commit to user
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP
KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA
Skripsi
Oleh :
Sri Gurendo Utomo K2306034
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP
KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA
Oleh :
Sri Gurendo Utomo K2306034
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I
Drs Darianto
NIP. 19460809 198303 1 001
Pembimbing II
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua :
Drs. Supurwoko, M.Si
NIP. 19630409 199802 1 001 ( )
Sekretaris :
Drs. Edy Wiyono, M.Pd
NIP. 19510421 197501 1 001 ( )
Anggota I :
Drs. Darianto
NIP. 19460809 198303 1 001 ( )
Anggota II :
Elvin Yusliana E, M.Pd
NIP. 19770717 200501 2 002 ( )
Disahkan oleh,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
commit to user
v ABSTRAK
Sri Gurendo Utomo. PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) ada atau tidak adanya
perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui
metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor, (2) ada atau tidak adanya
perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa kategori tinggi
dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor,
(3) Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif
fisika siswa pada materi kalor.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial
2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1
Sukoharjo kelas X semester genap Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah
sepuluh kelas, dari kelas X-1 sampai dengan kelas X-10. Sampel yang digunakan
sebanyak 2 kelas yang diambil dengan teknik cluster random sampling, sehingga didapat dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas X-1yang terdiridari 36
siswa dan kelas X-2 yang terdiri dari 31 siswa. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik dokumentasi, teknik angket, dan teknik tes. Teknik
analisis data menggunakan uji anava dua jalan dengan isi sel tak sama, kemudian
dilanjutkan dengan uji komparasi ganda metode Scheffe dengan taraf signifikansi
0,05.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini,
hasil penelitian ini menunjukkan : (1) Tidak ada perbedaan pengaruh antara
commit to user
vi
kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa pada materi Kalor
(Fa 1,02F0,05;1;63 3,994). (2) Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar Fisika siswa kategori tinggi dan motivasi belajar Fisika katagori rendah terhadap
kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Kalor
(FB 5.09 F0,05; 1 ; 63 3,994). Sedangkan dari hasil uji lanjut ANAVA dengan
komparasi ganda metode Scheffe diperoleh hasil bahwa X1 X2 (FB125.2571F0.05;1;63 3,994). Maka dapat dilihat bahwa tingkat motivasi
belajar Fisika siswa katagori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik bila
dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa, (3) Tidak ada interaksi antara pengaruh
penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi dan
motivasi belajar Fisika yang dimiliki siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika
siswa pada materi Kalor (Fab2,058F0,05; 1 ; 633,994).
commit to user
vii ABSTRACT
Sri Gurendo Utomo. THE EFFECT OF USAGE APPROACH CONSTRUCTIVISM THROUGH DISCUSSION-RECITATION METHOD AGAINST COGNITIVE ABILITIES OF PHYSICS REVIEW OF HEAT SUBJECT MATTER IN SENIOR HIGH SCHOOL PERCEIVED FROM STUDENT LEARNING MOTIVATION. Research, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, June 2011.
This research aims to find out: (1) there is or not the differences in effect
between using constructivism approach through the discussion-recitation in a
group method and discussion-recitation individual method against cognitive
abilities of Physics for students in heat subject material, (2) there is or not the
differences in effect between the high and low category of student learning
motivation against cognitive abilities of Physics for students in heat subject
material, (3) there is or not the interaction of effect between using constructivism
approach through recitation in a group method and
discussion-recitation individual method with the student learning motivation against
cognitive abilities of Physics for students in heat subject material.
This research used the experimental method with factorial design 2 x 2.
The population of the research are all entire students in X class of SMAN 1
Sukoharjo at second semester of School Year 2009/2010, amounting to ten
classes, from class X-1 to X-10. Samples which used as many two class that taken
with a random cluster sampling technique so that the two classes obtained as a
sample of research, that is class X-1 consist of 36 students and class X-2 consist
of 31 students. Techniques of data gathering techniques used are the
documentation, polling techniques, and technical tests. Data analysis technique
used is two-step anava with the different content of cell, furthermore used the
double comparison test Scheffe method with the standards of significance 0.05.
Based on the results of data analysis in this research, the result of this
research shiow that: (1) There is no different effect between used of
constructivism approach through the discussion-recitation in a group method and
commit to user
viii
for students at the Heat subject matter (Fa 1,02F0,05;1;63 3,994). (2) There is different effect between the high and low category of student learning motivation
against cognitive abilities of Physics for students at the Heat subject matter (
994 , 3 09
.
5 005 1 63
, ; ;
B F
F ). And then, from the results of double comparison
test Scheffe method obtained the result that X1 X2 (FB12 = 5.2571 > F0.05;1.63
= 3,994). So, the high category of student learning motivation give better influence with the low category of student learning motivation to study
achievement (3) there is no interaction between of different effect use of
constructivism approach through discussion-recitation method and student
learning motivation against cognitive abilities of Physics for students at the Heat
subject matter (Fab2,058F0,05; 1 ; 633,994).
commit to user
ix MOTTO
“Apabila orang merasa tidak tahu maka itulah awal dari ilmu dan ilmu akan
berakhir ketika orang tersebut sudah merasa tahu” (Penulis)
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Bapak, Ibu & Keluargaku tercinta. Bapak & Ibu Dosen Program Studi
Pendidikan Fisika.
Fitria Ayu Wulandari yang selalu
memberikan semangat.
Rekan-rekan Fisika 2006
seperjuangan
Keluarga besar SMA Negeri 1
Sukoharjo
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulisan Skripsi ini akhirnya dapat
diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di Program Pendidikan Fisika Jurusan
P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini tidak terlepas
dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P. MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd. Selaku Koordinator Skripsi Program Studi
Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
5. Bapak Drs. Darianto Selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing
dalam penyusunan Skripsi ini
6. Ibu Elvin Yusliana E, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dalam penyusunan Skripsi ini
7. Bapak Sarimin, S.Pd selaku guru Fisika SMA Negeri 1 Sukoharjo yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis dalam menjalankan penelitian untuk
Skripsi ini.
8. Bapak Joko selaku guru Fisika SMA Negeri 3 Sukoharjo yang telah
commit to user
xii
9. Keluarga besar SMA Negeri 1 Sukoharjo, SMA Negeri 3 Sukoharjo dan
SMA 6 Surakarta atas kesempatan mengajar yang diberikan selama studi.
10. Bapak dan Ibu serta keluarga besarku tercinta di Sukoharjo yang selalu
memberikan doa dan dukungan kepada penulis
11. Fitria Ayu Wulandari yang selalu memberikan semangat dan dukungannya
selama ini.
12. Semua rekan-rekan seperjuangan Pendidikan Fisika (khususnya angkatan
2006) dan rekan-rekan Fisika lainnya.
13. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Fisika Grafitasi khususnya Bidang
Pendidikan dan Kajian Ilmiah atas semua ilmu dan pengalaman yang
berharga selama ini
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Semoga segala bantuan, bimbingan, dukungan dan pengorbanan yang telah
diberikan kepada penulis menjadi amal baik dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala saran, kritik, maupun
masukan yang bersifat membangun. Namun demikian, penulis berharap semoga
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Surakarta, Juni 2011
commit to user
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN ABSTRAK... v
HALAMAN ABSTRACK ... vii
HALAMAN MOTTO ... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ... x
KATA PENGANTAR... xi
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 11
1. Proses Belajar Mengajar ... 11
2. Pembelajaran Fisika di SMA ... 14
3. Pendekatan Pembelajaran ... 17
4. Metode Mengajar ... 21
5. Kemampuan Kognitif Siswa ... 25
6. Motivasi Belajar ... 27
commit to user
xiv
B. Penelitian yang Relevan ... 36
C. Kerangka Berfikir ... 37
D. Pengajuan Hipotesis ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42
1. Tempat Penelitian ... 42
2. Waktu Penelitian ... 42
B. Metode Penelitian ... 43
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 43
1. Populasi Penelitian ... 43
2. Sampel Penelitian ... 44
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 44
D. Variabel Penelitian ... 44
1. Variabel Bebas ... 44
2. Variabel Terikat ... 45
E. Teknik Pengumpulan Data ... 46
1. Teknik Dokumentasi ... 46
2. Teknik Tes ... 46
3. Teknik Angket ... 46
F. Instrumen Penelitian ... 47
1. Instrumen Angket ... 48
2. Intrumen Tes ... 50
G. Teknik Analisis Data ... 56
1. Uji Kesamaan Keadaan Awal ... 56
2. Uji Prasarat Analisis ... 57
3. Pengujian Hipotesis ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 66
1. Data Keadaan Awal Siswa ... 66
2. Data Nilai Motivasi Belajar Fisika Siswa ... 68
commit to user
xv
B. Uji Kesamaan Keadaan Awal Fisika Siswa ... 71
1. Uji Normalitas ... 72
2. Uji Homogenitas ... 72
3. Uji t Dua Ekor ... 72
C. Uji Prasyarat Analisis ... 72
1. Uji Normalitas ... 73
2. Uji Homogenitas ... 73
D. Uji Pengajuan Hipotesis ... 73
1. Uji Analisis Variansi ... 73
2. Uji Lanjut Anava ... 76
E. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 77
1. Hipotesis Pertama ... 77
2. Hipotesis Kedua ... 78
3. Hipotesis Ketiga ... 79
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80
B. Implikasi ... 81
C. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Skema Perubahan Wujud Zat ...
Grafik Suhu-Kalor Untuk Es yang Dipanaskan Menjadi
Uap ...
Laju Kalor Pada Sebuah Penghantar ...
Skema Kerangka Berfikir ...
Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Eksperimen ...
Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Kontrol
Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas
Eksperimen ...
Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas
Kontrol ... 31
32
33
40
67
68
70
commit to user xvii DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10
Daya Saing Indonesia Dibandingkan dengan Negara
ASEAN ...
Skor Indonesia Berdasar Survei PISA Oleh OECD ...
Desain Penelitian ...
Validitas Item Soal Angket ...
Kriteria Hasil Analisis Kualitatif Item Soal ...
Katagori Item Soal Berdasar Daya Pembedanya ...
Katagori Item Soal Berdasar Taraf Kesukaran ...
Katagori Item Soal Berdasarkan Fungsi Distraktor ...
Keputusan Item Soal yang Memenuhi Kriteria ...
Persiapan Uji Anava Dua Jalan ...
Data Komputasi ...
Rerata Sel AB ...
Rangkuman ANAVA ...
Deskripsi Data Keadaan Awal Fisika Siswa ...
Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Eksperimen ...
Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Kontrol ...
Deskripsi Data Motivasi Belajar Fisika Siswa ...
Deskripsi Data Kemampuan Kognitif Fisika Siswa ...
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Siswa Kelas Eksperimen ...
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Siswa Kelas Kontrol ...
Harga Statistik Uji Beserta Harga Kritik Pada Uji
Normalitas ...
Rangkuman Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan ...
commit to user xviii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22
Jadwal Pelaksanaan Penelitian ...
Program Satuan Pelajaran ...
Rencana Pembelajaran ...
Lembar Kerja Siswa ...
Kisi-Kisi Uji Coba Soal Kognitif ...
Indikator Soal Try Out Kognitif Fisika ...
Lembar Telaah Kualitatif Item Soal Try Out ...
Analisis Efektifitas Distraktor ...
Analisis Derajat Kesukaran, Daya Pembeda, Reliabilitas
dan Validitas Soal Tes ...
Soal Try Out Tes Belajar Fisika ...
Kisi-Kisi Angket ...
Uji Validitas dan Reliabilitas Angket ...
Angket Motivasi Belajar Fisika ...
Data Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa ...
Uji Kesamaan Keadaan Awal Fisika Siswa ...
Uji Normalitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Eksperimen ...
Uji Normalitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Kontrol ...
Uji Homogenitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ...
Penskoran Kemampuan Kognitif Fisika Siswa ...
Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Fisika Siswa
Kelas Eksperimen ...
Uji Normalitas Keampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas
Kontrol ...
Uji Homogenitas Kemampuan Kognitif Fisika Siswa
commit to user
xix Lampiran 23
Lampiran 24
Lampiran 25
Lampiran 26
Lampiran 27
Lampiran 28
Lampiran 29
Lampiran 30
Data Induk Penelitian ...
Pengajuan Hipotesis Uji Anava Dua Jalan Dengan
Frekuensi Sel Tidak Sama ...
Uji Lanjut Anava Komparasi Ganda Dengan Metode
Scheffe ... Daftar Nilai Tugas Resitasi Kelas X-1 dan X-2 ...
PISA 2009 Ranking by Mean Score for Reading, Mathematics and Science ... David R. Krathwohl : A Revision of Bloom’s Taxonomy,
An Overview ... Charlotte Hua Liu & Robert Matthews. Vygotsky’s
Philosophy: Constructivism and Its Criticisms Examined ...
Paul A. Kirschner, John Sweller & Richard E. Clark.
Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work: An Analysis of The Failure of Constructivist, Discovery, Problem-Based, Experiential, and Inquiry-Based Teaching ...
197
198
203
205
207
209
216
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat signifikan dalam sebuah
kehidupan berbangsa. Pendidikan merupakan kunci untuk memanfatkan,
memperoleh bahkan untuk menciptakan serta untuk menggunakan ilmu
pengetahuan yang tujuan akhirnya melahirkan orang-orang yang berpendidikan
yang mampu mengolah, menciptakan dalam penggunaan ilmu pengetahuan
tersebut. Pendidikan juga merupakan salah satu parameter untuk mengukur
kemajuan suatu bangsa. Semakin maju suatu bangsa, akan ditandai dengan
semakin baik pula penyelenggaraan pendidikannya. Namun, pendidikan di
Indonesia hingga saat ini masih menimbun berbagai masalah meskipun telah
berganti birokrat dan orde pemerintahan. Permasalahan pendidikan di Indonesia
dari tahun ke tahun merupakan permasalahan klasik baik menyangkut kualitas
pendidikan, infrastruktur pendidikan, daya jangkau masyarakat, budi pekerti siswa
serta minimnya minat belajar siswa.
Hasil survey dunia terhadap bangsa Indonesia, berdasarkan data IMD
(Institute for Management Development) tahun 2009, daya saing Indonesia berada pada posisi 42 dari 56 negara, yang mengalami peningkatan dari tahun 2008
(peringkat 51) dan pada tahun 2007 (peringkat 54). Peningkatan yang terjadi
hanya pada indikator kinerja ekonomi (economic performance), efisiensi
pemerintah (government efficiency), dan efisiensi bisnis (bussiness efficiency)
sedangkan indikator infrastruktur menunjukkan penurunan. Hal ini menunjukkan
bahwa infrastruktur yang ada didalamnya antara lain mencakup infrastruktur sains
dan infrastruktur teknologi belum dapat memberikan konstribusi yang signifikan
dalam peningkatan daya saing Nasional. Daya saing Indonesia masih berada
dibawah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti
Singapura, Malaysia, dan Thailand seperti terlihat pada tabel 1.1 (Adawiah, 2010:
commit to user
Tabel 1.1 Daya Saing Indonesia Dibandingkan dengan Negara ASEAN
Country
World Competitive
Yearbook
2009
Global Competitive Report 2010 (137 negara)
Knowledge economy index
2009
(146 negara)
Competitive Industrial Performance
(122 negara)
Singapura 3 3 19 1
Malaysia 18 26 48 16
Thailand 26 38 63 25
Indonesia 42 44 103 42
Filipine 43 85 89 30
Vietnam n/a 59 100 69
Senada dengan survei yang dilakukan IMD (Institute for Management
Development), hasil survei PISA (Programme for International Student Assessment) yang dilakukan oleh OECD tahun 2009 (dilakukan tiap tiga tahun sekali), Indonesia menempati peringkat terbawah dari 65 negara di dunia untuk
semua katagori. Tes komprehensif dilakukan melalui pengukuran beberapa
katagori yaitu kemampuan mathematics, reading, science dan problem solving.
Hasil perolehan skor Indonesia disajikan dalam tabel 1.2 (PISA, 2010 : 15) :
Tabel 1.2 Skor Indonesia Berdasar Survei PISA oleh OECD
Negara Mathematics
Scale Reading Scale Science Scale
Shanghai-Cina 600 (1) 556 (1) 575 (1)
Singapura 562 (2) 526 (5) 542 (4)
Thailand 419 (50) 421 (50) 425 (49)
commit to user
Wajah pendidikan di tingkat daerah, khususnya untuk Kabupaten
Sukoharjo, berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2010, yang diikuti oleh
8.313 siswa menengah atas yang terdiri dari 3.521 siswa SMA, 455 siswa MA,
dan 4.337 siswa SMK, dari jumlah tersebut terdapat 513 siswa yang dinyatakan
tidak lulus Ujian Nasional. Hal yang lebih memprihatinkan, yaitu sebanyak 20
SMA sekabupaten Sukoharjo, tidak ada sekolah yang meluluskan
100 % siswanya, sedangkan untuk SMK dari total 25 SMK, hanya 8 SMK yang
berhasil meluluskan 100 % siswanya. Tingkat kelulusan pada tahun 2010
mencapai 96,6 % yang lebih rendah bila dibandingkan tahun 2009 yang tingkat
kelulusan mencapai 97,76 %. Khusus untuk SMK, tingkat kelulusan tahun 2009
lalu mencapai 94,60 % sedangkan pada tahun 2010 mencapai 97,79 %. (sumber:
http://www.jatengprov.go.id/?document_srl=6039)
Fakta di atas menunjukkan bahwa pendidikan sangat perlu mendapatkan
perhatian dan penanganan yang lebih baik dari pemerintah maupun
lembaga-lembaga pendidikan terkait. Hal pertama yang perlu dilakukan perubahan tentu
saja dari faktor guru sebagai guru yang berperan langsung terhadap anak didiknya.
Jika kualitas seorang guru rendah, maka hal mustahil akan tercipta siswa-siswa
yang berkualitas. Di Indonesia, untuk menjadi seorang guru tentunya persaingan
yang dihadapai tidak seketat bila dibandingkan dengan persaingan masuk ke
Fakultas kedokteran. Lulusan sekolah menengah atas yang “jempolan” tentunya
akan lebih memilih jurusan Kedokteran, Teknik Ekonomi dan sebagainya. Maka
dapat dipastikan, sebagian besar mereka yang masuk Ilmu pendidikan merupakan “sisa” yang tidak mampu bersaing di jurusan “elit” tersebut. Tentunya dapat dipastikan bahwa kualitas calon guru memiliki kualitas yang rendah. Hal ini
tentunya juga akan berdampak terhadap bagaimana kualitas mengajar yang akan
dilakukan guru tersebut di kelas.
Dalam proses belajar mengajar masih nampak adanya penerapan
banking sistem, dalam artian bahwa siswa dianggap sebagai “save-deposite-box”
dimana guru mentransfer bahan ajar kepada siswa dan sewaktu-waktu jika itu
commit to user
apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih jauh tentang apa
yang diterimanya. Proses belajar mengajar seharusnya dapat mengakomodasi
segala perbedaan serta mampu yang memberikan kesempatan pada setiap siswa
untuk mengembangkan potensi dirinya sendiri agar tercapai proses dan hasil
belajar siswa yang maksimal, bukan menjadi seperti pabrik penghasil manusia
yang tidak peka dan fleksibel terhadap perkembangan jaman.
Kondisi ini lebih diperparah dengan adanya sistem Ujian Nasional, yang
menentukan kelulusan siswa dalam menempuh belajarnya selama tiga tahun. Hal
ini menuntut seorang guru untuk mampu menciptakan siswa yang mampu lulus
Ujian Nasional, bukan siswa yang mampu bersaing dalam hal ilmu pengetahuan
dan teknologi. Akhirnya pembelajaran yang dilakukan hanya intens untuk
mencapai kelulusan siswa yang menyimpang dari tujuan dan fungsi pendidikan
nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 pasal 3, yang berbunyi:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggungjawab.(Depdiknas, 2003: 8)
Sejak tahun 2004 telah diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) dan kini telah berubah menjadi kurikulum 2006 yaitu Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), yang menggunakan paradigma pembelajaran
konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran. Esensi dari teori konstruktivisme
adalah ide atau gagasan bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi yang kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki informasi
itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pelajaran harus dikemas
menjadi proses mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan. Dalam proses
pembelajarannya harus diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat
commit to user
Proses belajar-mengajar di sekolah meliputi setiap mata pelajaran yang
salah satunya ialah pelajaran Fisika, yang termasuk dalam Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA). Fisika meliputi tiga karakteristik, yaitu produk, proses, dan sikap
ilmiah. Produk merupakan kumpulan pengetahuan. Proses dalam Fisika berkaitan
dengan keterampilan untuk mendapat pengetahuan. Dalam melakukan proses
tersebut dibutuhkan adanya sikap ilmiah. Pemahaman atau penguasaan materi
dalam Fisika dituntut meliputi tiga ranah kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Untuk menyikapi hal tersebut, Para guru Fisika (IPA) dituntut untuk
dapat menemukan suatu cara memfasilitasi siswa secara efektif dan efisien
sehingga mampu memberikan pemahaman kepada siswa tentang alam sekitar
namun tetap dilakukan melalui proses pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan karena guru mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kualitas
proses dan hasil pembelajaran..
Kualitas pendidikan di Indonesia yang rendah juga diakibatkan oleh
motivasi belajar siswa yang rendah. Motivasi belajar tentunya akan sangat
berpengaruh terhadap prestasi dan keberhasilan siswa dalam belajar. Motivasi
belajar yang tumbuh dalam diri siswa akan mendorong munculnya optimisme
yang tinggi dalam mencapai keberhasilan belajar sehingga siswa memilki
kekuatan dan keuletan untuk melakukan aktivitas tertentu. Motivasi tersebut juga
akan membuat siswa tertarik untuk selalu belajar, meskipun berada di luar kelas
atau diluar jam sekolah. Motivasi belajar siswa sangat bergantung pada banyak
hal salah satunya adalah faktor dari proses pembelajaran yang menjenuhkan dan
kurang menarik. Selain itu motivasi belajar seorang siswa juga dipengaruhi oleh
lingkungan belajar yang salah satunya adalah proses belajar yang menarik dan
menyenangkan.
Salah satu hal yang menjadi pertimbangan seorang guru dalam mengajar
adalah metode pembelajaran yang akan dilakukan. Ketepatan metode
pembelajaran yang digunakan dapat meningkatkan minat belajar siswa terhadap
mata pelajaran Fisika yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pula hasil
belajar Fisika siswa. Tentu saja metode yang digunakan tetap harus
commit to user
dalam proses pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
dilakukan adalah metode diskusi-resitasi. Dengan kolaborasi dua metode tersebut,
yaitu diskusi dan metode resitasi diharapkan kelemahan yang ada dalam kedua
metode tersebut dapat diminimalisir. Tentunya metode diskusi-resitasi tetap
mengedepankan peran serta keaktifan siswa.
Akan tetapi, realita yang ada sekarang ini, dalam proses pembelajaran Fisika hanya bersifat “mentranfer” pengetahuan kepada siswa bukan mengkontruksi pemikiran siswa menjadi pengetahuannya sendiri. Peran serta
seorang guru untuk mengembangkan metode yang tepat sehingga proses
pembelajaran menjadi menarik dan mampu membangkitkan motivasi belajar
siswa masih sangat rendah sekali. Penggunaan media pembelajaran hanya berupa
media power point yang notabene masih bersifat memindahkan papan tulis ke
dalam media komputer saja dan belum mampu dikemas secara menarik. Kegiatan
diskusi ataupun pemberian resitasi kepada siswa masih belum dilakukan secara
optimal. Kegiatan diskusi masih jarang dilakukan dan belum dilakukan secara
optimal, bahkan terkadang kegiatan diskusi dilakukan oleh siswa secara
menyeluruh tanpa ada peran serta guru.
Pemberian resitasi pun juga belum dilakukan secara tepat. Resitasi yang
diberikan masih sekedar tugas (pekerjaan rumah) yang hanya berupa tugas untuk
mengerjakan soal, yang terkadang tingkat soalnya pun rumit dalam jumlah soal
yang banyak. Tentunya hal ini terkadang menjadi beban bagi siswa itu sendiri.
Sehingga mata pelajaran Fisika masih merupakan momok dan hanya terlihat
sebagai teori dan rumus belaka. Tentu saja hal ini akan berdampak pada minat
siswa dalam belajar dan memberikan persepsi bahwa Fisika itu sulit, membuat
pusing dan menjenuhkan. Pada akhirnya, semuanya akan mengarah kepada
motivasi belajar siswa yang rendah. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar,
tentunya juga akan membuat rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia
Indonesia. Maka dari itu, terdapat suatu keterkaitan antara pendekatan
pembelajaran, proses pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi
commit to user
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis mengadakan penelitian untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran Fisika dengan pendekatan konstruktivisme
melalui penerapan metode diskusi-resitasi baik secara individual maupun
berkelompok, khususnya terhadap kemampuan kognitif siswa yang ditinjau dari
tingkat motivasi belajar pada siswa. Oleh karena itu, penulis mengambil judul
penelitian ”PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN
KONSTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI–RESITASI
TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR
SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka
dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Pendidikan di Indonesia masih dalam katagori yang sangat rendah bila
dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan hasil survei PISA
(Programme for International Student Assessment) oleh OECD, dari 65
negara, Indonesia berada di peringkat 61 untuk kemampuan Mathematics,
peringkat 57 untuk kemampuan Reading dan peringkat 60 untuk kemampuan
Science.
2. Pendidikan di tingkat daerah pun, khususnya kabupaten Sukoharjo, kualitas
pendidikan juga mengalami penurunan. Hal ini berdasar pada tingkat
kelulusan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2010 untuk tingkat SMA yaitu
96,6 % lebih rendah bila dibandingkan pada tahun 2009 yaitu 97,76 %.
3. Masih nampak guru yang masih menerapkan pembelajaran banking sistem
dalam proses belajar mengajar yang menjadikan siswa sebagai save deposite
box yang hanya manerima pengetahuan saja. Sehingga pembelajaran yang
terjadi masih berpusat pada guru (Teacher Center). Jadi siswa hanya
menampung apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih
commit to user
4. Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah belum mampu mengakomodasi
secara mendalam segala perbedaan dan kesempatan siswa dalam
mengembangkan potensi dirinya.
5. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang menggunakan
paradigma pembelajaran konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran.
Esensi dari pembelajaran konstruktivisme adalah gagasan bahwa siswa harus
menemukan sendiri pemahamannya sehingga proses belajar mengajar harus
dikemas menjadi proses mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan. Akan
tetapi, realita yang ada, pembelajaran Fisika hanya dilakukan secara monoton
dan bersifat “mentranfer” pengetahuan kepada siswa bukan mengkontruksi pemikiran siswa menjadi pengetahuannya sendiri.
6. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar, belum banyak mendapatkan
perhatian dari guru secara serius untuk peningkatan motivasi belajar siswa
tersebut, terutama dalam peningkatan motivasi belajar Fisika.
7. Pemilihan metode pembelajaran yang bervariasi masih jarang diterapkan
seorang guru dalam pembelajaran secara optimal melibatkan peran siswa
secara aktif. Dalam penerapannya, metode diskusi dan metode resitasi yang
dilakukan juga belum secara optimal.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas dan tidak terlalu luas,
maka perlu ada pembatasan masalah yakni sebagai berikut :
1. Pendekatan pembelajaran yang akan digunakan adalah pendekatan
kontruktivisme.
2. Pendekatan konstruktivisme tersebut dilaksanakan dengan menggunakan
metode diskusi – resitasi yang dilaksakan dalam dua bentuk yaitu metode
diskusi - resitasi secara individu dan diskusi – resitasi secara kelompok.
3. Tinjauan masalah yang digunakan adalah motivasi belajar siswa yang
dikatagorikan dalam katagori tingkat tinggi dan katagori tingkat rendah.
4. Hasil belajar yang dinilai pada siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran
commit to user
5. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah materi kalor pada tingkat
SMA
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, permasalahan yang akan diteliti dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi – resitasi individu
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
2. Adakah perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa
kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika
siswa pada materi kalor.
3. Adakah interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi – resitasi individu
dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif fisika
siswa pada materi kalor
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang tersusun di
atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi –
resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi
kalor.
2. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar
Fisika siswa kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan
kognitif Fisika siswa pada materi kalor.
3. Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi –
resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan
commit to user
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi penulis terutama
dalam dunia pendidikan dan pembelajaran serta dalam hal melakukan
penelitian pembelajaran.
2. Memberi gambaran tentang pengaruh penggunaan metode diskusi-resitasi
serta tingkat motivasi belajar siswa pada pembelajaran Fisika terhadap
prestasi belajar siswa.
3. Memberikan masukan dan sumbang pemikiran kepada pelaku pendidikan
dalam menerapkan pendekatan atau metode mengajar yang sesuai dengan
situasi dan kondisi siswa.
4. Menjadi sumber inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dalam bidang
commit to user
11 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Proses Belajar Mengajar
a. Pengertian Belajar
Proses pendidikan formal di sekolah meliputi dua aspek utama, yang
pertama adalah aspek belajar dan yang kedua adalah aspek mengajar. Banyak
teori dan pendapat yang beragam mengenai makna kedua aspek tersebut. Belajar
merupakan aspek yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran karena
dengan belajarlah seseorang mampu mengembangkan pemahaman dan potensi
dirinya untuk mencapai prestasi. Proses belajar dapat dilakukan oleh setiap orang
baik di lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di bawah ini
akan disajikan pengertian atau definisi belajar ataupun mengajar menurut
beberapa ahli.
Menurut Martinis Yamin (2008 : 122), mendefinikan bahwa ”Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru”. Hal senada juga
diungkapkan oleh Sulistyorini (2009 : 6) ”Belajar adalah sebagai proses untuk
merubah diri seseorang (siswa) agar memiliki pengetahuan, sikap dan tingkah
laku melalui latihan baik latihan yang penuh dengan tantangan atau melalui
berbagai pengalaman yang telah terjadi”. Berkaitan pula dengan pengertian
belajar, Stephen B. Klein (1996 : 2) menyatakan, ”Learning can be defined as an
experiential process resulting in a relatively permanent change in behavior that cannot be explained by temporary states, maturation, or innate responses tendencies” yang berarti bahwa belajar merupakan proses pengalaman yang menghasilkan perubahan tingkah laku secara permenen yang tidak dapat
dijelaskan berdasarkan keadaan sementara, kematangan anak atau kecenderungan
commit to user
Sedangkan dalam pandangan konstruktivisme (Daniel Muijs & David Reynolds,
2008: 98), ”Belajar adalah tentang membantu murid untuk mengkonstruksikan
makna mereka sendiri, bukan tentang ’mendapatkan jawaban yang benar’ karena
dengan cara seperti ini murid dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar
tanpa benar-benar memahami konsepnya”.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari
belajar adalah mengubah tingkah laku menjadi lebih baik melalui pengalaman
yang dialami sendiri dalam ingatan jangka panjangnya. Belajar merupakan suatu
perubahan pada sikap dan tingkah laku yang meliputi proses lahir maupun batin
untuk memperoleh pengalaman yang lebih baik dan tertanam dalam benak
seseorang. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa belajar merupakan pencarian
makna yaitu siswa secara aktif berusaha mengkontruksi makna dan
pemahamannya sendiri secara mendalam.
b. Pengertian Mengajar
Aspek utama yang kedua dalam pendidikan formal adalah mengajar.
Menurut Arnie Fajar yang dikutip Sulistyorini (2009 : 33) dalam bukunya
mengemukakan bahwa ”Mengajar adalah memberikan sesuatu dengan cara
membimbing dan membantu kegiatan kepada seseorang (siswa) dalam
mengembangkan potensi-potensi intelektual (emosional serta spiritual) sehingga
potensi-potensi tersebut dapat berkembang secara optimal”. Mengajar menurut
pandangan kontruktivistik bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari
guru kepada siswa, melainkan mengajar merupakan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Martinis Yamin, 2008
: 3). Hal senada diungkapkan William Burton (Sulistyorini, 2009 : 35), ”Teaching
is the guidance of learning activities, teaching is for purpose of aiding the pupul learn” yang berarti bahwa mengajar adalah kegiatan membimbing aktivitas belajar, bertujuan untuk membantu siswa dalam belajarnya. Dari beberapa
pendapat diatas, dapat diketahui bahwa mangajar merupakan kegiatan
membimbing siswa dalam belajar untuk membangun pengetahuannya sendiri.
commit to user
Menurut pandangan kontruktivisme, ”Mengajar adalah tentang
memberdayakan pelajar, dan memungkinkan pelajar untuk menemukan dan
melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman realistis” (Daniel Muijs dan
David Reynolds, 2008 : 99). Hal ini akan memberikan pembelajaran yang nyata
(asli) dan memberikan pemahaman yang lebih nyata terhadap siswa bila
dibandingkan hanya sekedar mentransfer materi kepada siswa secara abstrak.
Pengertian ini mengisyaratkan bahwa guru dan siswa harus saling berinteraksi
dengan baik dalam kegiatan pembelajaran. Kontruksi pengetahuan yang dilakukan
guru, bukan semata bersifat individual. Namun, dapat dilakukan suatu interaksi
sosial, baik dengan teman, guru atau dengan yang lain. Dengan demikian,
kegiatan pembelajaran perlu disusun dalam suatu kegiatan sosial yaitu dengan
mendorong adanya situasi kerja atau diskusi bersama.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar
merupakan aktivitas mengorganisasi untuk menciptakan kondisi dimana terjadi
interaksi aktif antara guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa
mampu membangun pengetahuannnya sendiri. Dalam hal ini seorang guru
berperan sebagai fasilitator yang membantu proses belajar siswa serta
mengarahkan pemahaman siswa.
c. Pengertian Pembelajaran
“Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu
seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru” (Syaiful
Sagala, 2009 : 61). Sedangkan dalam UUSPN No 20 tahun 2003 menyatakan
bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Maka dari itu, pembelajaran
merupakan kegiatan yang dirancang untuk membuat siswa belajar aktif terhadap
sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.
Untuk menjadi pribadi yang mandiri, setiap manusia memerlukan
commit to user
adalah untuk membantu siswa menjadi mandiri dan mampu belajar sendiri. Oleh
karena itu, melalui proses pembelajaran inilah diharapkan dalam diri siswa akan
mempunyai kecakapan, kemandirian dan keterampilan tertentu sehingga akan
membentuk pribadi yang cukup terintegrasi dalam diri siswa.
2. Pembelajaran Fisika Di SMA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa atau gejala-gejala alam. IPA
merupakan cara untuk menemukan secara sistematik mengenai alam sehingga IPA
bukan sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep,
atau prinsip semata, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dapat pula
dikatakan bahwa IPA merupakan bidang ilmu yang sangat berdekatan dengan diri
siswa yang mengungkapkan realitas alam yang menjadi tempat hidupnya. Sebagai
bagian dari pendidikan nasional, pendidikan IPA diharapkan mampu memberikan
manfaat yang nyata kepada siswa.
Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara
langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa sehingga mampu menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah yang mampu membantu siswa dalam
memperoleh pemahamannya mengenai alam sekitar tersebut. Maka dari itu,
melalui pendidikan IPA diharapkan siswa mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan, dapat membina kerja sama, dan mampu bersikap peka, jujur,
tanggap serta mampu berperan aktif dalam menerapkan IPA dalam memecahkan
masalah yang terjadi disekitarnya. Selain itu, diharapkan siswa akan terlatih dalam
mengembangkan kemampuan berfikir (thinking skill) dalam menghadapai
persoalan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Wegerif yang dikutip oleh Sabar Nurohman (2008: 125),” Thinking skill are used to indicate a desire to teach processes of thinking and learning that can be applied in wide range of real-life. Dalam pandangan Wegerif tersebut, kemampuan berfikir (thinking skill) merupakan upaya proses belajar mengajar untuk membantu membawa siswa
commit to user
a. Hakikat fisika
Fisika merupakan cabang dari IPA yang telah menyumbangkan ilmunya
untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berusaha menemukan
konsep – konsep, hukum – hukum, dan prinsip – prinsip. Menurut C. Giancoli
(2001 : 1), ” Fisika adalah ilmu yang paling mendasar dari semua cabang sains, karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda”. Sedangkan menurut
Young & Freedman (1996 : 2), ”Physics is not a collection of facts and
principles; it is the process by which we arrive at general princilples that describe how the physical universe behaves” yang berarti bahwa Fisika bukanlah sekedar kumpulan fakta dan prinsip; Fisika adalah proses yang membawa kita pada
prinsip – prinsip umum yang mendeskripsikan bagaimana perilaku dunia fisik.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa Fisika
merupakan teori yang mempelajari gejala-gejala alam dimana hasilnya
dirumuskan dalam bentuk definisi ilmiah dan persamaan matematis yang
diperoleh berdasarkan hasil pengamatan dan penyelidikan. Fisika merupakan ilmu
dasar mempelajari gejala-gejala alam berhubungan dengan perilaku dan struktur
benda yang membawa pada prinsip – prinsip umum yang hasilnya dirumuskan
dalam bentuk definisi ilmiah dan persamaan matematis. Ilmu Fisika selalu
menguraikan dan menganalisis suatu struktur atau peristiwa di alam sehingga
dapat menemukan prinsip-prinsip atau hukum alam yang dapat menjelaskan
gejala-gejala alam tersebut.
b. Pembelajaran Fisika Di SMA
Mata pelajaran Fisika diajarkan dari kajian secara sederhana yang
diteruskan ke kajian yang lebih kompleks. Sebagai salah satu bagian dari IPA,
Fisika dipelajari sejak dari sekolah dasar hingga ke sekolah tinggi dalam jejang
pendidikan. Fisika berhubungan dengan pengamatan terhadap gejala – gejala di
alam baik yang nyata maupun yang abstrak serta mempelajarinya, sehingga
berpengaruh pada cara menyampaikannya kepada siswa. Hewson & Gertzdog
commit to user
accommodation, restructuring and reorganizing existing knowledge on the basis of new information”. Mereka mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran IPA
terdiri atas dua proses, pertama adalah proses assimilation, yaitu menggabungkan
informasi baru dengan pemahaman yang telah dipahami siswa. Kedua adalah
proses accommodation, yaitu mengkontruksi dan menyususn kembali pemahaman
yang telah ada berdasarkan informasi baru yang dijelaskan. Maka dari itu, dalam
pembelajaran Fisika, seorang guru harus mampu mengkontruksi pemahaman yang
telah dimiliki siswa sebelumnya dengan konsep Fisika baru yang akan
disampaikan.
Mata pelajaran Fisika di SMA mengacu pada pengembangan Fisika yang
ditunjukkan untuk mendidik siswa agar mampu mengambangkan kemampuan
observasi, eksperimentasi dan mampu berfikit kritis dan taat asas. Hal ini didasari
oleh tujuan Fisika, yakni mengamati, memahami dan memanfaatkan gejala-gejala
alam yang melibatkan zat (materi) dan energi (Depdiknas, 2006 : 4).
Dalam Petunjuk Pengembangan Silabus Fisika SMA/MA (Depdiknas,
2006: 4), ilmu Fisika mencakup beberapa perangkat, yaitu:
1) Perangkat keilmuan, yang mencakup obyek telaah Fisika yang meliputi:
zat, energi, gelombang dan medan. Sedangkan telaah keilmuan mencakup bangunan ilmu yang meliputi: mekanika, termofisika, grafitasi, optika, kelistrikan dan kemagnetan, Fisika atom dan inti.
2) Perangkat pengamatan, mencakup perangkat untuk melaksanakan
observasi untuk menelaah fenomena obyek dan kejadian fisis pada daerah makroskopis maupun mikroskopis. Perangkat ini mencakup alat ukur besaran fisis dan tata kerja dalam pelaksanaan eksperimen.
3) Perangkat analisis merupakan perangkat dalam melaksanakan perhitungan
terhadap hasil pengukuran. Perangkat ini meliputi penguasaan matematis di kalangan siswa, baik penguasaan trigonometri, aljabar, geometri bidang dan ruang sebagai upaya menelaah bangun ilmu secara kuat.
Maka dari itu, pembelajaran Fisika di SMA secara garis besar
mengajarkan kepada siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan mampu
melatih siswa dalam melakukan observasi atau pengamatan terhadap gejala-gejala
alam, serta mampu melakukan analisis observasi atau pengamatan tersebut
commit to user
3. Pendekatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang harus dilakukan oleh
siswa dengan bimbingan guru agar tujuan pembelajaran tercapai. Maka dari itu,
guru perlu mempertimbangkan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang
akan diterapkan. Membahas masalah pendekatan pembelajaran dalam proses
belajar mengajar tidak terlepas dari pengertian pendekatan dalam proses belajar
mengajar itu sendiri. ”Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang ditempuh
oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan
instruksional tertentu” (Syaiful Sagala, 2009 : 68). Pendekatan pembelajaran ini
merupakan penjelas untuk mempermudah pengajaran materi bidang studi yang
tersusun sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan,
serta dengan membangun suasana belajar yang menyenangkan. Maka dari itu,
pendekatan penting dalam proses balajar mengajar karena dengan adanya
pendekatan yang tepat dalam proses belajar akan dapat meningkatkan hasil
belajar.
a. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang berkarakter mengkontruksi pemahaman siswa itu sendiri dan
bukan hanya sekedar mentransfer pemahaman dari guru ke siswa semata. Menurut
Tedjawati (2008 : 5) mengungkapkan bahwa
Konstruktivisme merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran berdasarkan keyakinan bahwa belajar merupakan hasil dari pembentukan (konstruksi) pengetahuan yang berlangsung dalam otak dengan cara membangun aturan-aturan dan model-model mental, yang bersifat individual, untuk memahami pengalaman-pengalamannya.
Hal senada seperti yang diungkapkan oleh Von Glasersfeld yang dikutip
Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 96) dalam bukunya, “Konstruktivisme
berakar pada asumsi bahwa pengetahuan, tidak peduli bagaimana pengetahuan itu
didefinisikan, terbentuk didalam otak manusia, dan subjek yang berfikir tidak
memiliki alternatif selain mengkontruksikan apa yang diketahuinya berdasarkan
pengalamannya sendiri”. Sedangkan dalam pandangan kontruktivisme, seperti
commit to user
perspective holds that knowledge is somewhat personal, and meaning is contructed by the learner through experience”. Berdasarkan hal tersebut, dalam pandangan kontruktivisme, pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki siswa
harus dikontruksi siswa sendiri melalui pengalaman yang dilakukannya. Hal
senada diungkapkan pula oleh Charlotte Hua Liu & Robert Mattews (2005),”The
fact that constructivist ... that knowledge is not mechanically acquired, but actively constructed within the constrain and offerings of the learning environment ...” yaitu bahwa dalam pemahaman kontruktivisme, pengetahuan tidak secara penuh diperlukan, tetapi merupakan aktivitas mengkontruksi
pengetahuan secara terbatas dalam suatu lingkungan belajar.
Matson dan Parson yang dikutip oleh Sabar Nurohman (2008: 126)
menyebutkan bahwa setidaknya terdapat dua pemahaman dasar atas
konstruktivisme, “First, constructivism is a philosophical view or perspective on
how knowledge is aqcuired. Second, individuals construct knowledge to make sense of their world”. Pertama, kontruktivisme merupakan suatu pandangan tentang bagaimana pengetahuan dimiliki seseorang dan kedua, pengetahuan yang
dibangun seseorang dalam dirinya dapat merasakan dunianya. Pengetahuan
bukanlah seperangkat kata – kata, konsep, teori, fakta atau kaidah yang hanya
untuk diambil dan diingat, tetapi pengetahuan harus dibangun sedikit demi sedikit
yang kemudian dapat dikembangkan secara luas dalam konteks pengaplikasian
ilmu pengetahuan tersebut
Atas dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses tertentu
sehingga siswa mampu “mengkontruksi” pengetahuannya, bukan sekedar
menerima pengetahuan langsung. Sehingga pengetahuan yang didapat bukan
merupakan sesuatu bentuk jadi, melainkan melalui proses yang berkembang terus
menerus. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja kepada siswa, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing – masing siswa. Dalam proses ini, keaktifan
siswa memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar (Student
Center). Dengan demikian, seorang guru mestinya berusaha menciptakan suasana belajar yang mampu mengkontruksikan kegiatan belajar yang memungkinkan
commit to user
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkontruksi pengalaman yang
dialami siswa secara mandiri. Sehingga dapat dipahami bahwa pendekatan
konstruktivisme adalah proses pembentukan konsep ilmu pengetahuan yang
melibatkan keaktifan siswa dengan kemampuan kognitif yang telah terbentuk
sebelumnya dengan membentuk dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya
dalam situasi dan pengalaman yang baru.
b. Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Tugas seorang guru adalah membantu siswa agar mampu mengkontruksi
pengetahuannya sesuai dengan kondisi yang ada. Oleh karena itu, strategi seorang
guru perlu disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungannya. Pengembangan
strategi mengajar konstruktivisme sangat beragam dan bersifat subjektif. Akan
tetapi, pada prinsipnya memiliki beberapa elemen yang sama. Elemen – elemen
tersebut dapat disarikan dari Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 99-104)
sebagai berikut:
1) Mengkaitkan ide-ide dengan pengetahuan sebelumnya
Kegiatan ini dapat dilakukan pada awal sebuah topik atau materi baru, tetapi
tidak hanya dibatasi pada bagian pelajaran itu saja. Tujuannya adalah guru
dapat mengetahui seberapa besar siswa mengetahui tentang topik tersebut
sebelum pembelajaran dimulai.
2) Kegiatan ekplorasi dan penyelesaian masalah
Kegiatan ini merupakan kunci pembelajaran konstruktivis yang
memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pemikiran dan
pemahamannya. Menurut De Jager yang dikutip Daniel Muijs dan David
Reynolds (2008 : 102), “Kedua kegiatan ini memungkinkan siswa untuk
mengambangkan pemikiran dan pemaknaan (meanning-making) mereka,
dengan mengembangkan kombinasi-kombinasi ide baru dan dengan
memikirkan tentang hasil-hasil hipotetik dari berbagai situasi dan kejadian
yang dibayangkan”.
Menurut sifat pembelajaran konstruktivisme, maka harus mendorong
ekperimentasi, eksplorasi dan kecairan dalam kegiatan pembelajaran. Daniel
commit to user
pembelajaran konstruktivisme terdiri atas empat langkah pembelajaran, yang
dapat disarikan sebagai berikut:
1) Fase Start
Pada fase ini guru memulai dengan mengukur pengetahuan siswa sebelumnya
dan menetapkan sebagai kegiatan. Fase ini juga dikatakan sebagai proses
apersepsi, dapat dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal,
mengungkapkan pertanyaan pertanyaan dari materi sebelumnya yang
merupakan konsep prasyarat.
2) Fase Eksplorasi
Pada fase ini, kegiatan lebih bersifat ekploratif, melibatkan situasi dan
bahan-bahan riil, dan memberikan kesempatan untuk bekerja kelompok. Kegiatan
ini melibatkan siswa untuk mengungkapkan dugaan sementara terhadap
konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan
menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang
dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
3) Fase Refleksi
Pada fase ini, siswa diminta untuk mengingat kembali kegiatan yang telah
dilakukan sebelumnya kemudian menganalisis serta mendiskusikan apa yang
telah mereka dikerjakan, baik dengan kelompok-kelompok sendiri atau
dengan guru. Pada fase ini, guru berperan sebagai fasilitator dalam
menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan, yaitu setuju atau
tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan
alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab. Melalui
komentar dan pertanyaan yang diungkapkan baik oleh guru maupun siswa,
dapat dirancang untuk mengkaitkan masalah-masalah tersebut dengan konsep
kunci yang akan dieksplorasi.
4) Fase Aplikasi dan Diskusi
Pada fase ini, guru meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan temuan dan
berusaha untuk menarik kesimpulan dari poin-poin kunci yang telah
commit to user
dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui
pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas yang diberikan.
Langkah pembelajaran konstruktivisme diatas merupakan pokok yang
ada dalam setiap pembelajaran konstruktivisme. Akan tetapi, tidak menutup
kemungkinan masih dapat dilakukan suatu eksplorasi yang lebih mendalam untuk
menyesuaikan dengan kondisi pembelajaran yang akan berlangsung.
4. Metode Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru
dan siswa dalam situasi pendidikan atau pengajaran untuk mewujudkan tujuan
yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan interaksi tersebut maka guru perlu
menerapkan suatu metode pembelajaran yang tepat dalam penerapan
pembelajarannya. Dalam kegiatan pembelajaran, metode mengajar memegang
peranan penting dan merupakan salah satu faktor utama keberhasilan proses
pembelajaran. Berrkenaan dengan metode mengajar, Muhibbin Syah (2005: 27), mengungkapkan bahwa, ”Metode…sebagai cara atau jalan yang ditempuh
seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan”. Maka dari itu, dapat diketahui
bahwa metode mengajar merupakan cara yang ditempuh seorang guru dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Metode mengajar merupakan cara yang
bersifat lebih operasional dalam menyajikan pelajaran kepada siswa melalui
langkah-langkah pembelajaran tertentu. Sehingga, seorang guru harus memiliki
kecakapan dan keterampilan dalam mengajar, selain itu, juga harus mengetahui
dan menguasai metode-metode mengajar yang tepat untuk setiap materi yang
tepat. Metode mengajar harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, materi pelajaran, bentuk pengajaran, kemampuan pendidik, kondisi siswa
serta fasilitas yang ada.
Banyak terdapat metode pembelajaran yang berkembang dewasa ini.
Walaupun banyak metode belajar yang diterapkan, pada umumnya setiap metode
mengajar memiliki beberapa aspek pokok. Allan & Thomas J. Lasley (2000: 146)
mengungkapkan bahwa, ”Although many different procedures can be employed in
commit to user
(1) practice and drill, (2) quenstioning, (3) explanation and discussion, and (4) demonstrations and experiments”. Berdasarkan pernyataan diatas, terdapat empat
dasar dalam sebuah metode belajar yaitu mencoba dan berlatih, tanya-jawab,
menjelaskan dan diskusi, dan demonstrasi dan percobaan. Metode yang digunakan
dalam proses mengajar diantaranya metode ceramah, resitasi, diskusi,
tanya-jawab, demonstrasi, eksperimen, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, digunakan
dua gabungan metode mengajar yaitu metode diskusi dan metode resitasi.
Pemilihan ini didasarkan pada pendekatan pembelajaran dan situasi pembelajaran
yang diharapkan. Setiap metode yang dilakukan tentunya akan memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Dengan melakukan kolaborasi dari beberapa
metode, misalnya metode diskusi – resitasi, akan dapat meminimalisir kelemahan
– kelemahan yang ada pada tiap metode.
a. Metode Diskusi
Metode diskusi diartikan sebagai siasat ”penyampaian” bahan pengajaran
yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan altenatif
pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Menurut Syaiful Bahri
dan Aswan Zain (2006 : 87), “Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran
dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa
pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama”. Guru, siswa, dan atau kelompok siswa memiliki perhatian
yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.Dalam kegiatan diskusi
akan timbul suatu interaksi yang dapat saling bertukar pendapat, ide atau gagasan
dalam memecahkan masalah yang diberikan, sehingga semua siswa berperan aktif
dalam pembelajaran. Metode diskusi ini memiliki beberapa kelebihan (Syaiful
Bahri dan Aswan Zain, 2006: 88), antara lain:
1) merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan, dan terobosan
dalam memecahkan masalah
2) mengembangkan sikap menghargai orang lain
3) membina siswa dalam bermusyawarah mufakat dalam memecahkan
masalah
commit to user
Adapun kelemahan dari penggunaan metode diskusi antara lain:
1) pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang
panjang.
2) tidak dapat dipakai pada kelompok besar
3) peserta mendapat informasi yang terbatas
4) mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau
menonjolkan diri.
b. Metode Resitasi
Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2006: 85) “Metode resitasi
(penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas
tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar”. Sedangkan menurut Richard I.
Arends (2001:138), “Recitations are quentions-and-answer exchanges in which
teachers check how well students recall factual information or understand a concept or idea”. Resitasi merupakan sejumlah pertanyaan dan jawaban dari guru yang bertujuan mengetahui sejauhmana siswa mampu mengingat kembali fakta
informasi atau memahami sebuah konsep atau gagasan. Metode resitasi juga
dikenal dengan sebutan pekerjaan rumah, akan tetapi sebenarnya metode ini lebih
luas dari pekerjaan rumah karena siswa dapat belajar tidak hanya di rumah tetapi
juga di laboratorium, halaman sekolah, perpustakaan atau di tempat-tempat lain
sehingga tugas tersebut dapat dikerjakan dengan baik. Tugas dan resitasi
merangsang siswa untuk aktif belajar, baik secara individual maupun secara
kelompok, karena itu, tugas dapat diberikan secara individual atau dapat pula
diberikan secara kelompok. Metode resitasi ini memiliki beberapa kelebihan
(Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006 : 87), antara lain:
1) lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar baik secara
individu maupun kelompok
2) dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru
3) dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa
4) dapat mengembangkan kreativitas siswa.
Namun demikian, metode resitasi juga tidak terlepas dari beberapa
kelemahan, antara lain:
1) siswa sulit dikontrol, apakah benar ia mengerjakan tugas ataukah tidak
2) khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan
commit to user
3) tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu
siswa.
4) sering memberikan tugas yang monoton (tidak bervariasi) dapat
menimbulkan kebosanan siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar resitasi
merupakan cara mengajar dimana siswa menerima sejumlah tugas dan dapat
menyelesaikan tugas tersebut kapan saj