• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS NADHIF S441302010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TESIS NADHIF S441302010"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA KRAMA DENGAN METODE FISHBOWL PADA SISWA KELAS VII G

SMPN 3 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Drajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Oleh:

NADHIF DWI SAPUTRA S441302010

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2015

(2)

ii

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA KRAMA DENGAN METODE FISHBOWL PADA SISWA KELAS VII G

SMPN 3 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN

TESIS

Oleh

NADHIF DWI SAPUTRA S441302010

Komisi Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Andayani, M. Pd.

NIP 1960103011986012001 ... Pembimbing II Prof. Dr. Retno Winarni, M. Pd.

NIP 195601211982032003 ...

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal ...2015

Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNS

(3)

iii

PENGESAHAN PENGUJI

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA KRAMA DENGAN METODE FISHBOWL PADA SISWA KELAS VII G

SMPN 3 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN TESIS

Oleh:

NADHIF DWI SAPUTRA S441302010

Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd.

NIP 196204071987031003 ………….…………. ………

Sekertaris Prof. Dr. St. Y. Slamet, M. Pd.

NIP 194612081982031001 ………….…………. ………

Anggota Penguji

1. Prof. Dr. Andayani, M. Pd.

NIP 196010301986012001 ………….…………. ………

2. Prof. Dr. Retno Winarni, M. Pd.

NIP 195601211982032003 ………….…………. ………

Telah dipertahankan di depan penguji pada Ujian Tesis Dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal... 2015 Mengetahui:

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Ketua Program Studi

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd. NIP 196007271987021001

Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd. NIP 196204071987031003

(4)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TEKS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul “PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA KRAMA DENGAN METODE FISHBOWL PADA SISWA KELAS VII G SMPN 3 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi teks Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seizin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs Kependidikan FKIP UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya dalam satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa Jawa PPs Kependidikan FKIP UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa PPs Kependidikan FKIP UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 18 Februari 2015 Mahasiswa

Nadhif Dwi Saputra NIM S441302010

(5)

v MOTTO

Goleka teken, nggonen teteken sing tekun, supaya ketekan sedyamu.Ketika apa yang kita jalani terasa berat, percayalah kita sedang naik level.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Aku persembahkan karya ini kepada Bapak, Ibu, Istri, dan sumber semangatku: Lintang Fazila Navisastra

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis mengucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Berbicara Krama dengan Metode Fishbowl Pada Siswa Kelas VII G

SMPN 3 Mejayan Kabupaten Madiun”, dapat tersusun dengan baik dan lancar. Penelitian ini dapat terlaksana dan laporan hasil dapat diwujudkan dalam bentuk tesis karena melibatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sepantasnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar S-2 di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.;

2. Prof. Dr. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin penyusunan tesis;

3. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin penyusunan tesis;

4. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Prof. Dr. H. Sarwiji Suwandi, M.Pd. yang telah memberi saran dan motivasi untuk segera menyelesaikan tesis ini;

5. Prof. Dr. Andayani, M.Pd. selaku dosen pembimbing I dengan penuh kesabaran dan ketekunan telah memberi saran dan arahan demi kesempurnaan tesis ini;

(8)

viii

7. Pang Sugiharto, M.Pd. selaku Kepala SMPN 3 Mejayan yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di sekolah yang menjadi tanggung jawab pengelolaan dan pengawasannya;

8. Vivin Novalina Herawati, S.Pd, selaku guru mata pelajaran Bahasa Jawa SMPN 3 Mejayan yang telah berkenan menjadi kolaborator dan melaksanakan penelitian tindakan kelas;

9. Teman-teman Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa angkatan Februari 2013 yang selalu berjuang bersama dan saling memberi motivasi;

Akhir kata, penulis hanya dapat berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak tersebut di atas dan mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat untuk kita semua, khususnya bagi pendidik dan umumnya bagi pembaca untuk menambah pengetahuannya.

Surakarta, 18 Februari 2015 Penulis

Nadhif Dwi Saputra

(9)

ix ABSTRAK

Nadhif Dwi Saputra. S441302010. 2014. Peningkatan Keterampilan Berbicara Krama

Dengan Metode Fishbowl Pada Siswa Kelas VII G SMP Negeri 3 Mejayan Kabupaten Madiun. Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan

Bahasa dan Sastra Jawa. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I: Prof. Dr. Andayani, M.Pd., Pembimbing II: Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan berbicara krama siswa. Peserta didik cenderung kurang tertarik terhadap pembelajaran, sedangkan guru masih menggunakan metode konvensional. Penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara krama dan meningkatkan keterampilan berbicara krama siswa kelas VII G SMPN 3 Mejayan melalui penerapan metode fishbowl.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan subyek penelitian siswa dan guru kelas VII G SMPN 3 Mejayan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, kajian dokumen dan tes. Uji validitas data menggunakan trianggulasi sumber data. Teknik analisis data dengan teknik analisis kritis dan teknik deskriptif komparatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode fishbowl dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara krama siswa ditandai meningkatnya kinerja siswa. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dengan metode

fishbowl dapat meningkatkan kemampuan berbicara krama siswa kelas VII G SMPN 3

Mejayan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tindakan yang dilakukan selama dua siklus. Pada siklus I siswa tuntas memperoleh nilai di atas KKM (75) meningkat menjadi 19 siswa atau sebesar (68%) dengan nilai rata-rata 74, 5. Pada siklus II ada 26 siswa (89%) yang sudah tuntas, dengan nilai rata-rata 84,6.Pada siklus II ini pencapaian nilai baik secara kualitas proses (kinerja siswa) maupun hasil telah mencapai ketuntasan yang lebih dari 80%. Selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbicara krama dengan menggunakan metode fishbowl dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara krama dan dapat meningkatkan keterampilan berbicara krama siswa.

Kata kunci: berbicara, krama, metode fishbowl.

(10)

x ABSTRACT

Nadhif Dwi Saputra. S441302010. 2014. The Improvement of Speaking Krama

with Fishbowl Method in the VII G Graders of SMP Negeri 3 Mejayan. Thesis.

Indonesian Language Education Study Program of Javanese Language and Letters Main Concentration. Surakarta Sebelas Maret University. First Counselor: Prof. Dr. Andayani, M.Pd., Second Counselor: Prof. Dr. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd.

Background of this research was low skill on speaking Javanese language

krama. Student educated less interested to study, while teacher still use the

conventional method. This research aimed to improve the quality of Javanese language krama speaking learning process and to improve Javanese language

krama speaking skill method in the VII G Graders of SMP Negeri 3 Mejayan

using fishbowl method.

This study was a Classroom Action Research (CAR) conducted in four stages: planning, acting, observing, and reflecting. The research method employed was descriptive qualitative one with the students and the teachers of the VII G Grade of SMP Negeri 3 Mejayan as the subjects of research. Techniques of collecting data used were observation, interview, document study and test. The data validation was conducted using data source triangulation. Techniques of analyzing data used were critical and descriptive comparative analysis ones.

The result of research showed that the fishbowl method could improve the quality of student’s speaking Javanese language krama learning process. This study also showed that using fishbowl method could improve the speaking Javanese language krama ability of the VII G Graders of SMP Negeri 3 Mejayan. It could be seen from the result of action conducted in two cycles. In cycle I, students obtained the score above KKM (Minimum Passing Criteria) (75) increased to 19 (68%) students with the mean score of 74.5. In cycle II, it increased to 26 (89%) students with the mean score of 84,6. In cycle II, the achievement of score had achieved the passing criteria higher than 80%, in either the process (student performance) or the result (outcome). Subsequently, it could be concluded that the speaking Javanese language krama learning using fishbowl method could improve the quality of speaking Javanese language krama learning process and the student’sspeaking Javanese language krama skill.

Keywords: speaking, Javanese language krama, fishbowl method.

(11)

xi SARIPATHI

Nadhif Dwi Saputra. S441302010. 2014. Mundhakake Kaprigelan Wicara

Krama Kanthi Metode Fishbowl Tumrap Siswa Kelas VII G SMP Negeri 3 Mejayan Kabupaten Madiun. Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Panuntun I: Prof. Dr. Andayani, M.Pd., Panuntun II: Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd.

Panaliten punika dipunpawadani dening andhapipun pasinaon wicanten krama. Siswa katingal kirang remen kaliyan pasinaon, ewadene dwija taksih ngginakaken metodhe konvensional. Panaliten punika nggadhahi ancas mindhakaken kualitas proses pasinaon wicanten krama lan mindhakaken kaprigelan wicanten krama siswa kelas VII G SMPN 3 Mejayan lumantar pangetraping metodhe fishbowl.

Panaliten punika minangka Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ingkang dipunlampahi kanthi sekawan tataran inggih punika perencanaan, tindakan,

observasi lan refleksi. Metodhe panaliten ingkang dipunginakaken inggih punika

metodhe deskriptif kualitatif kanthi subjek panaliten siswa lan dwija kelas VII G SMPN 3 Mejayan. Teknik pangempalan dhata migunakaken observasi, wawancara, kajian dokumen lan tes. Uji validitas dhata ngginakaken triangulasi

sumber dhata. Teknik analisis dhata kanthi teknik analisis kritis lan teknik

deskriptif komparatif.

Asil panaliten nedahaken menawi metodhe fishbowl saged mindhakaken kualitas proses pasinaon wicanten krama siswa, tinengeran kanthi mindhakipun kinerja siswa. Panaliten punika ugi nedahaken menawi kanthi metodhe fishbowl saged mindhakaken kaprigelan wicanten krama siswa kelas VII G SMPN 3 Mejayan. Bab punika tiningalan saking asil tindakan ingkang dipunlampahi dangunipun kalih siklus. Wonten ing siklus I siswa tuntas pikantuk biji sanginggilipun KKM (75) mindhak dados 19 siswa utawi (68%) kanthi biji rata 74, 5. Wonten ing siklus II 26 siswa (89%) sampun tuntas, kanthi biji rata-rata 84,6. Wonten ing siklus II punika wekasanipun biji kualitas proses kinerja siswa lan kinerja guru sarta asil sampun tuntas utawi langkung saking 80%. Sabibaripun, saged dipundudut menawi pasinaon wicanten krama kanthi pangetraping metodhe fishbowl saged mindhakaken kualitas proses pembelajaran wicanten krama lan saged mindhakaken kaprigelan wicanten krama siswa.

Tembung wos: wicara, krama, metodhe fishbowl.

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ... ii

PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

SARIPATHI ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

(13)

xiii

a. Pengertian Berbicara ... 11

b. Tujuan Berbicara... 13

c. Metode Pembelajaran Berbicara ... 14

c. Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara ... 15

d. Penilaian Keterampilan Berbicara... 16

e. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbicara ... 17

2. Hakikat Tingkat Tutur Bahasa Jawa ... 18

a. Pengertian Tingkat Tutur... 18

b. Bahasa Jawa Ragam Krama ... 20

1) Krama Lugu ... 21

2) Krama Alus ... 22

c. Pembagian Tingkat Tutur Bahasa Jawa ... 23

1) Ngoko Lugu ... 24

2) Ngoko Alus ... 25

3) Krama Lugu ... 26

4) Krama Alus ... 26

3. Hakikat Metode Pembelajaran Fishbowl ... 27

a. Pengertian Pembelajaran ... 27

b. Metode Pembelajaran... 27

c. Metode Fishbowl... 28

d. Prosedur Metode Fishbowl ... 29

e. Kelebihan dan Kelemahan Metode Fishbowl ... 29

(14)

xiv

1) Kinerja Guru ... 31

2) Kinerja Siswa ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 37

D. Hipotesis Tindakan... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 41

C. Subjek Penelitian ... 41

D. Data dan Sumber Data ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

F. Validasi Data... 44

G. Teknik Analisis Data ... 44

H. Indikator Kinerja ... 45

I. Prosedur Penelitian ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 49

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 49

1. Kondisi Pratindakan ... 49

2. Deskripsi Siklus 1 ... 52

a. Perencanaan Tindakan Siklus I ... 52

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I... 55

c. Observasi Siklus I... 57

d. Refleksi Siklus I ... 62

(15)

xv

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 65

c. Observasi Siklus II ... 67

d. Refleksi Siklus II... 73

B. Pembahasan ... 74

1. Kondisi Awal Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama Siswa dan Kualitas Proses Pembelajaran Berbicara Bahasa Jawa Krama ... 74

2. Pembelajaran Berbicara Jawa Krama dengan Menggunakan Metode Fishbowl ... 75

3. Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Berbicara Bahasa Jawa Krama dengan Menggunakan Metode Fishbowl ... 76

4. Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa Krama dengan Menggunakan Metode Fishbowl ... 76

5. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Berbicara Bahasa Jawa Krama dengan Menggunakan Metode Fishbowl ... 77

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 79

A. Simpulan ... 79

B. Implikasi ... 80

C. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Contoh Kosa Kata Madya ... 22

Tabel 2.2 Contoh Kosa Kata Krama Andhap-Krama Inggil ... 23

Tabel 2.2 Instrumen Penilaian Kinerja Guru ... 33

Tabel 2.4 Instrumen Penilaian Kinerja Siswa ... 36

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 40

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Kinerja Siswa Siklus I... 58

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Kinerja Guru Siklus I ... 59

Tabel 4.4 Hasil Belajar Siswa Siklus I... 61

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Kinerja Siswa Siklus II ... 69

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Kinerja Guru Siklus II ... 70

Tabel 4.7 Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 71

Tabel 4.8 Perbandingan Persentase Ketuntasan Klasikal Siklus I dan Siklus II ... 72 Tabel 4.8 Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Jawa krama Siswa . 73

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 38

Gambar 3.1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 41

Gambar 4.1 Siswa tidak memperhatikan dan berbicara dengan temannya .. 49

Gambar 4.2 Siswa Ketika Berdiskusi Fishbowl Siklus 1 ... 46

Gambar 4.3 Siswa yang Aktif Mendapatkan Penghargaan ... 57

Gambar 4.4 Suasana Diskusi Kelompok Siklus I. ... 58

Gambar 4.5 Suasana Pembelajaran Siklus I ... 60

Gambar 4.6 Histogram Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I ... 62

Gambar 4.7 Suasana Pembelajaran Siklus II ... 66

Gambar 4.8 Suasana Ketika Siswa Berdiskusi Fishbowl ... 67

Gambar 4.9 Siswa Mendapat Penghargaan karena Aktif... 68

Gambar 4.10 Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II . ... 72

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 01 Silabus ... 87

Lampiran 02 RPP Prasiklus ... 95

Lampiran 03 Lembar Penilaian Kinerja Guru dalam Pembelajaran Prasiklus ... 103

Lampiran 04 Catatan Lapangan Kegiatan Pembelajaran Prasiklus ... 109

Lampiran 05 Catatan Lapangan Hasil Wawancara Siswa Prasiklus ... 105

Lampiran 06 Catatan Lapangan Hasil Wawancara Guru Prasiklus ... 107

Lampiran 06a Daftar Hasil Penilaian Kinerja Siswa Prasiklus... 109

Lampiran 06b Daftar Hasil Penilaian Kemampuan Berbicara Krama Prasiklus ... 110

Lampiran 07 RPP Siklus I ... 112

Lampiran 08 Lembar Penilaian Kinerja Guru dalam Pembelajaran Siklus I... 118

Lampiran 09 Catatan Lapangan Kegiatan Pembelajaran Siklus I ... 122

Lampiran 10 Catatan Lapangan Hasil Wawancara Siswa Siklus I ... 126

Lampiran 11 Catatan Lapangan Hasil Wawancara Guru Siklus I ... 128

Lampiran 12 Daftar Hasil Penilaian Kinerja Siswa Siklus I ... 130

Lampiran 13 Daftar Hasil Penilaian Kemampuan Berbicara Krama Siklus I 132 Lampiran 14 RPP Siklus II ... 134

Lampiran 15 Lembar Penilaian Kinerja Guru dalam Pembelajaran Siklus II ... 140

(19)

xix

Lampiran 16 Catatan Lapangan Kegiatan Pembelajaran Siklus II ... 144

Lampiran 17 Catatan Lapangan Hasil Wawancara Siswa Siklus II ... 148

Lampiran 18 Catatan Lapangan Hasil Wawancara Guru Siklus II... 150

Lampiran 19 Daftar Hasil Penilaian Kinerja Siswa Siklus II ... 152

Lampiran 20 Daftar Hasil Penilaian Kemampuan Berbicara Krama Siklus II ... 154

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Kebenaran seseorang dalam berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang disampaikan. Berbahasa Jawa yang baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu yaitu ketika berbicara kepada orang yang lebih tua atau orang yang dihormati, bahasa Jawa krama menjadi prioritas utama. Sementara penggunaan bahasa Jawa ngoko diprioritaskan ketika berbicara dalam situasi mitra tutur merupakan teman sebaya atau orang yang memiliki hubungan yang sudah dekat atau akrab.

Berdasarkan aspek-aspek keterampilan berbahasa, berbicara merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan yang sangat penting dimiliki dan dikuasai oleh sesorang. Semua aktivitas manusia terencana didasarkan pada bahasa. Bahasa sendiri mempunyai bentuk dasar berupa ucapan dan lisan. Jadi belajar bahasa pada hakekatnya adalah belajar berkomunikasi, dan berkomunikasi adalah berbicara.

Dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Jawa memiliki sistem atau adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat yang lain. Masyarakat Jawa mengenal adanya sistem tingkat tutur. Sistem tingkat tutur masyarakat Jawa dibagi dalam tingkatan-tingkatan yang memiliki fungsi masing-masing di dalam kehidupan bermasyarakat. Ragam ngoko digunakan untuk berkomunikasi dengan teman sebaya. Sementara ragam krama digunakan untuk berkomunikasi kepada orang yang lebih tua atau orang yang dihormati.

Masyarakat menganggap anak yang salah dalam menggunakan bahasa Jawa krama kepada orang tua dianggap tidak memiliki sopan santun. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa Jawa siswa sebagai generasi muda Jawa sangat diperlukan. Mereka sebagai generasi muda Jawa memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan budaya Jawa, termasuk bahasa Jawa. Apalagi bahasa

1

(21)

Jawa memiliki nilai budi pekerti yang dapat membentuk karakter bangsa menjadi lebih baik. Ragam krama pada umumnya dianggap sebagai ragam bahasa Jawa yang paling sulit untuk dipelajari. Diduga penyebabnya antara lain rendahnya perbendaharaan kata siswa, kekurangpahaman siswa terhadap kaidah tingkat tutur bahasa Jawa, dan lingkungan.

Berbicara merupakan suatu keterampilan, dan keterampilan tidak akan berkembang apabila tidak dilatih secara terus menerus. Dalam lingkungan pendidikan, para siswa dituntut terampil berbicara dalam proses pembelajaran. Para siswa harus mampu mengutarakan gagasannya. Mereka juga harus menjawab pertanyaan atau mengajukan pendapat, mempertahankan pendapat, menyanggah pendapat siswa lain, atau mempengaruhi alur pemikiran siswa lain. Oleh sebab itu, keterampilan berbicara harus dimiliki oleh semua orang. Seseorang yang memiliki keterampilan berbicara yang baik akan memiliki kemudahan dalam pergaulan dan segala pesan yang disampaikan akan mudah diterima oleh orang lain.

Dalam kurikulum muatan lokal (2005:3), tujuan pembelajaran mata pelajaran bahasa Jawa disebutkan sebagai berikut: (1) Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah dan berkewajiban mengembangkan serta melestarikan, (2) Siswa memahami bahasa jawa dari segi bentuk, makna dan fungsi serta menggunakan dengan tepat untuk bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan misalnya: di sekolah, di rumah, di masyarakat dengan baik dan benar, (3) Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa jawa dengan baik dan benar untuk meningkatkan keterampilan, kemampuan intelektual (berpikir kreatif, menggunakan akal sehat, menerapkan kemampuan yang berguna, menggeluti konsep abstrak, dan memcahkan masalah), kematangan emosional dan sosial, (4) Siswa dapat bersikap lebih positif dalam tata kehidupan sehari-hari dalam lingkungannya.

(22)

Keterampilan menulis dan berbicara merupakan aspek penting dalam pembalajaran bahasa Jawa. Lewat kemampuan menulis dan berbicara, ide dan gagasan yang telah dimiliki oleh siswa dapat dituangkan. Keberadaan tulisan yang sistematis, kohesif dan koherensif dan kemantapan dalam wicara, kefasihan dalam pelafalan, dan ketepatan intonasi sangat dibutuhkan siswa. Dan, apabila dua kemampuan bahasa tersebut tidak dimiliki oleh secara komperehensif, maka hubungan kemampuan dan menulis bahasa Jawa menjadi tidak seimbang. Keadaan seperti ini akan menghambat ketuntasan belajar siswa.

Siswa kelas VII G SMPN 3 Mejayan memiliki kebiasan menulis dan berbicara. Kemampuan produktif ini diperoleh sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Akan tetapi hasil observasi prapenelitian menunjukkan, bahwa keterampilan siswa utamanya dalam berbicara krama masih rendah. Hal ini tampak pada: (1) siswa kurang memberi respon pada pelajaran bahasa Jawa, karena metode yang diterapkan masih dominan konvensional seperti ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Guru masih belum maksimal memanfaatkan model pembelajaran inovatif, (2) pada saat diberi pertanyaan siswa menjawab sekadarnya karena kurang pemahaman terhadap materi yang disampaikan guru. Jawaban yang diberikan masih belum sesuai yang diharapkan, (3) siswa kurang aktif, minat rendah dan kerja sama antarsiswa kurang sehingga dalam mengikuti pelajaran mereka kurang percaya diri baik dalam menjawab pertanyaan mauun berinteraksi dalam kelompok diskusi, (4) siswa takut dan malu bila jawaban yang diberikan salah dan ditertawakan oleh teman-temannya.

Berdasarkan prapenelitian yang dilakukan, penyebab masih rendahnya keterampilan berbicara terdapat beberapa permasalahan yang mendasar. Adapun permasalahan yang terdapat bukan saja datang dari faktor kurang profesionalnya seorang guru, akan tetapi juga berasal dari kurang berminatnya siswa akan hadirnya mata pelajaran Bahasa Daerah. Pelajaran Bahasa Daerah dianggap kuno dan sulit untuk dipelajari. Hal ini diperparah oleh keseharian siswa di rumah yang tidak menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.

(23)

dominan menggunakan metode ceramah. (2) guru belum maksimal dalam merencanakan dan menerapkan langkah-langkah pembelajaran karena tidak ada rencana pelaksanaan pembelajaran, (3) guru kurang memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran, (4) guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran, sehingga membuat siswa pasif, (5) guru tidak memberikan reward kepada siswa, (6) guru hanya bergantung pada LKS, buku materi atau literatur tertentu tanpa adanya percobaan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kejiwaan siswa.

Terbukti dari hasil evaluasi mata pelajaran bahasa Jawa yang diberikan guru kelas SMPN 3 Mejayan khususnya mengenai berbicara Jawa krama hasilnya masih mengecewakan. Belum semua peserta didik mendapatkan nilai yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan oleh sekolah. Dari 28 peserta didik, hanya peserta didik berjumlah 9 yang nilainya mencapai KKM. Nilai KKM yang ditentukan yaitu 75. Peserta didik yang nilainya masih dibawah 75 atau belum mencapai KKM ada 19 siswa.

Siswa-siswa SMPN 3 Mejayan merupakan siswa-siswa yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Baik dari kalangan menengah ke bawah dan menengah ke atas. Akan tetapi hasil observasi menyebutkan, bahwa mereka kurang berminat terhadap materi bahasa daerah. Adapun nilai bahasa daerah mereka bisa dikatakan kurang memenuhi persyaratan kategori nilai siswa yang berminat, atau masih di bawah KKM.

Sebagai solusi dari permasahan yang mendasar tersebut, maka perlu adanya Penelitian Tindak Kelas (selanjutnya disingkat PTK). PTK memberikan solusi dan alternatif-alternatif pengobatan masalah yang sedang dialami dalam proses belajar mengajar. Tentunya dengan menerapkan metode tertentu yang sekiranya sesuai apabila diterapkan pada siswanya sekaligus mampu membawa kejiwaan siswa menuju tingkat kesenangan yang sesungguhnya terhadap materi pelajaran yang diajarkan.

(24)

practice from within); (2) usaha kolaboratif antara guru dan dosen (an

collaborative effort between school teachers and teacher educators); (3) bersifat

fleksibel (a reflective practice made public).

Pembelajaran berbicara akan efektif apabila siswa mau mencoba berbicara langsung. Salah satu jenis kegiatan berbicara adalah melalui diskusi. Banyak guru yang kurang menghargai potensi diskusi dalam proses pembelajaran. Mereka berpendapat waktu mengajar dan menyampaikan materi akan tersita untuk berdiskusi. Mereka tidak menyadari bahwa diskusi adalah metode yang ampuh yang dapat digunakan tidak hanya untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah, namun juga untuk pemahaman sebuah materi (Gall dan Maxwell, 2001).

Berangkat dari hal tersebut, metode yang akan dipilih dalam PTK ini adalah metode diskusi Fishbowl. Metode Fishbowl adalah metode diskusi yang menekankan pada prinsip belajar berpusat pada pengalaman siswa (the center of

students experience). Metode ini bertujuan supaya seluruh anggota kelompok

diskusi mendpatkan kesemptan untuk memberikan kontribusi dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota lain. Metode ini memiliki struktur pengajaran yang sangat sesuai digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, karena menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali. Semua siswa mendapat kesempatan yang adil dan sama dalam menyumbangkan pemikirannya. Metode ini sangat cocok untuk pelajaran bahasa Jawa pada keterampilan berbicara krama, karena pembelajaran berbicara Jawa dari hari ke hari semakin menunjukkan penurunan minat generasi muda, jadi perlu didukung dengan metode yang efektif dan menarik.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperlukan perbaikan dan peningkatan terhadap kualitas proses dan keterampilan berbicara krama siswa. Peneliti merumuskan judul penelitian tindakan kelas ini adalah “Peningkatan Keterampilan Berbicara Krama dengan Metode Fishbowl Pada Siswa Kelas VII G SMPN 3 Mejayan Kabupaten Madiun”

(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah penerapan metode Fishbowl dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara krama pada siswa kelas VII G SMPN 3 Mejayan Kabupaten Madiun?

2. Apakah penerapan metode Fishbowl dapat meningkatkan keterampilan berbicara krama pada siswa kelas VII G SMPN 3 Mejayan Kabupaten Madiun?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara krama pada siswa kelas VII G SMPN 3 Mejayan Kabupaten Madiun.

2. Meningkatkan keterampilan berbicara krama pada siswa kelas VII G SMPN 3 Mejayan Kabupaten Madiun.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat dijadikan landasan pengembangan pembelajaran bahasa Jawa khususnya sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara krama siswa SMP/Mts.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa:

1) Keterampilan berbicara krama siswa meningkat melalui metode Fishbowl. 2) Pembelajaran akan lebih menarik karena berlangsung dalam situasi yang

nyaman dan menyenangkan.

(26)

3) Menumbuhkan motivasi siswa untuk berpern aktif sebaai pelaku utama pembelajaran dengan dasar suka rela, riang, dan gembira.

b. Bagi Guru:

1) Meningkatkan kualitas guru yang inovatif dan kreatif saat kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran berbicara krama.

2) Sebagai upaya untuk menawarkan inovasi baru cara pembelajaran melalui metode Fishbowl dalam meningkatkan keterampilan siswa berbicara

krama.

c. Bagi Sekolah:

1) Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran bagi guru-guru yang lain.

2) Memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikulum sekolah berdasarkan indikator-indikator pembelajaran berbicara krama yang telah ditentukan.

3) Memberikan pengalaman bagi sekolah berkaitan dengan penelitian tindakan kelas.

4) Dapat menumbuhkan iklim pembelajaran yang kondusif sehingga tercipta kualitas pembelajaran yang baik, aktif, efektif, dan inovatif.

(27)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Bagian bab dua ini isinya meliputi deskripsi tentang tinjauan pustaka, landasan teori, dan kerangka berpikir. Tinjauan pustaka menampilkan beberapa penelitian yang memiliki relevansi dengan kompetensi yang ingin diraih dalam penelitian ini, yakni kemampuan berbicara berbahasa Jawa ragam krama. Sementara penelitian sejenis dengan model pembelajaran fishbowl, khususnya dalam konteks pembelajaran bahasa Jawa belum ditemukan. Secara lengkap tinjauan pustaka uraiannya meliputi, pustaka yang menyangkut deskripsi Penelitian Tindakan Kelas (PTK), keterampilan berbicara ragam krama,dan metode fishbowl.

A. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini merupakan penelitian yang mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya tang sudah pernah dilakukan peneliti sebelumnya. Flor (2013) dalam Use Of Fishbowl Method for A Discussion with A Large Group menyimpulkan bahwa metode Fishbowl cocok untuk digunakan pada diskusi dengan jumlah anggota yang besar, bahkan sampai 50 siswa. Peserta diskusi dapat membuat aturan seperti kontrak belajar sebelum memulai diskusi. Guru sebagai fasilitator harus memandu jalannya diskusi agar ketertarikan siswa tentang materi yang sedang didiskusikan terjaga dan fokus. Relevansi dengan penelitian ini adalah, hasil penelitian tersebut sesuai dengan keadaan kelas VII G SMPN 3 Mejayan yang siswanya berjumlah 28 anak. Biasanya semakin besar jumlah rombongan belajar, apabila diadakan diskusi akan rawan terjadi ketidakkondusifan keadaan. Aturan yang dibuat sebelum melakukan diskusi ditujukan untuk menghindari hal tersebut. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu jenis penelitian yang digunakan. Penelitian tersebut merupakan penelitian kualitatif yang meneliti tingkat efektivitas metode fishbowl untuk kelompok besar, sedangkan penelitian ini merupakan penelitian tindakan.

(28)

dan Sikap Ekstrovert dengan Keterampilan Berbicara Krama Alus Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri

Semarang. Hasil penelitian tersebut menyatakan sikap ekstrovert cukup

mempengaruhi keterampilan berbicara krama alus. Penelitian tersebut relevan karena meneliti keterampilan berbicara Krama siswa, hanya bedanya pada jenis penelitian yang digunaan dan juga subjeknya. Penelitian di atas bukan merupakan PTK, dan subjek yang diteliti adalah mahasiswa.

Goh (2013) dalam Globalization and Teacher Development for Spoken

English Instruction (Globalisasi dan Pengembangan Guru untuk Pembelajaran

Berbicara Bahasa Inggris) menyatakan guru tidak boleh melupakan pentingnya mengasah keterampilan mengajar bahasa sehingga dapat meningkatkan modal profesional mereka untuk memediasi dampak globalisasi bagi siswanya. Ide-ide yang terkait mengajar keterampilan berbicara dan menyimak (oracy) dalam bahasa kedua karena pentingnya dua keterampilan berbahasa itu dalam mengembangkan keterampilan penting abad ke-21 dalam dunia global. Relevansi dengan penelitian di atas adalah keterampilan berbicara sangat penting dalam menyongsong era global. Karena semakin global pengetahuan siswa harus segera diimbangi dengan kebudayaan lokal.

Syahri (2013) menyatakan dalam jurnalnya yang berjudul Resemblance of

Indirectness In Politeness of EFL Learners’ Request Realizations (Kesamaan

Ketidaklangsungan Dalam Realisasi Kesantunan Berbahasa Permohonan) bahwa prinsip-prinsip kesantunan secara umum digunakan oleh penutur bahasa manapun saat melakukan beragam tindak tutur. Akan tetapi, penutur bahasa tertentu menerapkan kesantunan sesuai dengan norma-norma budaya yang berlaku. Dalam hal ini bahasa Jawa, ragam krama alus pada zaman sekarang sangat menunjukkan identitas orang Jawa. Semakin sedikit generasi muda Jawa yang menguasai dan menggunakan ragam bahasa ini. Hal ini karena mereka menganggap bahasa Jawa krama alus sulit dan tidak praktis, padahal nilai moral yang terkandung dalam krama alus sangat tinggi.

Taylor (2007) dalam Fostering Engaging and Active Discussion in Middle

School Classroom mengatakan bahwa metode diskusi Fishbowl dapat menolong

(29)

komprehensif di berbagai bidang ilmu. Motivasi dan komitmen adalah dua kunci dalam keberhasilan melakukan diskusi yang komprehensif. Penelitian yang dilakukan Taylor relevan karena sama-sama membahas bagaimana membuat sebuah diskusi yang aktif pada tingkat SMP (Middle School). Salah satu metode diskusi yang disarankan adalah metode fishbowl yang digunakan dalam penelitian ini.

Indriyani (2014) dengan judul penelitian Improving Effective Study

Groups in Speaking Class through Inside-Outside Circle juga relevan dengan

penelitian ini. Peneltitian tersebut menyatakan bahwa metode inside-outside circle adalah metode yang menarik untuk pembelajaran berbicara. Dengan metode ini siswa menjadi lebih aktif. Semua siswa akan mendapatkan kesempatan untuk berbicara, jadi tidak ada siswa yang bersembunyi di belakang punggung temannya seperti pada kelas konvensional. Perlu diketahui, metode inside-outside circle merupakan nama lain dari metode fishbowl seperti yang digunakan pada penelitian ini.

Pinandhita (2014) dalam penelitiannya Implementing 3D Animation Film

as a Device to Enhance Students‟ Speaking Skill for 1A Grade Students of IKIP

PGRI Madiun menyatakan bahwa keterampilan berbicara sangat penting untung

menunjang komunikasi yang efektif. Pembelajaran berbicara memerlukan metode yang efektif agar peserta didik aktif dalam pembelajaran. Hal ini menjadi kesamaan dengan penelitian ini, yaitu tentang pembelajaran berbicara., namun metode yang digunakan berbeda.

Penelitian yang menggunakan metode yang sama ditulis oleh Yabarmase (2014) Fishbowl Strategy: An Effective Way to Improve Students‟ Speaking Ability. Penelitiannya yang juga berjenis PTK mengungkapkan bahwa sebelum

penggunaan metode fishbowl, tingkat ketuntasan siswa hanya mencapai 26,6%. Setelah penerapan metode fishbowl, tingkat ketuntasan naik secara signifikan menjadi 100%. Senada dengan penelitian ini, metode fishbowl sama-sama digunakan untuk meningkatan keterampilan berbicara siswa. Hanya perbedaannya selain setting penelitian, juga bidang bahasa yang diteliti.

(30)

B. Kajian Teori

1. Hakikat Keterampilan Berbicara a. Pengertian Berbicara

Kemampuan berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan bahasa, selain menyimak, membaca dan menulis. Dalam konteks pengajaran bahasa, empat keterampilan ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Karenanya setiap siswa yang belajar tentang bahasa harus menguasai empat kompetensi tersebut.

Andayani (2010:3) mengemukakan bahwa pada hakikatnya berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Lebih jauh Andayani menjelaskan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima pesan atau informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. Jika komuniksi berlangsung secara tatap muka, berbicara itu dapat dibantu dengan mimik dan pantomimik pembicara.

Harmer (2001:155) menyatakan bahwa sebagian besar kegiatan berbicara melibatkan interaksi dengan satu atau lebih peserta, dimana kegiatan berbicara yang efektif melibatkan banyak mendengarkan, dan memahami tentang bagaimana yang dirasakan peserta lain. Jadi, dapat dikatakan bahwa berbicara melibatkan pembicara dan pendengar.

(31)

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan, berbicara yaitu kemampuan untuk menguasai (mengucapkan) bunyi artikulasi atau berupa kata atau kalimat sebagai sarana untuk mengkomunikasikan perasaan dan gagasan kepada orang lain sesuai dengan kebutuhan.

Masih menurut Slamet (2008: 37) bahwa berbicara dapat ditinjau sebagai seni dan sebagai ilmu. Berbicara sebagai seni menekankan penerapannya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat, dan yang menjadi perhatiannya antara lain (1) berbicara di muka umum, (2) diskusi kelompok, dan (3) debat. Sedangkan berbicara sebagai ilmu menelaah hal-hal yang berkaitan dengan (1) mekanisme berbicara dan mendengar, (2) latihan dasar tentang ujaran dan suara, (3) bunyi-bunyi bahasa, dan (4) patologi ujaran (gangguan yang menghambat komunikasi verbal). Tarigan (2008: 17) menandaskan bahwa berbicara memiliki tiga tujuan umum, yakni (1) memberitahukan atau melaporkan (to inform), (2) menjamu dan menghibur (to intertain), dan (3) membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan (to persude).

Keberhasilan berkomunikasi atau berbicara seseorang di masyarakat sangat tergantung terhadap kedewasaan atau kematangan pribadinya. Syarat utamanya meliputi empat hal. Meliputi (1) keterampilan sosial (social skill), yakni kemampuan berpartisipasi secara efektif dalam hubungan-hubungan masyarakat (apa yang harus dikatakan, bagaimana cara mengatakannya, bagaimana apabila mengatakannya, dan kapan tidak mengatakannya?), (2) keterampilan semantik

(semantic skill), yaitu kemampuan untuk mempergunakan kata-kata dengan tepat

dan penuh pengertian, (3) keterampilan fonetik (phonetic skill), yaitu kemampuan membentuk unsur-unsur fonemik bahasa kita secara tepat, dan (4) kemampuan vokal (vocal skill), adalah kemampuan untuk menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara kita (Tarigan, 2008: 20-22).

(32)

menyampaikan pikiran melalui sarana bahasa lisan. Kemampuan berbicara merupakan tuntutan utama yang harus dikuasai seorang guru. Seorang guru yang menuntut siswanya dapat berbicara dengan baik, terlebih dahulu guru tersebut harus mampu memberi contoh berbicara dengan baik. Melalui berbicara, guru dapat mengekspresikan pengetahuan yang dikuasainya secara lisan.

Berdasarkan kepentingannya berbicara digunakan di muka umum, dalam diskusi kelompok, dan debat. Tujuan bicara mencakup memberitahukan atau melaporkan, menghibur, dan membujuk atau mengajak. Kunci keberhasilan bicara sangat tergantung pada keterampilan sosial, keterampilan semantik, keterampilan fonetik, dan keterampilan vokal. Hakikat kemampuan berbicara berbahasa Jawa ragam krama dalam penelitian ini adalah bagaimana peserta didik mampu melakukan ujaran atau percakapan dengan orang lain menggunakan ragam krama sesuai dengan unggah-ungguh basa.

b. Tujuan Berbicara

Seseorang melakukan kegiatan berbicara secara umum adalah untuk melakukan komunikasi. Komunikasi yang baik tentunya komunikasi yang terarah sesuai dengan maksud dan tujuannya, serta dapat dipahami oleh lawan tutur. Untuk itu seseorang tidak hanya bisa berbicara tetapi diharapkan untuk terampil berbicara. Pengajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan kesempatan kepada setiap individu mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Adapun untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) kemudahan berbicara, (2) kejelasan, (3) bertanggung jawab, (4) membentuk pendengaran yang kritis, dan (5) membentuk kebiasaan. Pada akhirnya harapan seseorang dalam menyampaikan pesan kepada orang lain adalah untuk mendapatkan responsi atau reaksi.

Andayani (2010:4) menyatakan secara umum tujuan berbicara adalah sebagai berikut: (1) mendorong atau menstimulasi; (2) meyakinkan; (3) menggerakkan; (4) menginformasikan; dan (5) menghibur.

(33)

pendengarnya.

Pembicara yang berusaha meyakinkan dan mempengaruhi pendengarnya adalah pembicara yang bertujuan untuk meyakinkan pendengarnya. Guna memperkuat pernyataannya, pembicara butuh contoh konkret agar meyakinkan pendengar. Ketika pembicara menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar, maka ia bertujuan untuk menggerakkan. Misalnya, aksi penggalangan dana korban bencana alam, dan penandatanganan resolusi.

Tujuan suatu pembicaraan dikatakan menginformasikan apabila pembicara ingin memberi tahu pendengar tentang suatu hal yang ia anggap penting untuk dimengerti dan dan dipahami oleh pendengar. Hal ini seperti yang dilakukan seorang guru di depan anak didiknya ketika menjelaskan pokok bahasan.

Tujuan terakhir dari seseorang berbicara adalah menghibur. Pembicara dikatakn bertujuan menghibur apabila ia bermaksud menyenangkan atau menggembirakan pendengarnya. Melalui humor yang tepat, pendengar yang tertawa senang merupakan indikasi bahwa merasa terhibur.

c. Metode Pembelajaran Berbicara

Pembelajaran berbicara mempunyai sejumlah komponen yang pembahasanya diarahkan pada segi metode pengajaran. Guru harus dapat mengajarkan keterampilan berbicara dengan menarik dan bervariasi. Menurut Tarigan (2008: 106) ada 4 metode pengajaran berbicara antara lain: (1) Pecakapan; percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara dua atau lebih pembaca. Greene dan Petty dalam Tarigan (2008: 106). Percakapan selalu terjadi dua proses yakni proses menyimak dan berbicara secara simultan. Percakapan biasanya dalam suasana akrab dan peserta merasa dekat satu sama lain dan spontanlitas. Percakapan merupakan dasar keterampilan berbicara baik bagi anak-anak maupun orang dewasa.

(34)

digunakan sebagai metode pengajaran berbicara. Melalui metode bertelepon diharapkan siswa didik berbicara jelas, singkat dan lugas. Siswa harus dapat menggunakan waktu seefisien mungkin.

(3) Wawancara; Andayani (2010:7) megemukakan bahwa wawancara merupakan bentuk komunikasi yang khas karena jarang terjadi perubahan pelaku komunikasi. Menurut Tarigan (2008: 126) wawancara atau interview sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya wartawan mewawancara para menteri, pejabat atau tokoh-tokoh masyarakat mengenai isu penting. Wawancara dapat digunakan sebagai metode pengajaran berbicara, pada hakekatnya wawancara adalah bentuk kelanjutan dari percakapan atau tanya jawab. Percakapan dan tanya jawab sudah biasa digunakan sebagai metode pengajaran berbicara.

(4) Diskusi; diskusi sering digunakan sebagai kegiatan dalam kelas. Metode diskusi sangat berguna bagi siswa dalam melatih dan mengembangkan keterampilan berbicara dan siswa juga turut memikirkan masalah yang didiskusikan. Guru sekarang masuh sering meremehkan diskusi sebagai salah satu proses pembelajaran, padahal dengan metode yang baik diskusi sangat efektif membanu pemahaman siswa tentang materi yang sedang dipelajari.

Diskusi ialah proses pelibatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui cara tukar menukar informasi untuk memecahkan masalah (Kim Hoa Nio dalam Tarigan, 2008:128). Diskusi dapat juga berarti pembicaraan antar dua atau lebih orang dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, atau keputusan bersama mengenai suatu masalah (Andayani, 2010:7). Jadi, dapat disimpulkan diskusi adalah pertemuan antara dua orang atau lebih untuk membahas penyelesaian dari suatu masalah.

c. Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

(35)

ucapan, pengucapan bunyi-bunyian harus tepat, begitu juga dengan penempatan tekanan, durasi, dan nada yang sesuai; (b) Pemilihan kata atau diksi, harus jelas, tepat dan bervariasi sehingga dapat memancing kepahaman dari pendengar; (c) Ketepatan sasaran pembicara, pemakaian kalimat atau keefektivan kalimat memudahkan pendengar untuk menangkap isi pembicaraan. (2) Faktor non kebahasaan yang meliputi (a) Sikap yang tidak kaku; (b) Kesediaan menghargai pendapat; (c) Pandangan ke pendengar; (d) Gerak-gerik atau mimik tepat; (e) Kenyaringan suara; (f) Kelancaran berbicara; (g) Penguasaan topik.

d. Penilaian Keterampilan Berbicara

Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian, setelah proses belajar mengajar itu selesai. Penilaian ini dapat diperoleh melalui tes. Tes merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana siswa mampu mengikuti proses belajar mengajar yang telah berlangsung. Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan keterampilan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara yang difokuskan pada praktik berbicara.

Penilaian di dalam keterampilan berbicara ditentukan dari 2 hal, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan (Nurgiyantoro, 1995: 152). Penilaian dari faktor kebahasaan meliputi: (1) ucapan, (2) tata bahasa, (3) kosa kata, sedangkan penilaian dari faktor nonkebahasaan meliputi: (1) ketenangan, (2) volume suara, (3) kelancaran, (4) pemahaman.

Yuwana (2012:124) memberikan contoh penilaian kinerja untuk berbicara yaitu: (1) tekanan dan ucapan sudah standar, (2) tata bahasa digunakan dengan benar tidak lebih dari dua kesalahan, (3) kosakata teknis dan umum digunakan dengan tepat, (4) pembicaraan dalam segala hal lancar, dan (5) pemahaman terhadap segala sesuatu dalam percakapan normal dan koloqi. Selanjutnya aspek-aspek yang dinilai dalam berbicara secara lebih singkat meliputi: (1) tekanan, (2) tata bahasa, (3) kosakata, (4) kelancaran, dan (5) pemahaman.

(36)

e. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berbicara

Pembelajaran berbicara perlu memahami beberapa prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan berbicara. Bahasa Jawa itu tidak sulit, tetapi juga tidak semudah membalik telapak tangan, yang penting adalah kemauan dan ketekunan. H. Douglas Brown mengemukakan lima prinsip belajar berbicara yang efektif meliputi: (1) gaya hidup (lifestyle); (2) kemauan (total comittment); (3)mencoba / berlatih (trying); (4)pelajaran dalam kelas (beyond class); (5)strategi (strategy). Masing-masing prinsip tersebut apabila dikaitkan dengan pembelajaran berbicara bahasa Jawa secara ringkas akan dijelaskan sebagai berikut.

1) Gaya hidup (Lifestyle)

Praktek dalam kehidupan sehari-hari, jika siswa ingin belajar berbicara bahasa Jawa dengan efektif, siswa harus menjadikan bahasa Jawa sebagai bagian dari kehidupan. Artinya, setiap hari siswa berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa, pada setiap ada kesempatan yang ditemui baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Jawa juga disebut sebagai bahasa ibu karena bahasa Jawa telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

2) Kemauan (Total Comittment)

Kemauan untuk menjadikan bahasa Jawa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Siswa harus memiliki komitmen untuk melibatkan bahasa Jawa dalam hidup secara fisik, secara mental, dan secara emosional. Secara fisik, siswa harus bisa mencoba mendengar, membaca dan menulis. Penggunan berbicara bahasa Jawa terus-menerus dan berulang-ulang, misalnya dalam memahami bahasa Jawa, jangan kata per- kata, tetapi arti secara keseluruhan. Paling penting adalah keterlibatan secara emosional dengan bahasa Jawa, yaitu perlu memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar berbicara bahasa Jawa.

3) Mencoba / Berlatih (Trying)

(37)

dari pertanyaan yang diajukan, sehingga dengan kesalahan itu siswa bisa belajar banyak dari kesalahan yang dilakukan dan berusaha memperbaiki kesalahan tersebut.

4) Pelajaran dalam kelas (Beyond Class)

Belajar bahasa Jawa secara formal (di kelas), biasanya jam-jam belajar sangat terbatas, karena seminggu hanya satu jam atau dua jam pelajaran, yang pasti jam belajar di kelas ini tentunya sangat terbatas. Belajar bisa lebih efektif, harus menciptakan kesempatan untuk belajar juga di luar jam-jam belajar di kelas (informal), seperti: berdikusi dengan teman dan berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa dengan teman-teman, dengan percakapan langsung. 5) Strategi

Komitmen, keberanian mencoba, dan menjadikan bahasa Jawa sebagai bagian hidup yang telah diterapkan. Langkah selanjutnya adalah menerapkan strategi belajar yang tepat untuk menujang proses belajar. Strategi ini bisa dikembangkan dan disesuaikan dengan kepribadiaan dan gaya belajar masing-masing siswa, misalnya belajar berbicara bahasa Jawa dengan menggunakan bermain peran dan percakapan. Berbicara bahasa Jawa tersebut mencakup tentang bertanya, mendengar, memperbaiki ucapan dan meningkatkan kosa kata siswa dengan gaya belajar.

2. Hakikat Tingkat Tutur Bahasa Jawa a. Pengertian Tingkat Tutur

Istilah unggah-ungguh, undha-usuk dan speech levels adalah beberapa istilah serupa yang dimaksudkan sebagai tingkat tutur. Unggah-ungguh basa Jawa selain mengandung makna tingkat-tingkatan, dalam bahasa juga mengandung makna kesantunan atau etika (Sasangka, 2004:10). Menurut Harjodipuro (2000: 19) unggah-ungguh basa oleh orang asing disebut speech level, kemudian dalam bahasa Indonesia disebut tingkat tutur atau tingkat ujaran.

(38)

unggah-ungguh ditujukan untuk menghormati kepada yang lebih tinggi, baik itu dari segi

umur maupun kedudukan.

Menjabarkan pengertian unggah-ungguh basa adalah persoalan seorang penutur (O1) harus mampu membedakan penggunaan ragam ngoko dan ragam krama ketika bertutur dengan mitra tutur (O2/O3, dan seterusnya). BJ ragam ngoko adalah bentuk ungkapan biasa yang bernilai keakraban, sedangkan kosa kata krama sebagai bentuk penghormatan. Orang Jawa dikenal sebagai pribadi yang sangat memperhatikan unggah-ungguh, subasita atau tata krama, sebagai watak dasar orang Jawa yang bersahaja dan senang menghormati orang lain. Karenanya, saat berbicara dengan orang lain cenderung menggunakan BJ ragam krama sebagai wujud penghormatan dan sikap santun, kecuali bagi mitra wicara yang dianggap sudah akrab atau status umur dan status sosial di bawahnya.

Penggunaan unggah-ungguh basa berpedoman antara lain: (1) faktor umur (contohnya anak kecil dengan orang yang lebih tua atau dewasa), (2) faktor kekerabatan, orang yang status kekeluargaannya lebih muda akan menghormati yang lebih tua, (3) faktor kedudukan, contohnya murid menghormati guru, bawahan menghormati atasan, (4) faktor kualitas pribadi, orang yang berpendidikan tinggi di masyarakat biasanya cenderung lebih dihormati, (5) faktor perkenalan, orang yang baru kenal biasanya akan menggunakan BJ krama untuk menghormati, (6) faktor darah, orang yang memiliki gelar kebangsaan atau berdarah biru lebih dihormati (kendati poin ini sekarang sudah berkurang), dan (7) faktor status ekonomi, sebagian pandangan orang Jawa masih menganggap orang yang secara ekonomi lebih mampu akan lebih dihormati (Harjawiyana, 2001: 13).

Krama adalah salah satu tingkatan bahasa dalam Bahasa Jawa. Bahasa ini

paling umum dipakai di kalangan orang Jawa. Pemakaiannya sangat baik untuk berbicara dengan orang yang dihormati atau orang yang lebih tua. Membicarakan

Krama erat kaitannya dengan kesantunan berbahasa. Kesantunan (politiness),

(39)

Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari berbagai segi dalam pergaulan sehari-hari. Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santun atau etiket dalam pergaulan sehari-hari. Ketika orang dikatakan santun, maka dalam diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku secara baik di masyarakat tempat seseorang itu megambil bagian sebagai anggotanya. Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang, memakan waktu lama). Sudah barang tentu, penilaian dalam proses yang panjang ini lebih mengekalkan nilai yang diberikan kepadanya.

Kedua, kesantunan sangat kontekstual, yakni berlaku dalam masyarakat,

tempat, atau situasi tertentu, tetapi belum tentu berlaku bagian masyarakat, tempat, atau situasi lain. Ketika seseorang bertemu dengan teman karib, boleh saja dia menggunakan kata yang agak kasar dengan suara keras, tetapi hal itu tidak santun apabila ditujukan kepada tamu atau seseorang yang baru dikenal. Mengecap atau mengunyah makanan dengan mulut berbunyi kurang sopan kalau sedang makan dengan orang banyak di sebuah perjamuan, tetapi hal itu tidak begitu dikatakan kurang sopan apabila dilakukan di rumah. Ketiga, kesantunan selalu bipolar, yaitu memiliki hubungan dua kutub, seperti antara anak dan orangtua, antara orang yang masih muda dan orang yang lebih tua, antara tuan rumah dan tamu, antara pria dan wanita, antara murid dan guru, dan sebagainya.

Dari penjelasan-penjelasan mengenai pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat tutur adalah tingkatan dalam suatu bahasa yang berkaitan dengan tata krama dan sopan santun. Pemakaiannya menuntut keterampilan penggunanya, karena dalam tingkat tutur lawan bicara atau mitra tutur sangat menentukan jenis tingkat tutur mana yang dipakai. Salah dalam menerapkannya akan berkibat anngapn dari mitra tutur bahwa pembicara kurang sopan, atau tidak menghargai mitra tutur.

b. Bahasa Jawa Ragam Krama

(40)

dan seterusnya). Ragam krama adalah bahasa yang memiliki rasa penghormatan, bahkan lebih tinggi. Penghormatan yang dilandasi sikap santun, perilaku terpuji, kebaikan dan mengikuti aturan (Harjawiyana, 2001: 67). Penghormatan dari perilaku bahasa ini tentunya membawa dampak sikap saling menghormati, rukun, damai, tenggang rasa dan kehidupan harmonis dalam masyarakat.

Menurut Suwadji (dalam Harjodipuro 2000: 27) hubungan sopan santun dengan BJ ragam krama yang sangat kuat, yakni (1) ajaran sopan-santun merupakan warisan budaya Jawa yang masih hidup, (2) sopan santun sebagai ciri khas masyarakat Jawa, (3) sopan santun dalam BJ menganjurkan bahwa seseorang harus menghormati orang lain, dan (4) sopan santun dapat memperlancar (membangun hubungan harmonis) dalam pergaulan.

Ragam krama secara praktis dibedakan menjadi dua, yakni krama lugu dan krama alus. Ragam inilah yang sampai sekarang dipakai oleh penutur masyarakat Jawa dan diajarkan dalam kurikulum BJ di tingkat sekolah dari pendidikan dasar sampai menengah.

1) Krama Lugu

Krama lugu bukan diartikan sebagai kosa kata atau tuturan krama yang standar (benar) sesuai unggah-ungguh basa. Krama lugu juga bisa disebut krama madya. Sasangka (2010: 112) mengatakan bahwa krama lugu digunakan untuk menandai suatu ragam yang kosa katanya terdiri atas leksikon krama, madya, netral, dan atau ngoko serta dapat ditambah leksikon krama inggil dan krama andhap. Secara semantis ragam krama lugu (madya) dapat didefinisikan sebagai bentuk ragam krama yang kehalusannya masih rendah. Meski begitu, jika dibanding ngoko lugu dan ngoko alus, krama lugu tetap menunjukkan kadar kehalusan atau penghormatan dalam percakapan.

Krama madya atau krama lugu sering dipakai pada kalangan yang kurang mahir bahasa krama dengan baik atau orang kebanyakan. Seperti kalangan petani, pedagang di pasar, dan orang awam lain. Sayang dalam kenyataan masyarakat dewasa ini, ragam krama lugu justru sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, khususnya dalam forum informal. Hal ini terjadi karena satu alasannya bagi

(41)

generasi muda Jawa adalah sulitnya belajar ragam krama alus. Contoh kosa kata madya seperti terlihat di bawah ini.

Tabel 2.1: Contoh Kosa Kata Madya

Ngoko Madya/ Krama Lugu Krama Inggil Arti

kowe njenengan panjenengan Anda

teka dugi dumugi datang

lunga ndak tindak pergi

marang teng dhateng menuju

kowe samang sampeyan kamu

Istilah madya sebenarnya hanya untuk menyebut jenis kosa kata (leksikon) madya yang menandai ragam tersebut, dan tidak digunakan untuk menyebut suatu ragam. Leksikon krama, baik itu krama inggil jenengan ‘Anda’ dan krama

andhap samang‘Anda’ fungsinya sama digunakan untuk menghormati mitra tutur (mitra wicara).

Dengan begitu dapat disimpulkan, bahwa ragam krama lugu (madya) adalah ragam bahasa yang tidak standar. Ragam ini biasanya digunakan oleh kebanyakan orang yang belum mahir berbahasa Jawa krama alus. Kendati diakui pada kenyataannya di masyarakat, bahwa banyak penutur beranggapan bahasa krama yang digunakan sudah benar (krama alus), padahal kenyataannya bahasa yang digunakan ragam yang salah, krama lugu (madya).

2) Krama Alus

Ragam krama alus merupakan ragam BJ yang standar digunakan dalam bahasa keseharian dan bernilai menghormati antara penutur dan mitra tutur. Menurut Sasangka (2010: 119) bahwa ragam krama alus adalah bentuk

unggah-ungguh BJ yang semua kosa katanya terdiri atas leksikon krama dan dapat

ditambah dengan leksikon krama inggil dan krama andhap. Meskipun begitu yang menjadi leksikon inti dalam ragam ini hanyalah leksikon yang berbentuk krama. Sedangkan leksikon ngoko atau madya tidak ada dalam ragam ini, kecuali leksikon netral (seperti kata tembok ‘dinding’, motor ‘motor’, meja ‘meja’, dan

sebagainya).

(42)

Leksikon krama inggil digunakan untuk menyebutkan pada diri orang lain, sedangkan leksikon krama andhap dikenakan untuk menyebutkan pada sikap penutur atau orang yang kelas sosialnya lebih rendah daripada orang yang diajak berbicara. Hal ini berkaitan dengan prinsip orang Jawa yang andhap asor‘rendah diri.’ Contoh leksikon krama andhap dan krama inggil dapat dibedakan pada data

di bawah ini.

Tabel 2.2: Contoh Kosa Kata Krama Andhap-Krama Inggil Ngoko Krama Andhap Krama Inggil Arti

kowe sampeyan panjenengan kamu

mangan nedha dhahar makan

turu tilem sare tidur

omong matur ngendika bicara

lunga kesah tindak pergi

Dalam tingkat tutur krama (krama alus), selain bentuk kata yang dijadikan krama (kecuali leksokon netral), afiks (imbuhan) juga harus diubah dari ngoko menjadi krama. Seperti imbuhan awalan di- menjadi dipun-, akhiran -e menjadi

ipun, dan akhiranake menjadiaken. Seperti dalam contoh: ditulis dipun

serat ‘ditulis’, sikile sukunipun ‘kakinya’, nukokake numbasaken

‘membelikan,’dan sebagainya.

Ragam krama alus merupakan ragam bahasa yang paling sempurna (standar) yang digunakan untuk menghormati mitra tutur. Penggunaan ragam krama alus selalu berpedoman kepada unggah-unggah basa (penggunaan kosa kata berdasarkan tingkat umur dan sosial), yakni menggunakan kosa kata krama inggil (orang yang lebih tinggi status sosial dan umurnya) dan krama andhap (orang yang lebih rendah status sosial dan umurnya. Penggunaan krama diberlakukan pada kata dasar (tembung lingga) dan imbuhan (panambang).

c. Pembagian Tingkat Tutur Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang mengenal adanya tingkat tutur atau undha-usuk basa atau unggah-ungguh basa. Adanya tingkat tutur dalam bahasa Jawa merupakan adat sopan santun berbahasa Jawa. Adat sopan santun ini

(43)

mencerminkan perilaku kebahasaan yang sebenarnya juga tercermin dari perilaku masyarakat.

Menurut Harjawiyana dan Supriya (2001: 17-19) undha-usuk basa dapat di golongkan menjadi dua yaitu undha-usuk basa di zaman kejawen dan undha-usuk basa di zaman modern. Yang dimaksud dengan undha-usuk zaman kejawen adalah zaman Keraton Surakarta dan Ngayogyakarta Hadiningrat, sekitar tahun 1900 Masehi. Undha-usuk di zaman modern ditandai setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Bahasa bersifat dinamis. Artinya akan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Hal ini berlaku juga untuk bahasa Jawa. Pembagian

undha-usuk yang sangat banyak akhirnya mengerucut hanya menjadi dua yaitu ngoko

dan krama. Menurut Sudaryanto, 1989 dan Ekowardono, 1993 (dalam Sasangka, 2004: 16), Sudaryanto membagi tingkat tutur bahasa Jawa menjadi ngoko, ngoko

alus, krama dan krama alus, sedangkan Ekowardono mengelompokkan

unggah-ungguh bahasa Jawa menjadi dua, yaitu ngoko dan krama. Jika unggah-unggah-ungguh

ngoko ditambah kata krama inggil, unggah¬ungguh tersebut akan berubah

menjadi ngoko alus. Jika unggah-ungguh krama ditambah kata krama inggil, unggah-ungguh tersebut akan berubah menjadi krama alus. Tanpa pemunculan kata krama inggil, unggah-ungguh itu hanya berupa ngoko lugu dan krama lugu.

Perubahan undha-unsuk menjadi lebih sederhana sangat logis. Hal ini seiring dengan perubahan sistem pemerintahan, dari zaman monarki, feodalisme ke zaman demokrasi. Perubahan zaman tersebut berdampak pada perubahan politik, ekonomi termasuk unggah-ungguh basa yang semakin sederhana. Zaman demokrasi menginginkan kebebasan, sesuatu yang mudah dan sederhana, termasuk dalam berbahasa.

Pembagian unggah-ungguh bahasa Jawa yang sekarang digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah, mengacu pada pendapat Sudaryanto (1989) dan Ekowardono (1993) yang pada dasamya memiliki kesamaan, yaitu: 1) ngoko

lugu, 2) ngoko alus, 3) krama lugu, dan 4) krama alus.

(44)

1) Ngoko Lugu

Ngoko Lugu adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang seluruh

kalimatnya dibentuk dengan kosakata ngoko (tennasuk kosakata netral). Afiksnya (awalan, akhiran) juga tetap menggunakan afiks ngoko. Ragam ini digunakan oleh peserta tutur yang mempunyai hubungan akrab dan tidak ada usaha untuk saling menghormati.

Ragam ngoko lugu digunakan untuk: (1) Berkomunikasi dengan orang yang kedudukan atau statusnya lebih rendah misalnya antara guru dengan murid, orang tua dengan anak, dan antara orang yang sudah akrap. (2) Berkomunikasi yang sifatnya mum, misalnya pengumuman, iklan, menawarkan barang, dan juga dapat digunakan dalam penulisan surat kabar.

2) Ngoko Alus

Ngoko alus adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang dasarnya adalah

ragam ngoko, namun juga menggunakan kosakata krama inggil, dan atau krama

andhap. Ngoko alus digunakan oleh peserta tutur yang mempunyai hubungan

akrab, tetapi diantara mereka ada usaha untuk saling menghormati (Hardyanto dan Utami, 2001:47). Afiks yang digunakan adalah afiks ngoko, kecuali awalan -kok, dan akhiran -mu. Awalan dan akhiran -mu diganti dengan kata panjenengan.

Harjawiyana dan Supriya (2001:46-49) mengemukakan tentang konsep pembentukan ragam ngoko alus sebagai berikut. (1) Leksikon ngoko untuk menghonnati orang lain diganti menjadi leksikon krama inggil (apabila ada) kalau tidak ada maka tetap menggunakan leksikon ngoko tersebut. (2) Leksikon ngoko yang berhubungan dengan diri pribadi walaupun memiliki leksikon krama inggil, tetap digunakan leksikon ngoko. (tidak boleh menggunakan krama inggil untuk diri pribadi), (3) Leksikon ngoko yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tunbuhan, walaupun memiliki kosakata krama inggil, maka tetap digunakan

ngoko. Misalnya : ''Perkutut Panjenengan njaluk ngombe 'Perkututmu minta

minum.' Kalimat tersebut sudah benar, jangan sampai justru diganti menjadi

"Perkutut panjenengan nyuwun unjukan." (4) Tidak digunakan leksikon krama,

hanya krama inggil atau ngoko saja, (5) Awalan, sisipan, akhiran tetap

(45)

menggunakan ngoko kecuali awalan - kok, dan akhiran --mu. Awalan -kok dan

akhiran --mu diganti dengan kata panjenengan.

3) Krama Lugu

Krama adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang seluruh kalimatnya dibentuk dengan kosakata krama, aliknya jugs menggunakan afiks krama. Krama lugu digunakan oleh peserta tutur yang belum atau tidak akrap misalnya baru kenal. Kaidah pembentukan krama lugu adalah sebagai berikut (1) Leksikon

ngoko yang memiliki padanan dalam leksikon krama, maka diubah menjadi

leksikon krama kecuali, yang tidak memiliki leksikon krama, maka tetap menggunakan leksikon ngoko. (2) Leksikon ngoko yang berhubungan dengan diri pribadi seandainya memiliki padanan dalam leksikon krama maka diubah menjadi

krama. (3) Afiks ngoko diubah menjadi krama, misalnya awalan di- diubah

menjadi dipun-, awalan kok- diubah menjadi sampeyan, ater-ater dak- diubah menjadi kula. (4) Leksikon yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan yang memiliki leksikon krama maka diubah menjadi krama. (Harjawiyana dan Supriya,2001: 46-49)

4) Krama Alus

Ragam krama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krarna andhap. Meskipun begitu yang menjadi leksikon inti adalah leksikon yang berbentuk krama. Leksikon madya dan ngoko tidak pernah muncul di dalam tingkat tutur krama alus (Sasangka, 2004;111)

Harjawiyana dan Supriya (2001: 98-101) menjelaskan tentang kaidah pembentukan ragam krama alus, sebagai berikut. (1) Leksikon ngoko yang memiliki padanan krama inggil maka diubah menjadi krama inggil kecuali yang berhubungan dengan diri pribadi tetap menggunakan krama. (2) Apabila leksikon

ngoko tidak memiliki padanan dalam leksikon krama inggil, tetapi hanya

Gambar

Tabel 2.1: Contoh Kosa Kata Madya
Tabel 2.2: Contoh Kosa Kata Krama Andhap-Krama Inggil
Tabel 2.2. Instrumen Penilaian Kinerja Guru
Tabel 2.4. Instrumen Penilaian Kinerja Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anggota lain akan tetap menyelesaikan tugas kelompok tanpa saya sehingga saya tidak perlu memberikan

Manfaat dalam dunia praktis, yaitu diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa pemikiran dalam rangka penyusunan anggaran yang efektif dan sesuai atau

manfaat yang lebih besar pada anggotanya. Dari bentuk partisipasi anggota.. maka dari pihak koperasi juga memberikan insentif dan kontribusi untuk para. anggota,

Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai kedudukan lembaga negara bantu, khususnya KPK, secara jelas sesuai sistem

yang sangat penting bagi organisasi.. dimanifestasikan melalui kontribusi finansial, kontribusi waktu dan tenaga, kontribusi pemikiran, keilmuan dan keahlian. Pemuda yang

93 Berdasarkan wawancara dengan IRL disini penulis bisa mengomentari bahwa diskusi sangat penting diadakan untuk pemantapan konfirmasi karna diadakannya diskusi mampu menemukannya

Tabel 1 Perbedaan Tesis dan Disertasi Aspek Tesis Disertasi permasalahan memberikan kontribusi aplikatif bagi ilmu pengetahuan memberikan kontribusi teoretis bagi ilmu

- Mendengarkan Penjelasan guru Masing – masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya Diskusi informasi Fase 6 : Memberikan penghargaan Guru mengumumkan hasil diskusi