• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA SUSU KEDELAI YANG DIJUAL DI PAJAK SORE PADANG BULAN MEDAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA SUSU KEDELAI YANG DIJUAL DI PAJAK SORE PADANG BULAN MEDAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS AKHIR"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA SUSU KEDELAI YANG DIJUAL DI PAJAK SORE PADANG BULAN MEDAN SECARA

SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

TUGAS AKHIR

Oleh:

EKA ANITA JUNIARTI SITORUS NIM 182410021

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKAKAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

PENGESAHAN TUGAS AKHIR

PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA SUSU KEDELAI YANG DIJUAL DI PAJAK SORE PADANG BULAN MEDAN

SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

EKA ANITA JUNIARTI SITORUS NIM 182410021

Medan, 09 Agustus 2021 Disetujui Oleh:

Pembimbing, Penguji,

Henny Sri Wahyuni, S.Farm., M.Si., Apt.

NIP. 198509222018032001

Mariadi S. Farm., S.Mi., Apt.

NIP. 198403052017041001

Disahkan Oleh:

Ketua Program Studi,

Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt.

NIP-1978 12052010121004

YEBUDAYAA

n l K A N ,

A S

Ssahikan oleh:

Deka

FAKULY FARMAS

(3)

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama Eka Anita Juniarti Sitorus

Nomor Induk Mahasiswa 182410021

Program Studi D III Analis Farmasi dan Makanan

Judul Tugas Akhir Penetapan Kadar Protein pada Susu Kedelai yang Dijual di Pajak Sore Padang Bulan

Medan Secara Spektrofotometri UV-Vis

dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum permah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar ahli madya di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah menyebutkan atau mencantumkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Diploma IlI Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab

pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan

jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, 09 Agustus 2021

Yang Menyatakan,

MEAAA TEMPEL

7OC6AJX340004521

Eka Anita Juniarti Sitorus

NIM 182410021

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Protein pada Susu Kedelai yang Dijual di Pajak Sore Padang Bulan Medan Secara Spektrofotometri UV-Vis”.

Adapun tujuan dilakukannya penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir yang disusun berdasarkan pengujian yang penulis lakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, yaitu kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan menyertai setiap kehidupan penulis.

2. Ibu Khairunnisa S.Si,. M.PHarm., PH.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi

Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

(5)

4. Ibu Henny Sri Wahyuni, S.Farm., M.Si.,Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan nasihat dan bimbingan hingga Tugas Akhir ini selesai.

5. Teristimewa kepada keluarga terkasih : Burlan Sitorus (Bapak), Lusrika Sinaga (Ibu), Juan Felix Armando Sitorus (Adik), Gracetina Sitorus (Adik) dan saudara lainnya yang senantiasa menopang dalam doa, memberi semangat dan motivasi serta mendukung penulis dalam keadaan apapun.

6. Sahabat-sahabat seperjuangan yang sangat luar biasa, yaitu: Aditiya Baginda Marpaung, Anis Amanda, Cindy Manullang, Efriani Purba, Ester Virginia Sihombing, Estomihi Siallagan, Gabriel May Angelita Br Tarigan, Jimmy Semsion Sembiring, Putri Hartati Siadari, Theresia Rotua Br Simanjuntak, Wanty Veronica Pangaribuan dan Yenita Situmorang terima kasih buat persahabatan yang terjalin selama ini dan terima kasih buat segala bantuan semangat dan dukungan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini maupun dalam kuliah selama ini.

7. Teman-teman mahasiswa DIII Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2018, Abang Kakak senior Fakultas Farmasi angkatan 2017 dan 2016, Keluarga asuh, HIMAFA dan juga IMATENSI untuk kebersamaan, kerja sama dan semangat hingga pada saat ini.

8. Yang terkasih saudara/i dari UKM KMK USU, Juga Kelompok Kecil

URIAH MAKARIOS yang selalu menopang dalam doa dan selalu

membantu serta memberikan semangat terhadap penulis dalam

mengerjakan tugas akhir ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.

(6)

9. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu dan memberi kelancaran serta kemudahan terhadap penulis selama proses penelitian hingga selesainya Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Medan, 09 Agustus 2021 Penulis

Eka Anita Juniarti Sitorus

NIM 182410021

(7)

ABSTRAK

Latar Belakang : Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Susu kedelai yang merupakan hasil ekstraksi kedelai. Kelebihan susu kedelai adalah proteinnya mempunyai susunan asam amino yang mirip susu sapi sehingga sangat baik digunakan sebagai pengganti susu sapi, terutama bagi mereka yang alergi terhadap susu sapi dan penderita lactose intolerance. Selain itu harganya masih terjangkau oleh masyarakat dan mudah diperoleh. Perbedaan kadar protein pada susu kedelai dipengaruhi beberapa faktor, yaitu suhu air pada proses penggilingan dan kualitas dari bahan baku.

Tujuan : Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar protein susu kedelai yang dijual di Pajak Sore Padang Bulan Medan yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Vis dalam jumlah tertentu. Selanjutnya, untuk mengetahui apakah kadar protein susu kedelai yang dijual di Pajak Sore Padang Bulan Medan memenuhi syarat dari SNI 01-3830-1995.

Metode : Metode yang digunakan adalah metode Spektrofotometri UV-Vis pada sampel susu kedelai yang dijual di Pajak Sore Padang Bulan Medan.

Hasil : Kadar protein pada susu kedelai A sebesar 8,9382% dan susu kedelai B sebesar 21,2155%.

Kesimpulan : Kadar protein susu kedelai A dan susu kedelai B memenuhi syarat SNI 01-3830-1995 yang menyatakan syarat minimum kadar protein susu kedelai 2,0%.

Kata kunci : susu kedelai, protein, spektrofotometri uv-vis, bovine srum albumin,

biuret.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...i

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ...ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ...vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Susu ... 5

2.2 Kedelai ... 6

2.2.1 Klasifikasi Kedelai ... 6

2.2.2 Keuntungan Pengolahan Kedelai ... 7

2.3 Susu Kedelai... 8

2.4 Protein ... 10

2.5 Spektrofotometri UV-Vis ... 12

2.5.1 Instrumen Spektrofotometer UV-Vis ... 12

2.5.1.1 Sumber radiasi ... 12

2.5.1.2 Monokromator ... 13

2.5.1.3 Kuvet ... 14

2.5.1.4 Detektor ... 14

2.5.2 Hukum Lambert – Beer ... 15

2.6 Pereaksi Biuret ... 16

2.7 Analisis Protein ... 17

2.7.1 Analisa Kualitatif ... 17

(9)

2.7.2 Analisa Kuantitatif ... 19

BAB III METODE ... 21

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ... 21

3.2 Alat-alat ... 21

3.3 Pereaksi ... 21

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 21

3.5 Sampel ... 22

3.6 Penentuan Kadar Protein dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis ... 22

3.6.1 Panjang Gelombang Serapan Maksimum BSA ... 22

3.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA) ... 23

3.6.3 Pengukuran Kadar Protein Susu Kedelai ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

4.1 Panjang Gelombang Serapan Maksimum Bovine Serum Albumin (BSA) ... 24

4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA) ... 25

4.3 Pengukuran Kadar Protein pada Susu Kedelai... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.3 Syarat mutu susu kedelai menurut SNI 01-3830-1995 ... 10

Tabel 4.2 Nilai absorbansi Bovine Serum Albumin (BSA) dengan berbagai konsentrasi... 25

Tabel 4.3 Hasil penetapan kadar protein susu kedelai ... 27

Tabel Perhitungan Regresi... 34

Tabel Data Kadar Protein Susu Kedelai ... 35

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 Tanaman Kedelai ... 6

Gambar 4.1 Kurva panjang gelombang serapan maksimum BSA (545 nm) ... 24

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA) ... 26

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Sampel ... 31

Lampiran 2. Gambar Alat ... 32

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian ... 33

Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Bovine

Serum Albumin (BSA) ... 34

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Protein Susu Kedelai ... 35

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis dengan tanah subur dan kaya akan sumber daya alam, serta memiliki berbagai pangan lokal yang berpotensi sebagai sumber pangan alternatif seperti kacang-kacangan. Indonesia memiliki banyak jenis kacang-kacangan seperti kacang kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kacang mete, kacang polong. Kacang-kacangan mengandung protein yang cukup tinggi (20-25 g/100 g), vitamin B (thiamin, riboflavin, niacin, asam folat), mineral (Ca, Fe, P, K, Zn, Mg dan lain-lain), dan serat (Ekafitri, 2014) sehingga kacang-kacangan sering dimanfaatkan sebagai alternatif pangan sumber protein nabati. Selain memiliki kandungan gizi yang tinggi, harga kacang-kacangan termasuk dapat dijangkau oleh masyarakat. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.

Kedelai memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan protein yang terdapat dalam kedelai yaitu sebesar 40% dan merupakan kandungan tertinggi di antara berbagai bahan protein nabati lainnya. Karena itu, kedelai dapat digunakan sebagai substitusi (pengganti) sumber protein hewani, seperti daging, telur dan susu. Produk olahan yang dihasilkan dari kedelai di antaranya adalah tempe, tahu, susu kedelai, kecap, kembang tahu, soyghurt, dan produk lainnya.

Susu kedelai merupakan hasil ekstraksi kedelai. Secara umum, proses

pembuatan susu kedelai meliputi tahap perendaman, pengupasan, pencucian,

penghancuran, pengenceran, penyaringan dan pemanasan. Kriteria susu kedelai

(14)

bermutu baik sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-3830-1995 memiliki jumlah padatan minimal 11,5%, kandungan protein minimal 2,0%, nilai PH 6,5-7,0 dengan warna normal (Istiqomah, 2014).

Kelebihan susu kedelai dibandingkan dengan sumber protein hewani di antaranya susu kedelai tidak mengandung kolesterol berbahaya karena susu kedelai merupakan produk nabati. Susu kedelai mengandung fitosterol yang bermanfaat bagi tubuh sebagai antioksidan dan menekan produksi kolesterol berbahaya.

Kelebihan susu kedelai lainnya adalah tidak mengandung laktosa, sehingga susu ini cocok untuk dikonsumsi penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak mempunyai enzim laktase dalam tubuhnya. Untuk itu susu kedelai baik digunakan sebagai pengganti susu sapi (Pamungkasari, 2008) dan aman dikonsumsi banyak kalangan usia. Maka dari itu susu kedelai dikenal sebagai minuman kesehatan.

Selain itu, cita rasa kedelai yang khas juga menjadikannya sebagai salah satu bahan makanan utama masyarakat Indonesia.

Ada beberapa cara penetapan kadar protein yaitu Kjeldahl, metode titrasi formol, dan metode Spektrofotometri UV-Vis. Pada penelitian ini akan menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis dengan pereaksi Biuret. Kelebihan dari instrumen Spektrofotometri UV-Vis yaitu dapat digunakan untuk menguji banyak zat organik dan anorganik, selektif, mempunyai ketelitian yang tinggi dengan kesalahan relatif sebesar 1%-3%, analisis dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, serta dapat digunakan untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.

Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, di mana angka yang terbaca langsung

dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang

sudah diregresikan (Rohmah, 2021). Metode Biuret mampu secara spesifik

(15)

mengenali protein dan ”mengabaikan” keberadaan monomer lainnya (Purwanto, 2014) dan harganya relatif murah.

Berdasarkan pemaparan di atas peneliti tertarik melakukan penetapan kadar protein pada susu kedelai yang dijual di Pajak Sore Padang Bulan Medan apakah memenuhi syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-3830-1995 menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

a. Berapakah kadar protein pada susu kedelai yang dijual di Pajak Sore Padang Bulan Medan yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Vis?

b. Apakah kadar protein pada susu kedelai yang dijual di Pajak Sore Padang Bulan Medan yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Vis sesuai dengan persyaratan yang tertera dalam SNI 01-3830-1995?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

a. Untuk mengetahui kadar protein pada susu kedelai yang dijual di Pajak Sore Padang Bulan Medan yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Vis terdapat dalam jumlah tertentu.

b. Untuk mengetahui kadar protein pada susu kedelai yang dijual di Pajak Sore

Padang Bulan Medan yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri

UV-Vis sesuai dengan persyaratan yang tertera dalam SNI 01-3830-1995.

(16)

1.4 Manfaat

Manfaat dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memberikan informasi

kepada masyarakat tentang kadar protein pada susu kedelai yang dijual di Pajak

Sore yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Vis apakah memenuhi

syarat SNI 01-3830-1995.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu

Susu merupakan salah satu bahan alami yang mempunyai nilai gizi tinggi dan telah lama dimanfaatkan sebagai makanan manusia yang cukup penting.

Karakteristik susu secara umum adalah suatu cairan berwarna putih dan opak, atau dapat juga kekuningan. Susu mengandung beberapa komponen utama yang ditinjau dari aspek gizi cukup penting, yaitu air, lemak, protein, kasein, laktosa, mineral, vitamin dan asam-asam lemak serta senyawa-senyawa organik lainnya. Selain itu susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang mengandung beberapa senyawa terlarut. Agar lemak dalam air tidak mudah terpisah maka protein susu berperan sebagai emulsifier (zat pengemulsi) (Erna, 2019).

Susu merupakan sumber protein yang mempunyai peranan strategis dalam

kehidupan manusia, karena mengandung berbagai komponen gizi yang lengkap

serta kompleks. Susu juga merupakan bagian dari makanan yang seimbang yang

memiliki nilai gizi yang tinggi karena mengandung hampir semua zat-zat makanan

seperti karbohidrat, mineral dan protein. Perbandingan zat-zat tersebut sempurna

sehingga cocok untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pada susu baik hewani

maupun nabati kandungan komponen protein dan lemak, merupakan salah satu

persyaratan penting dalam produk susu (Erna, 2019).

(18)

2.2 Kedelai

2.2.1 Klasifikasi Kedelai

Kedelai dikenal dengan beberapa nama, yaitu Glycine soja atau Soja max.

Tahun 1984 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah yaitu Glycine max (L.) Merril. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : SpermatopHyta Divisi : MagnoliopHyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merr.

(Stefia, 2017).

Gambar 2.2 Tanaman Kedelai (Stefia, 2017)

Tanaman kedelai termasuk dalam suku Leguminosae atau Papilionaceae.

Tanaman kedelai berbatang semak, dengan tinggi batang antara 30-100 cm. Biji

(19)

kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Warna kulit biji bermacam- macam, ada yang kuning, hitam, hijau atau coklat. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, bundar atau bulat pipih. Besar biji bervariasi tergantung varietas (Istiqomah, 2014).

Kedelai mempunyai banyak efek menguntungkan bagi kesehatan bila dikonsumsi. Kacang kedelai merupakan sumber protein tercerna yang sangat baik.

Kedelai kaya akan kandungan vitamin (vitamin A, E, K dan beberapa jenis vitamin B) dan mineral (K, Fe, Zn dan P), namun rendah dalam kandungan asam lemak jenuh, dengan 60% kandungan asam lemak tidak jenuhnya terdiri atas asam linoleat dan linolenat, yang keduanya diketahui membantu kesehatan jantung. Kacang kedelai tidak mengandung kolesterol. Bahan makanan dari kedelai juga bebas laktosa, sehingga cocok bagi konsumen yang menderita lactose intoleran (Stefia, 2017).

2.2.2 Keuntungan Pengolahan Kedelai

Peranan pengolahan kedelai dilihat dari aspek kesehatan dan ekonomi sangat menguntungkan. Dari segi kesehatan, kedelai hasil olahan memiliki kandungan gizi yang lebih baik dengan rasa lebih yang lebih enak. Sementara itu, dari segi ekonomi, dapat meningkatkan nilai tambah dan daya beli masyarakat (Warisno, 2010).

a. Meningkatkan Kandungan Gizi Tersedia

Kedelai memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Dalam keadaan mentah, protein ini tidak dapat diserap oleh tubuh manusia. Salah satu cara untuk meningkatkan kandungan protein yang dapat diserap yaitu dengan pengolahan.

Sama halnya dengan bahan pangan lain, kandungan gizi kedelai juga mengalami

(20)

penurunan setelah pengolahan, tetapi ketersediaan protein yang dapat diserap lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedelai tanpa pengolahan.

b. Meningkatkan Cita Rasa

Kedelai yang belum diolah mengandung senyawa pengganggu yang menyebabkan aroma bahasa yang kurang disukai dan rasa yang kurang enak.

Senyawa tersebut di antara enzim lipigenase, glikosida, saponin, dan estrogen.

Salah satu cara menangani aktivitas senyawa tersebut adalah dengan pengolahan.

Setelah diolah, bau langu pada kedelai menjadi hilang dan cita rasa meningkat.

c. Menghilangkan Komponen Antigizi

Selain mengandung senyawa pengganggu, diketahui mengandung senyawa antigizi, di antaranya antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, dan oligosakarida.

Senyawa antigizi ini dapat menyebabkan kandungan gizi dalam kedelai tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh karena menghambat penguraian kedelai secara sempurna.

Seperti halnya senyawa pengganggu, senyawa antigizi juga dapat dihilangkan dengan cara mengolah kedelai melalui pemanasan atau fermentasi.

d Meningkatkan Nilai Tambah

Nilai tambah kedelai dapat ditingkatkan dengan cara mengolah kedelai menjadi produk yang lebih bervariasi. Salah satu produk olahan kedelai yang memiliki nilai tambah yang cukup besar antara lain susu kedelai dan kedelai soyghurt (Warisno 2010).

2.3 Susu Kedelai

Susu kedelai merupakan salah satu produk yang berasal dari ekstrak biji

kacang kedelai dengan air atau larutan tepung kedelai dalam air, dengan atau tanpa

penambahan bahan makanan lain yang diizinkan. Protein susu kedelai mempunyai

(21)

susunan asam amino yang mirip susu sapi sehingga sangat baik digunakan sebagai pengganti susu sapi, terutama bagi mereka yang alergi terhadap susu sapi dan penderita lactose intolerance (Pamungkasari, 2008).

Susu kedelai merupakan sari kedelai yang diperoleh dengan cara menghancurkan biji kedelai dalam air dingin atau air panas. Bahan yang sering digunakan adalah kedelai kuning. Pada prinsipnya terdapat dua bentuk susu kedelai, cair dan bubuk. Bentuk cair lebih banyak dibuat dan diperdagangkan. Susu kedelai dapat disajikan dalam bentuk murni artinya tanpa penambahan gula dan cita rasa baru. Dapat juga ditambah gula atau perisa lain seperti moka, pandan, panili, coklat, atau stroberi (Pamungkasari, 2008).

Komponen gizi susu kedelai sangat tinggi, tetapi daya terima konsumen Indonesia terhadap susu kedelai masih relatif rendah. Salah satu penyebabnya adalah baunya yang cukup langu (beany flavor). Timbulnya bau langu (beany flavor) pada susu kedelai diakibatkan oleh aktivitas enzim Lipoksigenase atau

Lipoksidase yang terdapat dalam biji kedelai. Enzim tersebut menghasilkan etil vinil keton yang menyebabkan rasa dan bau langu. Perlakuan perendaman di dalam

air, pelepasan kulit, pemanasan pada suhu 60

o

C selama 10 – 15 menit, pemberian gula, penambahan flavor (seperti moka, cokelat, stroberi, dan pandan), dan penambahan natrium bikarbonat, dapat mengurangi bau langu tersebut (Pamungkasari, 2008).

Berikut tabel syarat mutu pada susu kedelai menurut Standar Nasional

Nasional (SNI) 01-3830-1995.

(22)

Tabel 2.3 Syarat mutu susu kedelai menurut SNI 01-3830-1995

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Susu (milk) Minuman (drink) 1. Keadaan :

1.1 Bau - normal normal

1.2 Rasa - normal normal

1.3 Warna - normal normal

2. PH - 6,5 – 7,0 6,5 – 7,0

3. Protein % b/b min. 2,0 min. 1,0

4. Lemak % b/b min. 1,0 min. 0,30

5. Padatan jumlah % b/b min. 11,50 min. 11,50

6. Bahan tambahan makanan Sesuai dengan SNI 01-0222-1987 6.1 Pemanis buatan

6.2 Pewarna 6.3 Pengawet 7. Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,2 maks. 0,2

7.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 2 maks. 2

7.3 Seng (Zn) mg/kg maks. 5 maks. 5

7.4 Timah (Sn) mg/kg maks. 40 (250*) maks. 40 (250*)

7.5 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,03 maks. 0,03

8. Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,1 maks. 0,1

9. Cemaran mikroba :

9.1 Angka lempeng total koloni/Ml maks. 2 x 10

2

maks. 2 x 10

2

9.2 Bakteri bentuk koli APM/Ml maks. 20 maks. 20

9.3 Escherichia coli APM/Ml < 3 < 3

9.4 Salmonella - negatif negatif

9.5 StapHylococcus aureus koloni/Ml 0 0

9.6 Vibro sp - negatif negatif

9.7 Kapang koloni/Ml maks. 50 maks. 50

2.4 Protein

Protein adalah makromolekul yang mempunyai berat molekul antara lima

ribu hingga beberapa juta. Protein umumnya terdiri dari banyak unit asam amino

yang berikatan satu dengan yang lainnya membentuk rantai panjang. Sifat kimia

dan sifat fisika suatu protein ditentukan oleh asam amino penyusunnya. Antara

asam amino yang satu dengan asam amino yang lain dihubungkan dengan ikatan

peptida (Maslinda, 2011).

(23)

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Maslinda, 2011).

Protein mempunyai fungsi yang bermacam – macam bagi tubuh, yaitu:

a. Sebagai enzim

b. Alat pengangkut dan penyimpan c. Pengatur pergerakan

d. Penunjang mekanis

e. Pertahanan tubuh/ imunisasi f. Media perambatan implus syaraf

Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus (Maslinda, 2011).

Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat

menyebabkan obesitas. Kelebihan asam amino memberatkan hati dan ginjal yang

harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan protein

akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan

ureum darah dan demam. Batas yang dianjurkan untuk konsumsi protein adalah dua

kali Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk protein (Maslinda, 2011).

(24)

2.5 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.

Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif (Helwandi, 2016).

2.5.1 Instrumen Spektrofotometer UV-Vis

Ada empat bagian utama dari instrumen spektrofotometer, yaitu sumber sinar, monokromator, kuvet dan detektor. Cahaya putih dari sumber sinar akan dilewatkan melalui monokromator sehingga sinar mempunyai panjang gelombang tertentu. Radiasi yang keluar akan difokuskan pada detektor yang mengubah radiasi menjadi sinyal-sinyal listrik (Helwandi, 2016).

2.5.1.1 Sumber radiasi

Sumber radiasi atau lampu pada kenyataannya merupakan dua lampu yang terpisah yang secara bersama-sama mampu menjangkau keseluruhan daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak. Persyaratan sumber yang digunakan dalam spektrofotometri adalah intensitas emisi yang cukup tinggi di wilayah spektral tertentu, stabilitas jangka pendek dan distribusi spasial dari emisi yang seragam (Helwandi, 2016).

Adapun macam-macam sumber radiasi, yaitu :

1. Lampu deuterium, dipakai pada daerah panjang gelombang 190 nm sampai

380 nm (daerah dekat ultra violet dekat), karena pada rentangan panjang gelombang

(25)

tersebut sumber radiasi deuterium memberikan spektrum energi radiasi yang lurus.

Umur sumber radiasi deuterium sekitar 500 jam pemakaian (Helwandi, 2016).

2. Lampu tungsten, merupakan campuran dari filamen tungsten dan gas iodin (halogen), oleh sebab itu disebut sebagai sumber radiasi “tungsten-iodine”. Dipakai pada daerah pengukuran 350-2000 nm, karena pada daerah tersebut sumber radiasi

“tungsten-iodine” memberikan energi radiasi sebagai garis lengkung sehingga cocok untuk kolorimetri. Umur pemakaian sekitar 1000 jam pemakaian (Helwandi, 2016).

3. Lampu xenon, dipakai pada daerah 200 sampai 1000 nm. Lampu xenon akan mempunyai kepekaan yang optimum pada 500 nm (Helwandi, 2016).

2.5.1.2 Monokromator

Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis. Monokromator terdiri dari:

1. Filter optik, berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya tampak yang diteruskan merupakan cahaya yang berwarna sesuai warna filter optik yang digunakan. Filter optik yang baik adalah berdasar interferensi cahaya-cahaya yang saling menguatkan (interferensi konstruktif) atau interferensi cahaya-cahaya yang saling meniadakan (interferensi desktuktif) (Helwandi, 2016).

2. Prisma, merupakan suatu lempeng kuarsa yang membiaskan sinar yang melaluinya. Banyaknya pembiasan tergantung dengan panjang gelombang sinar, dengan demikian sinar putih dapat terpecah ke dalam warna penyusunnya (Helwandi, 2016).

3. Kisi difraksi, merupakan kepingan kecil gelas bercermin yang di dalamnya

terdapat sejumlah garis yang berarak sama yang terpotong-potong, beberapa ribu

(26)

per milimeter kisi, untuk memberikan struktur yang terlihat seperti sisir kecil (Helwandi, 2016).

2.5.1.3 Kuvet

Kuvet merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau dari bahan yang dipakai, kuvet ada dua macam yaitu: kuvet leburan silika dan kuvet dari gelas.

Kuvet leburan silika dapat dipakai pada daerah pengukuran 190-1100 nm. Kuvet dari gelas dipakai pada daerah pengukuran 380-1100 nm karena bahan dari gelas mengabsorbsi radiasi UV (Helwandi, 2016).

2.5.1.4 Detektor

Fungsi detektor adalah mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektronik. Beberapa macam detektor: detektor Fotosel, detektor Tabung Foton Hampa, detektor Tabung Penggandaan Foton dan detektor PDA (Photo Diode-Array). Detektor PDA (Poto Diode-Array) memiliki jumlah elemen dari 128 – 1024 buah, dan PDA yang lebih baru telah dibuat dengan dioda berdekatan 25,6 mm dan spasi 25 mm pada pusatnya sehingga detektor tersebut mampu mendeteksi dan mengukur serapan tidak hanya pada panjang gelombang maksimum tetapi juga pada berbagai panjang gelombang dengan akurasi yang kurang lebih sama.

photodiode mengkonversi cahaya menjadi sinyal elektrik dalam waktu berkisar 0,1

detik dan kemudian menyimpannya. Keunggulan detektor ini dibandingkan

detektor lain adalah sumber radiasi tunggal, radiasi yang diukur adalah radiasi

polikromatis, wave length reproducibility karena tidak ada gerakan mekanis untuk

mengatur panjang gelombang, dan kecepatan scanning sangat tinggi (Helwandi,

2016).

(27)

2.5.2 Hukum Lambert – Beer

Menurut Lambert–Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan :

A = a . b . c g/liter atau A = ε . b . C mol/liter Dimana : A = serapan (tanpa dimensi)

a = absorptivitas (g-1 cm-1) b = ketebalan sel (cm)

C = konsentrasi (g. L-1)

ε = absorptivitas molar ( M-1 cm-1)

Jadi dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu. Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan sebagai ganti absorptivitas.

Harga ini memberikan serapan larutan 1% (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm,

sehingga dapat diperoleh persamaan :

(28)

Dimana : 𝐴 1

1

A = 𝐴 1 . b . C

1

= absorptivitas spesifik (ml g-1 cm-1) b = ketebalan sel (cm)

C = konsentrasi senyawa terlarut (g/100 ml larutan) (Alwi, 2017).

2.6 Pereaksi Biuret

Reaksi Biuret ini menunjukkan hasil yang positif melalui pembentukan warna ungu, merah violet, atau biru violet. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan banyaknya ikatan peptida yang bereaksi. Pereaksi Biuret merupakan dasar dari metode pembentukan warna yang paling sederhana untuk penetapan konsentrasi total protein secara kuantitatif (Yusdiana, 2018).

Keuntungan dari metode ini adalah prosedur yang sederhana, tidak

memerlukan biaya yang mahal, waktu yang digunakan relatif singkat, deviasai

warna sangat sedikit bila dibandingkan dengan Lowry, Bradford dan metode

turbidimetri sehingga absorpsi warnanya relatif stabil, sangat sedikit senyawa yang

berinteraksi dengan pereaksi Biuret, dan tidak mendeteksi nitrogen dari sumber

non-protein. Kerugiannya adalah kurang sensitif dibandingkan dengan Lowry dan

Bradford, absorbansinya dapat dipengaruhi oleh asam empedu, konsentrasi garam

ammonium yang sangat tinggi, adanya variasi warna untuk beberapa protein

tertentu, bila bahan mengandung lemak dan karbohidrat yang sangat tinggi dapat

menyebabkan larutan menjadi buram sehingga tidak dapat ditembus cahaya UV,

dan karena metode ini bukan merupakan metode absolut sehingga absorpsi

warnanya perlu terlebih dahulu distandarisasi terhadap protein murni seperti Bovine

(29)

Serum Albumin (BSA). Pemilihan protein standar dapat menyebabkan kesalahan

fatal dalam analisis, standar yang digunakan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Untuk analisis protein secara umum, standar Bovine Serum Albumin (BSA) merupakan pilihan yang baik untuk analisis protein karena memiliki kemurnian yang tinggi, dan harganya tidak terlalu mahal (Yusdiana, 2018).

Semua protein tersusun dari asam-asam amino yang terhubung oleh ikatan- ikatan peptida. Ion Cu

2+

dari CuSO

4

dalam suasana basa NaOH akan membentuk kompleks dengan ikatan peptida protein (-CO-NH-), kompleks ini memberikan akan warna sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan dengan spektrofotometer sinar tampak (Yusdiana, 2018).

2.7 Analisis Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV (Hasan, 2010).

2.7.1 Analisa Kualitatif a. Reaksi Xantoprotein

Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan

protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning

apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat

pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin,

fenilalanin dan triptofan (Hasan, 2010).

(30)

b. Reaksi Hopkins-Cole

Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut (Hasan, 2010).

c. Reaksi Millon

Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna (Hasan, 2010).

d. Reaksi Natriumnitroprusida

Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadiprotein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif (Hasan, 2010).

e. Reaksi Sakaguchi

Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah (Hasan, 2010).

f. Metode Biuret

Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan

CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang

(31)

mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet (Hasan, 2010).

2.7.2 Analisa Kuantitatif a. Metode Kjeldahl

Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi (Hasan, 2010).

b. Metode Titrasi Formol

Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik (Hasan, 2010).

c. Metode Lowry

Reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat

dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan ( merupakan residu protein) akan

menghasilkan warna biru. Warna yang terbentuk terutama dari hasil reduksi

fosfomolibdat dan fosfotungstat, oleh karena itu warna yang terbentuk tergantung

pada kadar tirosin dan triptofan dalam protein. Metode lowry memiliki keuntungan

(32)

karena 100 kali lebih sensitif dari metode biuret. Senyawa fenol juga dapat mengganggu hasil penetapan. Gangguan ini dapat dihilangkan dengan cara mengendapkan potein dengan TCA, hilangkan supernatannya lalu melarutkannya kembali endapan protein yang diendapkan oleh TCA tadi, kemudian dianalisis selanjutnya (Hasan, 2010).

d. Metode Spektrofotometri UV

Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm.

Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel (Hasan, 2010).

e. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)

Semua protein terususun dari asam-asam amino yang terhubung oleh ikatan-

ikatan peptida. Ion Cu2+ dari CuSO4 dalam suasana basa NaOH akan membentuk

kompleks dengan ikatan peptida protein (-CO-NH-), kompleks ini memberikan

akan warna sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan dengan spektrofotometer

sinar tampak. Pengukuran serapan dapat dilakukan pada panjang gelombang daerah

sinar tampak panjang gelombang 380 nm-780 nm (Yusdiana, 2018).

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Universitas Sumatera Utara mulai bulan Mei sampai Juni 2021.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah blender, corong kaca, erlenmeyer Iwaki Pyrex (500 ml), gelas kimia Pyrex (25 ml, 50 ml, 250 ml, 500 ml), gelas ukur Pyrex (5 ml, 10 ml, 500 ml), kaca arloji, kertas saring, labu tentukur Iwaki Pyrex (5 ml, 10 ml, 50 ml, 100 ml), pH meter Hanna, pipet tetes, sentrifuse Hitachi, Sonikator Branson, spatula, spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 1800, tabung sentrifugasi 50 ml, timbangan analitik Sartorius, dan vortex Boeco

3.3 Pereaksi

Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, ammonium sulfat, asam asetat, Bovine Serum Albumin (BSA), tembaga (II) sulfat, kalium natrium tartrat, natrium asetat dan natrium hidroksida.

3.4 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan Pereaksi Natrium Hidroksida (NaOH) 10%: dilarutkan 10 gram NaOH ke dalam 30 ml air suling, setelah larut dan dingin dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan sampai garis tanda pada labu tentukur.

Pembuatan pereaksi Biuret: dilarutkan 0,15 gram tembaga (II) sulfat dan 0,6 gram kalium natrium tartrat dalam 50 ml air suling dalam labu tentukur 100 ml.

Kemudian ditambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dihomogenkan,

selanjutnya ditambahkan air suling sampai garis tanda.

(34)

Pembuatan Larutan Buffer Asam Asetat pH 5: campuran dari 2,8 ml asam asetat 0,2 M dengan 5 ml natrium asetat 0,2 M maka terlebih dahulu dibuat : a. Larutan asam asetat 0,2 M

Diencerkan 1,2 ml asam asetat glasial 100% dengan akuades sampai 100 ml.

b. Larutan natrium asetat 0,2 M

Dilarutan 1,64 gram natrium asetat dengan akuades sampai 100 ml. Setelah itu dicampurkan kedua larutan dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda dan kocok. Diukur pH larutan yang dikehendaki yaitu 5.

3.5 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, artinya sampel dipilih hanya atas dasar pertimbangan peneliti dengan anggapan bahwa unsur-unsur yang ingin diteliti sudah mewakili seluruh anggota sampel. Sampel yang digunakan adalah susu kedelai yang masing-masing dijual dari Pajak Sore Padang Bulan Medan.

3.6 Penentuan Kadar Protein dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis 3.6.1 Panjang Gelombang Serapan Maksimum BSA

Pembuatan Larutan Induk Baku Bovine Serum Albumin (BSA) 22.000 ppm dilakukan dengan menimbang 1,1 gram Bovine Serum Albumin (BSA), kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml sampai garis tanda.

Setelah itu, dilanjutkan dengan mengencerkan larutan menjadi 1.100 ppm

dengan cara mengambil sebanyak 0,25 ml larutan BSA dan dimasukkan ke dalam

labu tentukur 5 ml kemudian ditambahkan 0,4 ml pereaksi Biuret, selanjutnya

ditambahkan akuades sampai garis tanda. Setelah itu larutan didiamkan selama ±

(35)

25 menit, diukur serapan pada panjang gelombang 400-800 nm. Catat panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh tersebut (Jubaidah, 2016).

3.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA)

Disiapkan enam labu tentukur 5 ml. Dipipet 0,15 ml; 0,3 ml; 0,4 ml; 0,45 ml dan 0,55 ml larutan BSA induk 22.000 ppm dan dimasukkan ke setiap labu tentukur 5 ml. Kemudian ditambahkan pereaksi Biuret masing-masing 0,4 ml dan dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi berutur-turut 660 ppm, 1.320 ppm, 1.760 ppm, 1.80 ppm dan 2.420 ppm. Kemudian diinkubasi selama 25 menit, kemudian diukur absorbansi masing-masing larutan dengan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh sebelumnya (Jubaidah, 2016).

3.6.3 Pengukuran Kadar Protein Susu Kedelai

Dipipet sampel susu kedelai sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian diendapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal sambil dihomogenkan dengan vortex sampai jenuh. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi disentrifugasi dengan kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit, kemudian dipisahkan supernatannya. Diambil lapisan yang atas, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan buffer Asetat pH 5.

Kemudian dipipet 0,1 ml larutan yang terbentuk dan dimasukkan ke dalam labu

tentukur 5 ml, kemudian ditambahkan 0,4 ml reagen Biuret, lalu selanjutnya

ditambah dengan larutan buffer Asam Asetat pH 5 sampai batas tanda. Setelah itu

larutan didiamkan selama ± 25 menit pada suhu ruang. Dibaca absorbansi pada

Spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang maksimum yang telah

diperoleh. Dilakukan pengulangan 3 kali.

(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Panjang Gelombang Serapan Maksimum Bovine Serum Albumin (BSA)

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum Bovine Serum Albumin (BSA) pada konsentrasi 1.100 ppm dalam labu tentukur 5 ml dilakukan pada menit ke-25 setelah penambahan 0,4 ml pereaksi Biuret, serta ditambahkan akuades sampai garis tanda, dan diukur pada panjang gelombang 400-800 nm (Serlahwaty, 2015). Hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum Bovine Serum Albumin (BSA) dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Kurva panjang gelombang serapan maksimum BSA (545 nm)

(37)

Berdasarkan Gambar 4.1, panjang gelombang serapan maksimum BSA diperoleh pada 545 nm. Menurut Lubran (1978), panjang gelombang serapan maksimum BSA dapat diperoleh diantara wilayah 540 sampai 570 nm.

Penambahan pereaksi Biuret akan menghasilkan perubahan warna menjadi ungu untuk menunjukkan hasil yang positif sehingga konsentrasi protein pada susu kedelai dapat ditentukan dengan Spektrofotometer sinar tampak. Perubahan warna ini terjadi karena adanya reaksi Biuret dengan ikatan peptida dari protein susu kedelai. Ion Cu

2+

dari CuSo

4

dalam suasana basa NaOH akan membentuk kompleks dengan ikatan peptida protein pada susu kedelai, kompleks ini yang menyebabkan perubahan warna (Yusdiana, 2018).

4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA)

Pembuatan kurva kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA) dilakukan dengan mengukur absorbansi Bovine Serum Albumin (BSA) pada konsentrasi 0 ppm, 660 ppm, 1.320 ppm, 1.760 ppm, 1.980 ppm dan 2.420 ppm, pada panjang gelombang 545 nm. Nilai absorbansi Bovine Serum Albumin (BSA) dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan kurva kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA) dengan berbagai konsentrasi ditunjukkan oleh Gambar 4.2.

Tabel 4.2 Nilai absorbansi Bovine Serum Albumin (BSA) dengan berbagai konsentrasi

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

0 0

660 0,207

1320 0,414

1760 0,526

1980 0,634

2420 0,802

(38)

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA) Berdasarkan hasil pembuatan kurva kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA) yang menghubungkan berbagai konsentrasi dengan absorbansi, diperoleh persamaan linear Y = 0,000324447X - 0,009665996, dimana nilai koefisien korelasi r = 0,998774285. Koefisien korelasi ini telah memenuhi kriteria penerimaan yaitu ≥ 0,98 (Wardani, 2017).

Koefisien korelasi atau uji kelinearan digunakan untuk mengetahui keabsahan dari kurva kalibrasi yang diperoleh. Semakin dekat nilai koefisien korelasi ke 1, maka semakin kuat korelasi positifnya. Jika koefisien korelasi bernilai 1 maka variabel menunjukkan korelasi positif sempurna (Hasan, 2006).

4.3 Pengukuran Kadar Protein pada Susu Kedelai

Hasil pengukuran sampel susu kedelai A dan susu kedelai B untuk penentuan kadar protein dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 545 nm, dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan untuk perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6.

0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0

y = 0,000324447x - 0,009665996 R = 0,998774285

0,802

0,634 0,526 0,414

0,207

0

-0,1 0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Konsentrasi Standar Protein (ppm)

Abso rb an si

(39)

Tabel 4.3 Hasil penetapan kadar protein susu kedelai

Sampel Konsentrasi Rata- Kadar Protein

rata (µg/ml) (%b/b)

Susu Kedelai A 893,8265 8,9382

Susu Kedelai B 2121,5565 21,2155

Dari Tabel 4.3 di atas, kadar protein dari setiap sampel memiliki hasil yang berbeda, kadar protein pada susu kedelai A diperoleh 8,9382% dan pada susu kedelai B diperoleh 21,2155%. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01- 3830-1995 syarat minimum kadar protein pada susu kedelai 2,0%, maka disimpulkan susu kedelai A dan susu kedelai B memenuhi syarat minimum kadar protein.

Perbedaan kadar protein pada susu kedelai dapat disebabkan oleh beberapa

faktor. Salah satunya suhu air pada proses penggilingan kedelai. Menurut penelitian

Prasetyo (2004) penurunan kadar protein terjadi karena adanya denaturasi protein

pada suhu yang tinggi. Menurut penelitian Malina (2011), suhu optimum untuk

proses penggilingan kedelai adalah 60

O

C. Selain itu, penurunan kadar protein

kedelai juga dapat disebabkan karena kualitas biji kedelai yang sudah rusak akibat

panas atau mutunya memang rendah (Ginting, 2019).

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

a. Kadar protein dari susu kedelai A sebesar 8,9382% dan susu kedelai B sebesar 21,2155% yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV- Vis.

b. Kadar protein pada susu kedelai A dan susu kedelai B yang ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Vis memenuhi syarat SNI 01-3830- 1995 yang menyatakan syarat minimum kadar protein susu kedelai minimal 2,0%.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka penulis menyarankan untuk

menguji kadar protein susu kedelai yang bermerek.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H. (2017). Validasi Metode Analisis Flavonoid dari Ekstrak Etanol Kasumba Turate (Carthamus tinctorius L.) Secara Spektrofotometri Uv-Vis. Skripsi.

Makassar: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Halaman 32-33.

Ekafitri, R. Dan Isworo, R. (2014). Pemanfaatan Kacang-Kacangan sebagai Bahan Baku Sumber Protein untuk Pangan Darurat. Jurnal Pangan. Surakarta:

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Vol. 23(2): 134-135.

Erna, S. (2019). Uji Organoleptik dan Kadar Protein Terhadap Susu Nabati

Berbahan Baku Kacang Tanah (Arachis hypogaea) dengan Penambahan Perisa Jeruk Manis (Citrus sinensis). Skripsi. Yogyakarta: Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Halaman 7-8.

Ginting, E. Dan Tastra, I. K. (2019). Standar Mutu Biji Kedelai. Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Malang: Balai Penelitian Tanaman Kacang- kacangan dan Umbi-umbian: 456.

Hasan, I. (2006). Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.

Halaman 43-44.

Hasan, K. (2010). Penetapan Kadar Protein Dengan Metode Spektrofotometri dan Kadar Lemak dengan Metode Sokletasi pada Terung Kopek Ungu dan Terung Kopek Hijau. Skripsi. Makassar: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar. Halaman 33-37, 75-77.

Helwandi, I., R. (2016). Validasi Metode Spektrofotometri UV-Vis Analisis Tiga Panjang Gelombang untuk Penetapan Kadar Tablet Prednison yang

Mengandung Zat Pewarna. Skripsi. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Halaman 16, 21-24.

Istiqomah (2014). Karakterisasi Mutu Susu Kedelai Baluran. Skripsi. Jember:

Fakultas Teknologi Pertanian. Halaman 4, 8.

Lubran, M. (1978). The Measurement of Total Serum Proteins by the Biuret Method. Annals Of Clinical and Laboratory Science. Vol 8(2): 107.

Maslinda (2011). Pengaruh Suhu Air pada Proses Penggilingan Kedelai (Glycine Max (L) Merril) Terhadap Kadar Protein Susu Dengan Metode Spektrofotometri Uv-Vis. Skripsi. Pekanbaru: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Halaman 15- 16, 20-23, 52.

Pamungkasari, D. (2008). Kajian Penggunaan Susu Kedelai Sebagai Substitusi

(42)

Susu Sapi Terhadap Sifat Es Krim Ubi Jalar (Ipomoea batatas). Skripsi.

Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Halaman 14-15, 29-30.

Prasetyo, S. (2004). Peningkatan Mutu Susu Kedelai dengan Perlakuan pada Proses Penggilingan dan Penambahan Natrium Bikarbonat. Skripsi. Bandung:

Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan. Halaman 7- 8.

Purwanto, M., G., M. (2014). Perbandingan Analisa Kadar Protein Terlarut dengan Berbagai Metode Spektroskopi UV-Visible. Jurnal Ilmiah Sains &

Teknologi. Surabaya: Fakultas Teknobiologi Universitas Surabaya. Vol.

7(2): 69.

Rohmah, S., A., Muadifah, A. dan Martha R., D. (2021). Validasi Metode

Penetapan Kadar Pengawet Natrium Benzoat pada Sari Kedelai di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Tulungagung Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis. Jurnal Sains dan Kesehatan. Tulungagung: Fakultas Farmasi STIKes Karya Putra Bangsa. Vol. 3(2): 121.

Serlahwaty, D., Syarmalina. dan Sari, N. (2015.) Analisis Kandungan Lemak dan Protein Terhadap Kualitas Soyghourt dengan Penambahan Susu Skim.

Berkala Ilmiah Kimia Farmasi. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Vol 4 (2): 40.

SNI (1995). Susu Kedelai. SNI 01-3830-1995. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Halaman 1.

Stefia, E., M. (2017). Analisis Morfologi dan Struktur Anatomi Tanaman Kedelai (Glycine max L.) pada Kondisi Tergenang. Tugas Akhir. Surabaya: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh November. Halaman 5, 14.

Wardani, N., T., K. (2017). Pengaruh Co(II) Pada Analisis Besi(III) dengan Pengompleks 1,10-Fenantrolin Pada PH 3,5 Secara Spektrofotometri UV- Vis. Skripsi. Surabaya: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh November. Halaman 16.

Warisno dan Dahana, K. (2010). Meraup Untung dari Olahan Kedelai. Cetakan Pertama. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka. Halaman 4-6.

Yusdiana, N. (2018). Analisis Kadar Protein pada Okra (Abelmoschus Esculentus

(L.) Moench) dengan Metode Kjeldahl. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara. Halaman 19-20.

(43)

LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Sampel

Susu kedelai A (1) dan susu kedelai B (2)

(44)

Lampiran 2. Gambar Alat

Sonikator (Branson) pH Meter (Hanna)

Vortex (Boeco) Sentrifugasi (Hitachi)

Spektrofotometri UV-Vis (Shimadzu 1800) dan seperangkat PC dengan software

UV Probe

(45)

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

Sampel Sampel di sentrifugasi selama

10 menit dengan kecepatan 11.000 rpm

Penambahan buffer asetat pH 5 Perubahan warna setelah

pada endapan penambahan pereaksi biuret

(46)

Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Regresi dan Kurva Kalibrasi Bovine Serum Albumin (BSA)

Tabel Perhitungan Regresi

X Y XY X

2

Y

2

0 0 0 0 0

660 0,207 136,62 435600 0,042849

1320 0,414 546,48 1742400 0,171396

1760 0,526 925,76 3097600 0,276676

1980 0,634 1255,32 3920400 0,401956

2420 0,802 1940,84 5856400 0,643204

∑X = 8140 ∑Y = 2,583 ∑ = 4805,02 ∑ = 15052400 ∑ = 1,536081 𝑋̅ = 1356,666667 𝑌̅ = 0,4305

(∑𝐗𝐘)−(∑𝐗)(∑𝐘)/𝒏

a =

(∑𝑿 𝟐 )−(∑𝐗) 2 /𝒏

(4805,02)−(8140)(2,583)/6

a =

(15052400)−(8140) 2 /6 1300,75

a =

4009133,333 a = 0,000324447 b = 𝑌̅ – a 𝑋̅

b = 0,4305 – (0,000324447)(1356,666666667) b = - 0,009665996

Jadi, persamaan regresi adalah Y = 0,000324447 X - 0,009665996 Koefisien korelasi (r)

r

2

= (∑𝐗𝐘)−(∑𝐗)(∑𝐘)/𝐧

√[(∑𝑿 𝟐 )−(∑𝐗) 𝟐 /𝒏)] [(∑𝒀 𝟐 )−(∑𝐘) 𝟐 /𝒏]

r

2

= (4805,02)−[(8140)(2,583)/6]

√[(15052400)−(8140) 2 /6)][(1,536081)−(2,583) 2 /6)]

r

2

= 1300,75 1300,94457

= 0,997550072

r = 0,998774285

(47)

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Protein Susu Kedelai PERHITUNGAN KADAR PROTEIN SUSU KEDELAI

Tabel Data Kadar Protein Susu Kedelai Susu

Kedelai Absorbansi Konsentrasi Kadar Protein Rata-rata Kadar

(µg/ml) (%b/b) Protein (%b/b)

A

0,273 871,223947208635 8,71223947208635

8,9382 0,286 911,2921247538119 9,112921247538119

0,282 898,9634547399113 8,989634547399113 B

0,681 2128,748288626494 21,28748288626494

21,2155 0,678 2119,501786116068 21,19501786116068

0,677 2116,419618612593 21,16419618612593 Perhitungan kadar protein :

Persamaan regresi yang diperoleh Y = 0,000324447 X - 0,009665996

FP = 5 0,1 FP = 50 kali

Y = 0,000324447 X - 0,009665996 O,273 = 0,000324447 X - 0,009665996

0,273 µ𝑔/𝑚𝑙 + 0,009665996

X =

0,000324447

X = 871,223947208635 µg/ml

X = 0,000871223947208635 gram/ml

% Protein = 𝑋

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑙) × Volume Labu Awal × FP × 100%

% Protein = 0,000871223947208635 mg/ml

5 𝑚𝑙 × 10 ml × 50 × 100%

% Protein = 8,71223947208635 %

Dengan cara yang sama, maka dapat dicari kadar protein untuk masing-

masing sampel.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa (1) upaya yang dilakukan pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dalam mewujudkan keluarga sakinah

Format frame yang sama juga digunakan untuk pengiriman data dari router ke coordinator , masing-masing format dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20.. Frame

Dalam pengelolaan gambir pada Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota melalui Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan terlebih

Dengan melihat kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan oleh pelanggan maka penulis dapat menganalisa kebutuhan proses yang dapat diterapkan dalam sistem ini. Adapun

Untuk penyelenggaraan acara ini sendiri biasanya bisa dilakukan dan diatur sendiri atau dikelola dengan menunjuk pihak Event Organizer.Event Organizer sendiri

Kehati-hatian dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Oleh PT. Centeral Santosa Finance Pekanbaru. Manajemen Resiko PT. Centeral Santosa Finance Pekanbaru. Manajemen resiko

Apabila dilakukan pembelian terhadap beberapa item bahan baku dengan harga tertentu yang sudah ditetapkan, maka tidak serta merta seluruh modal yang dimiliki dialokasikan untuk

Tujuan penelitian ialah untuk menganalisis faktor psikologis (keyakinan dan persepsi), perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan), serta organisasi (kebijakan, SPO,