Studi Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Lolla Permatasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan intensitas perilaku bullying pada remaja di kota dan di desa. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir berusia 16-18. Jumlah subjek adalah 140 orang, 70 orang remaja akhir di kota (Sleman, Yogyakarta) dan 70 orang remaja akhir di desa (Desa Mojerojo, Bengkulu). Data penelitian diperoleh menggunakan skala Likert yaitu, skala perilaku bullying. Reliabilitas Skala Bullying adalah 0,992. Reliabilitas diperoleh menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan independent sample t-test. Hasil analisis dalam penelitian ini adalah (t = 15,217 dengan signifikansi 0,00). Berdasarkan hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan perilaku bullying remaja di kota dan di desa.
Lolla Permatasari
ABSTRACT
This research aimed to determine the differences in intensity of bullying behavior in adolescents in the city and in the village. Subjects in this study were late of adolescents are aged 16 – 18 years. The number of subjects in this study were 140 people, 70 late of adolescents in the city (Sleman, Yogyakarta) and 70 late of adolescents in the village (Desa Mojorejo, Bengkulu). The data were obtained by using a Likert scale, bullying scale. The reliability of bullying scale was 0,992. Reliability was obtained using Cronbach’s Alpha technique. The data in this study were analyzed using independent sample t-test. The results of the analysis in this study were (t = 15,217 with a significance of 0,00). Based on the result of this analysis conclude that there is difference intensity of bullying behaviour in adolescents in the city and in the village.
i
PERBEDAAN TINGGI RENDAH PERILAKU BULLYING PADA
REMAJA KOTA DAN DESA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Lolla Permatasari
NIM : 109114076
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
“GOD is good all the time.”
“Commit your works to the Lord, and your plans will be
established (Proverbs 16;3).”
“
Never give up !!!! Find a way to make it happen
.”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ucapan Terimakasih dan saya persembahkan skripsi ini kepada Tuhan
Yesus Kristus untuk penyertaan, berkat, kasih dan anugerah-Nya
sehingga saya selalu dimampukan dan diberi kekuatan dalam
menghadapi segala sesuatu.
Untuk Papa Dihamri, Mama Hartini dan kakak Victor yang luar biasa
yang selalu mendoakan, bekerja keras, perhatian, pengertian,
mendukung, mendorong dan memberi saya semangat.
Untuk teman-teman dan sahabat yang selalu memberi doa, semangat
vii
Perbedaan Tinggi Rendah Perilaku Bullying Pada Remaja Kota dan di Desa
Studi Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Lolla Permatasari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan intensitas perilaku bullying pada remaja di kota dan di desa. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir berusia 16-18. Jumlah subjek adalah 140 orang, 70 orang remaja akhir di kota (Sleman, Yogyakarta) dan 70 orang remaja akhir di desa (Desa Mojerojo, Bengkulu). Data penelitian diperoleh menggunakan skala Likert yaitu, skala perilaku bullying. Reliabilitas Skala Bullying adalah 0,992. Reliabilitas diperoleh menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan independent sample t-test. Hasil analisis dalam penelitian ini adalah (t = 15,217 dengan signifikansi 0,00). Berdasarkan hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan perilaku bullying remaja di kota dan di desa.
viii
Study in Psychology in Sanata Dharma University
Lolla Permatasari
ABSTRACT
This research aimed to determine the differences in intensity of bullying behavior in adolescents in the city and in the village. Subjects in this study were late of adolescents are aged 16 – 18 years. The number of subjects in this study were 140 people, 70 late of adolescents in the city (Sleman, Yogyakarta) and 70 late of adolescents in the village (Desa Mojorejo, Bengkulu). The data were obtained by using a Likert scale, bullying scale. The reliability of bullying scale was 0,992. Reliability was obtained using Cronbach’s Alpha technique. The data in this study were analyzed using independent sample t-test. The results of the analysis in this study were (t = 15,217 with a significance of 0,00). Based on the result of this analysis conclude that there is difference intensity of bullying behaviour in adolescents in the city and in the village.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaan dan
tuntunanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul
“Perbedaan intensitas perilaku bullying remaja di kota dan di desa”. Skripsi ini
disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Saya juga memohon maaf apabila dalam pengerjaan skripsi ini masih
terdapat kesalahan yang tidak semestinya dilakukan. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan saran, masukan dan koreksii yang bersifat membangun kearah
yang lebih baik demi kesempurnaan ilmuu yang telah diperoleh di Fakultas
Psikologi.
Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan banyak
pihak. Maka dari pada itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan kesehatan, perlindungan,
kelancaran, dan memampukan dalam pengerjaan skripsi ini sehingga saya
bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Papa Dihamri, Mama Hartini dan kakak Victor saya yang selalu memberikan
doa, semangat, dan dukungan agar saya dapat segera menyelesaikan skripsi
dengan baik. Serta dengan sangat sabar memberi dorongan semangat dalam
xi
3. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, S.Psi, M.Si selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan membimbing dalam
proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih semangat, nasehat, bimbingan,
dan kesabaran ibu selama saya menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi.
Terimakasih untuk waktu, tenaga dan berbagai pemikiran yang membantu
dalam pengerjaan skripsi ini
4. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik
Terimakasih atas kesediaan ibu dalam mendampingi saya khususnya untuk
masalah akademik dan membantu dalam administrasi akedemik.
5. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang dengan
kebijaksanaannya membagikan ilmunya.
6. Dosen penguji 2 dan 3 yang berkenan menguji penelitian saya dan
memberikan masukan untuk penelitian yang telah saya buat.
7. Karyawan secretariat Fakultas Psikologi : Mas Muji, Mas Doni, Mas
Gandung, Bu Nanik, Pak Gik yang telah berkenan membantu saya dan
memfasilitasi dalam mencari informasi permasalahan di Fakultas Psikologi.
8. Teman dan sahabat yang selalu memberi semangat dan dukungan.
Terimakasih untuk dukungan, semangat, sharing, dan canda tawa yang selalu
kalian berikan.
9. Semua informan yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoritis ... 9
xiv
4. Dampak tindakan bullying ... 16
B. Remaja ... 17
1. Aspek biologis pada remaja ... 18
2. Aspek kognitif pada remaja ... 19
3. Aspek sosial – emosional pada remaja ... 19
C. Kota ... 20
D. Desa ... 23
E. Dinamika perilaku bullying pada remaja di kota dan di desa ... 24
F. Skema / Kerangka Berpikir………27
G. Hipotesis ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29
A. Jenis Penelitian ... 29
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 29
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30
D. Subjek Penelitian ... 31
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 31
xv
1. Validitas ... 37
2. Seleksi Item ... 37
3. Relibialitas ... 39
G. Metode Analisis Data ... 39
1. Uji Asumsi ... 39
2. Uji Hipotesis ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . 42 A. Pelaksanaan Penelitian ... 42
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 42
C. Deskripsi data Penelitian ... 43
D. Analisis Data Penelitian ... 45
1. Uji Normalitas ... 45
2. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 55
3. Bagi Penelitian Selanjutnya………...55
xvi
LAMPIRAN ... 59
DAFTAR TABEL Tabel 1 Eksplikasi Konstruk Skala perilaku Bullying... 33
Tabel 2 Blue-Print Skala Bullying sebelum try-out... 34
Tabel 3 Blue-Print Skala Bullying setelah try-out... 35
Tabel 4 Distribusi item Skala Bullying sebelum Try-out... 36
Tabel 5 Distribusi item Skala Bullying setelah Try-out... 38
Tabel 6 Reliability Statistic... 39
Tabel 7 Profile Subjek... 43
Tabel 8 Descriptive Statistic... 45
Tabel 9 Test of Normality... 46
Tabel 10 Uji Homogenitas... 47
Tabel 11 Independent Sample T-Test... 48
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Bullying Sebelum Try-out... 59
Lampiran 2 Skala Bullying Setelah Try-out... 76
Lampiran 3 Analisis Reliabilitas Data dan Kualitas Aitem data... 90
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kasus bullying masih menjadi salah satu topik yang hangat
dibicarakan akhir-akhir ini. Salah satunya kekerasan yang dialami oleh
Ade Fauzan, siswa kelas X SMA 82 Jakarta yang dikeroyok secara tidak
manusiawi oleh 30 orang seniornya, murid kelas XII. Ade dipukuli karena
dianggap melanggar aturan dengan melewati sebuah lorong di depan kelas
XII yang terlarang dilewati oleh siswa kelas X dan XI. Akibat dari
pengroyokan itu, Ade harus dirawat di rumah sakit Pusat Pertamina. Ade
mengaku tidak berani melawan karena merasa takut jika dilawan akan
mendapatkan perlakuan yang lebih parah (www.tempointeraktif.com).
Kekerasan lain terjadi pada Okke Budiman, siswa kelas 1 SMA 46
mengaku dianiaya oleh seniornya siswa kelas 3. Pelaku berinisial B sering
meminjam motor Okke dengan memaksa dan perlakuan kasar. B
disebut-sebut pentolan siswa kelas 3 di SMA 46. Kejadiannya berawal pada 17
Februari 2010 lalu. Saat itu, Okke pulang tanpa izin B saat pulang
sekolah. Namun, dia malah dipaksa dipanggil dengan ancaman akan
dihabisi besok hari apabila dia tidak menggubris panggilannya. Dengan
dikelilingi senior-seniornya yang lain, Okke mengalami beberapa
pemukulan dengan helm dan tangan kosong, tendangan di punggung, dan
mengalami trauma cukup dalam. Akhirnya, orang tua Okke berinisiatif
untuk mengeluarkan Okke dari SMA 46. Para senior juga menandatangani
surat perjanjian di atas materai agar tidak mengulangi perbuatannya.
Beberapa kekerasan yang dilakukan ini bisa dikatakan bullying.
Bullying adalah perilaku agresi atau manipulasi yang dapat berupa
kekerasan fisik, verbal atau psikologis dengan sengaja dilakukan seseorang
atau sekelompok orang yang merasa kuat atau berkuasa dengan tujuan
menyakiti atau merugikan seseorang atau sekelompok orang yang merasa
tidak berdaya (Olweus 1997; Rigby 1997; Sulivan 2001; Crick dan
Beigbee 1998; Duncan 1999; Ma, Stein dan Mah 2001; Sulivan, Mark dan
Sullivan, 2005; dalam Sarwono, Sarlito dan Meinarno 2009). Banyak
faktor yang bisa mempengaruhi munculnya perilaku bullying antara lain:
frustrasi dan kemarahan, proses belajar masa lalu, penguatan, modeling,
perasaan negatif dan kejadian tidak menyenangkan dan latarbelakang
keluarga. Penelitian yang dilakukan Bosworth K, Espelage D, dan Simon
R Thomas (1999) menyatakan bahwa kepercayaan diri menjadi salah satu
faktor penyebab munculnya perilaku bullying.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riauskina, I.I.. Djuwita, R ,
dan Soesetio, S. R., tahun 2005, ditemukan bahwa ketika mengalami
bullying korban merasakan banyak emosi negatif seperti marah, dendam,
kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam namun tidak
berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak
berharga.
Kasus bullying juga sangat berpeluang terjadi pada usia remaja.
Masa remaja adalah masa krisis identitas bagi kebanyakan anak remaja.
Menurut Santrock (2003: 26) remaja diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup
perubahan biologis, kognitif, dan sosial - emosional. Secara umum masa
remaja ini merupakan periode yang sulit untuk ditempuh, baik secara
individual ataupun kelompok, sehingga remaja sering dikatakan sebagai
kelompok umur bermasalah (the trouble teens). Hal inilah yang menjadi
salah satu sebab mengapa masa remaja dinilai lebih rawan daripada
tahap-tahap perkembangan manusia yang lain. Oleh karena itu perilaku bullying
berpeluang untuk terjadi pada usia remaja khususnya lewat hubungan
pertemanan di ruang lingkup sekolah.
Perjalanan seorang anak tumbuh menjadi remaja pelaku agresi
cukup kompleks, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor; biologis,
psikologis dan sosialkultural. Secara biologis, ada kemungkinan bahwa
beberapa anak secara genetik cenderung akan mengembangkan agresi
dibanding anak yang lain. Wenar & Kerig (2002) menambahkan bahwa
agresi yang tinggi pada anak-anak dapat merupakan hasil dari
abnormalitas neurologis. Secara psikologis, anak yang agresif kurang
memiliki kontrol diri dan sebenarnya memiliki ketrampilan sosial yang
rendah yaitu kemampuan mereka untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain yang masih rendah, empati terhadap orang lain yang
tidak berkembang, dan salah mengartikan sinyal atau tanda-tanda sosial,
mereka yakin bahwa agresi merupakan cara pemecahan masalah yang
tepat dan efektif maka perilakunya bisa muncul dalam bentuk bullying.
Perilaku seorang remaja secara psikologis juga di pengaruhi oleh
keluarga yang merupakan lingkungan terdekat remaja tersebut. Dari
lingkungan keluarga, anak-anak yang mengembangkan perilaku agresif,
remaja yang tumbuh dalam pengasuhan yang tidak kondusif, anak
mengalami kelekatan (attachment) yang tidak aman dengan pengasuh
terdekatnya, orang tua menerapkan disiplin yang terlalu keras ataupun
terlalu longgar, dan biasanya ditemukan masalah psikologis pada orang tua
yaitu konflik suami-istri, depresi, bersikap antisosial, dan melakukan
tindak kekerasan pada anggota keluarganya. Hal ini juga dapat
mempengaruhi kondisi psikologis remaja sehingga menimbulkan perilaku
bullying pada remaja tersebut.
Secara sosiokultural, bullying dipandang sebagai wujud rasa
frustrasi akibat tekanan hidup dan hasil imitasi dari lingkungan orang
dewasa. Tanpa sadar, lingkungan memberikan referensi kepada remaja
bahwa kekerasan bisa menjadi sebuah cara pemecahan masalah. Misalnya
saja lingkungan preman yang sehari-hari dapat dilihat di sekitar mereka
dan juga aksi kekerasan dari kelompok-kelompok massa. Belum lagi
teman sebaya juga dapat menimbulkan perilaku bullying. Dari relasi antar
sebaya juga ditemukan bahwa beberapa remaja menjadi pelaku bullying
karena balas dendam atas perlakuan penolakan dan kekerasan yang pernah
dialami sebelumnya. Senioritas pun turut memberikan atmosfer dominansi
dan menumbuhkan perilaku menindas.
Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini pada
tahun 2008 tentang bullying di tiga kota besar di Indonesia yaitu
Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan
sebesar 67,9% ditingkat sekolah menengah atas (SMA) dan 66.1%
ditingkat sekolah lanjutan pertama (SMP).
Perilaku bullying ini tampak pada remaja di kota. Menurut
Bintarto (1983) dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim
jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi
dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak
materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala
pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang
bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah
dibelakangnya. Kota menurut Ditjen Cipta Karya (1997) adalah
merupakan permukiman yang berpenduduk relatif besar, luas areal
terbatas, pada umumnya bersifat nonagraris, kepadatan penduduk relatif
tinggal dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola
hubungan rasional, ekonomis, dan individualistis.
Remaja di kota akan mendapat lebih banyak tekanan negatif
karena kondisi geografis dan sosial. Masyarakat perkotaan cenderung
individualistik dan hanya mutu atau prestasi merekalah yang membuat
mereka bisa diterima dilingkungan (Talcott Parson : 2000). Pola
individualisme membuat mereka tidak peduli dengan kondisi sekitarnya.
Mereka bersaing untuk bisa diterima didalam lingkungan tertentu. Hal ini
tidak lepas dari keberadaan remaja dilingkungan tersebut yang memaksa
untuk berkompetisi agar dapat diterima dilingkungannya (Ditjen Cipta
Karya 1997). Hal ini menjadi semakin berat karena pada saat remaja
mereka sendiri sedang mengalami masa transisi dan mendapat banyak
perubahan dari dalam diri mereka kemudian dituntut untuk melakukan
banyak hal baru diluar mereka (Santrock 2003: 26). Oleh karena itu
berpeluang bagi mereka bisa melepaskan tekanan tersebut dalam perilaku
seperti bullying.
Menurut UU no. 22 tahun 1999 desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal- usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di
daerah Kabupaten. Menurut Paul H Landis (1999) Desa adalah suatu
wilayah yang jumlah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri
perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan, cara berusaha
(ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam
sekitar seperti iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan
yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Jumlah penduduk yang lebih sedikit bisa membuat pola perilaku
yang dimunculkan lebih bersifat kekeluargaan, pergaulan hidup yang
saling mengenal dan tidak terlalu terfokus pada prestasi personal (Talcott
Parson : 2000). Khususnya pada remaja di pedesaan karena mereka tidak
memiliki banyak sarana hiburan atau mengekspresikan hobi mereka maka
akan banyak waktu luang yang mereka miliki dengan jumlah penduduk
yang tidak terlalu banyak juga membuat mereka saling mengenal antara
satu sama lain dan membuat pola komunikasi yang terjadi lebih sering
dengan orang yang sama sehingga membuat pola hubungan yang bersifat
kekeluargaan. Hubungan kekeluargaan yang ada di desa membuat
konflik-konflik tidak akan sebesar di kota besar yang lebih fokus pada kepentingan
pribadi. Fasilitas yang terbatas juga membuat mereka tidak terlalu banyak
mendapat informasi mengenai kekerasan yang bisa memicu mereka untuk
melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk bullying juga.
Perbedaan tinggi rendah terjadinya perilaku bullying pada remaja
di kota dan remaja di desa menarik minat peneliti untuk melakukan
penelitian lebih lanjut. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan
gambaran kepada masyarakat dan pihak sekolah khususnya mengenai
B. Rumusan Masalah
Adakah perbedaan tinggi rendah munculnya perilaku bullying pada remaja
di kota dengan remaja di desa.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai
perbedaan tinggi rendah perilaku bullying remaja di kota dan remaja di
desa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Menjadi bahan referensi dan menambah wawasan, serta diharapkan
dapat menjadi dorongan untuk melakukan penelitian selanjutnya
mengenai bullying. Memberi pengetahuan mengenai perilaku
bullying yang terjadi pada remaja di kota dan di desa.
2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi kepada pihak sekolah maupun orang tua
mengenai perilaku bullying yang terjadi baik di kota maupun di
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bullying
1. Pengertian Bullying
Menurut Olweus (1993) bullying adalah perilaku negatif yang
mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan
biasanya berulang-ulang. Menurut Coloroso (2006) bullying akan selalu
melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai,
ancaman agresi lebih lanjut dan teror. Menurut Mellor (dalam Kompas,
2009) bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan
orang lain baik yang berupa verbal, fisik, maupun mental dan orang
tersebut takut bila peristiwa tersebut akan terjadi lagi. Bullying merupakan
aktivitas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan
ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror yang
didasari oleh ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai,
ancaman agresi lebih lanjut, teror yang dapat terjadi jika penindasan
meningkat tanpa henti (Coloroso, 2007; h.92).
Bullying adalah cara mengerikan dan kejam kepada individu atau
kelompok yang membuat korbannya terjebak dalam kondisi memalukan
dan menyakitkan sehingga korban merasa terancam sedangkan pelaku
Menurut Sulivan (2000, dalam Trevi, 2010) bullying adalah
tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang memiliki
kuasa, bertujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik atau psikis,
dilakukan tanpa alasan yang jelas, terjadi berulang-ulang, juga merupakan
suatu bentuk perilaku agresif, menipulatif yang dilakukan secara sengaja
dan secara sadar oleh seseorang atau kelompok kepada orang lain atau
kelompok lain.
Jadi bullying adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja
kepada orang atau kelompok yang dianggap lebih lemah karena tidak
adanya keseimbangan kekuatan yang mengakibatkan seseorang merasa
tidak nyaman atau tersakiti baik secara fisik maupun psikis, dan membuat
korban merasa terancam, biasanya terjadi berulang-ulang.
2. Bentuk-bentuk Bullying
Menurut Sullivan dan Clearly (2005) ada beberapa bentuk bullying, antara
lain:
a. Bullying secara fisik yang merugikan orang lain misalnya melalui
tindakan seperti menggigit, memukul, menendang meninju,
meludah atau bentuk lain dari serangan fisik.
b. Bullying non fisik, meliputi aspek sebagai berikut:
1) Verbal, yaitu mengintimidasi melakukan ancaman, misalnya
uang atau materi, menggunakan bullying dengan bernada
seksual dan menyebarkan desas-desus palsu atau jahat.
2) Non verbal, dapat dilakukan secara langsung atau tidak
langsung. Bullying nonverbal secara langsung, termasuk dalam
membuat suatu tindakan bullying akan tetapi pada
kenyataannya itu dapat digunakan untuk mempertahankan
kontrol atas seseorang untuk melakukan intimidasi dan
mengingatkan mereka bahwa mereka mungkin akan dipilih
untuk menjadi korban bullying kapan saja.Bullying nonverbal
secara tidak langsung, melakukan tindakan secara tidak sengaja
dan sering mengabaikan secara sistematis, mengisolasi dan
membuat oranglain agar tidak menyukai seseorang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa indikator perilaku bullying
adalah 3 hal berikut, yaitu:
1. Bermaksud untuk menyakiti
2. Adanya kedudukan yang tidak seimbang antara pelaku
bullying dan korban bullying
3. Adanya dominansi oleh salah satu pihak atau pelaku
bullying.
Jadi ada beberapa bentuk bullying yaitu bullying yang
dilakukan secara fisik misalnya memukul, menendang, atau
bullying yang dilakukan secara non fisik yang bisa dilakukan
secara verbal misalnya memanggil dengan nada yang kasar, serta
bullying yang dilakukan secara non verbal misalnya mengisolasi
orang yang dijadikan korban bullying.Indikator perilaku bullying
adalah adanya maksud untuk menyakiti, adanya kedudukan yang
tidak seimbang, dan adanya dominansi dari pelaku bullying
tersebut.
3. Faktor Penyebab
Kondisi ini terus terjadi salah satunya karena keengganan dan
pembiaran dari kelompok sebaya untuk memberikan informasi serta
ketidak beranian korban untuk melaporkan kejadian bullying (Routledge,
2003). Salah satu penyebab bullying adalah pola asuh keluarga. Keluarga
seharusnya menjadi agen sosial bagi anak-anak muda. Orang tua, saudara
dan pengasuh memberikan contoh pada anak bagaimana mengontrol
emosi, berhadapan dengan konflik, mengatasi masalah dan
mengembangkan keterampilan hidup lainnya (Susan dkk, 2009). Menurut
Susan, dkk. (2009) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya bullying yaitu:
a. Faktor Individu
Individu yang bersifat pencemas, memiliki kondisi fisik
konsep diri yang kuat atau mudah dipengaruhi, akan mudah
menjadi korban bullying.
b. Faktor teman sebaya
Tindakan bullying yang diterima dan adanya pembiaran
dari teman-teman atas kejadian bullying dapat menyebabkan
perilaku bullying meningkat.
c. Faktor sekolah
Adanya senioritas, hukuman yang tidak tegas dan tidak
konsisten pada pelaku dapat menyebabkan bullying meningkatkan.
d. Faktor komunitas
Adanya tokoh yang menjadi acuan pelaku untuk
menduplikasi kemiripannya, biasanya individu mencontoh perilaku
negatif tokoh idolanya.
Selain beberapa faktor penyebab bullying di atas ada juga beberapa faktor
penyebab terjadinya bullying. Astuti (2008) menyatakan bahwa terdapat tujuh
faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying yaitu :
a. Perbedaan kelas ekonomi, agama, gender, etnisitas atau rasisme
Pada dasarnya, perbedaan (terlebih jika perbedaan tersebut bersifat
toleransi oleh anggota kelompok tersebut, maka dapat menjadi
penyebab bullying.
b. Senioritas
Perilaku bullying seringkali juga justru diperluas oleh siswa sendiri
sebagai kejadian yang bersifat lazim. Pelajar yang akan menjadi
senior menginginkan suatu tradisi untuk melanjutkan dan
menunjukkan kekuasaan, penyaluran dendam, iri hati atau mencari
popularitas.
c. Tradisi senioritas
Senioritas yang salah diartikan dan dijadikan kesempatan atau
alasan untuk melakukan bullying terhadap junior tidak berhenti
dalam suatu periode saja. Hal ini tak jarang menjadi peraturan tak
tertulis yang diwariskan secara turun menurun kepada tingkatan
berikutnya.
d. Keluarga yang tidak rukun
Kompleksitas masalah keluarga seperti ketidakhadiran ayah, ibu,
menderita depresi, kurangnya komunikasi, antara orang tua dan
anak, perceraian atau ketidakharmonisan orang tua dan
ketidakmampuan sosial ekonomi merupakan penyebab tindakan
bullying yang signifikan.
e. Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif
Bullying juga dapat terjadi jika pengawasan dan bimbingan etika
kaku, bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak
konsisten dapat memancing munculnya perilaku bullying.
f. Karakter individu atau kelompok seperti dendam atau iri hati
Hal ini disebabkan karena pelaku merasa pernah diperlakukan
kasar dan dipermalukan sehingga pelaku menyimpan dendam dan
kejengkelan yang akan dilampiaskan kepada orang yang lebih
lemah atau junior pada saat menjadi senior. Adanya semangat
ingin menguasai korban dengan kekuasaan fisik dan daya tarik
seksual, yaitu keinginan untuk memperlihatkan kekuatan yang
dimiiki sehingga korban tidak berani melawannya. Untuk
meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainan
(peers), yaitu keinginan untuk menunjukkan eksistesi diri, mencari
perhatian dan ingin terkenal.
g. Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban
Korban seringkali merasa dirinya memang pantas untuk
diperlakukan demikian (bully), sehingga korban hanya
mendiamkan hal tersebut terjadi berulang kali padanya.
Jadi ada beberapa hal yang bisa menimbulkan perilaku bullying
bisa dari faktor individu, teman sebaya, sekolah, komunitas(Susan dkk,
2009). Selain itu juga karena perbedaan kelas ekonomi, etnisitas atau
rasisme, senioritas maupun tradisi senioritas, keluarga yang tidak rukun,
atau kelompok seperti dendam atau iri hati dan yang terakhir persepsi nilai
yang salah atas perilaku korban ( Astuti, 2008).
4. Dampak Tindakan Bullying
Dampak yang dialami oleh korban bullying adalah mengalami
berbagai macam gangguan yang meliputi kesehjateraan psikologis yang
rendah (low psychological well-being) di mana korban akan merasa tidak
nyaman, takut, rendah diri serta tidak berharga (Rigby dalam Djuwita dkk,
2005), penyesuaian sosial yang buruk dimana korban merasa takut ke
sekolah bahkan tidak mau sekolah, menarik diri dari pergaulan, prestasi
akademik yang menurun karena mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi
dalam belajar bahkan buruknya korban memiliki keinginan untuk bunuh
diri dari pada harus menghadapi tekanan-tekanan berupa hinaan dan
hukuman (Trigg).
Dampak bullying pada kesehatan fisik korban termanifestasi dalam
bentuk sakit kepala (Williams dkk, dalam Djuwita, 2005), sakit
tenggorokan, flu, batuk (Wolke dkk, dalam Riauskina dkk, 2005), bibir
pecah-pecah dan sakit dada (Rigby dalam Riauskina, 2005). Djuwita
(2006, dalam Trevi, 2010) menegaskan bahwa konsep diri dari korban
bullying menjadi negatif karena korban merasa tidak diterima oleh
teman-temannya, selain itu, dirinya juga mempunyai pengalaman selalu gagal
secara terus-menerus dalam membina pertemanan. Ia juga menegaskan
Jadi dampak dari bullyingbisa mempengaruhi kesehjateraan secara
psikologis misalnya akan merasa rendah diri, merasa tidak berharga,
namun selain itu juga bisa mempengaruhi kesehatan fisik korban yang
termanifestasikan dalam sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir
pecah-pecah dan sakit dada.
B. Remaja
Usia remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia
rata-rata 18-22 tahun (Santrock, 2003).Menurut Sri Rumini & Siti Sundari
(2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa
dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk
memasuki masa dewasa. Masa remaja didefinisikan sebagai periode
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa,
yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan
sosio-emosional.
1. Aspek Biologis Pada Remaja
Pubertas adalah sebuah periode dimana kematangan fisik
berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan
tubuh, yang terutama berlangsung dimasa remaja awal. Dua jenis
hormon yang terlibat dalam perubahan pubertasserta memiliki
perbedaan kepekatan yang cukup signifikan antara laki-laki dan
perempuanadalah endrogen dan estrogen. Pertumbuhan pubertas
laki-laki. Kematangan seksual merupakan ciri utama dari
perubahan pubertas. Remaja memperlihatkan minat yang tinggi
terhadap tubuh dan citra tubuhnya.Para peneliti bahkan
menemukan adanya hubungan antara perubahan pubertas dan
perilaku namun tentu saja didukung oleh pengaruh lingkungan
yang juga diperhitungkan.Para peneliti juga menemukan bahwa
aspek-aspek dari otakyang terlibat dalam aktivasi emosi yang kuat
dan pencarian kenikmatan (sistem limbik) berkembang lebih awal
dibandingkan yang terlibat dengan regulasi-diri (korteks
prefrontal). Kesenjangan dalam perkembangan ini dapat
menjelaskan meningkatnya perilaku pengambilan – risiko yang
merupakan ciri khas dari remaja (Santrock, 2002). Faktor-faktor
hormonal juga dianggap dapat menjelaskan minimal sebagian dari
meningkatnya emosi-emosi negatif dan emosi yang berubah-ubah,
yang merupakan karakteristik remaja (Archibald, Graber, &
Brooks-Gunn, 2003; Dorn, Williams, &ryan, 2002).
2. Aspek Kognitif Pada Remaja
Menurut Piaget, pemikiran operasional formal muncul
diantara usia 11 hingga 15 tahun, yang ditandai oleh cara berpikir
yang abstrak, idealistik dan hipotesis-deduktif. Kapasitas dan
kecepatan dalam pemrosesan informasi yang seringkali disebut
sebagai sumber daya kognitif, meningkat selama kanak-kanak dan
lebih baik dibandingkan anak-anak.Mereka juga memiliki memori
jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang yang
lebih baik dibandingkan dengan anak-anak. Proses kognitif dalam
tingkat yang lebih tinggi seperti mengambil keputusan, bernalar,
berpikir secara kritis, berpikir secara kreatif dan metakognisi
seringkali disebut sebagai fungsi eksekutif. Para ahli berpendapat
bahwa fungsi eksekutif menjadi semakin kuat dimasa remaja.Masa
remaja merupakan suatu masa dimana seorang semakin banyak
dihadapkan pada pengambilan keputusan. Meskipun demikian,
mampu mengambil keputusan yang baik tidak berarti bahwa
mereka benar – benar akan mampu merealisasikannya dalam
kehidupan sehari-hari, dimana ada banyak pengalaman yang turut
berperan. Penalaran adalah pemikiran logis yang menggunakan
induksi dan deduksi untuk meraih kesimpulan (Santrock, 2002).
3. Aspek Sosial – Emosional Pada Remaja
Selain penjelasan di atas menurut Santrock (2003) proses
sosial – emosional, meliputi perubahan dalam hubungan individu
dengan manusia lain, dalam emosi, kepribadian dan dalam peran
dari konteks sosial dalam perkembangan.Sudah sejak lama masa
remaja dinyatakan sebagai masa badai emosional (Hall,
1904).Tidak dapat dipungkiri bahwa masa remaja merupakan suatu
masa dimana fluktuasi (naik dan turun) berlangsung lebih sering
yang paling bahagia disuatu saat dan kemudian merasa sebagai
orang yang paling malang disaat lain. Dalam banyak kasus,
intensitas dari emosi para remaja agaknya berada di luar proporsi
dari peristiwa yang membangkitkannya (Steinberg & Levine,
1997).Remaja dapat merajuk, tidak mengetahui bagaimana caranya
mengekspresikan perasaan mereka secara cukup. Dengan sedikit
atau tanpa provokasi sama sekali, mereka dapat menjadi sangat
marah kepada orang tuanya, memproyeksikan perasaan-perasaan
mereka yang tidak menyenangkan kepada orang lain. Pengalaman
lingkungan terlibat dalam perubahan emosi dimasa remaja.
Jadi masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak
dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada
masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik,
maupun psikologis dan sosio emosi.
C. Kota
Definisi kota yang sering kita dengar ialah tempat kegiatan
masyarakat yang sangat kompleks, telah mengalami proses interelasi
antarmanusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Merujuk pada
pendapat Amos Rapoport (2000)kota adalah suatu permukiman yang
relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari individu-individu yang
Selanjutnya pengertian kota ditinjau dari berbagai aspek, antara
lain aspek geografis, fisik, demografis, statistik, sosial, ekonomi, dan
administrasi.
1. Pengertian kota ditinjau dari aspek fisik. Menurut Nia K. Pontoh
dan Iwan Kustiwan (2009) adalah suatu wilayah dengan wilayah
terbangun lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya.
Secara demografis perkotaan adalah wilayah dengan konsentrasi
penduduk yang dicerminkan oleh jumlah dan tingkat kepadatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan wilayah
sekitarnya. Kota merupakan suatu wilayah dengan wilayah
terbangun yang lebih padat dibandingkan dengan area
sekitarnya.Secara statistik kota merupakan wilayah yang secara
besaran atau ukuran jumlah penduduknya sesuai dengan batasan
atau ukuran untuk kriteria kota.
2. Pengertian kota dari jumlah penduduknya dibagi ke dalam 5 bagian
berdasarkan jumlah penduduknya. Jumlah penduduk yang pertama
Megapolitan, yaitu kota yang berpenduduk di atas 5 juta orang.
Kedua Metropolitan (kota raya), yaitu kota yang berpenduduk
antara 1–5 juta orang. Ketiga Kota besar, yaitu kota yang
berpenduduk antara 500.000– 1 juta orang. Keempat kota sedang,
yaitu kota yang jumlah penduduknya antara 100.000–500.000
orang. Kemudian yang terakhir Kota kecil, yaitu kota yang
diperkotaan terdiri dari kelompok-kelompok sosial masyarakat
yang heterogen.
3. Kota dilihat dari sumber mata pencaharian penduduknya biasanya
bekerja dibidang perdagangan, perindustrian, pelayanan jasa,
perkantoran, pengangkutan, dan lain-lain. Dalam suatu wilayah
masyarakat perkotaan memiliki kegiatan usaha sangat beragam
dengan dominasi di sektor nonpertanian.
4. Kemudian yang terakhir kota ditinjau dari aspek administrasi
adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh suatu garis batas
kewenangan administrasi pemerintah daerah yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Ciri masyarakat kota itu sendiri diantaranya Terdapat keberagaman
penduduk, sikap penduduknya cenderung individualistic dimana mereka
lebih tidak peduli dengan keadaan sekitar mereka apa lagi bila mereka
tidak memiliki kepentingan, mereka cenderung bersikap tidak peduli.
Hubungan sosial lebih bersifat Gesselsehaft (patembayan). Kemudian
Terdapat juga pemisahan ruang di kota, tidak jarang kita melihat banyak
komplek-komplek tertentu seperti misalnya komplek perumahan. Norma
agamapun tidak begitu erat lagi dipegang, dan pandangan hidup penduduk
di kota lebih rasional.
Jadi kota adalah tempat kegiatan masyarakat yang sangat kompleks
dengan pemukiman yang relatif besar dan padat. Kota menjadi pusat
pusat intelektual. Kota memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak matrealistis.
Kegiatan utama diperkotaan bukan pertanian. Terdapat5 bagian kota
berdasarkan jumlah penduduknya jumlah penduduk yang pertama
Megapolitan, kedua Metropolitan (kota raya), ketiga Kota besar, keempat
kota sedang, kemudian yang terakhir Kota kecil.
D. Desa
Desa adalah merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan
oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat
dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain
(R.Bintarto, 1977).
Desa dapat dilihat dari beberapa aspek:
1. Dilihat dari segi fisik desa
Menurut UU no. 22 tahun 1999 desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan
berada di daerah kabupaten.UU no. 5 tahun 1979 menyatakan bahwa
desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah
langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
2. Desa dilihat dari jumlah penduduknya menurut Paul H Landis (2004)
kurang dari 2500 jiwa. Masyarakat dipedesaan cenderung mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara masyarakat.
Ciri-ciri masyarakat desa adalah kehidupan mereka tergantung
pada alam, toleransi sosialnya kuat, adat-istiadat dan norma agama masih
kuat dipegang. Selain itu kontrol sosialnya didasarkan pada hukum
informal, hubungan kekerabatan didasarkan pada Gemeinssehaft
(paguyuban), kemudian pola pikir penduduk setempat kadang masih
bersifat irrasional. Pendudukdi desa kurang dari 2.500 jiwa dengan
hubungan masyarakat yang saling mengenal satu sama lain.
E. Dinamika Perilaku Bullying Pada Remaja di Kota Besar dan di Desa
Sebagai remaja maka tiap individu yang melewati masa ini akan
mengalami banyak perubahan dari aspek biologis, kognitif maupun sosio
emosionalnya. Perubahan yang terjadi secara biologis merupakan periode
dimana kematangan fisik berlangsung pesat yang melibatkan perubahan
hormonal dan tubuh yang terutama berlangsung dimasa remaja
awal.Perubahan biologis dimana terjadi perubahan hormonal di dalamnya
juga memberikan pengaruh terhadap emosi remaja yang berubah-ubah.
Perubahan kognitif ditandai oleh cara berpikir abstrak, idealitistik dan
hipotesis-deduktif, pada masa remaja ini mereka dihadapkan pada
peran penalaran dari para remaja, yaitu pemikiran logis yang melinbatkan
induksi dan deduksi untuk meraih sebuah kesimpulan. Sementara
perubahan sosio emosional meliputi perubahan remaja yang berkaitan
dengan pola hubungan individu dengan manusia lain dalam emosi,
kepribadian dan dalam peran dari konteks sosialnya. Pengalaman
dilingkungan para remaja berpengaruh terhadap emosi remaja yang
ditimbulkan melalui relasi dengan lingkungannya.
Berkaitan dengan perubahan yang terjadi remaja tentu tidak lepas
dari konteks sosial dimana mereka berada. Sebagian dari remaja berada di
kota besar dan sebagian lagi berada di desa. Remaja yang berada di kota
besar akan mengalami situasi dimana lingkungan mereka cenderung
individualistik dan menekankan persaingan, hanya mutu atau prestasi
merekalah yang membuat mereka bisa diterima lingkungan. Situasi seperti
ini membuat remaja yang sementara juga sedang mengalami beberapa
perubahan dalam diri mereka semakin mendapat tekanan karena kondisi
sosial dimana mereka berada tersebut. Kondisi seperti ini tentu akan
semakin meningkatkan adanya konflik dan tekanan pada remaja, konflik
dan tekanan ini akan cenderung dilepaskan dalam tindakan-tindakan
seperti bullying.
Sementara pada remaja yang tinggal di pedesaan kondisi yang ada
adalah situasi yang lebih bersifat kekeluargaan, pergaulan hidup yang
saling mengenal dan tidak terlalu terfokus pada prestasi. Oleh karena
sedang mengalami perubahan biologis, kognitif dan sosio emosio ini akan
lebih terhindar dari konflik. Sehingga mereka tidak akan mendapat
tekanan seperti remaja diperkotaan. Sehingga tindakan – tindakan seperti
bullyingakan lebih jarang terjadi.
Situasi lingkungan dimana mereka berada ditambah dengan
perubahan baik secara biologis, kognitif, dan sosio-emosi menimbulkan
adanya reaksi – reaksi terhadap situasi keseharian para remaja, maka tidak
F. Skema / Kerangka Berpikir
Remaja
perubahan biologis, perubahan kognitif psikologis, perubahan sosio emosi/sosiokultural
Kota Desa
Banyak mendapat tekanan dari Masyarakat bersifat
kondisi geografis dan sosial. kekeluargaan,(sikap, norma
dan
Kondisi masyarakat padat, individualistik budaya di junjung tinggi)
Dan penuh persaingan Tidak terlalu terfokus pada
prestasi personal.
Akan lebih banyak muncul konflik Lebih bersifat toleransi
G. Hipotesis
Terdapat perbedaan tinggi rendah tingkat bullying pada remaja
yang terjadi di kota dan di desa, dimana perilaku bullyingdi kota lebih
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif atau penelitian
perbandingan.Tujuan dari penelitian perbandingan yaitu untuk
membandingkan antara dua atau lebih kelompok dalam satu variabel
(Purwanto, 2012). Berdasarkan tujuan tersebut, peneliti ingin mengetahui
perbedaan intensitas perilaku bullying pada remaja di kota dan di desa.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,
2013). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kota dan desa.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Variabel
C. Definisi Operasional
1. Kota dan Desa
Kota merupakan tempat kegiatan masyarakat yang sangat
kompleks dengan pemukiman yang relatif besar dan padat.Kota dilihat
dari beberapa aspek yaitu jumlah penduduk yang padat, letak geografis,
pekerjaan atau mata pencaharian biasanya tidak bersifat agraris.Ciri
masyarakat kota itu sendiri diantaranya terdapat keberagaman penduduk,
sikap penduduknya cenderung individualistik di mana mereka lebih tidak
peduli dengan keadaan sekitar mereka apa lagi bila mereka tidak memiliki
kepentingan, mereka cenderung bersikap tidak peduli. Norma agamapun
tidak begitu erat lagi dipegang, dan pandangan hidup penduduk di kota
lebih rasional.
Desa merupakan suatu wilayah dengan jumlah penduduk yang
tidak terlalu padat dengan hubungan masyarakat yang saling mengenal dan
cara berusaha dengan agraris.Jumlah penduduk di desa kurang dari 2.500
jiwa. Desa dilihat dari beberapa aspek yaitu mempunyai pergaulan hidup
yang saling mengenal, cara berusaha agraris, jumlah penduduk yang tidak
terlalu padat. Ciri-ciri masyarakat desa adalah kehidupan mereka
tergantung pada alam, toleransi sosialnya kuat, adat-istiadat dan norma
agama masih kuat dipegang. Selain itu kontrol sosialnya didasarkan pada
hukum informal, kemudian pola pikir penduduk setempat kadang masih
bersifat irrasional. Pada penelitian ini informasi akan diperoleh dari
2. Bullying
Bullying adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja serta
bermaksud untuk menyakiti seseorang atau kelompok yang dianggap lebih
lemah yang mengakibatkan seseorang merasa tidak nyaman atau tersakiti
baik secara fisik, psikis, dan membuat korban merasa terancam, biasanya
terjadi berulang-ulang, hal ini juga dipengaruhi karena adanya dominansi
salah satu pihak.
Semakin tinggi skor total yang diperoleh dalam skala bullying
menunjukkan semakin tinggi tingkat bullying yang dimililiki subjek
penelitian. Semakin rendah skor total dalam skala bullying, maka semakin
rendah pula tingkat bullying yang dimiliki oleh subjek penelitian.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 16 tahun hingga
18 tahun. Teknik pemilihan subjek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
purposive sampling. Teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu yang diperkirakan memiliki kaitan erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Jadi, ciri-ciri atau
sifat-sifat yang spesifik yang ada atau dilihat dalam populasi dijadikan kunci
untuk pengambilan sampel (Narbuko dan Achmadi, 2007).
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan
menggunakan kuesioner yang diberikan kepada subjek penelitian. Pada
pengumpulan data, yaitu skala perilaku bullying. Sedangkan jenis skala yang
digunakan dalam penyusunan skala ini adalah skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2013).
Pada setiap pernyataan dalam skala ini, subjek diminta menyatakan
kesetujuan-ketidaksetujuannya dalam sebuah kontinum yang terdiri atas
limarespon: “Selalu”, “Sering”, “Kadang-kadang”, “Jarang”, dan “Tidak
Pernah”. Alasan peneliti memilih skala Likert dengan lima respon adalah
untuk menghilangkan jawaban ragu-ragu karena jawaban tersebut dapat
memberikan makna yang ganda dan tidak menjelaskan jawaban responden
yang sebenarnya secara pasti. Dalam skala ini juga hanya terdapat aitem –
aitem favorablekarena peneliti hanya menaliti intensitas terjadinya perilaku
bullying tersebut. Dalam skala Likert ini, isi pernyataan menjadi satu kategori
tersebut, yaitu :
1. Aitem-aitem pernyataan favorable, dengan pilihan jawaban dan skor yaitu
:
(a) Selalu : skor 5
(b) Sering : skor 4
(c) Kadang – kadang : skor 3
(d) Jarang : skor 2
1. Skala perilaku bullying
a. Eksplikasi Konstruk Skala perilaku bullying
Tabel 1
Eksplikasi Konstruk Skala perilaku bullying
Indikator Tingkah Laku
Favorable
1. Tindakan serangan fisik yang bermaksud merugikan/menyakiti
orang lain yang dilakukan karena adanya ketidak seimbangan
kekuatan dan dilakukan dengan sengaja
2. Tindakan serangan kepada orang lain yang dilakukan secara verbal karena ada ketidakseimbangan kekuatan dan dilakukan
dengan sengaja
3. Tindakan serangan yang dilakukan secara non verbal karena adanya ketidakseimbangan kekuatan dan dilakukan dengan
b. Blue Print Skala Bullying
Tabel 2
Blue-Print Skala Bullying sebelum Try-out
Indikator Favorable Jumlah
1. Tindakan serangan fisik yang
bermaksud
merugikan/menyakiti orang
lain yang dilakukan karena
adanya ketidak seimbangan
kekuatan dan dilakukan
dengan sengaja
20 20
2. Tindakan serangan kepada orang lain yang dilakukan
secara verbal karena ada
ketidakseimbangan kekuatan
dan dilakukan dengan sengaja
20 20
3. Tindakan serangan yang
dilakukan secara non verbal
karena adanya ketidakseimbangan
kekuatan dan dilakukan dengan
sengaja
20 20
Tabel 3
Blue-Print skala Bullying setelah Try-out
Indikator Favorable Jumlah
1. Tindakan serangan fisik yang
bermaksud merugikan/menyakiti orang
lain yang dilakukan karena adanya
ketidak seimbangan kekuatan dan
dilakukan dengan sengaja
14 14
2. Tindakan serangan kepada orang lain
yang dilakukan secara verbal karena
ada ketidakseimbangan kekuatan dan
dilakukan dengan sengaja
10 10
3. Tindakan serangan yang dilakukan
secara non verbal karena adanya
ketidakseimbangan kekuatan dan
dilakukan dengan sengaja
11 11
c. Distribusi Item Skala Bullying
Tabel 4
Distribusi item skala Bullying sebelum Try-out
Indikator Favorable Jumlah
1. Tindakan serangan fisik
yang bermaksud
merugikan/menyakiti
orang lain yang
dilakukan karena adanya
ketidak seimbangan
kekuatan dan dilakukan
dengan sengaja
kepada orang lain yang
dilakukan secara verbal
dilakukan secara non verbal
karena adanya
ketidakseimbangan kekuatan
dan dilakukan dengan
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas
Validitas adalah kualitas esensial yang menunjukkan sejauh mana
suatu tes sungguh-sungguh mengukur atribut psikologis yang hendak
diukur (Supratiknya, 2014).Dalam penelitian ini, pengujian validitas yang
digunakan oleh peneliti adalah validitas isi.Validitas isi merupakan
validitas yang diselidiki melalui analisis rasional terhadap isi tes dengan
menggunakan penilaian yang sifatnya subjektif (Supratiknya, dalam Adi
2012). Dengan kata lain, validitas isi merupakan penilaian pakar atau ahli
terhadap kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur
(Supratiknya, 2014). Dalam penelitian, penilaian oleh ahli dilakukan dosen
pembimbing skripsi yang menilai mengenai sesuai atau tidaknya item
terhadap atribut yang diukur.
2. Seleksi Item
Seleksi item pada skala bullying dilakukan berdasarkan batasan rix ≥
0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya
pembedanya dianggap memuaskan, sedangkan item yang memiliki nilai rix
kurang dari 0,30 dianggap memiliki daya diskriminasi yang rendah
(Azwar, 2009).Hasil uji aitem yang dilakukan setelah try-out
menunjukkan ada 35 aitem yang memenuhi syarat untuk diujikan lebih
lanjut kepada subjek.Try-out dilakukan pada bulan Agustus 2015 di
Bengkulu dan Yogyakarta pada remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun.
Tabel 5
Distribusi Item Skala Bullying setelah Try-out
Indikator Favorable Jumlah
3. Tindakan serangan fisik
yang bermaksud
merugikan/menyakiti
orang lain yang
dilakukan karena adanya
ketidak seimbangan
kekuatan dan dilakukan
dengan sengaja
8, 12, 16, 41, 18, 23, 33, 37, 40, 47, 49, 51, 53, 60
14
4. Tindakan serangan
kepada orang lain yang
dilakukan secara verbal
dilakukan secara non verbal
karena adanya
ketidakseimbangan kekuatan
dan dilakukan dengan
sengaja
31, 34, 2, 11, 17, 20, 36, 35, 45, 50, 52
11
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
ukur dapat dipercaya atau diandalkan, dimana menunjukkan sejauh mana
alat pengukur dikatakan konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali
atau lebih terhadap gejala yang sama. Skala dinyatakan reliabel apabila
memiliki nilai alpha > 0,60 (Noor, 2012).
Hasil koefisien reliabilitas dari skala yang dibuat oleh peneliti
bernilai 0,995, dengan jumlah soal 35 butir.
Tabel 6
Reliability Statistic
G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah sebuah pengujian yang dilakukan
terhadap data penelitian untuk mengecek data penelitian yang
dilakukan oleh peneliti berasal dari populasi yang sebarannya
normal (Santoso, 2010). Uji normalitas ini dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov melalui program
SPSS 16.0. Jika nilai p lebih kecil daripada 0,05 maka dapat
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
disimpulkan bahwa data yang dimiliki berbeda secara signifikan,
sehingga sebaran data tidak normal. Jika nilai p lebih besar dari
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data yang dimiliki tidak
berbeda secara signifikan, sehingga sebaran data normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah sebuah pengujian yang
dilakukanterhadap data penelitian untuk melihat apakah asumsi
pada varian penelitian sama atau tidak. Uji homogenitas ini akan
dilakukan dengan menggunakan analisis Levene Test melalui
program SPSS 16.0. Jika varian dalam penelitian ini sama, maka
uji t akan menggunakan nilai pada kolom Equal Variance
Assumed. Jika varian dalam penelitian ini berbeda, maka uji t akan
menggunakan nilai pada kolom Equal Variance Not Assumed. Hal
tersebut dilakukan dengan melihat nilai signifikansi yang pada
hasil pengujian. Jika nilai signifikansinya lebih dari 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang memiliki
varian yang sama, sedangkan jika nilai signifikansinya kurang dari
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi
yang memiliki varian yang berbeda (Priyanto, 2012)
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini
mengetahui perbedaan nilai signifikan dari dua kelompok sampel
dalam penelitian yang independen (Purwanto & Sulistyastuti,
2008).Hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti dalam kerangka
pemikiran adalah: “Terdapat perbedaan tinggi rendah tingkat
bullying pada remaja yang terjadi di kota dan di desa, di mana
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Februari sampai dengan 14
Februari 2016 dengan menggunakan kuesioner. Penelitian ini
menggunakan subjek yaitu remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun yang
berada di kota (Sleman, Yogyakarta) dan di desa (Desa Mojorejo,
Bengkulu).
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang telah ditentukan dalam penelitian ini yaitu
remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun yang berada di di kota (Sleman,
Yogyakarta) dan di desa (Desa Mojorejo, Bengkulu).
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 140 orang yang terdiri dari
70 orang remaja yang berdomisili di kota (Sleman, Yogyakarta) dan 70
orang remaja yang berdomisilidi desa (Desa Mojorejo, Bengkulu). Berikut
Tabel 7
Profil Subjek
Keterangan Desa Kota
Jenis Kelamin Laki-laki 35 35
Perempuan 35 35
Umur 16 tahun 51 40
17 tahun 15 17
18 tahun 11 6
Pendidikan Subjek SMA 70 70
C. Deskripsi Data Penelitian
Indikator tingkat bullying dalam penelitian ini dilihat dari nilai
mean pada kelompok kota dan desa yang ada. Nilai mean yang ada pada
setiap subjek merupakan mean empirik yang kemudian akan dibandingkan
dengan mean teoritis atau nilai mean soal yang ada. Nilai mean empirik
didapatkan dengan menggunakan penghitungan sebagai berikut.
Keterangan :
μ = Mean empirik Σx = Total nilai
n = Jumlah aitem
sebagai berikut.
Keterangan :
μ = Mean teoritis
I_maks = Nilai maksimal aitem
I_min = Nilai minimal aitem
Σk = Jumlah aitem
Mean teoritik yang dimiliki dalam skala ini adalah 105. Nilai
tersebut didapat dengan menggunakan rumus di atas dengan nilai minimal
aitem 1 dan nilai maksimal item 5 dan jumlah aitem 35.Jumlah aitem yang
digunakan adalah 35 karena merupakan jumlah aitem pernyataan yang
digunakan setelah try-out.
Tingkat bullying dalam skala ini ada 2 yaitu bullying rendah dan
bullying tinggi. Penentuan tinggi rendahnya bullying dilakukan dengan
membandingkan nilai mean empirik dengan nilai mean teoritik. Jika nilai
mean empirik lebih rendah dari mean teoritik maka dapat
disimpulkanbullying yang ada dalam kelompok hitung termasuk dalam
tingkat bullying yang rendah. Jika nilai mean empirik lebih tinggi dari
mean teoritik maka dapat disimpulkan bullying yang ada dalam kelompok
Tabel 8
Descriptive Statistic
Variabel N Mean Teoritik Mean Empirik
Bullyingdi Kota 70 105 135,20
Bullying di Desa 70 105 75,87
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan mean empirik perilaku
bullyingdi Kota lebih besar dari mean teoritiknya (135,20 > 105), maka
dapat disimpulkan bahwa rata-rata subjek bullying pada remaja di kota
adalah tinggi.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan mean empirik perilaku
bullyingdi Desa lebih kecil dari mean teoritiknya (75,87 < 105), maka
dapat disimpulkan bahwa rata-rata subjekbullying pada remaja di desa
adalah rendah.
D. Analisis Data Penelitian
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, dilakukan pengujian
asumsi terlebih dahulu pada data yang diperoleh. Uji asumsi tersebut
terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan apakah data dalam penelitian ini berasal
dari data dengan distribusi normal atau tidak. Data termasuk
Berdasarkan hasil penghitungan, dapat diperoleh data dari variabel
perilaku bullying sebesar 0,055. Hal tersebut menunjukkan bahwa data
variabel perilaku bullying berdistribusi secara normal. Berdasarkan
hasil tersebut, uji normalitas variabel perilaku bullying dapat dilihat
pada tabel berikut:
Std. Deviation 37.610
Most Extreme Differences
Absolute .113
Positive .113
Negative -.108
Kolmogorov-Smirnov Z 1.341
Asymp. Sig. (2-tailed) .055
2. Uji Homogenitas
Uji homogentitas bertujuan untuk mengetahui apakah data variabel
perilaku bullying antara remaja yang tinggal di kota (Sleman,
Yogyakarta) dan di desa (Desa Mojorejo, Bengkulu) mempunyai
variansi yang sama atau tidak. Uji independent sample t-test
mensyaratkan bahwa, untuk menguji perbedaan dua kelompok