siswa Kelas Eksperimen ...

Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika

Siswa Kelas Kontrol ...

Harga Statistik Uji Beserta Harga Kritik Pada Uji

Normalitas ...

Rangkuman Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan ...

(18)

commit to user xviii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22

Jadwal Pelaksanaan Penelitian ...

Program Satuan Pelajaran ...

Rencana Pembelajaran ...

Lembar Kerja Siswa ...

Kisi-Kisi Uji Coba Soal Kognitif ...

Indikator Soal Try Out Kognitif Fisika ...

Lembar Telaah Kualitatif Item Soal Try Out ...

Analisis Efektifitas Distraktor ...

Analisis Derajat Kesukaran, Daya Pembeda, Reliabilitas

dan Validitas Soal Tes ...

Soal Try Out Tes Belajar Fisika ...

Kisi-Kisi Angket ...

Uji Validitas dan Reliabilitas Angket ...

Angket Motivasi Belajar Fisika ...

Data Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa ...

Uji Kesamaan Keadaan Awal Fisika Siswa ...

Uji Normalitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas

Eksperimen ...

Uji Normalitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas

Kontrol ...

Uji Homogenitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ...

Penskoran Kemampuan Kognitif Fisika Siswa ...

Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Fisika Siswa

Kelas Eksperimen ...

Uji Normalitas Keampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas

Kontrol ...

Uji Homogenitas Kemampuan Kognitif Fisika Siswa

(19)

commit to user

xix Lampiran 23

Lampiran 24

Lampiran 25

Lampiran 26

Lampiran 27

Lampiran 28

Lampiran 29

Lampiran 30

Data Induk Penelitian ...

Pengajuan Hipotesis Uji Anava Dua Jalan Dengan

Frekuensi Sel Tidak Sama ...

Uji Lanjut Anava Komparasi Ganda Dengan Metode

Scheffe ... Daftar Nilai Tugas Resitasi Kelas X-1 dan X-2 ...

PISA 2009 Ranking by Mean Score for Reading, Mathematics and Science ... David R. Krathwohl : A Revision of Bloom’s Taxonomy,

An Overview ... Charlotte Hua Liu & Robert Matthews. Vygotsky’s

Philosophy: Constructivism and Its Criticisms Examined ...

Paul A. Kirschner, John Sweller & Richard E. Clark.

Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work: An Analysis of The Failure of Constructivist, Discovery, Problem-Based, Experiential, and Inquiry-Based Teaching ...

197

198

203

205

207

209

216

(20)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat signifikan dalam sebuah

kehidupan berbangsa. Pendidikan merupakan kunci untuk memanfatkan,

memperoleh bahkan untuk menciptakan serta untuk menggunakan ilmu

pengetahuan yang tujuan akhirnya melahirkan orang-orang yang berpendidikan

yang mampu mengolah, menciptakan dalam penggunaan ilmu pengetahuan

tersebut. Pendidikan juga merupakan salah satu parameter untuk mengukur

kemajuan suatu bangsa. Semakin maju suatu bangsa, akan ditandai dengan

semakin baik pula penyelenggaraan pendidikannya. Namun, pendidikan di

Indonesia hingga saat ini masih menimbun berbagai masalah meskipun telah

berganti birokrat dan orde pemerintahan. Permasalahan pendidikan di Indonesia

dari tahun ke tahun merupakan permasalahan klasik baik menyangkut kualitas

pendidikan, infrastruktur pendidikan, daya jangkau masyarakat, budi pekerti siswa

serta minimnya minat belajar siswa.

Hasil survey dunia terhadap bangsa Indonesia, berdasarkan data IMD

(Institute for Management Development) tahun 2009, daya saing Indonesia berada pada posisi 42 dari 56 negara, yang mengalami peningkatan dari tahun 2008

(peringkat 51) dan pada tahun 2007 (peringkat 54). Peningkatan yang terjadi

hanya pada indikator kinerja ekonomi (economic performance), efisiensi

pemerintah (government efficiency), dan efisiensi bisnis (bussiness efficiency)

sedangkan indikator infrastruktur menunjukkan penurunan. Hal ini menunjukkan

bahwa infrastruktur yang ada didalamnya antara lain mencakup infrastruktur sains

dan infrastruktur teknologi belum dapat memberikan konstribusi yang signifikan

dalam peningkatan daya saing Nasional. Daya saing Indonesia masih berada

dibawah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti

Singapura, Malaysia, dan Thailand seperti terlihat pada tabel 1.1 (Adawiah, 2010:

(21)

commit to user

Tabel 1.1 Daya Saing Indonesia Dibandingkan dengan Negara ASEAN

Country

World Competitive

Yearbook

2009

Global Competitive Report 2010 (137 negara)

Knowledge economy index

2009

(146 negara)

Competitive Industrial Performance

(122 negara)

Singapura 3 3 19 1

Malaysia 18 26 48 16

Thailand 26 38 63 25

Indonesia 42 44 103 42

Filipine 43 85 89 30

Vietnam n/a 59 100 69

Senada dengan survei yang dilakukan IMD (Institute for Management

Development), hasil survei PISA (Programme for International Student Assessment) yang dilakukan oleh OECD tahun 2009 (dilakukan tiap tiga tahun sekali), Indonesia menempati peringkat terbawah dari 65 negara di dunia untuk

semua katagori. Tes komprehensif dilakukan melalui pengukuran beberapa

katagori yaitu kemampuan mathematics, reading, science dan problem solving.

Hasil perolehan skor Indonesia disajikan dalam tabel 1.2 (PISA, 2010 : 15) :

Tabel 1.2 Skor Indonesia Berdasar Survei PISA oleh OECD

Negara Mathematics

Scale Reading Scale Science Scale

Shanghai-Cina 600 (1) 556 (1) 575 (1)

Singapura 562 (2) 526 (5) 542 (4)

Thailand 419 (50) 421 (50) 425 (49)

(22)

commit to user

Wajah pendidikan di tingkat daerah, khususnya untuk Kabupaten

Sukoharjo, berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2010, yang diikuti oleh

8.313 siswa menengah atas yang terdiri dari 3.521 siswa SMA, 455 siswa MA,

dan 4.337 siswa SMK, dari jumlah tersebut terdapat 513 siswa yang dinyatakan

tidak lulus Ujian Nasional. Hal yang lebih memprihatinkan, yaitu sebanyak 20

SMA sekabupaten Sukoharjo, tidak ada sekolah yang meluluskan

100 % siswanya, sedangkan untuk SMK dari total 25 SMK, hanya 8 SMK yang

berhasil meluluskan 100 % siswanya. Tingkat kelulusan pada tahun 2010

mencapai 96,6 % yang lebih rendah bila dibandingkan tahun 2009 yang tingkat

kelulusan mencapai 97,76 %. Khusus untuk SMK, tingkat kelulusan tahun 2009

lalu mencapai 94,60 % sedangkan pada tahun 2010 mencapai 97,79 %. (sumber:

http://www.jatengprov.go.id/?document_srl=6039)

Fakta di atas menunjukkan bahwa pendidikan sangat perlu mendapatkan

perhatian dan penanganan yang lebih baik dari pemerintah maupun

lembaga-lembaga pendidikan terkait. Hal pertama yang perlu dilakukan perubahan tentu

saja dari faktor guru sebagai guru yang berperan langsung terhadap anak didiknya.

Jika kualitas seorang guru rendah, maka hal mustahil akan tercipta siswa-siswa

yang berkualitas. Di Indonesia, untuk menjadi seorang guru tentunya persaingan

yang dihadapai tidak seketat bila dibandingkan dengan persaingan masuk ke

Fakultas kedokteran. Lulusan sekolah menengah atas yang “jempolan” tentunya

akan lebih memilih jurusan Kedokteran, Teknik Ekonomi dan sebagainya. Maka

dapat dipastikan, sebagian besar mereka yang masuk Ilmu pendidikan merupakan “sisa” yang tidak mampu bersaing di jurusan “elit” tersebut. Tentunya dapat dipastikan bahwa kualitas calon guru memiliki kualitas yang rendah. Hal ini

tentunya juga akan berdampak terhadap bagaimana kualitas mengajar yang akan

dilakukan guru tersebut di kelas.

Dalam proses belajar mengajar masih nampak adanya penerapan

banking sistem, dalam artian bahwa siswa dianggap sebagai “save-deposite-box”

dimana guru mentransfer bahan ajar kepada siswa dan sewaktu-waktu jika itu

(23)

commit to user

apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih jauh tentang apa

yang diterimanya. Proses belajar mengajar seharusnya dapat mengakomodasi

segala perbedaan serta mampu yang memberikan kesempatan pada setiap siswa

untuk mengembangkan potensi dirinya sendiri agar tercapai proses dan hasil

belajar siswa yang maksimal, bukan menjadi seperti pabrik penghasil manusia

yang tidak peka dan fleksibel terhadap perkembangan jaman.

Kondisi ini lebih diperparah dengan adanya sistem Ujian Nasional, yang

menentukan kelulusan siswa dalam menempuh belajarnya selama tiga tahun. Hal

ini menuntut seorang guru untuk mampu menciptakan siswa yang mampu lulus

Ujian Nasional, bukan siswa yang mampu bersaing dalam hal ilmu pengetahuan

dan teknologi. Akhirnya pembelajaran yang dilakukan hanya intens untuk

mencapai kelulusan siswa yang menyimpang dari tujuan dan fungsi pendidikan

nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 pasal 3, yang berbunyi:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggungjawab.(Depdiknas, 2003: 8)

Sejak tahun 2004 telah diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi

(KBK) dan kini telah berubah menjadi kurikulum 2006 yaitu Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP), yang menggunakan paradigma pembelajaran

konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran. Esensi dari teori konstruktivisme

adalah ide atau gagasan bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan

suatu informasi yang kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki informasi

itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pelajaran harus dikemas

menjadi proses mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan. Dalam proses

pembelajarannya harus diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat

(24)

commit to user

Proses belajar-mengajar di sekolah meliputi setiap mata pelajaran yang

salah satunya ialah pelajaran Fisika, yang termasuk dalam Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA). Fisika meliputi tiga karakteristik, yaitu produk, proses, dan sikap

ilmiah. Produk merupakan kumpulan pengetahuan. Proses dalam Fisika berkaitan

dengan keterampilan untuk mendapat pengetahuan. Dalam melakukan proses

tersebut dibutuhkan adanya sikap ilmiah. Pemahaman atau penguasaan materi

dalam Fisika dituntut meliputi tiga ranah kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan

psikomotor. Untuk menyikapi hal tersebut, Para guru Fisika (IPA) dituntut untuk

dapat menemukan suatu cara memfasilitasi siswa secara efektif dan efisien

sehingga mampu memberikan pemahaman kepada siswa tentang alam sekitar

namun tetap dilakukan melalui proses pembelajaran yang aktif dan

menyenangkan karena guru mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kualitas

proses dan hasil pembelajaran..

Kualitas pendidikan di Indonesia yang rendah juga diakibatkan oleh

motivasi belajar siswa yang rendah. Motivasi belajar tentunya akan sangat

berpengaruh terhadap prestasi dan keberhasilan siswa dalam belajar. Motivasi

belajar yang tumbuh dalam diri siswa akan mendorong munculnya optimisme

yang tinggi dalam mencapai keberhasilan belajar sehingga siswa memilki

kekuatan dan keuletan untuk melakukan aktivitas tertentu. Motivasi tersebut juga

akan membuat siswa tertarik untuk selalu belajar, meskipun berada di luar kelas

atau diluar jam sekolah. Motivasi belajar siswa sangat bergantung pada banyak

hal salah satunya adalah faktor dari proses pembelajaran yang menjenuhkan dan

kurang menarik. Selain itu motivasi belajar seorang siswa juga dipengaruhi oleh

lingkungan belajar yang salah satunya adalah proses belajar yang menarik dan

menyenangkan.

Salah satu hal yang menjadi pertimbangan seorang guru dalam mengajar

adalah metode pembelajaran yang akan dilakukan. Ketepatan metode

pembelajaran yang digunakan dapat meningkatkan minat belajar siswa terhadap

mata pelajaran Fisika yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pula hasil

belajar Fisika siswa. Tentu saja metode yang digunakan tetap harus

(25)

commit to user

dalam proses pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat

dilakukan adalah metode diskusi-resitasi. Dengan kolaborasi dua metode tersebut,

yaitu diskusi dan metode resitasi diharapkan kelemahan yang ada dalam kedua

metode tersebut dapat diminimalisir. Tentunya metode diskusi-resitasi tetap

mengedepankan peran serta keaktifan siswa.

Akan tetapi, realita yang ada sekarang ini, dalam proses pembelajaran Fisika hanya bersifat “mentranfer” pengetahuan kepada siswa bukan mengkontruksi pemikiran siswa menjadi pengetahuannya sendiri. Peran serta

seorang guru untuk mengembangkan metode yang tepat sehingga proses

pembelajaran menjadi menarik dan mampu membangkitkan motivasi belajar

siswa masih sangat rendah sekali. Penggunaan media pembelajaran hanya berupa

media power point yang notabene masih bersifat memindahkan papan tulis ke

dalam media komputer saja dan belum mampu dikemas secara menarik. Kegiatan

diskusi ataupun pemberian resitasi kepada siswa masih belum dilakukan secara

optimal. Kegiatan diskusi masih jarang dilakukan dan belum dilakukan secara

optimal, bahkan terkadang kegiatan diskusi dilakukan oleh siswa secara

menyeluruh tanpa ada peran serta guru.

Pemberian resitasi pun juga belum dilakukan secara tepat. Resitasi yang

diberikan masih sekedar tugas (pekerjaan rumah) yang hanya berupa tugas untuk

mengerjakan soal, yang terkadang tingkat soalnya pun rumit dalam jumlah soal

yang banyak. Tentunya hal ini terkadang menjadi beban bagi siswa itu sendiri.

Sehingga mata pelajaran Fisika masih merupakan momok dan hanya terlihat

sebagai teori dan rumus belaka. Tentu saja hal ini akan berdampak pada minat

siswa dalam belajar dan memberikan persepsi bahwa Fisika itu sulit, membuat

pusing dan menjenuhkan. Pada akhirnya, semuanya akan mengarah kepada

motivasi belajar siswa yang rendah. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar,

tentunya juga akan membuat rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia

Indonesia. Maka dari itu, terdapat suatu keterkaitan antara pendekatan

pembelajaran, proses pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi

(26)

commit to user

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis mengadakan penelitian untuk

mengetahui pengaruh pembelajaran Fisika dengan pendekatan konstruktivisme

melalui penerapan metode diskusi-resitasi baik secara individual maupun

berkelompok, khususnya terhadap kemampuan kognitif siswa yang ditinjau dari

tingkat motivasi belajar pada siswa. Oleh karena itu, penulis mengambil judul

penelitian ”PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN

KONSTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI–RESITASI

TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR

SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka

dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Pendidikan di Indonesia masih dalam katagori yang sangat rendah bila

dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan hasil survei PISA

(Programme for International Student Assessment) oleh OECD, dari 65

negara, Indonesia berada di peringkat 61 untuk kemampuan Mathematics,

peringkat 57 untuk kemampuan Reading dan peringkat 60 untuk kemampuan

Science.

2. Pendidikan di tingkat daerah pun, khususnya kabupaten Sukoharjo, kualitas

pendidikan juga mengalami penurunan. Hal ini berdasar pada tingkat

kelulusan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2010 untuk tingkat SMA yaitu

96,6 % lebih rendah bila dibandingkan pada tahun 2009 yaitu 97,76 %.

3. Masih nampak guru yang masih menerapkan pembelajaran banking sistem

dalam proses belajar mengajar yang menjadikan siswa sebagai save deposite

box yang hanya manerima pengetahuan saja. Sehingga pembelajaran yang

terjadi masih berpusat pada guru (Teacher Center). Jadi siswa hanya

menampung apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih

(27)

commit to user

4. Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah belum mampu mengakomodasi

secara mendalam segala perbedaan dan kesempatan siswa dalam

mengembangkan potensi dirinya.

5. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang menggunakan

paradigma pembelajaran konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran.

Esensi dari pembelajaran konstruktivisme adalah gagasan bahwa siswa harus

menemukan sendiri pemahamannya sehingga proses belajar mengajar harus

dikemas menjadi proses mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan. Akan

tetapi, realita yang ada, pembelajaran Fisika hanya dilakukan secara monoton

dan bersifat “mentranfer” pengetahuan kepada siswa bukan mengkontruksi pemikiran siswa menjadi pengetahuannya sendiri.

6. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar, belum banyak mendapatkan

perhatian dari guru secara serius untuk peningkatan motivasi belajar siswa

tersebut, terutama dalam peningkatan motivasi belajar Fisika.

7. Pemilihan metode pembelajaran yang bervariasi masih jarang diterapkan

seorang guru dalam pembelajaran secara optimal melibatkan peran siswa

secara aktif. Dalam penerapannya, metode diskusi dan metode resitasi yang

dilakukan juga belum secara optimal.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas dan tidak terlalu luas,

maka perlu ada pembatasan masalah yakni sebagai berikut :

1. Pendekatan pembelajaran yang akan digunakan adalah pendekatan

kontruktivisme.

2. Pendekatan konstruktivisme tersebut dilaksanakan dengan menggunakan

metode diskusi – resitasi yang dilaksakan dalam dua bentuk yaitu metode

diskusi - resitasi secara individu dan diskusi – resitasi secara kelompok.

3. Tinjauan masalah yang digunakan adalah motivasi belajar siswa yang

dikatagorikan dalam katagori tingkat tinggi dan katagori tingkat rendah.

4. Hasil belajar yang dinilai pada siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran

(28)

commit to user

5. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah materi kalor pada tingkat

SMA

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, permasalahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme

melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi – resitasi individu

terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.

2. Adakah perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa

kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika

siswa pada materi kalor.

3. Adakah interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme

melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi – resitasi individu

dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif fisika

siswa pada materi kalor

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang tersusun di

atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan

konstruktivisme melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi –

resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi

kalor.

2. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar

Fisika siswa kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan

kognitif Fisika siswa pada materi kalor.

3. Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan

konstruktivisme melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi –

resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan

(29)

commit to user

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi penulis terutama

dalam dunia pendidikan dan pembelajaran serta dalam hal melakukan

penelitian pembelajaran.

2. Memberi gambaran tentang pengaruh penggunaan metode diskusi-resitasi

serta tingkat motivasi belajar siswa pada pembelajaran Fisika terhadap

prestasi belajar siswa.

3. Memberikan masukan dan sumbang pemikiran kepada pelaku pendidikan

dalam menerapkan pendekatan atau metode mengajar yang sesuai dengan

situasi dan kondisi siswa.

4. Menjadi sumber inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dalam bidang

(30)

commit to user

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Proses Belajar Mengajar

a. Pengertian Belajar

Proses pendidikan formal di sekolah meliputi dua aspek utama, yang

pertama adalah aspek belajar dan yang kedua adalah aspek mengajar. Banyak

teori dan pendapat yang beragam mengenai makna kedua aspek tersebut. Belajar

merupakan aspek yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran karena

dengan belajarlah seseorang mampu mengembangkan pemahaman dan potensi

dirinya untuk mencapai prestasi. Proses belajar dapat dilakukan oleh setiap orang

baik di lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di bawah ini

akan disajikan pengertian atau definisi belajar ataupun mengajar menurut

beberapa ahli.

Menurut Martinis Yamin (2008 : 122), mendefinikan bahwa ”Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru”. Hal senada juga

diungkapkan oleh Sulistyorini (2009 : 6) ”Belajar adalah sebagai proses untuk

merubah diri seseorang (siswa) agar memiliki pengetahuan, sikap dan tingkah

laku melalui latihan baik latihan yang penuh dengan tantangan atau melalui

berbagai pengalaman yang telah terjadi”. Berkaitan pula dengan pengertian

belajar, Stephen B. Klein (1996 : 2) menyatakan, ”Learning can be defined as an

experiential process resulting in a relatively permanent change in behavior that cannot be explained by temporary states, maturation, or innate responses tendencies” yang berarti bahwa belajar merupakan proses pengalaman yang menghasilkan perubahan tingkah laku secara permenen yang tidak dapat

dijelaskan berdasarkan keadaan sementara, kematangan anak atau kecenderungan

(31)

commit to user

Sedangkan dalam pandangan konstruktivisme (Daniel Muijs & David Reynolds,

2008: 98), ”Belajar adalah tentang membantu murid untuk mengkonstruksikan

makna mereka sendiri, bukan tentang ’mendapatkan jawaban yang benar’ karena

dengan cara seperti ini murid dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar

tanpa benar-benar memahami konsepnya”.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari

belajar adalah mengubah tingkah laku menjadi lebih baik melalui pengalaman

yang dialami sendiri dalam ingatan jangka panjangnya. Belajar merupakan suatu

perubahan pada sikap dan tingkah laku yang meliputi proses lahir maupun batin

untuk memperoleh pengalaman yang lebih baik dan tertanam dalam benak

seseorang. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa belajar merupakan pencarian

makna yaitu siswa secara aktif berusaha mengkontruksi makna dan

pemahamannya sendiri secara mendalam.

b. Pengertian Mengajar

Aspek utama yang kedua dalam pendidikan formal adalah mengajar.

Menurut Arnie Fajar yang dikutip Sulistyorini (2009 : 33) dalam bukunya

mengemukakan bahwa ”Mengajar adalah memberikan sesuatu dengan cara

membimbing dan membantu kegiatan kepada seseorang (siswa) dalam

mengembangkan potensi-potensi intelektual (emosional serta spiritual) sehingga

potensi-potensi tersebut dapat berkembang secara optimal”. Mengajar menurut

pandangan kontruktivistik bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari

guru kepada siswa, melainkan mengajar merupakan suatu kegiatan yang

memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Martinis Yamin, 2008

: 3). Hal senada diungkapkan William Burton (Sulistyorini, 2009 : 35), ”Teaching

is the guidance of learning activities, teaching is for purpose of aiding the pupul learn” yang berarti bahwa mengajar adalah kegiatan membimbing aktivitas belajar, bertujuan untuk membantu siswa dalam belajarnya. Dari beberapa

pendapat diatas, dapat diketahui bahwa mangajar merupakan kegiatan

membimbing siswa dalam belajar untuk membangun pengetahuannya sendiri.

(32)

commit to user

Menurut pandangan kontruktivisme, ”Mengajar adalah tentang

memberdayakan pelajar, dan memungkinkan pelajar untuk menemukan dan

melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman realistis” (Daniel Muijs dan

David Reynolds, 2008 : 99). Hal ini akan memberikan pembelajaran yang nyata

(asli) dan memberikan pemahaman yang lebih nyata terhadap siswa bila

dibandingkan hanya sekedar mentransfer materi kepada siswa secara abstrak.

Pengertian ini mengisyaratkan bahwa guru dan siswa harus saling berinteraksi

dengan baik dalam kegiatan pembelajaran. Kontruksi pengetahuan yang dilakukan

guru, bukan semata bersifat individual. Namun, dapat dilakukan suatu interaksi

sosial, baik dengan teman, guru atau dengan yang lain. Dengan demikian,

kegiatan pembelajaran perlu disusun dalam suatu kegiatan sosial yaitu dengan

mendorong adanya situasi kerja atau diskusi bersama.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar

merupakan aktivitas mengorganisasi untuk menciptakan kondisi dimana terjadi

interaksi aktif antara guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa

mampu membangun pengetahuannnya sendiri. Dalam hal ini seorang guru

berperan sebagai fasilitator yang membantu proses belajar siswa serta

mengarahkan pemahaman siswa.

c. Pengertian Pembelajaran

“Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu

seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru” (Syaiful

Sagala, 2009 : 61). Sedangkan dalam UUSPN No 20 tahun 2003 menyatakan

bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Maka dari itu, pembelajaran

merupakan kegiatan yang dirancang untuk membuat siswa belajar aktif terhadap

sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.

Untuk menjadi pribadi yang mandiri, setiap manusia memerlukan

(33)

commit to user

adalah untuk membantu siswa menjadi mandiri dan mampu belajar sendiri. Oleh

karena itu, melalui proses pembelajaran inilah diharapkan dalam diri siswa akan

mempunyai kecakapan, kemandirian dan keterampilan tertentu sehingga akan

membentuk pribadi yang cukup terintegrasi dalam diri siswa.

2. Pembelajaran Fisika Di SMA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains merupakan cabang ilmu

pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa atau gejala-gejala alam. IPA

merupakan cara untuk menemukan secara sistematik mengenai alam sehingga IPA

bukan sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep,

atau prinsip semata, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dapat pula

dikatakan bahwa IPA merupakan bidang ilmu yang sangat berdekatan dengan diri

siswa yang mengungkapkan realitas alam yang menjadi tempat hidupnya. Sebagai

bagian dari pendidikan nasional, pendidikan IPA diharapkan mampu memberikan

manfaat yang nyata kepada siswa.

Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara

langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa sehingga mampu menjelajahi

dan memahami alam sekitar secara ilmiah yang mampu membantu siswa dalam

memperoleh pemahamannya mengenai alam sekitar tersebut. Maka dari itu,

melalui pendidikan IPA diharapkan siswa mampu mengembangkan ilmu

pengetahuan, dapat membina kerja sama, dan mampu bersikap peka, jujur,

tanggap serta mampu berperan aktif dalam menerapkan IPA dalam memecahkan

masalah yang terjadi disekitarnya. Selain itu, diharapkan siswa akan terlatih dalam

mengembangkan kemampuan berfikir (thinking skill) dalam menghadapai

persoalan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Wegerif yang dikutip oleh Sabar Nurohman (2008: 125),” Thinking skill are used to indicate a desire to teach processes of thinking and learning that can be applied in wide range of real-life. Dalam pandangan Wegerif tersebut, kemampuan berfikir (thinking skill) merupakan upaya proses belajar mengajar untuk membantu membawa siswa

(34)

commit to user

a. Hakikat fisika

Fisika merupakan cabang dari IPA yang telah menyumbangkan ilmunya

untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berusaha menemukan

konsep – konsep, hukum – hukum, dan prinsip – prinsip. Menurut C. Giancoli

(2001 : 1), ” Fisika adalah ilmu yang paling mendasar dari semua cabang sains, karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda”. Sedangkan menurut

Young & Freedman (1996 : 2), ”Physics is not a collection of facts and

principles; it is the process by which we arrive at general princilples that describe how the physical universe behaves” yang berarti bahwa Fisika bukanlah sekedar kumpulan fakta dan prinsip; Fisika adalah proses yang membawa kita pada

prinsip – prinsip umum yang mendeskripsikan bagaimana perilaku dunia fisik.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa Fisika

merupakan teori yang mempelajari gejala-gejala alam dimana hasilnya

dirumuskan dalam bentuk definisi ilmiah dan persamaan matematis yang

diperoleh berdasarkan hasil pengamatan dan penyelidikan. Fisika merupakan ilmu

dasar mempelajari gejala-gejala alam berhubungan dengan perilaku dan struktur

benda yang membawa pada prinsip – prinsip umum yang hasilnya dirumuskan

dalam bentuk definisi ilmiah dan persamaan matematis. Ilmu Fisika selalu

menguraikan dan menganalisis suatu struktur atau peristiwa di alam sehingga

dapat menemukan prinsip-prinsip atau hukum alam yang dapat menjelaskan

gejala-gejala alam tersebut.

b. Pembelajaran Fisika Di SMA

Mata pelajaran Fisika diajarkan dari kajian secara sederhana yang

diteruskan ke kajian yang lebih kompleks. Sebagai salah satu bagian dari IPA,

Fisika dipelajari sejak dari sekolah dasar hingga ke sekolah tinggi dalam jejang

pendidikan. Fisika berhubungan dengan pengamatan terhadap gejala – gejala di

alam baik yang nyata maupun yang abstrak serta mempelajarinya, sehingga

berpengaruh pada cara menyampaikannya kepada siswa. Hewson & Gertzdog

(35)

commit to user

accommodation, restructuring and reorganizing existing knowledge on the basis of new information”. Mereka mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran IPA

terdiri atas dua proses, pertama adalah proses assimilation, yaitu menggabungkan

informasi baru dengan pemahaman yang telah dipahami siswa. Kedua adalah

proses accommodation, yaitu mengkontruksi dan menyususn kembali pemahaman

yang telah ada berdasarkan informasi baru yang dijelaskan. Maka dari itu, dalam

pembelajaran Fisika, seorang guru harus mampu mengkontruksi pemahaman yang

telah dimiliki siswa sebelumnya dengan konsep Fisika baru yang akan

disampaikan.

Mata pelajaran Fisika di SMA mengacu pada pengembangan Fisika yang

ditunjukkan untuk mendidik siswa agar mampu mengambangkan kemampuan

observasi, eksperimentasi dan mampu berfikit kritis dan taat asas. Hal ini didasari

oleh tujuan Fisika, yakni mengamati, memahami dan memanfaatkan gejala-gejala

alam yang melibatkan zat (materi) dan energi (Depdiknas, 2006 : 4).

Dalam Petunjuk Pengembangan Silabus Fisika SMA/MA (Depdiknas,

2006: 4), ilmu Fisika mencakup beberapa perangkat, yaitu:

1) Perangkat keilmuan, yang mencakup obyek telaah Fisika yang meliputi:

zat, energi, gelombang dan medan. Sedangkan telaah keilmuan mencakup bangunan ilmu yang meliputi: mekanika, termofisika, grafitasi, optika, kelistrikan dan kemagnetan, Fisika atom dan inti.

2) Perangkat pengamatan, mencakup perangkat untuk melaksanakan

observasi untuk menelaah fenomena obyek dan kejadian fisis pada daerah makroskopis maupun mikroskopis. Perangkat ini mencakup alat ukur besaran fisis dan tata kerja dalam pelaksanaan eksperimen.

3) Perangkat analisis merupakan perangkat dalam melaksanakan perhitungan

terhadap hasil pengukuran. Perangkat ini meliputi penguasaan matematis di kalangan siswa, baik penguasaan trigonometri, aljabar, geometri bidang dan ruang sebagai upaya menelaah bangun ilmu secara kuat.

Maka dari itu, pembelajaran Fisika di SMA secara garis besar

mengajarkan kepada siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan mampu

melatih siswa dalam melakukan observasi atau pengamatan terhadap gejala-gejala

alam, serta mampu melakukan analisis observasi atau pengamatan tersebut

(36)

commit to user

3. Pendekatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang harus dilakukan oleh

siswa dengan bimbingan guru agar tujuan pembelajaran tercapai. Maka dari itu,

guru perlu mempertimbangkan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang

akan diterapkan. Membahas masalah pendekatan pembelajaran dalam proses

belajar mengajar tidak terlepas dari pengertian pendekatan dalam proses belajar

mengajar itu sendiri. ”Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang ditempuh

oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan

instruksional tertentu” (Syaiful Sagala, 2009 : 68). Pendekatan pembelajaran ini

merupakan penjelas untuk mempermudah pengajaran materi bidang studi yang

tersusun sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan,

serta dengan membangun suasana belajar yang menyenangkan. Maka dari itu,

pendekatan penting dalam proses balajar mengajar karena dengan adanya

pendekatan yang tepat dalam proses belajar akan dapat meningkatkan hasil

belajar.

a. Pendekatan Konstruktivisme

Pendekatan konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan

pembelajaran yang berkarakter mengkontruksi pemahaman siswa itu sendiri dan

bukan hanya sekedar mentransfer pemahaman dari guru ke siswa semata. Menurut

Tedjawati (2008 : 5) mengungkapkan bahwa

Konstruktivisme merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran berdasarkan keyakinan bahwa belajar merupakan hasil dari pembentukan (konstruksi) pengetahuan yang berlangsung dalam otak dengan cara membangun aturan-aturan dan model-model mental, yang bersifat individual, untuk memahami pengalaman-pengalamannya.

Hal senada seperti yang diungkapkan oleh Von Glasersfeld yang dikutip

Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 96) dalam bukunya, “Konstruktivisme

berakar pada asumsi bahwa pengetahuan, tidak peduli bagaimana pengetahuan itu

didefinisikan, terbentuk didalam otak manusia, dan subjek yang berfikir tidak

memiliki alternatif selain mengkontruksikan apa yang diketahuinya berdasarkan

pengalamannya sendiri”. Sedangkan dalam pandangan kontruktivisme, seperti

(37)

commit to user

perspective holds that knowledge is somewhat personal, and meaning is contructed by the learner through experience”. Berdasarkan hal tersebut, dalam pandangan kontruktivisme, pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki siswa

harus dikontruksi siswa sendiri melalui pengalaman yang dilakukannya. Hal

senada diungkapkan pula oleh Charlotte Hua Liu & Robert Mattews (2005),”The

fact that constructivist ... that knowledge is not mechanically acquired, but actively constructed within the constrain and offerings of the learning environment ...” yaitu bahwa dalam pemahaman kontruktivisme, pengetahuan tidak secara penuh diperlukan, tetapi merupakan aktivitas mengkontruksi

pengetahuan secara terbatas dalam suatu lingkungan belajar.

Matson dan Parson yang dikutip oleh Sabar Nurohman (2008: 126)

menyebutkan bahwa setidaknya terdapat dua pemahaman dasar atas

konstruktivisme, “First, constructivism is a philosophical view or perspective on

how knowledge is aqcuired. Second, individuals construct knowledge to make sense of their world”. Pertama, kontruktivisme merupakan suatu pandangan tentang bagaimana pengetahuan dimiliki seseorang dan kedua, pengetahuan yang

dibangun seseorang dalam dirinya dapat merasakan dunianya. Pengetahuan

bukanlah seperangkat kata – kata, konsep, teori, fakta atau kaidah yang hanya

untuk diambil dan diingat, tetapi pengetahuan harus dibangun sedikit demi sedikit

yang kemudian dapat dikembangkan secara luas dalam konteks pengaplikasian

ilmu pengetahuan tersebut

Atas dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses tertentu

sehingga siswa mampu “mengkontruksi” pengetahuannya, bukan sekedar

menerima pengetahuan langsung. Sehingga pengetahuan yang didapat bukan

merupakan sesuatu bentuk jadi, melainkan melalui proses yang berkembang terus

menerus. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja kepada siswa, tetapi harus

diinterpretasikan sendiri oleh masing – masing siswa. Dalam proses ini, keaktifan

siswa memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar (Student

Center). Dengan demikian, seorang guru mestinya berusaha menciptakan suasana belajar yang mampu mengkontruksikan kegiatan belajar yang memungkinkan

(38)

commit to user

Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkontruksi pengalaman yang

dialami siswa secara mandiri. Sehingga dapat dipahami bahwa pendekatan

konstruktivisme adalah proses pembentukan konsep ilmu pengetahuan yang

melibatkan keaktifan siswa dengan kemampuan kognitif yang telah terbentuk

sebelumnya dengan membentuk dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya

dalam situasi dan pengalaman yang baru.

b. Strategi Pembelajaran Konstruktivisme

Tugas seorang guru adalah membantu siswa agar mampu mengkontruksi

pengetahuannya sesuai dengan kondisi yang ada. Oleh karena itu, strategi seorang

guru perlu disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungannya. Pengembangan

strategi mengajar konstruktivisme sangat beragam dan bersifat subjektif. Akan

tetapi, pada prinsipnya memiliki beberapa elemen yang sama. Elemen – elemen

tersebut dapat disarikan dari Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 99-104)

sebagai berikut:

1) Mengkaitkan ide-ide dengan pengetahuan sebelumnya

Kegiatan ini dapat dilakukan pada awal sebuah topik atau materi baru, tetapi

tidak hanya dibatasi pada bagian pelajaran itu saja. Tujuannya adalah guru

dapat mengetahui seberapa besar siswa mengetahui tentang topik tersebut

sebelum pembelajaran dimulai.

2) Kegiatan ekplorasi dan penyelesaian masalah

Kegiatan ini merupakan kunci pembelajaran konstruktivis yang

memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pemikiran dan

pemahamannya. Menurut De Jager yang dikutip Daniel Muijs dan David

Reynolds (2008 : 102), “Kedua kegiatan ini memungkinkan siswa untuk

mengambangkan pemikiran dan pemaknaan (meanning-making) mereka,

dengan mengembangkan kombinasi-kombinasi ide baru dan dengan

memikirkan tentang hasil-hasil hipotetik dari berbagai situasi dan kejadian

yang dibayangkan”.

Menurut sifat pembelajaran konstruktivisme, maka harus mendorong

ekperimentasi, eksplorasi dan kecairan dalam kegiatan pembelajaran. Daniel

(39)

commit to user

pembelajaran konstruktivisme terdiri atas empat langkah pembelajaran, yang

dapat disarikan sebagai berikut:

1) Fase Start

Pada fase ini guru memulai dengan mengukur pengetahuan siswa sebelumnya

dan menetapkan sebagai kegiatan. Fase ini juga dikatakan sebagai proses

apersepsi, dapat dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal,

mengungkapkan pertanyaan pertanyaan dari materi sebelumnya yang

merupakan konsep prasyarat.

2) Fase Eksplorasi

Pada fase ini, kegiatan lebih bersifat ekploratif, melibatkan situasi dan

bahan-bahan riil, dan memberikan kesempatan untuk bekerja kelompok. Kegiatan

ini melibatkan siswa untuk mengungkapkan dugaan sementara terhadap

konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan

menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang

dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.

3) Fase Refleksi

Pada fase ini, siswa diminta untuk mengingat kembali kegiatan yang telah

dilakukan sebelumnya kemudian menganalisis serta mendiskusikan apa yang

telah mereka dikerjakan, baik dengan kelompok-kelompok sendiri atau

dengan guru. Pada fase ini, guru berperan sebagai fasilitator dalam

menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan, yaitu setuju atau

tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan

alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab. Melalui

komentar dan pertanyaan yang diungkapkan baik oleh guru maupun siswa,

dapat dirancang untuk mengkaitkan masalah-masalah tersebut dengan konsep

kunci yang akan dieksplorasi.

4) Fase Aplikasi dan Diskusi

Pada fase ini, guru meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan temuan dan

berusaha untuk menarik kesimpulan dari poin-poin kunci yang telah

(40)

commit to user

dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui

pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas yang diberikan.

Langkah pembelajaran konstruktivisme diatas merupakan pokok yang

ada dalam setiap pembelajaran konstruktivisme. Akan tetapi, tidak menutup

kemungkinan masih dapat dilakukan suatu eksplorasi yang lebih mendalam untuk

menyesuaikan dengan kondisi pembelajaran yang akan berlangsung.

4. Metode Mengajar

Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru

dan siswa dalam situasi pendidikan atau pengajaran untuk mewujudkan tujuan

yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan interaksi tersebut maka guru perlu

menerapkan suatu metode pembelajaran yang tepat dalam penerapan

pembelajarannya. Dalam kegiatan pembelajaran, metode mengajar memegang

peranan penting dan merupakan salah satu faktor utama keberhasilan proses

pembelajaran. Berrkenaan dengan metode mengajar, Muhibbin Syah (2005: 27), mengungkapkan bahwa, ”Metode…sebagai cara atau jalan yang ditempuh

seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan”. Maka dari itu, dapat diketahui

bahwa metode mengajar merupakan cara yang ditempuh seorang guru dalam

melakukan kegiatan pembelajaran. Metode mengajar merupakan cara yang

bersifat lebih operasional dalam menyajikan pelajaran kepada siswa melalui

langkah-langkah pembelajaran tertentu. Sehingga, seorang guru harus memiliki

kecakapan dan keterampilan dalam mengajar, selain itu, juga harus mengetahui

dan menguasai metode-metode mengajar yang tepat untuk setiap materi yang

tepat. Metode mengajar harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai, materi pelajaran, bentuk pengajaran, kemampuan pendidik, kondisi siswa

serta fasilitas yang ada.

Banyak terdapat metode pembelajaran yang berkembang dewasa ini.

Walaupun banyak metode belajar yang diterapkan, pada umumnya setiap metode

mengajar memiliki beberapa aspek pokok. Allan & Thomas J. Lasley (2000: 146)

mengungkapkan bahwa, ”Although many different procedures can be employed in

(41)

commit to user

(1) practice and drill, (2) quenstioning, (3) explanation and discussion, and (4) demonstrations and experiments”. Berdasarkan pernyataan diatas, terdapat empat

dasar dalam sebuah metode belajar yaitu mencoba dan berlatih, tanya-jawab,

menjelaskan dan diskusi, dan demonstrasi dan percobaan. Metode yang digunakan

dalam proses mengajar diantaranya metode ceramah, resitasi, diskusi,

tanya-jawab, demonstrasi, eksperimen, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, digunakan

dua gabungan metode mengajar yaitu metode diskusi dan metode resitasi.

Pemilihan ini didasarkan pada pendekatan pembelajaran dan situasi pembelajaran

yang diharapkan. Setiap metode yang dilakukan tentunya akan memiliki kelebihan

dan kekurangan masing-masing. Dengan melakukan kolaborasi dari beberapa

metode, misalnya metode diskusi – resitasi, akan dapat meminimalisir kelemahan

– kelemahan yang ada pada tiap metode.

a. Metode Diskusi

Metode diskusi diartikan sebagai siasat ”penyampaian” bahan pengajaran

yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan altenatif

pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Menurut Syaiful Bahri

dan Aswan Zain (2006 : 87), “Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran

dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa

pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama”. Guru, siswa, dan atau kelompok siswa memiliki perhatian

yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.Dalam kegiatan diskusi

akan timbul suatu interaksi yang dapat saling bertukar pendapat, ide atau gagasan

dalam memecahkan masalah yang diberikan, sehingga semua siswa berperan aktif

dalam pembelajaran. Metode diskusi ini memiliki beberapa kelebihan (Syaiful

Bahri dan Aswan Zain, 2006: 88), antara lain:

1) merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan, dan terobosan

dalam memecahkan masalah

2) mengembangkan sikap menghargai orang lain

3) membina siswa dalam bermusyawarah mufakat dalam memecahkan

masalah

(42)

commit to user

Adapun kelemahan dari penggunaan metode diskusi antara lain:

1) pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang

panjang.

2) tidak dapat dipakai pada kelompok besar

3) peserta mendapat informasi yang terbatas

4) mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau

menonjolkan diri.

b. Metode Resitasi

Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2006: 85) “Metode resitasi

(penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas

tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar”. Sedangkan menurut Richard I.

Arends (2001:138), “Recitations are quentions-and-answer exchanges in which

teachers check how well students recall factual information or understand a concept or idea”. Resitasi merupakan sejumlah pertanyaan dan jawaban dari guru yang bertujuan mengetahui sejauhmana siswa mampu mengingat kembali fakta

informasi atau memahami sebuah konsep atau gagasan. Metode resitasi juga

dikenal dengan sebutan pekerjaan rumah, akan tetapi sebenarnya metode ini lebih

luas dari pekerjaan rumah karena siswa dapat belajar tidak hanya di rumah tetapi

juga di laboratorium, halaman sekolah, perpustakaan atau di tempat-tempat lain

sehingga tugas tersebut dapat dikerjakan dengan baik. Tugas dan resitasi

merangsang siswa untuk aktif belajar, baik secara individual maupun secara

kelompok, karena itu, tugas dapat diberikan secara individual atau dapat pula

diberikan secara kelompok. Metode resitasi ini memiliki beberapa kelebihan

(Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006 : 87), antara lain:

1) lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar baik secara

individu maupun kelompok

2) dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru

3) dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa

4) dapat mengembangkan kreativitas siswa.

Namun demikian, metode resitasi juga tidak terlepas dari beberapa

kelemahan, antara lain:

1) siswa sulit dikontrol, apakah benar ia mengerjakan tugas ataukah tidak

2) khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan

(43)

commit to user

3) tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu

siswa.

4) sering memberikan tugas yang monoton (tidak bervariasi) dapat

menimbulkan kebosanan siswa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar resitasi

merupakan cara mengajar dimana siswa menerima sejumlah tugas dan dapat

menyelesaikan tugas tersebut kapan saj

Gambar

Gambar 2.1 Skema Perubahan Wujud Zat ..............................................
Tabel 1.1 Daya Saing Indonesia Dibandingkan dengan Negara ASEAN
Gambar 2.1  Skema Perubahan Wujud Zat
Gambar 2.2  Grafik Suhu-Kalor Untuk Es yang Dipanaskan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis dengan sistem library research yang berfokus pada permasalahan yaitu apakah perjanjian kerjasama

Menyampaikan keberatan terhadap Data Tenaga Honorer Kategori II di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang telah diumumkan, atas nama :.. Demikian penyampaian

Dari adanya perasaan lelah, bingung dan tertekan, terganggu karena kebisingan, getaran, maupun kenyamanan, maka saya akan memberikan skala sebesar.

477.449.301.000,-(empat ratus tujuh puluh tujuh milyar empat ratus empat puluh sembilan juta tiga ratus satu ribu rupiah) yaitu berupa tanah dan bangunan pasar, bangunan kantor

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian inokulum mikoriza dari tanaman jagung, kedelai, kacang tanah dan rumput setaria pada tanaman Jagung dan Kedelai berpengaruh

Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

Secara umum, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan

Adanya proses pembelajaran dengan mempertimbangkan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta metode yang digunakan oleh guru mata pelajaran Gharib dapat membantu peserta