• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. Universitas Kristen Petra"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1. Real Estate

2.1.1. Pengertian Real Estate

Real estate merupakan salah satu bentuk dari aset. Perwujudan real estat ini tidak hanya berupa kepemilikan hunian mewah, karena pada essensinya, real estat adalah hak untuk memiliki sebidang tanah dan memanfaatkan apa saja yang ada didalamnya. Aktivitas pengembangan real estate adalah kegiatan perolehan tanah untuk kemudian dibangun perumahan dan atau bangunan komersial dan atau bangunan industri. Dimana bangunan tersebut dimaksudkan untuk dijual atau disewakan, sebagai satu kesatuan atau secara eceran. Aktivitas pengembangan real estate juga mencakup perolehan kapling tanah untuk dijual tanpa bangunan.

Dan Perusahaan yang melakukan aktivitas pengembangan real estate disebut sebagai Perusaha an pengembang atau lebih umum dikenal sebagai perusahaan real estate. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga jenis obyek yang diperjualbelikan oleh perusahaan real estate, yaitu:

• Bangunan rumah, ruko, dan bangunan sejenis lainnya beserta kapling tanahnya.

• Bangunan komersial seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen, kondominium, dan bangunan sejenisnya lainnya.

• Kapling tanah tanpa bangunan.

2.1.2. Karakter Usaha Real Estate

Perusahaan real estate biasanya melakukan usaha:

1. Pembebasan T anah

Perusahaan harus bekerjasama dengan Pemerintah untuk menentukan daerah khusus untuk perumahan. Setelah sesuai dan mendapat ijin dari Pemerintah Daerah maka Perusahaan akan melakukan pembebasan tanah. Perusahaan mendapatkan Surat Ijin Penggunaan/Pemanf aatan Tanah (SIPPT) dari Pemerintah daerah untuk memanfaatkan dan menggunakan Tanah di lokasi

(2)

2. Pematangan Tanah

Proses pematangan tanah ini bermula dari perataan tanah, pembentukan kavling, pembuatan jalan, dan saluran air se hingga menjadi siap bangun. Pada tahap ini perusahaan real estate sudah bisa melakukan penyerahan.

3. Pembangunan

Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan adalah luas tanah, standar biaya bangunan per meter, model bangunan.

2.2. Aspek Pajak Penghasilan menurut UU No. 36 Tahun 2008 2.2.1. Penghasilan

UU No. 36 tahun 2008 tentang PPh mengatur bahwa yang menjadi obyek PPh adalah penghasilan. Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Berikut adalah pengelompokan penghasilan berdasarkan mekanisme pengenaan PPh nya adalah sebagai berikut:

1. Penghasilan yang ketika diterima/diperoleh belum dikenakan PPh.

2. Penghasilan yang ketika diterima/diperoleh tidak dikenakan PPh (bukan obyek pajak).

3. Penghasilan yang ketika diterima/diperoleh dikenakan PPh, dan PPh tersebut bersifat F inal.

4. Penghasilan yang ketika diterima/diperoleh dikenakan PPh dan dapat dikreditkan.

Pengelompokan penghasilan yang pertama adalah penghasilan yang ketika diterima/diperoleh belum dikena kan PPh. Yang dimaksud belum dikenakan PPh disini adalah penghasilan yang pada saat di terima belum dikenakan PPh, PPh akan dikenakan pada saat penghitungan diakhir tahun. Contoh dari penghasilan yang belum kena PPh adalah sebagai berikut:

a. Laba usaha dari penjualan barang dagang/penyerahan jasa;

b. Keuntungan Penjualan atau karena pengalihan, selain tanah dan bangunan:

(3)

1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota ya ng diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hib ah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan

5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian ata u seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

c. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

d. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

e. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

f. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

g. Premi asuransi;

h. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

i. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

j. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

Penge lompokan penghasilan yang kedua adalah penghasilan yang ketika

(4)

bukan obyek PPh diatur dalam UU No 36 Tahun 2008, Pasal 4 Ayat 3. Berikut adalah penghasilan-penghasilan yang tidak dikenakan PPh yaitu:

a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. Warisan;

c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;

e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

(5)

badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif

j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari bada n pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4

(6)

(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

m. Bantuan atau santunan yang dibaya rkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

n. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

Penge lompokan penghasilan yang ketiga adalah penghasilan yang ketika diterima/diperoleh dikenakan PPh, dan PPh tersebut bersifat Final. Penghasilan yang dikenakan PPh final diatur dalam UU No 36 Tahun 2008, Pasal 4 Ayat 2.

Berikut adalah penghasilan-penghasilan yang dikenakan PPh Final:

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. Penghasilan berupa hadiah undian;

c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

e. Penghasilan tertentu lainnya,

Yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

f. Dividen yang diterima orang pribadi;

g. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

Pengelompokan penghasilan yang terakhir adalah penghasilan yang ketika diterima/diperoleh dikenakan PPh dan dapat dikreditkan. Berikut adalah penghasilan-penghasilan yang dikenakan PPh dan dapat dikreditkan:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

(7)

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. Bunga sebagai bentuk imbalan karena jaminan pengembalian utang, selain bunga obligasi;

c. Dividen yang diterima oleh WP badan dengan kepemilikan dibawah 25% , dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

d. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

f. Penjualan barang dagang pada Pemerintah.

2.2.2. Biaya

Biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : yang pertama adalah biaya yang boleh menjadi pengurang. Menurut UU no 36 Tahun 2008 mengenai besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

1. Biaya pembelian bahan;

2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;

3. Bunga, sewa, dan royalti;

4. Biaya perjalanan;

5. Biaya pengolahan limbah;

6. Premi asuransi

7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

8. Biaya administrasi; dan

9. Pajak kecuali pajak penghasilan;

(8)

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

e. Kerugian selisih kurs mata uang asing;

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

h. Piutang yang nyata -nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan

3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;

yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

(9)

k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan

m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya bertur ut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

Kemudian kelompok biaya yang kedua adalah biaya-biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang adalah sebagai berikut:

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

(10)

pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarka n Peraturan Pemerintah;

h. Pajak penghasilan;

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.

Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.

(11)

Kelompok biaya yang ketiga adalah kelompok biaya ter kait dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang bukan obyek pajak.

Menurut buku petunjuk pengisian SPT PPh orang pribadi pada bagian penyesuaian fiskal positif, biaya – biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam penghasilan komersial tidak dapat dijadikan pengurang.

2.2.3. Perlakuan PPh badan atas Real Estate

Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem Self Assessment wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang. Setiap WP pribadi atau badan yang bergerak di bidang Real Estate ataupun WP lainnya mempunyai kewajiban, diantaranya:

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP;

b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;

c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar;

d. Mengisi dengan benar SPT, dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan;

e. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan;

f. Jika diperiksa wajib memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang, menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak serta memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan;

g. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, WP terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

Salah satu WP yang dikenakan PPh adalah usaha real estate. Usaha real estate ada tiga kelompok, yaitu:

(12)

1. Kelompok yang pertama adalah usaha real estate yang dalam membangun real estatenya menggunakan jasa konstruksi perusahaan lain, dan tidak memiliki penghasilan lain diluar real estate.

2. Kelompok yang kedua adalah usaha real estate yang dalam membangun real estatenya tidak menggunakan jasa konstruksi perusahaan lain, dan tidak memiliki penghasilan lain diluar real estate.

3. Kelompok yang ketiga adalah usaha real estate baik yang menggunakan jasa konstruksi perusahaan lain atau tidak, tetapi memiliki penghasilan lain diluar real estate.

Kelompok yang pertama adalah usaha real es tate yang membangun real estate nya menggunakan jasa konstruksi perusahaan lain, dan tidak memiliki penghasilan lain diluar real estate. Usaha real estate yang seperti ini akan dikenakan PPh Final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atas penjualan tanah dan bangunannya dengan tarif sebesar 5%, dan juga memotong PPh final atas jasa konstruksi. Usaha real estate kelompok pertama ini masuk dalam kelompok penghasilan yang ketiga, dan masuk dalam kelompok biaya yang ketiga. PPh terutang pada kelompok pertama ini nihil karena semua penghasilannya sudah dikenakan PPh final. Besarnya PPh final yang dipotong atas jasa konstruksi menurut PP 51 tahun 2008 adalah sebagai berikut:

a. 2% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;

b. 4% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;

c. 3% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b;

d. 4% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

e. 6% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

(13)

Dalam PMK nomor 187/PMK.03/2008 diatur tentang tata cara penyetoran, dan pelaporan PPh atas pengahasilan dari usaha jasa konstruksi. Di dalam pasal 5 dikatakan:

1. PPh yang dipotong oleh pengguna jasa disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Mentri Keuangan, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak.

2. PPh disetor sendiri oleh penyedia jasa ke kas negara melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Mentri Keuangan, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah penerimaan pembayaran dalan hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak.

3. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran apabila bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu dan hari libur nasional, maka saat penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

4. Pembayaran PPh atau penyetoran PPh dilakukan dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP.

5. Pemotong PPh memberikan tanda bukti pemotongan kepada penyedia jasa yang dipotong PPh setiap melakukan pemotongan.

Dalam PMK nomor 187/PMK.03/2008 pasal 6 dikatakan:

1. Pengguna jasa atau penyedia jasa wajib menyampaikan surat pemberitahuan masa paling lama 20 hari setelah bulan dilakukan pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran.

2. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyampaian surat pemberitahuan masa apabila bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka saat penyampaian surat pemberitahuan masa dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Kelompok yang kedua adalah usaha real estate yang dalam membangun real estatenya tidak menggunakan jasa konstruksi perusahaan lain, dan tidak memiliki penghasilan lain diluar real estate. Usaha real estate se perti ini menurut PP 71 tahun 2008 akan dikenakan PPh Final atas penghasilan da ri pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atas penjualan tanah dan bangunannya dengan tarif sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

(14)

Kelompok usaha real estate yang kedua ini termasuk dalam kelompok penghasilan yang ketiga, dan termasuk kelompok biaya yang ketiga.

Kelompok yang ketiga adalah usaha real estate baik yang menggunakan jasa konstruksi perusahaan lain atau tidak, tetapi memiliki penghasilan lain diluar real estate. Kelompok real estate yang ketiga ini termasuk dalam kelompok penghasilan pertama, ketiga, dan keempat, serta termasuk dalam kelompok biaya yaang pertama.

UU No 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat 1 telah mengatur besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayarkan sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:

a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23, serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;

b. Pajak Penghasilan yang dibayarkan atau terutang di luar negri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,

Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Untuk perusahaan real estate dalam pembelian bahan-bahan seperti misalnya pembelian baja dan semen, terdapat pemotongan PPh 22 atas pembelian baja yang langsung dibeli dari pabrik. PPh 22 atas pembelian baja diatur dalam KEP-01/PJ/1996.

Menurut KEP -01/PJ/1996, ditetapkan kembali Keputusan Direktur Jendenal Pajak tentang Besarnya Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Serta pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri baja di Dalam Negeri. Menurut KEP -01/PJ/1996 pasal (1) ditentukan bahwa:

1. Badan usaha yang bergerak di bidang industri baja yang merupakan industri hulu ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negri.

2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusa n Penunjukan

(15)

Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan menggunakan formulir Penunjukan Wajib Pajak sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.

3. Dalam hal Pemungut Pajak, mengolah atau memproses lebih lanjut sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk antara da atau produk hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan produksi secara

“integrated”, maka PPh Pasal 22 dipungut atas penjualan produk hulu, produk antara, dan produk hilir.

Menurut KEP-01/PJ/1996 pasal (2) dinyatakan bahwa besarnya PPh 22 yang wajib dipungut oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat penjualan hasil produksinya di dalam negeri adalah 0,3% (tiga persepuluh persen ) dari DPP PP N dan tidak bersifat final. Pemungut pajak wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:

• Lembar pertama : untuk wajib pajak pembeli;

• Lembar kedua : untuk disampaikan kepada KPP (dilampirkan pada SPT Masa PPh pasal 22)

• Lembar ketiga : untuk arsip pemungut pajak.

Menurut KEP-01/PJ/1996 pasal (4) :

1. PPh 22 atas penjualan produk industri baja yang dikembalikan (retur) setelah Masa Pajak terjadinya penjualan, dapat dikurangkan dari PPh 22 terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian produk tersebut, kecuali apabila dalam masa pajak terjadinya pengembalian, industri baja menggantinya dengan produk yang sama, baik phisik maupun jumlah harganya.

2. Apabila terjadi pe ngembalian seperti diatas, pembeli wajib membuat nota retur dalam masa pajak terjadinya pengembalian rangkap 3 yaitu:

• Lembar pertama dan lembar kedua : untuk pemungut pajak;

• Lembar ketiga : untuk arsip WP (pembeli).

Nota retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan:

a. Nomor dan tanggal Nota Retur;

b. Nama, alamat, dan NPWP pembe li;

c. Nama, alamat, dan NPWP industri baja;

d. Nomor dan tanggal Faktur pembelian baja yang dikembalikan;

(16)

f. Tanda tangan pembeli.

Menurut KEP -01/PJ/1996 pasal (5) mengenai penyetoran PPh 22, pemungut pajak wajib menyetorkan PPH 22 yang dipungut selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor pos dan Giro. Sedangkan mengenai pelaporan PPh 22 menurut KEP -01/PJ/1996, pemungut pajak wajib menyampaikan laporan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat kedudukan Pemungut Pajak, selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 yang dilampiri Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22, lembar kedua Bukti Pemungutan PPh Pasal 22, lembar kedua Nota Retur (apabila ada), lembar ketiga Surat Setoran Pajak.

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Menurut UU no 36 Tahun 2008 pasal 31E, Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Contoh perhitungannya: Peredaran bruto PT Z dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp.30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Perhitungan PPh yang terutang:

• Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:

(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00

(17)

• Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:

Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp 2.520.000.000,00

• Pajak Penghasilan yang terutang:

(50% x 28%) x Rp480.000.000,00 = Rp 67.200.000,00 28% x Rp2.520.000.000,00 = Rp 705.600.000,00 + Jumlah Pajak Penghasilan yang Terutang Rp 772.800.000,00

Kemudian perusahaan melakukan pembayaran PPh 29. Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan sendiri oleh WP pada akhir tahun pajak, apabila pajak terutang untk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayarkan sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.

2.2.4. Aspek PPh Final Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.

Mulai 1 Januari 2009, Wajib Pajak real estate dikenakan PPh Final. Tarif yang dikenakan adalah 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan. Tarif khus us 1%

dari jumlah bruto nilai pengalihan dikenakan atas pengalihan hak rumah sederhana dan rumah susun sederhana. Batasan rumah sederhana dan rumah susun sederhana mengacu kepada ketentuan PPN yang mengatur batasan rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN.

2.2.4.1. Tarif dan Dasar Pengenaan PPh Final Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.

Berdasarkan PP 71 tahun 2008 dan perubahannya, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (WP real estate) adalah sebesar 5%

(lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Khusus untuk pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah

(18)

pengalihan.

Adapun yang dimaksud dengan nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahun yang bersangkutan atau dalam hal SPPT belum terbit, adalah NJOP menurut SPPT PBB tahun pajak sebelumnya. Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan berada.

Sebagaimana dijelaskan di atas, tarif khusus 1% dari nilai pengalihan dikenakan atas pengalihan hak atas rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak real estate. Definisi dari Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana ini dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (5) dan ayat (6) PP 71 Tahun 2008.

Rumah Sederhana adalah Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan menggunakan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendafatkan fasilitas pembebasan PPN.

Pengakuan pendapatan menurut PSAK No. 44 adalah sebagai berikut:

• Penjualan Bangunan Rumah, Ruko, dan Bangunan Sejenis Lainnya beserta Kaveling Tanahnya meliputi :

- Pendapatan penjualan bangunan rumah, ruko, bangunan sejenis lainnya beserta kaveling tanahnya diakui dengan metode akrual penuh apabila seluruh kriteria berikut terpenuhi:

(19)

b. Harga jual akan tertagih;

c. Tagihan penjual tidak akan bersifat subordinasi di masa depan terhadap pinjaman lain yang akan diperoleh pembeli;

d. Penjual telah mengendalikan resiko dan manfaat kepemilikan unit bangunan kepada pembeli melalui suatu transaksi yang secara substansi adalah penjualan dan penjual tidak lagi berkewajiban atau terlibat secara signifikan dengan unit bangunan tersebut.

• Pengakuan pendapatan bila metode akrual penuh tidak terpenuhi. Apabila suatu transaksi real estate tidak memenuhi kriteria pengakuan laba dengan metode akrual penuh, maka transaksi tersebut diakui dengan me tode deposit (deposit method).

- Penerapan metode deposit adalah sebagai berikut:

a. Penjual tidak mengakui pendapatan atas transaksi penjualan unit real estate, penerimaan pembayaran oleh pembeli dibukukan sebagai uang muka;

b. Piutang dari transaksi penjualan unit real estate tidak diakui;

c. Unit real estate tersebut tetap dicatat sebagai aktiva penjual, demikian juga dengan kewajiban yang terkait dengan unit real estate tersebut, walaupun kewajiban tersebut telah dialihkan kepada pembeli.

• Penjualan Kaveling Tanah Tanpa Bangunan. Pendapatan penjualan kaveling tanah tanpa bangunan, diakui dengan menggunakan metode akrual penuh pada saat pengikatan jual beli apabila seluruh kriteria berikuti ini terpenuhi:

a. Jumlah pembayaran oleh pembeli telah mencapai 20% dari harga jual yang disepakati dan jumlah tersebut tidak dapat diminta kembali oleh pembeli;

b. Harga jual akan tertagih;

c. Tagihan penjual tidak subordinasi terhadap pinjaman lain yang akan diperoleh pembeli di masa depan;

d. Proses pengembangan tanah telah selesai sehingga penjual tidak berkewajiban lagi untuk menyelesaikan kaveling tanah yang dijual, seperti kewajiban untuk mematangkan kaveling tanah atau kewajiban untuk membangun fasilitas-fasilitas pokok yang dijanjikan oleh atau yang

(20)

ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Hanya kaveling tanah saja yang dijual, tanpa diwajibkan keterlibatan penjual dalam pendirian bangunan di atas kaveling tanah tersebut.

2.2.4.2. Sifat Pengenaan PPh Final Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.

Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pe mbayaran Pajak Penghasilan bersifat final. Sifat final ini juga berlaku baik bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah/atau bangunan (real estate) maupun Wajib Pajak yang usaha pokoknya tidak melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Menurut PP 71 Tahun 2008 Pasal II, Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, terhadap Wajib Pajak badan, termasuk koperasi, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, apabila:

a. melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 2009 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang; dan

b. penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi.

2.2.4.3. Mekanisme Pelunasan PPh Final Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.

Mekanisme pelunasan dan pembayaran PPh Final pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan khusus untuk Wajib Pajak real estat ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-80/PJ/2009 Tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan Yang Bersifat Final Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang

(21)

Beberapa hal penting yang diatur dalam Surat Edaran Tersebut:

1. Pembayaran PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat dilakukan :

a. paling lama 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran, dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran;

b. sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dalam hal jumlah seluruh pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a kurang dari jumlah bruto nilai pengalihan hak 2. Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf b adalah

nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan pada saat ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat yang berwenang .

3. Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dapat dilakukan oleh cabang. Namun seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dicabang harus dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

4. Dalam hal terdapat dua atau lebih Wajib Pajak bekerja sama membentuk Kerja Sama Operasi (KSO)IJoint Operation (JO) melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maka PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dibayar oleh masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO .

5. Dalam hal PPh Final sebagaimana dimaksud dalam butir 5 telah dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama KSO atau salah satu anggota KSO maka SSP tersebut dipinda hbukukan ke masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing

(22)

Tata cara pembayaran dan pelaporan atas usaha real estate, dalam hal pembayarannya atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dengan cara angsuran; maka PPh dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.

WP badan yang melakukan sendiri pembayaran PPh finalnya wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.

Referensi

Dokumen terkait

Zirconia merupakan bahan keramik yang mempunyai sifat mekanis baik dan banyak digunakan sebagai media untuk meningkatkan ketangguhan retak bahan keramik lain diantaranya

Turbin pelton atau biasa disebut turbin impuls adalah suatu alat yang bekerja untuk merubah energi kinetik air yang diakibatkan karena adanya energi potensial yang dimiliki oleh

Diharapkan pula bahwa kajian ini juga menjadi bahan pertimbangan baik bagi industrialis, maupun kalangan riset dan pengembangan untuk dapat lebih memahami pasar di

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R 2 sebesar 0.233 atau 23.3% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel profitabilitas, risiko bisnis,

daerah dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub

Agenda Clustering Requirement untuk clustering Tipe data dalam cluster analysis Interval-scale variable Binary variable Nominal variable Ordinal variable Ratio-scaled

pada gelas kimia tidak mengalami perubahan juga tidak terdapat adanya gas atau gelembung, tidak terdapat adanya gelembung tersebut membuktikan bahwa tidak

Tahapan penelitian ini adalah pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan gel berbasis HMPC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) dan krim menggunakan