• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAINER PRODUKSI PADA FILM PENDEK TENTANG PERUBAHAN PERILAKU PEMBUAT KAPAL PINISI DI BONTO BAHARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DESAINER PRODUKSI PADA FILM PENDEK TENTANG PERUBAHAN PERILAKU PEMBUAT KAPAL PINISI DI BONTO BAHARI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DESAINER PRODUKSI PADA FILM PENDEK

TENTANG PERUBAHAN PERILAKU PEMBUAT KAPAL PINISI DI BONTO BAHARI

PRODUCTION DESIGNERS ON SHORT FILMS

ABOUT CHANGES IN BEHAVIOR OF PINISI SHIP BUILDERS IN BONTO BAHARI

Andi Muh. Fadlan Iskandar1, Anggar Erdhina Adi, S.Sn., M.Ds.2

Prodi S1 Desain Komunikasi Visual, Fakultas Industri Kreatif, Univeristas Telkom

1andimuhfadlan@student.telkomuniversity.ac.id, 2anggarwarok@telkomuniversity.ac.id

Abstrak

Kapal Pinisi adalah kapal kayu yang menurut sejarah diciptakan oleh tiga desa yang di Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba yaitu Tana Beru, Tana Lemo, dan Desa Ara, yang identik dengan dua tiang dan tujuh layar. Ilmu pembuatan Kapal Pinisi diwariskan secara turun temurun kepada keluarga pembuat Kapal Pinisi. Namun pada saat ini, keberlangsungan regenerasi pembuat Kapal Pinisi mengalami berbagai macam hambatan, salah satunya adalah generasi penerus. Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya perubahan perilaku regenerasi pembuat Kapal Pinisi di Bonto Bahari.

Tipe penelitian ini adalah kualitatif, menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan Psikologi Lingkungan dan ekologi psikologi sebagai teori pendekatan. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah lapangan dan pustaka. Teknik pengumpulan data berupa studi pustaka, observasi, dan wawancara.

Perancang menggunakan landasan pemikiran pada penelitian meliputi generasi pembuat Kapal Pinisi, media komunikasi berbentuk film pendek, perancang sebagai desainer produksi yang mengutamakan setting dan properti untuk membangun look dan mood pada film pendek. Dari hasil penelitian, ditemukan tema besar berupa film pendek tentang perubahan perilaku pembuat Kapal Pinisi terhadap putusnya regenerasi di Bonto Bahari.

Kata Kunci : Perubahan Perilaku Pembuat Kapal Pinisi, Film Pendek, Desainer Produksi.

Abstract

The Pinisi ship is a wooden ship which historically was created by three villages in Bonto Bahari District, Bulukumba Regency, namely Tana Beru, Tana Lemo, and Ara Village, which are identical with two masts and seven sails. Pinisi shipbuilding science has been passed down from generation to generation to the Pinisi shipbuilding family. However, at this time, the continuity of the regeneration of the Pinisi Shipbuilders is experiencing various obstacles, one of which is the next generation. The purpose of this research is to determine the causes of changes in the regeneration behavior of Pinisi shipbuilders in Bonto Bahari. This type of research is qualitative, using a case study method with an environmental psychology approach and ecological psychology as a theoretical approach. Data collection methods in this research are field and literature. Data collection techniques in the form of literature study, observation, and interviews. The designer uses the rationale in research including the generation of Pinisi ship builders, communication media in the form of short films, the designer as a production designer who prioritizes settings and properties to build the look and mood of the short film. From the research results, found a big theme in the form of a short film about changes in the behavior of Pinisi shipbuilders to break off regeneration in Bonto Bahari.

Keywords: Changes in Pinisi Shipbuilding Behavior, Short Films, ProductionDesigner.

1. Pendahuluan

Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat melimpah. Dengan pemanfaatan yang baik, bisa membuat masyarakat Indonesia hidup dengan sejahtera. Salah satu kekayaannya adalah lautan, hal ini membuat

(2)

rakyat Indonesia dikenal sebagai bangsa pelaut yang hebat. Salah satu budaya yang terkenal adalah sejarah suku Bugis dari Sulawesi Selatan, mengarungi lautan yang ada di muka bumi dengan menggunakan Kapal Pinisi.

Berdasarkan situs belajar.kemdikbud.go.id pada 15 Oktober 2019, menurut naskah Lontara I Babad La Lagaligo, Kapal Pinisi sudah ada sejak abad ke-14. Putra Mahkota dari Kerajaan Luwu bernama Sawerigading membuat kapal tersebut yang dipakai berlayar menuju Tiongkok untuk meminang Putri Tiongkok, We Cudai.

Setelah berhasil meminang sang Putri We Cudai, mereka kembali ke Luwu menggunakan perahu yang dipakai Sarewigading. Ketika mendekati pantai Luwu, perahu yang mereka tumpangi dihantam oleh ombak besar hingga pecah dan tersebar di tiga wilayah Kabupaten Bulukumba, yaitu Desa Ara, Tana Beru, dan Tana Lemo.

Masyarakat dari ketiga tempat tersebut merakit kembali perahu tersebut dan terciptalah Kapal Pinisi.

Sejarahnya, Kapal Pinisi murni berasal dari kabupaten Bulukumba, Kecamatan Bonto Bahari. Di tempat ini para pembuat Kapal Pinisi yang asli bermukim, memproduksi Kapal Pinisi untuk konsumen dan untuk diri sendiri. Berbeda dengan zaman dahulu, saat pembuatan Kapal Pinisi adalah satusatunya pekerjaan yang dapat dilakukan oleh para generasi muda Kecamatan Bonto Bahari. Muslimin (2018:155) menyebutkan kalau generasi muda cenderung malu untuk melanjutkan profesi ayahnya. Karena menjadi seorang pembuat Kapal Pinisi hanya dipekerjakan oleh pengusaha, sehingga para pemuda berpendapat jika pekerjaan menjadi seorang pembuat Kapal Pinisi adalah pekerjaan yang berstatus rendah. Kemudian menurut Basri, pembuat Kapal Pinisi di Kelurahan Tana Beru dalam situs mongabay.co.id pada 2017, anak-anak muda cenderung untuk merantau ke luar kota dibandingkan menjadi pembuat Kapal Pinisi. Selain itu, pengusahapengusaha dari luar negeri justru datang jauh- jauh untuk mempelajari Kapal Pinisi, bahkan semakin banyak dari mereka yang memandang Kapal Pinisi sebagai lahan untuk berbisnis. Dalam situs Jawapos.com pada 2017,puluhan warga dari Bulukumba telah dibawa ke Kalimantan untuk memproduksiKapal Pinisi di sana, bahkan ada lima warga yang dibawa hingga ke luar negeri, seperti di Thailand. Hal ini menyebabkan para pembuat Kapal Pinisi sulitmengajarkan proses seni pembuatan Kapal Pinisi kepada para generasi mudatersampaikan.

Inf

ormasi mengenai regenerasi pembuat Kapal Pinisi dengan menggunakan media film pendek dirasa sangat penting. Rabiger dan Hurbis-Cherrier (2013) menjelaskan film pendek sebagai film dengan durasi antara dua menit hingga 30 menit. Effendy (2009:45-46) Menyebutkan tugas utama seorang desainer produksi adalah membantu sutradara menentukan suasana dan warna apa yang akan tampil dalam film. Desainer produksi menerjemahkan apa yang jadi keinginan kreatif sutradara dan merancangnya

.

Dalam situs studioantelope.com pada tahun 2019, Jesika Ismail menuliskan dalam Mise En Scene, Setting merupakan sala satu bagian penting dalam film. Salah satu fungsi setting adalah memberi informasi tentang lokasi dan waktu dalam film. Setting mampu memberi makna pada naratif pada film. Bagian dari setting, yaitu properti, memiliki peran aktif dalam akting padakarakter.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perancang berkeinginan untuk merancang sebuah film pendek yang mengangkat fenomena tentang perubahan perilaku pembuat Kapal Pinisi terhadap putusnya regenerasi di Bonto Bahari dengan desain produksi berdasar kepada perancangan Setting dan properti.

2. Dasar Teori

2.1 Generasi Pembuat Kapal Pinisi 2.1.1 Pembuat Kapal Pinisi

Masyarakat Kecamatan Bonto Bahari sudah lama dikenal sebagai pembuat Kapal Pinisi. Menurut Soemardjo (59:2014) dalam Adi (2020:47), jika identitas itu merupakan berbagai macam unsur yang didukung dengan kesimetrisan dan keseimbangan dalam suatu komunitas sehingga dapat menghasilkan suatu keselarasan.

Kemudian Burke dan Stets (2009:3) dalam Hendiawan dan Rahmansyah (2019:95) menyatakan identitas adalah sekumpulan makna yang menentukan jati diri seseorang ketika menjadi penduduk dan memiliki peran khusus dalam masyrakat, anggota kelompok tertentu atau memiliki sebuah karakteristik tertentu yang menjadikannya unik. Muslimin et al. (2018:152) mengatakan, anak pembuat Kapal Pinisi sejak kecil sudah ikut membantu ayahnya dalam proses pembuatan kapal. Kemudian menurut Jaya (2018:26) dibutuhkan juragan, punggawa, dan sawi untuk memproduksi sebuah Kapal Pinisi.

2.1.2 Proses Pengenalan Pembuatan Kapal Pinisi

Proses belajar secara terus menerus oleh regenerasi pembutat Kapal Pinisi dengan ayah mereka atau keluarga yang lain untuk bisa mewarisi ilmu pembuatan Kapal Pinisi. Amir (2016:47) mengatakan proses yang dilakukan oleh para pembuat Kapal Pinisi tersebut dapat dikatakan sebagai pembelajaran dalam jalur formal.

2.2 Media Komunikasi Berbentuk Film Pendek

Bordwell dan Thompson (2013:2) mengatakan penyampaian ide dan informasi dapat dilakukan dengan menunjukkan tempat dan jalan hidup yang sebelumnya mungkin belum kita tahu. Kemudian Rabiger dan Hurbis- Cherrier (2013) mendefinisikan film pendek sebagai film pendek yang berdurasi antara dua menit hingga 30 menit.

2.2.1 Desainer Produksi Film Pendek

Desainer Produksi mempunyai peranan yang sangat penting, menyumbangkan latar belakang yang penting dalam pembuatan film, menerjemahkan konsep yang abstrak dan verbal kedalam pengertian dan bentuk-

(3)

bentuk yang kongkrit dan visual. Pada awalnya berbentuk sketsa atau gambar kasar pada tahap lebih lanjut membuat rencana, denah, atau maket dari set (Doena & Joang, 2017:12).

2.2.2 Peran Desainer Produksi

Produksi secara teknis adalah koordinator lapangan yang melaksanakan eksekusi atas semua rancangan tata artistik (Anwar, dkk, 2008:115). Menurut Anwar (2008: 113) tugas desainer produksi terdiri dari:

a. Pra Produksi (Menganalisa skenario, Hunting lokasi shootung, Menetapkan lokasi shooting, Merancang desain tata letak. Membentuk teamwork, Menentukan kebutuhan material, dan membuat breakdown departemen artistik).

b. Produksi (Melaksanakan control atas hasil pekerjaan tata artistik sebelum dan selama proses perekaman gambar dan suara, Cepat dan tanggap dalam mengatasi kesulitan yang timbul didalam set pada saat shooting, dan siap menghadapi perubahan manakala situasi diluar rencana).

c. Pasca Produksi (Pertanggung jawaban tata artistik).

2.3 Teori Ekologi Psikologi

Menurut Barker dalam Bell, dalam Iskandar (2012: 41) menjelaskan dalam teori psikologi ekologi mengkaji hubungan antara lingkungan dengan tingkah laku secara ekologis saling tergantung.

Dalam hal ini, Barker memfokuskan kajiannya mengenai pengaruh setting perilaku pada tingkah laku banyak orang. Stimulus lingkungan merupakan objek yang terdapat dalam lingkungan. Manusia berinteraksi antara lingkungan dengan objek yang terdapat di lingkungan akan melakukan adjustment secara timbal balik antara individu, lingkungan sosial, lingkungan fisik.

Ketika kita mempersepsi objek yang berada di lingkungan, objek tersebut tidak mengalami perubahan.

Tetapi dalam proses pemaknaan tersebut, benda tersebut mempunyai makna tertentu.

3. Pembahasan

3.1 Data dan Analisis Objek Penelitian 3.1.1 Data Objek

Data berikut adalah tema-tema yang muncul terkait masalah perubahan perilaku pembuat Kapal Pinisi yang dikumpulkan melalui teknik wawancara, observasi, dan studi literatur terkait masalah fenomena

.

1. Tana lemo

Informan yang memberikan informasi pada wilayah ini adalah H. Darwis, seorang juragan yang mempunyai tempat pembuatan Kapal Pinisi.

Tabel 1 Tema yang muncul dari data objek di Tana Lemo

Tema Deskripsi

Peminat Kapal Pinisi

Pada pemasarannya, H. Darwis melihat jika turis-turis asing senang dengan desain Kapal Pinisi karena memiliki bahan baku yang hampir semuanya terbuat dari kayu serta menambah estetika dari kapal itu sendiri.

Turun- temurun

H. Darwis sejak kecil sudah ikut membantu orang tuanya dalam pembuatan Kapal Pinisi. Ketika waktu luang H, Darwis bersama teman-temannya melihat bagaimana proses pembuatan Kapal Pinisi,

Masalah regenerasi

H. Darwis mempunyai dua orang anak laki-laki, tetapi kedua anaknya tersebut belum mempunyai minat untuk menjadi penerus pembuat Kapal Pinisi. Ia merasa jika mental anak muda zaman sekarang sangat berbeda dengan anak muda zaman dahulu, apalagi dalam urusan mencari uang.

Anak muda zaman sekarang terlihat manja dan selalu bergantung kepada orang tua.

Tidak bisa berbuat banyak

Beliau pun tidak mengetahui solusi apa yang diberikan untuk menumbuhkan minat para generasi muda agar mempunyai keinginan untuk meneruskan pembuatan Kapal Pinisi, karena disebabkan juga oleh perubahan zaman.

2. Tana Beru

Informan yang memberikan informasi pada wilayah ini adalah H. Kardi, seorang juragan yang mempunyai tempat pembuatan Kapal Pinisi.

Tabel 2 Tema yang muncul dari data objek di Tana Beru

Tema Deskripsi

Jaminan pembuat Kapal Pinisi

H. Kardi juga mengatakan salah satu hal yang bisa dilakukan untuk terus mempertahankan regenerasi adalah dengan mensejahterakan para pembuat Kapal Pinisi. Menurutnya, dengan gaji yang lebih besar daripada UMR atau UMP, harusnya para regenerasi tidak memilih profesi lain dan lebih memilih untuk menjadi pembuat Kapal Pinisi yang kehidupannya bisa terjamin.

Harapan H, Kardi juga berharap kepada masyarakat untuk turut membantu pelestarian Kapal Pinisi, beliau meminta para mahasiswa untuk bisa menyampaikan pesannya kepada seluruh pihak yang dapat memberikan solusi atas semua permasalahan yang kini sedang dihadapi oleh para pembuat Kapal Pinisi, khusunya masalah bahan baku serta tenaga kerja.

(4)

Makna Kapal Pinisi bagi pembuatnya

Karena bagi H. Kardi, Kapal Pinisi memiliki makna mendalam baginya, dan juga bagi

kebanyakan pembuat Kapal Pinisi di tempat lainnya. Sejak kecil mereka telah ditanamkan rasa cinta terhadap Kapal Pinisi yang pada akhirnya menyatu menjadi bagian jiwa dari seorang pembuat Kapal Pinisi.

3, Desa Ara

Informan yang memberikan informasi pada wilayah ini adalah H. Suting, seorang juragan yang mempunyai tempat pembuatan Kapal Pinisi.

Tabel 3 Tema yang muncul dari data objek di Tana Beru

Tema Deskripsi

Bahan Baku melimpah di Kalimantan

H. Suting mengatakan, beberapa tahun yang lalu, para pembuat Kapal Pinisi yang berasal dari Desa Ara sempat berbondong-bondong menuju Kecamatan Batu Licin, Provinsi Kalimantan Selatan, dalam melakukan proses produksi Kapal Pinisi. Hal tersebut terjadi karena para pembuat kapal melihat potensi bahan baku dalam pembuatan kapal yang sangat melimpah di pulau Kalimantan. Mereka menetap kurang lebih sepuluh tahun dengan jumlah masyarkat dari Desa Ara yang mencapai ribuan orang. Ratusan kapal berhasil di produksi oleh para pembuat Kapal Pinisi tersebut,

Peminat Kapal Pinisi

Pembelinya mulai berasal dari lokal hingga asing.

Turun- temurun

H. suting menjadi seorang pembuat Kapal Pinisi karena ikut orang tua. Dahulu ia dengan teman-temannya sudah belajar menjadi seorang pembuat Kapal Pinisi dari ayah atau pamannya.

H. Suting pada saat itu mulai mengenal dan belajar pembuatan Kapal Pinisi sejak tahun 1980- an.

Pengorbanan Pada saat itu, memang anak-anak di wilayah Desa Ara jarang yang bersekolah, sehingga kegiatan pembuatan Kapal Pinisi adalah pilihan utama untuk menghabiskan waktu mereka, dari keseharian itulah menumbuhkan minat generasi muda pada zaman dahulu untuk menjadi seorang pembuat Kapal Pinisi.

3.1.2 Analisis Data Objek

Tabel 4 Analisis Objek

Metode Analisis Tujuan Analisis Unit Analisis

Pengelompokkan kategorikal Mengkategorikan tematema yang muncul ke dalam ruang lingkup psikologi lingkungan.

a. Individu

b. Lingkungan sosial c. Lingkungan fisik Tabel 5 Unit Analisis

Unit Analisis Analisis

Individu Memahami tentang kepribadian, tingkah laku, emosi pembuat Kapal Pinisi dalam merancang tata artistic untuk membangun look dan mood pada karakter yang mengangkat fenomena perubahan perilaku regenerasi pembuat Kapal Pinisi di Bonto Bahari.

Lingkungan Fisik Memahami lingkungan tempat pembuat Kapal Pinisi berada, dari tempat tinggal, tempat kerja pembuatan kapalnya untuk membangun look dan mood dalam merancang tata artistic yang mengangkat fenomena tentang perubahan perilaku regenerasi pembuat Kapal Pinisi di Bonto Bahari.

Lingkungan Sosial Memperhatikan dan memahami interaksi para pembuat Kapal Pinisi dengan masyarakat yang ada di Kecamatan Bonto Bahari dalam merancang tata artistik untuk membangun look dan mood pada fenomena tentang perubahan perilaku regenerasi pembuat Kapal Pinisi di Bonto Bahari.

Dari hasil analisis tersebut, perancang merujuk kepada faktor individu dan lingkungan yang meliputi suasana hati dan latar belakang yang menjadi pengaruh masalah regenerasi pembuat Kapal Pinisi dalam membentuk setting dan properti melalui psikologi lingkungan yang dapat membangun look dan mood film pendek

.

3.2 Data dan Analisis Khalayak Sasar 3.2.1 Data Khalayak Sasar

a. Geografis

Perancang memfokuskan wilayah pada Kecamatan Bonto Bahari, tepatnya ditiga lokasi berbeda, yaitu:

Tana Beru, Tana Lemo, dan Desa Ara.

b. Demogarafis

Perancang menentukan khalayak sasar kepada remaja hingga dewasa awal yaitu 11-24 tahun, jenis kelamin laki-laki, dan keturunan dari generasi pembuat Kapal Pinisi yang tidak melanjutkan profesi ayahnya.

c. Psikografis

(5)

Remaja dari keluarga pembuat Kapal Pinisi yang tidak ingin melanjutkan profesi ayahnya sebagai pembuat Kapal Pinisi.

3.2.2 Analisis Khalayak Sasar

Lokasi berfokus pada Kecamatan Bonto Bahari, tepatnya di Tana Beru, Tana Lemo, dan Desa Ara, perancang memilih ketiga tempat tersebut karena data yang telah didapatkan dari lokasi-lokasi ini ditemukan masalah dari fenomena.

perancang menentukan pada pendidikan minimal SMP karena individu sudah mulai bisa berpikir dengan kritis. Jenis kelamin laki-laki juga dipilih karena regenerasi pembuat Kapal Pinisi hanya bisa berjalan kepada penerus jenis kelamin laki-laki.

Perancang memilih remaja untuk dijadikan sebagai khalayak sasar karena mereka adalah kunci regenerasi. Para remaja mulai berpikir secara kritis sehingga dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri

.

3.3 Data dan Analisis Karya Sejenis 3.3.1 Data dan Analisis Karya Sejenis

Sutradara : Hanung Bramantyo Tahun Produksi : 2019

Durasi : 5:58 menit Genre : Drama-Keluarga

Sinopsis : Aurora adalah seorang siswi SMA yang sedang dilanda asmara di sebuah gubuk tua dengan teman laki-lakinya, Dewa. Mereka yang sedang mengalami mabuk asmara tidak sengaja melakukan hal terlarang di luar nikah. Namun, segala hal yang sudah terlanjur harus mereka hadapi terutama dengan permasalahan keluarga mereka yang rumit.

Gambar 1. Tangkapan layar film SIN (2019) Sutradara : Sim F Tahun Produksi : 2019

Durasi : 11:00 menit (3 episode) Genre : Drama-Keluarga

Sinopsis : Seorang pemuda yang selamat dari musibah Tsunami Aceh 2004.

Kini, ia mencoba mencari jati diri dan rumah yang pernah ia tinggalkan.

Gambar 2. Tangkapan layar film Ibu Pertiwi (2019) Sutradara : Daniel Yam Tahun Produksi : 2016 Durasi : 7:30 menit Genre : Drama-Keluarga

Sinopsis : Seorang anak mencoba memahami kebenciannya pada sang ayah dan menemukan arti sang ayah dalam hidupnya setelah ia meninggal.

Gambar 3. Tangkapan layar film Gift(禮物)(2014) 3.3.2 Analisis Karya Sejenis

Berdasarkan data dan analisis karya sejenis, perancang memahami jika perbedaan tujuan hidup antara ayah dan anak menyebabkan konflik. Kemudian penggunaan setting dan properti dapat memberikan arti dan makna pada hubungan antara tokoh dan lingkungannya.

4. Konsep dan Perancangan 4.1 Konsep Perancangan 4.1.1 Konsep Pesan

Perubahan tingkah laku dan perbedaan tujuan hidup yang terjadi di lingkungan fisik dan lingkungan sosial para pembuat Kapal Pinisi terhadapnya anaknya yang memilih profesi lain dan jauh dari tempat tinggalnya.

(6)

4.1.2 Konsep Visual

Perancang ingin menampilkan visual setting set on location seperti disekitar lingkungan fisik pembuat Kapal Pinisi. Pada setting lokasi di pembuatan kapal, perancang akan menampilkan properti yang sudah ada di lokasi pembuatan Kapal Pinisi yang propertinya sudah tidak asing oleh penduduk sekitar, sehingga memberikan kesan ke penonton seolah kejadian tersebut terjadi di lingkungan di sekitar pembuatan Kapal Pinisi. Pada setting di lingkungan pengkantoran, perancang membangun set dengan menampilkan properti yang dapat membangun look dan mood, serta dapat membantu jalannya cerita agar pesan yang ingin disampaikan ke penonton dapat dengan mudah dipahami.

4.1.3 Konsep Kreatif

perancang akan menggunakan setting dan properti yang akan membantu menyampaikan konflik yang terjadi terhadap pembuat Kapal Pinisi dan generasinya yang tidak melanjutkan tradisi pembuatan Kapal Pinisi.

Setting dan properti yang perancang akan gunakan tersebut diharapkan dapat membangun look dan mood, dapat memberikan pesan simbolis, dan membantu jalannya cerita pada film pendek, serta dapat menggambarkan harapan pembuat Kapal pinisi yang ingin anaknya melanjutkan tradisi dan berbagai macam perasaan kesenangan, keresahan yang di alami oleh pembuat Kapal Pinisi dan generasinya yang memilih tidak melanjutkan tradisi pembuatan Kapal pinisi.

4.1.4 Konsep Media

1. Judul, Film pendek ini berjudul ‘Ramalan Pinisi Kecil’, yang dimaksud Pinisi Kecil adalah sebuah miniatur Kapal Pinisi yang digunakan sebagai properti dari penceritaan, yang memiliki tujuan untuk menggambarkan permasalahan Kapal Pinisi yang terjadi. Miniatur Kapal Pinisi ini digunakan sebagai media untuk menjelaskan jika pewarisan ilmu pembuatan Kapal Pinisi tidak dilestarikan oleh generasi penerusnya akan terjadi kepunahan.

2. Durasi, Estimasi pada film pendek ini memiliki durasi sekitar tujuh menit.

3. Genre, Film pendek ini memiliki genre drama fantasi, mengisahkan seseorang yang mengalami konflik internal dan eksternal dalam dunia mimpi maupun dunia nyatanya.

4.2 Perancangan 4.2.1 Pra Produksi

a. Breakdown Setting, Dari hasil pencarian lokasi dan telah dilakukan diskusi bersama sutradara dan director of photography, perancang sebagai desainer produksi memilih pembuatan Kapal Pinisi yang terletak di Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan yang juga menjadi tempat penelitian saat mencari data fenomena ini sebagai salah satu set pada film pendek. Lokasi tersebut dipilih untuk menggambarkan kondisi set yang sebenarnya pada kehidupan generasi pembuat Kapal Pinisi. Kemudian perancang juga menentukan lokasi di Universitas Telkom yang terletak di Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, sebagai salah satu set pada film pendek. Pemilihan lokasi ini untuk memperkuat penceritaan pada generasi penerus yang tidak melanjutkan tradisi pembuatan Kapal Pinisi dan memilih profesi lain karena perbedaan tujuan hidup.

b. Breakdown Properti, Hasan: Gawai, Koran, Kotak Kado, Jam Weker, Palu Kayu, Spanduk, Miniatur Kapal Pinisi, Foto Haan dan Fadlan. Fadlan: Gawai, Laptop, Kertas, Alat Tulis, Bingkai Foto, Kertas Note, Poster Destinasi, Miniatur Kapal Pinisi, Kotak Penyimpanan.

c. Animatic Storyboard

Seb

elum masuk pada tahap pembuatan animatic storyboard, perancang ingin menceritakan kendala yang dialami saat ingin menjalankan tahap ini.

a. Alasan

Pada tanggal 16 Maret 2020, perancang sebagai desainer produksi bersama rekan sebagai director of photography berangkat dari Bandung menuju ke Makassar untuk melanjutkan tahap produksi pembuatan storyboard dan juga pencarian pemeran untuk memerankan karakter yang ada di film pendek ini. Setelah beberapa hari kemudian, wabah virus ini semakin meluas, korbankorban yang terkena virus semakin banyak. Hingga suatu ketika, keluar surat edaran dari Universitas Telkom yang mengharuskan perkuliahan dilakukan secara daring untuk mencegah penyebaran virus. Dengan situasi tersebut, perancang merasa khawatir tentang kondisi lingkungan yang ada di lokasi perekaman yang perancang pilih, ditambah dengan desakan dari keluarga yang melarang perancang untuk menunda melakukan proses produksi.

b. Solusi

Perancang sebagai desainer produksi beserta tim produksi lainnya berkeinginan untuk menyelesaikan tugas akhir ini jika situasi pandemic ini sudah membaik. Oleh karena itu, semampu mungkin perancang tetap ingin menyelesaikan pendidikan sarjana dengan menjadikan tahapan pembuatan animatic storyboard sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Studi Desain Komunikasi Visual.

4.2.2 Produksi

1. Tahap awal yang perancang lakukan adalah menata set pada sketsa tentang gambaran visual film pendek yang akan perancang produksi.

2. Pengolahan data mentah digital dari sketsa ke dalam bentuk gambar line art menggunakan sebuah program aplikasi penyunting gambar.

(7)

4.2.3 Pasca Produksi

1. Perancang mengolah data line art seluruh sketsa untuk digerakkan sesuai dengan rancangan pengadeganan yang sudah ditetapkan.

2. Penyuntingan gambar dengan menggabungkan segala shot yang telah digerakkan dan menambahkan transisi antar shot sesuai urutan dengan animasi agar menarik.

3. Penyuntingan suara dengan menambahkan dan mengolah suara atmosfer, efek, dan juga musik.

4.3 Hasil Perancangan

Pembuatan video animatic storyboard ini diharapkan mampu membantu tim produksi dalam mengkomunikasikan dan mengembangkan pergerakan pemain, penempatan kamera, dan lain sebagainya agar perencanaan suatu shot pada tahap perekaman nantinya bisa berjalan dengan baik.

5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Tradisi regenerasi Kapal Pinisi adalah suatu usaha yang dilakukan oleh para pembuat Kapal Pinisi terhadap generasi penerusnya yang dalam garis keturunan keluarganya yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Ada dua faktor kunci dalam pewarisan ilmu pembuatan Kapal Pinisi yaitu generasi yang mau memperkenalkan dan mengajarkan proses pembuatan Kapal Pinisi untuk menumbuhkan rasa keinginan terhadap generasinya, dan generasi penerus yang tertarik dan mau belajar proses pembelajaran pembuatan Kapal Pinisi tanpa ada paksaan. Namun, perubahan perilaku generasi penerus akibat berbagai macam faktor, salah satunya kemajuan zaman, membuat para generasi terdahulu terpaksa merubah perilakunya. Mereka yang sejak dulu memperkenalkan dan mengajari proses pembuatan Kapal Pinisi terhadap generasi penerus, sekarang harus menghadapi kenyataan bahwa generasi penerus memilih untuk tidak melanjutkan proses regenerasi membuat mereka tidak bisa berbuat banyak. Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena hal yang paling utama untuk bisa mewarisi ilmu pembuatan Kapal Pinisi adalah kebesaran hati para generasi penerusnya.

Pembuatan film pendek ini perancang membangun setting dan properti berdasarkan hasil observasi dengan memperhatikan lingkungan fisik dan lingkungan sosial pembuat Kapal Pinisi. Dengan menampilkan shot on location atau lingkungan yang sebenarnya, diharapkan penonton dapat merasakan cerita yang dibuat dalam film pendek “Ramalan Pinisi Kecil” ini terjadi disekitarnya dan pesan yang ingin disampaikan dapat tercapaikan dengan baik. Dengan menggunakan konsep tersebut, perancang dapat membuat sebuah film pendek mengenai pembuat Kapal Pinisi yang tidak bisa berbuat banyak dalam mengatasi putusnya regenerasi di Bonto Bahari.

Sehingga diharapkan ketika target khalayak sasar menonton film pendek ini dapat ikut merasakan keresahan yang terjadi pada pembuat Kapal Pinisi. Dengan begitu, diharapkan mereka dapat tergerak dalam melakukan suatu gerakan yang bertujuan untuk menyelamatkan keberlangsungan eksistensi Kapal Pinisi, terutama dalam faktor regenerasi pembuat Kapal Pinisi.

5.2 Saran

Pada perancangan film pendek ini, perancang sebagai desainer produksi merasa jika masih ada kekurangan yaitu tidak adanya subjek anak seorang pembuat Kapal Pinisi yang tidak ingin melanjutkan regenerasi saat perancang melakukan kegiatan penelitian di tempat pembuatan Kapal Pinisi yang berlokasi di Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, sehingga menyebabkan tidak adanya sudut pandang dari generasi penerus dan hanya mendapatkan sudut pandang dari generasi tua pembuat Kapal Pinisi terhadap perubahan perilaku generasi penerus yang tidak melanjutkan proses regenerasi. Perancang merasakan perubahan perilaku generasi penerus pembuat Kapal Pinisi ini masih perlu diperdalam lagi, dan kekurangan tersebut diharapkan dapat diatasi oleh perancang atau perancang lain dimasa yang akan datang.

Daftar Pustaka

[1] Bordwell, D. dan K. Thompson. 2013. FILM ART: AN INTRODUCTION, TENTH EDITION. Edisi Kesepuluh.

Cetakan Pertama. McGraw-Hill. New York.

[2] Effendy, H. 2009. Mari Membuat Film. Edisi Kedua. Erlangga. Ciracas. Jakarta.

[3] Ratna, N. K. 2016. METODOLOGI PENELITIAN: KAJIAN BUDAYA DAN ILMU-ILMU SOSIAL HUMANIORA PADA UMUMNYA. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

[4] Sarumpaet, S., E. Gunawan dan N. T. Achnas. 2008. Job Description Pekerja Film. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. FFTV-IKJ. Jakarta.

[5] Doeana, B., B. Joang, H., R. 2017. TATA ARTISTIK FILM & TV. Cetakan Pertama. PT Jembatan Bintang Sentosa. Jakarta.

[6] Iskandar, Z. 2012. PSIKOLOGI LINGKUNGAN: Teori dan Konsep. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Refika Aditama. Bandung.

[7] Erdhina Adi, A., Belasunda, R., & Hendiawan, T. (2016). Narrative Style In Documentary Film As An Effort Of Creative Industries Development In Bandung City. Multidisciplinary Design: Harmonizing design in today’s society, technology and business. 3, 383

[8] Erdhina Adi, A. (2020). Lokalitas sebagai Identitas Masyarakat Kampung Mahmud. Gelar: Jurnal Seni Budaya, 18, 47.

(8)

[9] Hendiawan, T. dan Rahmansyah, A. (2019). Landscape As Cultural Identity In Cau Bau Kan Movie. Balong International Journal of Design. 2, 95.

[10] Amir, R. 2016. TRANSFORMASI BUDAYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN NON FORMAL. 7(1):

47-48.

[11] Jaya, N. I. 2018. ANALISIS POLA HUBUNGAN KERJA DAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBUATAN KAPAL PINISI DI KABUPATEN BULUKUMBA. 63-67.

[12] Muslimin, Sarina, F. Anggareni dan Supratman. 2018. Eksistensi Panrita Lopi: Studi Tentang Sulitnya Regenerasi Pengrajin Kapal Pinisi di Kecamatan Bonto Bahari. 19(2): 154-155.

[13] Putro, K. Z. 2017. Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja. 17 (1): 26

.

[14] Chandra, W. 2017. Basri Madung, Generasi Terakhir Pembuat Perahu Pinisi di Tana Beru Bulukumba.

https://www.mongabay.co.id/2017/04/24/basri-madung-generasi-terakhir-pembuat-perahu-pinisi-di-tana- beru-bulukumba/. 16 Desember 2019 (21.21)

[15] Kukuh, T. 2017. Pinisi Yang Tergadai di Tana Beru. https://www.jawapos.com/jpg-today/22/01/2017/pinisi- yang-tergadai-di-tana-beru-2/. 16 Oktober 2019 (03.00).

[16] Perahu Phinisi. https://belajar.kemdikbud.go.id/PetaBudaya/Repositorys/phinisi/. 15 Oktober 2019 (13.21).

Gambar

Tabel 1 Tema yang muncul dari data objek di Tana Lemo
Tabel 3 Tema yang muncul dari data objek di Tana Beru
Gambar 1. Tangkapan layar film SIN (2019)  Sutradara  : Sim F  Tahun Produksi  : 2019

Referensi

Dokumen terkait

kepada siswa, memberi penguatan, memberi tes, mengingatkan siswa belajar di rumah, dan menutup pelajaran dan skor sangat baik pada aktivitas guru memberikan

hal ini di tunjukkan pada 5.6 dimana lebih dari setengah responden sebanyak 24 responden (51%) mengkonsumsi jajanan di sekolah yang dalam penyajianya tidak

Salah satu caranya adalah melibatkan langsung kepada calon lulusan ke dunia kerja, dengan adanya Praktik Kerja Lapangan (PKL) calon lulusan dapat belajar

Industri-industti farmaseutis juga sedang berusaha keras untuk mendapatkan sebatian- sebatian antibiotik bam yang dapat bertindak ke atas strain-strain yang rintang ini, di samping

• Bila PCR masih positif setelah 3 kali PCR evaluasi, pengakhiran isolasi dapat dipertimbangkan setelah 2 kali terdeteksi IgG atau lebih baik lagi Antibodi kuantitatif jeda minimal

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui kondisi perusahaan perkebunan teh Kemuning pada masa revolusi sosial di Surakarta tahun 1945-1946.. Penelitian ini menggunakan

4.6 Melakukan Melakukan pencatatan pencatatan elemen elemen basis basis akuntansi, struktur lengkap kode rekening akuntansi, struktur lengkap kode rekening untuk kelompok

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah dari