SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kimia
Oleh :
Dewi Soliha Oktianti
0901987
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Oleh
Dewi Soliha Oktianti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Dewi Soliha Oktianti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
September 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
PROFIL MODEL MENTAL SISWA
TERKAIT MATERI KIMIA KELAS X BERDASARKAN KTSP 2006
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing I,
H. Wiji, M. Si.
NIP. 1972 0430 2001 12 1001
Pembimbing II,
Galuh Yuliani, Ph. D. NIP. 1980 0725 2001 12 2001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Profil Model Mental Siswa Terkait Materi Kimia Kelas X Berdasarkan KTSP 2006”. Subjek pada penelitian ini adalah enam orang siswa kelas X di salah satu SMA Negeri Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil model mental siswa pada materi model atom Bohr, ikatan kimia, serta larutan non elektrolit dan elektrolit. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan instrumen utama pedoman Wawancara Berbasis Model (WBM). Hasil penelitian menunjukkan pada ketiga materi tidak ada siswa yang memiliki model mental tipe 1 (siswa menjawab salah), namun didominasi oleh model mental tipe 2, yaitu menjawab benar dengan bantuan model. Pada materi ikatan kimia serta larutan non elektrolit dan elektrolit ada beberapa siswa yang memiliki model mental tipe 3 (siswa menjawab benar tanpa bantuan model). Pada penelitian ini juga ditemukan beberapa pola jawaban siswa yang berbeda yaitu, enam pola untuk model atom Bohr dan ikatan kovalen, lima pola untuk ikatan ion dan tiga pola untuk larutan non elektrolit dan elektrolit.
Kata kunci : Profil, Model Mental, WBM
ABSTRACT
The title of this research is “Profile of Students’ Mental Model on Chemistry in X Grade Base on KTSP 2006”. Subjects of this research were six students of X grade in senior high school Bandung. Purpose of this research is to find profile of students’ mental models on Bohr’s atomic theory, chemical bonding, non electrolyte and electrolyte solutions. This research used descriptive method with interview guide base on models (WBM) as instrument. The results showed that no students have mental model like type 1 (students answer incorrectly) in all of concept in this research, but dominated by type 2 (students answered correctly with model). On the concept of chemical bonding and non electrolyte and electrolyte solution, there are several students who have mental model like type 3 (students answered correctly without model). In this research also found six different patternts in Bohr’s atomic theory and chemical bonding, five different patternts in ionic bonding, and three different patternts in non electrolyte and electrolyte.
ABSTRAK………... i
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
E. Struktur Organisasi Skripsi... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
A. Tinjauan Umum Model Mental... 7
B. Cara Menggali Model Mental... 11
C. Deskripsi Materi yang Digunakan untuk Menggali Model Mental... 13
1. Model Atom Bohr... 13
2. Pembentukan Ikatan Ion... 15
3. Pembentukan Ikatan Kovalen... 17
4. Larutan Non Elektrolit dan Elektrolit... 20
BAB III METODE PENELITIAN... 22
A. Metode Penelitian... 22
B. Desain Penelitian... 22
C. Lokasi dan Subjek Penelitian... 26
D. Definisi Operasional... 26
E. Instrumen Penelitian... 26
F. Proses Pengembangan Instrumen... 34
G. Teknik Pengumpulan Data... 35
H. Analisis Data... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 40
A. Profil Model Mental Siswa Pada Materi Teori Atom Bohr... 40
B. Profil Model Mental Siswa Pada Materi Pembentukan Ikatan Ion... 50
C. Profil Model Mental Siswa Pada Materi Pembentukan Ikatan Kovalen... 58
D. Profil Model Mental Siswa Pada Materi Larutan Non Elektrolit dan Elektrolit... 66 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 75
A. Kesimpulan... 75
B. Saran... 76
DAFTAR PUSTAKA... 77
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Siswa sering menganggap bahwa kimia merupakan ilmu yang abstrak,
dikemas dalam bahasa yang kompleks dan tidak menarik untuk dipelajari (Gilbert,
2004), sehingga siswa sulit untuk mempelajari kimia. Pembelajaran kimia
dianggap kompleks karena dalam mempelajari kimia harus mencakup tiga level
representasi, yaitu makroskopik, submikroskopik dan simbolik (Wang, 2007).
Kimia merupakan ilmu yang abstrak ketika kimia harus dijelaskan dalam level
submikroskopik. Kimia menjadi ilmu yang tidak mudah untuk dipelajari karena
kebanyakan siswa gagal dalam mempertautkan ketiga level representasi tersebut.
Bradley & Merek (Sirhan, 2007) mengemukakan bahwa kebanyakan siswa gagal
menghubungkan level makroskopik dan submikroskopik menggunakan
simbol-simbol kimia, persamaan kimia dan persamaan matematika (Jansoon et al., 2009).
Siswa menganggap bahwa simbol-simbol yang digunakan tidak bermakna dan
tidak dapat menjelaskan apa yang mereka lihat. Siswa sulit menjelaskan
bagaimana molekul-molekul saling berinteraksi sehingga menyebabkan suatu
fenomena terjadi. Oleh karena itu, Wang (2007), menyarankan bahwa dalam
mempelajari ilmu kimia diperlukan suatu pendekatan yang mempertautkan tiga
level representasi yaitu makroskopik, submikroskopik dan simbolik.
Pembelajaran yang baik dapat terlihat dari hasil evaluasi yang baik pula.
Namun terkadang cara guru mengevaluasi pembelajaran kurang sesuai untuk
dapat mengukur secara keseluruhan pengetahuan yang dimiliki siswa. Pada tes
pilihan berganda terdapat kemungkinan miskonsepsi yang dimiliki siswa (Dhindsa
& Treagust, 2009) meskipun siswa menjawab benar. Saat digunakan tes pilihan
ganda, peneliti tidak dapat mengetahui alasan siswa memilih pilihan tersebut.
Siswa bisa saja hanya menebak tanpa mengetahui konsep sebenarnya atau siswa
merasa benar karena siswa tersebut memiliki pemahaman konsep yang salah.
Evaluasi dengan tes tertulis juga memiliki kelemahan untuk siswa yang sulit
pengetahuan yang baik, tetapi kesulitan menyusun kata-kata sehingga
pengetahuannya tidak diungkapkan seluruhnya ketika evaluasi. Pengetahuan yang
dimiliki siswa tersebut dapat berupa penggalan-penggalan pengetahuan yang
keterikatannya sulit untuk dijelaskan melalui tulisan. Evaluasi dengan
menggunakan wawancara dapat mengurangi kelemahan-kelemahan tersebut.
Ketika wawancara, siswa dapat mengungkapkan pengetahuan yang dimilikinya
dengan bahasa sehari-hari. Selain itu, guru dapat menanyakan pertanyaan
menyelidik jika dirasa jawaban siswa kurang lengkap mengenai konsep tertentu.
Siswa juga lebih mudah dalam menghubungkan penggalan pengetahuan yang
telah ia miliki. Evaluasi dengan wawancara kurang sesuai untuk kelas skala besar.
Namun, evaluasi ini sangat baik jika digunakan untuk mengetahui profil model
mental siswa. Dengan profil model mental beberapa siswa, terlihat pola tertentu
yang dapat dijadikan acuan dalam perbaikan proses pembelajaran.
Perlunya pemahaman mengenai model mental siswa didukung oleh
penelitian terbaru yang dilakukan oleh Bodner & Domin (2000), Briggs & Bodner
(2005), Ferk, Vrtacnik, Blejec & Grill (2003), Stieff, Bateman & Uttal (2005)
yang menunjukkan bahwa kemampuan untuk membangun dan menggunakan
model mental dapat mempengaruhi konseptualisasi siswa tentang konsep-konsep
kimia (Wang, 2007). Selain itu, Fensham & Kass (1988), Harrison & Treagust
(1996), Raghavan & Glaser (1995), Stephens, McRobbie & Lucas (1999)
menyatakan bahwa kemampuan siswa dalam memahami materi dan model mental
siswa sangat mempengaruhi hasil belajar mengajar siswa (Coll & Taylor, 2002).
Model mental awal siswa sangat penting diketahui oleh guru, namun terkadang
hal tersebut sering terlupakan, sehingga pembelajaran menjadi kurang optimal.
Salah satu cara untuk mengungkap model mental adalah dengan
Wawancara Berbasis Model (WBM). Menurut Wang (2007), WBM dapat
dilaksanakan dengan cara meminta siswa untuk memilih model yang menurut
mereka paling sesuai. Kemudian, siswa diminta menjelaskan alasan pemilihan
model tersebut. Dari penjelasan itulah, model mental siswa dapat terlihat. Pada
penelitian ini, siswa tidak diminta untuk memilih model. Siswa hanya diminta
dapat mempermudah siswa dalam mengungkapkan pengetahuannya. Siswa
diminta untuk menjelaskan konsep kimia tersebut dengan mempertautkan ketiga
level representasi. Dari penjelasan itulah, dapat terlihat dengan jelas pemahaman
siswa pada konsep kimia.
WBM dipilih untuk menggali model mental pada penelitian ini karena
kimia didominasi oleh penggunaan model dan pemodelan. Menurut Gilbert &
Rutherford (1998a, b), model dalam kimia dapat digunakan untuk menjelaskan
data, memprediksi kejadian, dan membantu memahami reaktivitas kimia,
sehingga dengan ditampilkannya model diharapkan siswa dapat menjelaskan
konsep kimia dengan baik (Coll & Taylor, 2002).
Beberapa materi kimia yang dipilih untuk evaluasi dengan WBM ini, yaitu
model atom Bohr, ikatan kimia berupa ikatan ion dan ikatan kovalen, serta larutan
non elektrolit dan elektrolit. Model atom adalah materi kimia yang sangat abstrak.
Siswa akan sulit membayangkan suatu atom tanpa suatu model tertentu, sehingga
profil model mental siswa pada materi model atom Bohr sangat cocok jika digali
menggunakan WBM. Menurut Fensham (Coll & Taylor, 2002) materi ikatan
kimia didominasi oleh pemodelan, sehingga profil model mental siswa pada
materi ikatan kimia juga sesuai jika digali dengan WBM. Pada materi larutan non
elektrolit dan elektrolit, interkoneksi antara tiga representasi sangat terlihat. Level
makroskopik terlihat dari fenomena yaitu ada tidaknya arus listrik yang
dihasilkan. Ada tidaknya arus listrik dapat terlihat dari fenomena berupa nyala
lampu pada suatu rangkaian listrik tertentu. Siswa dapat menentukan suatu larutan
termasuk non elektrolit atau elektrolit dari fenomena tersebut. Tapi, siswa
kesulitan menjelaskan mengapa fenomena tersebut terjadi jika hanya diperlihatkan
fenomena nyata saja tanpa model zat terlarut dalam larutannya. Siswa harus
menganalisis model zat terlarut yang ada di setiap larutannya untuk dapat
menjelaskan fenomena yang terjadi. Interkoneksi itulah yang menjadi alasan
mengapa profil model mental siswa pada materi larutan non elektrolit dan
Dari beberapa alasan yang telah diungkapkan di atas, penelitian untuk
menggali profil model mental siswa sangat baik untuk dilaksanakan. Untuk itu
penelitian ini dikembangkan dengan judul penelitian Profil Model Mental Siswa
Terkait Materi Kimia Kelas X Berdasarkan KTSP 2006.
B.Identifikasi dan Perumusan Masalah
Kimia adalah ilmu yang sulit jika dalam pembelajarannya tidak
mempertautkan tiga level representasi, yaitu makroskopik, submikroskopik dan
simbolik. Keberhasilan pembelajaran kimia terlihat dari hasil evaluasi yang baik
pula. Evaluasi harus dapat mengukur kemampuan siswa yang sesungguhnya.
Evaluasi yang baik harus dapat membedakan siswa yang memiliki konsep yang
utuh dan tidak. Keutuhan pengetahuan yang dimiliki siswa tergambar pada model
mental yang dimilikinya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur
model mental adalah dengan menggunakan WBM.
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini secara
umum “Bagaimana profil model mental siswa terkait materi kimia kelas X berdasarkan KTSP 2006?”. Lebih rinci, rumusan masalah dalam penelitian ini diungkapkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana profil model mental siswa pada materi teori atom Bohr?
2. Bagaimana profil model mental siswa pada materi pembentukan ikatan ion?
3. Bagaimana profil model mental siswa pada materi pembentukan ikatan
kovalen?
4. Bagaimana profil model mental siswa pada materi larutan non elektrolit dan
elektrolit?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mendapatkan profil model mental yang dimiliki siswa pada
Lebih rinci, tujuan penelitian terdiri dari :
1. Mengetahui profil model mental siswa pada materi teori atom Bohr.
2. Mengetahui profil model mental siswa pada materi pembentukan ikatan ion.
3. Mengetahui profil model mental siswa pada materi pembentukan ikatan
kovalen.
4. Mengetahui profil model mental siswa pada materi larutan non elektrolit dan
elektrolit.
D.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan kepada guru, khususnya guru bidang studi kimia
supaya dalam melakukan pembelajaran materi kimia memperhatikan model
mental awal siswa, sehingga pembelajaran kimia bertahan lama dalam ingatan
siswa.
2. Sebagai bahan masukan kepada guru, khususnya guru bidang studi kimia
supaya dalam melakukan pembelajaran materi kimia memperhatikan kajian
ketiga level representasi kimia yaitu makroskopik, submikroskopik dan
simbolik sehingga dapat membantu siswa dalam membangun model
mentalnya.
3. Sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai strategi
pembelajaran yang dapat mencakup ketiga level representasi.
4. Sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih jauh mengenai model mental
siswa.
5. Sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
WBM pada peningkatan pemahaman siswa.
E.Struktur Organisasi Skripsi
Skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu pendahuluan, kajian pustaka, metode
penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. Bab
pendahuluan memaparkan alasan serta manfaat dilakukannya penelitian ini. Bab
relevan dengan penelitian yang dilakukan. Bab metode penelitian memaparkan
penyusunan dan penggunaan instrumen penelitian, serta cara mengolah dan
menganalisis data yang diperoleh. Bab hasil penelitian dan pembahasan
memaparkan data yang diperoleh serta kesimpulan profil model mental dari setiap
siswa pada materi kimia tertentu. Bab kesimpulan dan saran memaparkan
kesimpulan akhir model mental siswa pada setiap materi yang diteliti serta saran
untuk mengembangkan penelitian yang dilakukan.
Setiap bab terdiri dari bagian-bagian. Bab I pendahuluan, terdiri dari lima
bagian, yaitu : latar belakang, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi. Bab II kajian
pustaka, terdiri dari tiga bagian, yaitu : tinjauan umum model mental, cara
menggali model mental, serta deskripsi materi yang digunakan untuk menggali
model mental. Bab III metode penelitian, terdiri dari delapan bagian, yaitu :
metode penelitian, desain penelitian, lokasi dan subjek penelitian, definisi
operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik
pengumpulan data, serta analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan,
terdiri dari empat bagian, yaitu : profil model mental siswa pada materi teori atom
bohr, profil model mental siswa pada materi pembentukan ikatan ion, profil model
mental siswa pada materi pembentukan ikatan kovalen, serta profil model mental
siswa pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Bab V Kesimpulan dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis
tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu variabel,
gejala atau keadaan (Arikunto, 2003). Penelitian deskriptif (descriptive research)
ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa
adanya (Sukmadinata, 2005). Penelitian deskriptif tidak berhenti pada
pengumpulan data, pengorganisasian, analisis dan penarikan interpretasi serta
penyimpulan, tetapi dilanjutkan dengan pembandingan, mencari
kasamaan-perbedaan dan hubungan kausal dalam berbagai hal (Sukmadinata, 2005).
B.Desain Penelitian
Desain penelitian pada penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Berikut ini akan dijelaskan
lebih jelas setiap tahapannya.
1. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan, dilakukan studi kepustakaan mengenai karakteristik
kimia dan model mental. Hal ini dilakukan agar memperkaya pengetahuan
peneliti. Selanjutnya dilakukan analisis pada standar isi kelas X KTSP 2006 untuk
mendapatkan materi yang sesuai dalam penelitian. Selain itu, analisis pada standar
isi kelas X KTSP 2006 dilakukan untuk menentukan keluasan dan kedalaman
materi yang akan digunakan dalam penelitian. Berdasarkan analisis mengenai
standar isi tersebut, disusunlah indikator untuk instrumen penelitian. Berbekal
pengetahuan mengenai karakteristik kimia, model mental, serta indikator
instrumen yang telah disusun, maka dibuatlah suatu instrumen penelitian berupa
Instrumen tersebut kemudian divalidasi oleh tiga orang dosen kimia. Jika
instrumen tersebut tidak valid, maka instrumen tersebut mengalami revisi
kemudian di uji cobakan. Jika instrumen tersebut sudah valid, maka instrumen
langsung diuji cobakan. Dari hasil uji coba tersebut akan diperoleh suatu pola
pengelompokkan tertentu yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
pengelompokkan data yang diperoleh.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, dilakukan pengambilan data pada siswa SMA
kelas X di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Pengambilan data
dilaksanakan dengan cara wawancara ke setiap siswa. Siswa diminta menjawab
semua pertanyaan yang diajukan, baik pertanyaan secara umum tentang
pengetahuan yang telah mereka dapat sebelumnya ataupun pertanyaan menyelidik
sesuai dengan gambar atau model yang disajikan.
Siswa melaksanakan WBM ini secara bergantian. Siswa lain tidak boleh
mendengarkan percakapan temannya sehingga siswa tersebut tidak terpengaruh
jawaban temannya. Sebelum WBM ini dilaksanakan, peneliti melakukan
pendekatan terlebih dahulu dengan cara membicarakan hal lain di luar kimia.
Tujuannya, untuk membuat siswa merasa nyaman. Diharapkan dengan
kenyamanan tersebut siswa akan lebih mudah mengingat materi yang telah
diajarkan dan dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik.
Percakapan hasil WBM tersebut ditranskripsikan atau ditulis ulang dengan
menggunakan bahasa yang baku tanpa menghilangkan makna dari jawaban asli
siswa. Setelah didapatkan transkripsi jawaban siswa, jawaban tersebut diubah
dalam bentuk yang sederhana. Hal ini bertujuan untuk memudahkan peneliti
dalam menganalisis setiap jawaban siswa. Selain itu, memudahkan peneliti dalam
3. Tahap akhir
Setelah mendapatkan data hasil penelitian, peneliti menganalisis satu per
satu jawaban siswa. Setiap siswa dianalisis per soal, apakah siswa tersebut dapat
menjawab dengan baik atau tidak. Peneliti tidak menarik kesimpulan dari jawaban
akhir siswa, melainkan dari prosesnya. Siswa dikelompokkan berdasarkan setiap
jawaban yang mereka berikan, bukan jawaban akhir siswa ketika penyimpulan.
Analisis tersebut kemudian menghasilkan suatu pola tertentu dan pola itu
akan menggambarkan model mental setiap siswa yang dianalisis. Model mental
pada satu materi akan berbeda dengan materi yang lainnya.
Tahapan yang telah dijelaskan di atas dapat tergambar melalui alur
penelitian pada Gambar 3.1. Alur penelitian bertujuan untuk mengarahkan
Analisis Data
Profil Model Mental Siswa Terkait Materi Kimia Kelas X Berdasarkan
KTSP 2006
Tahap Akhir
Validasi Instrumen
Valid Revisi Instrumen
Uji Coba Instrumen Tidak
Ya
Tahap Persiapan
Studi kepustakaan mengenai karakteristik kimia dan model mental
Analisis Standar Isi kelas X (KTSP 2006)
Penentuan materi yang sesuai untuk wawancara berbasis model
Pengembangan indikator instrumen
Pembuatan instrumen Wawancara Berbasis Model (WBM)
Penyederhanaan Hasil Wawancara
Tahap Pelaksanaan
Siswa 2 Siswa 3 Siswa 4 Siswa 5 Siswa 6 Siswa 1
Pengambilan Data
C.Lokasi dan Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa SMA kelas X di SMA Negeri Kota
Bandung yang telah mempelajari semua materi yang akan diuji cobakan. Subjek
penelitian ini berjumlah 6 orang siswa. Siswa yang dipilih adalah siswa yang
memiliki nilai baik, sedang dan rendah pada nilai ulangan harian kimia.
D.Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran terhadap definisi yang digunakan
dalam penelitain ini, maka berikut ini definisi beberapa istilah.
1. Profil adalah ikhtisar yang memberikan fakta-fakta tentang hal-hal khusus
(KBBI, 2005).
2. Model mental yang tercipta merupakan representasi dari suatu benda, ide, atau
proses yang dihasilkan dari proses pembelajaran (Buckley & Boulter, 2000;
Harrison & Treagust, 2000).
E.Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini berupa pedoman WBM. Pedoman WBM ini
menuntun peneliti untuk melaksanakan penelitian sesuai langkah-langkah yang
sistematis. Pada bagian pertama pedoman WBM terdapat langkah yang harus
dilakukan sebelum memulai wawancara. Pada bagian itu disebutkan bahwa
peneliti harus membuat siswa rileks sebelum menjawab materi. Hal yang dapat
dilakukan peneliti adalah melakukan pendekatan personal pada siswa.
Setelah itu, terdapat pertanyaan umum mengenai materi model atom Bohr. Pertanyaan umum tersebut berbunyi “Pada tahun 1913, Niels Bohr memberikan penjelasan teoritis untuk spektrum pancar atom Hidrogen. Dari spektrum tersebut,
Niels Bohr dapat menggambarkan model atom Hidrogen dan menarik tiga
kesimpulan yang dapat tergambar dari model atom pada Gambar 3.2. Jelaskan
ketiga kesimpulan yang diperoleh Niels Bohr dengan menggunakan model atom
pada Gambar 3.2!”. Pertanyaan umum tersebut dilengkapi dengan jawaban
Gambar 3.2. Model Atom Hidrogen menurut Bohr
Selain pertanyaan umum, pada pedoman WBM juga terdapat pertanyaan
khusus. Pentanyaan khusus adalah pertanyaan bantuan agar siswa dapat
menjelaskan pertanyaan umum dengan baik dan lengkap. Pertanyaan khusus
untuk materi teori atom Bohr terlihat pada Tabel 3.1. Pada pedoman WBM,
Tabel 3.1. Pertanyaan Khusus untuk Materi Teori Atom Bohr
Pertanyaan Khusus
1.a. Di dalam Gambar 3.1 terdapat keterangan n = 1, n = 2 dan n = 3,
menunjukkan apakah keterangan tersebut? apakah energi pada n = 1, n = 2 dan n
= 3 sama? Jika tidak, bagaimana urutan energinya?
1.b. Lalu untuk keterangan yang diberi nomor 1, apakah kamu dapat memberikan
penjelasan?
1.c. Jika elektron berpindah dari kulit ke dua ke kulit ke tiga bisa tidak?
1.d. Kalau begitu apa kesimpulannya?
1.e. Lalu bagaimana penjelasan untuk keterangan gambar yang diberi nomor 2?
1.f. Dari penjelasan yang telah diungkapkan, coba simpulkan ketiga postulat Bohr
yang tergambar dalam model (Gambar 3.1)!
Selanjutnya, pedoman WBM berisi pertanyaan umum kedua. Pertanyaan umum kedua berbunyi “Atom-atom cenderung menginginkan kestabilan seperti gas mulia. Untuk mencapai kastabilan tersebut, atom-atom berikatan dengan
atom-atom yang lain. Salah satu ikatan yang dapat terbentuk adalah ikatan ion.
Coba jelaskan pembentukan ikatan ion berdasarkan model berikut (Gambar 3.3,
Gambar 3.4, dan Gambar 3.5)!”. Pertanyaan umum tersebut dilengkapi dengan
-Gambar 3.4. Pembentukan NaCl
Pada pedoman WBM, setelah pertanyaan umum kedua, terdapat
pertanyaan khusus mengenai pembentukan ikatan ion. Jumlah pertanyaan khusus
untuk materi pembentukan ikatan ion adalah tujuh. Setiap pertanyaan khusus
memiliki jawaban konsepsi target. Uraian pertanyaan khusus untuk materi
pembentukan ikatan ion terlihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Pertanyaan Khusus Untuk Materi Pembentukan Ikatan Ion
Pertanyaan Khusus
2.a. Dari gambar pertama bagian a (gambar 3.3), apa yang dapat kamu amati?
2.b. Dari gambar pertama bagian b (gambar 3.3), proses apa yang terjadi?
2.c. Kemudian apa yang terjadi? (pada gambar pertama bagian c) (gambar 3.4)
2.d. Dari gambar yang kedua, proses apa yang terjadi? (gambar 3.5)
2.e. Coba amati partikel yang ada di setiap larutannya. Coba jelaskan bagaimana
terjadinya endapan tersebut?
2.f. Ion apa sajakah yang berinteraksi membentuk endapan? Ikatan apakah yang
terbentuk?
2.g. Dari penjelasan yang telah diungkapkan, coba simpulkan, jadi bagaimanakah
pembentukan ikatan ion?
Selanjutnya, pedoman WBM berisi pertanyaan umum ketiga. Pertanyaan umum ketiga berbunyi “Atom-atom cenderung menginginkan kestabilan seperti gas mulia. Untuk mencapai kastabilan tersebut, atom-atom berikatan dengan
atom-atom yang lain. Salah satu ikatan yang dapat terbentuk adalah ikatan
kovalen. Coba jelaskan pembentukan ikatan kovalen berdasarkan model berikut
Gambar 3.6. Proses Pembentukan Ikatan Kovalen Pada Senyawa Cl2
Pada pedoman WBM, setelah pertanyaan umum ketiga, terdapat
pertanyaan khusus mengenai pembentukan ikatan kovalen. Jumlah pertanyaan
khusus untuk materi pembentukan ikatana kovalen adalah tujuh. Setiap
pertanyaan khusus memiliki jawaban konsepsi target. Uraian pertanyaan khusus
untuk materi pembentukan ikatan kovalen terlihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Pertanyaan Khusus Untuk Materi Pembentukan Ikatan Kovalen
Pertanyaan Khusus
3.a. Pada gambar a, apa yang dapat kamu amati? (Gambar 3.6)
3.b. Pada gambar b, apa yang dapat kamu amati? (Gambar 3.6)
3.c. Jika atomnya berbeda, bisa tidak terbentuk ikatan kovalen?
3.d. Selain elektron valensinya yang harus seperti gas mulia, kira-kira adakah hal
lain yang menjadi syarat terbentuknya ikatan kovalen?
3.e. Coba amati kembali gambar b, berasal dari manakah elektron untuk berikatan
kovalen? (Gambar 3.6)
3.f. Ketika telah berikatan, milik siapakah elektron itu? Apakah masih milik
masing-masing atom?
Selanjutnya, pedoman WBM berisi pertanyaan umum keempat. Pertanyaan umum keempat berbunyi “Beberapa senyawa tidak dapat menghantarkan listrik ketika dilarutkan di dalam air. Beberapa senyawa dapat
menghantarkan listrik ketika dilarutkan di dalam air, namun ada yang hantaran
listriknya kuat ada juga yang lemah. Apakah yang menyebabkan hal ini terjadi?
Jelaskan berdasarkan model berikut (Gambar 3.7)!”. Pertanyaan tersebut
dilengkapi dengan jawaban konsepsi target.
Pada pedoman WBM, setelah pertanyaan umum keempat, terdapat
pertanyaan khusus mengenai larutan non elektrolit dan elektrolit. Jumlah
pertanyaan khusus untuk materi larutan non elektrolit dan elektrolit adalah enam.
Setiap pertanyaan khusus memiliki konsepsi target. Uraian pertanyaan khusus
untuk materi larutan non elektrolit dan elektrolit terlihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Pertanyaan Khusus Untuk Materi Larutan Non Elektrolit dan Elektrolit
Pertanyaan Khusus
4.a. Pada gambar pertama (Gambar 3.7), lampu tidak menyala, coba amati ada
partikel zat terlarut apa sajakah yang terdapat pada larutan tersebut?
4.b. Pada gambar kedua (Gambar 3.7), lampu menyala redup, coba amati ada
partikel zat terlarut apa sajakah yang terdapat pada larutan tersebut?
4.c. Pada gambar ketiga (Gambar 3.7), lampu menyala terang, coba amati ada
partikel zat terlarut apa sajakah yang terdapat pada larutan tersebut?
4.d. Coba bandingkan jumlah dan jenis partikel zat terlarut di ketiga larutan itu!
Apakah perbedaan ketiganya?
4.e. Coba hubungkan jumlah dan jenis partikel zat terlarut yang ada dalam larutan
dengan daya hantar listriknya!
4.f. Coba simpulkan, bagaimana pengaruh partikel zat terlarut yang ada dalam
larutan terhadap daya hantar listriknya!
Pada pedoman WBM, terdapat pula langkah yang harus dilakukan peneliti
saat melakukan wawancara. Jika siswa dapat menjawab pertanyaan umum dengan
benar dan lengkap, siswa tidak perlu menjawab pertanyaan khusus. Siswa dapat
langsung menjawab pertanyaan umum untuk materi selanjutnya.
F. Proses Pengembangan Instrumen
Sebelum instrumen penelitian disusun, dilakukan analisis pada standar isi
kelas X KTSP 2006 terlebih dahulu untuk menentukan materi apa saja yang sesuai
pada penelitian ini serta kedalaman dan keluasan materi tersebut. Setelah
tersebut dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan instrumen penelitian berupa
pedoman WBM.
Instrumen penelitian berupa pedoman WBM divalidasi oleh tiga orang
dosen kimia. Pedoman WBM yang disusun pertama kali divalidasi oleh dua dosen
kimia. Dari kedua dosen tersebut instrumen dinyatakan valid dan dilakukan
beberapa perbaikan. Setelah diperbaiki, instrumen divalidasi kembali oleh dosen
kimia yang ketiga. Instrumen tersebut dinyatakan valid dengan beberapa revisi.
Instrumen tersebut kemudian diujicobakan pada beberapa orang siswa. Dari hasil
uji coba tersebut muncul beberapa tipe model mental yang dimiliki siswa. Tipe
tersebut kemudian dijadikan acuan untuk data penelitian.
G.Teknik Pengumpulan Data
WBM dilaksanakan pada siswa yang telah terpilih, sesuai dengan subjek
penelitian. Namun, WBM ini tidak dilakukan secara runut dari siswa yang
memiliki nilai tinggi atau sebaliknya, melainkan dilakukan secara acak. Sebelum
siswa diwawancara mengenai materi kimia, dilakukan pendekatan personal
terlebih dahulu. Siswa diminta untuk menceritakan pengalamannya saat belajar
kimia. Nilai-nilai yang ia peroleh dan kesan-kesan saat pembelajaran. Setelah
siswa merasa rileks, barulah siswa diminta untuk menjelaskan materi kimia dari
model yang telah disusun.
Sebelum diperlihatkan model, siswa diminta untuk menjelaskan
pertanyaan umum tanpa bantuan apapun. Tujuannya untuk mengetahui
pemahaman awal siswa tentang materi tersebut. Setelah itu, barulah siswa diminta
menjelaskan model yang diperlihatkan. Jika jawaban siswa tidak sesuai dengan
konsepsi target, maka siswa diminta untuk menjawab pertanyaan khusus yang
akan mengarahkan siswa pada kesimpulan jawaban yang tepat. Pertanyaan khusus
tersebut juga menuntut siswa memperhatikan model yang diberikan.
H.Analisis Data
Data yang diperoleh berupa percakapan siswa dan peneliti. Percakapan
terlebih dahulu sebelum dapat dianalisis. Pengolahan data yang diperoleh
dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah mentranskripsikan data.
Percakapan yang masih menggunakan bahasa sehari-hari diubah ke dalam bahasa
yang baku. Hasil transkripsi masih berupa percakapan antara siswa dan peneliti,
namun bahasanya menjadi baku. Tahap kedua dalam pengolahan data adalah
penyederhanaan. Jawaban siswa dari keseluruhan percakapan dirangkum menjadi
satu jawaban yang singkat dan padat tanpa menghilangkan makna dari jawaban
siswa tersebut. Selain itu, pada tahap penyederhanaan ini siswa dikelompokkan
berdasarkan jawaban pada materi tertentu. Tahap ketiga adalah pengubahan
jawaban siswa ke dalam pola-pola tertentu. Dari warna pada pola tersebut dapat
tergambar kesulitan siswa dalam menjawab materi tertentu. Tahap keempat adalah
pengelompokan data tersebut ke dalam kelompok-kelompok tertentu.
Pengelompokkan ini didasarkan pada kecocokan jawaban siswa dengan jawaban
konsepsi target. Jawaban siswa dicocokkan satu per satu dengan jawaban konsepsi
target. Jawaban yang dicocokkan bukan hanya jawaban akhir, tapi keseluruhan
jawaban siswa.
Dari literatur yang diperoleh, pengelompokkan model mental siswa
didasarkan hanya dari jawaban akhir siswa saja, tanpa melihat proses yang dilalui
siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Pengelompokkan ini kurang
sesuai untuk penelitian yang dilakukan. Peneliti harus melihat keseluruhan
jawaban siswa untuk mengelompokkan siswa tersebut. Artinya, diperlukan
pengelompokkan baru yang melihat proses siswa saat menjawab pertanyaan,
bukan hanya jawaban akhir siswa. Sebelum peneliti melakukan penelitian, peneliti
melakukan uji coba terlebih dahulu pada beberapa siswa. Hasil dari uji coba
tersebut menghasilkan data yang baik. Siswa memiliki pola tertentu dalam
menjawab soal yang diberikan, sehingga hasil uji coba itu digunakan untuk
menarik kesimpulan pengelompokan siswa berdasarkan proses dalam menjawab
pertanyaan. Dari data hasil uji coba tersebut, didapat tiga tipe umun, yaitu :
1. Tipe 1 : memberikan jawaban yang salah.
2. Tipe 2 : memberikan jawaban yang benar dengan bantuan model.
Ketiga tipe umum di atas dapat dijabarkan menjadi tipe yang lebih khusus,
terlihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Tipe Model Mental Siswa Berdasarkan Proses Siswa dalam Menjawab
Pertanyaan
Tipe Model Mental Keterangan
Tipe 1 Siswa memberikan jawaban salah setelah menganalisis
model.
Tipe 2 a. Siswa memberikan jawaban benar sebagian setelah
menganalisis model.
b. Siswa memberikan jawaban benar seluruhnya setelah
menganalisis model.
Tipe 3 Siswa memberikan jawaban benar seluruhnya tanpa
menganalisis model.
Tahap ketiga dan keempat saling berhubungan. Pada tahap ketiga inilah
tahap empat tergambar. Dari kesulitan siswa yang tergambar pada warna pola,
maka akan tergambar tipe model mental siswa yang ada pada Tabel 3.5. Jika baik
sisi maupun dalam lingkaran berwarna merah, maka termasuk model mental tipe
1. Jika hanya ada satu atau beberapa yang warna dalam lingkarannya merah, maka
termasuk model mental tipe 2.a. Jika ada satu atau beberapa yang warna sisi
lingkarannya merah, maka termasuk model mental tipe 2.b. Jika baik sisi maupun
dalam lingkarannya berwarna hijau, maka termasuk model mental tipe 3.
Jawaban yang dikatakan benar adalah jawaban yang bermakna sama
dengan hasil validasi dari tiga dosen ahli. Untuk materi model atom Hidrogen menurut Bohr, jawaban konsepsi target adalah ketiga postulat Bohr, yaitu “Setiap kulit punya tingkat energi yang berbeda. Elektron dapat berpindah ke tingkat yang
lebih tinggi dengan menyerap energi. Elektron dapat berpindah ke tingkat yang
lebih rendah dengan memancarkan energi. Elektron pada kulit pertama memiliki
menyimpulkan tiga Postulat Bohr sesuai dengan tiga kalimat pertama pada
jawaban tersebut. Kalimat terakhir tidak perlu ada dalam penyimpulan, namun
dapat terlihat dari pertanyaan khusus yang diajukan ketika siswa diminta untuk
mengurutkan energi setiap kulit.
Jawaban untuk materi pembentukan ikatan ion adalah “Ikatan ion terbentuk dari interaksi antara ion positif dan ion negatif. Ion-ion tersebut dapat
berasal dari atom-atomnya atau dari proses pelarutan”. Jawaban dikatakan benar
seluruhnya ketika siswa menyimpulkan bahwa ikatan ion terjadi karena adanya
interaksi ion positif dan ion negatif. Hal ini karena pada pembentukan ikatan ion
interaksi tersebutlah yang sangat penting. Interaksi itu pula yang membuat
pembentukan ikatan ion berbeda dengan ikatan kovalen. Kalimat kedua dalam
jawaban dapat terlihat dari pertanyaan khusus yang diajukan.
Jawaban untuk materi pembentukan ikatan kovalen adalah “Atom-atom baik yang sejenis ataupun tidak yang merupakan atom non logam bergabung
untuk membentuk senyawa baru yang elektron valensinya sama dengan elektron
valensi pada gas mulia”. Jawaban siswa dikatakan benar seluruhnya ketika siswa
dapat menjelaskan bahwa ikatan kovalen terjadi ketika adanya pemakaian
bersama pasangan elektron yang berasal dari kedua atomnya. Atom tersebut dapat
sejenis ataupun berbeda jenis.
Jawaban untuk materi larutan non elektrolit dan larutan elektrolit adalah “Jika komponen zat terlarut hanya molekul, baik senyawa atau unsur, maka larutan termasuk larutan non elektrolit dan tidak dapat menghantarkan listrik. Jika
komponen zat terlarut berupa ion dan molekul, maka larutan yang dihasilkan
merupakan larutan elektrolit lemah dan daya hantar listriknya lemah. Jika
komponen zat terlarut hanya mengandung ion, maka larutan termasuk larutan
elektrolit kuat dan daya hantar listriknyapun kuat. Dengan kata lain, jika zat
terlarut tidak terionisasi, maka termasuk non elektrolit. Jika zat terlarut terionisasi
sebagian, maka termasuk elektrolit lemah. Jika zat terlarut terionisasi seluruhnya, maka termasuk elektrolit kuat”. Jawaban dikatakan benar seluruhnya ketika siswa menghubungkan jenis dan jumlah partikel zat terlarut dengan fenomena yang
terlarut tersebut. Namun, jika hanya menghubungkannya dengan jenis dan jumlah
zat terlarut yang ada dalam larutan, siswa tersebut sudah dianggap benar
seluruhnya.
Setelah dikelompokkan, jawaban setiap siswa kemudian dibahas satu per
satu. Penyebab kesalahan siswa dalam menjawab dianalisis. Dari
pengelompokkan dan analisis tersebut ditarik suatu kesimpulan yang menyatakan
model mental siswa pada suatu materi kimia tertentu. Mungkin saja model mental
pada satu meteri berbeda dengan materi yang lainnya. Hal ini tergantung dari
pemahaman siswa pada materi tersebut. Setelah didapatkan tipe model mental
setiap siswa, dilihat kecenderungan tipe model mental pada suatu materi tertentu.
Kecenderungan tersebut kemudian dijelaskan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap data
penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Profil model mental siswa pada materi teori atom Bohr menunjukkan bahwa
semua siswa memiliki model mental benar dengan bantuan model. Jumlah
siswa yang memiliki model mental benar sebagian dengan bantuan model dan
benar seluruhnya dengan bantuan model berjumlah sama yaitu tiga orang.
Kebanyakan siswa memiliki kesulitan saat menjelaskan dinamika elektron dan
energi kulit.
2. Profil model mental siswa pada materi pembentukan ikatan ion menunjukkan
bahwa siswa memiliki model mental benar dengan bantuan model dan benar
tanpa bantuan model. Terdapat empat orang siswa yang memiliki model mental
benar sebagian dengan bantuan model, satu orang siswa yang memiliki model
mental benar seluruhnya dengan bantuan model dan satu orang siswa yang
memiliki model mental benar seluruhnya tanpa bantuan model. Kebanyakan
siswa kesulitan saat menjelaskan gaya elektrostatik antar ion serta saat
menjelaskan penbentukan ikatan ion yang berasal dari pelarutan garam.
3. Profil model mental siswa pada materi pembentukan ikatan kovalen
menunjukkan bahwa siswa memiliki model mental benar dengan bantuan
model dan benar tanpa bantuan model. Terdapat satu orang siswa yang
memiliki model mental benar sebagian dengan bantuan model, empat orang
siswa yang memiliki model mental benar seluruhnya dengan bantuan model
dan satu orang siswa yang memiliki model mental benar seluruhnya tanpa
bantuan model. Kebanyakan siswa kesulitan saat menjelaskan perbedaan ikatan
kovalen polar dan non polar serta saat menghubungkan elektron valensi pada
4. Profil model mental siswa pada materi larutan non elektrolit dan elektrolit
menunjukkan bahwa siswa memiliki model mental benar dengan bantuan
model dan benar tanpa bantuan model. Terdapat dua orang siswa yang
memiliki model mental benar sebagian dengan bantuan model, tiga orang siswa
yang memiliki model mental benar seluruhnya dengan bantuan model dan satu
orang siswa yang memiliki model mental benar seluruhnya tanpa bantuan
model. Kebanyakan siswa kesulitan saat menghubungkan ionisasi senyawa
dengan ikatan kimia zat terlarut.
B.Saran
Beberapa saran yang diajukan peneliti berdasarkan kesimpulan di atas
adalah :
1. Profil model mental yang terungkap dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan model dan metode pembelajaran yang lebih baik.
2. Penelitian selanjutnya akan lebih baik jika dapat menggali faktor penyebab
kesulitan siswa pada suatu materi tertentu.
3. Pada materi model atom Bohr alangkah lebih baik jika digali pengetahuan
siswa mengenai kedinamisan elektron sehingga pengetahuan siswa tidak akan
tertukar dengan konfigurasi elektron.
4. Penelitian selanjutnya dapat difokuskan pada peran WBM pada peningkatan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2003). Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Chang, Raymond. (2005). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Chittleborough. (2004). Models and Modeling in Science Education Multiple Representation in Chemical Education. Thesis Doctor Curtin University Australia : tidak diterbitkan.
Coll, Richard K. & Taylor, Neil. (2002). “Mental Models in Chemistry : Senior Chemistry Students’ Mental Models of Chemical Bonding”. Chemistry Education : Research and Practice in Europe 2002, Vol.3, No. 2, pp. 175-184.
Gilbert, John K. (2004). “Models and Modelling: Routes to More Authentic Science Education”. International Journal of Science and Mathematics Education (2004) 2: 115-130.
Henrickson, Charles. (2005). CliffsStudySolverTM Chemistry. Canada : Wiley Publishing.
Jansoon, N., Coll, R. K. Dan Somsook, E. (2009). “Understanding Mental Models of Dilution in Thai Students”. International Journal of Environmental & Science Education. 4, (2), 147-168.
McMurry. (2003). Chemistry Fourth Edition. Amerika : Prentice hall, inc.
Rahardjo, Sentot Budi. (2008). Kimia Berbasis Eksperimen 1. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Treagust, David F dan Dhindsa, Harkirat S. (2009). “Conceptual Understanding of Bruneian Tertiary Students : Chemical Bonding and Structure”. Brunei Int.J. of Sci. & Math. Edu., 2009, vol. 1(1), 33-51.
Wang, Chia Yu. (2007). The Role of Mental-Modeling Ability, Content
Knowledge, And Mental Models In general Chemistry Students’
Understanding About Molecular Polarity. Disertasi : University of Missouri.