PEMAKNAAN LABELING PADA REMAJA Dwi Apriliani Sujito Putri
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan secara jelas pemaknaan remaja tentang sebuah labeling yang diterima. Ketertarikan penelitian ini didasarkan pada banyaknya label yang diterima remaja dari masyarakat. Penelitian ini berfokus pada bagaimana remaja memaknai pengalaman tentang label yang diterimanya dari masyarakat baik yang positif ataupun yang negatif melalui apa yang dirasakan, dipikirkan, diharapkan, dilakukan dan tentang keyakinan terhadap sebuah label yang diterima. Penelitian ini dilakukan terhadap 4 subjek. Metode yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara semi terstruktur. Proses validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman remaja yang memaknai label sebagai hal negatif akan cenderung mengabaikan dan label tersebut tidak berpengaruh terhadap perilaku, karena mereka yakin bahwa tidak perlu mengubah identitas diri. Sedangkan remaja yang memaknai label sebagai hal positif cenderung menyakini bahwa label adalah penilaian dari masyarakat, sehingga menganggap label sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
MEANING ABOUT LABELING IN ADOLESCENTS Dwi Apriliani Sujito Putri
ABSTRACT
The reseacrh aims to reveal the understanding of adolescents about a labeling that received clearly. This reasearch based on many label received by them from society and focused on how they interpret the label received from society whether positive or negative through what they feel, think, wish for, did for and about believe in a label received. The research used 4 subjects and the method used is qualitative phenomenology with the technique of collecting data that was a semi-structured interview. The process of validity based on certainly whether the research results have a proper results from the prospective of researchers, participation or the reader. The research results show that adolescents in interpreting the label as a negative thing will tend to ignore and the labels not affect the behavior, because they was sure that not important to change self identity. The adolescent that interpret label as a positive thing tend to believe with label because they think that label is a valuation from society and assume a label as a daily behavior guideline.
PEMAKNAAN LABELING PADA REMAJA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Dwi Apriliani Sujito Putri
NIM : 109114079
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
Motto
-Everyone has a their own problem,
So, don’t judge people easily.-
-Respect them if they have different way for same result.-
-Everyone has their own way to reach their dream.-
v
vii
Pemaknaan Labeling Pada Remaja
Dwi Apriliani Sujito Putri
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan secara jelas pemaknaan remaja tentang sebuah labeling yang diterima. Ketertarikan penelitian ini didasarkan pada banyaknya label yang diterima remaja dari masyarakat. Penelitian ini berfokus pada bagaimana remaja memaknai pengalaman tentang label yang diterimanya dari masyarakat baik yang positif ataupun yang negatif melalui apa yang dirasakan, dipikirkan, diharapkan, dilakukan dan tentang keyakinan terhadap sebuah label yang diterima. Penelitian ini dilakukan terhadap 4 subjek. Metode yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara semi terstruktur. Proses validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman remaja yang memaknai label sebagai hal negatif akan cenderung mengabaikan dan label tersebut tidak berpengaruh terhadap perilaku, karena mereka yakin bahwa tidak perlu mengubah identitas diri. Sedangkan remaja yang memaknai label sebagai hal positif cenderung menyakini bahwa label adalah penilaian dari masyarakat, sehingga menganggap label sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
viii
MEANING ABOUT LABELING IN ADOLESCENTS
Dwi Apriliani Sujito Putri
ABSTRACT
The reseacrh aims to reveal the understanding of adolescents about a labeling that received clearly. This reasearch based on many label received by them from society and focused on how they interpret the label received from society whether positive or negative through what they feel, think, wish for, did for and about believe in a label received. The research used 4 subjects and the method used is qualitative phenomenology with the technique of collecting data that was a semi-structured interview. The process of validity based on certainly whether the research results have a proper results from the prospective of researchers, participation or the reader. The research results show that adolescents in interpreting the label as a negative thing will tend to ignore and the labels not affect the behavior, because they was sure that not important to change self identity. The adolescent that interpret label as a positive thing tend to believe with label because they think that label is a valuation from society and assume a label as a daily behavior guideline.
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
penyertaannya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dan tepat waktu. Saya juga
memohon maaf apabila dalam pengerjaan skripsi ini masih terdapat kesalahan
yang tidak semestinya dilakukan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan
saran, masukan, dan koreksi yang bersifat membangun kearah yang lebih baik
demi kesempurnaan ilmu yang telah peroleh di Fakultas Psikologi.
Selain dari berkat dari Tuhan Yang Maha Esa, proses penyelesaian skripsi ini
melibatkan banyak pihak yang dengan tulus memberikan bantuan dan
dukungannya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya
selama proses penulisan skripsi ini. Secara khusus saya ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak, Ibu, dan kakak-adik saya yang memberikan semangat serta dukungan
agar saya dapat segera menyelesaikan skripsinya dengan baik dan tepat waktu.
2. Bapak Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Psi selaku dosen pembimbing yang
telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
juga karena Ibu telah banyak membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini.
Terima kasih atas semangat, nasihat, bimbingan dan kesabaran selama saya
menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi.
3. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, yang dengan
xi
4. Dosen penguji 1 dan 2 yang berkenan menguji penelitian saya dan
memberikan masukan untuk penelitian yang telah saya buat.
5. Mas Gandung dan bu Nanik yang selalu membantu untuk mencari informasi
seputar permasalahan di Psikologi.
6. Mas Muji dan Mas Doni yang selalu membantu dalam kegiatan di
Laboratorium Psikologi dan sebagai partner kerja selama satu semester
kemarin.
7. Teman-teman yang selalu memberi semangat dan mendukung saya yaitu :
Tifany Christanti, Ayu Lestari, Adita Primasti, Solider, Naris, Tari, Manik,
Rika, Onda, Bara dan semua teman-teman yang namanya tidak mungkin
disebutkan satu per satu. Saya mengucapkan banyak trimakasih atas
dukungan, semangat, diskusi dan canda tawa selama kita belajar dan
mengenyam pendidikan sarjana.
8. “Someone Special” sebagai orang yang saya sayangi yang selalu memberi
dukungan kepada saya dalam keadaan apapun. Terima kasih untuk selalu
memberikan kebahagiaan, selalu sabar, selalu tersenyum dan selalu
memberikan hal-hal positif dalam hidup saya.
9. Teman-teman Psikologi angkatan 2010 yang tidak mungkin saya sebutkan
namanya satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan kebersamaan kalian
selama kita belajar ilmu jiwa ini.
10.Teman-teman Masdha ’10 yang sudah menjadi keluarga kedua dan bisa
xii
11.Semua subjek yang telah memberikan data dalam penelitian ini : N, MF, YF,
AA
12.Terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu
yang senantiasa memberikan dukungan dan doa untuk kesuksesan saya dalam
menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa. Terima kasih.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
maupun penulis sendiri untuk bahan studi selanjutnya.
Yogyakarta, 2 November 2014
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KAYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. LANDASAN TEORI ... 7
A. Remaja... 7
xiv
C. Penelitian Tentang Labeling ... ……. 13
D. Makna Labeling Bagi Remaja ... 14
E. Skema ... ………. 15
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16
A. Jenis Penelitian ... ………. 16
B. Fokus Penelitian ... ………. 17
C. Informan Penelitian ... 18
a. Karakteristik Penelitian ... 18
b. Prosedur Pengambilan Informan Penelitian ... 19
c. Jumlah Informan Penelitian ... 19
D. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 19
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 20
3. Tahap Pencatatan Data ... 21
E. Metode Pengambilan Data ... 21
F. Metode Analisis Data ... ………. 23
G. Kredibilitas Penelitian ... ………. 25
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27
A. Profil Informan ... 27
B. Analisis Data ... 29
C. Skema Analisis Data ... 34
D. Hasil Analisis Penelitian ... 34
xv
2. Informan II ... 35
3. Informan III ... 37
4. Informan IV ... 38
E. Pembahasan ... ………. 41
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
A. Kesimpulan ... 42
B. Saran ... 43
1. Bagi Peneliti Lain ... 43
2. Bagi Masyarakat... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Panduan Wawancara ... 22
Tabel 2. Profil Informan ... 27
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1 BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini jika kita sadari hampir di semua kalangan, baik dari
masa anak-anak hingga orang tua mempunyai sebuah label semasa
hidupnya. Hal tersebut dilakukan secara turun temurun, baik dari orang tua
ke anaknya ataupun dari lingkungan sekitarnya (masyarakat dan teman
sebaya), terutama pada diri seorang remaja. Sebagai contoh, Chairul
Tanjung adalah salah satu orang yang sempat menjadi pembicaraan
kalangan masyarakat dengan label ”anak singkong”, yang pada akhirnya
label tersebut juga menjadi sebuah buku. Ketua Komite Ekonomi Nasional
(KEN) ini mendapat julukan tersebut karena kisah hidupnya yang berasal
dari satu kampung di Jakarta yang dari masa kecil merasakan hidup susah,
namun tetap lebih mengutamakan pendidikan (sacom (suaraagraria.com)).
Dari fakta diatas, kita dapat melihat label yang diberikan tersebut
mempunyai maksud, makna dan sebab yang berbeda pada setiap individu.
Beberapa orang yang memberikan label biasanya mempunyai
harapan terhadap label yang sudah diberikan baik secara positif maupun
negatif. Pemberian label pada seseorangyang mempunyai makna negatif
biasanya disebut label negatif, dimana hal tersebut cenderung akan
memberikan dampak negatif bagi individu yang diberi label. Sedangkan
disebut label positif, hal tersebut juga cenderung akan memberikan
dampak positif bagi individu yang diberi label (Ganengwin dalam Herani,
2012).
Sebuah label baik yang negatif atau positif digunakan oleh
seseorang untuk memudahkan mengingat, seperti menempelkan sebuah
ciri khas yang ada pada seseorang tersebut, atau dengan karakter yang dia
miliki (web.unair.ac.id). Ciri-ciri tersebut juga dapat berasal dari ciri fisik
yang menonjol, penyakit menetap yang diderita, karakter seseorang,
orientasi seksual, ciri kolektif ras, etnik dan golongan (Aztlan dalam
Herani 2012). Beberapa orang mangakui melakukan hal tersebut, karena
ada beberapa nama asli seseorang yang susah diingat, susah diucapkan
sehingga orang yang sudah tua biasanya memberi label tersebut karena
mereka sudah tidak bisa lagi mengingat dengan baik.
Sebuah label yang telah ditanamkan kepada individu akan
menentukan tindakan sehari-harinya. Hal tersebut akan membuat
seseorang mempunyai pandangan baik positif ataupun negatif dari diri
sendiri sesuai dengan label yang diberikan oleh lingkungan (Herani,
2012). Ketika individu memandang dirinya baik tentang penampilan,
prestasi dan status ekonomi. Seorang individu akan lebih menerima
dirinya, lebih merasa bahagia, penuh semangat, toleran, pemaaf dan
peduli. Berbanding terbalik dengan individu yang memandang dirinya
rendah, mereka akan cenderung merasa bersalah dan tidak nyaman
akan digunakan individu untuk mengiterpretasikan permasalahan untuk
mengambil sebuah tindakan (Herani, 2012 ). Label sendiri mempunyai
sumbangan dalam lingkungan sosial dimana seseorang akan mempunyai
kualitas dan kuantitas dalam interaksi sosial tegantung pada kepercayaan
diri dan harapan yang dimilikinya sesuai dengan identitas diri yang telah
dibuat dari labeling. Hal yang lain menunjukkan bahwa prediktor
kenakalan meliputi identitas diri dan pada usia ini, remaja menyumbang
jumlah yang banyak mengenai kenakalan (Santrock, 2002).
Tanpa disadari label yang diberikan tersebut ternyata berdampak
bagi individu, terutama bagi konsep diri. Konsep diri sendiri adalah hal
yang sangat penting sebgai sebuah atribut untuk memprediksi dan
mengerti perilaku (Sindhawani, 2002). Selain itu konsep diri juga menjadi
sebuah gambaran diri, untuk memandang dari aspek fisik, status ekonomi,
penghargaan, jika seseorang memandang aspek tersebut secara baik maka
seorang individu juga akan mempunyai konsep diri sejalan dengan
pandangan dirinya. Konsep diri adalah hal yang penting untuk kesehatan
mental, terutaman pada remaja, karena dalam masa ini mereka akan
menunjukkan konsep dirinya dengan perkembangan kemandirian dan
kebebasan yang didapatkan (Sindhawani, 2002). Pada masa ini remaja
cenderung akan mulai menetapkan indentitasnya yang salah satu
penyumbangnya adalah pandangan dari masyarakat. Seorang peneliti
menjelaskan bahwa individu yang diberikan label, akan menjadi
konsep diri (Coleman dalam Shahzad.S., 2010). Terutama pada remaja,
yang pada umumnya mempunyai pandangan-pandangan sendiri terhadap
dunia (Erikson, 1968). Remaja akan mulai mengevaluasi , berpikir, dan
berperilaku sesuai dengan keyakinan dan nilai-nilai tersebut (Budiman,
2014). Seorang remaja yang tidak mampu mengatasi kebingungan akan
identitasnya yang mana salah satu penyumbangnya adalah sebuah label,
akan membuat remaja tersebut mengalami stress (Santrock, 2002). Pada
masa remaja, seseorang yang dapat mengatasi label dari masyarakat akan
dapat membentuk konsep dirinya, sedangkan remaja yang mengalami
kebingungan identitas dan akan membuat konsep diri sesuai dengan label
yang diterima (Santrock, 2002).
Identitas diri seorang remaja digunakan sebagai sumber pokok
informasi gambaran diri yang ditangkap dari orang lain, yang meliputi
aspek fisik, emosi, intelektual, dan sosial (www.library.upnvj.ac.id).
Seseorang yang memandang identitas dirinya kurang baik, hal ini akan
mempengaruhi cara orang beraktivitas di lingkungan sosialnya. Interaksi
sosial baik dari segi kualitas dan kuantitas akan sejalan dengan pandangan
dari diri (Santrock, 2002). Steinberg menyatakan bahwa pada masa remaja
keyakinan atas nilai-nilai akan semakin terbentuk yang bukan hanya
diberikan oleh orang tua, namun lingkungannya (Aprilia, 1994). Selain itu,
konstruksi diri tidak hanya hasil tindakan dari satu individu melainkan
memerlukan dukungan dari orang lain untuk menjelaskan sebuah label
yang diterima (Gergen, 1983).
Konsep diri dan identitas diri juga berkaitan dengan permasalahan
internal maupun eksternal individu termasuk faktor-faktor khusus seperti
hal yang berkaitan dengan harapan, kepercayaan diri, pandangan terhadap
tingkah laku kita sendiri, dan keseimbangan antara aspek positif dan
negatif tentang diri sendiri (DeHaan & McDermid dalam Henderson. E,
2006). Berdasarkan penjelasan tersebut, sebuah labeling yang diberikan
oleh lingkungan adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada
konsep diri individu. Label adalah pedoman berperilaku, dimana perilaku
seseorang juga menjadi petunjuk nilai orang itu sendiri. Selain itu, label
juga berfungsi sebagai petunjuk jalan atau pemberi arah terhadap
kehidupan manusia. Label tidak hanya mengungkapkan perasaan, namun
juga menimbulkan perubahan yang disampaikan melalui sebuah ide
(Suwaji, 1992).
Dalam hal ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa konsep diri
dan identitas diri seseorang remaja akan memberikan pengaruh didalam
hidup seseorang, dimana salah satu hal yang mempengaruhinya adalah
labeling. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat gambaran makna
sebuah label yang masih banyak digunakan oleh masyarakat pada seorang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang
akan diteliti sebagai berikut : Bagaimana gambaran seorang remaja
tentang makna sebuah labeling?
C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
Untuk menggambarkan dan mengetahui sebuah makna sebuah labeling yang
diberikan masyarakat kepada seorang remaja.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan literatur mengenai
pandangan terhadap sebuah makna labeling berkaitan dengan konsep
diri seorang remaja.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan
dan sebuah gambaran kepada masyarakat tentang sebuah label
7
BAB II
LANDASAN TEORI A. Remaja
Peneliti memilih subjek remaja pada penelitian ini, karena seorang
remaja akan mulai mencari jati dirinya dan dalam proses tersebut seorang
remaja pasti akan menghadapi berbagai masalah yang bisa saja remaja
tidak mampu memecahkan permasalahan yang dia hadapi (Madewitari,
2011). Erikson mendefinisikan remaja sebagai fase adaptif dari
perkembangan kepribadian individu serta sebagai fase mencoba-coba
berbagai peran baru dalam rangka menemukan identitas ego yang mantap
(Pikunas, 1976). Identitas didalam remaja mencakup cara hidup pribadi,
remaja sangat rentan dalam pembentukan identitas ini.
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke masa
dewasa. Meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan
memasuki masa dewasa. Perubahan masa ini menjadi objek penyorotan
terutama perubahan dalam lingkungan dekat, yakni dalam hubungan
dalam keluarga. Menurut Hurlock remaja adalah mereka yang berada
pada usia 12-18 tahun. Sedangkan, menurut Monks, dkk memberi batasan
usia remaja adalah 12-21 tahun (Khildaamaliyah, 2011). Menurut Stanley
Hall (Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Dari
hal tersebut, menunjukkan bahwa remaja adalah seorang individu yang
berumur 12 tahuh- 23 tahun. Individu yang berusia 19 hingga 22 tahun
pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang
rentang usia tersebut (Retnowati.S, 2003).
Menurut Erikson, bahwa pada masa remaja tujuan utama
perkembangannya adalah pembentukan identitas diri. Identitas yang
akhirnya sudah dibentuk oleh seorang remaja akan menentukan peran
sosial yang harus dijalankan (Ristianti.A, 2008). Remaja disini adalah
masa dimana seseorang berada dalam batas peralihan dari masa anak-anak
dan dewasa. Remaja biasa mengalami sebuah kegelisahan dimana remaja
tidak tenang dalam menguasai diri. Perkembangan remaja merupakan hasil
timbal balik antara individu itu sendiri dan pengaruh dari lingkungannya
(Ristianti.A, 2008).
Didalam perkembangan identitas remaja, terdapat faktor penting yang
turut menentukan dapat atau tidaknya seorang remaja menghadapi tugas
perkembangan dimasanya, antara lain kepercayaan diri yang dibentuk pada
tahun pertama yang diperoleh dari pengasuh yang memenuhi segala
kebutuhannya, sikap diri sendiri terhadap lingkungannya, keadaan
keluarga dengan faktor-faktor yang menunjang identifikasi dimana
seorang remaja mendapatkan sebuah identifikasi dari apa yang sudah
dilakukan semasa perkembangan dan yang terakhir adalah kemampuan
remaja sendiri, dimana taraf intelek menentukan bagaimana seorang
remaja menanggapi sebuah lingkungan tersebut. (Gunarsa, 1990).
Pada masa remaja tujuan utama dari seluruh perkembangannya
azas, cara hidup, dan pandangan yang menentukan cara hidup seseorang.
Pada masa ini remaja sangat dipengaruhi oleh proses identifikasi dari
dunia luar dan eksperimen atau mencoba dan berpetualang. Hal ini
merupakan sebuah inti seseorang akan memandang diri sendiri dan
pandangan pada dunia luar. Pembentukan identitas selalu dipengaruhi oleh
pendapat dan pandangan dari dunia luar ( Gunarsa, 1990 ).
Menurut Erikson, 1982 (Feist & Feist, 2010) tidak dapat dipungkiri
bahwa masyarakat dimana remaja tinggal memainkan peran penting dalam
pembentukan identitas mereka. Remaja memikirkan tentang masyarakat
dimana mereka tinggal, nilai-nilai dan keyakinan yang akan mereka
pegang teguh. Pada umumnya remaja akan menarik dari beragam
pandangan dan gambaran diri yang diterima dari masyarakat (Feist &
Feist, 2010).
Identitas dapat digambarkan menjadi positif atau negatif,
tergantung pada apa yang mereka inginkan dan mereka yakini (Feist &
Feist, 2010). Remaja akan cenderung mengalami dilema dengan identitas
yang mereka inginkan dan yakini di masa ini, sehingga remaja memilih
nilai-nilai dan pandangan teman sebaya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu
yang berusia 12 tahun – 23 tahun dimana saat itu sedang terjadi proses
pembentukan identitas diri. Dalam proses tersebut, pengaruh lingkungan
B. Labeling dan Narasi
Labeling adalah proses memberi cap atau indentitas oleh sekelompok
masyarakat dengan menempelkan ciri khas tertentu (Iskander, 2012).
Sebuah labeling adalah salah satu bagian dari narasi diri yang dibentuk
dari kumpulan cerita kehidupan tentang diri sendiri yang menjadikan
sebuah pandangan yang melekat, dimana definisi narasi yang miliki
seseorang tergantung pada pengakuan dari orang lain. Narasi diri yang
dibuat oleh seseorang akan menetap dan bertahan jika orang lain juga
menyetujuinya. Labeling menurut Lemert adalah penyimpangan yang
disebabkan oleh pemberian cap/label dari masyarakat kepada seseorang
yang kemudian cenderung akan melanjutkan penyimpangan tersebut. Hal
ini dijelaskan bahwa ketika seseorang membuat narasi yang tidak sesuai
dengan pengakuan orang, maka orang tersebut akan merasa bersalah dan
akan melakukan hal sesuai dengan narasi yang diakui masyarakat (Gregen,
1983). Label sendiri mempunyai 2 jenis, yang pertama adalah Label
Positif merupakan pemberian cap atau label yang mempunyai makna yang
baik sehingga cenderung akan memberikan dampak positif bagi individu
yang diberi label (Ganengwin dalam Herani, 2012). Jenis label yang kedua
adalah Label negatif yang merupakan pemberian cap atau label yang
mempunyai makna negatif sehingga cenderung akan memberikan dampak
negatif bagi individu yang diberi label (Ganengwin dalam Herani, 2012).
Teori label menunjukkan bahwa orang mendapatkan label dari
tersebut biasa disebut dengan konstruksi narasi, tidak hanya ciri khas dari
hasil berperilaku sehari-hari, namun pandangan terhadap orang lain juga
perlu untuk membentuk sebuah narasi, dengan kata lain dijelaskan bahwa
narasi dari lingkungan dan narasi diri sendiri saling mempunyai
ketergantungan. Dijelaskan bahwa aspek pokok dari kehidupan sosial
adalah timbal balik sebuah negosiasi dari makna, karena narasi konstruksi
seseorang dapat bertahan ketika diri dan lingkungan mempunyai narasi
yang sama (Gregen, 1983). Seseorang menjadi menyimpang karena proses
labeling atau pemberian cap yang sudah diberikan masyarakat kepadanya.
Akibat dari labeling itu, maka seseorang tersebut merasa sesuai dengan
label yang diterima. Ketika seseorang mencoba merubah diri karena
sebelumnya melakukan kesalahan, maka kesempatan untuk bisa
memperbaiki diri semakin di rasakan berat maka akhirnya mereka kembali
ke pola yang sudah melekat kuat di dalam masyarakat tersebut yaitu
melakukan yang lebih buruk dari yang dilakukan sebelumnya. Perubahan
tersebut disebut dengan “Restorative Negotiation” dimana seseorang
mencoba untuk membuktikan ketidaksetujuan atas sebuah narasi dari
masyarakat dan ingin menunjukkan sebuah narasi diri yang berbeda
(Gregen, 1983). Hal tersebut akan memerlukan waktu yang lama dengan
membuktikan bahwa narasi diri yang dibuatnya sesuai dengan apa yang
diperbuat seseorang didalam kesehariannya. Ketika seseorang tersebut
tidak bisa melakukan perubahan, maka orang tersebut akan cenderung
narasi tergantung dari seseorang bersikap, didukung dengan presepsi
narasi dari lingkungan terhadap seseorang tersebut dan dirinya sendiri. Hal
ini dijelaskan bahwa definisi orang lain memberikan sebuah pandangan
atau label, akan membuat seseorang mengetahui dimana dan bagaimana
orang tersebut mempunyai posisi (Gregen, 1983). Seseorang yang diberi
label akan mengalami perubahan peranan dan cenderung akan berlaku
seperti label yang diberikan kepadanya (Sujono dalam Putri.K.A, 2009).
Perubahan peranan tersebut terjadi bukan tanpa alasan, dimana sebuah
perubahan peranan erat kaitannya dengan sebuah narasi dan seseorang
akan mengalami perubahan peranan jika sebuah narasi cenderung berubah.
Dengan penjelasan bahwa narasi mempunyai 3 jenis yang berbeda , yaitu
stabil dimana narasi cenderung stag dan tidak berubah, progresif dimana
narasi cenderung naik secara tajam, dan sedangkan regresif cenderung
turun dengan tajam. Sebuah narasi akan dimiliki semua orang, dimana
sebuah narasi akan didapatkan seseorang dari sebuah kapasitas hasil
kegiatan yang saling berhubungan, untuk menyusun kegiatan dari waktu
ke waktu secara teratur hingga akhir (Gregen, 1983).
Sebuah narasi sendiri mempunyai mekanisme agar sebuah
konstruksi narasi saling timbal balik/mutual dan bertahan yaitu dengan
cara memasukkan narasi orang lain dimana diri dan sosial mempunyai
narasi yang sama, yang kedua Objektivikasi Relasi dimana seseorang
menganggap bahwa dia dan sosial memiliki hubungan, dan hubungan
memiliki satu narasi, yang ketiga rasa bersalah dimana orang akan
mempertahankan narasinya dengan membuktikan kesalahan tersebut tidak
sesuai dengan narasi diri. Di dalam narasi diri ini dijelaskan juga bahwa
seseorang lebih senang jika diberikan narasi yang positif dan akan
mengabaikan narasi yang buruk, karena ingin membuktikan bahwa
seseorang tersebut mempunyai narasi yang positif. Seseorang yang
memiliki narasi positif akan meningkatkan atau mengubah kualitas dalam
tindakan yang diinginkan (Gregen, 1983).
C. Penelitian tentang Labeling
Penelitian terdahulu dari Ika Herani (2012) tentang labeling
menunjukkan bahwa label negatif yang diterima, membuat individu
cenderung merasa dan berperilaku seperti apa yang telah dilabelkan pada
mereka. Hal lain menunjukkan, seseorang yang memiliki pandangan
negatif tentang diri sendiri dan merasa tertolak lingkungan sekitar akan
membuat individu tersebut memiliki pemikiran negatif, sikap putus asa,
depresi, perasaan tertekan dan keinginan mengakhiri kehidupan. Selain itu,
label negatif yang diterima membuat seseorang cenderung memiliki
konsep-diri negatif, merasa tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya,
menurunnya motivasi untuk menjalani kehidupan dan menarik diri dari
lingkungan. Hasil penelitian yang lain dari Jacques (2001) menemukan
bahwa label dapat mempengaruhi peran dan tindakan individu. Santrock
remaja dimana akan mempengaruhi identitas diri menyebabkan pengaruh
pada kualitas dan kuantitas interaksi sosial pada individu tersebut, harapan
serta kepercayaan diri seseorang.
D. Makna Labeling bagi Remaja
Individu yang berumur sekitar 12 tahun – 23 tahun yang sedang
berada dalam masa peralihan, dimana seorang remaja pada masa tersebut
mencari konsep diri yang dipengaruhi oleh lingkungan yang memberikan
identifikasi atau label terhadap remaja tersebut, yang pada umumnya
remaja akan menarik dari beragam pandangan dan gambaran diri yang
diterima dari masyarakat yang disebut Labeling (Feist & Feist, 2010).
Proses memberi cap atau indentitas tersebut akan dimaknai oleh seorang
remaja yang akan menjadi sebuah keyakinan dan identitas diri (Iksander,
E. Skema
Keterangan :
Seorang Remaja yang mempunyai sebuah Label akan diwawancarai untuk memberikan informasi terhadap Gambaran Pemaknaan tentang sebuah label, untuk melihat apakah pengaruhnya terhadap Indentitas diri yang pada umumnya di masa itulah remaja membentuknya.
Remaja
Labeling
Gambaran
Pemaknaan
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian kualitatif adalah sebuah alat untuk memaparkan dan
memaknai sebuah masalah yang berasal dari individu (Creswell, 2012).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Penelitian kualitatif yang digunakan ini dimaksudkan untuk
memberi makna atas fenomena, dilaksanakan untuk membangun
pengetahuan melalui pemahaman dan penemuan (Danim.S., 2002).
Penelitian kualitatif yang digunakan peneliti yaitu sebagai penjelasan atas
perilaku dan sikap-sikap tertentu (Creswell, 2012). Penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi ini mengacu pada perspektif
pengalaman informantif dari berbagai informan. Selain itu, pendekatan
fenomenologi digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman
kesadaran seseorang (Husserl, 1938 dalam Moleong, 2008 ). Data
penelitian yang didapatkan dikumpulkan, dianalisis dan akan muncul
makna-makna sebagai temuan dari penelitian kualitatif (Moleong, 2008).
Analisis ini digunakan untuk mengorganisasikan data ke dalam makna,
interpretasi atau kerangka kerja yang menjelaskan fenomena yang dikaji
(Danim.S, 2002).
Penelitian ini mempunyai ciri khusus dimana peneliti menekankan
kehidupan manusia (Danim.S, 2002). Penelitian kualitatif digunakan dan
diperjelas dengan pendekatan fenomenologis dimana penelitian ini
merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada pengalaman
informantif manusia (Moleong, 2008). Oleh karena itu, peneliti memilih
untuk menggunakan metode kualitatif. Metode ini dipilih karena akan
sesuai dengan tujuan peneliti yang ingin memahami bagaimana sebuah
labeling dimaknai remaja.
Penelitian kualitiatif adalah penelitian yang bersifat fenomenologi
deskriptif, dimana data-data yang terkumpul berupa kata-kata, transkrip
interview, catatan lapangan, dan dokumentasi foto (Danim.S, 2002).
Metode tersebut menjelaskan pengalaman-pengalaman yang dialami
seseorang dalam kehidupan, termasuk interaksi terhadap orang lain. Dari
penjelasan tersebut gambaran sebuah makna label akan didapatkan dengan
cara wawancara. Data yang berupa wawancara tersebut akan digunakan
untuk sumber data yang akan dioleh peneliti untuk melihat makna labeling
pada seorang remaja.
B. FOKUS PENELITIAN
Penelitian ini berfokus pada bagaimana pemaknaan sebuah label
bagi seorang remaja. Bagaimana seorang remaja mendapatkan label,
kemudian setelah peneliti mengetahui latar belakang didapatkan label
tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana seseorang memaknai
C. INFORMAN PENELITIAN a. Karakteristik Penelitian
Informan di dalam penelitian adalah seseorang yang memiliki
banyak informasi mengenai apa yang akan diteliti. Selain itu, di dalam
penjelasan lain mengatakan bahwa informan adalah seseorang yang
benar-benar tahu dan menguasai permasalahan, serta terlibat langsung dengan
masalah di dalam penelitian. Dengan metode kualitatif, peneliti akan
mengambil dan menggali informasi dari informan sebanyak mungkin
informasi yang berkaitan dengan penelitian.
Informan penelitian adalah remaja yang berumur antara 12 tahun – 23 tahun, yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Erikson
mendefinisikan remaja sebagai fase adaptif dari perkembangan
kepribadian individu serta sebagai fase mencoba-coba berbagai peran baru
dalam rangka menemukan identitas ego yang mantap (Pikunas, 1976).
Peneliti memilih remaja karena di masa tersebut remaja akan banyak
mengalami konflik, dan remaja pada masa itu akan mudah untuk
berkomunikasi secara terbuka. Peneliti mengambil remaja yang berprofesi
mahasiswa karena peneliti telah melakukan seleksi sebelum menentukan
wawancara, melalui sebuah kuisoner terbuka yang disebar pada beberapa
remaja. Informan penelitian kurang lebih sebanyak 4 orang remaja.
Informan penelitian akan dibedakan dimana informan memiliki label
dapat melihat perbedaan pemaknaan dan pengaruh yang diberikan dari
sebuah label.
b. Prosedur Pengambilan Informan Penelitian
Prosedur pengambilan data dalam penelitian ini, informan dipilih
berdasarkan tujuan penelitian yang sungguh-sungguh mewakili dan
bersifat representatif terhadap fenomena labeling.
c. Jumlah Informan Penelitian
Desain kualitatif sendiri tidak memiliki ketetapan tentang berapa
jumlah subjek, kualitatif lebih bersifat fleksibel untuk berapa jumlah
informan yang diambil. Pada saat peneliti merasa bahwa sudah terjadi
kejenuhan dalam analisi data, seorang peneliti bisa menganggap bahwa
informan yang diambil sudah cukup (Poerwandari, 2007).
Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 3 orang laki-laki dan
1 orang perempuan. Semua informan berprofesi sebagai mahasiswa, alasan
peneliti menggambil remaja yang berprofesi sebagai mahasiswa sendiri
karena informan tersebut lebih bisa mengungkapkan dan berkomunikasi
secara lengkap dan jelas.
D. PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap persiapan penelitian ini peneliti melakukan beberapa
a. Mengumpulkan data yang berupa buku, jurnal, artikel dan
beberapa informasi dari internet yang berhubungan dengan label,
remaja, konsep diri dan identitas diri. Setelah itu peneliti
menentukan informan yang akan diikut sertakan dalam penelitian.
b. Bertemu informan dan mulai membangun Rapport pada informan.
Peneliti mulai menemui informan satu persatu untuk membangun
rapport sebelum melakukan wawancara agar tidak ada
kecanggungan dalam pengambilan data.
c. Tahap berikutnya adalah mulai menyusun pedoman wawancara
yang didasari oleh teori-teori yang ada.
d. Peneliti mulai melengkapi semua informasi yang dibutuhkan dari
informan dan menghubungi tentang waktu, tempat serta kesediaan
informan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Selain itu,
peneliti menjelaskan bahwa identitas informan tidak akan
ditampilkan, agar informan merasa nyaman untuk menjelaskan
informasi yang dibutuhkan.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah tahap persiapan selesai dilaksanakan, peneliti mulai
memasuki tahap berikutnya dengan beberapa tahap :
a. Sebelum wawancara dimulai, peneliti mengkonfirmasi kembali
informan tentang waktu, tempat dan kesediaan yang telah
b. Peneliti mulai melakukan wawancara bersama dengan informan,
sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat.
c. Membuat verbatim dari hasil wawancara yang diperoleh. Setelah
selsai dengan membuat verbatim, peneliti mulai membuat kode
serta mengkoding hasil verbatim hingga ditemukan gambaran yang
dimaksudkan oleh peneliti.
d. Melakukan analisis data adalah tahap selanjutnya, dimana setelah
transkrip selesai, kemudian menyerahkan hasilnya kepada dosen
pembimbing untuk dikoreksi lebih lanjut sehingga tercapai maksud
yang sepikiran sesuai dengan gambaran yang dicari.
e. Setelah analisis data selesai dikoreksi, peneliti mulai menarik
kesimpulan dari tiap hasil dari informan. Sehingga dapat terlihat
lebih jelas, tentang makna dan gambaran yang dicari oleh peneliti.
3. Tahap Pencatatan Data
Didalam tahap pencatatan data, sebelumnya peneliti meminta ijin
untuk merekam hasil wawancara dalam mendukung penelitian ini.
Setelah itu peneliti merekam semua aktivitas wawancara hingga selesai
agar hasil yang diperoleh dapat tercatat secara lengkap.
E. METODE PENGAMBILAN DATA
Pengambilan data penelitian ini dilakukan dengan metode
wawancara. Metode wawancara yang dipilih adalah teknik wawancara
mendorongnya untuk berbicara secara luas dan mendalam. Peneliti hanya
mengajukan sejumlah pertanyaan atau pertanyaan-pertanyaan yang
mengundang jawaban atau komentar, pandangan, pendapat, sikap, dan
keyakinan informan yang diwawancarai (Danim.S, 2002).
Tabel 1
Panduan Wawancara
No. Panduan pertanyaan
1. Apa arti nama (asli) anda?
2. Panggilan/julukan/label nama anda?
3. Bagaimana perasaan anda tentang panggilan/julukan/label tersebut?
4. Bagaimana tentang pikiran, pendapat dan keyakinan anda tentang julukan/label tersebut?
5. Bagaimana harapan anda tentang julukan/label tersebut? Apakah ingin dihilangkan atau dipelihara? Kenapa?
6. Menurut anda, apakah julukan/label tersebut berpengaruh dalam perilaku anda?
7.
Menurut anda, apakah makna sebuah julukan/label pada diri anda tersebut?Berdasarkan metode pengumpulan data diatas, peneliti menyusun
sebuah rancangan pengambilan data sebagai berikut :
1. Peneliti meminta ijin kepada informan yang bersangkutan dan
mulai berkenalan pada remaja tersebut. Peneliti menjelaskan
maksud dan tujuan peneliti mewawancarai informan. Peneliti
meminta ijin kepada informan untuk merekam semua
pembicaraan saat wawancara berlangsung. Peneliti dan
2. Sebelum wawancara, peneliti melakukan rapport terlebuh
dahulu agar wawancara berlngsung dengan baik dan lancar,
serta informan dapat mengungkapkan cerita dengan terbuka.
3. Saat wawancara berlangsung, peneliti menggunakan recorder
untuk merekam wawancara dan sebuah buku untuk menuliskan
wawancara yang akan berguna untuk membantu peneliti dalam
pembuatan verbatim.
4. Peneliti mendengarkan hasil wawancara dari recorder dan
membuat verbatim untuk dianalisis.
5. Hasil analisis dikroscek kepada informan untuk mendapatkan
kredibilitas penelitian ini.
F. METODE ANALISIS DATA
Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis
dengan pendekatan fenomenologi. Analisis ini bertujuan untuk
mendeskripsikan seperangkat peristiwa atau kondisi saat ini, selain itu
analisis ini bertujuan untuk menemukan makna makna baru, serta
menjelaskan kondisi dan mengkategorisasikan informasi (Danim.S, 2002).
Metode ini sesuai dengan tujuan peneliti yaitu untuk menemukan makna
dari sebuah label seorang remaja. Ada beberapa langkah-langkah yang
harus ditempuh peneliti dalam analisis data, yaitu (Creswell, 2012) :
1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Pada
men-scanning materi, mengetik data lapangan (verbatim), memilah
dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda.
2. Membaca keseluruhan data. Dalam langkah ini peneliti
membuat tema umum yang diperoleh dari verbatim dan
merefleksikan maknanya secara keseluruhan. Langkah ini
mencakup gagasan utama yang terkandung dalam hasil
wawancara, bagaimana kesan yang didapatkan, peneliti juga
menulis catatan khusus atau gagasan umum tentang data yang
diperoleh.
3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Peneliti
mulai mengolah data/materi/informasi menjadi segmen-segmen
tulisan sebelum memaknainya (Rossman & Rallis dalam
Creswell, 2012). Pada langkah ini peneliti mulai
mengkategorikan, kemudian melabeli kategori-kategori dengan
istilah khusus, yang sering kali didasarkan pada istilah/bahasa
yang benar-benar berasal dari partisipan (in vivo).
4. Langkah terakhir adalah menganalisis data yaitu dengan cara
menginterpretasi atau memaknai data. Peneliti mencoba
mengungkap esensi dari gagasan yang ditemukan dari
interpretasi yang dilakukan sebelumnya. Menemukan setting,
G. KREDIBILITAS PENELITIAN
Kredibilitas merupakan pengganti konsep validitas pada penelitian
kualitatif. Kredibilitas dimaksudkan untuk merangkum bahasan yang
menyangkut kualitas data penelitian kualitatif. Kredibilitas penelitian
kualitatif dapat dilihat pada keberhasilan penelitian untuk mengeksplorasi
dan mendeskripsikan masalah. Laporan atau deskripsi mendalam termasuk
di dalamnya menjelaskan mengenai aspek-aspek dan interaksi berbagai
aspek menjadi ukuran kredibilitas penelitian kualitatif (Poerwandari dalam
Creeswell, 2012).
Penelitian kualitatif yang memiliki kredibilitas harus
mendokumantasikan prosedur-prosedur studi kasus dan
mendokumentasikan sebanyak mungkin langkah-langkah dalam prosedur
tersebut. Untuk mendukung hal tersebut peneliti harus memastikan tidak
adanya kesalahan selama proses transkripsi, memastikan tidak ada makna
dan definisi yang mengambang mengenai kode didalam coding (Creswell,
2002). Validitas dalam penelitian kualitatif didasarkan pada kepastian
apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti,
partisipan, atau pembaca secara umum. Hal tersebut dilakukan peneliti
dengan cara membawa kembali laporan akhir atau deskripsi-deskripsi atau
tema-tema spesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka
merasa bahwa laporan/deskripsi/tema tersebut sudah akurat. Peneliti disini
harus membawa bagian-bagian dari hasil penelitian yang sudah dipoles
Peneliti tertarik dengan topik pemanknaan labeling pada seorang
remaja karena pada awalnya peneliti ingin mengetahui bagaimana seorang
remaja yang notabene masih mangalami kebingungan identitas harus
mengalami labeling dari masyarakat. Selain itu peneliti juga ingin melihat
lebih dalam apakah sebuah label akan mempengaruhi konsep diri
seseorang, dimana konsep diri adalah dasar orang berperilaku.
Selanjutnya, peneliti ingin memberikan pandangan kepada masyarakat
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan pemaknaan pengalaman labeling pada remaja.
Pemaknaan pengalaman ini menjelaskan bagaimana remaja memaknai
pengalaman labeling yang diterimanya.
A. Profil Informan Tabel 2
Profil Informan
Informan N Informan AA
Informan YYG
Informan MFR
Usia 20 tahun 20 tahun 21 tahun 21 tahun
Inisial N AA YYA MFR
Label Anus Boncel Ciripa Simbah
Arti Label Alat untuk mengeluarka
n hasil metabolisme
Bantet, pendek, gendut
Seorang artis laki-laki yang
terkenal karena kemayu
Nenek, yang dituakan
Pekerjaan Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Berdasarkan profil diatas, Informan penelitian berjumlah 4 orang.
Informan penelitian adalah remaja yang memiliki label didalam
lingkungannya dan bertempat tinggal di Jawa. Informan penelitian terdiri
dari 3 laki-laki dan 1 perempuan yang berumur sekitar 18 tahun – 21 tahun. Informan pertama berusia 20 tahun, informan kedua 20 tahun,
informan ketiga 21 tahun, dan informan keempat berumur 21 tahun.
Semua informan berprofesi sebagai mahasiswa. Pada remaja berumur
menetapkan identitas mereka dengan memutuskan untuk memilih
(Santrock, 2002).
Sebagai mahasiswa semua informan memiliki lingkungan yang
cukup luas untuk berinteraksi. Setiap informan memiliki label yang
berbeda. Tiga orang informan memiliki label negatif, sedangkan satu
orang informan memiliki label yang positif. Semua informan tinggal di
Yogyakarta setelah menjadi mahasiswa. Dari beberapa informan
ditetapkan 4 mahasiswa, karena dinilai bahwa informan tersebut lebih jelas
B. Analisis Data
Informan I Informan II Informan III Informan IV
Arti nama asli bagi informan
- Nama asli mempunyai
harapan yang baik (10-13)
Singkatan dari nama baptis orang tua (9-10)
Nama asli bermakna baik (19-20)
Arti label Alat untuk mengeluarkan metabolisme tubuh (anus)
Bantet, orang yang pendek dan gendut
Seorang artis laki-laki yang terkenal karena kemayu
Nenek ( yang dituakan )
Perasaan informan thd label yang dimiliki
Julukan membuat reaponden tidak nyaman (13-15)
Ketidakberdayaan responden terhadap julukan dari sebuah lingkungan (18-21)
Keterpaksaan
responden menerima julukan (27-29)
Perasaan tidak enak terutama dengan julukan yang artinya tidak baik (82-85)
Perasaan malu responden terhadap
Perasaan terpaksa dan terganggu dengan julukan (58-60)
Perasaan tidak terima orang tua (88-89)
Kebiasaan responden menerima julukan
(77- Perasaan terganggu reponden karena julukan (47-49)
Perasaan tidak terima terhadap julukan (68-69)
Ketidakmampuan
responden
menghilangkan julukan (132-135)
Perasaan tidak terima responden terhadap julukan (163-165)
Ketidaknyamanan
responden karena julukan (197-199)
julukan (98-100)
Julukan didapatkan dari sebuah singkatan nama asli (42-45)
Julukan diberikan
berdasarkan ciri fisik (40-41)
Julukan diberikan
berdasar ciri fisik (197-198)
Julukan diberikan karena tampilan fisik (35-36)
Julukan diberikan
berdasarkan perilaku dan ciri fisik (184-186)
Julukan berasal dari
Julukan diberikan
berdasarkan sifat
responden (320-323)
Julukan didapatkan dari lingkungan/teman sebaya sebagai panggilan akrab (184-185)
Julukan berasal dari lingkungan/teman sebaya (22-24)
Julukan diberikan oleh lingkungan (47-48)
menghilangkan julukan (127-129) (106-108)
Harapan responden untuk tidak diberikan julukan (115-117)
tapi dari panggilan yang bagus (64-68)
Harapan responden
menghilangkan
julukan yang jelek (110-112)
Harapan responden
untuk menghilangkan julukan (127-129)
Responden yang mencoba mengabaikan julukan yang diberikan (23-26)
Julukan mempengaruhi pikiran responden (159-161)
Perubahan perilaku
responden untuk
menghilangkan julukan (168-171)
Kepasrahan responden menerima julukan (206-cara mengabaikan label (23-26)
Anggapan bahwa
julukan adalah doa yang menjadi kenyataan (64-67)
Gagasan responden
menghilangkan julukan (106-108)
Kebiasaan responden
menerima julukan (61-62)
Ketidakyakinan
responden tentang
julukan (251-253)
Pandangan negatif
responden terhadap
Julukan adalah
panggilan akrab (80-81)
Label akan
melekat/tidak dapat
dihilangkan dari
responden (155-158)
julukan (210-213)
Julukan adalah panggilan akrab (222-223)
Ketidakberdayaan
responden untuk
menolak julukan (232-234)
responden mengikuti pikiran tentang julukan (161-164)
Julukan merupakan
gambaran diri (203-204)
Label adalah gambaran diri responden (224-225)
Julukan merupakan
pandangan terhadap
diri dan pedoman
berperilaku (261-264)
Julukan merupakan
pedoman berperilaku (302-303)
Makna Responden merasa
terganggu dan tidak
nyaman dengan julukan yang diterima, walaupun label tersebut tidak mempengaruhi perilaku. Selain itu responden ingin
menghilangkan label
tersebut.
Responden yang merasa
terganggu pada awal
menerima label yang pada akhirnya merasa terbiasa dengan label tersebut, label
tersebut juga tidak
mempengaruhi perilaku,
namun mempengaruhi
pikiran responden untuk ingin merubah perilaku.
Responden ingin
menghilangkan julukan
Responden merasa tidak yakin terhadap label, karena
label tersebut tidak
menggambarkan informan
seluruhnya, namun
responden terpaksa
menerima label tersebut
walaupun terganggu.
Responden ingin
menghilangkan label
tersebut.
Responden mengganggap bahwa sebuah label adalah penilaian dari lingkungan yang mana label tersebut adalah pedoman responden
untuk berperilaku.
Responden justru
mengamini label yang
diterima dengan
melakukan perubahan
dengan mencari lingkungan baru.
Pengaruh label thd perilaku
Julukan tidak
berpengaruh terhadap perilaku (163-165)
Julukan tidak berpengaruh terhadap perilaku (141-143)
Julukan tidak
berpengaruh terhadap perilaku individu (154-156)
Julukan tidak
berpengaruh terhadap individu (146-148)
Label mempengaruhi
perilaku dan sikap responden (111-113)
Label mempengaruhi
responden dalam
berperilaku (1333-135)
Label mempengaruhi
cara berperilaku
responden (184-186)
Julukan mempengaruhi berperilaku (200-203)
Responden berperilaku sesuai dengan julukan (227-229)
Label adalah
C. Hasil Ananlisis Penelitian
Hasil penelitian merupakan hasil penemuan tema-tema pada
keempat informan. Beberapa tema yang telah ditemukan ini dikategorikan
ke dalam tema yang lebih umum. Kategori tema didasarkan pada tema-tema
yang sudah dikelompokkan.
Tema-tema ini membantu peneliti untuk menemukan makna dari
penelitian yang sedang dilakukan. Hasil penelitian ini membahas makna
berdasar pada rumusan penelitian. Penemuan makna tersebut berdasar
labeling yang diterima remaja dari lingkungan.
1. Informan 1
a. Deskripsi informan N
Informan N berprofesi sebagai mahasiswa yang berumur 20
tahun. N tinggal di Yogyakarta dan mendapatkan label sejak SMA.
N adalah orang Tiong Hoa yang tinggal di Jawa.
Pada informan N bahwa informan merasa tidak terima
dengan label yang diterima, dimana informan merasa terganggu
dan menginginkan untuk dipanggil dengan nama asli. Responden
merasa terganggu dan tidak nyaman dengan julukan yang diterima,
karena informan mengganggap label yang diberikan masyarakat
tersebut adalah julukan yang kurang baik untuk didengar dan
bermakna kurang baik. Namun yang terjadi adalah informan tidak
mampu untuk menolak dan menghilangkan label tersebut dari
tersebut dan dipanggil dengan nama asli yang telah diberikan orang
tua. Hal yang lain yang ditemukan adalah label yang diterima
informan tidak berpengaruh terhadap perilaku.
Informan N :
“....mau gimana lagi tapi lama kelamaan dengan yang gak terima karena kebiasaan dipanggil tiap hari...”(20-25)
“...awalnya sih gak mau denger apa yang dibilang sama temen temen, ehh keseringan jadi mau gak mau dengan terpaksalah diterima...” (26 -33)
“....Enggak sih, enggak.. Cuma ngrasa gak enak aja, kalo perilaku ya
aku yang ngrasain sendiri, kalo ngaruh kayaknya enggak...”(180-185)
Makna yang ditemukan adalah responden merasa tidak
yakin dengan label yang diterima, dan menganggap label yang
diterima adalah negatif, maka dari itu responden tidak mengalami
perubahan perilaku sesuai dengan label yang diterima.
2. Informan 2
a. Deskripsi informan AA
Informan AA berprofesi sebagai mahasiswa yang berumur
20 tahun. AA tinggal di Yogyakarta dan mendapatkan label sejak
SMA. AA adalah orang Jawa yang tinggal di Jawa.
Pada informan AA ditemukan bahwa informan merasa
terpaksa menerima label yang diberikan, responden juga merasa
terganggu pada awal menerima label dari masyarakat, namun yang
terjadi adalah informan tidak dapat menolak label yang diberikan.
Informan menerima label tersebut karena ciri fisik yang terlihat.
dimana informan mempunyai pikiran untuk mencari lingkungan
baru agar label yang diterima saat ini tidak lagi dibawa. Label yang
diterima informan tidak berpengaruh pada perilaku, namun
informan sempat memikirkan untuk merubah perilaku. Bagi
informan label adalah doa yang menjadi kenyataan yang membuat
informan menjadi seperti label yang diterima. Responden ingin
menghilangkan julukan dengan mencari lingkungan baru dan
dipanggil dengan nama asli yang menurut responden adalah nama
yang baik yang sudah diberikan orang tua.
Informan AA :
“...kalo orang-orang ngomong tuh kan perkataan itu doa, jadi yaa ya aku mikirnya aku tuh pendek gara-gara diomongin orang, jadi ya gituu...jadi sbenernya tuh gak suka tapi yaa gimana lagi... mungkin kalo yang masalah itu orang tua yaa nama udah dikasih nama bagus bagus
kok diganti kayak gitu...”(67-75)
“...Ya itu tadi kalo keyakinan tuh ya itu tadi.. itu mungkin pengaruh aku
udah boncel yaa bisa olah raga untuk jadi lebih tinggi, males lah kalo dapet julukan kayak gitu..yaa pasrahlah istilahnya..”(99-107)
“...ya kan gak selamanya, besok kalo udah kerja masa iya masih
dipanggil boncel juga..lha kalo udah kerja masih dipanggil boncel kan ya aneh to, jadi ya harapannya besok kalo udah lulus dipanggil nama
aslilah..”(132-141)
Makna pada responden terungkap bahwa label yang
diberikan masyarakat tidak diyakini oleh responden maka dari itu
informan tidak mengalami perubahan perilaku, namun responden
mengalami perubahan pikiran untuk melakukan sesuatu dalam
3. Informan 3
b. Deskripsi informan YAG
Informan YAG berprofesi sebagai mahasiswa yang
berumur 21 tahun. YAG tinggal di Yogyakarta dan mendapatkan
label sejak awal kuliah. YAG adalah orang Jawa yang tinggal di
Jawa.
Informan YYG mendapatkan label berdasarkan ciri fisik
dan perilaku. Informan merasa tidak nyaman, tidak setuju serta
tidak terima dengan label yang diterima, namun dengan adanya
label yang sudah terlalu sering diterima maka dari itu informan
menjadi kebiasaan. Informan mempunyai harapan untuk tidak
diberi label, hal tersebut tidak dapat terpenuhi karena informan
tidak mampu menghilangkan label yang sudah diberikan dari
lingkungan. Label yang diterima informan tidak mempengaruhi
perilaku, karena informan tidak yakin dengan label yang diterima.
Pandangan informan tentang label yang diterima adalah negatif,
walapun lingkungan sudah mengungkapkan bahwa label diberikan
untuk panggilan akrab. Pada saat informan mengacuhkan label
yang diberikan lingkungan, informan merasa khawatir jika
Informan YYG :
“...dulu pas dipanggil ciripa itu kan mnurutku orangnya tuh.. pokoknyaa
tidak mencerminkan diriku gitu lho...kalo mencerminkan itu gak semua mencerminkan ...jadi gak seutuhnya gitu lho..jadi mungkin kesamaannya
Cuma satu dua aja, tapi gak semuanya..” (49-63)
“..Yaa dihilangkan sih ya mau aja..ya julukannya kalo tidak sesuai yaa
mungkin bilang kan, tapi ya kalo mau ngilangin juga susah gitu lho..jadi julukan julukanku dan udah banyak yang manggil cirip cirip...” (132-140)
“...Gak ada sih, ya aku tetep jadi diri sendiri aja entah apapun itu julukannya aku tetep jadi diriku sendiri aja...”(154-158)
Makna dari responden tersebut didapatkan bahwa label
tidak mempengaruhi perilaku, hal tersebut terjadi karena responden
memandang label yang diterima adalah hal yang nagatif, maka dari
itu responden secara sadar tidak yakin terhadap label yang
diterima.
4. Informan 4
a. Deskripsi informan MF
Informan MF berprofesi sebagai mahasiswa yang berumur
21 tahun. MF tinggal di Yogyakarta dan mendapatkan label sejak
SMA. MF adalah orang asli Jawa yang tinggal di Jawa.
Pada informan terakhir MF didapatkan data bahwa bahwa
sebuah label adalah penilaian dari lingkungan yang mana label
adalah pedoman responden untuk berperilaku. Hal tersebut
diyakini informan bahwa sebuah label adalah hasil pengamatan
seperti apakah responden. Oleh karena itu, responden justru
mengamini label yang diterima dengan melakukan perubahan
sesuai dengan label yang diberikan masyarakat sesuai dengan
keyakinan responden akan penilaian masyarakat tersebut.
Informan MF :
“....aku jadi ngrasa kalo lama lama kalo dipanggil simbah tuh jadi
berpengaruh di diriku sendiri terus kalo ke temen-temen jadinya harus kayak lebih bijaksana gituu, terlihat bijaksana.. terus lebih apa yaa ee tidak pandang bulu lahh, tidak membeda-bedakan...”(130-142)
“...aku mengikuti ajalah apa yang orang pikirkan tentang aku, jadi kalo
mereka mau menggangap aku kayak gitu yaa berarti emang aku orangnya seperti itu, jadi kalo aku dipanggil simbah jadi memang karakternya kayak simbah simbah, tapi maksudnya pikirannya, kayak
sikap sikapnya...”(162-175)
“...Emm kalo dihilangkan kayaknya enggak yaa..itu dari temen-temenku jadi mungkin gak akan sampai hilang mungkin kecuali kalo udah selsai dari kuliah ini, gak tau yaa tapi tetep mungkin masih ada label itu, tapi mungkin kalo ditempat lain mungkin aku gak akan ada label itu..cuman yaa kalo misalnya suatu saat kalo misalnya gak ada lagi orang yang manggil aku simbah jadi kangen juga, kayak gitu mungkin
pikiranku...”(200-218)
Makna dari responden terungkap bahwa label yang diterima
adalah label yang dianggap sebagai hal yang positif sebagai
penilaian dan pandangan masyarakat, maka dari itu informan
membuat label tersebut menjadi pedoman dalam berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari.
Dari 4 informan ditemukan bahwa 3 informan yang menerima
hal tersebut harus dengan terpaksa diterima. Wawaupun label yang
diterima tidak mempengaruhi perilaku, namun ketiga informan berharap
agar dipanggil dengan nama asli dan menghilangkan label yang diterima
dengan mancari lingkungan baru. Berbeda dengan salah satu informan
yang menerima label positif, informan justru merasa bahwa label yang
diterima adalah pedoman untuk berperilaku, dimana label tersebut adalah
gambaran diri informan.
Makna pengalaman tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan
dalam perubahan perilaku didasarkan atas keyakinan remaja terhadap
sebuah julukan. Remaja yang yakin atas sebuah julukan akan berperilaku
sesuai dengan label yang diterimanya. Perubahan perilaku tersebut terjadi
karena remaja merasa setuju atau tidak terhadap label yang diterima,
dimana yang terjadi adalah remaja yang berlabel positif lebih
menunjukkan perubahan dalam berperilaku karena remaja tersebut
menjadikan label yang positif sebagai pedoman dan pandangan dalam
berperilaku. Sedangakan remaja yang mendapatkan label negatif
cenderung merasakan ketidaksetujuan dan ketidakyakinan terhadap
perilaku, maka dari itu remaja cenderung mengabaikan dan label yang
diterima hanya dianggap sebagai panggilan akrab yang tidak
D. Pembahasan
Dari hasil penelitian dapat ditemukan pemaknaan label pada
remaja. Remaja yang mendapatkan label negatif mempunyai perasaan
terganggu dengan label yang diterima, selain itu remaja juga mempunyai
harapan untuk dipanggil dengan nama asli. Namun didalam kenyataan
terungkap bahwa seorang remaja tidak dapat/sulit menghilangkan label
yang diberikan lingkungan, hal tersebut dapat dijelaskan karena narasi diri
yang dibentuk dari kumpulan cerita kehidupan tentang diri sendiri yang
menjadikan sebuah pandangan yang melekat, dimana definisi narasi yang
miliki seseorang tergantung pada pengakuan dari orang lain (Gergen,
1987). Seorang remaja akan sulit menghilangkan label, karena harus
melewati waktu yang lama untuk membuktikan bahwa narasi dari orang
lain adalah salah. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menghilangkan
label negatif adalah dengan berusaha mencari lingkungan baru sehingga
informan tidak menemui orang yang sudah mengenal label yang
dimilikinya dari lingkungan sebelumnya. Hal lain yang bisa terungkap
adalah adanya perasaan tidak terima dengan label yang diberikan karena
label tersebut tidak menggambarkan dirinya, sehingga informan cenderung
lebih nyaman untuk dipanggil dengan nama asli yang diberikan orang tua
dan mempunyai arti serta harapan yang baik.
Label yang diterima seorang remaja berasal dari lingkungannya,
berdasar atas ciri fisik, perilaku dan sikap sebagai hasil proses