• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DIMENSI TEKS DAN SOSIAL BUDAYA ATAS HARIAN ABC NEWS (Sebuah Analisis Wacana Kritis Oleh Norman Fairclough)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DIMENSI TEKS DAN SOSIAL BUDAYA ATAS HARIAN ABC NEWS (Sebuah Analisis Wacana Kritis Oleh Norman Fairclough)"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DIMENSI TEKS DAN SOSIAL BUDAYA ATAS HARIAN ABC NEWS (Sebuah Analisis Wacana Kritis Oleh

Norman Fairclough)

Tesis

diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai

gelar megister

NAMA : DANANG DWI HARMOKO NPM : 20137479002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS PASCASARJANA

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

TEKS DAN DIMENSI SOSIAL BUDAYA PADA MEDIA PEMBERITAAN ABC NEWS (Sebuah Analisis Wacana Kritis Pada Kasus Eksekusi Bali Nine), Depok 2015

C. XV + 5 Bab + 108 Halaman

D. Kata Kunci: Wacana, Analisis Wacana Kritis, Bali Nine.

E. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dimensi teks dan dimensi sosial budaya pada media pemberitaan ABC News terkait kasus penyelundupan narkoba jenis heroin dari Australia menuju Indonesia melalui Bali dengan menggunakan analisis wacana kritis dari Norman Fairclough. Penelitian ini berguna mendalami wacana pemberitaan dari ABC News terkait eksekusi mati terpidana Bali Nine yang menimbulkan ketegangan antara Indonesia dan Australia.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sampel berukuran 10 artikel yang dipilih secara random dari seluruh artikel yang terkait eksekusi dua warga negara Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan. Penelitian ini dilaksanakan pada 01 September sampai dengan 30 November 2015.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggiringan opini khalayak umum untuk mendukung upaya yang dilakukan pemerintah Australia yaitu berusaha menggagalkan eksekusi mati kedua warga negaranya. Upaya tersebut tercermin dari analisis dimensi teks yang meliputi interpretasi antar anak kalimat, interpretasi antar kalimat, relasi, dan identitas. Selain itu, analisis wacana kritis dari Norman Fairclough juga menganalisis lewat aspek sosial budaya.

Melalui analisis kedua aspek tersebut dapat disimpulkan adanya kecenderungan membentuk opini khalayak umum bahwa Indonesia telah melakukan tindakan yang salah dengan menjatuhkan hukuman mati terhadap kedua warga negara Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

F. Daftar Pustaka:

1. Buku 22 buah (tahun 1989 sampai dengan tahun 2012).

2. 1 surat kabar.

G. Pembimbing:

1. Prof. Dr. Achmad H. P 2. Dr. Suparman I. A. M.Sc

(6)

v

Critical Discourse Analysis in Bali Nine Execution Case) C. XV + 5 Chapters + 108 Pages

D. Keywords: Discourse, Critical Discourse Analysis, Bali Nine.

E. This research is aimed to know text and social culture dimension at news media ABC News related to drug smuggling case from Australia to Indonesia through Bali by using critical discourse analysis from Norman Fairclough. This research has purpose to explore deeper the discourses from ABC News related with death penalty for Bali Nine ringleaders which trigger the increasing of relationship tense between Indonesia and Australia.

F. Research methodology used in this research is descriptive qualitative. The sample is 10 articles which chosen randomly from all articles related to the execution of the two Australians, Andrew Chan and Myuran Sukumaran. Data collection has been done by implementing library method. This research is held from 01 September until 30 November 2015.

The research result indicates that there is an inclination they want to create the public opinion to support Australian Government’s effort to reduce the death penalty into lesser punishment for those two Australian. This trend is reflected from the result of text analysis which covers interpretation between dependent clause, interpretation between sentence, relation, and identity. Except that, critical discourse analysis from Norman Fairclough also pay attention to the social culture aspect in analyzing a discourse. From those two aspect, it can be concluded that there is inclination the create public opinion that consider Indonesia has been doing the wrong decision by giving death penalty for the two young’s Australian, Andrew Chan and Myuran Sukumaran.

G. Bibliography:

1. Book: 22 items (from 1989 until 2012).

2. 1 newspaper.

H. Sponsor:

1. Prof. Dr. Achmad H. P 2. Dr. Suparman I. A. M.Sc

(7)

vi

Your work is going to fill a large part of your life, and the only way to be truly satisfied is to do what you believe is great work. And the only way to do great work is to love what you do. If you haven't found it yet, keep looking. Don't settle. As with all matters of the heart, you'll know when you find it.

-Steve Job-

Persembahan:

“Tesis ini saya persembahkan untuk kedua orang tua yang berada nan jauh dimata namun dekat dihati. Ini hadiah dari anakmu.”

(8)

vii

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini tepat pada waktunya.

Tesis yang berjudul ANALISIS DIMENSI TEKS DAN DIMENSI SOSIAL BUDAYA PADA MEDIA PEMBERITAAN ABC NEWS (Sebuah Analisis Wacana Kritis Pada Kasus Eksekusi Bali Nine) ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar magister pada Universitas Indraprasta PGRI. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan Tesis ini, terutama kepada:

1. Prof. Dr. Achmad H. P selaku Dosen Pembimbing Materi Universitas Indraprasta PGRI, terima kasih atas bimbingan, arahannya dan waktunya, yang mana beliau telah membimbing dengan sabar dan penuh dukungan demi selesainya tesis ini. Jasamu tak kan ku lupakan.

2. Dr. H. Suparman, I.A, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Teknik Universitas Indraprasta PGRI, terima kasih atas bimbingan dan arahannya serta waktunya selama penyusunan tesis ini. Jasamu tak kan ku lupakan.

3. Prof. Dr. H. Sumaryoto selaku Rektor Universitas Indraprasta PGRI.

4. Dr. H. Suparman, I.A, M.Sc selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Indraprasta PGRI.

(9)

viii

6. Dwi Suharni HS, M. Pd, MM selaku Kepala Perpustakaan Universitas Indraprasta PGRI yang telah menyediakan banyak buku refrensi untuk melengkapi dan menyelesaikan tesis ini.

7. Wulan Yulian Anggini, S.Pd, istriku tercinta yang telah setia menemani dalam penyusunan tesis ini.

8. Bapak dan Ibu tersayang yang berada jauh di sana. Terima kasihku yang terhingga atas dukungan dan doa kepadaku sehingga dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu.

9. Bapak dan Mama mertua, Nenek Juhro, Ua Endah, Ua Emi, Tante Bariha, Tante Suhada, Om Joe dan Bu Iik, Teteh Yuyun, Ian, Yoni, Ita, Eric, dan si centil Qoria, terima kasih untuk nasehat, doa, dan dukungan yang telah diberikan dalam menyelesaikan tesis ini.

10. Teman-teman Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI angkatan 2013 Kelas Reguler Jumat, terima kasih atas segala kebersamaan serta momen- momen terindah selama dua tahun terkahir ini.

11. Rekan kerja di BSI Margonda, anggota konsursium Bahasa Inggris, terima kasih atas dukungan dan doa yang telah diberikan dalam menyelesaikan tesis ini.

12. Pengurus dan Adik-adikku di Yayasan Panti Asuhan Arridho. Kalianlah penyemangatku dalam penyelesaikan tesis ini.

(10)

ix

penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaannya pada masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat. Amin

Jakarta, Desember 2015

Penulis

(11)

x

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

LEMBAR MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

G. Sistematika Penelitian ... 11

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 13

A. Landasan Teori ... 13

1. Hakikat Wacana ... 13

2. Analisa Wacana Kritis... 15

3. Analisa Wacana Kritis Norman Fairclough ... 20

a. Dimensi Teks ... 24

(12)

xi

c. Dimensi Sosial Budaya ... 29

1. Situasional ... 30

2. Institusional ... 30

3. Sosial ... 31

4. Analisa Wacana Kritis Teun A. Van Dijk ... 31

5. Pers, Jurnalistik, dan Surat Kabar ... 35

6. Media Online ... 40

7. Triangulasi... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 58

A. Pendekatan Penelitian ... 58

B. Teknik Penelitian ... 59

C. Sumber Data ... 59

D. Populasi dan Sampel ... 60

E. Instrumen Penelitian... 60

F. Teknik Pencatatan Data... 61

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 63

A. Media Pemberitaan ABC News ... 64

B. Analisis Aspek Teks ... 65

1. Data 1 ... 68

2. Data 2 ... 71

3. Data 3 ... 74

4. Data 4 ... 78

5. Data 5 ... 83

6. Data 6 ... 88

(13)

xii

C. Analisis Aspek Sosial Budaya ... 110

D. Triangulasi Perbedaan Teori Analisa Wacana Kritis Norman Fairclough dan Teun A. Van Dijk ... 114

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 115

A. Simpulan ... 115

B. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 118

LAMPIRAN ... 121

(14)

1 A. Latar Belakang

Bahasa sebagai alat komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa berperan sebagai perantara ide atau gagasan individu maupun kelompok kepada pihak yang dituju. Bahasa juga merupakan alat kontrol perilaku dan ucapan seseorang. Hal ini dikarenakan bahasa yang ada pada sebuah daerah lahir karena adat istiadat dan budaya yang ada pada daerah tersebut.

Sehingga, bahasa dan budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pada akhirnya, perpaduan bahasa dan budaya tersebut membentuk karakter umum anggota komunitas tersebut dalam berkomunikasi. Sebagai contoh, orang Medan mempunyai ciri khas jika berbicara menggunakan intonasi yang tinggi dan keras.

Peradaban sebuah zaman modern dimulai dari tulisan. Bangsa Yunani kuno, Romawi, dan masa kejayaan Islam mengawali kedigdayaan bangsa mereka melalui ilmuwan dan sastrawan handal. Mereka melahirkan karya-karya yang dapat diterima masyarakat pada waktu itu. Meskipun, pada awal kemunculannya terjadi kontroversi dan pertentangan terhadap temuan teori baru oleh ilmuwan. Hal ini dipicu karena teori baru tersebut terkadang bertabrakan dengan adat istiadat yang telah mengakar dalam masyarakat. Namun, berkat kegigihan mereka dalam memperjuangkan apa yang telah mereka temukan dan tuangkan dalam tulisan, masyarakat dapat menerimanya sebagai sebuah inovasi.

Pergolakan ini dirasa cukup wajar karena masyarakat kuno sangat menghormati adat-istiadat yang diwariskan oleh generasi terdahulu secara turun

(15)

ini, masih ada beberapa kelompok masyarakat yang disebut “suku” berpegang teguh pada warisan nenek moyang mereka dan menolak adanya pembaruan atau inovasi dalam kehidupan mereka. Sebagai contoh suku baduy yang saat ini berdiam di Lebak, Banten. Mereka sangat berpegang teguh pada warisan leluhur untuk tidak memberikan ruang terhadap budaya asing yang masuk.

Tulisan adalah media dokumentasi dari ide yang sangat baik. Melalui publikasi tulisan, seseorang dapat:

a. Menyampaikan ide, kritik, serta masukan terhadap sesuatu hal b. Membujuk dan mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu

c. Menyanggah atau mematahkan teori sebelumnya dengan bukti-bukti yang ditemukan penulis

d. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas berupa temuan teknologi untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari serta rekayasa ilmiah guna meningkatkan kualitas tanaman terutama kebutuhan pokok.

Selain fungsi-fungsi umum tulisan diatas, masih terdapat kegunaan tulisan dilihat dari bidang pekerjaan dan ilmu yang digeluti seseorang, Seperti contoh, seorang hakim harus berpedoman dengan Kitab Hukum dan Undang-Undang yang berlaku dalam menentukan vonis terhadap tersangka. Oleh karena itu fungsi tulisan yang terdapat pada Kitab Hukum dan Undang-Undang bagi seorang hakim adalah rujukan informasi utama dan penting.

Dalam era informasi seperti saat ini keberadaan tulisan dan perannya semakin vital dalam masyarakat. Saat ini kebutuhan akan informasi sebanding dengan kebutuhan pokok lainnya. Oleh karena itu media semakin mempunyai

(16)

berperan menggiring opini masyarakat. Sehingga bukan hal yang aneh lagi jika media tidak lagi netral. Dalam sebuah negara, umumnya media massa dibagi menjadi 3 jenis. Pertama adalah pro pemerintah dimana pemberitaannya berisikan hal-hal yang cenderung mendukung pemerintah. Media pro pemerintah akan cenderung mem blow-up informasi yang mencerminkan keberhasilan pemerintah.

Selanjutnya adalah media yang pro oposisi atau kontra pemerintah. Bertolak belakang dengan media yang pro pemerintah, media pro oposisi cenderung menyajikan informasi terkait dengan kegagalan program pemerintah, kesalahan kebijakan, serta isu-isu utama terkait kesejahteraan rakyat yang dapat dilihat dari aspek keterjangkauan biaya pendidikan, penjaminan kesehatan, serta pemerataan pembangunan dan peningkatan perekonomian rakyat. Terakhir adalah media netra dimana komposisi pemberitaannya berimbang.

Selain itu, setiap media mempunyai ciri khas pemberitaan dilihat dari gaya bahasa, variasi rubric, serta ketajaman analisa. Terdapat dua dampak dari variasi media ini yaitu dampak positif dan negatif. Di satu sisi masyarakat mempunyai ragam pilihan dalam berita sehingga tujuan dari media informasi selain menyajikan berita namun juga menghibur dan memberikan pengetahuan tambahan. Namun disisi lain, dengan keragaman orientasi berita, maka informasi utama dapat bias.

Oleh karena itu masyarakat dituntut untuk jeli dalam menerima informasi.

Khalayak harus melakukan cek dan ricek akan kebenaran informasi tersebut.

Kemudahan akses terhadap berbagai informasi dari berbagai media masa di penjuru dunia. Oleh karena itu kejadian di suatu negara dapat diketahui saat itu juga di seluruh dunia. Hal ini juga yang terjadi pula saat kasus penyelundupan narkoba

(17)

peradilan para pelaku pun telah dilakukan dengan keputusan akhir hukuman mati.

Hal ini pun memicu reaksi dari berbagai negara terutama Filipina, Australia, dan Brasil yang melakukan berbagai upaya diplomasi. Brasil menarik perwakilan kedutaan negaranya sebagai bentuk protes dari keputusan ini. Sedangkan Filipina mempunyai cara unik dalam mengajukan protes yaitu dengan mengirimkan Manny Pacquiao (Juara tinju versi WBO kelas welter) untuk berdiplomasi supaya presiden memberikan grasi. Negara yang paling vokal terhadap keputusan ini adalah Australia.

Australia melalui media, menteri luar negeri, dan perdana menteri secara aktif melakukan berbagai upaya diplomatif mulai dari bujukan sampai mengungkit bantuan kemanusiaan Australia terhadap bencana tsunami yang menerjang provinsi Nangroe Aceh Darussalam tahun 2004 silam. Sontak pernyataan tersebut mengundang reaksi dari Indonesia, terlebih yang menyampaikan hal tersebut adalah Perdana Menteri Australia, Tony Abbot. Gelombang protes dari masyarakat Indonesia yang merasa tersinggung pun tidak dapat dihindari. Protes tersebut disampaikan melalui media sosial, media pemberitaan (cetak dan digital), aksi unjuk rasa, dan penggalangan dana. Selain masyarakat, pihak pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri dan Presiden juga memberikan tanggapan atas pernyataan tersebut dan menyampaikan sikap bangsa Indonesia terhadap penangangan kasus ini.

Ketegangan antar kedua negara ini memicu reaksi beragam dari berbagai negara. Media internasional pun turut memberitakan berita ini. Salah satunya adalah media internasional yang berasal dari Inggris, The Guardian. Media ini

(18)

Guardian, pemberitaan kasus “Duo Bali Nine” muncul sebanyak 222 berita. Hal ini menggambarkan perhatian yang begitu besar dari media ini terhadap kasus yang menyangkut dua warga negara Australia dimana merupakan negara persemakmuran Inggris. Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pada dasarnya media masa mempunyai agenda yang ingin disampaikan kepada masyarakat melalui pemberitaan yang diterbitkan.

Penelitian ini menggunakan metode “Critical Discourse Analysis” atau Analisa Wacana Kritis dengan bersandar pada teori dari Norman Fairclough.

Analisa wacana kritis melihat wacana penggunaan bahasa dalam bentuk tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial. Fairclough memandang wacana sebagai bentuk praktik sosial akan menjelaskan bagaimana suatu kegiatan diskursus memiliki hubungan dialektis terhadap situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya (Eriyanto, 2001:7). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa analisa wacana kritis adalah Analisis wacana kritis (AWK) adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan.

Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor. Selain itu harus disadari pula bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.

(19)

kritis, yaitu aspek teks dan aspek sosial budaya. Aspek teks sendiri dibagi atas tiga sub analisis, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Tabel berikut akan menjelaskan pembagian unsur-unsur analisa wacana kritis aspek teks.

Unsur Yang Ingin Dilihat

Representasi

Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dandigambarkan dalam teks

Relasi

Bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks

Identitas

Bagaimana identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks

Analisis sociocultural didasarkan atas asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana dimunculkan oleh media. Meski tidak berhubungan langsung dengan produksi teks, socioculutral practice dipandang mempengaruhi bagaimana sebuah teks diproduksi dan difahami. Fairclough menjelaskan bahwa praktik itu tidak terjadi secara langsung melainkan dimediasi oleh discourse practice.

Mediasi itu meliputi, pertama bagaimana teks diporduksi dan kedua bagaimana khalayak mengkonsumsi teks tersebut. Pada analisis level sociocultural practice, Fairclough membuat tiga level analisis yakni situasional, institusional dan sosial. Situasional maksudnya setiap teks dihasilkan dalam suatu kondisi atau suasana yang khas dan unik sehingga suatu teks bisa jadi berbeda dengan teks yang lain. Sedangkan level institusional artinya melihat bagaimana pengaruh institusi organisasi dalam

(20)

sendiri ataupun eksternal media. Salah satunya adalah ekonomi media yang berpengaruh terhadap produksi berita di media yang pada gilirannya akan mempengaruhi wacana dalam pemberitaan. Pengaruh itu bisa jadi datang dari mitra iklan yang selama ini turut memberikan andil dalam kelangsungan media. Kemudian, khalayak pembaca yang dapat dilihat dari oplah yang juga memberikan kontribusi terhadap pemasukan media. Selain itu juga persaingan media dalam rangka merebut pangsa pasar khalayak dan mitra iklan. Terakhir adalah intervensi dari kepemilikan atau modal yang terkadang membuat media menjadi tidak sensitif terhadap berita yang ada hubungannya dengan pemilik atau pemodal.

Selain ekonomi, institusi lain yang berpengaruh adalah politik.

Pertama, adalah institusi politik yang mempengaruhi kehidupan dan kebijakan yang dilakukan media. Institusi politik yang dimaksud memang tidak berpengaruh langsung terhadap produksi berita namun menentukan seperti apa suasana ruang redaksi saat memutuskan apakah sebuah peristiwa akan diberitakan atau tidak, apakah berita tersebut akan dipotong atau tidak.

Tentu pada akhirnya berita yang ditampilkan adalah hasil negosiasi dan pertarungan yang berlangsung di ruang redaksi.

Pengaruh institusi redaksi ini juga dapat dilihat dengan adanya regulasi terhadap produksi berita yakni peraturan yang membatasi apa yang boleh diliput dan apa yang tidak boleh diliput. Kedua, institusi politik dalam arti media menjadi alat oleh kekuatan politik tertentu di masyarakat.

Sebab media dapat menjadi alat bagi kelompok-kelompok tertentu yang

(21)

yang menjadi alat oleh kelompok tertentu ini dapat dikatakan sebagai media partisan yang memang sengaja dibentuk untuk mendukung kelompok atau kekuatan tertentu dimasyakarat serta kepentingan- kepentingan lainnya. Level ketiga dari analisis sociocultural practice adalah sosial.

Menurut Fairclough, dalam level sosial, budaya masyarakat ikut menentukan perkembangan wacana media. Aspek sosial yang dimaksud lebih mengarah pada aspek makro seperti sistem politik, sistem ekonomi atau sisitem budaya masyarakat secara keseluruhan. Sistem itu menentukan siapa yang berkuasa, nilai-nilai apa yang dominan dalam masyarakat dan bagaimana kelompok yang berkuasa itu mempengaruhi masyarakat melalui media.

B. Indetifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dapat dijabarkan beberapa rumusan masalah yang dijadikan fokus pada penelitian ini, diantaranya:

1. Bagaimana kohesi dan koherensi antar kalimat dalam pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian”?

2. Adakah dampak yang ditimbulkan dari pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian” terhadap hubungan Indonesia dan Australia?

3. Bagaimana analisa aspek teks dalam pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian” ditinjau dari analisa wacana kritis?

(22)

kasus yang melibatkan warga satu negaranya dimana mereka dijatuhi putusan hukuman mati oleh pengadilan negeri Indonesia?

5. Adakah penggunaan grafis, metafora, dan ekspresi dalam pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian”?

6. Bagaimana analisa aspek wacana, meliputi unsur-unsur yang terkait selama proses pemerolehan, produksi, dan distribusi berita kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian”?

7. Apakah pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online

“The Guardian” turut menjadi rujukan pemerintah kedua negara dalam mengambil sikap?

8. Sejauh mana efek pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian” dalam membentuk opini masyarakat luas?

9. Bagaimana analisa aspek sosial budaya ditinjau dari analisa wacana kritis dalam pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian”?

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghasilkan kesimpulan yang baik dan untuk menjaga fokus penelitian, maka permasalahan pada penelitian kali ini dibatasi menjadi:

1. Analisa aspek teks dalam pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian” ditinjau dari analisa wacana kritis.

(23)

pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian”.

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana analisa aspek teks dalam pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian” ditinjau dari analisa wacana kritis?

2. Bagaimana analisa aspek sosial budaya ditinjau dari analisa wacana kritis dalam pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian”?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui aspek teks dalam pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian” ditinjau dari analisa wacana kritis.

2. Untuk mengetahui aspek sosial budaya ditinjau dari analisa wacana kritis dalam pemberitaan kasus Duo Bali Nine pada situs pemberitaan online “The Guardian”

F. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian tentu harus memiliki azas manfaat. Begitupun penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk sesama peneliti, akademisi, maupun masyarakat umum sebagai referensi penambah khasanah keilmuan.

(24)

wacana kritis yang dapat dijadikan metode untuk meneliti sebuah wacana secara lebih komprehensif. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa masih banyak akademisi khususnya yang berkecipung dibidang kebahasaan belum mengenal analisa wacana kritis. Padahal, analisa wacana kritis dapat memberikan wawasan baru dalam menganalisa sebuah wacana.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan, maka penulis membagi isi tesis menjadi lima bab yang disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, dan Sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan tentang landasan teori dalam penelitian ini terutama tentang analisa wacana kritis.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari Tempat dan Waktu Penelitian, Metode Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Ujicoba Angket dan Teknik Analisis Data.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini menjebarkan hasil penelitian dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan yang terdapat dalam perumusan masalah.

(25)

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Bab ini merupakan kesimpulan, implikasi dan saran dari penelitian.

(26)

13 A. Landasan Teori

Sebuah penelitian ilmiah harus dilandasi oleh latarbelakang teori.

Keberadaan landasan teori berfungsi sebagai pedoman kerangka berfikir dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dalam bab ini akan disampaikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini.

2.1. Hakikat Wacana

Kata wacana berasal dari kosa kata Sansekerta vacana yang artinya

‘bacaan’. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru menjadi wacana yang berarti bicara, kata, atau ucapan (Baryadi, 2002). Kata wacana dalam bahasa Jawa Baru itu diserap ke dalam bahasa Indonesia wacana yang berarti ucapan, percakapan, kuliah (Poerwadarminta, 2003). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Diknas, 2008). Pengertian itu ditegaskan kembali, yakni bahwa wacana tidaklah lain dari komunikasi verbal atau percakapan; atau pertukaran ide secara verbal. Di situ juga dicatat bahwa wacana adalah keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan.

Lebih lanjut, kata wacana dalam bahasa Indonesia dipakai sebagai padanan dari kata Inggris discourse. Secara etimologis discourse berasal dari kosa kata Latin discursus yang artinya ‘lari kian kemari’. Discursus

(27)

merupakan turunan dari discurere yang merupakan gabungan dari dis dan curere yang memiliki arti ‘lari, berjalan kencang’. Dalam linguistik, wacana dimengerti sebagai satuan lingual yang berada di atas tataran kalimat. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1552) masih mencatat rumusan yang lebih detail, yaitu bahwa dalam bidang linguistik, wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh seperti buku, artikel, pidato, dan khotbah.

Sejalan dengan itu, Kridalaksana (1993) mengatakan bahwa wacana adalah satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, direalisasikan dalam bentuk karangan utuh, paragraf, dan kalimat yang membawa amanat lengkap. Hal itu berarti wacana mencakup kalimat, paragraf, penggalan wacana (pasal, subbab, bab, atau episode), dan wacana utuh. Jika demikian, kalimat merupakan satuan gramatikal terkecil dalam wacana sehingga seiring dengan itu kalimat merupakan basis pokok pembentukan wacana (Baryadi, 2002).

Banyak ahli telah membuat klasifikasi wacana sesuai dengan sudut pandangnya, atau dari mana sebuah wacana dilihatnya. Namun demikian, pada umumnya wacana dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu:

a. Berkenaan dengan sarananya, wacana dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu (a) wacana lisan, dan (b) wacana tulis.

b. Dilihat dari penggunaan, pemaparan, dan tujuannya, wacana dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu (a) wacana prosa, dan (b) wacana puisi.

(28)

Wacana prosa selanjutnya diklasifikasi menjadi lima, yakni:

a. Wacana narasi, yaitu wacana yang menceritakan sesuatu hal.

b. Wacana deskripsi, yaitu wacana yang melukiskan atau menggambarkan hal, orang, atau tempat tertentu.

c. Wacana eksposisi, yaitu wacana yang memaparkan sesuatu hal.

d. Wacana persuasi, yaitu wacana yang mengajak, menganjurkan, atau malah melarang pembaca untuk melakukan sesuatu hal.

e. Wacana argumentasi, yaitu wacana yang memberikan argumen atau alasan terhadap sesuatu hal.

2.1.1. Analisa Wacana Kritis

Analisis wacana kritis merupakan turunan dari analisa wacana. Analisa wacana kritis adalah bentuk analisis wacana yang menggunakan paradigma kritis dalam melihat fenomena yang ada. Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana penggunaan bahasa dalam bentuk tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial (Eriyanto, 2001:7). Menurut pendapat ini, analisa wacana kritis tidak hanya menganalisa sebuah wacana dari sisi teks saja, namun lebih dalam dari itu yaitu meliputi bagaimana proses pembuatan berita mulai dari pemerolehan, produksi, dan distribusi kepada masyarakat. Selain itu, analisa wacana kritis juga mempertimbangkan aspek sosial budaya dari masyarakat terkait dengan berita atau wacana tersebut.

Analisa wacana kritis sebagai bentuk praktik sosial akan menjelaskan bagaimana suatu kegiatan diskursus memiliki hubungan dialektis terhadap situasi,

(29)

institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Sedangkan menurut Tarigan, analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi (Sobur, 2001:48). Analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi bahasa. Tanpa adanya konteks, hubungan wacana yang bersifat antarkalimat dan supra kalimat, maka kita akan sulit berkomunikasi satu sama lain.

Terdapat beberapa ciri khas dari analisis wacana kritis yang diungkapkan oleh Teun A. Van Dijk, Norman Fairclough, dan Wodak. Pertama, wacana dilihat sebagai bentuk tindakan. Lewat cara pandang ini, akan terlihat adanya asosiasi antara wacana dengan interaksi yang dihadirkannya. Dengan pemahaman ini, akan terdapat implikasi tentang bagaimana wacana harus dipandang. Pertama, wacana akan dipandang sebagai sesuatu yang memiliki tujuan tertentu, apakah untuk mempengaruhi, membujuk, menyangkal, dan sebagainya. Kedua, wacana akan dipandang sebagai sesuatu yang dibentuk secara sadar dan dalam suatu kendali.

Kedua, analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, peristiwa dan kondisi (Eriyanto, 2001:8). Wacana disini dilihat sebagai sesuatu yang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis oleh suatu konteks tertentu. Menurut Guy Cook (1989: 03) pengertian wacana mengandung tiga unsur yang sangat penting, yakni teks, konteks, dan wacana. Teks merupakan seluruh perangkat bahasa yang meliputi kata-kata, ucapan, musik, gambar, efek, dan sebagainya. Konteks mencakup semua situasi yang berada diluar teks dimana teks tersebut diproduksi. Sedangkan wacana dipandang sebagai teks dan konteks yang berjalan bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.

(30)

Ketiga, wacana ditempatkan dalam konteks sosial tertentu. Ini berarti bahwa wacana tidak dapat dipisahkan dari konteks yang melatarbelakanginya.

Salah satu bagian terpenting dari sebuah konteks sosial adalah aspek historis yang melekat di dalamnya. Misalnya, berita mengenai Barack Obama oleh media- media di Indonesia akan berbeda seandainya dia dulu tidak pernah tinggal dan sekolah di Indonesia.

Keempat, analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam analisisnya (Eriyanto, 2001:9). Disini, wacana dipandang bukan sebagai sesuatu yang netral dan bebas nilai, melainkan merupakan hasil dari bentuk pertarungan kekuasaan. Dari teropong ini, wacana akan diketahui sebagai alat untuk melakukan kontrol. Pihak yang memiliki kekuasaan atau dominan akan mencoba mengontrol pihak yang tidak dominan lewat wacana yang dibuat.

Kelima, analisis wacana kritis juga mencakup ideologi sebagai sesuatu yang sentral. Hal ini didasari oleh pandangan bahwa teks, percakapan, dan sebagainya merupakan bentuk praktik ideologi tertentu. Pendapat terdahulu mengatakan bahwa ideologi merupakan perangkat yang dimiliki oleh suatu kelompok yang berkuasa atau dominan untuk digunakan sebagai penguat atau legitimator kekuasaan mereka.

Disamping ciri-ciri yang telah disebut di atas, analisi wacana kritis juga memiliki beberapa pendekatan utama. Pertama adalah analisis bahasa kritis (critical linguistics). Analisis bahasa kritis ini memusatkan perhatian pada aspek bahasa dan menghubungkannya dengan ideologi. Analisis bahasa kritis secara tegas menganalisis aspek gramatika, bagaimana gramatika bahasa menghadirkan posisi

(31)

dan makna ideologi tertentu. Aspek ideologi dianalisis dengan melihat pilihan bahasa dan struktur tata bahasa yang dipakai. Bahasa di sini mencakup pemilihan diksi, istilah, dan sebagainya. Sedangkan struktur tata bahasa meliputi susunan antarkata dan antarkalimat. Bahasa dan juga struktur tata bahasa dipilih dan diolah sedemikan rupa untuk dapat membawa pesan dari makna ideologi tertentu.

Penyampaian makna ideologi lewat penggunaan bahasa dan struktur tata bahasa tertentu ini menunjukkan bahwa suatu kelompok berusaha mendapatkan legitimasinya lewat dukungan publik serta berusaha memarjinalkan kelompok lain.

Pendekatan kedua adalah analisis wacana pendekan Prancis (French Discourse Analysis) atau sering disebut dengan pendekatan Pecheux. Pendekatan ini melihat bahwa bahasa dan ideologi merupakan dua hal yang menyatu dalam bahasa yang dipakai. Kata atau diksi maupun makna dari kata yang digunakan akan menjelaskan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kelas tertentu. Bahasa adalah medan pertarungan melalui mana berbagai kelompok dan kelas sosial berusaha menanamkan keyakinan dan pemahamannya (Eriyanto, 2001:16).

Pendekatan Pecheux menganalisis efek ideologi dari formasi wacana yang memposisikan seseorang atau kelompok tertentu sebagai subjek dalam situasi sosial tertentu. Lebih lanjut, formasi diskursif seseorang ditempatkan dalam keseluruhan praktik dominasi dalam masyarakat. Ketiga adalah pendekatan kognisi sosial yang dikembangkan seorang pengajar di Universitas Amsterdam, Teun A.

van Dijk. Pendekatan ini lahir dari hasil penelitian van Dijk selama bertahun-tahun pada berita-berita yang muncul di surat kabar di Eropa terutama yang menyangkut bagaimana kelompok minoritas ditampilkan.

(32)

Pendekatan ini memandang bahwa kognisi sosial sangat mempengaruhi bagaimana sebuah wacana diproduksi. Wacana dilihat bukan hanya sebagai sebuah struktur bahasa, melainkan juga merupakan sebuah manifesto dari proses yang dihasilkan oleh kognisi sosial tertentu. Dari pengamatan terhadap sebuah teks misalnya, dapat diketahui bahwa wacana memiliki kecenderungan untuk memarjinalkan kelompok bawah. Dalam pandangan ini, teks semacam itu hanya akan dihasilkan dari sebuah kognisi sosial yang memang memiliki pandangan yang memarjinalkan kelompok lemah.

Pendekatan keempat yang dirangkum adalah pendekatan perubahan sosial budaya. Dalam pandangan pendekatan ini, wacana merupakan hasil dari sebuah praktik sosial. Wacana yang dibentuk akan mengikuti bagaimana perubahan sosial yang terjadi. Wacana juga tidak terlepas dari situasi, institusi, dan kelas sosial tertentu. Dan pendekatan yang terakhir adalah pendekatan wacana historis.

Pendekatan ini dikembangkan oleh Ruth Wodak dan koleganya di Vienna, Austria.

Dalam penelitiannya, Wodak terutama mengamati tentang bagaimana wacana mengenai seksisme, antisemit, dan rasialisme ditampilkan dalam media dan masyarakat kontemporer. Menurut pendekatan ini, sebuah wacana memiliki faktor keterkaitan yang kuat dengan sejarah yang melatarbelakanginya. Sejarah sangat berpengaruh terhadap bagaimana pada akhirnya sebuah wacana diproduksi.

Misalnya, wacana mengenai rasisme yang terjadi pada suatu kelompok terjadi karena proses historis yang panjang, yang meliputi prasangka, bias, dan kesalahan representasi.

(33)

Analisis wacana kritis berpedoman pada paradigma kritis dalam membedah isi media. Teks berita, sebagai sebuah produk media, dipandang memiliki suatu representrasi atas suatu kekuatan kelompok tertentu. Oleh sebab itu, teks berita tidak dapat terlepas dari relasi-relasi kuasa yang melekat di dalamnya. Dalam lingkup studi analisis tekstual, analisis wacana kritis melihat pesan, baik tekstual maupun lisan, sebagai bentuk pertarungan kekuasaan sehingga teks berita dilihat sebagai bentuk manifestasi dominasi dan hegemoni satu kelompok kepada kelompok yang lain.

Wacana, dengan demikian adalah suatu alat representasi dimana satu kelompok yang dominan memarjinalkan posisi kelompok yang tidak dominan.

Dalam banyak kasus, pemberitaan media terutama yang berhubungan dengan peristiwa yang melibatkan pihak dominan dan pihak yang kurang dominan, selalu disertai dengan penggambaran yang buruk mengenai pihak yang kurang dominan tersebut. Penggambaran teks berita semacam inilah yang menjadi perhatian dan minat utama dari analisis wacana kritis (Eriyanto, 2001:18-19).

2.1.2. Analisis Wacana Norman Fairclough

Model analisis wacana Norman Fairclough memusatkan perhatian pada tiga aspek, yaitu pertama, analisis teks; kedua, analisis praktik diskursus atau kognisi sosial dari pembuat teks; dan ketiga, analisis mengenai praktik sosiokultural tempat dimana teks tersebut dibuat. Analisis wacana model Norman Fairclough akan memaparkan teks dan konteks secara mendalam.

(34)

Fairclough berusaha membangun suatu model analisis wacana yang mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya, sehingga ia mengkombinasikan tradisi analisis tekstual - yang selalu melihat bahasa dalam ruang tertutup - dengan konteks masyarakat yang lebih luas (Eriyanto, 2001:285).

Pusat perhatian dari analisis wacana model ini adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Lewat cara pandang ini, akan diketahui bagaimana bahasa yang dipakai membawa muatan ideologis tertentu.

Model analisis wacana Fairclough sering juga disebut sebagai model perubahan sosial. Model ini memandang wacana sebagai representasi dari suatu praktik sosial. Sebagai implikasinya, wacana dipandang sebagai bentuk tindakan seseorang terhadap realitas yang ada lewat bahasa sebagai wahananya. Di samping itu, model ini juga melihat bahwa terdapat hubungan yang timbal balik antara wacana dan struktur sosial.

Peneliti berpedoman pada model yang dikemukakan oleh Norman Fairclough ini karena dengan model ini akan ditemukan adanya hubungan antara teks yang sifatnya mikro dengan konteks masyarakat yang bersifat makro. Terdapat tiga unsur yang akan dilihat melalui analisis wacana model ini, yaitu: teks, discourse practice, dan sociocultural practice. Dalam model ini, teks akan dianalisis secara linguistik melalui pilihan kata, semantik, dan susunan kalimat yang dipakai. Selanjutnya di dalam konteks antarkata dan antarkalimat akan terdapat koherensi dan kohesivitas sehingga membuat suatu pengertian tertentu.

Terdapat tiga elemen dasar yang merupakan masalah yang akan dilihat melalui analisis teks. Pertama, ideasional yang merujuk pada representasi tertentu

(35)

yang ingin ditampilkan dalam teks, yang biasanya membawa muatan ideologis tertentu. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana kontruksi hubungan di antara wartawan dengan pembaca, apakah teks disampaikan secara formal atau informal, terbuka atau tertutup. Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas wartawan atau penulis dan pembaca, serta bagaimana kepribadian atau identitas ini hendak ditampilkan.

Di samping itu, masih dalam tahap analisis teks, penelitian ini juga akan melihat teks lewat teori intertekstualitas. Intertekstualitas adalah sebuah istilah dimana teks dan ungkapan dibentuk oleh teks yang datang sebelumnya, saling menanggapi dan salah satu bagian dari teks tersebut mengantisipasi lainnya. Setiap ungkapan dihubungkan dengan rantai komunikasi. Semua pernyataan didasarkan oleh pernyataan yang lain, baik secara eksplisit maupun implisit. Dalam hal ini, kata-kata yang pernah diungkapkan sebelumnya dievaluasi, diasimilasi, dan diekspresikan kembali dalam bentuk ungkapan yang lain. Setiap teks, diungkapkan berdasarkan atas dan mendasari teks yang lain.

Sementara itu, discourse practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks berita, khususnya yang dihasilkan oleh suatu media, pada dasarnya dihasilkan melewati suatu proses yang meliputi pola kerja, bagan kerja, serta rutinitas dalam struktur media tersebut.

Setiap media sangat mungkin memiliki pola kerja dan kebisaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sebuah hasil liputan berupa teks oleh wartawan, akan diolah kembali oleh editor di ruangan redaksi. Proses produksi teks oleh seorang individu sangat mungkin dimaknai secara berbeda dari sebuah teks yang diproduksi

(36)

oleh sebuah lembaga seperti surat kabar, majalah, dan sebagainya. Adapun proses konsumsi teks juga dapat ditentukan oleh konteks sosial yang menyertainya.

Sedangkan sociocultural practice adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks. Konteks di sisni memasukkan banyak hal, yang mencakup konteks situasi, konteks dari praktik institusi dari media yang bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya atau politik tertentu. Sebagai contoh situasi politik media, budaya media, ekonomi media tertentu yang mempengaruhi pembuatan berita.

Analisis wacana kritis model ini memiliki tiga level analisis, yaitu teks, discourse practice, dan sociocultural practice. Model ini akan berusaha menghubungkan analisis teks pada level mikro dengan konteks sosial yaitu sociocultural practice pada level makro. Pada tahap analisis, ketiga level tersebut dilakukan secara bersama-sama. Analisis teks bertujuan untuk mengungkap makna yang terkandung dalam teks, dan dilakukan dengan menganalisis bahasa secara kritis. Sedangkan discourse practice menjembatani hubungan antara teks dan sosiobudaya yang ada. Pada tahap ini, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan awak redaksi serta melakukan penelitian ruang kerja redaksi untuk mengamati proses produksi berita.

Sebelum dimensi tersebut dianalisis, terlebih dahulu akan dilakukan penguraian terhadap praktik diskursif sebagai order of discourse. Order of discourse adalah hubungan di antara tipe yang berbeda, seperti tipe diskursif, ruang kelas, dan kerja, semuanya memberikan batas-batas bagaimana teks diproduksi dan dikonsumsi. Selanjutnya akan dilihat apakah teks berita yang akan

(37)

dianalisis tersebut berupa hardnews, feature, atau sebuah editorial. Ini akan membantu peneliti untuk memaknai teks, proses produksi dari teks, dan konteks sosial dari teks yang dihasilkan.

Dalam analisis model Norman Fairclough, seluruh tahap analisis dijabarkan sebagai berikut.

A. Dimensi Teks

Teks terdiri dari beberapa tingkatan. Setiap teks, pada dasarnya dianalisis berdasarkan tiga unsur utama, yaitu representasi, relasi, dan identitas.

1. Representasi

Representasi pada dasarnya ingin melihat bagaimana seseorang, kelompok, tindakan, atau kegiatan ditampilkan dalam teks. Representasi menampilkan bagaimana seseorang, kelompok, tindakan, atau kegiatan ditampilkan dalam anak kalimat dan gabungan atau rangkaian antaranak kalimat.

• Representasi dalam anak kalimat

Representasi dalam anak kalimat berhubungan dengan bahasa yang dipakai untuk menampilkan seseorang, kelompok, tindakan, atau kegiatan dalam sebuah teks. Pemakai bahasa dihadapkan pada dua hal.

Yang pertama adalah pada tingkat kosakata, yaitu kata apa yang hendak dipilih untuk menampilkan atau menggambarkan sesuatu, yang menunjukkan bagaimana sesuatu tersebut dimasukkan dalam satu set kategori.

(38)

Kedua adalah pada tingkat tata bahasa. Pertama adalah bagaimana perbedaan penampilan sebuah peristiwa atau tindakan dimana aktor ditampilkan sebagai subjek atau peristiwa yang ditampilkan tanpa subjek atau aktor. Pemakai bahasa, dalam hal ini, dapat memilih, apakah sebuah berita hendak ditampilkan sebagai sebuah hasil tindakan (yang dilakukan oleh seorang aktor) atau sebagai sebuah peristiwa (tanpa menyebutkan aktor). Sebagai contoh, kata

“pembunuhan” adalah sebuah peristiwa yang dapat ditampilkan tanpa menyebut aktor, sedangkan kata “membunuh” merupakan tindakan yang sudah pasti membutuhkan aktor untuk disebutkan.

• Representasi dalam kombinasi anak kalimat

Antara satu anak kalimat dengan anak kalimat yang lain dapat digabungkan sehingga dapat membentuk suatu pengertian yang dapat dimaknai. Misalnya, ada peristiwa tentang kelangkaan BBM di suatu tempat, dan ada fakta lain dimana lalu lintas lancar. Kedua fakta tersebut dapat digabung sehingga membentuk suatu pemaknaan tertentu.

Misalnya keadaan lalu lintas di sebuah kota lancar disebabkan sedikitnya kendaraan yang tidak dapat keluar rumah akibat kelangkaan BBM.

• Representasi dalam rangkaian antarkalimat

Representasi ini menjelaskan bagaimana dua atau lebih kalimat dirangkai sehingga membentuk suatu pengertian tertentu. Di dalam susunan beberapa kalimat yang dirangkai, akan tampak sebuah bagian

(39)

yang paling menonjol dari bagian-bagian yang lain. Salah satu tujuannya adalah untuk menjelaskan apakah partisipan dianggap mandiri ataukah ditampilkan memberi reaksi dalam teks berita.

Misalnya Menteri Jero Wacik mengusulkan agar menaikkan harga BBM bersubsidi untuk pengguna mobil pribadi sebesar dua ribu rupiah.

Usul Jero Wacik mendapatkan tanggapan dari kalangan pengusaha yang mengatakan bahwa kenaikan harga BBM akan menyebabkan terjadinya inflasi.

2. Relasi

Relasi merujuk pada bagaimana kontruksi hubungan di antara wartawan dengan pembaca, apakah teks disampaikan secara formal atau informal, terbuka atau tertutup. Media di sini dipandang sebagai suatu arena sosial, tempat di mana kelompok, kelas, atau golongan masyarakat saling berhubungan dan menyampaikan pendapatnya masing-masing. Sedikitnya, ada tiga kategori kelompok utama yang terlibat dalam sebuah relasi di media, yaitu wartawan (termasuk di dalamnya redaktur, reporter, dan penyampai berita di radio dan televisi), khalayak media, dan partisipan publik (seperti politisi, pengusaha, tokoh masyarakat, selebriti, budayawan, dan sebagainya). Fokus perhatian dalam analisis relasi ini adalah pada bagaimana pola hubungan di antara partisipan tadi ditampilkan di dalam teks: antara wartawan dengan khalayak, antara politisi, tokoh, atau pengusaha dengan khalayak, dan antara wartawan dengan partisipan publik.

(40)

3. Identitas

Identitas merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas wartawan atau penulis dan pembaca, serta bagaimana kepribadian atau identitas ini hendak ditampilkan. Dalam analisis identititas ini, akan diketahui bagaimana wartawan menempatkan dan mengidentifikasi dirinya pada suatu permasalahan atau kelompok sosial yang terlibat. Misalnya, dalam pemberitaan mengenai kontroversi kemenangan Borussia Dortmund atas Malaga di perempat final liga Champions Eropa. Apakah wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai pihak yang setuju dengan kemenangan Dortmund atau sebaliknya, ataupun mandiri.

4. Intertekstualitas

Intertekstualitas adalah sebuah istilah dimana teks dan ungkapan dibentuk oleh teks yang datang sebelumnya, saling menanggapi dan salah satu bagian dari teks tersebut mengantisipasi lainnya. Setiap ungkapan dihubungkan dengan rantai komunikasi. Semua pernyataan didasarkan oleh pernyataan yang lain, baik secara eksplisit maupun implisit. Dalam hal ini, kata-kata yang pernah diungkapkan sebelumnya dievaluasi, diasimilasi, dan diekspresikan kembali dalam bentuk ungkapan yang lain. Setiap teks, diungkapkan berdasarkan atas dan mendasari teks yang lain.

Masalah intertekstualitas dalam berita di antaranya dapat diketahui melalui pengutipan sumber berita atau narasumber dalam berita. Suara narasumber yang menjadi sumber berita bisa ditampilkan secara langsung melalui kutipan langsung atau bisa juga secara tidak langsung. Pemilihan yang digunakan antara kutipan langsung dengan kutipan tidak langsung bukanlah

(41)

persoalan jurnalistik semata, melainkan sebetulnya pilihan yang digunakan adalah bagian dari strategi pembentukan wacana yang dilakukan.

Secara umum, intertekstualitas dibagi ke dalam dua bagian besar;

manifest intertectuality dan interdiscursivity. Manifest intertectuality adalah intertekstualitas dimana teks atau suara yang lain muncul secara eksplisit di dalam teks. Teks yang muncul tersebut biasanya berupa kutipan. Sebuah teks dapat saja menggabungkan teks yang lain tanpa secara langsung mengutip teks yang lain. Intertekstualitas yang manifest biasanya dapat hadir dalam bentuk representasi wacana, kalimat pengandaian, kalimat negasi, ironi, dan metadiscourse.

Sementara itu, dalam interdiscursivity, teks-teks lain tersebut mendasari konfigurasi elemen yang berbeda dari order of discourse. Prinsip dari interdiskursif ini dijalankan pada berbagai level, yaitu pada tingkat societals, institusional, personal, dan sebagainya. Ada beberapa elemen dari intertekstualitas jenis ini, yaitu genre, tipe aktivitas, gaya (style), dan wacana.

B. Discourse Practice

Discourse practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks berita, khususnya yang dihasilkan oleh suatu media, pada dasarnya dihasilkan melewati suatu proses yang meliputi pola kerja, bagan kerja, serta rutinitas dalam struktur media tersebut. Setiap media sangat mungkin memiliki pola kerja dan kebisaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sebuah hasil liputan berupa teks oleh wartawan, akan diolah kembali

(42)

oleh editor di ruangan redaksi. Proses produksi teks oleh seorang individu sangat mungkin dimaknai secara berbeda dari sebuah teks yang diproduksi oleh sebuah lembaga seperti surat kabar, majalah, dan sebagainya. Adapun proses konsumsi teks juga dapat ditentukan oleh konteks sosial yang menyertainya.

Didalam media, proses produksi teks berita melibatkan praktik diskursus yang rumit dan kompleks. Praktik wacana inilah yang menentukan bagaimana sebuah teks dibentuk. Praktik wacana melibatkan dua komponen yaitu produksi teks (oleh pihak media) dan konsumsi teks (oleh khalayak). Kedua komponen tersebut berhubungan dalam suatu jaringan yang kompleks yang melibatkan berbagai aspek praktik diskursif.

Dari jaringan hubungan yang kompleks tersebut, setidaknya terdapat tiga aspek penting yang perlu diperhatikan. Pertama, wartawan yang terlibat dalam produksi teks. Kedua, bagaimana hubungan antara wartawan dengan institusi media tempat ia bekerja. Dan ketiga, praktik rutinitas kerja dari produksi berita mulai dari pencarian, pengumpulan dan ppengolahan data sampai berita muncul dalam bentuk teks di media. Ketiga elemen tersebut merupakan keseluruhan praktik wacana dalam suatu media yang saling berkaitan satu sama lain dalam proses produksi wacana berita.

C. Sociocultural practice

Sociocultural practice adalah analisis yang berhubungan dengan konteks di luar teks. Ruang redaksi maupun wartawan bukanlah sesuatu yang berangkat dari ruang hampa, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor di luar dirinya.

(43)

Sociocultural practice memang tidak berhubungan langsung dengan produksi teks, tetapi ia sangat menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami. Misalnya sebuah teks yang memarjinalkan posisi para pemain judi. Teks semacam ini merepresentasikan ideologi yang memarjinalkan para pemain judi dalam bentuk teks. Konteks di sini memasukkan banyak hal, yang mencakup konteks situasi, konteks dari praktik institusi dari media yang bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya atau politik tertentu. Fairclough membuat tiga level analisis pada sociocultural practice: level situasional, institusional, dan sosial.

1. Situasional

Dalam produksi teks, aspek situasional akan menentukan pula bagaimana sebuah teks diproduksi. Teks yang dihasilkan pada suatu keadaan yang khas, unik, dan tidak biasa akan menghasilkan sebuah teks yang bisa jadi berbeda dengan teks yang dihasilkan dalam situasi yang berbeda pula. Kalau wacana dipandang sebagai suatu tindakan, maka tindakan itu merupakan upaya untuk merespons situasi atau konteks sosial tertentu.

2. Institusional

Level institusional melihat bagaimana pengaruh institusi dalam proses produksi teks wacana. Institusi yang dimaksud di sini bisa merupakan institusi media itu sendiri, bisa juga kekuatan-kekuatan yang ada di luar media yang ikut menentukan proses produksi berita. Kekuatan luar yang biasanya sangat menentukan adalah berkaitan dengan faktor ekonomi dari media yang bersangkutan, dalam hal ini pengiklan, oplah dan juga rating. Selain faktor ekonomi, faktor luar yang juga sangat menentukan adalah politik. Pertama

(44)

adalah institusi politik yang mempengaruhi kebijakan yang berlaku di media.

Misalnya institusi negara yang bisa menentukan ruang gerak ataupun kebijakan yang dilakukan media. Kedua, institusi politik dalam arti kekuatan-kekuatan politik yang ada dalam masyarakat.

3. Sosial

Dalam level sosial, seluruh unsur yang ada, seperti budaya masyarakat, misalnya, turut menentukan perkembangan dari wacana media. Aspek sosial melihat pada struktur yang luas dari proses pembentukan wacana, seperti sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan.

Seluruh sistem inilah yang menentukan siapa yang berkuasa dan nilai-nilai apa yang mendominasi di masyarakat.

2.1.3. Analisa Wacana Kritis Teun A. Van Dijk

Analisis teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ada tiga tingkatan dalam analisis teks: struktur makro, superstruktur dan struktur mikro.

1. Struktur Makro (Tematik): Elemen tematik merupakan makna global (global meaning) dari satu wacana. Tema merupakan gambaran umum mengenai pendapat atau gagasan yang disampaikan seseorang atau wartawan. Tema menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita.

2. Superstruktur (Skematik/ Alur): Teks atau wacana umumnyamempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan

(45)

bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk satu kesatuan arti. Sebuah berita terdiri dari dua skema besar.

Pertama summary yang ditandai dengan judul dan lead. Kemudian kedua adalah story yakni isi berita secara keseluruhan.

3. Struktur Mikro. Struktur ini terdiri atas:

a. Analisis Semantik: Tinjauan semantik suatu berita atau laporan akan meliputi latar, detail, ilustrasi, maksud dan pengandaian yang ada dalam wacana itu.

o Latar: Latar merupakan elemen wacana yang dapat mempengaruhi (arti kata) yang ingin disampaikan. Seorang wartawan ketika menyampaikan pendapat biasanya mengemukakan latar belakang atas pendapatnya. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana khalayak hendak dibawa.

o Detail: Elemen ini berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan oleh seorang wartawan. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya akan membuang atau menampilkan dengan jumlah sedikit infomasi yang dapat merugikan citra dan kedudukannya.

o Maksud: elemen ini melihat apakah teks itu disampaikan secara eksplisit atau tidak. Apakah fakta disajikan secara telanjang, gamblang atau tidak. Itulah masuk karegori elemen maksud dalam wacana.

(46)

o Praanggapan: strategi lain yang dapat memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. Elemen ini pada dasarnya digunakan untuk memberi basis rasioal, sehingga teks yang disajikan komunikator tampak benar dan meyakinkan. Praanggapan hadir untuk memberi pernyataan yang dipandang terpecaya dan tidak perlu lagi dipertanyakan kebenarnnya karena hadirnya pernyatan tersebut.

b. Analisis Kalimat (Sintaksis). Strategi wacana dalam level sintaksis adalah sebagai berikut:

o Koherensi adalah jalinan atau pertalian antar kata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang mengambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan memakai koherensi. Sehingga dua fakta tersebut dapat menjadi berhubungan.

o Pengingkaran: bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang ingin diekspresikan secara implisit. Pengingkaran menunjukkan seolah-olah wartawan menyetujui sesuatu tapi hakikatnya tidak menyetujuinya.

o Bentuk kalimat: berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Dalam kalimat yang berstruktur

(47)

aktif seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya.

o Kata ganti: alat untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan elemen yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.

c. Analisis Leksikon (Makna Kata)

Dimensi leksikon melihat makna dari kata. Unit pengamatan dari leksikon adalah kata-kata yang dipakai oleh wartawan dalam merangkai berita atau laporan kepada khalayak. Kata-kata yang dipilih merupakan sikap pada ideologi dan sikap tertentu. Peristiwa dimaknai dan dilabeli dengan kata-kata tertentu sesuai dengan kepentingannya.

d. Stailistik (Retoris).

1. Gaya Penulisan: deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi dan narasi.

2. Grafis: pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat ukuran lebih besar, termasuk pula, caption, raster, grafik, gambar atau tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan.

(48)

2.2. Pers, Jurnalistik, dan Surat Kabar

Pers memiliki keterkaitan yang luas dengan dunia media dan pemberitaan.

Pers tidak hanya merujuk pada wartawan sebagai pihak yang mengolah berita, tetapi seluruh kegiatan yang dilakukan oleh sebuah media beserta unsur-unsur yang ada di dalamnya, mulai dari proses mengumpulkan bahan berita sampai menyebarkannya. Unsur-unsur di dalamnya meliputi wartawan, editor, anggota redaksi, sampai kepada pemimpin redaksi.

Secara umum, pers memiliki dua pengertian. Dalam arti sempit, pers merujuk kepada media cetak periodik, seperti majalah, surat kabar, tabloid, dan sebagainya.

Sedangkan dalam arti luas, pers mencakup seluruh media yang ada, mulai dari media cetak sampai elektronik. Selain itu, pers juga dapat berarti media massa (Sumadiria, 2005:31).

Pers merupakan suatu kegiatan yang tidak pernah terlepas dari hubungan dengan media dan masyarakat luas. Kegiatan tersebut mengarah kepada kegiatan jurnalistik yang meliputi pencarian, penggalian, pengumpulan, pemilahan, pengolahan bahan, pengecekan kembali, melakukan verifikasi kebenaran bahan sampai menerbitkannya kepada khalayak luas. Dalam menjalankan perannya, pers merupakan institusi pencerah masyarakat, sebagai lembaga edukasi. Selain itu, pers juga berperan sebagai media informasi. Pers, sebagai media massa, juga merupakan media informasi yang senantiasa menyampaikan informasi kepada khalayak.

Pers juga dapat dikatakan sebagai pilar ke-empat negara setelah Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Menurut Wilbur Schramm dkk (1976: 21) dalam buku

(49)

Four Theories of the Press (Empat Teori Pers), 3. Keempat teori tersebut merujuk pada suatu interpretasi pers sebagai pemerhati, guru, dan forum yang menyampaikan pandangannya mengenai hal-hal yang mengemuka di tengah masyarakat.

Sementara itu, Marshall McLuhan (2003: 18) dalam bukunya Understanding Media, menyebut pers sebagai perpanjangan “tangan” manusia, yakni yang menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain di suatu tempat dengan di tempat lain pada saat yang bersamaan. Sedangkan menurut Raden Mas Djokomono, pers adalah kegiatan membentuk opini umum melalui tulisan dalam surat kabar.

Pers di Indonesia, sebagai lembaga media komunikasi massa dan alat sosial, telah diatur dalam Undang-Undang nomor 21 Tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pers. Undang-Undang ini merupakan bentuk revisi dari Undang- Undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 dan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1967. Dalam sistem kenegaraan, sistem pers Indonesia merupakan subsistem dari sistem komunikasi Indonesia.

Pers, sebagai lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan, memiliki sifat- sifat kelembagaan. Dalam hal ini, pers menyelenggarakan dan menyampaikan informasi secara teratur di dalam nuansa kelembagaan kepada khalayak yang heterogen dan anonim. Informasi yang disebarluaskan oleh pers kepada khalayak diolah dalam sebuah organisasi atau lembaga yang membutuhkan biaya yang besar.

Dari adanya faktor ini, selanjutnya pers berkembang menjadi sebuah lembaga

(50)

yang bersifat industrial. Dalam pengertian ini, pers berarti melayani kepentingan bisnis, seperti iklan, promosi, dan sebagainya, untuk menjaga keberlangsungan lembaganya. Di samping itu, pers juga melayani kepentingan yang bersifat politis dalam hal penyebarluasan kekuasaan. Dalam hal melayani jenis kepentingan yang berbeda-beda itu, pers menjalankan fungsinya sebagai lembaga sosial yang juga mencakup politik. Hal ini bergantung kepada bagaimana sistem komunikasi massa yang berlangsung di sebuah negara tempat dimana pers tersebut berada. Dengan demikian, sistem pers merupakan manifestasi dari sistem politik dari negara yang bersangkutan.

Bentuk pers yang tertua adalah media cetak. Media cetak adalah media yang bersifat visual dan hanya bisa dipahami atau diterima dengan cara dibaca. Pers jenis ini memiliki kelemahan karena tidak bisa dinikmati oleh pihak-pihak yang tidak bisa membaca. Akan tetapi, pers tertua ini dapat disimpan dan dibaca berulang- ulang di lain kesempatan dengan mudah.

Pers, selanjutnya, tidak dapat dipisahkan dari dunia jurnalistik. Jurnalistik merupakan bagian penting dari pers sebab jurnalistik merupakan kegiatan atau proses yang menghasilkan berita-berita yang akan disajikan. Jurnalistik dapat berarti kegiatan mengumpulkan, mengelola, sampai menulis berita untuk disebarluaskan kepada khalayak, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, data, grafik, sketsa, atau dalam bentuk lainnya melalui media massa, baik itu media cetak, media elektronik, maupun media online atau internet

Pada mulanya, kegiatan jurnalistik hanya menggunakan media cetak sebagai media penyalurnya—pers dalam arti sempit. Sekarang, kegiatan jurnalistik

(51)

tidak hanya menggunakan media cetak, tetapi juga media elektronik yang dapat berbentuk video dan suara (televisi) ataupun suara saja (radio). Dan terakhir, kegiatan jurnalistik telah semakin berkembang lewat kehadiran internet, sehingga dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat.

Bentuk jurnalistik sekaligus media massa yang paling tua adalah berupa tulisan, yakni yang kita kenal sebagai surat kabar. Surat kabar merupakan mediamassa cetak yang dapat dibaca oleh orang banyak di berbagai tempat. Di samping itu, surat kabar juga merupakan media massa cetak yang mudah dibaca kembali setiap saat. Namun, surat kabar hanya dapat dinikmati oleh pihak yang dapat membaca saja.

Surat kabar atau lebih sering dikenal dengan sebutan koran, senantiasa diperuntukkan untuk kepentingan umum. Surat kabar perlu untuk secara konsisten memuat berita mengenai kejadian di seluruh dunia dengan berbagai aspek kehidupan. Seperti halnya media massa lainnya, di dalam pemberitaannya, surat kabar juga selalu menjunjung aktualitas. Artinya, surat kabar perlu untuk menyampaikan sebuah kejadian secepat mungkin. Selain itu, surat kabar juga bersifat periodik, dimana biasanya terbit secara harian.

Dalam menjalankan kegiatannya, surat kabar juga tidak dapat terlepas dari pemasang iklan dan kepentingan-kepentingan politik. Hal ini menjadikan surat kabar menjadi suatu media untuk melancarkan pertarungan bisnis dan politik.

Adanya pemasang iklan membuat surat kabar mendapat penghasilan finansial yang akan menjaga keberlangsungan perusahaannya. Sedangkan adanya unsur kepentingan politis di dalam surat kabar selalu berkaitan dengan sistem ideologi

(52)

dan kepentingan yang dianut oleh surat kabar yang bersangkutan. Selanjutnya kepentingan politis ini sangat berhubungan dengan para khalayak yang menjadi pembacanya, khususnya para pembaca tetap.

Surat kabar, dari sudut pandang tertentu juga merupakan bisnis spekulatif, yang tergantung pada pertumbuhan dunia perdagangan dan secara khusus juga pada sirkulasi yang tidak didasarkan atas kontrak mati dengan pembacanya.

Kontrak sebuah surat kabar dengan pembacanya tidaklah terikat. Oleh sebab itu, sasaran setiap penerbit ialah sirkulasi direkayasa oleh citra tertentu sehingga muncullah kelompok pembaca yang setia (Lippmann, 1998:311).

Surat kabar yang dapat menarik loyalitas pembacanya, merupakan ciri dari jurnalistik modern. Sekelompok pembaca yang setia pada sebuah surat kabar dalam keadaan apapun merupakan kekuatan yang sangat kuat bagi surat kabar yang bersangkutan. Kekuatan ini bahkan dapat lebih berarti daripada yang diperoleh dari pemasang iklan. Di sini, kekuatan kesetiaan pembaca mengalahkan kekuatan finansial dari pemasang iklan.

Loyalitas pembaca yang setia pada sebuah surat kabar tidak ditetapkan dalam suatu ikatan apapun. Loyalitas pembaca, pada umumnya, tergantung pada bagaimana pembaca kebetulan merasa cocok dengan pikirannya atau karena kebiasaan saja. Ada unsur-unsur tertentu yang tersembunyi di dalam hubungan sambil lalu antara pembaca dengan surat kabar yang bersangkutan. Kebanyakan hal ini disebabkan karena pembaca tidak tahu menahu tentang bagaimana surat kabar yang dibacanya memperlakukan berita yang ia baca.

Surat kabar menyodorkan banyak berita tentang kejadian yang sering belum

Gambar

Gambar 1. Sampul harian “The Courier Mail” berjudul “Bloody Hands”

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga tanah ulayat yang didaftarkan menjadi Hak Pengelolaan lebih mirip dengan pemberian hak kepada kesatuan masyarakat hukum adat atau daerah swatantra yang disebutkan

Kedua , masyarakat hukum adat Bayan dan Baru Murmas tidak memiliki hak pen- gelolaan atas tanah kawasan hutan karena belum diakui dalam Perda oleh Pemerintah Kabupaten Lombok

[r]

Dengan berdasarkan pada teori atau konsep tentang profesionalisme yang diuraikan dalam telaah pustaka, maka kepada informan pegawai kantor Camat Malalayang diajukan

Berdasarkan dari subtansi latar belakang diatas, maka secara spesifik akan dibahas dan ditinjau secara empiris mengenai kondisi penggunaan utang atau struktur

Hasil penelitian ini didapatkan adanya hubungan bukti langsung ( p-value = 0,001), kehandalan (p-value = 0,001), daya tanggap (p-value = 0,001), jaminan (p-value = 0,001),

Evaluasi Implementasi Program Pendidikan Ekonomi Kreatif dari PAUD sampai SMA/SMK sebagai Bahan Pengembangan Model Pendidikan Ekonomi Kreatif di Setiap Satuan Pendidikan di

Pendekatan geofisika yang dilakukan yaitu menggunakan metode Geolistrik Resistivitas sounding yang merupakan upaya lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya sehingga