• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.MesinDigester Plant

Digester adalah alat yang berfungsi untuk memasak serpihan kayu (chip)yang berasal dari penampungan serpihan kayu (chip pile)yang akan dijadikan menjadi bubur kertas (pulp). Proses pemasakan serpihan kayuini menggunakan panas dan bahan kimia, dengan memanfaatkan Lindi Putih (White Liquor) dan Lindi Hitam (Black Liquor) sebagai cairan pemasaknya.Dalam proses pembuburan (pulping) secara kimiawi ditambahkan panas dan zat kimia dan juga serpihan kayu yang dimasukkan ke dalam tabung bertekanan yang disebut Digester.

Pemasakan dilakukan pada digester jenis Cooking Compact.Digester ini terdiri dari tutup atas (top separator) dan bagian penyaringan (screen section) yang berkerja dengan metodesearah (concurrent) dan terdapat juga zona pencucian(washing) yang dilakukan secara berlawanan arah (counter current), metode pemasakkanya cendrung pada suhu yang lebih rendah tetapi dengan pamasakan yang cendrung lebih lama.

Gambar 2.1 Mesin digester plant

(2)

melalui bagian atas digester dan diukur laju alir chipnya menggunakan chipmeter.Digester merupakan bejana (vessel) yang memiliki tekanan sama dengan tekanan atmosfer serta memiliki fungsi pemanasaan awal (presteaming) sekaligus fungsi pemadatan pori kayu(impregnasi).

Campuran lindi putih dan lindi hitamyang diekstrak dari pompa sirkulasi (transfer circulation) ke bagian saringan atas (screen digester)dan dimasukan kebagian atas digester melalui pipa sirkulasi (centralpipe). Sebelum serpihan kayu bercampur dengan cairan pemasak (liquor), temperatur serpihan kayu terlebih dahulu dinaikkan sampai mencapai suhu 100oC dan dengan penambahan cairan pemasak yang akan meningkatan proses penghilangan busa dalam serat (deaerasi chip).

Gambar 2.2 Chip file tempat penampungan chip sebelum dimasak di Digester.

Proses pembuatan kertas adalah pembuatan kertas dengan proses kimia menggunakan sodium sulfat (kraft process). Kraft pulping menghasilkan bubur kertas (pulp) kurang dari 50% dari bahan baku kayu, sisanya menjadi endapan berbentuk seperti lumpur (sludge) yang akhirnya dibakar, disebar ke tanah atau dibuang dengan sistem penimbunan dalam satu lubang.

Kelebihan dari kraft pulping adalah bahan kimia yang dapat didaur ulang (recycle) dan digunakan kembali dalam proses berikutnya. Kelebihan lainnya adalah dihasilkannya serat yang kuat.Majalah, kertas grafis, kantong belanja dan pembungkus terbuat dari kraft pulp.Kraft pulp biasanya berwarna gelap dan umumnya diputihkan dengan senyawa klorin.1

1Casey, J.P. 1980. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Teknology, Vol I, Jhon Wiley and Son, Inc.: New York

(3)

2.1.1. Cara Kerja Mesin Digester.

Dalam proses pulping secara kimiawi ditambahkan panas dan zat kimia serpihan kayu yang dimasukkan ke dalam tabung bertekanan yang disebut Digester. Pembuburan pulp dengan proses kraft menggunakan lindi putih (white liquor), yaitu larutan campuran sodium hidroksida dan sodium sulfida yang secara selektif akan melarutkan getah (lignin) dan membuatnya lebih larut dalam cairan pengolah.

Setelah 2-4 jam, campuran antara pulp, sisa zat kimia dan limbah kayu dikeluarkan dari digester.Pulp kemudian dicuci untuk memisahkannya dengan lindi hitam (sisa zat kimia dan limbah).Larutan yang mengandung serat kayu terlarut kemudian masuk ke digester dan dipanaskan. Larutan hasil pemanasan yang berwarna hitam (black liquor) dipisahkan dari pulp (brownstock) setelah proses pemanasan.

Dalam batch digester, pulp (brownstock) diambil dari dasar tabung digester untuk dilanjutkan dengan pencucian. Pada digester berkesinambungan, pencucian dilakukan didalam digester untuk menghilangkan larutan lain dan mendinginkan pulp. Kraft pulping adalah proses dengan hasil rendah yaitu hanya 45% dari kayu yang akan menjadi bubur kertas yang dapat digunakan. Pulp atau disebut brownstock pada tahap ini siap diputihkan.

(4)

2.1.2. MesinDigester dan Komponen-komponen Pendukung.

Digester terdiri dari top separator, screen suction, tabung bejana itu sendiri, dan bagian lubang cairan pemasak dan uap dan juga terdapat sebuah aliran pulp menuju blow tank.

Gambar 2.4 Mesin Digester

Sedangkan bagian pendukung mesin digester terdiri atas:

a. Shuttle Conveyor

Shuttle Conveyor merupakan belt conveyor yang bisa dijalankan maju mundur dan bisa dipindahkan/gerakkan dengan berlawanan arah.Adalah alat pengangkut serpihan kayu dari chip pile ke digester bagian atas.

Gambar 2.5 Shuttle Conveyor

(5)

b. Tungku Pemasak (Digester)

Tungku Pemasak (Digester) merupakan bejana berbentuk selinder yang terbuat dari stainless steel khusus dipasang secara vertical dan dirancang untuk bekerja pada tekanan sampai 12 kg/cm2 dan temperatur sampai 190o.

Gambar 2.6 Digester c. Telescopic Chutes

Telescopic Chutes merupakan slide chute vertical dipasang dibawah lantai digunakan untuk mengangkut chip-chip kayu yang keluar dari shuttle conveyor ke digester.

Gambar 2.7 Telescopic chutes d. Pemanas liquor (Liquor heater)

Pemanas liquor merupakan alat penukar panas yang berbentuk

(6)

Gambar 2.8 Liqour heater e. Pompa sirkulasi

Alat yang digunakan untuk mensirkulasikan cairan pemasak dari dalam bagian tengah digester ke bagian atas dan bawah.

Gambar 2.9 Pompa sirkulasi f. Blow tank

Alat ini adalah tangki untuk menampung bubur kayu yang sudah siap dimasak dari digester dan dilengkapi alat pengaduk.2

2Sirait, Suhunan. 2003. Module Bleaching. Porsea: Pt. Toba Pulp Lestari, Tbk Learning and Development Centre.

Agitator mencampur pulp

(7)

dari digesterdengan black liquor sehingga bubur pulp dapat dipompa. Panas yang dihasilkan dari gas oleh blow tank diproses kembali oleh blow heat accumulator, sebesar alat penukar panas yang besar.

Gambar 2.10 Blow tank g. Accumulator tank

Alat ini adalah tangki untuk menampung panas yang dihasilkan dari blow tank yang dihasilkan oleh blowing. Panas tersebut diproses kembali dengan memanaskan air yang hangat yang akhirnya air tersebut digunakan pada bagian washing dan bleaching.

Gambar 2.11 Accumulator tank h. Relief condenser

Alat untuk mengembunkan panas dari digester bagian atas pada waktu proses pemasakan.

(8)

Gambar 2.12 Relief Condenser i. Air evacuation scrubber

Alat untuk menyerap sisa panas dari digester sesudah digester blowing.

j. Heating up white liquor and black liquor system

Alat untuk memanaskan cairan pemasak sebelum memasak.

2.1.3. Jenis-jenis Digester.

Digester terbagi dalam 2 tipe, yaitu :

a) Batch digester

Digester batch adalah sebuah digester besar, biasanya 70-350 m3 (2.500 sampai12.500 ft 3), yang diisi dengan chip dan cairan pemasak. Biasanya pabrik memiliki enam sampai delapan digestersehingga sementara beberapa memasak, yang lain dapat mengisi, masuk ke dalam blow tank, dan lain-lain.

Pemanasan dengan uap dapat secara langsung, di mana uap ditambahkan langsung ke digester yang mengencerkan cairan memasak, atau secara tidak langsung, di mana uap melewati bagian dalam tabung di dalam digester yang

(9)

memungkinkan penggunaan kembali uap dan memberikan pemanasan lebih seragam.3

1. Pertama, digester dibuka dan diisi dengan chip, cairan pemasak putih (white liquor), dan cairan pemasak hitam (black liquor).

Urutan proses pemasakan adalah sebagai berikut:

2. Setelah sirkulasi awal dari penambahan cairan pemasak, chip ditambahkan sebagai isi tetap.

3. Digester tersebut kemudian ditutup dan pemanasan dengan uap dimulai.

Suhu akan naik selama sekitar 90 menit sampai suhu pemasakan dicapai.

4. Suhu pemasakan dipertahankan selama sekitar 20-45 menit untuk proses kraft. Selama waktu pemanasan, udara dan gas lain yang tidak dapat dikondensasikan dari digester tersebut dibuang.

5. Ketika pemasakan selesai, isi dari digester yang dibuang untuk dipindahkan ke blow tank.

Gambar 2.13 Perbedaan Batch digester dan Continous digester b) Digester Kontinu

Digester kontinu adalah digester berbentuk tabung di mana chip dipindahkan melalui suatu aliran yang mengandung tahap presteaming, impregnasi cairan pemasak, pemanasan, pemasakan, dan pencucian. Chip masuk

(10)

efisien dalam hal ruang, lebih mudah untuk mengontrol dan memberikan hasil yang lebih baik, serta mengurangi penggunaan bahan kimia, hemat tenaga, dan lebih efisien dari batch digesterdalam hal energi.

Karena digester kontinu selalu dalam kondisi bertekanan, pengumpan khusus harus digunakan untuk memungkinkan chip pada tekanan atmosfer untuk memasuki digester bertekanan tanpa membiarkan isi digester akan hilang. Katup rotary bekerja seperti pintu putar. Sebuah pocket diisi dengan serpihan kayu atau sumber serat lainnya pada tekanan atmosfer. Ketika katup diputar maka akan tersegel dari atmosfer dan kemudian membuka ke digesterdimana isinya disimpan.

Dalam prosesnya, chip diangkut oleh feed sekrup. Chip melewati pengumpanan bertekanan tinggi dimana cairan pemasak akan membawanya ke digester. Sebagian besar cairan dikembalikan ke pengumpan bertekanan tinggi.

Impregnasi terjadi selama sekitar 45 menit pada suhu 130 °C sehingga pemasakan akan jauh lebih seragam.

2.1.4. Bahan baku pengolahan pulp

Pulp dan kertas yang diproduksi dari bahan baku yang mengandung selulosa fiber seperti pada kayu jugapada kertas daur ulang , dan limbah pertanian . Di negara-negara berkembang , sekitar 60 % dari selulosa fiber berasal dari bahan baku nonwood (bukan kayu) seperti ampas tebu , jerami , bambu , alang- alang. Langkah-langkah utama dalam manufaktur pulp dan kertas adalah : persiapan bahan baku dan penanganan, manufaktur Pulp, Pulp cuci dan Screening, pemulihan kimia,Bleaching, Stock Preparation, dan pembuatan kertas.

Pabrik pulp dan pabrik kertas dapat berdiri secara terpisah atau sebagai satu kesatuan operasi terpadu. Pabrik terpadu salah satunya melakukan pembuatan bubur kertas (pulp) di tempat. Sedangkan pabrik yang tidak terintegrasi tidak memiliki kapasitas untuk pulping tetapi harus membawa pulp pabrik dari sumber luar.4

4Arryati, H. 2010. Pengaruh Komposisi Bahan Baku Campuran Batang terhadap Kualitas Pulp dan Kertas Kayu Leda (Eucalyptus deglupta Blume) dengan Proses Kraft. Jurnal Hutan Tropis Vol. 11 No. 30.

(11)

Jenis kayu yang banyak digunakan dalam pembuatan kertas adalah:

 Kayu lunak (softwood) adalah kayu dari tumbuhan konifer contohnya pohon pinus.

 Kayu keras (hardwood) adalah kayu dari tumbuhan yang menggugurkan daunnya setiap tahun.

Kayu lunak yang memiliki panjang dan kekasaran lebih besar digunakan untuk memberikan kekuatan pada kertas.Kayu keras lebih halus dan kompak sehingga menghasilkan permukaan kertas yang halus.Kayu keras juga lebih mudah diputihkan hingga warnanya lebih terang karena memiliki lebih sedikit lignin.Kertas umumnya tersusun atas campuran kayu keras dan kayu lunak untuk mencapai kekuatan dan permukaan cetak yang diinginkan pembeli.

Kayu sebagai bahan dasar dalam industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain:

 Selulosa, tersusun atas molekul glukosa rantai lurus dan panjang yang merupakan komponen yang paling disukai dalam pembuatan kertas karena panjang dan kuat.

 Hemiselulosa, tersusun atas glukosa rantai pendek dan bercabang.

Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air dan biasanya dihilangkan dengan proses pulping.

 Lignin, adalah jaringan polimer fenolik tiga dimensi yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi kaku. Pulping kimia dan proses pemutihan akan menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selulosa secara signifikan.

 Ekstraktif, meliputi hormom tumbuhan, resin, asam lemak, dan unsur lain.

Komponen ini sangat beracun bagi kehidupan perairan dan mencapai jumlah toksik akut dalam limbah industri kertas.

(12)

Gambar 2.14 Kayu Eucaliptus 2.2. Pemeliharaan (Maintenance)

2.2.1. Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)

Secara alamiah tidak ada barang yang dibuat oleh manusia yang tidak dapat rusak, tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan berkala dengan suatu aktivitas yang dikenal sebagai pemeliharaan.

Pemeliharaan/maintenance, menurut The American Management Association, Inc. (1971), adalah kegiatan rutin, dan pekerjaan berulang yang dilakukan untuk menjaga kondisi fasilitas produksi agar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsi dan kapasitas sebenarnya. secara efesien ini berbeda dengan perbaikan.

Pemeliharaan atau mantaince juga didefinisikan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.5

Pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang, atau memperbaikinya sampai mencapai suatu kondisi yang bisa diterima. Tetapi, istilah ‘pemeliharaan’ pada kenyataanya menunjuk kepada fungsi pemeliharaan secara keseluruhan yang bisa dibayangkan ,dan sebagai hasilnya, kata tersebut dengan mudah digunakan dalam industri

5Corder, Antony dan Kusnul Hadi. 1992.

TeknikManajemenPemeliharaan,Erlangga.: Jakarta,.

(13)

untuk menunjuk setiap pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja bagian pemeliharaan. Pemeliharaan juga merupakan suatu fungsi dalam suatu perusahaan pabrik yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi. Hal ini karena apabila seseorang mempunyai peralatan atau fasilitas, maka biasanya dia akan selalu berusaha untuk tetap mempergunakan peralatan atau fasilitas tersebut.

Demikian pula halnya dengan perusahaan pabrik, dimana pimpinan perusahaan pabrik tersebut akan selalu berusaha agar fasilitas maupun peralatan produksinya dapat dipergunakan sehingga kegiatan produksinya berjalan lancar. (corder,1992).

Dalam usaha untuk dapat terus menggunakan fasilitas tersebut agar kualitas produksi dapat terjamin, maka dibutuhkan kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang meliputi kegiatan pemeriksaan, pelumasan (lubrication), dan perbaikan atau reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada, serta penyesuaian atau penggantian spare part atau komponen yang terdapat pada fasilitas tersebut.

Seluruh kegiatan ini sebenarnya tugas bagian pemeliharaan. Peranan bagian ini tidak hanya untuk menjaga agar pabrik dapat tetap bekerja dan produk dapat diproduksi dan diserahkan kepada pelanggan tepat pada waktunya, akan tetapi untuk menjaga agar pabrik dapat bekerja secara efisien dengan menekan atau mengurangi kemacetan produksi sekecil mungkin. Jadi, bagian perawatan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam kegiatan produksi suatu perusahaan pabrik yang menyangkut kelancaran atau kemacetan produksi, kelambatan, dan volume produksi serta efisiensi berproduksi.

Dalam masalah pemeliharaan ini perlu diperhatikan bahwa sering terlihat dalam suatu perusahaan bahwa kurang diperhatikannya bidang pemeliharan atau maintenance ini, sehingga terjadilah kegiatan pemeliharaan yang tidak teratur.

Peranan yang penting dari kegiatan baru diperhatikan setelah mesin-mesin tersebut rusak dan tidak dapat berjalan sama sekali. Hendaknya kegiatan harus dapat menjamin bahwa selama proses produksi berlangsung, tidak akan terjadi kemacetan - kemacetan yang disebabkan oleh mesin maupun fasilitas produksi.

(14)

Gambar 2.15Ilustrasi peralatan pemeliharaan

Maintenance dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas maupun peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian maupun penggantian yang diperlukan agar diperoleh suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai apa yang telah direncanakan. Jadi, dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka fasilitas maupun peralatan pabrik dapat digunakan untuk produksi sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama fasilitas atau peralatan tersebut dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai sehingga dapatlah diharapkan proses produksi berjalan lancar dan terjamin karena kemungkinan-kemungkinan kemacetan yang disebabkan tidak berjalannya fasilitas atau perlatan produksi telah dihilangkan atau dikurangi.

2.2.2. Tujuan Pemeliharaaan (Maintenance)

Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan, berbiaya rendah.Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.

Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain:

1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan dengan rencana produksi.

(15)

2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang di butuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.

3. Untuk membantu mengurangi pemakain dan penyimpangan yang di luar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai investasi tersebut.

4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien keseluruhannya.

5. Untuk menjamin keselamatan orang yang mengunakan keselamatan tersebut

6. Memaksimumkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi (mengurangi downtime)

7. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan.

Gambar 2. 16 Ilustrasi tujuan perawatan

(16)

Planned maintenance adalah yang terorganisir dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu program maintenance yangakan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan pemeliharaansecara aktif bagian maintenance melalui informasi dari catatan riwayat mesin/peralatan.

Gambar 2.17 Contoh form perawatan terencana

Konsep planned maintenance di tunjukan untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi manajer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance.

Komunikasidapat di perbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untukmengambil keputusan.Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenanceantara lain laporan permintaan pemeliharaan,laporan pemeriksaan, laporanperbaikan, dan lain-lain.6

2. Pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance)

Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yangdi lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak terdugadan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksimengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi.Dengan demikian semua fasilitas produksi yang di berikan

6Kelly, Anthny.2006. Strategic Maintenance Planning. Elsevier Ltd. :Burlinton.

(17)

preventivemaintenance akan terjamin kelancaranya dan selalu diusahakan dalam kondisiatau kedaan yang siap di pergunakan untuk setiap operasi atau proses produksipada setiap saat.Sehingga dapatlah di mungkinkan pembuatan suatau rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksiyang lebih tepat.

Sebuah fasilitas atau peralatan produksi termasuk dalam “critical unit“apabila kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja, mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, menyebabkan kemacetan pada seluruh produksi, dan modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut cukup besar atau harganya mahal.Dalam prakteknya, preventive maintenance yang dilakukan oleh suatu pabrik dapat dibedakan menjadi routine maintenance dan periodic maintenance.Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan berdasarkan lamanya jam kerja mesin sebagai jadwal kegiatan, misalnya seratus jam sekali, dan seterusnya. Kegiatan periodic maintenance ini jauh lebih berat dari routine maintenance.7

Gambar 2.18 ilustrasi kegagalan komponen pada Preventive maintenance

(18)

Corrective maintenance adalah suatu kegiatan maintenance yangdilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatansehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.pemeliharaan korektif (corrective maintenance) adalah peralatan yang dilaksanakan karena adanya hasil produk yang tidak sesuai dengan rencana. Kegiatan ini dimaksudkan agar fasilitas/ peralatan tersebut dapat digunakan kembali dalam operasi, sehingga proses produksi dapat berjalan lancer kembali.8

Gambar 2.19 Ilustrasi corrective maintenance 4. Pemeliharaan yang telah diprediksi (predictive maintenance)

Predictive maintenance adalah tindakan - tindakan maintenance yangdilakukan pada tanggal yang di tetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa danevaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itudapat berupa data getaran,temperature, kebisingan,flow rate, sampel oli, residual stess dan lain lainnya.Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data darioperator di lapangan yang di ajukan melalui work order ke department maintenance untuk di lakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikanperusahaan.

8 Prawirisentono, S. 2000. Manjemen Operasi ; Analis Studi Kasus. Edisi Kedua.

Bumi Aksara. Jakarta.

(19)

Gambar 2.20 Ilustrasi instrument Predictive Maintenance 5. Pemeliharaan tak terencana (Unplanned maintenance)

Pemeliharaan tak terencana (Unplanned maintenance)biasanya berupa pemeliharaan darurat (breakdown/emergency maintenance).Pemeliharaan darurat adalah tindakan maintenance yang dilakukan pada mesin/peralatan yang masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi.Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur dari mesin/peralatan, dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan.

(20)

6. Pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance)

Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatukegiatan untuk dapat meningkatakan produktivitas dan efesiensi mesin/peralatan melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk memelihara mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri.9

Gambar 2.22Autonomous maintenance

Prinsip-prinsip yang terdapat pada 5S, merupakan prinsip yang mendasari kegiatan Pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance), yaitu:

1) Seiri: Pembersihan(clearing up)

Memisahkan benda yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan.Membuang benda-benda yang tidak diperlukan.Hal ini merupakan kegiatan klasifikasi barang yang terdapat ditempat kerja. Biasanya tempatkerja dimuati dengan mesin yang tidak terpakai, cetakan, dan peralatan,benda cacat, barang gagal, barang, barang dalam proses material,persedian dan lain-lain.

2) Seiton: Pengelompokan yang rapi(organizing)

Menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk mempermudah penggunaanya. Kata seiton berasal dari bahas jepang yang artinya menyusun berbagai benda dengan cara yang menarik. Maksudnya dalam5-S ini berarti

9Patton, J.D. 1983. Preventive Maintenance. Instrument Society America.

Publisher Creative Services Inc. New York.

(21)

mengatur barang-barang sehingga setiap orang dapat menemukannya dengan mudah dan cepat. Untuk mencapai langkah ini,pelat penunjuk digunakan untuk menetapkan nama tiap barang dan tempat penyimpanan. Dengan kata lain menata semua barang yang ada setelah ringkas, dengan pola teratur dan tertib.

3) Seiso : Membersihkan peralatan dan tempat kerja(cleaning)

Menjaga kondisi mesin yang siap pakai dan keadaan bersih.Selalu membersihkan, menjaga kerapian dan kebersihan. Ini adalah proses pembersihan dasar dimana disuatu daerah dalam keadaan bersih.Meskipun pembersihan besar- besaran dilakukan oleh pihak perusahaan beberapa kali dalam setahun.Aktivitas itu cendrung mengurangi kerusakan mesin yang diakibatkan oleh tumpahan minyak, abu dan sampah.Untuk itu bersihkan semua mesin, peralatan dan tempat kerja,mengilangkan noda, dan limbah serta menanggulangi sumber limbah.

4) Seikatsu: Penstandarisasian(standarizing)

Memperluas konsep kebersihan pada diri sendiri terus-menerus memperaktekkan tiga langkah sebelumnya.Membuat standarisasi pemeliharaan di tempat kerja seperti membuat standar pelumasan, standar pengecekan ataupun inspeksi mesin, membuat standar pencapaian, danlain sebagainya.

5) Shitsuke: Meningkatkan skil dan moral(training and discipline)

Shitsuke merupakan sifat 5-S yang menitik beratkan pelatihan dan pendisiplinan dengan pendidikan yang dilakukan sebelum memulai duniakerja, pelatihan, pengarahan serta diklat yang umumnya diberlakukan sesuai dengan standar organisasi ataupun perusahaan.

5S tidak sulit untuk dipahami, tetapi 5S sangat sulit untuk dilaksanakan dengan benar. 5S memerlukan kegigihan, kebuletan tekad, dan memerlukan usaha yang terus-menerus. 5S mungkin tidak akan memberikan hasil yang dramatis.

Namun 5S membuat pekerjaan lebih mudah. 5S akan mengurangi pemborosan waktu jam kerja kita. 5S akan membuat kita bangga atas pekerjaan kita. 5S akan meningkatkan produktifitas kerja dan mutu yang lebih baik,sedikit demi sedikit,

(22)

Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan membangun keahlian yang di butuhkan operator agar mereka mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan.

Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomous maintenance adalah:

1. Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect) 2. Membuat standar pembersihan dan pelumasan

3. Menghilangakan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (eliminate problem and anaccesible area)

4. Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous maintenance) 5. Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspection) 6. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance) 7. Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidies)

Tugas dan Pelaksanaan kegiatan maintenance

Semua tugas-tugas atau kegiatan daripada maintenance dapat digolongkan ke dalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut:

1. Inspeksi(Inspections)

Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan secara berkala (routine scedule check) terhadap mesin/peralatan sesuai dengan rencana yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai fasilitasmesin/peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.

2. Kegiatan Teknik (Engineering)

Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli,dan kegiatan pengembangan komponen komponen atau peralatan yang perludi ganti, serta melakukan penelitian penelitian terhadap kemungkinan pengembangan komponen atau peralatan, juga berusaha mencegah terjadinya kerusakan.

3. Kegiatan Produksi

(23)

Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya yaitu dengan memperbaiki seluruh mesin/peralatan produksi, hal yang direkamsaat operasi hingga dapat dilakukannya perawatan.

4. Kegiatan Administrasi

Kegiatan adminitrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan sceduling, yaitu rencana kapan kegiatan suatu mesin/peralatan tersebut harus di periksa, diservice dan di perbaiki.

5. Pemeliharaan bangunan

Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang dilakukan tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian maintenance.

2.3.Total Productive Maintenance (TPM) 2.3.1. Pendahuluan

Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa yang disebut pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance)yang kemudian berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri manufaktur di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan pada satu departemen yang disebut dengan maintenance department.

Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan proses produksi merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan dari pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan profitable PM.

Sistem TPM merupakan sistem Jepang yang unik dari suatu kepakaran manajerial, telah diciptakan pada tahun 1971, berdasarkan konsep pemeliharaan pencegahan atau pemeliharaan mandiri(productive maintenance) yang telah diperkenalkan dari Amerika Serikat pada tahun 1950-an sampai tahun 1960-an (Corder, 1973).

(24)

semua bagian dunia, serta hal ini telah terbukti dengan adanyapeningkatan yang tajam dalam jumlah perusahaan yang telah menerima penghargaan PM berdasarkanatas TPM, dengan pergeseran dari TPM sektor produksi menjadi TPM seluruh perusahaan, danbertambahnya jumlah negara yang mempraktekkan TPM.11

Gambar 2.23 Seiichi Nakajima, The father of TPM 2.3.2. Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)

Total Productive Maintenance (TPM) merupakan konsep inovatif Jepang yang berawal dari penerapan Preventive Maintanance pada tahun 1951.Konsep Preventive Maintenance ini sendiri merupakan konsep yang diadopsi dari Amerika Serikat.Nippondenso yang merupakan pemasok Toyota adalah perusahaan pertama yang memperkenalkan konsep TPM pada tahun 1960 dengan slogan “Productivity Maintenance with total Employee Participation”.Seiichi Nakajima yang saat itu menjabat sebagai Vice Chairman JIOPM (Japan Institute of Plant Maintenance) kemudian dikenal sebagai bapak TPM.

TPM terdiri dari kegiatan kelompok kecil, dimana semua anggota ikut berperan serta. Implementasi dari kegiatan kelompok kecil adalah suatu fase

11Shirose, Kunio.1995.Total productivity Maintanance Team Guide, Productivity Press, Inc.: Portland, Oregon.

(25)

terpadu dari gaya manajemen modernJepang. Kegiatan kelompok kecil Jepang dapat secara luas dibagi kedalam gaya yang dipimpin olehorganisasi formal dan gaya sukarela. Kegiatan kelompok kecil dalam TPM akan termasuk dalamgaya yang pertama, sementara contoh yang khas dari yang terakhir adalah kegiatan daur KendaliMutu (QC). Jenis sukarela ini akan menggarisbawahi kegiatan yang dilakukan oleh mereka yangingin melaksanakan hal semacam ini ; umpamanya, kegiatan daur kendali mutu yangdiimplementasikan oleh mereka yang ingin melaksanakan hal ini secara bebas sesuai dengan waktu mereka sendiri.12

TPM adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan organisasi produksi secara menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk, mengurangi waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh definisi dari total productive maintenance menurut Nakajima mencakup lima elemen berikut:13

1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.

2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overall effectiveness)

3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian produksi, bagian maintenance)

4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai pabrik.

5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui manajemen motivasi :autonomous small group activities.

Dalam TPM ada terdapat pilar – pilar yang mendukung kegiatan ini. Dapat kita lihat pada gambar berikut,

12

(26)

Gambar 2.24 Tujuan TPM

Untuk menerapkan konsep TPM (Total Productive Maintenance) dalam sebuah perusahaan manufakturing, diperlukan pondasi yang kuat dan pilar yang kokoh. Pondasi TPM adalah 5S, sedangkan pilar utama TPM terdiri dari 8 pilar atau biasanya disebut dengan 8 Pilar TPM (Eight Pillar of Total Productive Maintenance).8 pilar TPM sebagian besar difokuskan pada pada teknik proaktif dan preventif untuk meningkatkan kehandalan Mesin dan peralatan produksi.

1. Perawatan Mandiri (Autonomous Maintenance /Jishu Hozen)

Autonomous Maintenance atau Jishu Hozen memberikan tanggung jawab perawatan rutin kepada operator seperti pembersihan mesin, pemberian lubrikasi/minyak dan inspeksi mesin. Dengan demikian, operator atau pekerja yang bersangkutan memiliki rasa kepemilikan yang tinggi, meningkatan pengetahuan pekerja terhadap peralatan yang digunakannya.

Dengan Pilar Autonomous Maintenance, Mesin atau peralatan produksi dapat dipastikan bersih dan terlubrikasi dengan baik serta dapat mengidentifikasikan potensi kerusakan sebelum terjadinya kerusakan yang lebih parah.

2. Perbaikan yang terfokus (Focused Improvement / Kobetsu Kaizen) Membentuk kelompok kerja untuk secara proaktif mengidentifikasikan mesin/peralatan kerja yang bermasalah dan memberikan solusi atau usulan-usulan perbaikan. Kelompok kerja dalam melakukan Focused Improvement juga bisa

(27)

mendapatkan karyawan-karyawan yang bertalenta dalam mendukung kinerja perusahaan untuk mencapai targetnya.

3. Perawatan Terencana (Planned Maintenance)

Pilar Planned Maintenance menjadwalkan tugas perawatan berdasarkan tingkat rasio kerusakan yang pernah terjadi dan/atau tingkat kerusakan yang diprediksikan. Dengan Planned Maintenance, kita dapat mengurangi kerusakan yang terjadi secara mendadak serta dapat lebih baik mengendalikan tingkat kerusakan komponen.

4. Perawatan Kualitas (Quality Maintenance)

Pilar Quality Maintenance membahas tentang masalah kualitas dengan memastikan peralatan atau mesin produksi dapat mendeteksi dan mencegah kesalahan selama produksi berlangsung.Dengan kemampuan mendeteksi kesalahan ini, proses produksi menjadi cukup handal dalam menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi pada pertama kalinya. Dengan demikian, tingkat kegagalan produk akan terkendali dan biaya produksi pun menjadi semakin rendah.

5. Pelatihan dan Pendidikan (Training dan Education)

Pilar Training dan Education ini diperlukan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan saat menerapkan TPM (Total Productive Maintenance). Kurangnya pengetahuan terhadap alat atau mesin yang dipakainya dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan tersebut dan menyebabkan rendahnya produktivitas kerja yang akhirnya merugikan perusahaan.

Dengan pelatihan yang cukup, kemampuan operator dapat ditingkatkan sehingga dapat melakukan kegiatan perawatan dasar sedangkan Teknisi dapat dilatih dalam hal meningkatkan kemampuannya untuk melakukan perawatan pencegahan dan kemampuan dalam menganalisis kerusakan mesin atau peralatan kerja.Pelatihan pada level Manajerial juga dapat meningkatkan.kemampuan Manajer dalam membimbing dan mendidik tenaga kerjanya (mentoring dan

(28)

6. Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan (Safety, Health and Environment)

Para Pekerja harus dapat bekerja dan mampu menjalankan fungsinya dalam lingkungan yang aman dan sehat.Dalam Pilar ini, Perusahaan diwajibkan untuk menyediakan Lingkungan yang aman dan sehat serta bebas dari kondisi berbahaya.

7. TPM dalam Administrasi(TPM in Administration)

Pilar selanjutnya dalam TPM adalah menyebarkan konsep TPM ke dalam fungsi Administrasi. Tujuan pilar TPM in Administrasi ini adalah agar semua pihak dalam organisasi (perusahaan) memiliki konsep dan persepsi yang sama termasuk staff administrasi (pembelian, perencanaan dan keuangan).

8. Manajemen Awal pada Peralatan kerja(Early Equipment Management) Early Equipment Management merupakan pilar TPM yang menggunakan kumpulan pengalaman dari kegiatan perbaikan dan perawatan sebelumnya untuk memastikan mesin baru dapat mencapai kinerja yang optimal. Tujuan dari pilar ini adalah agar mesin atau peralatan produksi baru dapat mencapai kinerja yang optimal pada waktu yang sesingkat-singkatnya’

Subjek utama yang menjadi ide dasar dari kegiatan TPM adalah manusia dan mesin.Dalam hal ini diusahakan untuk dapat merubah pola pikir manusia terhadap konsep pemeliharaan yang selama ini biasa dipakai. Pola pikir “saya menggunakan peralatan dan orang lain yang memperbaiki” harus diubah menjadi

“saya merawat peralatan saya sendiri.” Untuk itu para karyawan dituntut untuk dapat belajar menggunakan dan merawat mesin/peralatan dengan baik dan dengan demikian perlu dipersiapkan suatu sistem pelatihan (training) yang baik.

2.3.3. Manfaat dari Total Productive Maintenance (TPM)

Manfaat dari penerapan TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan pada khususnya menyangkut faktor-faktor berikut :

1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.

(29)

2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan waktu mesin tidak bekerja (downtime) mesin dengan metode yang terfokus.

3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

4. Biaya produksi rendah karena rugi-rugi dan pekerjaan yang tidak memberi nilai tambah dapat dikurangi.

5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

6. Meningkatkan motivasi tenaga kerja, karena hak dan tanggung jawab didelegasikan pada tiap orang.

2.3.4. Overall Equipment Effectiveness(OEE)

Maintenanceberasal dari kata ”to maintain”yang memiliki arti ”merawat”.

Dan memiliki padanan kata yaitu ”to repair”yang berarti memperbaiki. Sehingga maintenance (perawatan) adalah sebuah perlakuan merawat atau memperbaiki suatu komponen agar dapat kembali digunakan dan berumur panjang.

OEE merupakan ukuran menyeluruh yang mengidentifikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara teori. Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk meningkatkan produktivitas ataupun efisiensi mesin/peralatan dan juga dapat menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE jugamerupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan produktivitas penggunaan mesin/peralatan.14

1. Avability ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan.

Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan.

Pengukuran OEE inii didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu:

(30)

2. Performance ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang.

3. Quality ratio atau quality product merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar.

Gambar 2.25 Ilustrasi instrument OEE

Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan ukuran menyeluruh yang mengindikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerjanya secara teori. Pengukuran efektivitasperalatan secara keseluruhan sebagai dasaruntuk melaksanakan kegiatan/ implementasiTotal Productive Maintenance (TPM). Dari hasil komparasi secara teoritisbeberapa metode diatas dan hasil studipendahuluan di lapangan, metode yangdigunakan peneliti untuk pengukuranequipment losses di sebuah pabrik adalah Overall Equipment Effectiveness(OEE) sebagai objek pengukuran efektivitasperalatan secara keseluruhan sebagai dasaruntuk melaksanakan kegiatan/implementasiTotal Productive Maintenance (TPM).15

15Ljungberg, Orjan. Measurement of overall Equipment Efectiveness, As a Basic for TPM Activities. 1998.

(31)

Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk ditingkatkan produktivitas ataupun efisiensi mesin/peralatan dan juga dapat menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi.

Formula matematis dari overall equipment effectiveness (OEE) dirumuskan sebagai berikut :

OEE = Availability x Performance efficiency x Rate of quality product x 100%

Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan jika hanya didasarkan pada perhitungan satu faktor saja, misalnya performance efficiency saja. Enam faktor pada six big losses baru minor stoppages saja yang dihitung pada performance efficiency mesin/peralatan.Rugi-rugi lainnya belum dihitung.Keenam faktor dalam six big losses harus diikutkan dalam perhitungan OEE, kemudian kondisi aktual dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat.

1. Ketersediaan (Availability) Availability

Merupakan rasio operation time terhadap waktu loading timenya. Sehingga untuk dapat menghitung availability mesin dibutuhkan nilai-nilai dari :

1. Waktu Operasi (Operation time) 2. Waktu Persiapan (Loading time) 3. Waktu tidak bekerja (Downtime)

Loading time = Total availability time – Planned downtime Operating time = Loading time –Downtime

Downtime = Breakdown + Set up and adjusment

Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut : 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂

𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100 %

𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 − 𝐷𝐷𝑂𝑂𝐷𝐷𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂

𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100 %

(32)

Loading time adalah waktu yang tersedia (availability time) perhari atau perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned downtime).

Planned downtime adalah jumlah waktu downtime yang telah direncanakan dalam rencana produksi termasuk didalamnya waktu downtime mesin untuk pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen lainnya.

Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (non-operation time), dengan kata lain operation time adalah waktu operasi yang tersedia (available time) setelah waktu-waktu downtime mesin dikeluarkan dari total available time yang direncanakan.

Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment failures) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan. Downtime mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan, penggantian cetakan (dies), pelaksanaan prosedur set-up dan adjusment dan lain sebagainya.

2. Performance Effieciency

Merupakan hasil perkalian dari operating speed rate dan net operating speed, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi (operation time).

Operating speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin sebenarnya (theoretichal/ideal cycle time) dengan kecepatan aktual mesin (actual cycle time). Persamaan matematikanya dapat ditunjukkan sebagai berikut :

𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 𝑆𝑆𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐿𝐿 𝑅𝑅𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂 = 𝐼𝐼𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑐𝑐𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂

𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑐𝑐𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100 %

𝑁𝑁𝑂𝑂𝐴𝐴 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 𝑅𝑅𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂 = 𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑐𝑐𝑂𝑂𝑝𝑝𝑝𝑝𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂

𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100 %

Net operating time merupakan perbandingan antara jumlah produk yang diproses (processed amount) dikalikan dengan actual cycle time dengan operation

(33)

time. Net operating time berguna untuk menghitung rugi-rugi yang diakibatkan oleh minor stoppages dan menurunnya kecepatan produksi (reduced speed). Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung Performance efficiency :

1. Ideal cycle time (waktu siklus ideal/waktu standar) 2. Processed amount (jumlah produk yang diproses) 3. Operation time (waktu operasi mesin)

Performancy effieciency dapat dihitung sebagai berikut :

Performance effieciency = Net operating x operating speed rate

=𝑃𝑃𝑂𝑂𝑂𝑂𝑐𝑐𝑂𝑂𝑝𝑝𝑝𝑝𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂𝐴𝐴𝑂𝑂𝐴𝐴 𝑥𝑥 𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑐𝑐𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂

𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 𝐼𝐼𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑐𝑐𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑐𝑐𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑃𝑃𝑂𝑂𝑂𝑂𝑃𝑃𝑂𝑂𝑂𝑂𝑡𝑡𝐴𝐴𝑂𝑂𝑐𝑐𝑂𝑂 𝑂𝑂𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂𝑐𝑐𝐴𝐴 = 𝑃𝑃𝑂𝑂𝑂𝑂𝑐𝑐𝑂𝑂𝑝𝑝𝑝𝑝𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂𝐴𝐴𝑂𝑂𝐴𝐴 𝑥𝑥 𝐴𝐴𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑐𝑐𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂

𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100 % 3. Rasio Kualitas Produk (Rate of Quality Products)

Adalah rasio jumlah produk yang baik terhadap jumlah total produk yang diproses. Jadi Rate of quality products adalah hasil perhitungan dengan menggunakan dua faktor berikut :

1. Processed amount (jumlah produk yang diproses) 2. Defect amount (jumlah produk yang cacat)

Rate of quality products dapat dihitung sebagai berikut :

𝑅𝑅𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂𝑃𝑃𝑅𝑅𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑃𝑃𝑂𝑂𝑂𝑂𝐿𝐿𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴 = 𝑃𝑃𝑂𝑂𝑂𝑂𝑐𝑐𝑂𝑂𝑝𝑝𝑝𝑝𝑂𝑂𝐿𝐿𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂𝐴𝐴𝑂𝑂𝐴𝐴 − 𝐷𝐷𝑂𝑂𝑃𝑃𝑂𝑂𝑐𝑐𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂𝐴𝐴𝑂𝑂𝐴𝐴

𝑃𝑃𝑂𝑂𝑂𝑂𝑐𝑐𝑂𝑂𝑝𝑝𝑝𝑝𝑂𝑂𝐿𝐿𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂𝐴𝐴𝑂𝑂𝐴𝐴 𝑥𝑥 100 % TPM mereduksi rugi-rugi mesin/peralatan dengan cara meningkatkan availability, performance efficiency dan rate of quality products. Sejalan dengan meningkatnya ketiga faktor yang terdapat dalam OEE maka kapabilitas perusahaan juga meningkat.

Dengan memasukkan keenam faktor yang terdapat dalam six big losses dalam perhitungan OEE pada pertama kali umumnya perusahaan hanya

(34)

Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) telah menetapkan standar benchmark yang telah dipraktekan secara luas di seluruh dunia. Berikut OEE Benchmarktersebut :

Jika OEE = 100%, produksi dianggap sempurna: hanya memproduksi produk tanpa cacat, bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak ada downtime.

Jika OEE = 85%, produksi dianggap kelas dunia. Bagi banyak perusahaan, skor ini merupakan skor yang cocok untuk dijadikan goal jangka panjang.

Jika OEE = 60%, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan ada ruang yang besar untuk improvement.

Jika OEE = 40%, produksi dianggap memiliki skor yang rendah, tapi dalam kebanyakan kasus dapat dengan mudah di-improve melalui pengukuran langsung (misalnya dengan menelusuri alasan-alasan downtime dan menangani sumber-sumber penyebab downtime secara satu per satu).

Untuk standar benchmark world class yang dianjurkan JIPM, yaitu OEE = 85%,%, Tabel 2.1. menunjukkan skor yang perlu dicapai untuk masing-masing faktor OEE.

Tabel 2.1 World Class OEE

Sumber :www.oee.com/world-class-oee.html OEE Factor World Class

Availability 90.0%

Performance 95.0%

Quality 99.0%

Overall OEE 85.0%

(35)

Standar benchmark world class OEE tersebut relatif karena pada beberapa buku dan perusahaan menunjukkan standar skor yang berbeda, standar word class ini selalu didorong lebih tinggi sejalan meningkatnya persaingan dan harapan. Misal jika di pabrik sepatu mungkin quality rate>90% dapat diterima, tapi jika di pabrik ban pesawat terbang quality rate 99.9% atau setara ~3σ mungkin merupakan minimal word class, dan tentu saja bagi perusahaan yang mempunyai program kualitas six sigma tidak akan puas dengan quality rate 99.9%.16

Dalam era persaingan bebas saat ini pengukuran sistem produksi yang hanya mengacu pada kuantitas output semata akan dapat menyesatkan, karena pengukuran ini tidak memperhatikan karakteristik utama dari proses yaitu:

kapasitas mesin, efisiensi dan efektivitas. Mengunakan mesin/peralatan seefesien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna dan berdaya guna untuk dapat meningkatkan produktivitas.

2.3.5. Enam Kerugian Utama (Six Big Losses)

17

1. Kerugian Waktu (Downtime)

Tujuan dari perhitungan six big losses ini adalah mengetahui nilai keseluruhan Overall Equipment Effectiveness (OEE).Dari nilai OEE ini dapat diambil langkah-langkah untuk memperbaiki atau mempertahankan nilai tersebut.

Keenam kerugian tersebut dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Kerusakan peralatan (Equipment Failure) b. Persiapan peralatan (Set-up and Adjustment) 2. Kehilangan Kecepatan (Speed Losses)

a. Gangguan kecil dan waktu nganggur (Idling and Minor Stoppages) b. Kecepatan rendah (Reduced Speed Losses)

16Shirose, Kunio. 2007. Total Productive Maintemance New Implementation Program in Fabrication & Assembly Industries. Japan Institute of Plant

(36)

3. Produk Cacat (Defect)

a. Cacat produk dalam proses (Process Defect Losses) b. Hasil rendah (Reduced Yield Losses)

Gambar 2.26 Enam kerugian utama (six big losses)

Perhitungan Six Big loses atau enam besar faktor kerusakan yang diantaranya :Downtime Losess (Equipment failure dan setup and adjustment), speed losess (idling and minor stoppages loss dan reduce speed), defect losses (rework loss dan yield/scraf loss) yang akan dijelaskan di bawah ini :

1. Downtime Losess

Downtime losess adalah kerugian waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin (equipment failures) mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi sebagaimana semestinya. Dalam perhitungan Overal equipment effectiveness (OEE), Equipment Failures dan waktu Setup dan Adjustment dikategorikan sebagai kerugian waktu downtime (downtime losses).

a. Equipment Failure/Breakdowns (EF)

(37)

Equipment failure ataupun breakdown adalah kegagalan mesin melakukan proses produksi ataupun kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba serta yang tidak diharapkan terjadi sehingga menyebabkan kerugian yang terlihat jelas, yaitu tidak menghasilkan output.

Untuk mencari besarnya persentase efektivitas mesin yang hilang akibat dari factor breakdown loss dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

𝐸𝐸𝐸𝐸 = 𝑇𝑇𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝑏𝑏𝐿𝐿𝑂𝑂𝐷𝐷𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂

𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100 %

b. Setup and Adjustment Losses

Kerusakan pada mesin maupun pemeliharaan mesin secara keseluruhan akan mengakibatkan mesin tersebut harus dihentikan terlebih dahulu. Sebelum mesin mengakibatkan kembali akan dilakukan penyesuaian terhadap fungsi mesin tersebut yang dinamakan dengan waktu setup dan adjustment mesin.

Rumus untuk menghitung besarnya persentase setup and adjustment losses adalah sebagai berikut:

𝑆𝑆𝑂𝑂𝐴𝐴 𝐴𝐴𝑂𝑂/𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝐴𝐴𝑝𝑝𝑡𝑡𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴 𝐴𝐴𝑂𝑂𝑝𝑝𝑝𝑝𝑂𝑂𝑝𝑝 = 𝑇𝑇𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑝𝑝𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂/𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝐴𝐴𝑝𝑝𝑡𝑡𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂

𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100 %

2. Speed Losses

Speed losses terjadi pada saat mesin tidak beroperasi seperti dengan kecepatan produksi maksimum sesuai dengan kecepatan mesin yang dirancang.

Factor yang mempengaruhi speed losses ini adalah idling and minor stoppages dan reduced speed.

a. Idling and Minor Stoppages losses

Idling dan minor stoppages terjadi jika mesin berhenti secara berulang – ulang atau mesin beroperasi tanpa menghasilkan produk. Jika idling dan minor stoppages sering terjadi maka dapat mengurangi efetivitas mesin.

(38)

𝐼𝐼𝐿𝐿𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 & 𝑀𝑀𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂 𝑆𝑆𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿𝑂𝑂𝑝𝑝 = 𝑁𝑁𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐿𝐿𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂

𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100 %

b. Reduced Speed Losses

Reduced speed adalah selisih antara waktu kecepatan produksi actual dengan kecepatan produksi mesin yang ideal. Untuk mengetahui besarnya persentase faktor reduced speed yang hilang, maka digunakan rumus berikut:

𝑅𝑅𝑂𝑂𝐿𝐿𝐴𝐴𝑐𝑐𝑂𝑂𝐿𝐿 𝑆𝑆𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐿𝐿 = 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 𝑇𝑇𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 − (𝐼𝐼𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑐𝑐𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂 𝑥𝑥 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑐𝑐𝑂𝑂𝑝𝑝𝑝𝑝 𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂𝐴𝐴𝑂𝑂𝐴𝐴)

𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100 %

3. Defect loss

Defect loss adalah keadaan mesin pada saat tidak menghasilkan produkyang sesuai dengan spesifikasi dan standar kualitas produk yang telah ditetapkan dan scrap yaitu kerugian yang timbul selama proses produksi belum mencapai keadaan produksi yang stabil pada saat proses produksi mulai dilakukan sampai terjadinya keadaan proses yang stabil. Faktor yang tergolongkan kedalam Defect Loss adalah Rework Loss dan Yield/ Scrap Loss.

a. Rework Loss (RL)

Rework loss adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasi standar kualitas yang telah ditentukan walaupun masih dapat diperbaiki ataupun dikerjakan ulang.

Untuk mengetahui persentase faktor rework loss yang mempengaruhi efektivitas penggunaan mesin. Digunakan rumus sebagai berikut :

𝑅𝑅𝑂𝑂𝐷𝐷𝑂𝑂𝑂𝑂𝑏𝑏 𝐿𝐿𝑂𝑂𝑝𝑝𝑝𝑝𝑂𝑂𝑝𝑝 = 𝐼𝐼𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐶𝐶𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂 𝑇𝑇𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑂𝑂𝐷𝐷𝑂𝑂𝑂𝑂𝑏𝑏

𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝑇𝑇𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100%

b. Yield/Scrap Loss

Yield/scrap loss merupakan kerugian yang timbul selama proses produksi belum mencapai keadaan produksi yang stabil pada saat proses produksi mulai dilakukan sampai sampai tercapainya keadaan proses yang stabil, sehingga produk pada awal proses sampai keadaan proses stabil dicapai tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang diharapkan. Untuk mengetahui persentase faktor yield/scrap loss

(39)

yang mempengaruhi efektivitas penggunaan mesin digunakan rumus sebagai berikut:

𝑌𝑌𝑆𝑆 = 𝐼𝐼𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑐𝑐𝐴𝐴𝑐𝑐𝐴𝐴𝑂𝑂 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 𝑅𝑅𝑂𝑂𝐴𝐴𝑂𝑂𝑐𝑐𝐴𝐴

𝐿𝐿𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿𝐴𝐴𝑂𝑂𝐿𝐿 𝑇𝑇𝐴𝐴𝑡𝑡𝑂𝑂 𝑥𝑥 100%

2.3.6. Diagram Sebab Akibat / Fishbone (ishikawa) Diagram

Dinamakan Ishikawa sesuai dengan nama penemunya yang berasal dari bahasa Jepang yang bernama “Kaaru Ishikawa” pada tahun 1943. Ishikawa juga dikenal dengan diagram sebab akibat atau Fishbone. Fungsi dasarnya adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya.18

1) Manusia (Man)

Pencarian faktor – faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 (lima) faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu:

2) Metode Kerja (Work Method)

3) Mesin atau Peralatan Kerja Lainnya (Machine / Equipment) 4) Bahan Baku (Raw Material)

5) Lingkungan Kerja (Work Enviromental)

Berikut adalah contoh penggambaran diagram sebab–akibat yang dapat dilihat

(40)

Gambar 2.27 Diagram sebab akibat (fishbone diagram)

Referensi

Dokumen terkait

1) Manajemen pemupukan tanaman sawit menghasilkan di PT. AMP Plantation Unit I telah dilakukan dengan efektif dan efisien dalam menerapkan lima prinsip pemupukan

Pelunak dalam hal ini minyak biji karet epoksi sangat mempengaruhi kekerasan kompon seal radiator Minyak biji karet epoksi mengandung gugus oxiren sebagai akibat

HTTP header yang menunjukkan informasi ini ditunjukkan pada Gambar 4.7 sedangkan konten yang ditunjukkan pada Gambar 4.8 juga telah disesuaikan dengan kondisi sisa daya

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

UPK (unit Pengelola Kegiatan), merupakan sebuah lembaga masyarakat di kecamatan, salah satu tugas UPK adalah memberikan pelayanan pinjaman kepada kelompok-kelompok

Objek  dan  Metode  serta  Hubungan  Kriminologi  dengan  Ilmu­ilmu  lain.  a.  Objek dan Methode dalam Kriminologi  b.  Hubungan Kriminologi dengan Ilmu Sosial 

Berbeda dengan pragmatik, CDA melibatkan konteks dalam lingkup latar, situasi, historis, kekuasaan, dan juga ideologi (van Dijk, 1997; Fairclough dan Wodak, 1997).. Konteks latar

Sebenarnya dalam kegiatan pembel- ajarannya, menurut Muhab (2010, p.iii), Se- kolah Islam Terpadu (SIT) telah mempu- nyai standar mutu SIT, yaitu: standar kon- sep