viii ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “UPAYA PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS KRISTIANI MAHASISWA-MAHASISWI IPPAK – USD SEBAGAI CALON GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL DAN BERSPIRITUAL”. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi kurangnya penghayatan dan kedalaman pembinaan iman para mahasiswa-mahasiswi IPPAK, dapat dilihat dari para mahasiswa-mahasiswi sangat baik di bidang teori tetapi dalam bidang prakteknya belum maksimal. Bisa dikatakan belum mencapai perkembangan pribadi yang utuh.
Melihat persoalan itu penulis melakukan penelitian untuk memperoleh data-data yang penulis inginkan. Penulis ingin meneliti apakah mahasiswa-mahasiswi IPPAK telah mengalami perkembangan pribadi secara utuh. Penulis melakukan observasi kepada mahasiswa-mahasiswi IPPAK – USD kemudian menyebarkan kuesioner kepada 60 responden yaitu para mahasiswa. Selain itu penulis juga melakukan wawancara untuk menguatkan pendapat-pendapat dari responden. Dari penelitian dan wawancara tersebut, penulis telah membahasnya dan menyimpulkannya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa para mahasiswa IPPAK sebagian besar sudah mampu dalam hal teori ketika berada dalam perkuliahan, tapi dalam hal prakteknya para mahasiswa IPPAK masih belum bisa menghayati terlebih spiritualitas Kristiani. Menjadi calon guru agama Katolik haruslah seimbang baik itu teori maupun prakteknya, karena sosok guru yang ideal salah satunya profesional serta berspiritualitas. Untuk menjadi pribadi yang utuh teori dan praktek harus berjalan bersama tidak ada yang saling mendominasi. Selain itu juga penulis berharap dengan penelitian dan wawancara ini makin memacu para mahasiswa IPPAK untuk lebih memotivasi dirinya dalam menjalani panggilan Tuhan ini. Para mahasiswa perlu mengembangkan dirinya agar menjadi pribadi seorang calon guru agama yang utuh.
Untuk menindaklanjuti penelitian ini, penulis mengusulkan program kegiatan serial rekoleksi sebagai upaya untuk makin mendalami/menginternalisasi spiritualitas Kristiani para mahasiswa IPPAK agar menjadi pribadi yang berkembang secara utuh. Melalui kegiatan yang penulis tawarkan ini, diharapkan para mahasiswa IPPAK makin menyadari serta semakin mendalami spiritualitas Kristiani mereka msing-masing dalam rangka menjadi calon guru agama Katolik yang profesional dan berspiritualitas.
ix
ABSTRACT
This thesis titled “CHRISTIAN SPIRITUALITY DEVELOPMENT EFFORTS STUDENTS IPPAK-USD AS CANDIDATE FOR PROFESIONALITY AND SPIRITUAL RELIGIOUS EDUCATION TEACHER”. The lack of full and total comprehension of the depth faith formation of IPPAK students are background of this writing. It can be seen from students that are good in theory but in practice not maximized field. Meaning to say that students have not yet reached of personal integrity development.
Facing this kind of problems, the author conducted research to obtain the desired data. The authors wanted to examine whether IPPAK students have experienced the development of the whole as a person. The authors make observation to students IPPAK-USD by distributing questionnaires to 60 students as respondents. Besides that, the authors conducted interview to support the opinions of respondents. The authors conducted discussions and eventually make conclusions by this research and interviews. From these studies it is known that IPPAK students are good in theory while in their class, but they cannot live up to Christian spirituality in practices. To be a Catholic teacher must be balanced between theory and practices, because one of the characteristic of the figure of ideal teacher is professional and having Christian’s spirituality. Theory and practice have to walk with nothing dominate to have personal integrity. The authors also look forward to the results of research and interviews will challenge IPPAK students motivated in journeying God’s call. The students need to develop themselves in order to become a candidate of religion teacher with personal integrity.
To follow up on this study, the authors propose a series of recollection activities programs as an effort to go deeper to internalize Christian’s spirituality IPPAK students to develop being integrated person. Through this activities which the authors offer, expected that the IPPAK students are more aware of and explore deeply their
SEBAGAI CALON GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL DAN BERSPIRITUAL
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Nicanius Andrey Wuddy Luchensy
NIM: 101124020
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
orang tuaku Antonius Warono dan C. Wembo R dan adikku Monica Vivilyana W
yang selalu mendukung, menyertai serta selalu mendoakan usaha dan
perjuanganku selama ini, teman-teman IPPAK angkatan 2010, sahabat, dan
v MOTTO
“Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran
viii ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “UPAYA PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS KRISTIANI MAHASISWA-MAHASISWI IPPAK – USD SEBAGAI CALON GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL DAN BERSPIRITUAL”. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi kurangnya penghayatan dan kedalaman pembinaan iman para mahasiswa-mahasiswi IPPAK, dapat dilihat dari para mahasiswa-mahasiswi sangat baik di bidang teori tetapi dalam bidang prakteknya belum maksimal. Bisa dikatakan belum mencapai perkembangan pribadi yang utuh.
Melihat persoalan itu penulis melakukan penelitian untuk memperoleh data-data yang penulis inginkan. Penulis ingin meneliti apakah mahasiswa-mahasiswi IPPAK telah mengalami perkembangan pribadi secara utuh. Penulis melakukan observasi kepada mahasiswa-mahasiswi IPPAK – USD kemudian menyebarkan kuesioner kepada 60 responden yaitu para mahasiswa. Selain itu penulis juga melakukan wawancara untuk menguatkan pendapat-pendapat dari responden. Dari penelitian dan wawancara tersebut, penulis telah membahasnya dan menyimpulkannya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa para mahasiswa IPPAK sebagian besar sudah mampu dalam hal teori ketika berada dalam perkuliahan, tapi dalam hal prakteknya para mahasiswa IPPAK masih belum bisa menghayati terlebih spiritualitas Kristiani. Menjadi calon guru agama Katolik haruslah seimbang baik itu teori maupun prakteknya, karena sosok guru yang ideal salah satunya profesional serta berspiritualitas. Untuk menjadi pribadi yang utuh teori dan praktek harus berjalan bersama tidak ada yang saling mendominasi. Selain itu juga penulis berharap dengan penelitian dan wawancara ini makin memacu para mahasiswa IPPAK untuk lebih memotivasi dirinya dalam menjalani panggilan Tuhan ini. Para mahasiswa perlu mengembangkan dirinya agar menjadi pribadi seorang calon guru agama yang utuh.
Untuk menindaklanjuti penelitian ini, penulis mengusulkan program kegiatan serial rekoleksi sebagai upaya untuk makin mendalami/menginternalisasi spiritualitas Kristiani para mahasiswa IPPAK agar menjadi pribadi yang berkembang secara utuh. Melalui kegiatan yang penulis tawarkan ini, diharapkan para mahasiswa IPPAK makin menyadari serta semakin mendalami spiritualitas Kristiani mereka msing-masing dalam rangka menjadi calon guru agama Katolik yang profesional dan berspiritualitas.
ix
ABSTRACT
This thesis titled “CHRISTIAN SPIRITUALITY DEVELOPMENT EFFORTS STUDENTS IPPAK-USD AS CANDIDATE FOR PROFESIONALITY AND SPIRITUAL RELIGIOUS EDUCATION TEACHER”. The lack of full and total comprehension of the depth faith formation of IPPAK students are background of this writing. It can be seen from students that are good in theory but in practice not maximized field. Meaning to say that students have not yet reached of personal integrity development.
Facing this kind of problems, the author conducted research to obtain the desired data. The authors wanted to examine whether IPPAK students have experienced the development of the whole as a person. The authors make observation to students IPPAK-USD by distributing questionnaires to 60 students as respondents. Besides that, the authors conducted interview to support the opinions of respondents. The authors conducted discussions and eventually make conclusions by this research and interviews. From these studies it is known that IPPAK students are good in theory while in their class, but they cannot live up to Christian spirituality in practices. To be a Catholic teacher must be balanced between theory and practices, because one of the characteristic of the figure of ideal teacher is professional and having Christian’s spirituality. Theory and practice have to walk with nothing dominate to have personal integrity. The authors also look forward to the results of research and interviews will challenge IPPAK students motivated in journeying God’s call. The students need to develop themselves in order to become a candidate of religion teacher with personal integrity.
To follow up on this study, the authors propose a series of recollection activities programs as an effort to go deeper to internalize Christian’s spirituality IPPAK students to develop being integrated person. Through this activities which the authors offer, expected that the IPPAK students are more aware of and explore deeply their
x
KATA PENGANTAR
Pertama-tama rasa syukur dan terimakasih penulis ucapkan kepada Allah
Bapa, Tuhan Yesus Kristus, serta perantaraan Bunda Maria, karena berkat kasih
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul
“UPAYA PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS KRISTIANI
MAHASISWA - MAHASISWI IPPAK - USD SEBAGAI CALON GURU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL DAN BERSPIRITUAL”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Selama proses penulisan skripsi ini mulai dari perencanaan sampai pada
tahap akhir, penulis merasakan hambatan dan tantangan. Namun karena kebaikan
dan kasih Allah, penulis dapat menyelesaikannya. Selain itu banyak pihak yang
mendukung penulis, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Romo Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ. M. Ed selaku kaprodi dan dosen
pembimbing skripsi yang dengan kesediaannya, kesabaran serta kasih
sayangnya membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penyusunan
tugas akhir serta selama pembelajaran di prodi IPPAK – USD ini.
2. Bapak Yoseph Kristianto, SFK. M. Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik
(DPA) yang telah membantu, mengarahkan serta memotivasi penulis selama
xi
3. Bapak Drs. L. Bambang Hendarto Y. M. Hum selaku dosen penguji ketiga
yang telah merelakan tenaga, waktu serta pikiran membimbing dan
mengarahkan penulis.
4. Segenap romo, bapak dan ibu dosen, serta karyawan-karyawan IPPAK – USD
yang telah memberikan dukungan, semangat dan motivasi kepada penulis
untuk memperlancar studi penulis.
5. Orang tua, adik, serta keluarga besar penulis yang telah mendukung dan
memberi semangat kepada penulis selama perkuliahan sampai menyelesaikan
tugas akhir ini.
6. Segenap teman-teman IPPAK angkatan 2010 yang selalu memberi dorongan,
semangat dan perhatian kepada penulis selama pembelajaran di kampus,
berjuang dan melangkah bersama.
7. Sahabat, teman-teman terbaik penulis serta kepada Bernadetta Linda
Kusumawati yang selalu memberikan semangat, motivasi, dukungan, serta
perhatian kepada penulis selama pembelajaran serta dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
8. Kepala sekolah, bapak dan ibu guru serta karyawan/wati SD Kanisius
Wirobrajan I yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan tugas akhir
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
DAFTAR TABEL ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penulisan. ... 8
D. Manfaat Penulisan. ... 8
E. Metode Penulisan ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II. SOSOK GURU AGAMA YANG PROFESIONAL DAN BERSPIRITUALITAS KRISTIANI ... 11
A. Sosok Guru Yang Profesional ... 11
1. Guru Yang Profesional... 11
2. Empat Kompetensi Guru Profesional ... 14
a. Kompetensi Pedagogik ... 15
b. Kompetensi Profesional ... 15
c. Kompetensi Kepribadian ... 16
xiv
B. Guru Agama Yang Berspiritualitas Kristiani ... 17
1. Guru Kristiani ... 17
2. Guru Agama Katolik ... 18
3. Spiritualitas Kristiani ... 24
4. Sosok Guru Agama Yang Berspiritualitas Kristiani. ... 26
BAB III. PEMBINAAN SPIRITUALITAS KRISTIANI MAHASISWA- MAHASISWI IPPAK – USD SEBAGAI CALON GURU AGAMA YANG PROFESIONAL DAN BERSPIRITUAL ... 31
A. Gambaran Umum Prodi IPPAK - USD ... 32
1. Visi dan Misi Prodi IPPAK – USD Tahun 2013 ... 32
2. Tujuan Prodi IPPAK – USD ... 32
3. Gambaran Umum Mahasiswa-Mahasiswi IPPAK – USD ... 34
4. Pembelajaran dan Suasana Akademis Prodi IPPAK – USD .. 37
B. Penelitian Tentang Pembinaan Kristiani Mahasiswa-Mahasiswi IPPAK - USD Sebagai Calon Guru Agama Katolik ... 40
e. Instrumen Pengumpulan Data ... 43
1)Kuesioner ………. 44
a. Laporan Penelitian Melalui Kuesioner………. 49
b. Laporan Penelitian Melalui Wawancara……… 57
xv
d. Pembahasan Hasil Wawancara……….. 62
e. Kesimpulan Penelitian………... 63
BAB IV. USULAN PROGRAM KEGIATAN REKOLEKSI OUTING UNTUK MAHASISWA-MAHASISWI IPPAK-USD SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN SPIRITUALITAS KRISTIANI.. 65
A.Latar Belakang Diadakannya Rekoleksi Outing bagi Mahasiswa- Mahasiswi IPPAK-USD ... 66
B.Program Serial Rekoleksi Untuk Mengembangkan Spiritualitas Kristiani Mahasiswa-Mahasiswi IPPAK-USD ... 68
1. Latar Belakang Program ... 68
Lampiran 3. Panduan Daftar Pertanyaan Wawancara ... (4)
xvi
DAFTAR SINGKATAN
A.Singkatan Dokumen Gereja
CT :Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
kepada Para Uskup, Klerus dan segenap umat beriman tentang
katekese masa kini, 16 Oktober 1979
EN :Evangelii Nuntiandi, Imbauan Apostolik Bapa Suci Paulus VI
tentang Karya Pewartaan Injil dalam Jaman Modern, 8 Desember
1975.
B.Singkatan Lain
Art : Artikel
Dan : Daniel
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Mat : Matius
Mrk : Markus
KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia
Komkat : Komisi Kateketik
Prodi : Program Studi
PP : Peraturan Pemerintah
UU : Undang-undang
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Mahasiswa-mahasiswi IPPAK – USD TA 2014/2015
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Gambaran Tentang Persepsi
Mahasiswa-mahasiswi IPPAK terhadap guru agama Katolik yang Profesional
sekaligus berspiritualitas.
Tabel 3. Kisi–kisi Instrumen Gambaran tentang tingkat Internalisasi
Mahasiswa- mahasiswi IPPAK terhadap sosok guru agama Katolik
yang profesional sekaligus berspiritualitas.
Tabel 4. Jumlah Pembagian Responden Kuesioner
Tabel 5. Guru Agama Katolik yang Profesional menurut
pandangan/perspektif mahasiswa-mahasiswi IPPAK – USD
Tabel 6. Sejauh mana mahasiswa-mahasiswi sudah mempersiapkan dirinya
menghayati spiritualitas Kristiani sebagai calon guru agama
Katolik.
Tabel 7. Matriks Program Rekoleksi
Tabel 8. Jadwal Rekoleksi Mahasiswa-Mahasiswi IPPAK - USD
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan bukan hanya semata-mata tugas guru dan lembaga
pendidikan (sekolah) melainkan tugas dari seluruh warga masyarakat. Orang tua
adalah pendidik yang utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Orang tua
mempunyai pengaruh yang kuat bagi anak-anak, terutama penanaman nilai-nilai.
Sigit Setyawan (2013:128) mengatakan bahwa “para orang tua sebaiknya
menanamkan nilai-nilai sejak usia dini, meskipun membutuhkan waktu yang
cukup lama hingga mereka menemukan nilai-nilai yang ditanamkan itu relevan
dengan kehidupan mereka”. Selain itu, orang tua juga mempunyai kewajiban dan
hak yang tidak bisa diganggu untuk mendidik anak-anak mereka. Maka hendaklah
orang tua paham dan mengerti akan pentingnya tugas mereka sebagai pendidik
yang pertama dan utama. Peran besar orang tua juga seperti yang dikemukakan
oleh Sigit Setyawan (2013:92) merupakan agen utama dalam perkembangan anak.
Penulis melihat bahwa peran orang tua sangatlah vital dalam perkembangan
kepribadian anak.
Namun tidak sedikit anak-anak yang kurang mempedulikan dan
memperhatikan nilai-nilai yang ditanamkan orang tua mereka, karena terpengaruh
oleh pergaulan dan lingkungan sekitar yang kurang mendukung. Sigit Setyawan
lingkungan dan peristiwa yang mendukung”. Selain itu juga, ada orang tua yang
kurang memperhatikan tindakan yang ditujukan kepada anak-anak mereka
sehingga anak-anak beranggapan bahwa orang tua tidak memberikan teladan yang
baik. Misalnya orang tua yang tidak mempunyai waktu bersama dengan
anak-anak mereka karena kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Ini salah satu
penyebab anak-anak kurang diperhatikan oleh orang tua dan beranggapan orang
tua tidak memberikan teladan yang baik.
Selain peran dari orang tua, peran guru dalam pendidikan juga sangat
penting. Guru banyak disebut sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” yang berarti
guru mempunyai pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Profesi guru juga
dipandang sebagai profesi yang mulia karena mengajarkan hal-hal yang baik, dari
yang awal tidak tahu menjadi semakin tahu. Dalam dunia pendidikan peran guru
menjadi sangatlah vital untuk mengajarkan hal-hal yang baru kepada para murid.
Dalam hal ini Sigit Setyawan (2013:1) mengatakan:
Peran guru yang dipandang mulia oleh masyarakat juga tercermin dari akronim kata “guru” dalam bahasa Jawa sebagai digugu lan ditiru. Kata
“digugu” berarti hal-hal yang dikatakannya layak dipercayai oleh orang lain dan “ditiru” berarti hal-hal yang dilakukannya layak dijadikan teladan.
Sosok guru berperan menanamkan nilai kepada anak-anak pada saat di
sekolah. Sedangkan orang tua menanamkan nilai-nilai di awal kehidupan
anak-anak dan menanamkan nilai ketika anak-anak-anak-anak berusaha untuk mengenal
lingkungan sekitarnya. Nilai yang dikomunikasikan oleh guru mempunyai
pengaruh bagi siswa, Sigit Setyawan (2013:23) mengatakan bahwa “hidup siswa
Siswa membutuhkan sosok yang memberikan teladan yang baik dalam
kehidupannya. Sosok guru disini menjadi penting untuk memberikan teladan yang
baik di sekolah, karena dengan teladan yang baik dapat mencerminkan sosok guru
yang profesional. Sigit Setyawan (2013:88) mengatakan “keteladanan yang
disertai tindakan verbal dan dilakukan secara konsisten akan meningkatkan
kredibilitas guru”.
Namun ada permasalahan yang membuat profesi guru menjadi bias
sehingga kurang menghayati perannya sebagai guru, melainkan karena alasan
tuntutan profesi misalnya untuk proses sertifikasi dsb. Perhatian guru akan
kompetensi yang dimiliki juga semakin berkurang, hanya memperhatikan
beberapa kompetensi saja seperti kompetensi pedagogik. Sedangkan kompetensi
kepribadian dan sosial kurang diperhatikan. Selain tuntutan profesi, ada kendala
lain yaitu dari dalam diri guru itu sendiri. Guru kurang menghayati perannya
sebagai pendidik bagi siswanya, sehingga guru kurang dapat memotivasi siswa
untuk semakin berkembang dalam belajar. Sigit Setyawan (2013:127) mengatakan
“seorang guru sebaiknya menyadari bahwa dirinya memiliki potensi untuk
memengaruhi siswa”.
Guru sebagai awam Katolik berada di sekolah mempunyai tugas
membantu/memperlancar iman siswa sehingga siswa bangga akan imannya itu.
Lukas Mandagi (1984:23) mengatakan bahwa “pendidik tidak hanya
memindahkan sekumpulan pengetahuan kepada siswa, melainkan menjadikan
dan utuh”. Pelayanan kaum awam Katolik di sekolah merupakan wujud panggilan
dalam bidang pendidikan yang disemangati oleh Kristus dan Injil-Nya.
Pendidikan agama Katolik sudah mengalami banyak perkembangan baik
kurikulumnya maupun pengajarnya (guru). Namun dari segi berkembangnya
pendidikan agama Katolik, masih tetap ada berbagai macam tantangan atau
kesulitan. Di sekolah-sekolah, baik itu di sekolah Katolik maupun sekolah negeri
pendidikan agama Katolik mempunyai kesulitan atau tantangan yang
berbeda-beda. Jam pelajaran pendidikan agama Katolik baik itu di sekolah negeri maupun
swasta Katolik sekitar 2-3 jam selama satu minggu. Tapi ada perbedaan seperti
jumlah murid yang mengikuti pelajaran agama Katolik. Di sekolah negeri jumlah
murid yang beragama Katolik lebih sedikit jadi ketika pelajaran agama Katolik
murid yang hadir kurang, bahkan tidak jarang ada yang digabung dengan kelas
lain. Di sekolah swasta Katolik yang mayoritas muridnya beragama Katolik tidak
kesulitan untuk mengajar pelajaran agama katolik, dan biasanya murid yang
beragama lain ikut menyesuaikan dan sambil menambah pengetahuan mereka
akan agama Katolik dan mampu menghargai temannya.
Dalam pelajaran agama Katolik itu sendiri, guru-guru agama ketika
mengajar kurang menghayati perannya sebagai guru agama. Lukas Mandagi
(1984:19) mengatakan “jumlah guru awam yang terjun dalam karya pendidikan
banyak, namun mereka memandang karya pendidikan sebagai partisipasi dalam
tugas Kristus demi mewartakan karya keselamatan kepada semua orang”. Guru
agama ketika mengajar di depan kelas bukan hanya memberikan hal yang baru
Tidak hanya berpaku pada buku saja melainkan membuka cakrawala siswa agar
semakin mendalami dan mencintai imannya akan Yesus sendiri. Jika dilihat dari
siswanya ketika mengikuti pelajaran agama, dari pengalaman beberapa siswa
mengungkapkan jika pelajaran agama kurang menarik, dan siswa mementingkan
pelajaran yang lain. Tidak dipungkiri jika siswa mengatakan demikian karena
pelajaran agama yang kurang menarik, baik itu pembawaan dari guru atau
materinya.
Dengan keprihatinan dan tantangan yang dihadapi, pendidikan agama
Katolik menjadi kurang berdampak bagi kehidupan siswa. Mereka hanya
mengikuti pelajaran agama saja di sekolah setelah itu kurang diperhatikan.
Kehidupan sehari-hari siswa di rumah menjadi kurang terbantu oleh pelajaran
agama Katolik. Sikap-sikap siswa juga perlu diperhatikan misalnya masih ada
siswa yang suka melakukan bullying, mencontek ketika ulangan maupun
sikap-sikap lain yang tidak mencerminkan seorang murid Katolik.
Prodi IPPAK berperan dalam mempersiapkan generasi penerus dalam
bidang keagamaan, dan selama ini sudah mampu menyumbangkan tenaga
pendidik, khususnya guru agama Katolik. Selain menjawab banyak keprihatinan
yang ada, prodi IPPAK juga memberi inovasi baik itu dalam bentuk pemikiran
maupun tenaga. Selain katekis yang berperan penting di paroki, ada guru agama
yang mempunyai peranan yang penting juga di sekolah. Mahasiswa-mahasiswi
IPPAK sebagai calon guru agama Katolik ditempa dan benar-benar dipersiapkan
untuk menjadi guru agama yang berspiritualitas. Mahasiswa-mahasiswi IPPAK
(biarawan/biarawati) yang mempunyai motivasi untuk belajar mengembangkan
diri. Para mahasiswa IPPAK belajar mengembangkan diri melalui kegiatan yang
ada di kampus baik itu terjadwal dalam mata kuliah maupun di luar mata kuliah,
misalnya belajar untuk berorganisasi.
Melalui segala hal yang prodi IPPAK berikan para mahasiswa
diharapkan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari terlebih bagaimana
mengembangkan diri menjadi pribadi yang utuh. Utuh yang dimaksud adalah
berkembang dalam 3 hal yaitu head, heart, dan hands. Kegiatan-kegiatan di
kampus IPPAK sangat mendukung bagi perkembangan diri pribadi mahasiswa
baik itu dari mata kuliahnya sendiri maupun kegiatan di luar mata kuliah.
Panggilan hati mahasiswa-mahasiswi IPPAK semakin dipupuk dan dibaharui
dengan harapan mereka menjadi seorang guru yang tangguh dan mempunyai iman
yang matang.
Mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD adalah kaum muda gereja baik itu
awam dan juga kaum religiusnya yang mempunyai motivasi dalam dirinya
masing-masing. Maka itu prodi IPPAK-USD dalam perkuliahannya
mempersiapkan mahasiswa-mahasiswi untuk menjadi seorang guru agama
Katolik. Dalam perkuliahan ada beberapa mata kuliah yang mendukung dalam
pelaksanaan PPL PAK PD dan PPL PAK PM, seperti pembinaan Spiritualitas dan
persiapan PPL sekolah. Mata kuliah Pembinaan Spiritualitas sangat berguna bagi
mahasiswa-mahasiswi IPPAK karena dari mata kuliah ini mahasiswa-mahasiswi
semakin dibentuk dan dipersiapkan agar menjadi sosok guru yang mempunyai
akan dirinya yang sebagai guru agama Katolik. Mintara (2009:14-21)
mengemukakan tentang identitas guru Kristiani seperti sikap berani merendahkan
diri, melayani secara tulus, dan memberi teladan, selain itu mempunyai kepekaan
untuk melihat konteks dan situasi batin muridnya. Keutamaan yang mendasar
adalah memasukkan pribadi para muridnya ke dalam jantung hatinya, dan dibawa
kedalam doanya.
Prodi IPPAK telah menyelenggarakan pendidikan untuk calon-calon guru
agama Katolik yang siap diutus. Prodi meyakini untuk membina/mendidik calon
guru agama Katolik masih mempunyai banyak peluang yang besar. Selain itu
mahasiswa-mahasiswi IPPAK tiap tahun akademis juga mengalami pertumbuhan
yang baik, mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang bersatu dalam
motivasi menjadi pendidik yang berilmu dan bijaksana (Pradnyawidya).
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa spiritualitas Kristiani perlu
dikembangkan dalam diri mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD yang akan menjadi
guru agama Katolik. Spiritualitas Kristiani perlu dikembangkan agar membantu
mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD menjadi sosok guru yang profesional serta
berspiritualitas. Dalam rangka itu penulis terdorong menulis tugas akhir dengan
B. RUMUSAN MASALAH
1. Sosok guru agama Katolik seperti apa yang profesional dan berspiritualitas
Kristiani?
2. Sejauh mana mahasiswa-mahasiswi IPPAK – USD telah menginternalisasi
spiritualitas Kristiani di dalam masa studinya?
3. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk mengembangkan spiritualitas Kristiani
oleh mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD sebagai calon guru agama Katolik?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Menemukan sosok guru agama Katolik yang profesional sekaligus
berspiritualitas.
2. Mengetahui tingkat penghayatan spiritualitas Kristiani mahasiswa-mahasiswi
IPPAK-USD.
3. Menemukan bentuk-bentuk usaha untuk mengembangkan spiritualitas
Kristiani mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD sebagai calon guru agama
Katolik yang profesional dan berspiritual.
D. MANFAAT PENULISAN
Penulisan skripsi ini diharapkan akan memberikan pengetahuan dan juga
wawasan tentang pengembangan spiritualitas Kristiani bagi mahasiswa-mahasiswi
IPPAK-USD sebagai calon guru agama Katolik. Adapun harapan tersebut antara
1. Bagi calon guru agama Katolik dapat menambah wawasan dan juga semakin
mendalami tentang spiritualitas Kristiani.
2. Bagi mahasiswa-mahasiswi IPPAK – USD dapat semakin menyadari sebagai
calon guru agama katolik bagaimana pentingnya spiritualitas Kristiani itu
dikembangkan dalam dirinya untuk menjadi pribadi yang utuh.
3. Bagi penulis sendiri, dengan menulis skripsi ini dapat membuka wawasan dan
juga semakin mendalami spiritualitas Kristiani sebagai semangat untuk
menjadi seorang guru agama Katolik.
E. METODE PENULISAN
Adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif
analisis. Deskriptif analisis adalah metode dengan penggambaran secara nyata
keadaan mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD sebagai calon guru agama Katolik.
Dalam metode ini penulis akan menggunakan kuesioner (instrumen penelitian)
untuk memperoleh data dan wawancara. Data ini sebagai penguat untuk deskripsi
yang penulis gunakan selain itu penulis juga menggunakan metode studi pustaka.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Skripsi yang berjudul “UPAYA PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS
Bab I berisi latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II berisi uraian tentang Sosok Guru Agama Yang Berspiritualitas Kristiani.
Uraian bab II ini terbagi menjadi beberapa pokok yaitu, pengertian spiritualitas
Kristiani, spiritualitas guru Kristiani, guru agama, guru agama Katolik, dan sosok
guru agama Katolik yang berspiritualitas Kristiani.
Bab III berisi uraian mengenai gambaran situasi spiritualitas Kristiani
mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD yang terbagi dalam dua pokok pembahasan yaitu;
gambaran umum prodi IPPAK-USD, penelitian tentang pembinaan spiritualitas
Kristiani mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD, dan hasil penelitian tentang
spiritualitas Kristiani mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD.
Bab IV berisi program kegiatan serial rekoleksi untuk mengembangkan
spiritualitas Kristiani bagi mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD sebagai calon guru
pendidikan agama Katolik. Bab ini menguraikan latar belakang program, tema
dan tujuan program, penjabaran program, petunjuk pelaksanaan program, dan
contoh pelaksanaan program.
BAB II
SOSOK GURU AGAMA YANG PROFESIONAL DAN BERSPIRITUALITAS KRISTIANI
Pada bab II ini, penulis akan memaparkan tentang Sosok Guru Agama yang
mempunyai spiritualitas Kristiani. Penulis akan menyoroti tentang spiritualitas
Kristiani seorang guru agama Katolik di sekolah dan akan memberikan
sumbangan pemikiran dari berbagai sumber bagaimana sosok guru agama Katolik
yang berspiritualitas.
Dalam bab II ini, penulis membahas tentang sosok guru agama Katolik yang
berspiritualitas Kristiani. Bab II ini merupakan kajian pustaka, maka penulis
membagi bab dalam dua bagian yaitu sosok guru secara umum dan kemudian
sosok guru yang berspiritualitas Kristiani.
A.Sosok Guru Yang Profesional
1. Guru Yang Profesional
Guru dalam pepatah Jawa adalah sosok manusia yang harus dapat digugu
dan ditiru. Digugu artinya segala ucapannya harus dapat dipercaya, sedangkan
ditiru artinya segala tingkah lakunya harus dapat diteladani oleh murid-murid.
Selain memberi teladan yang baik, guru juga berperan penting untuk membimbing
murid-murid (Winkel, 2005: 221).
UU Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1,
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dalam undang-undang ini dapat dilihat bahwa guru adalah pendidik
profesional. Guru yang profesional yang dimaksud seorang guru mampu
menguasai empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian,
dan profesional. Tugas utama seorang guru adalah sebagai pendidik profesional
dimanapun guru itu mengajar baik pada pendidikan dasar ataupun menengah.
Tugas guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan
juga menilai peserta didik. Sedangkan PP No. 38/1992, bab 1, pasal 1, ayat 1
menjelaskan bahwa tenaga kependidikan adalah warga masyarakat yang
mengabdikan diri secara langsung dalam penyelenggaraan lembaga kependidikan
tertentu (Samana, 1994:11).
Surat Edaran Mendikbud dan Kepala BAKN No. 57686/MPK/1989
mendefinisikan guru ialah pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas,
wewenang, dan tanggungjawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan
pendidikan di sekolah, termasuk hak yang melekat dalam jabatan. Suparlan (2006:
9) mengartikan guru sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual,
emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya.
UU Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal
2 ayat 1 menjelaskan: “Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional
dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Dengan kedudukan yang dipunyai oleh guru tersebut maka
guru mempunyai fungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai
agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Selain itu dalam UU ini pada pasal 8 menjelaskan tentang “Guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Uzer Usman (1991: 4) menyatakan bahwa ada tiga jenis tugas guru yaitu
tugas dalam bidang profesi, tugas bidang kemanusiaan, dan tugas dalam bidang
kemasyarakatan. Dalam bidang profesi, bagaimana guru dapat mengajar dan
mendidik siswa dan memberikan pengajaran yang baru. Dalam bidang
kemanusiaan, bagaimana guru dapat menjadi orang tua asuh siswa selama di
sekolah. Dalam bidang masyarakat, guru mendapat posisi yang baik karena
mengajarkan tentang pengetahuan baru kepada orang lain.
Dalam proses belajar mengajar di sekolah, terdapat komponen-komponen
yang saling berinteraksi antara lain guru, isi atau materi pelajaraan, dan siswa.
Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana, seperti
metode, media, dan penataan lingkungan tempat belajar sehingga tercipta situasi
belajar mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya. Suparlan (2006: 10) mengatakan “Guru adalah seseorang yang
memiliki tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat belajar dan atau
mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui
peranan sentral dalam proses belajar mengajar menjalankan tiga tugas utama,
yaitu merencanakan, melaksanakan pengajaran, dan memberikan balikan
(Muhammad Ali, 1987: 4-6). Memberikan balikan artinya memberi tanggapan
atas respon siswa atau pertanyaan dari para siswa ketika di kelas.
Proses belajar dan mengajar masa kini berbeda dengan pembelajaran yang
lalu. Perbedaannya terletak pada peserta didik yang kini menjadi pusat
pembelajaran, bukan hanya gurunya. Dalam pengemasan proses pembelajarannya
pun berbeda, guru tidak hanya berbicara di depan kelas melainkan harus
menciptakan pembelajaran yang aktif dan interaktif dan dikemas dalam
pembelajaran kolaboratif dan kooperatif. SCL (Student Centered Learning) adalah
proses pembelajaran yang terletak pada peserta didik, dimana mereka dapat
memperoleh fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya, sehingga mereka
akan memperoleh pemahaman yang mendalam, dan pada akhimya dapat
meningkatkan mutu kualitas peserta didik.
2. Empat Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan mereka. Pasal 28 ayat 3 Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara tegas
dinyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai agen
kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Untuk menjadi guru
yang profesional harus memiliki empat kompetensi ini antara lain:
a. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru untuk memahami siswa,
bagaimana merancang dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil
belajar siswa serta mampu untuk mengembangkan siswa itu sendiri. Dalam
kompetensi pedagogik ini bagaimana guru mampu untuk mengelola pembelajaran
mulai dari awal sampai akhir, selain itu guru juga membantu siswa untuk
mengembangkan pada ranah kognitif (pengetahuan) dengan kata lain guru mampu
mengelola pembelajaran di kelas.
b. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan guru menguasai kurikulum
materi pembelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan bidang
keilmuannya. Selain itu bagaimana guru juga mampu mempersiapkan administrasi
pembelajarannya. Guru juga mampu untuk menunjukkan sisi kreatifitasnya dalam
mengemas materi agar menarik minat belajar siswa, selain itu mampu
menggunakan media pembelajaran yang sesuai agar motivasi belajar siswa itu
meningkat. Dengan berkembangnya zaman maka guru juga mengikuti
perkembangan ilmu pendidikan terkini yang selalu dinamis. Tugas guru bukan
semata memberikan materi pelajaran kepada siswa saja melainkan bagaimana
c. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kompetensi yang berifat personal dari
seorang guru. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan
memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun lingkungan
sekitarnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati
nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (dicontoh sikap dan perilakunya).
Kemampuan kepribadian seorang guru juga mencerminkan kehidupannya
baik itu dilihat dari faktor fisik maupun psikisnya setiap perkataan, tindakan, dan
tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang.
Samana (1994:54) mengatakan bahwa kompetensi kepribadian merupakan modal
dasar bagi seorang guru dalam menjalankan tugas keguruannya. Selain itu guru
juga mampu menjadi seorang pemimpin baik itu di dalam lingkup sekolah
maupun di luar sekolah, dengan tujuan menciptakan suasana belajar yang
kondusif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dengan kompetensi
kepribadian ini guru dapat menjadi teladan dan panutan bagi para siswanya.
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial seorang guru dapat dilihat dari cara berkomunikasi dan
bergaul secara efektif baik dengan orang tua, sesama guru, maupun dengan siswa
itu sendiri. Selain itu guru tidak boleh mempunyai sikap eksklusif melainkan
inklusif dan tidak mendiskriminasi siswa. Kompetensi sosial juga bagaimana guru
mempunyai cara berkomunikasi yang baik terlebih santun serta mampu
masyarakat. Samana (1994:54) mengatakan bahwa kompetensi sosial merupakan
salah satu modal dasar bagi seorang guru dalam menjalankan tugas keguruannya.
B.Guru Yang Berspiritualitas Kristiani
1. Guru Kristiani
Guru Kristiani adalah seorang awam atau seorang religius (biarawan,
biarawati dan klerus), baik itu beragama Protestan atau Katolik yang mempunyai
profesi sebagai pengajar di sekolah. Guru Kristiani juga mengajar baik itu di
pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. Dalam pelayanannya sebagai
pengajar, guru Kristiani haruslah mampu untuk memberikan kesaksian imannya
dan pelayanannya itu sebagai tugas sosial Gereja. Sebagai pengajar, guru Kristiani
juga haruslah mampu bertindak sebagai pemimpin tapi bukan pemimpin dalam
arti harafiah, melainkan mampu memiliki kedalaman hidup dan memberikan
teladan yang baik bagi orang di sekitarnya. Mintara (2009: 5) mengatakan bahwa
“Seorang pemimpin mesti memiliki kedalaman hidup. Ia mesti seorang pribadi
yang mengakar kuat. Ia tidak mudah bengkok dan ia tahan uji.”
Guru Kristiani berpusat pada Yesus Kristus, Sang Guru Sejati. Selain itu
juga, dalam mengajar pastilah berisi tentang Kristus sendiri dan ajaran-Nya, dan
bagaimana mewujudkannya pada masa sekarang. Pada saat pelayanan-Nya, Yesus
mengajar orang banyak yang mengikuti-Nya dan mendengarkan ajaran-Nya. Pada
masa sekarang, tugas mengajar itu sudah dilanjutkan oleh guru-guru Kristiani,
yang harus mampu menjalankan tugas seperti Yesus. Dalam proses pembelajaran,
kebenaran, kesetiaan dan kasih. Misalnya untuk nilai kebenaran, guru Kristiani
mengajarkan tentang kebenaran pada murid-murid. Dalam mengajar, guru
Kristiani tidak hanya mengajarkan tentang kebenaran-kebenaran tapi juga
bagaimana dapat berkomunikasi dengan Allah itu sendiri (bdk CT art 7).
Berkomunikasi dengan Allah yang dimaksudkan adalah bagaimana guru mampu
menunjukkan bahwa dirinya memberikan teladan misalnya ketika berdoa secara
pribadi.
Guru Katolik mencerminkan orang Kristiani yang mengabdikan diri pada
kehidupan orang banyak, terutama dalam tugas menjadi seorang pendidik di
sekolah. Guru Kristiani bertugas mendidik para murid melalui pelajaran agama
Katolik di sekolah. Melalui tugasnya yaitu mendidik guru dapat membuat orang
banyak terbantu terutama dalam hal pendidikan. Sebagai orang Kristiani, tugas
menjadi seorang guru merupakan suatu panggilan hati, karena dengan melayani
dengan sepenuh hati maka guru itu dapat menghayati tugas yang diembannya.
Panggilan hati yang dimaksud adalah bagaimana guru itu menghayati bahwa
menjadi gurulah panggilan hidupnya. Guru merupakan tugas yang mulia dan
menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam melayani sesama. Menjadi guru
Kristiani merupakan sebuah pelayanan terutama pelayanan akan iman jadi bukan
hanya sekedar pekerjaan.
2. Guru Agama Katolik
Guru agama Katolik adalah seorang awam Katolik atau religius (biarawan
agama Katolik mengajar pelajaran agama Katolik di sekolah baik di tingkat
sekolah dasar atau menengah.
Guru agama Katolik mempunyai iman yang dewasa agar mampu
melaksanakan tugas untuk membantu, mempermudah dan memperlancar
pengakuan iman murid-muridnya sebagai orang beriman. Guru agama Katolik
dapat disebut sebagai pendidik iman, saksi iman, dan membantu dalam
perkembangan iman murid-muridnya.
Sebagai pendidik iman, guru agama Katolik mewartakan Kabar Gembira
Kerajaan Allah dalam proses belajar mengajarnya. Hal tersebut mempunyai tujuan
agar para murid terbantu untuk semakin mengenal dan menghayati imannya akan
Kristus. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik iman dalam melaksanakan
pelayanannya harus memperhatikan kehidupan konkret para murid (Setyakarjana,
1997:4).
Selain sebagai pendidik iman, guru agama Katolik juga sebagai saksi
iman. Maksudnya adalah mempunyai identitas sendiri atau khas dalam
melaksanakan tugasnya yang belum tentu dimiliki oleh guru lain. Identitas
tersebut dapat terlihat dalam mewartakan kabar gembira Kerajaan Allah dalam
setiap proses pembelajarannya. Tindakan nyata dapat dilihat sebagai perwujudan
dari kesaksian iman, misalnya pembawaan diri yang tenang dan matang, disiplin
diri, memperjuangkan keadilan dan memperhatikan siswa yang kesulitan. Jadi,
guru agama Katolik dalam mengajar tidak hanya melalui kata-kata saja,
melainkan melalui tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan
Peranan guru agama Katolik di sekolah ketika mengajar di kelas sama
dengan guru-guru mata pelajaran yang lain seperti matematika, IPS, ataupun mata
pelajaran yang lain. Tapi dalam hal mendidik, guru agama Katolik lebih spesifik
dan lebih mendalam, karena guru agama Katolik lebih memperhatikan
perkembangan iman siswa siswinya. Dalam mata pelajaran PAK lebih ditekankan
pada pemahaman murid-murid bukan hafalan semata serta tidak lepas dari tugas
utamanya guru agama Katolik adalah membantu memperkembangkan iman
murid-muridnya. Proses dalam PAK direncanakan dan diorganisir serta
dipertanggungajawabkan demi perubahan anak didik, sehingga dapat
memperkembangkan hidup beriman para siswa (Winkel, 1989: 20).
Hutabarat dalam Lokakarya Malino (1981: 18) menyatakan bahwa PAK
merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah, agar siswa mampu
menggumuli hidup dari segi pandangan-pandangan Katolik, dan dengan demikian
mudah-mudahan siswa berkembang terus menerus menjadi manusia paripurna
(manusia beriman). Lokakarya Malino (1981: 20) menyatakan bahwa guru agama
Katolik merupakan pengantar proses belajar dan memiliki persiapan yang
sungguh-sungguh. Guru agama Katolik di sekolah merupakan pembina iman yang
harus memiliki pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman iman, yang bertugas
tidak hanya mengajar melainkan mampu menciptakan situasi yang nyaman bagi
siswa untuk dapat belajar dan mendapatkan hasil yang baik.
Guru agama Katolik di sekolah merupakan pendidik iman dan juga sebagai
kepada remaja (murid-murid), dan sekolah juga merupakan tempat bertemu dan
berinteraksi satu sama lain. Dalam hal ini Papo (1990: 15-16) mengatakan:
Makna lingkup sekolah ialah tingkat lembaga pendidikan dengan kurikulumnya, ditunjang dengan struktur peluang kecerahan masa depan beserta kondisi sekolah dan kondisi lingkungan hidup anak, dengan wawasan yang berorientasi kepada hidup dan mau terlibat dalam masyarakat.
Dari penjelasan ini dapat dikatakan bahwa lingkup sekolah merupakan
tempat yang baik asalkan kondisi lingkungan sekolah mendukung untuk
mendidik, terutama dalam mendidik iman para muridnya. Sama dengan Yesus
sendiri yang begitu gigih dalam mengajar orang-orang banyak pada waktu itu.
Apa yang diwartakan oleh Yesus? Yang diwartakan Yesus adalah Kerajaan Allah
(EN art. 8). Begitu pula guru agama di sekolah, bertugas mewartakan Yesus dan
juga Kerajaan Allah yang secara sederhana dapat dilihat melalui kehidupan
sehari-hari di sekolah. Mewartakan Injil merupakan tugas khas bagi Gereja seperti
pengajaran, pelayanan, dan kesaksian. Gereja ada untuk mewartakan Injil melalui
kotbah dan mengajar, selain itu memberikan pelayanan (EN art. 14). Dalam
mengajar di kelas, guru agama Katolik perlulah memperhatikan pembawaan
dirinya dan juga menciptakan relasi yang komunikatif serta dialog yang aktif
dengan para siswa. Penampilan yang baik akan mencerminkan penghayatan diri
sebagai guru agama Katolik.
Pendidikan iman tidak lepas dari tugas guru agama Katolik di sekolah,
yaitu mendidik iman siswa agar semakin mendalam dan mampu menghayati
imannya. Papo (1990: 17) mengatakan bahwa “Hidup beriman berarti hidup
Dengan kata lain beriman akan Yesus Kristus berarti juga mau bersatu
dengan-Nya dan menyerahkan hidup bersama dengan Dia. Mengajar adalah tugas utama
guru agama, sama dengan Yesus pada waktu itu mengajar orang-orang banyak
(Mat 4:23; Mrk 13:13).
Pendidikan iman itu haruslah menyentuh dan memperhatikan kehidupan
konkret para siswa yang juga harus bersifat holistik. Bersifat holistik artinya,
sesuai dengan kepentingan siswa, tujuan PAK di sekolah harus mencakup segi
kognitif, afeksi, dan praksis (Heryatno, 2008: 23). Ketiga unsur ini adalah satu
kesatuan, tidak dapat dipisahkan karena saling berhubungan, karena dengan ketiga
unsur ini dapat mencerminkan orang Kristiani yang setia menghayati imannya.
Usaha pendidikan iman di sekolah itu untuk membantu orang semakin tumbuh
dan berkembang dalam kehidupan iman dan menjadi serupa dengan Kristus (2
Kor, 3:18).
Values FKIP Universitas Sanata Dharma menekankan beberapa sikap yang
harus dipunyai oleh guru, yaitu profesionalitas, kecintaan dan kreativitas kepada
nara didik, dan mempunyai sikap murah hati. Ketiga sikap inilah yang harus
benar-benar diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Begitu juga
terhadap mahasiswa-mahasiswi IPPAK sebagai calong guru agama Katolik.
Profesionalitas yang dimaksud adalah bagaimana kemampuan guru
mengikuti perkembangan ilmu terkini, dengan cara terus belajar dan
mengembangkan diri. Selain itu guru juga mampu menguasai bahan atau materi
pembelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan substansi keilmuannya
sehingga para siswa dapat benar-benar dapat diperhatikan oleh guru. Kreativitas
seorang guru juga diperlukan dalam pembelajaran, agar timbul niat dan minat para
siswa untuk mengikuti pembelajaran.
Guru agama Katolik di sekolah perlu memperhatikan 4 kompetensi yang
wajib dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial. Kompetensi pedagogik yaitu dimana guru agama Katolik
mempunyai kemampuan untuk memahami karakteristik yang dimiliki oleh para
siswa melalui berbagai cara. Cara tersebut adalah bagaimana merancang
pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran PAK sekaligus melakukan
evaluasi.
Kompetensi yang kedua adalah kompetensi kepribadian. Kepribadian guru
agama Katolik mempunyai kekhasan, dewasa, bijaksana, arif serta mempunyai
akhlak yang mulia sehingga guru agama Katolik dapat menjadi teladan bagi para
siswanya.
Kompetensi yang ketiga adalah kompetensi profesional, yaitu guru mampu
menguasai materi pembelajaran khususnya materi dalam PAK. Materi PAK
mencakup 4 dimensi, yaitu dimensi pribadi siswa, termasuk relasi dengan sesama
dan lingkungannya. Yang kedua adalah dimensi pribadi Yesus Kristus, kekhasan
iman Kristiani diwarnai oleh pribadi Yesus Kristus. Ketiga adalah dimensi Gereja,
yang dipahami sebagai persekutuan murid-murid Yesus yang siap melanjutkan
karya Yesus. Dimana ajaran dan Iman Gereja berkembang di dalamnya. Dimensi
terakhir adalah dimensi kemasyarakatan, yaitu Kristus dan Gereja-Nya ada bukan
Kompetensi sosial perlu dimiliki oleh guru agama Katolik, karena untuk
melakukan proses pembelajaran harus dapat berkomunikasi dengan baik.
Komunikasi tidak hanya melulu kepada siswa, melainkan kepada teman sekerja
maupun dengan orang tua murid.
3. Spiritualitas Kristiani
Kata spiritualitas dalam konteks keagamaan dimengerti sebagai hubungan
antara manusia dengan Allah. Spiritualitas berasal dari kata spirit yang memiliki
dua arti, yang pertama adalah sukma, jiwa, roh: yang kedua berarti semangat.
Manusia mempunyai hubungan dengan Allah dimana dengan mempunyai
spiritualitas atau semangat itu manusia mampu melakukan kegiatannya. Heuken
(2002: 11) mengatakan bahwa “spiritualitas itu menandakan hubungan
„kerohanian‟ antara orang perorangan dengan Allah”.
Heryatno (2008: 89) mengatakan bahwa “spiritualitas diletakkan di dalam
konteks transendensi hidup manusia yang memberi makna dan yang sekaligus
mengarahkan serta menyatukan seluruh kegiatan hidupnya”. Dari sini dapat
dilihat bahwa hubungan dengan Allah adalah puncak hidup manusia, bagaimana
manusia menyerahkan dan mengarahkan hidupnya pada rahmat Allah.
Spiritualitas yang bersumber pada Yesus Kristus inilah yang disebut spiritualitas
Kristiani.
Spiritualitas berhubungan dengan iman seseorang, dimana manusia
beriman akan Yang Ilahi. Manusia berhubungan dengan Allah dan manusia
mengatakan bahwa “Iman adalah kepercayaan manusia kepada Allah, penyerahan
diri kepada-Nya sebagai jawaban manusia kepada panggilan Allah”. Dapat dilihat
bahwa dengan iman itu, manusia mampu berhubungan dengan Allah, dan juga
dapat menemukan rahmat atau berkat yang diberikan oleh Allah.
Dengan iman itu juga, manusia mampu mengamalkan kebaikan bagi
orang-orang di lingkungannya, asalkan manusia itu mampu juga untuk
menghayati imannya itu dengan sepenuh hati. Iman bukan sikap batin yang
melarikan diri ke dalam dunia khayal. Iman adalah kesadaran bahwa hidup tidak
sendirian melainkan bersatu padu dengan semua orang lain yang telah memilih
Kristus menjadi pegangan hidupnya. Percaya berarti mengakui bahwa hidupnya
sudah mempunyai arti akan Kristus yang bersatu dengan Allah (Jacobs, 1985:
91-92).
Spiritualitas Kristiani dipahami juga sebagai Spiritualitas yang berpusat
pada Kristus. Sebagai umat Kristiani, kita percaya bahwa Tuhan telah menyatakan
diri-Nya di dalam diri Yesus Kristus PuteraNya oleh kuasa Roh Kudus-Nya. Oleh
karena itu, spiritualitas Kristen bersumber pada Allah Tritunggal Maha Kudus,
sedangkan yang menjadi pusat adalah Kristus sendiri. Sifat Kristosentris itu bukan
untuk menyampaikan ajaran guru sendiri, melainkan ajaran Yesus Kristus, yaitu
kebenaran yang tidak lain Diri-Nya sendiri (CT art 6). Dengan spiritualitas itu
manusia mampu untuk menghayati imannya itu dan mampu
mempertanggungjawabkan imannya. Papo (1990: 17) mengatakan “Hidup
beriman berarti hidup seorang Kristen bersama dan dalam Yesus Kristus, yang
mengimani Yesus Kristus selain itu dalam segala tindakannya, juga
memperhatikan orang yang mengimani Yesus.
4. Sosok Guru Agama Yang Berspiritualitas Kristiani
Pada sub bab ini penulis akan membahas sosok guru agama yang
berspiritualitas Kristiani. Sub bab sebelumnya telah menguraikan tentang guru,
guru agama Katolik serta spiritualitas Kristiani. Selain menjadi pendidik iman di
sekolah yang mengimani Kristus, guru agama Katolik juga haruslah mempunyai
spiritualitas Kristiani yang mendalam.
Guru agama Katolik juga dapat berkarya di tengah masyarakat, yaitu
sebagai pewarta dan saksi Kristus. Khususnya dalam bidang pendidikan di
sekolah, yakni mewartakan Kerajaan Allah melalui pengajaran di sekolah.
Sebagai orang Kristiani, guru agama Katolik mempercayakan dan menyerahkan
hidupnya pada penyelenggaraan Allah. Selain itu guru agama Katolik juga belajar
dari Sang Guru sejati yaitu Yesus Kristus sendiri. Dalam kehidupan-Nya, Yesus
selalu menyerahkan seluruh hidup-Nya pada penyelenggaraan Bapa, berpegang
teguh pada kehendak Bapa-Nya. Demikian juga dengan guru agama Katolik,
perlulah menyerahkan hidup dan selalu berpegang pada ajaran kasih Yesus dan
mengasihi Bapa. Hidup bersatu dengan Bapa dan Yesus menjadi tujuan orang
kristiani dan juga tinggal di dalam Dia. Spiritualitas Yesus sendiri menjadi sebuah
spiritualitas guru Kristiani. Mintara (2014: 22) mengatakan:
adalah panggilan hati. Panggilan menjadi guru adalah panggilan dari Sang Guru Sejati.
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa menjadi seorang pengajar bukan
semata-mata sebagai sebuah profesi, karena dibutuhkan passion atau hasrat
didalamnya serta sebuah panggilan dan skill. Seorang pengajar harus mencintai
pekerjaan mengajar, bahan yang diajar dan siapa yang diajar. Tiga elemen ini
harus bersinergi untuk menghasilkan seorang pengajar dan murid yang
berkualitas.
Spiritualitas Kristiani mempunyai wujud yang khas yaitu pelayanan tanpa
mengharapkan balas jasa. Mengapa pelayanan? Karena dengan pelayanan itu,
guru agama Katolik juga ikut menghayati pelayanan Yesus sendiri. Pelayanan
sepenuh hati Yesus kepada bangsa-Nya pada waktu itu dapat menjadi contoh yang
baik bagi guru agama Katolik yaitu melayani dengan sepenuh hati. Mintara (2010:
36) mengatakan bahwa “Memberikan diri sepenuh hati dan menyelami hati anak
-anak kita kiranya merupakan modal utama untuk memahami mereka secara utuh”.
Sebagai simbol dari pelayanan itu kita harus menjadi terang dan garam dunia.
Mintara (2010: 73) mengatakan “Menjadi garam dan terang dunia berarti menjadi
model dan contoh pelaku keutamaan Kristiani”.
Guru juga haruslah mempunyai sikap pelayanan dengan tulus dan juga
memberikan teladan yang baik bagi murid-muridnya. Melayani dengan rendah
hati dan tulus menjadikan seorang guru dicintai oleh murid-muridnya, selain
memberikan teladan yang baik, guru juga mengajarkan keutamaan dan pelajaran
mengajarkan praktek secara langsung memberikan teladan dan pelayanan kepada
orang-orang disekitarnya. Mau belajar terus menerus merupakan tugas dari guru,
Profesi guru adalah sebuah panggilan hidup, jika tidak mempunyai
panggilan sebagai seorang guru mungkin ada kesulitan ketika menjalaninya. Guru
juga mampu menghayati sikap-sikap yang mencerminkan seorang guru Kristiani.
Heryatno (2008: 91) mengatakan “…..panggilan-Nya kita tanggapi antara lain
dengan meneguhkan, mengasihi, menyemangati, memperhatikan, mendampingi,
dan membantu peserta didik yang dipercayakan kepada pengabdian kita.” Dari
sini kita dapat melihat bahwa guru agama Katolik haruslah mempunyai
spiritualitas dan juga integritas sehingga mampu mewujudkan pelayanannya
dengan sepenuh hati. Mengapa sepenuh hati, karena dengan sepenuh hati itu
seorang guru dapat menanggapi peserta didik (siswa) dengan baik pula atau
memandang baik peserta didik (siswa). Mintara (2010: 88) mengatakan “Yang
paling penting dibutuhkan dalam mengajar bukanlah kata-kata, melainkan teladan
hidup. Yang dibutuhkan adalah integritas dan jati diri Anda sebagai pribadi yang
berprofesi guru”.
Selain itu guru juga menjadi pemimpin, bukan pemimpin dalam arti
harafiah tetapi berani menjadi pemimpin bagi dirinya dan juga bagi peserta
didiknya. Mintara (2009: 5) mengatakan bahwa “Seorang pemimpin mesti
memiliki kedalaman hidup. Ia mesti seorang pribadi yang mengakar kuat. Ia tidak
mudah bengkok dan tahan uji. Seorang pemimpin mesti siap sedia menjalankan
hidup. Maksudnya adalah menghayati jalan panggilannya sebagai guru agama,
dan tidak meninggalkan hidup doa dan pelayanannya.
Kedalaman hidup dapat diartikan juga mampu melihat kembali atau
berefleksi baik dirinya, kegiatannya, dan juga pelayanannya kepada para siswa.
Doa dan pelayanan dapat menjadikan semangat dalam panggilan sebagai guru.
Mempunyai pendirian yang kuat dan tidak mudah terpengaruh apalagi pengaruh
yang jelek, serta siap menjalankan tugasnya, guru agama Katolik perlulah
mempunyai sikap siap sedia. Apabila ditunjuk atau ditugaskan dimanapun, guru
agama Katolik siap sedia untuk menanggapi panggilannya sebagai guru.
Kepekaan menjadi sikap yang mesti dimiliki oleh guru agama Katolik
yaitu bagaimana dapat melihat keadaan konkret yang dialami oleh siswa.
Misalnya ketika ada siswa yang lesu ketika mengikuti pelajaran agama, guru
mendatangi dan bertanya ada masalah apa. Ketika Yesus memperingatkan Yudas
dan juga ketika Yesus menegur Petrus yang kurang percaya pada-Nya, Yesus
dengan tegas mengingatkan bahwa yang bekerja dalam dirinya (Petrus) bukan roh
baik tapi roh jahat (Yoh 13:36-38). Dalam hal ini Yakob Papo (1990: 36)
mengatakan:
Seorang guru agama, baik pada tempat kerjanya di tengah-tengah anak didik dan juga dalam lingkungan masyarakat harus selalu menyadari dan membarui motivasi tugasnya bahwa ia adalah guru iman yang terpanggil untuk mewartakan Kristus.
Guru agama Katolik memiliki tempat di tengah masyarakat, karena dengan
mengembangkan potensinya. Guru dapat menunjukkan bahwa dirinya mampu dan
berani mewartakan Yesus di tengah masyarakat, membawa damai dan juga
BAB III
PEMBINAAN SPIRITUALITAS KRISTIANI MAHASISWA-MAHASISWI IPPAK-USD SEBAGAI CALON GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL DAN BERSPIRITUAL
Dalam bab II telah diuraikan tentang pengertian guru secara umum sampai
pengertian secara khusus tentang guru agama Katolik. Pada bab II juga telah
diuraikan tentang Spiritualitas Kristiani dan guru agama Katolik yang
berspiritualitas Kristiani.
Pada bab III ini penulis membahas penelitian tentang pembinaan
Spiritualitas Kristiani bagi mahasiswa-mahasiswi IPPAK-USD sebagai calon guru
agama Katolik. Dalam bab III ini penulis memulainya dengan memaparkan
gambaran umum prodi IPPAK-USD, mahasiswa-mahasiswi prodi IPPAK dan
perkembangannya serta suasana akademis. Bagian selanjutnya penulis
menjelaskan metodologi penelitian yang akan dilaksanakan. Sesudah
melaksanakan penelitian, penulis membahas hasil penelitian yang telah diperoleh
dalam laporan penelitian. Dengan penelitian ini, penulis berharap dapat
menggambarkan sosok guru agama Katolik ysng ideal dan yang diharapkan
A. Gambaran Umum Prodi IPPAK-USD
1. Visi dan Misi Prodi IPPAK-USD tahun 2013
Menurut Borang Akreditasi Prodi IPPAK – USD tahun 2013, Prodi
IPPAK-USD memiliki visi yaitu:
“Terwujudnya Gereja yang memperjuangkan masyarakat Indonesia yang semakin bermartabat.”
Sedangkan Misi Prodi IPPAK-USD menurut Borang Akreditasi Prodi
IPPAK-USD tahun 2013 adalah:
a. Mendidik kaum muda menjadi katekis dalam konteks Gereja Indonesia yang
memasyarakat.
b. Mengembangkan karya katekese dalam Gereja demi masyarakat Indonesia
yang semakin bermartabat.
2. Tujuan Prodi IPPAK-USD
Menurut Borang Akreditasi Prodi IPPAK-USD tahun 2013, prodi IPPAK
mempunyai tujuan yaitu:
a. Menghasilkan pendidik Agama Katolik di sekolah maupun pendidik Agama
Katolik di paroki yang mempunyai iman yang mendalam, berkompeten,
berkepribadian dan berintegritas unggul. Selain itu dapat membantu umat
beriman mengembangkan imannya.
b. Menghasilkan pengembang karya katekese melalui kerjasama dengan
tokoh-tokoh umat dan para pimpinan Gereja.
c. Prodi IPPAK-USD mampu menghasilkan karya-karya pengembangan
Prodi IPPAK - USD berkomitmen semakin mantap untuk menjadi
lembaga pendidikan katekis dan pengembang karya katekese di Indonesia. Maka
dengan itu prodi IPPAK - USD selalu mengadakan kegiatan-kegiatan yang
mendukung warga kampus seperti retret angkatan dan juga dosen, bekerjasama
dengan alumni dalam bentuk lokakarya, kerjasama dengan sekolah-sekolah
Katolik, dan juga yang penting adalah meningkatkan pelaksanaan kuliah
Pembinaan Spiritualitas bagi mahasiswa-mahasiswi IPPAK sendiri. Itu semua
bertujuan agar lulusan prodi IPPAK menjadi semakin berkembang dan maju.
Semua itu dapat terjadi bila ada kerjasama antar pihak yang terlibat baik itu oleh
dosen, mahasiswa, maupun stakeholder yang terkait.
Tim penyusun Borang Akreditasi tahun 2013 menjelaskan bahwa Prodi
IPPAK - USD semakin belajar bagaimana mengembangkan kurikulum
perkuliahan yang sesuai juga relevan untuk zaman sekarang ini terutama akan
kebutuhan umat yang akan dilayani. Karena zaman yang semakin berkembang
maka dosen juga semakin mempersiapkan diri dengan meningkatkan
produktivitas, kualitas mengajar, dan juga penelitian. Itu semua dilakukan oleh
dosen IPPAK untuk mempersiapkan mahasiswanya agar dapat menghadapi
tuntutan zaman sekarang.
Menghadapi berkembangnya zaman dan tuntutannya, Prodi IPPAK tidak
berdiam diri untuk melakukan perubahan misalnya dengan semakin
berkembangnya program-program unggulan semisal Teater Rakyat, dimana
kegiatan ini mengasah kemampuan mahasiswa-mahasiswi untuk mampu
sedang hangat di masyarakat. Selain itu ada Pembinaan Spiritualitas yang ada di
tiap semester (mulai dari semester I sampai VIII). Dalam Pembinaan Spiritualitas
ini terdapat tema-tema yang diolah pada tiap semester. Tema-tema ini diharapkan
memacu mahasiswa-mahasiswi untuk semakin mampu melihat dirinya sebagai
pribadi yang otentik dan juga menghargai temannya yang lain. Tapi yang paling
utama mahasiswa mampu mendapatkan ilmu terutama akan pelatihan soft skills.
3. Gambaran Umum Mahasiswa-mahasiswi IPPAK - USD
Beragamnya mahasiswa-mahasiswi IPPAK yang datang dari berbagai
daerah menjadi salah satu kekhasan prodi ini. Kaum religius dan awam semua
menyatu dalam komunitas kampus. Pengalaman penulis pada awal kuliah
merasakan sedikit canggung atau segan ketika berbincang atau berdiskusi dengan
kaum religius, karena mereka berbeda dari yang lain. Tapi lama-kelamaan
menjadi terbiasa karena mereka juga ingin belajar bersama. Itu salah satu contoh
keakraban mahasiswa-mahasiswi IPPAK. Begitu juga dengan dosen dan
mahasiswanya mengalami relasi yang saling menguatkan, meneguhkan dan penuh
dengan persaudaraan.
Di prodi IPPAK, mahasiswa-mahasiswi mempunyai dosen pembimbing
(DPA) masing-masing untuk mendampingi studi selama kuliah, dan juga
mendampingi ketika ada persoalan, sehingga tidak mengganggu kelancaran studi.
DPA juga mengamati berkembangnya mahasiswa-mahasiswi di dalam proses
kuliah maupun di luar kuliah. Ini semua terjalin dengan baik dan penuh dengan