• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENINGKATAN MUTU MADRASAH TSANAWIYAH :Penelitian Kualitatif terhadap Strategi Peningkatan Mutu MTsN di Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PENINGKATAN MUTU MADRASAH TSANAWIYAH :Penelitian Kualitatif terhadap Strategi Peningkatan Mutu MTsN di Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

viii

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ……… i

PERNYATAAN ………. ii

KATA PENGANTAR ……… iii

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH ………. iv

ABSTRAK ……….. vi

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL DAN MATRIK ………. xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah….……… 1

B. Identifikasi Masalah ……….. 15

C. Batasan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ………. 17

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ….………. 18

1.Tujuan Penelitian ..……….. 18

2. Manfaat Penelitian .……… 19

E. Definisi Operasional Penelitian ..……… 20

1. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan ..………. 21

2. Mutu Pendidikan ………..……… 24

3. Pendidikan Berbasis Madrasah ……… 25

F. Kerangka Pemikiran dan Premis-premis Penelitian ………. 27

BAB II PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN BERBASIS MADRASAH A. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Globalisasi ………… 32

B. Pengembangan Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Sosial ……….. 37

(2)

ix

E. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Madrasah……….. 98

H. Tinjauan Penelitian Terdahulu yang Relevan ……… 169

(3)

x

F. Keabsahan Temuan Penelitian………. 184

1. Credibility ……… 185

2. Transferability ……… 185

3. Dependability ……… 186

4. Confirmability ……….. 186

G. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian………. 187

1. Persiapan Penelitian ……….. 187

2. Pelaksanaan Penelitian ……….. 187

3. Member-Check dan Analisis Data ……… 189

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Umum Hasil Penelitian ……… 191

B. Deskripsi Khusus Hasil Penelitian ……… 198

1. Kebijakan dan Pemahaman Pihak Madrasah tentang Program Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah ……… 198

2. Strategi-strategi Peningkatan Mutu ……… 207

2.1 Program Unggulan ……….. ………….. 207

2.2 Dukungan Sumber Daya ………. 209

2.3 Indikator-indikator Keberhasilan ……… 210

2.4 Evaluasi ……….. 211

3. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat ………. 216

4. Prospek Program Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Madrasah ……….. 228

C. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 233

1. Peningkatan Mutu Ketenagaan ... ………. 234

2. Peningkatan Mutu Layanan Manajemen Madrasah ………. 237

3. Peningkatan Jumlah dan Mutu Sarana dan Prasarana …….. 243

(4)

xi

A. Kesimpulan Penelitian ……….………. 261

B. Implikasi Penelitian ……….. 262

C. Rekomendasi Penelitian ……..………. 263

DAFTAR PUSTAKA ……… 265

(5)

xii

DAFTAR TABEL DAN MATRIK

Halaman

Nomor I-1 Keadaan MTsN di Kabupaten Jember ……….. 13

Nomor II-1 Dimensi-Dimensi Perubahan Pola Manajemen Pendidikan …… 60

Nomor II-2 Komponen-komponen dan Implikasi PMBM ……….. 154

Nomor IV-1 Jumlah Kelurahan per Kecamatan ……….. 180

Nomor IV-2 Jumlah Sekolah, Guru dan Murid MTs ……….. 189

Nomor IV-3 Peringkat dan kesejahteraan Sekolah Madrasah ……… 195

Nomor IV-4 Faktor-faktor Pendukung Keberhasilan Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Madrasah ……… 213

Nomor IV-5 Kualifikasi Pendidikan Guru MTsN ………. 214

Nomor IV-6 Daya Dukung Faktor-faktor Peningkatan Mutu ……… 215

Nomor IV-7 Skala Prioritas Enam Faktor Pendukung ……… 216

Nomor IV-8 Program Perbaikan Kurikulum oleh Guru MTsN ………….. 216

Nomor IV-9 Kepemilikan Buku-buku Perpustakaan dan Lab. MTsN …… 221

Nomor IV-10 Jumlah Guru dan Personel MTsN ……… 222

Nomor IV-11 Jumlah Siswa Masing-masing MTsN ..………. 224

Nomor IV-12 Tiga Faktor Pendukung Utama Peningkatan Mutu ………….. 230

Matrik V-1 Analisis SWOT Untuk Masing-masing MTsN ……….. 256

(6)

xiii

Halaman

Gambar I-1 Variabel-variabel Mutu Pendidikan MTs ………. 8

Gambar I-2 Analisis Sistem Pendidikan ……….. 10

Gambar I-3 Kerangka Berpikir Penelitian ……….. 30

Gambar II-1 Siklus Perbaikan Mutu Pendidikan ……… 84

Gambar II-2 Diagram Model Pengembangan Manajemen Strategis ………. 102

Gambar II-3 Model Pengembangan Manajemen Strategis ………. 104

Gambar II-4 Tahap-Tahap Kegiatan Manajemen Strategis ……… 104

Gambar II-5 Alur Komponen-Komponen Pendidikan ……… 107

Gambar II-6 Langkah-langkah Pokok Perencanaan Strategis ……… 111

Gambar II-7 Siklus PDCA Perbaikan Mutu Berkesinambungan ……… 129

Gambar IV-1 Alur Pengembangan KBK ……… 201

Gambar IV-2 Siklus PDCA ……… 232

Gambar IV-3 Siklus Peningkatan Mutu Berkesinambungan ……….. 233

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan dapat dilakukan secara perorangan, kelompok, maupun lembaga, baik berupa yayasan maupun berupa organisasi-organisasi kemasyarakatan, termasuk yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Salah satu tujuan diberlakukannya Undang-Undang (UU) No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah (Otda) adalah untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peranserta atau partisipasi masyarakat, dan meningkatkan sumber-sumber dana dalam rangka penyelenggaraan pendidikan. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan akan lebih efektif terutama apabila hasil-hasil pendidikan itu dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat itu sendiri. Namun, peningkatan partisipasi masyarakat dalam era otonomi ini terbatas pada daerah Kabupaten dan Kota. Karena itu tidak tertutup kemungkinan terjadinya kesenjangan antara daerah-daerah yang kaya dan daerah-daerah yang miskin, baik dalam hal penyelenggaraan pendidikan maupun mutu pendidikannya.

(8)

Pendidikan, (4) Perhubungan, (5) Industri dan Perdagangan, (6) Penanaman Modal, (7) Lingkungan, (8) Pertahanan, (9) Koperasi, (10) Tenaga Kerja, dan (11) Pertanian. Namun, dalam PP No. 25 tahun 2000 yang mengatur pembagian kewenangan khususnya dalam bidang pendidikan tersebut, tidak diuraikan secara eksplisit kewenangan Kabupaten/Kota (Marwan, 2000: 4). Karena itu, seluruh kewenangan yang tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Propinsi menjadi kewenangan Kabupaten/Kota; kecuali lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan Departemen Agama, belum sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

Mutu pendidikan merupakan salah satu isu sentral pendidikan nasional selain isu-isu pemerataan, relevansi, dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Perubahan UU No. 2 Tahun 1989 menjadi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas diikuti dengan pemberlakuan kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan dasar yang bermutu. Kebijakan tersebut berfungsi untuk meringankan beban dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mencapai pendidikan minimal dengan mengutamakan pendidikan yang bermutu. Peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan suatu keharusan untuk merespon tuntutan-tuntutan globalisasi yang ditandai dengan perdagangan bebas sejak abad ke-21.

Untuk dapat memenangkan persaingan dalam kehidupan era globalisasi bertumpu pada ketangguhan dan keunggulan SDM. Menurut Kenichi Ohmae dalam The Challenges for Developing Countries in a Borderless Society: The

Impact to National Culture (1997: 48), kehidupan dalam era globalisasi ditandai

(9)

Education, and Entertainment (pemberdayaan, pencerahan, pendidikan, dan

penghiburan). Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu SDM Indonesia melalui pendidikan, maka dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu perlu dicermati peluang-peluang dan tantangan-tantangan untuk perbaikan sistem pendidikan dan internasionalisasi mutu pendidikan. Singkatnya, pendidikan yang bermutu merupakan kunci keberhasilan dalam era persaingan dalam era persaingan abad ke-21 sangat bergantung pada kesiapan SDM yang bermutu dan memiliki wawasan keunggulan sebagaimana telah dicapai negara-negara Asia lainnya yang lebih maju seperti Jepang dan Singapore.

Untuk merealisasikan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu tersebut, telah ditetapkan visi pendidikan nasional tahun 2020, yaitu: “Terwujudnya bangsa, masyarakat, dan manusia Indonesia yang bermutu tinggi, maju, dan mandiri” (Depdiknas, 2000). Visi ini senada dengan visi pendidikan nasional, yaitu: “Pendidikan yang mengutamakan kemandirian menuju keunggulan untuk meraih kemajuan dan kemakmuran berdasarkan Pancasila” (Jalal & Supriadi, 2000: 63).

(10)

Sesuai dengan pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka sangat diharapkan agar pembangunan pendidikan dalam era otonomi tetap memperhatikan berbagai kebijakan nasional dan tidak membuat kebijakan-kebijakan yang bertolak belakang dengan kepentingan nasional, khususnya melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Dalam era otonomi, daerah-daerah dituntut untuk menyelenggarakan pendidikan yang yang bermutu, namun sangat disayangkan apabila dalam penyelenggaraan tersebut justru membebani masyarakat dalam pembiayaannya dengan dalih peningkatan partisipasi masyarakat dan peningkatan mutu pendidikan.

(11)

Keadaan tersebut menurut Supriadi (2001) sangat berkorelasi dengan rendahnya kemampuan siswa SD dalam membaca (dimana Indonesia menempati urutan ke-26 dari 27 negara peserta) dan kemampuan siswa SLTP dalam matematika (dimana Indonesia menempati posisi ke-34 dari 38 negara peserta).

Dengan mencermati tututan-tuntutan pembangunan dalam bidang pendidikan sebagaimana diuraikan di atas terutama dalam era Otda, jelaslah bahwa Indonesia dituntut untuk menetapkan prioritas pembangunan pendidikan sebagai wadah investasi manusia (human investment). Menurut Boast dan Martin (2002: 143), dari sudut pandang investasi manusia, manusia dipandang memiliki berbagai potensi, dan apabila potensi itu dikembangkan dengan kualitas yang tinggi, maka diyukini bahwa manusia itu akan mampu memecahkan berbagai permasalahan yang sangat komplek.

(12)

Penurunan mutu pendidikan dalam era otonomi daerah di Indonesia, antara lain, disebabkan oleh keterbatasan sumber dana yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan operasional pendidikan, khususnya yang berdampak langsung pada peningkatan mutu pendidikan di daerah. Keterbatasan sumber dana khususnya untuk peningkatan mutu pendidikan juga disebabkan oleh bertambahnya struktur organisasi daerah yang membutuhkan personel yang lebih besar, yang pada gilirannya menuntut peningkatan operasional pendidikan. Dalam kaitan ini, Supriadi (2001: 1001) menyatakan bahwa belum ada satu daerah pun yang berhasil melakukan peningkatan mutu pendidikannya, baik yang terkait dengan peningkatan anggaran pendidikan, penigkatan mutu tenaga pendidikan, perbaikan mutu kurikulum, mutu kepemimpinan satuan pendidikan, maupun peningkatan mutu sarana kependidikannya.

Meskipun banyak aspek yang berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan, namun aspek anggaran dipandang sebagai salah satu aspek sentral yang menentukan peningkatan mutu tersebut. Hal ini terlihat dari semakin intensifnya perhatian pihak eksekutif dan legislatif terhadap upaya memajukan pendidikan pada umumnya di Indonesia. Dalam Amandemen UUD 1945 diamanatkan bahwa pemerintah wajib menggarkan 20 persen APBN untuk pendidikan.

(13)

merupakan gambaran mutu pendidikan yang dilatarbelakangi banyak aspek yang mendorong tercapainya peningkatan mutu pendidikan, baik yang berperan sebagai masukan-masukan mentah (raw inputs), masukan-masukan alat/perlengkapan (instrumental inputs), masukan-masukan lingkungan (environmental inputs), maupun mutu proses implementasinya.

Untuk memahami secara holistik masalah mutu pendidikan terutama dalam era otonomi pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, penting dicermati masalah indikator variabel-variabel mutu pendidikan. Depdiknas (2000: 5) mengemukakan tujuh variabel mutu pendidikan, yaitu: (1) nilai evaluasi belajar siswa, (2) angka mengulang (tinggal kelas), putus sekolah (drop out), dan lulusan, (3) prasarana dan sarana pendidikan (dalam hal ini, persekolahan), (4) kualifikasi guru, (5) pendayagunaan sarana dan prasarana sekolah, (6) biaya pendidikan, dan partisipasi pihak orang tua dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Dengan mencermati variabel-variabel mutu pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, jelaslah bahwa hasil evaluasi belajar siswa hanya merupakan implikasi dari variabel-variabel mutu pendidikan lainnya yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Dalam kaitan ini, Suryadi (1993) mengemukakan bahwa indikator variabel yang memiliki daya dukung terhadap mutu pendidikan meliputi: sarana/prasarana, fasilitas belajar; guru, PBM, dan manajemen sekolah.

(14)

lainnya yang mempengaruhi mutu pendidikan dasar, termasuk yang diselenggarakan pada satuan MTs, adalah biaya pendidikan, jumlah siswa per kelas kualifikasi guru, dan rasio guru dengan siswa (Al Hamdani, 2003). Pemahaman secara menyeluruh terhadap konsep mutu pendidikan termasuk yang diselenggarakan pada MTs dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar I-1 Variabel-variabel mutu pendidikan MTs

Sesuai dengan gambar di atas, peneliti lebih memforkuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan berbasis madrasah pada MTs dalam rangka mengembangkan mental, akhlak, dan intelektual peserta didik, baik untuk menghadapi kehidupan di masyarakat maupun untuk tujuan melanjutkan ke

(15)

jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa faktor-faktor atau variabel-variabel yang penting dicermati dalam rangka peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah khususnya pada jenjang MTs adalah sarana/prasarana sekolah, lingkungan sekolah, kualifikasi guru, peserta didik, kebijakan pendidikan, kurikulum pendidikan, proses pembelajaran, sumber-sumber belajar, penilaian pendidikan, dan kepemimpinan, manajemen sekolah. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 1, secara keseluruhan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan berbasis madrasah tersebut dapat dikategorikan ke dalam masukan mentah (raw inputs), masukan instrumental (instrumental

inputs), masukan lingkungan (environmental inputs), dan proses pendidikan yang

dilakukan di MTs.

(16)

Untuk mencapai mutu pendidikan MTs yang baik tentu saja diperlukan serangkaian kegiatan sekolah yang bermutu. Sekolah yang bermutu adalah sekolah yang secara keseluruhan dapat memberi kepuasan kepada pelanggan. Dalam kaitan ini, mutu pendidikan MTs melekat pada kemampuan lembaga MTs itu sendiri dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan seoptimal mungkin kemampuan belajar para peserta didiknya. Masalah mutu pendidikan berbasis madrasah, khususnya pendidikan yang diselenggarakan pada MTs, pada dasarnya berkaitan dengan suatu sistem dimana di dalamnya terdapat serangkaian faktor-faktor yang saling berinterelasi dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Abin Syamsuddin (2000) menggambarkan keterkaitan antarfaktor yang saling berinterelasi dan saling mempengaruhi dalam analisis sistem pendidikan, yakni, sebagai berikut:

Gambar I-2 Analisis Sistem Pendidikan

(Modifikasi dari Abin Syamsuddin Makmun, 2000: 17)

(17)

Sesuai dengan konsep-konsep yang mendasari analisis sistem pendidikan sebagaimana diilustrasikan di atas, data empirik tentang pengembangan pendidikan pada level MTs khususnya di Kabupaten Jember menunjukkan perlunya penanganan yang lebih optimal untuk mencapai mutu yang lebih baik. Sementara itu, pendidikan yang diselenggarakan lembaga-lembaga madrasah di Kabupaten Jember mengalami perkembangan yang demikian pesat, terutama di daerah-daerah pedesaan yang kehidupan keagamaannya masih sangat kental. Pada umumnya masyarakat Jember memandang bahwa madrasah merupakan agen pembaruan khususnya dalam sektor pendidikan yang mencoba memberikan keseimbangan antara kebutuhan prapon atau asketis secara simbolis bagi masyarakat. Namun, madrasah juga dipandang sebagai representasi lembaga pendidikan yang memenuhi kebutuhan masyarakat dalam penanaman nilai-nilai keagamaan kepada generasi muda.

Kepercayaan masyarakat yang demikian tinggi terhadap madrasah, baik dalam fungsi pengembangan intelektual peserta didik maupun untuk penanaman nilai-nilai keagamaan dalam rangka pengembangan akhlak yang sesuai dengan ajaran agama Islam, sehingga menuntut semua pihak yang berkepentingan (stake

holders) dan concern terhadap pendidikan berbasis madrasah untuk

(18)

Dalam kaitannya dengan penentuan mutu pendidikan, Somantri (1999) mengemukakan indikator-indikator yang dapat dipergunakan untuk mengukur mutu pendidikan. Indikator-indikator pengukuran mutu pendidikan yang dimaksud (Somantri, 1999: 78) adalah seperti yang disajikan dalam kutipan di bawah ini.

Indikator-indikator untuk mengukur mutu pendidikan, antara lain: 1) Angka putus sekolah;

2) Angka mengulang kelas;

3) Angka naik tingkat (naik kelas); 4) Angka kelulusan;

5) Efisiensi internal penyelenggaraan pendidikan; 6) Sarana dan prasarana pendidikan;

7) Tersedianya buku pelajaran;

8) Tersedianya alat peraga yang dimiliki; 9) Tersedianya laboratorium yang dimiliki;

10)Tersedianya perpustakaan sekolah yang memadai; 11)Rata-rata NEM;

12)Kualiffikasi guru dan rasio guru dengan siswa;

(19)

mutunya sedang, yaitu MTsN Jember I, MTsN Tanggul, MTsN Sukowono, MTsN Sumberbaru, MTsN Kencong, dan MTsN Umbulsari. Data lapangan menunjukkan bahwa jumlah siswa MTsN di Kabupaten Jember tahun 2003/2004 adalah 3698 siswa, dengan rincian seperti dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel I-1

Keadaan MTsN di Kabupaten Jember

No. Nama Sekolah Jumlah Siswa Peringkat Akreditasi 1. MTsN Jember I 636 A (Unggul)

2. MTsN Jember II 813 A (Unggul)

3. MTsN Tanggul 382 B (Baik)

4. MTsN Bangsalsari 202 B (Baik)

5. MTsN Arjasa 168 C (Cukup)

6. MTsN Sukowono 322 B (Baik) 7. MTsN Umbulsari 304 B (Baik) 8. MTsN Sumberbaru 382 B (Baik) 9. MTsN Kencong 489 B (Baik)

J u m l a h : 3698 (Sumber: Depag Kabupaten Jember, 2003)

(20)

Berdasarkan hasil-hasil survey pendahuluan tentang penyelenggaraan pendidikan MTsN di Kabupaten Jember, diperoleh indikasi adanya beberapa kendala yang mempengaruhi baik aspek manajemen termasuk kepemimpinan, proses,. maupun hasil pendidikan. Potensi akademik siswa yang masuk MTs pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan calon-calon siswa yang ingin masuk ke SMP favorit baik negeri maupun swasta. Hal ini dapat dilihat secara langsung dari perolehan nilai ebtanas murni (Ebtanas) para calon siswa MTsN relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang memasuki sekolah-sekolah favorit baik negeri maupun swasta; latar belang ekonomi keluarga dari sebagian besar siswa yang masuk MTs berasal dari keluarga dengan ekonomi kelas menengah ke bawah;terbatasnya tenaga kependidikan (guru) yang memiliki kualifikasi yang memadai; dan terbatasnya dukungan dana pemerintah dan masyarakat khususnya untuk peningkatan mutu proses dan hasil-hasil pembelajaran di MTs. Meskipun ada beberapa kendala yang mempengaruhi mutu pendidikan yang diselenggarakan madrasah, namun apabila potensi dari lembaga ini diberdayakan secara optimal maka dapat diharapkan tercapai peningkatan mutu proses dan keluaran MTs.

Beberapa jenis potensi internal madrasah yang menuntut pemberdayaan seoptimal mungkin untuk peningkatan mutu dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pertama, kentalnya pandangan masyarakat bahwa madrasah merupakan pilar

(21)

masyarakat muslim merupakan pilar bagi penegakan pendidikan yang berciri khas Islam. Potensi-potensi internal dan eksternal lembaga madrasah sesungguhnya merupakan aset utama yang harus dikelolan melalui perencanaan strategik untuk peningkatan mutu madrasah.

Sebagaimana telah diketahui, bahwa dalam rencana strategik untuk mutu perlu dikaji dan diimplementasikan beberapa konsep yang mendasarinya untuk mutu (Ditjen Dikti, 2001: 22), yakni visi dan misi organisasi, prinsip-prinsip, tujuan, analisis pasar, analisis keadaan-diri, rencana lembaga, kebijakan mutu, biaya mutu, dan evaluasi dan tindak lanjut (follow-up). Dalam konteks ini, dapat dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga-lembaga madrasah dituntut untuk mengembangkan dan mengimplementasikan manajemen termasuk perencanaan yang kondusif khususnya untuk peningkatan mutu MTsN.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan pemikiran-pemikiran yang disajikan dalam uraian-uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang mempengaruhi khususnya mutu pendidikan MTsN yang diselenggarakan lembaga-lembaga madrasah. Untuk meningkatkan mutu MTs pada umumnya perlu dilakukan pembenahan secara menyeluruh dalam manajemen pendidikan madrasah tanpa mengabaikan potensi-potensi internalnya.

(22)

keluarannya. Dengan cara demikian, diharapkan eksistensi madrasah di tengah-tengah kehidupan masyarakat menjadi semakin kokoh dan mampu menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dalam konteks implementasi otonomi daerah dalam bidang pendidikan.

Dengan mencermati berbagai persoalan mendasar yang berhubungan dengan pembangunan pendidikan nasional, khususnya pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, sudah saatnya dilakukan upaya-upaya perbaikan khususnya mutu pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan dalam era otonomi daerah, pertimbangan mutu seharusnya mendasari implementasi setiap kebijakan pendidikannya. Sejak kebijakan otonomi daerah diimplementasikan, nampaknya partisipasi masyarakat semakin meningkat dalam upaya penyelenggaraan pendidikan. Keberadaan Komite Sekolah merupakan indikasi dari partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Upaya peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah sebagaimana disinggung dalam bagian latar belakang tulisan ini, mutu pendidikan (dalam hal ini, yang diselenggarakan madrasah) berhubungan langsung dengan mutu

instrumental inputs, raw inputs, dan environmental inputs yang secara

(23)

seluruhnya mempengaruhi mutu proses pendidikan di MTs. Sesuai dengan uraian-uraian di atas, masalah mendasar yang perlu direspon melalui studi empirik berdasarkan data lapangan. Masalah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sbb: Alternatif strategi-strategi apa yang perlu diterapkan untuk meningkatkan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember?

Untuk merespon permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan studi secara cermat tentang daya dukung faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu MTsN di Kabupaten Jember. Berdasarkan temuan-temuan studi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar pengkajian teoretis lebih jauh tentang strategi-strategi peningkatan mutu pendidikan pada umumnya, dan mutu pendidikan MTsN khususnya melalui implementasi manajemen berbasis madrasah. Dalam tataran praktik, implikasi dari temuan-temuan penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman pemberikan rekomendasi atau saran-saran perbaikan khususnya dalam perencanaan pendidikan yang bertujuan untuk peningkatan mutu MTsN di Kabupaten Jember.

C. Fokus Telaahan dan Pertanyaan-pertanyaan Penelitian

(24)

1. Kebijakan-kebijakan apakah yang mendasari program peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah, dan bagaimana pemahaman ‘stakeholders’ madrasah terhadap kebijakan di MTsN Kabupaten Jember?

2. Strategi-strategi alternatif apa yang lebih tepat diaplikasikan untuk peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember? Permasalahan ini akan dijawab berdasarkan analisis terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

2.1Program unggulan apa yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember?

2.2Bagaimana dukungan sumber-sumber daya terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah tersebut?

2.3Apa indikator-indikator keberhasilan program tersebut?

2.4Bagaimana pelaksanaan evaluasi keberhasilan program tersebut?

3. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat keberhasilan program peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember? 4. Bagaimana prospek program peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah

di MTsN Kabupaten Jember?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

(25)

1.1 Untuk memperoleh informasi tentang kebijakan yang mendasari program peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah, dan bagaimana gambaran pemahaman ‘stakeholders’ madrasah terhadap kebijakan tersebut.

1.2 Untuk menganalisis informasi tentang strategi-strategi alternatif peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah, baik yang menyangkut program unggulan, dukungan sumber-sumber daya, indikator-indikator keberhasilan, maupun evaluasi keberhasilan program tersebut.

1.3 Untuk menganalisis informasi tentang faktor-faktor yang mendukung dan menghambat keberhasilan program peningkatan mutu pendidikan tersebut. 1.4 Untuk menganalisis informasi tentang prospek program peningkatan mutu

pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember.

2. Manfaat Penelitian 2.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan ilmu administrasi pendidikan pada umumnya, dan khususnya perencanaan program untuk peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember. Manfaat teoretis lainnya dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai dasar kajian tentang keberhasilan implementasi manajemen pendidikan pada umumnya, dan khususnya yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah.

2.2 Manfaat Praktis

(26)

saran-saran bagi pihak pihak yang berwenang dalam pengambilan keputuan tentang kebijakan strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah, khususnya di MTsN dalam kerangka otonomi pendidikan di Kabupaten Jember. Manfaat praktis lainnya dari penelitian ini adalah bahwa temuan-temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi pertimbangan-pertimbangan dalam rangka memberikan rekomendasi kepada kepala-kepala sekolah dalam implementasi manajemen berbasis madrasah yang berorientasi pada peningkatan mutu MTsN di Kabupaten Jember. Akhirnya, temuan-temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang berminat dalam penelitian lanjutan mengenai implementasi manajemen pendidikan pada umumnya, dan khususnya perencanaan strategik peningkatan mutu pendidikan di MTsN.

E. Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional penelitian adalah definisi yang didasarkan pada karakteristik-karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang didefinisikan (observable

characteristics of that which is being defined) (Tuckman, 1978: 79). Sesuai

dengan fokus masalah penelitian ini, yakni, “strategi apa yang dapat diterapkan untuk peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember”, di dalamnya tersirat paling sedikit tiga karakteristik operasional yang saling berinterelasi dan dapat diamati secara nyata (observable characteristics).

(27)

operasional penelitian ini adalah perencanaan strategis peningkatan mutu, dan mutu pendidikan berbasis madrasah.

1. Perencanaan Strategis Peningkatan Mutu Pendidikan

Istilah “strategi” merupakan padanan dari “strategy”. Hornby dalam “Oxford Advanced Learners of Current English” (1983: 854) mendefinisikan ‘strategy’ sebagai berikut: “the art of planning operations in war; ..., skill in managing any affair; tactic”. Sesuai dengan kutipan ini, dapat dikatakan bahwa istilah strategi pada mulanya digunakan dalam dunia militer, yakni, seni merencanakan operasi-operasi perang. Selain itu, strategi juga dapat didefinisikan sebagai “keterampilan atau taktik dalam mengelola kegiatan”. Definisi yang terakhir ini mendasari pengertian strategi yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam konteks organisasi, strategy dapat diartikan sebagai berikut: “The ‘strategy’ is designed as directions for achieving attainment of goals and missions, the steps that lead to the attainment of objectives” (Harvey,1982: 9). Sesuai dengan kutipan ini, dapat dinyatakan bahwa strategi dirancang sebagai arah untuk mewujudkan tujuan dan misi organisasi, langkah-langkah untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi (dalam hal ini, lembaga madrasah yang menyelenggarakan program MTs).

(28)

Dalam manajemen pendidikan sebagai suatu sistem, perencanaan peningkatan mutu pendidikan dilakukan secara sistematik. Alasannya adalah, karena perencanaan tersebut dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang meliputi proses pengambilan keputusan, penggunaan pengetahuan dan teknik secara ilmiah, serta tindakan yang terorganisasi (Sudjana, 2000: 62).

Banghart dan Trull, Jr. (1973: 120) mengemukakan beberapa hal yang harus dikaji dalam perencanaan pendidikan, termasuk perencanaan peningkatan mutu pendidikan, yaitu: (1) identifikasi kebijakan-kebijakan yang berpengaruh terhadap sistem pendidikan; (2) evaluasi dan pertimbangan terhadap alternatif-alternatif metode dalam kaitannya dengan masalah-masalah khusus pendidikan; (3) pencermatan masalah-masalah krisis yang menuntut penelitian dan pengembangan; (4) evaluasi keunggulan dan kelemahan sistem pendidikan yang ada; dan (5) pengkajian sistem pendidikan beserta komponen-komponennya.

(29)

Fungsi perencanaan strategik tidak bisa dilepaskan dari fungsi-fungsi manajemen strategik. Dess dan Miller (1993: 9) menyatakan manajemen strategik sebagai suatu proses yang memadukan tiga kegiatan yang saling berinterelasi, yaitu: analisis strategik (pengembangan strategi yang sesuai), formulasi strategi (proses transformasi strategi ke dalam perencanaan), dan implementasi strategi (pelaksanaan rencana dalam situasi nyata). Drucker dalam “Managing in Turbulent Time” (1980) menyatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen strategik adalah untuk memahami lingkungan, mendefinisikan tujuan organisasi, identifikasi pilihan-pilihan, membuat dan implementasi keputusan, dan penilaian kinerja aktual organisasi. Tujuannya adalah untuk mengeksploitasi peluang-peluang baru untuk dicapai di masa depan. Makna perencanaan strategik ini dapat disimak dalam kutipan sbb: … strategic planning aims to exploit the new and

different opportunities of tomorrow, in contrast to long range planning, which

tries to optimize for tomorrow the trends of today (Drucker, 1980: 61).

(30)

2. Mutu Pendidikan

Istilah “mutu” merupakan padanan dari istilah dalam bahasa Inggris, yakni

quality, artinya, goodness or worth. Dengan demikian, secara definitif istilah mutu

dapat diartikan sebagai kebaikan atau nilai. Pada mulanya istilah mutu banyak digunakan dalam bidang ekonomi, khususnya dalam organisasi industri, dimana mutu diartikan sebagai karakteristik produk/jasa yang ditentukan oleh pihak pelanggan, dan diperoleh melalui pengukuran proses serta perbaikan secara berkesinambungan. Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat, istilah mutu dipergunakan dalam hampir semua bidang organisasi, termasuk pendidikan. Konsep mutu menurut Deming (1986) merupakan suatu konsep yang sulit didefinisikan, karena harus dilakukan dengan menterjemahkan kebutuhan-kebutuhan pemakai produk atau jasa pada masa yang akan datang ke dalam karakteristik-karakteristik yang terukur, sehingga produk tersebut dapat dirancang sedemikian rupa untuk memberikan kepuasan pada suatu harga yang akan dibayar oleh pemakai produk atau jasa tersebut. Deming selengkapnya mengungkapkan konseptualisasi mutu seperti dalam kutipan berikut: The difficulty in defining

quality is to translate the future needs of the user into measurable characteristics,

so that a product can be designed and turned out to give satisfaction at a price

that the user will pay (Deming, 1986). Sesuai dengan kutipan ini, mutu

(31)

Mutu yang dirumuskan berdasarkan visi dan misi organisasi pada hakekatnya mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan penyelenggaraan pendidikan, termasuk perencanaannya serta proses-proses yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Edward Sallis (1993: 28) menganalogikan penyelenggaraan pendidikan dengan industri jasa. Hal ini berimplikasi pada proses terhadap masukan mentah (raw inputs) untuk mencapai keluaran (outpus) yang diharapkan.

Mutu pendidikan tidak semata-mata dilihat dari banyaknya peserta didik yang lulus pada akhir program pendidikannya, tetapi juga dilihat dari sejauh mana lembaga pendidikan itu memberikan pelayanan yang bermutu dan menghasilkan lulusan yang bermutu. Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumbernya untuk mencapai tujuan pendidikan seoptimal mungkin. Dalam konteks penelitian ini, mutu pendidikan dapat diartikan sebagai kemampuan MTsN memberikan layanan-layanan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan kata lain, mutu pendidikan MTsN adalah kemampuan MTsN memenuhi harapan pihak customers atau

stakeholders (masyarakat Islam pada umumnya).

3. Pendidikan Berbasis Madrasah

(32)

yang telah dikaruniakan kepadamu, tetapi jangan lupa kebahagiaanmu di dunia.

Prinsip ini menjadi landasan filosofis mengapa pendidikan menjadi sangat strategis dalam ajaran agama Islam. Hal ini diperkuat oleh Hadits Muslim yang menyatakan sebagai berikut: Perbuatlah untuk duniamu seolah-olah kamu akan

hidup selama-lamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan

mati besok.

(33)

F. Kerangka Pemikiran dan Premis-premis Penelitian

Penelitian ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa mutu pendidikan berbasis madrasah khususnya yang diselenggarakan di MTs dapat ditingkatkan melalui penjabaran visi, misi dan tujuan madrasah yang dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk merealisasikan visi, misi dan tujuan-tujuan tersebut, perlu dilakukan perencanaan peningkatan mutu untuk merespon tantangan kehidupan masyarakat. Semakin kompleksnya tantangan kehidupan masyarakat dalam era kehidupan globalisasi dan otonomi daerah, maka perencanaan peningkatan mutu pendidikan menjadi suatu keharusan. Demikian juga halnya dalam pengembangan dan implementasi sistem pendidikan berbasis madrasah. Sesuai dengan visi dan misi serta tujuan pendidikan berbasis madrasah, diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang bermutu, termasuk lulusan yang bermutu/unggul, baik dalam penguasaan iptek maupun dalam pengendalian akhlak berdasarkan ajaran Islam.

(34)

Kerangka berpikir penelitian ini didasarkan pada pemikiran mengenai fenomena-fenomena kehidupan kemasyarakatan termasuk kebijakan-kebijakan pengembangan dan implementasi pendidikan pada umumnya, dan khususnya pendidikan berbasis madrasah di MTs. Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam era kehidupan globalisasi dan otonomi pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, pembagunan pendidikan harus diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai mutu sesuai dengan standar-standar yang diharapkan. Keluaran (outputs) pendidikan berupa lulusan yang memiliki kemampuan kondusif dalam merespon tuntutan masyarakat.

Analisis terhadap visi dan misi pendidikan berbasis madrasah dan kaitannya dengan aspirasi atau harapan dari pihak stake holders, dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam perumusan tujuan dan sasaran (objectives) pendidikan berbasis madrasah, dan selanjutnya dijadikan sebagai dasar pertimbangan syarat ambang (norma-norma dan standar-standar) bagi implementasi pendidikan berbasis madrasah. Proses implementasinya didasarkan pada pertimbangan terhadap komponen-komponen input (raw, instrumental, dan environmental

inputs), proses, dan output pendidikan berbasis madrasah; dan selanjutnya

(35)

dijadikan sebagai bahan pertimbangan relevansinya dengan outcomes pendidikan (return of investment dan efektivitasnya dengan aspirasi stake holders).

(36)
(37)

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa kerangka pemikiran penelitian terdiri atas seperangkat premis-premis atau asumsi-asumsi, konsep-konsep, prinsip-prinsip, atau proposisi-proposisi yang telah dianggap benar dan berfungsi untuk mendasari arah pemikiran penelitian. Premis-premis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Masyarakat masih menaruh harapan yang demikian tinggi pada potensi lembaga madrasah untuk pengembangan nilai-nilai keagamaan dan intelektual generasi muda dalam era kehidupan globalisasi, otonomi daerah, dan otonomi pendidikan. Dengan kata lain, masyarakat tetap menaruh harapan yang tinggi terhadap potensi madrasah untuk mengembangkan imtak dan iptek bagi generasi muda (Husni Rahim, 2001).

2) Madrasah mengandung arti sebagai tempat atau wahana dimana anak didik mengenyam proses pembelajaran secara terarah, terpimpin dan terkendali. Secara teknis madrasah menggambarkan proses pembelajaran secara formal yang tidak berbeda dari sekolah, tetapi dalam lingkup kultural peserta didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan. Secara harfiah, istilah ‘madrasah’ identik dengan ‘sekolah agama’ (Malik Fadjar, 1998: 112).

3) Perubahan organisasi merupakan dinamika yang tumbuh selarah dengan perkembangan masyarakat. Organisasi kelembagaan madrasah sebagai suatu sistem terbuka tidak dapat dilepaskan dari interaksi-interaksi dengan lingkungan eksternal (kebijakan, sosial-politik, ekonomi, teknologi, dan lain-lain) dan lingkungan internal (sasaran, strategi, struktur, sistem dan proses manajemen, dan lain-lain) (Duncan McRae, Jr., 1992).

4) Dalam lingkungan madrasah sebagai suatu organiasi, personel merupakan salah satu komponen sumber daya yang memiliki dukungan terhadap pencapaian tujuan-tujuan madrasah. Dalam penyelenggaraan pendidikan yang dikelola melalui pengelolaan lembaga madrasah, kepala madrasah, tenaga guru dan tenaga administratif merupakan seperangkat sumber daya manusia, dimana kemampuannya perlu dibina secara kontinu untuk meningkatkan mutu pendidikan berbasis madrasah (Abu-Duhou, 1999).

(38)

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan tentang metodologi penelitian dengan topik-topik sebagai berikut: pendekatan penelitian, sumber data dan subjek penelitian, teknik-teknik pengumpulan data, teknik-teknik analisis data, pemeriksaan keabsahan data, dan tahap-tahap pelaksanaan penelitian.

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian tentang “Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Madrasah di MTsN Kabupaten Jember” ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Untuk mengetahui kondisi yang objektif dan mendalam tentang fokus penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Biklen (1992: 31) yang menyatakan bahwa: Qualitative researchers are concerned with process rather

than simply with outcomes or product. Proses dalam hal ini merupakan

kegiatan-kegiatan penyelidikan dengan fokus pada upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember.

(39)

menjadi bersifat generating theory. Oleh karena itu, ketepatan interpretasinya sangat bergantung pada ketajaman analisis, objektivitas, sistematik dan sitemik.

Pendekatan penelitian kualitatif disebut juga pendekatan naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau alamiah, apa adanya, dan tidak dimanipulasi (Nasution, 1992: 18). Menurut Bogdan dan Biklen (1982: 27), pengumpulan data dalam penelitian kualitatif hendaknya dilakukan sendiri oleh peneliti dan mendatangi sumbernya secara langsung.

Sesuai dengan hakekat pendekatan penelitian kulaitatif, peneliti ingin memperoleh pemahaman terhadap upaya-upaya peningkatan mutu pendidikanberbasis madrasah di Kabupaten Jember. Aspek-aspek yang akan dikaji melalui penelitian ini adalah yang berhubungan dengan keadaan aktual MTsN Kabupaten Jember, manajemen pendidikan berbasis madrasah, dan upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember.

(40)

menyeluruh dan sistematis, maka data yang dikumpulkan dari lapangan adalah data yang bersifat deskriptif.

Sesuai dengan pendekatan penelitian kualitatif, peneliti dapat lebih leluasa memahami konteks sosial pengelolaan pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember khususnya yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Selain itu peneliti ingin dapat mengungkapkan perilaku person, gagasan dan pikirannya, sebab penelitian kualitatif pada hakekatnya juga merupakan pengamatan kepada orang-orang tertentu dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka dan berusaha memahami bahasa mereka serta menafsirkannya sesuai dengan dunianya (Nasution, 1992: 5; Bogdan & Biklen, 1992: 49; dan Lincoln & Guba, 1985: 3).

Beberapa literatur menyebutkan ciri-ciri penelitian kualitatif/naturalistik, antara lain, sumber data adalah situasi wajar (natural setting), peneliti sebagai instrumen utama pengumpul data penelitian (key instrument), sangat deskriptif, mementingkan proses, mengutamakan data langsung (first hand), triangulasi (data dari satu sumber harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data yang sama dari sumber lain), mementingkan perpektif emic (pandangan responden), sampling purposif, audit-trail (apakah laporan penelitian sesuai data yang terkumpul), partisipasi tanpa mengganggu (passive participation), analisis dilakukan sejak awal dan selama melakukan penelitian, dan disain penelitian muncul selama proses penelitian (emergent, evolving, dan developing).

(41)

menjadi data primer dan sekunder penelitian. Data primer yang dikumpulkan mencakup persepsi dan pemahaman person serta deskripsi lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian. Data sekunder meliputi data jumlah person dan kualifikasinya dan berkas kertas kerja yang mendukung peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah.

Sesuai dengan bentuk-bentuk data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, maka sumber-sumber data penelitian ini meliputi manusia, benda, dan peristiwa.. Manusia dalam penelitian kualitatif merupakan sumber data yang berstatus sebagai responden dan informan mengenai fenomena atau masalah sesuai fokus penelitian. Benda merupakan bukti fisik yang berhubungan dengan fokus penelitian, sedangkan peristiwa merupakan informasi yang menunjukkan kondisi yang berhubungan langsung dengan strategi-strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember.

Sesuai dengan fokus masalah penelitian ini, unit-unit analisisnya adalah: (1) keadaan aktual pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember, (2) manajemen kepala-kepala MTsN untuk peningkatan mutu, dan (3) strategi-strategi peningkatan mutu berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu.

(42)

serta dokumen-dokumen sekolah yang relevan dengan fokus penelitian.

C. Sampling Penelitian

Sesuai dengan hakekat penelitian kualitatif, maka subjek dalam penelitian ini ditentukan secara snow ball sampling, artinya, subjek penelitian relatif sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian; namun subjek penelitian dapat terus bertambah sesuai keperluannya. Dalam penelitian ini, teknik snow ball sampling dilakukan apabila dalam pengumpulan datanya tidak cukup hanya dari satu sumber, maka dikumpulkan juga data dari sumber-sumber lain yang berkompeten. Misalnya, jika pengumpulan data tidak cukup hanya dari kepala madrasah, maka dikumpulkan juga dari guru-guru, pegawai/tata usaha, siswa, dan dan/atau dari masyarakat pengguna jasa kependidikan.Teknik-teknik penentuan jumlah subjek penelitian seperti ini adalah snowball sampling (Bogdan & Biklen, 1982; Miles & Huberman, 1994; dan Nasution, 1992: 11, 33).

(43)

MTsN Jember II, MTsN Bangsalsari, dan MTsN Arjasa.

D. Teknik-teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan hakekat penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama (key instrument) dalam pengumpulan data. Karena itu, peneliti memiliki peranan yang fleksibel dan adaptif. Artinya, peneliti dapat menggunakan seluruh alat indera yang dimilikinya untuk memahami fenomen sesuai dengan fokus penelitian (Lincoln dan Guba, 1985: 4; Bogdan dan Biklen, 1992: 28). Sehubungan dengan hal itu, maka dalam penelitian ini peneliti sendiri terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan seluruh data sesuai dengan fokus penelitian, yakni peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember.

(44)

peneliti dapat melakukan sendiri pengamatan dan wawancara tak berstruktur kepada responden penelitian ini (pejabat-pejabat terkait, kepala-kepala MTsN dan guru-gurunya, dan/atau dengan pihak siswa). Karena perananya sebagai instrumen utama dalam pengumpulan informasi atau data, maka informasi atau data penelitian yang terkumpul tersebut diharapkan dapat dipahami secara utuh, termasuk makna interaksi antarmanusia, dan peneliti juga diharapkan dapat menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dari ucapan atau perbuatan responden penelitian. Erickson Dalam melakukan penelitian lapangan (Erickson, 1986: 21), peneliti dituntut untuk melakukan: (1) interaksi secara intensif dan jangka panjang di lokasi penelitian; (2) melakukan pencatatan (recording) tentang apa yang terjadi di lokasi penelitian, membuat catatan-catatan lapangan, dan mengumpulkan dokumen-dokumen lainnya (seperti memo, catatan-catatan, dan catatan-catatan kepala sekolah dan guru-guru); dan (3) refleksi analitik berikutnya pada catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang dikumpulkan dari lapangan dan dilaporkan dengan cara mendeskripsikannya secara detil, antara lain dengan membuat sketsa-sketsa naratif dan kutipan langsung dari interview maupun dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk-bentuk yang lebih umum.

1. Wawancara

(45)

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 'wawancara secara luas dan mendalam' atau indepth interview (Patton, 1980).

Untuk memudahkan ingatan terhadap data atau informasi, maka peneliti menggunakan catatan-catatan lapangan. Dalam penggunaan catatan lapangan, peneliti mengaplikasikan perspektif emic, yaitu mementingkan atau mengutamakan pandangan responden dan interpresentasinya. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yang diharapkan dapat memberi keuntungan dimana responden yang diwawancarai bisa merekonstruksi dan menafsirkan ide-idenya. Dalam pelaksanaannya, penelitian menggunakan alat bantu berupa catatan-catatan lapangan. Tujuannya adalah untuk memudahkan mengingat data yang dikumpulkan, baik yang bersifat verbal maupun nonverbal. Selain itu, penggunaan alat bantu tersebut sangat penting untuk mengimbangi keterbatasan daya ingat peneliti mengenai informasi yang diperoleh dengan cara wawancara secara terbuka atau open-ended interview.

2. Observasi

(46)

atau tidak secara terang-terangan).

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mengamati situasi dan objek penelitian. Dengan cara ini, diharapkan peneliti dapat mengamati kejadian-kejadian dalam lokasi penelitian agar dapat memberikan pengalaman yang menyuluruh tentang fokus penelitian. Selain itu, peneliti juga dapat memperoleh data dari tangan pertama, mencatat segala kejadian yang ditemukan di lapangan sebagaimana adanya atau yang dilakukan secara alamiah.

3. Studi Dokumentasi

Selain menggunakan teknik wawancara dan observasi untuk pengumpulan data atau informasi sesuai fokus penelitian, peneliti juga menggunakan studi dokumentasi. Dokumen-dokumen yang dikaji peneliti adalah yang berhubungan dengan program kerja kepala sekolah, berkas-berkas yang memuat informasi sekolah, termasuk dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengan strategi peningkatan mutu pendidikan aberbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember.

E. Pendekatan Analisis Data Penelitian

Analisis data adalah proses yang dilakukan secara sistematis untuk mencari dan menemukan serta menyusun transkrip wawancara, catatan-catatan lapangan (field

notes), dan bahan-bahan lainnya yang telah dikumpulkan peneliti. Dengan cara ini,

(47)

menginterpretasikan dan menarik kesimpulan (Bogdan dan Biklen, 1992: 153). Dalam analisis data penelitian ini penelitian menggunakan pendekatan atau model Balanced Scorecard (BSC) (Kaplan dan Norton, 1996) dan analisis model alternatif strategi-strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah (PMBM). Proses analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah reduksi data, display data, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Untuk mendeskripsikan dan mengeksplanasi peristiwa berdasarkan data atau informasi yang terkumpul, maka harus dilakukan kegiatan-kegiatan yang identik dan sekaligus sebagai pengganti pengukuran dan pengolahan data yang lazim dilakukan dalam tradisi penelitian kuantitatif. Sesuai dengan fokus penelitian ini, maka analisis data difokuskan pada strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember.

1. Reduksi Data

(48)

Data yang telah direduksi kemudian disajikan atau ditampilan (display) dalam bentuk deskripsi sesuai dengan aspek-aspek penelitian. Penyajian data ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti menafsirkan data dan menarik kesimpulan. Sesuai dengan aspek-aspek penelitian ini, maka data atau informasi yang diperoleh dari lapangan disajikan secara berturut-turut mengengenai keadaan akatual MTsN, manajemen sekolah untuk peningkatan mutu, dan strategi-strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di MTsN Kabupaten Jember.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan berdasarkan pemahaman terhadap data yang telah dikumpulkan. Sesuai dengan hakekat penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan ini dilakukan secara bertahap. Pertama, menarik kesimpulan sementara atau tentatif, namun seiring dengan bertambahnya data maka harus dilakukan verifikasi data dengan cara mempelajari kembali data yang telah ada. Kemudian, verifikasi data juga dilakukan dengan cara meminta pertimbangan dari pihak-pihak lain yang ada keterkaitannya dengan penelitian, yaitu dengan meminta pertimbangan dari guru-guru lain, atau dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari sumber tertentu dengan sumber-sumber lain. Akhirnya peneliti menarik kesimpulan akhir untuk mengungkapkan temuan-temuan penelitian ini.

(49)

1985: 290), peneliti menggunakan kriteria truth value, applicability, consistency, dan netrality yang sering juga disebut dengan istilah-istilah credibility,

transferability, dependability dan confirmbility. Keempat kriteria ini merupakan

atribut-atribut yang membedakan penelitian kualitatif berturut-turut dengan validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas, dan objektivitas dalam tradisi atau paradigma penelitian positivistik (Moleong, 1996: 176; Sudjana & Ibrahim, 1989; dan Nasution, 1992). Selain itu, peneliti juga melakukan triangulasi dengan cara melakukan cross-check yang bertujuan untuk pemeriksaan keabsahaan data dalam penelitian ini, yaitu membandingkan data yang terkumpul dengan cara memeriksa kesesuaian hasil analisis dengan kelengkapan data. Dalam uraian-uraian di bawah ini dijelaskan lebih jauh tentang pengujian keabsahan temuan-temuan penelitian.

1. Credibility (derajat kepercayaan – validitas internal)

Kredibilitas adalah suatu ukuran tentang kebenaran data yang dikumpulkan. Tujuannya dalam penelitian kualitatif adalah untuk menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan konsep yang ada pada responden atau nara sumber.

(50)

kepentingan langsung dengan penelitian yang dilakukan peneliti), dan (4) melakukan member-check.

2. Transferability (derajat keteralihan – validitas eksternal)

Derajat keteralihan atau transferability ini identik dengan validitas eksternal dalam tradisi penelitian kuantitatif. Transferability yang tinggi dalam penelitian kualitatif dapat dicapai dengan menyajikan deskripsi yang relatif banyak, karena metode ini tidak dapat menetapkan validitas ekternal dalam arti yang tepat. Dalam hal ini, peneliti mencoba mendeskripsikan informasi atau data penelitian secara luas dan mendalam tentang strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah di Kabupaten Jember.

3. Dependability (derajat keterandalan)

Dependability (reliabilitas) temuan penelitian ini dapat diuji melaui pengujian

proses dan produk (Lincoln dan Guba, 1988 : 515). Pengujian produk adalah pengujian data, temuan-temuan, interpretasi-interpretasi, rekomendasi-rekomendasi dan pembuktian kebenarannya bahwa hal itu didukung oleh data yang diperoleh langsung dari lapangan. Keterandalan dalam penelitian ini identik dengan validitas internal dalam tradisi penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini melakukan uji

dependability dengan cara menggunakan catatan-catatan tentang seluruh proses

(51)

Teknik utama untuk menentukan derajat penegasan atau confirmability (objektivitas) adalah dengan cara melakukan audit-trail, baik terhadap proses maupun mendeteksi catatan-catatan lapangan sehingga dapat ditelusuri kembali dengan mudah. Selain itu, peneliti juga melakukan triangulasi untuk memperoleh penafsiran yang akurat.

G. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis. Dalam uraian-uraian di bawah ini disajikan lebih rinci setiap tahapan kegiatan penelitian tersebut. Dalam uraian-uraian di bawah ini dijelaskan lebih jauh tentang tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian ini.

1. Persiapan Penelitian

Dalam tahap persiapan dilakukan penyusunan disain penelitian, mengurus perizinan, menjajagi lapangan atau lokasi penelitian, dan mempersiapkan perlengkapan penelitian. Kelengkapan penelitian dalam tahap ini meliputi persiapan peneliti merancang catatan-catatan lapangan, draft instrumen penelitian yang siap dimodifikasi untuk mencapai kesempurnaan sementara mengumpulkan data dan mulai melakukan studi literatur yang berhubungan dengan fokus penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

(52)

pengenalan lingkungan dan mengadakan rapport dengan para pengurus yang menjadi sumber informasi atau data yang dibutuhkan sesuai dengan fokus penelitian. Selanjutnya, peneliti melakukan eksplorasi dan studi lapangan. Dalam tahap ini, peneliti melakukan pengumpulan data, baik dengan menggunakan teknik wawancara, maupun mengumpulkan dan meneliti sumber-sumber tertulis yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kegiatan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai data yang dibutuhkan dianggap memadai untuk kemudian diverifikasi dalam tahap analisis.

Selain itu, dalam tahapan ini dilakukan dilakukan juga triangulasi, yaitu pengecekan kebenaran data yang dikumpulkan dari suatu sumber berdasarkan kebenarannya dari sumber-sumber lain. Sesuai dengan konteks penelitian ini, suatu data atau informasi penelitian, dicek kebenarannya dari sumber-sumber lain yang juga terlibat dalam penelitian ini. Selain itu, triangulasi juga dilakukan untuk pengecekan kebenaran informasi atau data penelitian dari berbagai sumber dan/atau teknik pengumpulan data. Misalnya, informasi atau data yang diperoleh melalui teknik wawancara dicek kebenarannya melalui teknik dokumentasi.

(53)

berlangsung, kemudian dalam tahap analisis ini dilakukan verifikasi data secara berulang-ulang, sampai akhirnya dilakukan penarikan kesimpulan akhir berdasarkan temuan-temuan penelitian.

Kegiatan wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang berkompeten sebagai sumber data. Dalam kegiatan ini peneliti menggunakan catatan-catatan lapangan untuk mencatat dan memudahkan mengingat hal-hal yang dianggap sangat penting dari sumber data yang diwawancarai. Kegiatan studi dokumentasi juga dilakukan peneliti terutama yang berkaitan erat dengan permasalahan penelitian. Dokumen-dokumen yang dikumpulkan dan dieksplorasi dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan kebijakan-kebijakan pendidikan, program-program manajemen sekolah, kurikulum, dan khususnya upaya-upaya peningkatan mutu.

3. Member-Check dan Analisis Data

(54)

catatan lapangan. Kemudian, peneliti menunjukkannya kepada responden penelitian, yakni kepala-kepala MTsN Kabupaten Jember. Peneliti meminta mereka membaca dan memeriksa kesesuaian informasinya dengan apa yang telah dilakukan. Apabila ditemukan ada informasi yang tidak sesuai, maka peneliti harus segera berusaha memodifikasinya, apakah dengan cara menambah, mengurangi, atau bahkan menghilangkannya.

(55)

245 ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN MUTU

PENDIDIKAN BERBASIS MADRASAH (Model Alternatif Strategi Peningkatan Mutu

Pendidikan Berbasis Madrasah)

Berdasarkan hasil-hasil analisis aktual sebagaimana disajikan dalam Bab IV, strategi dasar yang harus dicermati dalam rangka perumusan dan pengembangan model-model alternatif untuk peningkatan pendidikan berbasis madrasah adalah peningkatan mutu tenaga kependidikan (guru dan staf TU), peningkatan mutu layanan administrasi dan manajemen untuk pengembangan strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah, dan peningkatan mutu dan jumlah sarana dan prasarana madrasah, termasuk sumber-sumber belajar.

Berdasarkan hasil analisis yang disajikan dalam bab sebelumnya, dapat ditegaskan bahwa kebijakan yang mendasari program peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah adalah yang didasarkan pada UU No. 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 serta UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, juga didasari oleh beberapa Peraturan Pemerintah yang relevan, antara lain, PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, PP No. 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional, dan Keputusan Menteri Agama RI No. 369 Tahun 1993 tentang Madrasah Tsanawiyah. Kebijakan-kebijakan lainnya mendasari pentingnya peningkatan mutu pendidikan adalah yang berkaitan dengan penerapan manajemen pendidikan bermasis madrasah.

(56)

246 kimia, biologi, dan bahasa Inggris; memupuk jiwa dan mental kepemimpinan siswa; pengembangan kreatifitas siswa dalam bidang olahraga dan kesenian; dan peningkatan pengetahuan dan kemampuan tenaga administrasi dan perpustakaan. Keberhasilan pencapaian sasaran-sasaran ini terutama dipengaruhi oleh dukungan sumber-sumber daya, yaitu: guru dan staf TU yang bermutu, pelayanan administrasi dan manajemen yang bermutu dan tersedianya sumber-sumber belajar yang memadai. Dukungan dari sumber-sumber lainnya adalah biaya yang relatif memadai, implementasi kurikulum dan pembelajaran yang bermutu, dan semakin tingginya peran serta masyarakat dan Komite Madrasah. Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mempertahankan PMBM tersebut adalah sebagai berikut:

1) Sosialisasi strategi peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah. 2) Analisis situasi sasaran.

3) Merumuskan sasaran-sasaran strategi. 4) Melakukan analisis SWOT.

5) Menyusun rencana peningkatan mutu. 6) Melaksanakan rencana peningkatan mutu.

7) Evaluasi keberhasilan pelaksanaan peningkatan mutu. 8) Merumuskan sasaran mutu baru.

(57)

247 meningkatkan mutu pendidikan berbasis madrasah.

Pertama, mensosialisasikan konsep PMBM kepada seluruh warga madrasah (guru, konselor, wakil kepala madrasah, siswa, karyawan, dan unsur-unsur terkait lainnya (orangtua peserta didik, pengawa, wakil Kandep, wakil Kanwil, dan lain sebagainya.) melalui pelatihan, workshop, semiloka, diskusi, forum ilmiah). Hendaknya dalam sosialisasi ini juga dibaca dan dipahami sistem, budaya, dan sumber daya madrasah yang ada secermat mungkin dan direfleksikan kesesuaian dengan sistem, budaya dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan PMBM.

Kedua, Melakukan Analisis Situasi Sasaran (Output). Pada langkah ini, dilakukan analisis situati sasaran (output) madrasah, yang hasilnya berupa tantangan (ketidaksesuaian) antara keadaan sasaran sekarang dengan sasaran yang diharapkan. Besar-kecilnya ketidaksesuaian antara situasi sasaran saat ini dan situasi sasaran yang diharapkan memberitahukan besar/kecilnya tantangan (loncatan).

(58)

248 madrasah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan ke mana madrasah akan dibawa atau gambaran masa depan yang diinginkan oleh madrasah, agar madrasah yang bersangkutan dapat dijamin kelangsungan hidupnya dan perkembangannya. Misi adalah tindakan untuk merealisasikan visi. Karena visi harus mengakomodasi semua kelompok kepentingan yang terkait dengan madrasah, maka misi dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk memenuhi masing-masing dari semua kelompok kepentingan yang terkait dengan madrasah. Dalam merumuskan misi, harus mempertimbangkan tugas pokok madrasah dan kelompok-kelompok kepentingan yang terkait dengan madrasah. Tujuan merupakan penjabaran misi. Tujuan merupakan apa yang akan dicapai/dihasilkan oleh madrasah yang bersangkutan dan “kapan” tujuan akan dicapai. Tujuan dirumuskan untuk jangka waktu 1-3 tahunan. Sasaran adalah penjabaran tujuan, yaitu sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oelh madrasah dalam jangka waktu satu tahun, satu catur wulan, atau satu bulan. Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif, maka sasaran harus dibuat spesifik, terukur, jelas kriterianya, dan disertai indikator-indikator yang rinci. Meskipun sasaran bersumber dari tujuan, namun dalam penentuan sasaran yang mana dan berapa besar/kecilnya sasaran, tetap harus didasarkan atas hasil analisis sasaran.

(59)

249 pengembangan iklim akademik madrasah, pengembangan fasilitas, pengembangan madrasah-masyarakat, dan fungsi lain. Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis kekuatan-kelemahan dan peluang-tantangan/ancaman atau

strength-weakness and opportunity-threat (SWOT analysis).

Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi madrasah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Berhubung tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. Tingkat kesiapan harus memadai, artinya, minimal memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk mencapai sasaran, yang dinyatakan sebagai: kekuatan, bagi faktor yang tergolong internal; peluang, bagi faktor yang tergolong eksternal. Sedangkan tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan, dinyatakan bermakna: kelemahan, bagi faktor yang tergolong internal; dan

ancaman, bagi faktor-faktor eksternal. Baik kelemahan maupun ancaman sebagai

faktor yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, disebut persoalan.

(60)

250 ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran terapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan itu lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni, dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau peluang.

Kelima, Menyusun Rencana Peningkatan Mutu. Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, madrasah bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah dan panjang beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Madrasah tidak selalu memiliki sumberdaya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan PMBM, sehingga perlu dibuat sekala prioritas untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Rencana yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang: aspek-aspek mutu yang ingin dicapai, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, siap yang harus melaksanakan, kapan dan dimana dilaksanakan, dan berapa biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Hal ini diperlukan untuk memudahkan madrasah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun dari orangtua peserta didik, baik secara moral maupun finansial untuk melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan tersebut. Yang perlu diperhatikan oleh madrasah dalam penyusunan rencana adalah keterbukaan kepada semua pihak yang menjadi

(61)

251 kejelasan, berapa kemampuan madrasah dan pemerintah untuk menanggguh biaya rencana ini, dan berapa sisanya yang harus ditanggung oleh orangtua peserta didik dan masyarakat sekitarnya. Dengan keterbukaan rencana ini, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumberdana untuk melaksanakan rencana ini bisa dihindari.

Catatan: BP3 saat ini yang anggotanya hanya terdiri dari orangtua siswa perlu

dimekarkan menjadi Komite Madrasah yang anggotanya terdiri dari: orangtua siswa, wakil dari siswa, wakil dari madrasah, wakil dari organisasi profesi, wakil dari pemerintah, dan wakil dari publik.

Keenam, Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu. Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara madrasah, orangtua peserta didik, dan masyarakat, maka madrasah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala madrasah dan guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin, menggunakan pengalaman-pengalaman masa lalu yang dianggap efektif, dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Kepala madrasah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program yang diproyeksikan dapat mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, madrasah harus dapat membebaskan diri dari keterikatan-keterikatan birokratis yang biasanya banyak menghambat penyelenggaraan pendidikan.

Gambar

Gambar I-1 Variabel-variabel mutu pendidikan MTs
Gambar I-2  Analisis Sistem Pendidikan  (Modifikasi dari Abin Syamsuddin Makmun, 2000: 17)
Tabel di atas mengindikasikan bahwa mutu MTsN Kabupaten Jember
Gambar I-3 Kerangka Berpikir Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada tulisan ini akan dibahas bagaimana pengaruh tekanan second press terhadap oil content pada ampas minyak inti sawit di PT.Multimas Nabati Asahan-Kuala Tanjung yang merupakan

#Tiga Ratus Lima Puluh Dua Ribu Dua Ratus Empat Belas Rupiah# Pembayaran Retensi untuk Pemasangan Rolling Door Electric. Jakarta, 16

Hasil penting yang tidak dapat diragukan dari kerjanya adalah gelar Ph.D dalam komunikasi yang dapat menembus ke seberang dunia setelah dipelajari oleh Schramm dan Stanford

dokumen penawaran Teknis dan Harga yang telah diupload dalam Aplikasi SPSE... KEMENTERIAN PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN POLITEKNIK

Untuk pemesanan ikan yang masih memerlukan pengolahan dengan berjangka pendek yakni kurang dari 6 bulan dapat dilakukan akad pembiayaan salam oleh pihak perbankan

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rachmansyah (2010) untuk produk Pasta Gigi Pepsodent dimana ada tiga indikator untuk mengukur suatu persepsi kualitas

Permodalan adalah salah satu faktor penting jalannya suatu usaha. Salah satu upaya untuk mengembangkan usaha adalah meningkatkan modal untuk menambah kapasitas